• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikembangkan. Penyebaran sapi bali telah meluas hampir ke seluruh wilayah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikembangkan. Penyebaran sapi bali telah meluas hampir ke seluruh wilayah"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

6 2.1 Sapi Bali

Sapi bali adalah salah satu aset nasional yang cukup potensial untuk dikembangkan. Penyebaran sapi bali telah meluas hampir ke seluruh wilayah Indonesia, hal ini terjadi karena breed ini lebih diminati oleh para petani peternak karena beberapa keunggulan yang dimilikinya, antara lain tingkat kesuburan yang tinggi, sebagai sapi pekerja yang baik dan efisien serta dapat memanfaatkan hijauan yang kurang bergizi dimana bangsa lain tidak dapat, persentase karkas tinggi, daya adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan dan persentase beranak dapat mencapai 80% (Samberi et al., 2010).

Sapi bali merupakan keturunan langsung dari banteng liar. Sapi bali adalah sapi asli Indonesia sebagai hasil domestikasi dari banteng liar yang telah berjalan lama. Sapi bali dikenal juga dengan nama Balinese cow yang kadang-kadang disebut juga dengan nama Bibos javanicus, meskipun sapi bali bukan satu subgenus dengan bangsa sapi Bos taurus atau Bos indicus. Sapi ini memiliki keunggulan yaitu potensi genetiknya tinggi dan mudah beradaptasi dengan lingkungan dimana dia berada walaupun dengan tatalaksana pemeliharaan sederhana. Sapi ini juga tidak selektif dalam memilih pakan dan mampu memberikan respon pertumbuhan yang baik bila diberi pakan dengan kualitas rendah (Sariubang et al., 2000).

Secara umum bila dilihat dari peta penyebaran sapi bali di luar Indonesia, ternyata sapi bali juga terdapat di negara Asia Tenggara lainnya, Australia Utara dan sedikit di peternakan khusus di Texas dan Australia (Brisbane dan New South

(2)

Wales) dan juga dalam jumlah terbatas tersebar di 112 buah tempat penangkaran dan kebun binatang di seluruh dunia (Thalib, 2002).

2.2 Pakan

Salah satu keunikan sapi bali adalah tidak terlalu selektif terhadap jenis pakan. Sebagai ternak perintis, sapi bali mampu beradaptasi dengan pakan kasar dan bergizi rendah, misalnya jerami padi dan rumput kering. Agar produktivitas sapi tetap optimal dan mutu makanan yang diberikan harus diperhatikan dengan baik. Ada dua jenis pakan yang diberikan pada sapi bali yaitu hijauan dan pakan penguat. Pakan hijauan juga dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu jenis rumput-rumputan dan jenis daun-daunan. Pakan dari jenis rumput-rumputan yang sering diberikan pada sapi bali adalah rumput gajah. Sedangkan dari jenis daun-daunan yang gizinya paling baik dan sering diberikan adalah daun leguminisa (kacang-kacangan) seperti daun gamal, daun lamtoro, daun turi dan daun kaliandra (Firdaus, 2010).

Konsentrat atau pakan penguat merupakan pakan tambahan yang nilai gizinya lebih tinggi serta mudah dicerna dibandingkan dengan pakan hijauan. Pemberian konsentrat dimaksudkan untuk mempercepat pertumbuhan sapi. Namun, pemberian makanan penguat berupa konsentrat harus memperhitungkan nilai ekonomisnya. Jenis konsentrat yang murah dan mudah diperoleh adalah dedak padi, bungkil kelapa, ketela, ubi jalar, dan kotoran ayam yang dapat diberikan secara sendiri-sendiri atau berupa campuran.

Selain pemberian pakan hijauan dan konsentrat, tidak kalah pentingnya pemberian mineral. Pemberian mineral akan dapat membantu pertumbuhan tulang yang baik sehingga menghasilkan sapi dengan bentuk kaki yang besar dan kokoh.

(3)

Sapi hasil kereman (penggemukan) yang kakinya kuat sangat diminati oleh para pedagang antar pulau sehingga harganya lebih mahal (Guntoro, 2002).

2.3 Makro Mineral Esensial

Makro mineral (mineral utama) adalah mineral yang dibutuhkan dalam jumlah lebih dari 100 mg sehari. Yang termasuk makro mineral adalah Natrium (Na), Klorin (Cl), Kalium (K), Kalsium (Ca), Fosfor (P), Magnesium (Mg), dan Sulfur (S).

2.3.1 Natrium (Na)

Natrium merupakan kation utama dalam cairan ekstraseluler. 35-40 % terdapat dalam kerangka tubuh. Lebih dari 90% tekanan osmotik di cairan ekstrasel ditentukan oleh garam yang mengandung natrium, khususnya dalam bentuk natrium klorida (NaCl) dan natrium bikarbonat (NaHCO3) sehingga perubahan tekanan osmotik pada cairan ekstrasel menggambarkan perubahan konsentrasi natrium (Yaswir dan Ferawati, 2012). Fungsi dari natrium (Na) adalah menjaga keseimbangan cairan dalam kompartemen ekstraseluer, menjaga keseimbangan asam basa dalam tubuh dengan mengimbangi zat-zat yang membentuk asam, serta berperan dalam absorbsi glukosa dan sebagai alat angkut zat gizi lain melalui membran, terutama melalui dinding usus sebagai pompa natrium. Defisiensi natrium (Na) adalah dapat terjadi muntah dan diare.

2.3.2 Klorin (Cl)

Klorin merupakan anion utama dalam cairan ekstrasel. Konsentrasi klor tertinggi adalah dalam cairan serebrospinal (otak dan sumsum tulang belakang), lambung dan pankreas. Fungsi dari Klorin adalah berperan dalam memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit dalam cairan ekstraseluler, memelihara suasana asam dalam lambung sebagai bagian dari HCL, yang diperlukan untuk

(4)

bekerjanya enzim-enzim pencernaan, serta membantu pemeliharaan keseimbangan asam dan basa bersama unsur-unsur pembentuk asam lainnya. Defisiensi klorin (Cl) adalah terjadi pada muntah-muntah dan diare kronis (Yaswir dan Ferawati, 2012).

2.3.3 Kalium (K)

Kalium adalah merupakan mineral makro yang memegang peranan dalam pemeliharaan keseimbangan cairan dan elektrolit, keseimbangan asam basa dalam tubuh, pemindahan impuls saraf, dan pemindahan potensial membran (Besung, 2013). Defisiensi kalium (K) adalah dapat terjadi karena kebanyakan kehilangan melalui saluran cerna atau ginjal. Kehilangan banyak melalui saluran cerna dapat terjadi karena muntah-muntah, diare kronis, serta kehilangan nafsu makan.

2.3.4 Kalsium (Ca)

Kalsium (Ca) adalah mineral yang paling banyak dalam tubuh yang berada dalam jaringan keras yaitu tulang. Fungsi kalsium adalah kalsium dalam tulang berguna sebagai bagian integral dari struktur tulang dan sebagai tempat menyimpan kalsium, mengatur pembekuan darah, serta meningkatkan fungsi transport membran sel, stabilisator membran, dan transmisi ion melalui membran organel sel. Defisiensi dari kalsium (Ca) adalah tulang kurang kuat, mudah bengkok dan rapuh.

2.3.5 Fosfor (P)

Fosfor (P) adalah Fosfor merupakan mineral kedua terbanyak dalam tubuh, sekitar 1 % dari berat badan. Fungsi dari fosfor adalah kalsifikasi tulang dan gigi melalui pengendapan fosfor pada matriks tulang serta mengatur peralihan energi pada metabolisme karbohidrat, protein dan lemak melalui proses fosforilasi fosfor dengan mengaktifkan berbagai enzim dan vitamin B. Defisiensi fosfor (P) adalah

(5)

kehilangan banyak cairan melalui urin, mengakibatkan kerusakan tulang, serta kurang nafsu makan.

2.3.6 Magnesium (Mg)

Magnesium (Mg) adalah kation terbanyak setelah natrium di dalam cairan interselular. Magnesium berperan penting dalam sistem enzim dalam tubuh. Defisiensi magnesium (Mg) adalah dapat terjadi jika kekurangan protein dan energi serta berbagai kompilasi penyakit yang menyebabkan gangguan absorpsi atau penurunan fungsi ginjal, endokrin, terlalu lama mendapat makanan tidak melalui mulut (intravena).

2.3.7 Sulfur (S)

Sulfur memiliki fungsi untuk pembentukan asam amino, metionin, sistin, dan beberapa vitamin yang penting dalam pembentukan tulang rawan, tulang, tendo, dan dinding pembuluh darah (Parakkasi, 1999). Defisiensi sulfur (S) adalah terjadi pembengkakan.

2.4 Mikro Mineral Esensial

Mikro mineral adalah mineral yang diperlukan dalam jumlah sangat sedikit dan umumnya terdapat dalam jaringan dengan konsentrasi sangat kecil (Arifin, 2008). Yang termasuk mikro mineral adalah Besi (Fe), Seng (Zn), Tembaga (Cu), Molibdenum (Mo), Selenium (Se), Iodin (I), Mangan (Mn), dan Kobalt (Co). 2.4.1 Besi (Fe)

Besi merupakan mineral makro dalam kerak bumi, tetapi dalam sistem biologi tubuh merupakan mineral mikro. Kandungan Fe dalam tubuh hewan bervariasi, bergantung pada status kesehatan, nutrisi, umur, jenis kelamin, dan spesies. Fungsi dari besi (Fe) adalah membentuk hemoglobin dan mioglobin,

(6)

bagian dari susunan enzim. Defisiensi besi (Fe) adalah konsumsi makanan kurang seimbang, gangguan absorpsi dan perdarahan (Arifin, 2008).

2.4.2 Seng (Zn)

Seng (Zn) adalah mikromineral yang ada di seluruh jaringan tubuh hewan dan terlibat dalam fungsi berbagai enzim dalam proses metabolisme serta komponen penting pada struktur dan fungsi membran sel, sebagai antioksidan, dan melindungi tubuh dari serangan lipid peroksidase. Defisiensi seng (Zn) adalah gangguan fungsi pankreas, gangguan pembentukan kilomikron, kerusakan permukaan saluran cerna dan diare (Besung, 2013).

2.4.3 Tembaga (Cu)

Tembaga adalah mineral mikro karena keberadaannya dalam tubuh sangat sedikit namun diperlukan dalam proses fisiologis (Arifin, 2008). Tembaga berperan dalam aktivitas enzim pernapasan, sebagai kofaktor bagi enzim tirosinase dan sitokrom oksidase. Defisiensi tembaga (Cu) adalah dapat mengganggu pertumbuhan metabolisme dan demineralisasi tulang (Arifin, 2008). 2.4.4 Molibdenum (Mo)

Molibdenum merupakan komponen esensial dari beberapa enzim. Fungsi molibdenum (Mo) adalah membantu membuat dan mengaktifkan beberapa enzim yang telibat dalam perbaikan dan pembuatan materi genetik. Defisiensi dari molibdenum (Mo) hampir sama dengan tembaga (Cu) (Parakkasi, 1999).

2.4.5 Iodin (I)

Iodin merupakan komponen esensial tiroksin dan kelenjar tiroid. Fungsi dari iodin adalah Membentuk hormon trioksin, tiroksin dan kelenjar tiroksin (Arifin, 2008). Defisiensi iodin (I) adalah konsentrasi hormon tiroid menurun.

(7)

2.4.6 Mangan (Mn)

Mangan adalah mikro mineral yang berfungsi membantu tubuh kita agar dapat memanfaatkan vitamin B1 (Thiamin) dan membuat vitamin E secara optimal untuk seluruh bagian tubuh. Defisiensi dari mangan adalah kelainan tulang dan penurunan nafsu makan.

2.4.7 Kobalt (Co)

Kobalt (Co) merupakan unsur mineral esensial untuk pertumbuhan hewan, dan merupakan bagian dari molekul vitamin B12. Berbeda dengan kalium, peningkatan pH dengan pengapuran dapat menurunkan pengambilan kobalt oleh tanaman yang selanjutnya dapat menyebabkan defisiensi pada hewan yang mengkonsumsi tanaman tersebut.

2.5 Dataran

2.5.1 Dataran Tinggi

Dataran tinggi merupakan merupakan dataran luas yang bergelombang dan berbukit-bukit dan terletak pada ketinggian diatas 200 m dan banyak memiliki lahan kebun. Bangli merupakan wilayah dataran tinggi secara geografis, terletak pada 115013’ 43” sampai 1150 27’ 24” Bujur Timur, dan 80 08’ 30” sampai 080 31’ 07” Lintang Selatan. Kecamatan Kintamani memiliki topografi yang bergelombang hingga berbukit, dengan tingkat kemiringan lahan berkisar antara 0 s.d. 60%. Daerah ini terletak berada pada ketinggian 900 s.d. 1.550 m dpl. Sebagian besar wilayahnya merupakan lahan perkebunan, yaitu 13.860,48 ha (37,6%). Struktur tanah berbutir tunggal atau tanpa struktur, dengan konsentrasi gembur. Sifat kimia tanah pada umumnya mempunyai kemasaman tanah yang sangat bervariasi, kandungan bahan organik rendah, kejenuhan basa bervariasi,

(8)

daya adsopsi rendah, kandungan unsur hara bervariasi, permeabilitas tinggi, dan kepekaan tanah terhadap erosi besar (PPS Unud, 2010).

2.5.2 Dataran Rendah

Dataran rendah merupakan wilayah datar yang memiliki ketinggian 0 – 200 m di atas permukaan laut dan cocok untuk dijadikan sebagai wilayah pertanian karena kondisi tanahnya yang subur. Umumnya pada dataran rendah banyak ditemukan lahan sawah. Keadaan Buleleng yang merupakan dataran rendah ini memiliki iklim tropis yang dipengaruhi oleh angin musim yang berganti setiap enam bulan. Buleleng termasuk pada daerah bayang-bayang hujan. Di dataran rendah juga tidak menutup kemungkinan memiliki lahan kritis. Lahan kritis merupakan suatu lahan yang kondisi tanahnya telah mengalami atau dalam proses kerusakan fisik, kimia, atau biologi yang akhirnya membahayakan fungsi hidrologis, orologi, dan produksi pertanian (Widmantara et al., 2011).

2.6 Bakteri Non Coliform

Bakteri non coliform merupakan kelompok bakteri dari golongan Enterobacteriaceae yang tidak memfermentasi laktosa. Kelompok bakteri ini meliputi Salmonella, Proteus, dan Shigella.

2.6.1 Salmonella

Salmonella merupakan bakteri batang Gram negatif. Karena habitat aslinya yang berada di dalam usus manusia maupun binatang, bakteri ini dikelompokkan ke dalam Enterobacteriaceae. Salmonella juga merupakan bakteri penyebab infeksi. Jika tertelan dan masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan gejala yang disebut salmonellosis (Poeloengan et al., 2010). Ada begitu banyak serotipe dari Salmonella, namun telah disepakati bahwa hanya terdapat dua spesies, yakni S. bongori dan S. enterica dengan enam subspesies. Dari sekian banyaknya serotipe

(9)

dari Salmonella, namun hanya Salmonella typhi, Salmonella cholera, dan mungkin Salmonella paratyphi A dan Salmonella parathypi B yang menjadi penyebab infeksi utama.

Menurut Cox (2000) genus Salmonella termasuk dalam famili Enterobacteriaceae adalah bakteri Gram negatif berbentuk batang langsing (0.7 – 1.5 x 2-5 μm), fakultatif anaerobik, oxidase negatif, dan katalase positif. Sebagian besar strain motil dan memfermentasi glukosa dengan membentuk gas dan asam. Struktur sel bakteri Salmonella terdiri atas bagian inti (nucleus), sitoplasma dan dinding sel. Dinding sel bakteri ini bersifat Gram negatif, sehingga mempunyai struktur kimia yang berbeda dengan bakteri Gram positif (Koenarso, 1987).

Gambar 2.1. Morfologi Salmonella sp. Sumber. http://sectoranalyst.blogspot.com (2011)

Habitat bakteri Salmonella adalah di dalam alat pencernaan manusia, hewan, dan bangsa burung. Oleh karena itu cara penularannya adalah melalui mulut karena makan/minum bahan yang tercemar oleh keluaran alat pencernaan penderita. Salmonella akan berkambang biak di dalam alat pencernaan penderita, sehingga terjadi radang usus (enteritis). Radang usus serta penghancuran lamina propria alat pencernaan oleh penyususpan (proliferasi) salmonella inilah yang

(10)

menimbulkan diare, karena salmonela menghasilkan racun yang disebut cytotoxin dan enterotoxin (Dharmojono, 2001).

Serangan Salmonella sebagai foodborn disease terdokumentasi untuk pertama kali pada akhir 1800an (Cox, 2000), dan sejak itu serangan Salmonella terus terjadi dan meningkat. Prosedur untuk mendapatkan strain bakteri Salmonella yang murni pada dasarnya harus dilakukan dengan cara mengisolasi. Mengisolasi bakteri berarti memisahkan bakteri dari suatu media, dan menumbuhkannya sebagai biakan murni dalam media buatan yang selektif. Isolasi ini harus dilakukan karena bakteri Salmonella yang hidup di alam sering kali bercampur dengan populasi bakteri lain (Koenarso, 1987).

Tindakan sanitasi harus dilakukan untuk mencegah kontaminasi air dan makanan oleh bakteri Salmonella, karena pada umumnya air dan makanan merupakan substrat yang mengandung protein, karbohidrat dan lemak untuk pertumbuhan dan perkembangan bakteri Salmonella. Untuk menjaga agar makanan tidak terkontaminasi oleh bakteri Salmonella, maka bahan makanan seperti ikan, udang dan kerang-kerangan haruslah dilakukan tindakan pencegahan dan pengawetan (Koenarso, 1987).

2.6.2 Proteus

Proteus sp. termasuk dalam famili enterobakteriaceae, bakteri bentuk batang, Gram negatif, tidak berspora, tidak berkapsul, flagel peritrik, ada yang cocobacilli, polymorph, berpasangan atau membentuk rantai, kuman ini berukuran 0,4-0,8 x 1.0-0,3 mm. Bakteri proteus sp. Termasuk dalam bakteri non fruktosa fermenter, bersifat fakultatif aerob/anaerob. Proteus sp. termasuk kuman patogen, menyebabkan infeksi saluran kemih atau kelainan bernanah seperti abses, infeksi luka. proteus sp. Ditemukan sebagai penyebab diare pada anak anak dan

(11)

menimbulkan infeksi pada manusia. Proteus diklasifikasikan menjadi 2 spesies yaitu proteus mirabilis dan proteus vulgaris.

Gambar 2.2. Morfologi proteus sp. Sumber. http://lookfordiagnosis.com (2009)

Morfologi dari proteus miralibis adalah setelah tumbuh selama 24 - 48 jam pada media padat, kebanyakan sel berbentuk seperti tongkat, panjang 1 - 3 mm dan lebar 0,4 -0,6 mm, walaupun pendek dan gemuk bentuknya coccus biasa. Dalam kultur muda yang banyak di media padat, kebanyakan sel menjadi panjang, bengkok, dan seperti filamen, mencapai 10, 20, bahkan sampai panjang 80 mm. Dalam kultur dewasa, organisme ini tidak memiliki pengaturan karakteristik : mungkin terdistribusi tunggal, berpasangan atau rantai pendek (Mufida, 2008). Morfologi dari proteus vulgaris adalah berbentuk batang gram negatif, chemoheterotroph bakteri. Proteus vulgaris memiliki flagela dan bergerak aktif. 2.6.3 Shigella

Shigella merupakan bakteri berbentuk batang pendek, Gram negatif, tidak motil, tidak berflagel, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, bentuk coccobacilli terjadi pada pembenihan muda. Ukuran shigella sekitar 2-3μm x 0,5-0,7 μm dan susunannya tidak teratur. Shigella dapat tumbuh subur pada suhu optimum 37o. Shigella hidup secara aerobik maupun anaerobik fakultatif. Semua

(12)

shigella memfermentasi glukosa. Dengan pengecualian Shigella sonnei yang tidak memfermentasikan laktosa. Ketidakmampuan untuk memfermentasikan laktosa diperlihatkan shigella dalam media diferensial.

Gambar 2.3. Morfologi Shigella sap Sumber. http://profileengine.com (2014)

Shigella tersebar luas di dunia seperti telah disebutkan sebelumnya. Shigella dibagi menjadi 4 spesies yaitu Shigella dysentriae, Shigella flexneri, Shigella boydii dan Shigella sonnei. Shigella sonnei adalah yang paling banyak dijumpai di Amerika Serikat. Di Asia Timur dan Amerika Tengah, Shigella Dysenteriae adalah yang paling umum (Phalipon and Sansonetti, 2007).

2.7 Total Plate Count

Pengukuran pertumbuhan bakteri sering kali diperlukan dalam penelaahan mikrobiologi untuk mengetahui beban mikroba. Pengukuran total populasi sel bakteri dapat dibedakan atas penghitungan jumlah sel, penghitungan massa sel dan penghitungan aktivitas sel.

Penghitungan jumlah sel dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Penghitungan secara langsung dilakukan dengan cara menghitung jumlah sel yang tampak pada pengamatan menggunakan mikroskop atau dapat juga menggunakan alat penghitung partikel elektronik (coulter counter).

(13)

Sedangkan penghitungan secara tidak langsung dilakukan dengan cara menghitung jumlah koloni yang tumbuh pada media kultur/biakan.

Prinsip dari metode hitungan cawan (total plate count) adalah bila sel mikroba yang masih hidup ditumbuhkan pada medium, maka mikroba tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung, dan kemudian dihitung tanpa menggunakan mikroskop (Yusuf, 2011).

Metode hitungan cawan menggunakan anggapan bahwa setiap sel akan hidup berkembang menjadi satu koloni. Jumlah koloni yang muncul menjadi indeks bagi jumlah oganisme yang terkandung di dalam sampel. Teknik penghitungan ini membutuhkan kemampuan melakukan pengenceran dan mencawankan hasil pengenceran (Cahyono, et al., 2013). Cawan-cawan tersebut kemudian diinkubasi dan kemudian dihitung jumlah koloni yang terbentuk. Cawan yang dipilih untuk penghitungan koloni, sesuai dengan kaidah statistik adalah cawan yang berisi 30-300 koloni. Jumlah organisme dalam sampel dihitung dengan cara mengalikan jumlah koloni yang terbentuk dengan faktor pengenceran pada cawan bersangkutan.

Gambar 2.4. Pengerjaan Perhitungan Koloni dengan Total Plate Count (TPC) Sumber. marinemicrobiologyfpikunpad.files.wordpress.com (2012)

Gambar

Gambar 2.1. Morfologi Salmonella sp.
Gambar 2.2. Morfologi proteus sp.
Gambar 2.3. Morfologi Shigella sap  Sumber. http://profileengine.com (2014)
Gambar 2.4. Pengerjaan Perhitungan Koloni dengan Total Plate Count (TPC)  Sumber. marinemicrobiologyfpikunpad.files.wordpress.com (2012)

Referensi

Dokumen terkait

.Adil Najam, Portrait of a Giving Community.. Kondisi Islam sebagai minoritas ternyata mendorong kesadaran umatnya untuk memanfaatkan masjid semaksimal mungkin sebagai

Pada penelitian menemukan (tabel 10), bahwa risiko orang yang memiliki kontak serumah dengan penderita TB untuk menderita TB 4,355 kali lebih besar dibandingkan dengan yang

Sesuai dengan kriteria diterima atau ditolaknya hipotesis maka dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa menerima hipotesis yang diajukan terbukti atau dengan kata lain variabel

Simpulan: Pada studi ini malaria masih merupakan penyakit endemik di RSU GMIM Behesda Tomohon, sering terjadi pada anak laki-laki, usia 5-9 tahun, dengan mayoritas

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka ditarik beberapa kesimpulan pada pengujian pengaruh keberadaan wanita (WOM), tingkat usia (USIA), keberadaan

Wilayah Indonesia sangat luas dengan kekayaan alam yang berlimpah, Master Cheng Yen mendorong semua orang untuk menyebarkan cinta kasih universal dan budaya humanis secara

erbatasan dalam penelitian ini. Beberapa keterbatasan penelitian ini, yaitu: 1) Dari kuesioner yang telah disebar, terdapat beberapa kuesioner yang kembali tanpa