• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebutuhan Perawatan Periodontal Remaja di SMP Negeri I Sendana dan Mts DDI Totolisi Kecamatan Sendana Kabupaten Majene

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kebutuhan Perawatan Periodontal Remaja di SMP Negeri I Sendana dan Mts DDI Totolisi Kecamatan Sendana Kabupaten Majene"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

Kebutuhan Perawatan Periodontal Remaja di SMP

Negeri I Sendana dan Mts DDI Totolisi Kecamatan

Sendana Kabupaten Majene

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana kedokteran gigi

Oleh :

RAHMAT SETIAWAN J 111 10 142

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2013

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Kebutuhan perawatan periodontal remaja di SMP Negri I Sendana dan MTs DDI Totolisi Kecamatan Sendana Kabupaten Majene

Oleh : Rahmat Setiawan Nim : J11110142

Telah Diperiksa dan Disetujui Pada Tanggal November 2013

Oleh Pembimbing

drg. Asdar Gani, M.Kes, NIP 19661229 1997 02 001

Mengetahui

Dekan Fakultas Kedokteran Gigi

Prof. drg. H. Mansjur Nasir, Ph.D NIP. 19540625 198403 1 001

(3)

BAGIAN PERIODONSI

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS HASANUDDIN

DRAFT JUDUL

Nama : Rahmat Setiawan

Nim : J111 10 142

Dosen Pembimbing : Drg.Asdar Gani, M.kes

Adapun judul karya tulis yang diajukan adalah :

“Kebutuhan perawatan periodontal remaja di Kabupaten Majene tahun 2013” Bahwa benar judul tersebut belum ada di perpustakaan FKG Unhas.

Makassar, 16 September 2013

Mengetahui,

Staf Perpustakaan FKG Unhas,

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya lah sehingga skripsi dengan judul “Kebutuhan perawatan periodontal remaja di SMP Negri I Sendana dan MTs DDI Totolisi Kecamatan Sendana Kabupaten Majene” ini sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Kedokteran Gigi.

Selesainya skripsi ini tidak semata-mata karena hasil kerja dari penulis sendiri melainkan adanya perhatian, dorongan, bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada drg. Asdar Gani, M.Kes., selaku pembimbing, terima kasih atas pengorbanan waktu, tenaga, pikiran, bimbingan serta arahan selama penyusunan skripsi ini.

Rasa terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak atas jasa-jasanya yang tidak dapat dilupakan oleh penulis, yaitu :

1. Prof. drg. Mansjur Nasir, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Hasanuddin.

2. Prof.Dr.drg.Burhanuddin Dg.pasiga, selaku pembimbing akademik yang telah membimbing dan sebagai konsultan dalam bidang akademik sehingga penulis berhasil menyelesaikan kuliah dengan baik.

3. Seluruh staf dosen FKG UNHAS, karyawan dan karyawati bagian akademik, bagian perpustakaan, khususnya bagian prostodonsi yang telah membantu penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini.

(5)

4. Teman-teman ATRISI 2010 khususnya Kamil, Ebenk, Arya terima kasih atas kebersamaannya selama ini. Teman seperjuangan bagian periodontologi dalam penulisan skripsi ini terima kasih atas bantuan dan semangatnya, serta semua teman-teman seperjuangan penulis selama berkuliah di FKG UNHAS terima kasih atas canda tawa serta kegilaan yang selalu membuat penulis merasa bahagia dan tersenyum.

5. Seluruh kakak senior yang telah banyak membantu, khususnya ka’Iril dan ka’Adnan, terima kasih atas bantuan serta bimbingan yang telah diberikan selama penulisan skripsi ini.

6. Terima kasih pula kepada semua pihak yang telah terlibat dalam menyelesaikan skripsi ini, yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu. 7. Penghargaan dan terima kasih secara khusus dan istimewa kepada Ayahanda

H.Bachrum dan Ibunda Hj.Artati atas semua doa, bimbingan, dukungan dan kasih sayang yang tidak terhingga sejak penulis kecil hingga saat ini. Saudara-saudaraku Rini dan Yaya, yang telah memberi semangat penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Saudari Nindya dwi utami putri yang setia menemani, terima kasih atas bantuan, dukungan serta motivasi yang diberikan selama penulisan skripsi ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan rendah hati penulis memohon maaf atas kesalahan dan kekurangan skripsi ini. Kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan demi perkembangan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang.

(6)

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Makassar, November 2013

(7)

DAFTAR ISI

Lembar pengesahan ... i

Surat keterangan perpustakaan ... ii

Kata pengantar... iii

Daftar isi ... vi Daftar tabel ... ix Daftar Gambar ... x Daftar Lampiran ... xi BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 4 1.3Tujuan Penelitian ... 4 1.4Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit periodontal... 6

2.1.1 Gingivitis ... 7

2.1.1.1 Macam-macam gingivitis... 7

2.1.2 Periodontitis ... 8

2.1.2.1 Periodontitis kronis ... 9

2.2 Etiologi penyakit periodontal ... 10

(8)

2.3.1 Gambaran umum CPITN ... 11

2.3.2 Keterbatasan CPITN ... 15

BAB III KERANGKA KONSEP... 18

BAB IV METODELOGI PENELITIAN 4.1 Jenis penelitian ... 19

4.2 Rancangan penelitian ... 19

4.3 Lokasi penelitian ... 19

4.4 Waktu penelitian ... 19

4.5 Populasi dan sampling ... 19

4.6 Kriteria sampel ... 19

4.7 Variabel penelitian ... 19

4.8 Definisi operasional ... 19

4.9 Alat dan bahan ... 20

4.10 Alur penelitian ... 21

4.11 Analisis data ... 21

BAB V HASIL PENELITIAN ... 22

BAB VI PEMBAHASAN ... 26

BAB VII PENUTUP ... 29

A. Simpulan ... 29

B. Saran ... 29

(9)

Lampiran

- Lembar penelitian CPITN - Hasil uji statistik

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman TABEL 5.1 Jumlah sampel berdasarkan jenis kelamin ... 22 TABEL 5.2 Jumlah sampel berdasarkan umur ... 22 TABEL 5.3 Status jaringan periodontal remaja di Kabupaten Majene

diukur dengan CPITN skor tertinggi ... 23 TABEL 5.4 Status jaringan periodontal remaja di Kabupaten Majene

diukur dengan CPITN skor tertinggi berdasarkan jenis

kelamin ... 23 TABEL 5.5 Status kebutuhan perawatan periodontal remaja

(11)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR 1 Gingivitis 6

GAMBAR 2 Periodontitis 6

GAMBAR 3 Periodontitis kronis 14

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit yang sangat meluas dalam kehidupan manusia, sehingga kebanyakan masyarakat menerima keadaan ini sebagai sesuatu yang tidak terhindari. Perilaku (mencakup pengetahuan, sikap dan tindakan) tentang menyikat gigi dan pergi ke dokter gigi dapat berpengaruh terhadap status penyakit periodontal seseorang (Silalahi, 2010).

Salah satu indikator kesehatan gigi dan mulut adalah tingkat kebersihan rongga mulut. Plak atau debris dipermukaan gigi dapat dipakai sebagai indikator kebersihan mulut. Plak adalah lapisan tipis, tidak berwarna, mengandung bakteri yang melekat pada permukaan gigi. Plak selain penyebab utama terjadinya karies gigi juga dapat menyebabkan terjadinya penyakit periodontal (Damanik dan Sinaga, 2002).

Seperti telah diketahui penyebab utama dari penyakit periodontal adalah plak bakteri. Plak marginal sebagai bagian dari plak supragingiva yang berkontak langsung dengan marginal gingiva berperan penting terjadinya gingivitis. plak supragingiva serta plak subgingiva yang berdekatan dengan permukaan gigi menyebabkan pembentukan kalkulus dan juga karies akar. Sedangkan plak subgingiva yang berdekatan dengan permukaan jaringan lunak penting dalam merusak jaringan tersebut sehingga terjadi periodontitis (Carranza, 2002).

(13)

Usia merupakan salah satu faktor resiko penyakit periodontal, yaitu prevalensi penyakit periodontal bervariasi seiring dengan bertambahnya usia. Dalam penelitian ini, hanya beberapa subyek dalam kelompok umur 15-24 tahun (1,2%) yang memiliki status periodontal sehat. Gingivitis ditemukan pada seluruh kelompok umur, yang sangat signifikan dengan observasi yang dilakukan oleh Murray yang melaporkan tingginya prevalensi gingivitis pada kelompok umur antara 15 dan 65 tahun di daerah berkadar fluorida tinggi. Periodontitis adalah salah satu penyakit multifaktorial yang berhubungan dengan usia. Meskipun periodontitis ditemukan pada seluruh kelompok umur, peningkatan periodontitis seiring dengan bertambahnya usia sampai 55 tahun (Vandana dan Sessha, 2007).

Gingivitis atau inflamasi gingiva merupakan penyakit periodontal yang paling sering dijumpai baik pada usia muda maupun dewasa. Gingivitis merupakan jenis penyakit periodontal yang paling sering ditemukan terutama di negara-negara berkembang dan bersifat kronis. Prevalensi gingivitis di Indonesia berdasarkan indek kalkulus mencapai 45,8 % di daerah rural, dan 38,4 % di daerah urban, serta meningkat sesuai bertambahnya umur. Gingivitis merupakan tahapan pertama dalam perkembangan penyakit periodontal yang terjadi sebagai respon terhadap bakteri plak, dan apabila berlanjut maka akan menyebabkan periodontitis (Zubardiah dkk, 2011).

Periodontitis adalah penyakit peradangan jaringan pendukung gigi disebabkan mikroorganisme, sehingga menyebabkan kerusakan progresif dari ligamen periodontal dan tulang alveolar dengan terbentuknya poket, resesi atau keduanya.

(14)

Tahap awal dari peradangan jaringan pendukung gigi adalah peradangan gingiva (gingivitis) dan berlanjut menjadi periodontitis kronis (Saptorini, 2011).

Salah satu indikator kesehatan gigi dan mulut adalah tingkat kebersihan rongga mulut. Hal tersebut dapat dilihat dari ada tidaknya deposit-deposit organik, seperti pelikel, materi alba, sisa makanan, kalkulus, dan plak gigi (Damanik dkk, 2002). Pengendalian plak adalah upaya membuang dan mencegah penumpukan plak pada permukaan gigi. Upaya tersebut dapat dilakukan secara mekanis yaitu penyikatan gigi dan penggunaan benang gigi. Saat ini kontrol plak dilengkapi dengan penambahan jenis bahan aktif yang mengandung bahan dasar alami ataupun bahan sintetik sebagai bahan anti mikroba. Bahan anti mikroba tersebut tersedia dalam bentuk larutan kumur atau obat kumur dan pasta gigi (Handajani, 2009).

Epidemiologi penyakit periodontal menunjukkan bahwa prevalensi dan keparahan penyakit periodontal dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, faktor lokal rongga mulut dan faktor sistemik. Perilaku tentunya juga dapat mempengaruhi status kesehatan seseorang. Perilaku dapat mencakup pengetahuan, sikap dan tindakan. Perilaku menyikat gigi yang baik tentu dapat mengendalikan salah satu faktor dalam proses terjadinya karies dan penyakit periodontal yaitu plak (Silalahi, 2010).

Penilaian klinis terhadap tanda penyakit periodontal adalah sangat penting untuk menegakkan diagnosa penyakit periodontal. Dalam suatu penelitian epidemiologi, teknik-teknik metodologi harus berdasarkan patogenesis penyakit dan penyebarannya. Untuk mengetahui karakteristik status periodontal dilakukan penelitian-penelitian epidemiologi dengan mengukur tempat-tempat tertentu di

(15)

kedua rahang dengan berbagai kondisi klinis pada setiap individu. Community Periodontal Index of Treatment Needs merupakan suatu survey akan kebutuhan perawatan periodontal yang memberi informasi akan prevalensi dan keparahan dari suatu penyakit periodontal. Sistem kebutuhan perawatan periodontal telah dimodifikasi menjadi CPITN pada tahun 1978 dan disadur dari epidemiologi survei oleh WHO dan FDI. Modifikasi ini termasuk merekomendasikan penggunaan probe WHO, menggunakan gigi molar dan gigi insisivus pertama kanan sebagai indeks gigi, dan tambahan kategori dengan poket lebih dari 6 mm yang membutuhkan perawatan komplek seperti bedah atau root planning dengan anastesi (Chriestedy dkk, 2009).

1.2 Rumusan Masalah

Adapun masalah yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah bagaimana kondisi jaringan periodontal dan kebutuhan perawatan periodontal pada remaja Kabupaten Majene. Rumusan masalah ditekankan pada rencana perawatan periodontal yang dibutuhkan oleh remaja di SMP Negeri I Sendana dan Mts DDI Totolisi Kabupaten Majene saat ini, berdasarkan data CPITN.

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui status penyakit periodontal pada remaja di SMP Negeri I Sendana dan Mts DDI Totolisi Kabupaten Majene.

2. Mengetahui kebutuhan perawatan periodontal remaja di SMP Negeri I Sendana dan Mts DDI Totolisi Kabupaten Majene pada tahun 2013.

(16)

1.4 Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi ilmiah mengenai kebutuhan perawatan periodontal remaja di SMP Negeri I Sendana dan Mts DDI Totolisi Kabupaten Majene tahun 2013.

2. Mengurangi penyakit periodontal yang terjadi di masyarakat , khususnya pada remaja Kabupaten Majene.

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit periodontal

Di Indonesia penyakit periodontal menduduki urutan ke dua utama yang masih merupakan masalah di masyarakat. Penyakit yang menyerang gingiva dan jaringan pendukung gigi ini merupakan penyakit infeksi yang serius dan apabila tidak dilakukan perawatan yang tepat dapat mengakibatkan kehilangan gigi. Penumpukan bakteri plak pada permukaan gigi merupakan penyebab utama penyakit periodontal. Penyakit periodontal dimulai dari gingivitis yang bila tidak terawat bisa berkembang menjadi periodontitis dimana terjadi kerusakan jaringan pendukung periodontal berupa kerusakan fiber, ligamen periodontal dan tulang alveolar (AAP, 2002).

Penyakit periodontal meliputi gingivitis dan periodontitis. Gingivitis adalah kondisi inflamasi yang reversible dari papila dan tepi gingiva. Periodontitis adalah penyakit peradangan jaringan pendukung gigi disebabkan mikroorganisme, sehingga menyebabkan kerusakan progresif dari ligamen periodontal dan tulang alveolar dengan terbentuknya poket, resesi atau keduanya. Tahap awal dari peradangan jaringan pendukung gigi adalah peradangan gingiva (gingivitis) dan berlanjut menjadi periodontitis kronis. Periodontitis terjadi karena lepasnya/ hilangnya ikatan serabut periodontal dan gangguan terhadap perlekatan pada sementum dan juga resorpsi terhadap tulang alveolar. Periodontitis selalu diawali

(18)

oleh adanya gingivitis, tetapi gingivitis belum tentu berlanjut menjadi periodontitis (Saptorini, 2011).

2.1.1 Gingivitis

Gingivitis atau inflamasi gingiva merupakan penyakit periodontal yang paling sering dijumpai baik pada usia muda maupun dewasa. Gingivitis merupakan tahapan pertama dalam perkembangan penyakit periodontal yang terjadi sebagai respon terhadap bakteri plak, dan apabila berlanjut akan menyebabkan terbentuknya poket periodontal. Gingivitis secara klinis dapat terlihat dalam 1 minggu setelah plak terakumulasi. Pada umumnya setelah 10-20 hari dari pertumbuhan plak akan terjadi gingivitis yang ditandai dengan warna merah pada gingiva, adanya pembengkakan pada gingiva, serta adanya tendensi terhadap perdarahan saat dilakukan probing (Adiningrat dkk, 2008).

Gambar 1. Gingivitis

Sumber : Carranza et al. Glickman’s Clinical Periodontology. 10th

(19)

2.1.1.1 Macam-macam gingivitis :

1. Gingivitis marginalis

Gingivitis yang paling sering kronis dan tanpa sakit, tapi episode akut, dan sakit dapat menutupi keadaan kronis tersebut. Keparahannya seringkali dinilai berdasarkan perubahan-perubahan dalam warna, kontur, konsistensi, adanya perdarahan. Gingivitis kronis menunjukkan tepi gingiva membengkak merah dengan interdental menggelembung mempunyai sedikit warna merah ungu. Stippling hilang ketika jaringan-jaringan tepi membesar. Keadaan tersebut mempersulit pasien untuk mengontrolnya, karena perdarahan dan rasa sakit akan timbul oleh tindakan yang paling ringan sekalipun (Haake dkk, 2002).

2. Acute Necrotizing Ulcerative Gingivitis

ANUG ditandai oleh demam, limfadenopati, malaise, gusi merah padam, sakit mulut yang hebat, hipersalivasi, dan bau mulut yang khas. Papilla interdental terdorong ke luar, berulcerasi dan tertutup dengan pseudomembran yang keabu-abuan (Kinane, 2001).

3. Pregnancy Gingivitis

Biasa terjadi pada trimester dua dan tiga masa kehamilan, meningkat pada bulan kedelapan dan menurun setelah bulan kesembilan. Keadaan ini ditandai dengan gingiva yang membengkak, merah dan mudah berdarah. Keadaan ini sering terjadi pada regio molar, terbanyak pada regio anterior dan interproximal (Kinane, 2001).

(20)

4. Gingivitis scorbutic

Terjadi karena defisiensi vitamin c, oral hygiene jelek, peradangan terjadi menyeluruh dari interdental papill sampai dengan attached gingival, warna merah terang atau merah menyala atau hiperplasi dan mudah berdarah (Kinane, 2001).

2.1.2 Periodontitis

Periodontitis adalah penyakit multifaktorial yang menyebabkan infeksi dan peradangan jaringan pendukung gigi, biasanya menyebabkan hilangnya tulang dan ligamen periodontal dan bisanya merupakan penyebab kehilangan gigi pada orang dewasa dan edentulousness.Periodontitis merupakan suatu infeksi campuran dari

mikroorganisme seperti Porphyromonas gingivalis, Prevotella intermedia,

Bacteroides forsythus, Actinobacillus actinomytemcomitans, dan mikroorganisme

Gram-positif, misalnya Peptostreptococcus micros dan Streptococcus intermedius

(Carranza, 2008).

Gambar 2. Periodontitis

(21)

2.1.2.1Periodontitis kronis

Dahulu periodontitis kronis dikenal sebagai adult periodontitis atau slowly progressive periodontitis. Periodontitis kronis terjadi sebagai akibat dari perluasan inflamasi dari gingiva ke jaringan periodontal yang lebih dalam (Carranza, 2008).

Gambar 3. Periodontitis kronis

Sumber : Sumber : Color Atlas of oral disease

2.2 Etiologi penyakit periodontal

Awal periodontitis pada seorang individu diduga karena adanya gen polimorf yang menyebabkan perubahan pada aktivitas sitokin, substansi yang mengatur aktivitas sistem imun dalam mempertahankan suatu sel. Perubahan ini menyebabkan destruksi pada tulang dan jaringan ikat, yang biasanya terjadi sangat lambat, dan sebagian besar asimptomatik, sehingga efeknya pada gigi berupa hilangnya perlekatan dengan tulang terjadi pada usia sekitar 30-50 tahun. Elemen

(22)

genetik tersebut yang bisa menjelaskan mengapa periodontitis kronis seringkali mengenai anggota keluarga yang sama (Ireland, 2006).

Sebagian besar penyakit periodontal inflamatif disebabkan oleh infeksi bakteri. Walaupun faktor-faktor lain dapat juga memengaruhi jaringan periodontal, penyebab utama penyakit periodontal adalah mikroorganisme yang berkumpul di permukaan gigi (plak bakteri dan produk-produk yang dihasilkannya) dan membentuk koloni. Beberapa kelainan sistemik dapat berpengaruh buruk terhadap jaringan periodontal, tetapi faktor sistemik semata tanpa adanya plak bakteri tidak dapat menjadi pemicu terjadinya periodontitis. Lagi pula, ada beberapa faktor lokal yang bersama dengan plak bakteri menyebabkan penyakit kronis jaringan periodontal. Dua faktor yang mungkin menjadi pemicu terjadinya penyakit periodontal tanpa adanya plak bakteri adalah malignansi dan trauma oklusi primer. Etiologi penyakit periodontal sangat kompleks. Para ahli mengemukakan bahwa etiologi penyakit periodontal dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu faktor lokal dan faktor sistemik :

3 Faktor lokal adalah faktor yang berpengaruh langsung pada jaringan periodonsium, dapat dibedakan menjadi dua yaitu faktor iritasi lokal dan fungsi lokal. Yang dimaksud dengan faktor lokal adalah plak bakteri sebagai penyebab utama. Sedangkan faktor-faktor lainnya antara lain adalah bentuk gigi yang kurang baik dan letak gigi yang tidak teratur, maloklusi, malfungsi gigi, restorasi yang menggantung dan bruksisme.

(23)

4 Faktor sistemik sebagai penyebab penyakit periodontal antara lain adalah pengaruh hormonal pada masa pubertas, kehamilan, menopause, defisiensi vitamin, diabetes mellitus dan lain-lain.

Kenyataan yang menunjukkan adanya hubungan yang erat antara faktor lokal dan faktor sistemik, yaitu adanya penyakit diabetes mellitus yang dapat mengakibatkan meningkatnya karies gigi dan memperberat gingivitis maupun penyakit periodontal (Novertasari, 2006).

2.3 Kebutuhan perawatan periodontal komunitas (Community Periodontal Index of Treatment Needs-CPITN)

2.3.1 Gambaran umum CPITN

Community Periodontal Index of Treatment Needs (CPITN) adalah sebuah indeks yang dikembangkan oleh WHO untuk evaluasi penyakit periodontal dalam survei penduduk. Dapat di gunakan untuk melihat kondisi jaringan periodontal pada suatu kelompok atau subpopulasi dari sejumlah penelitian. Indeks tersebut dapat memberikan sejumlah informasi mengenai prevalensi dan keparahan penyakit, tapi kegunaan utamanya adalah mengukur kebutuhan akan perawatan penyakit periodontal dan juga merekomendasikan jenis perawatan yang dibutuhkan untuk mencegah penyakit periodontal. Penilaian klinis terhadap tanda penyakit periodontal adalah sangat penting untuk menegakkan diagnosa penyakit periodontal. Dalam suatu penelitian epidemiologi, teknik-teknik metodologi harus berdasarkan patogenesis penyakit dan penyebarannya. Untuk mengetahui karakteristik status periodontal dilakukan penelitian-penelitian epidemiologi dengan

(24)

mengukur tempat-tempat tertentu di kedua rahang dengan berbagai kondisi klinis pada setiap individu (Chriestedy dkk, 2010).

CPITN adalah indeks periodontal yang dikembangkan oleh IDF dan WHO untuk mengevaluasi status periodontal dan kebutuhan terhadap perawatan untuk mencegah penyakit periodontal. Terdapat enam kriteria yang dinilai terhadap setiap individu. Kedalaman poket diukur pada enam bagian pada gigi (mesial, garis median,distal pada kedua vestibulum dan lingual /palatal). Bila gigi yang sehat/ fungsional kurang dari dua, maka sekstan diklasifikasikan sebagai edentoulous. Setiap sekstan dengan gigi yang menunjukkan keadaan paling jelek, dinilai dengan indeks tertinggi (Sanei dan Nasrabadi, 2005).

Pemeriksaan CPITN menggunakan probe periodontal WHO yang didesain secara khusus yakni ujungnya bulat diameter 0,5 mm, terdapat kode warna hitam yang sesuai dengan kedalaman 3,5-5,5 mm. Pengukuran dibagi menjadi 6 sektan (4 gigi posterior dan 2 gigi anterior), pada gigi molar ketiga tidak dilakukan perhitungan kecuali kalau fungsi giginya tersebut menggantikan molar kedua. Setiap gigi pada masing-masing sektan diukur kedalaman sulkusnya, kemudian dicatat skor yang tertinggi.

Gigi yang diperiksa adalah :

17 16 11 26 27

(25)

Kriteria skoring CPITN:

0 = Periodonsium sehat

1 = Terdapat perdarahan setelah probing

2 =Terdapat kalkulus supra atau subgingiva atau timbunan plak di sekeliling margin gingiva, tidak terdapat poket dengan kedalaman lebih dari 3 mm (kode warna pada probe semuanya tampak)

3 = Terdapat poket dengan kedalaman 4 atau 5 mm (jika probe diinsersikan pada poket, daerah warna probe tampak sebagian)

4 = Terdapat poket lebih dari 6 mm (jika probe diinserikan pada poket, daerah warna probe seluruhnya masuk kedalam poket dan tidak tampak kode warna)

* = Terdapat keterlibatan daerah furkasi atau loss attachment dengan kedalam poket lebih dari 7 mm Pengumpulan data dilakukan dengan kartu status yang berisi karakteristik sosiodemografi dan pengukuran penyakit periodontal dengan menggunakan CPITN. Analisis data dilakukan dengan cara tabulasi dan persentasi (Maduakor dkk, 2000).

(26)

A B C D

Gambar 1. Pemberian skor status periodontal. A : gusi berdarah; B : karang gigi; C : poket 4-5 mm; D : poket diatas 6 mm (Oliver, Brown, 2000)

Prinsip kerja CPITN yaitu :

1. Menggunakan periodontal probe khusus (probe WHO). Probe ini memiliki ujung berbentuk bola kecil yang berdiameter 0.5 mm. Probe ini berguna untuk mengukur kedalaman dari poket. Probe WHO memiliki daerah warna hitam untuk mengetahui kedalaman poket yang ada. Bila poket yang terbentuk kurang dari 3,5 mm maka warna hitam yang terdapat pada probe masih terlihat

(27)

keseluruhan, sedangkan bila kedalaman poket mencapat 6 mm atau lebih maka warna hitam pada probe tidak terlihat lagi (WHO, 2009).

2. Penilaian kondisi jaringan periodontal

Skor Status periodontal Kode Kebutuhan perwatan 0 Periodonsium sehat 0 tidak membutuhkan 1 secara langsung atau dengan kaca mulut terlihat perdarahan setelah probing 1 memerlukan perbaikan oral hygine 2 sewaktu probing terasa adanya kalkulus tetapi seluruh daerah hitam (pada probe)masih terlihat 2 perbaikan oral hygiene dan scalling 3 poket dengan kedalaman 4-6mm 3 perbaikan oral hygiene dan scalling dan penyerutan akar dengan anestesi lokal untuk aksesibilitas

(28)

(Sanei dan Nasrabadi, 2005).

2.2.2 Keterbatasan CPITN

Semua indeks, termasuk CPITN mempunyai keterbatasan dasar sebagai berikut ( Axelsson,2002) :

 Kriteria umumnya subyektif dan terdapat variasi yang cukup besar pada penilaian oleh pemeriksa dalam derajat inflamasi dan kedalaman poket atau kerusakan perlekatan.

 Sistem skor pada dasarnya ditentukan secara acak. Masalah utama dalam epidemiologi penyakit periodontal dari data CPITN ini yaitu masih belum adanya standar atau rekomendasi internasional. Perbandingan data status periodontal pada penelitian yang berbeda sangat sulit. Gingivitis, pendarahan, nilai klinik perlekatan dan hilangnya perlekatan digunakan sebagai pilihan, bukan hal yang tetap.

 Walaupun skor gingivitis mengukur adanya inflamasi pada saat itu, pengukuran poket merupakan cerminan dari penyakit di masa lalu ; bila kita menerima ide bahwa kerusakan poket bersifat episodik, tentunya kedalaman poket tidak dapat memberikan indikasi dari aktivitas penyakit pada saat pengukuran. Selain upaya untuk mendefinisikan kriteria klinis dan laboratoris tentang aktivitas, sejauh ini belum ada pemeriksaan yang dapat memberikan pedoman yang dapat diandalkan tentang aktivitas; saat ini satu-satunya pemeriksaan yang dapat diandalkan memerlukan perbandingan longitudinal.

(29)

Keterbatasan CPITN lainnya adalah CPITN di susun berdasarkan konsep progress penyakit secara linear dan kontinyu. Tetapi karena adanya perubahan konsep penyakit periodontal akhir-akhir ini, tampaknya kebutuhan untuk menghilangkan semua poket dan anjuran untuk menghilangkan plak masih merupakan suatu pertanyaan. Contohnya, masih ada pertanyaan apakah gingivitis itu merupakan suatu penyakit atau sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap plak. Hal ini ditinjau dari tingginya prevalensi gingivitis yang dilaporkan. Demikian juga telah banyak dilaporkan bahwa kebanyakan gingivitis bersifat statis dan tidak berkembang menjadi periodontitis seperti yang diperkirakan semula ( Axelsson,2002).

(30)

BAB III

KERANGKA KONSEP

Kerangka konsep

Variabel yang tidak diteliti

Variabel yang diteliti

Penyakit periodontal Gingivitis Remaja Periodontitis Umur Jenis Kelamin Nutrisi Oral hygiene Kebutuhan Perawatan Dewasa

(31)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis penelitian : Penelitian observasional

4.2 Rancangan penelitian : Cross sectional deskriptif

4.3 Lokasi penelitian : Kabupaten Majene Sulawesi Barat

4.4 Waktu penelitian : Bulan Juli 2013

4.5 Populasi dan sampling : Populasi diambil dari anak-anak Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Majene Kecamatan Sendana,

Metode pengambilan sampling totally sampling.

4.6 Kriteria sampel : Anak remaja, usia 13-16 tahun

4.7 Variabel penelitian

1. Variabel bebas : Penyakit periodontal

2. Variabel tergantung : Kebutuhan perawatan periodontal

3. Variabel antara : Umur, jenis kelamin, nutrisi, oral hygiene

4.8 Definisi operasional

CPITN adalah suatu pengukuran yang mengklasifikasikan status periodontal suatu individu atau populasi dalam suatu gambaran yang diambil berdasarkan prevalensi tingkat keparahan. Indeks ini dicatat berdasarkan pengukuran probe pada

(32)

poket periodontal dan status jaringan gingiva. Dengan kriteria skoring sebagai berikut :

0 = Periodonsium sehat

1 = Terdapat perdarahan setelah probing

2 = Terdapat kalkulus supra atau subgingiva atau timbunan plak di sekeliling margin gingiva, tidak terdapat poket dengan kedalaman lebih dari 3 mm (kode warna pada probe semuanya tampak)

3 = Terdapat poket dengan kedalaman 4 atau 5 mm (jika probe diinsersikan pada poket, daerah warna probe tampak sebagian)

4 = Terdapat poket lebih dari 6 mm (jika probe diinserikan pada poket, daerah warna probe seluruhnya masuk kedalam poket dan tidak tampak kode warna)

4.9Alat dan bahan yang digunakan : Alat-alat yang digunakan :

a. Probe periodontal untuk mengukur nilai CPITN b. Pinset untuk menjepit tampon/kapas

c. Neirbecken untuk tempat alat dan kapas d. Handuk putih untuk pengalas meja e. Handschon (sarung tangan)

f. Masker

(33)

h. Alat tulis untuk mencatat Bahan yang digunakan :

a. Alkohol 70%

b. Betadine/povidon iodine 10% c. Kapas /tissue

4.10 Alur penelitian :

1. Sampel di khususkan pada anak remaja yang incisivus dan molar permanennya telah erupsi.

2. Sampel diperiksa berdasarkan 6 segmen yaitu molar kanan atas (16),incisivus kanan atas (11),molar kiri atas ( 26 ),molar kiri bawah (36 ), incisivus kiri bawah ( 31 ) , dan molar kanan bawah ( 46 ).

3. Untuk keadaan periodontal sehat ,diberikan skor CPITN yaitu skor 0,bila terjadi pendarahan setelah probing diberi skor 1,bila terlihat kalkulus supragingiva / subgingiva di beri skor 2 , untuk kedalaman poket 4-5 mm diberi skor 3, dan untuk kedalaman poket lebih dari 6 mm di beri skor 4. 4. Dari keseluruhan skor yang didapatkan dari tiap segmen, ditentukan skor

tertinggi untuk untuk menentukan nilai kemaknaaan CPITN.

4.11 Analisis data

Data di analisis dan diolah menggunakan bantuan SPSS v.21 kemudian didistribusikan dalam bentuk tabel frekuensi dan persentase.

(34)

BAB V

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini di lakukan di dua sekolah menengah pertama di kecamatan Sendana Kabupaten Majene. Sekolah tersebut adalah SMP Negeri I Sendana dan Mts DDI Totolisi Kecamatan Majene. Sampel berjumlah 64 orang dengan rincian 14 orang laki-laki dan 50 orang perempuan dengan rentang usia antara 13 sampai 16 tahun.

Tabel 5.1 Jumlah sampel berdasarkan jenis kelamin

Jumlah

Identitas n %

Jenis kelamin

Laki-laki 14 21,9%

Perempuan 50 78,1%

Berdasarkan data yang didapat jumlah sampel perempuan yaitu 78,1% lebih banyak dibandingkan sampel laki-laki yang hanya 21,9%, seperti yang terlihat pada tabel 5.1.

(35)

Tabel 5.2 Jumlah sampel berdasarkan umur Jumlah Usia n % 13 tahun 3 4,7% 14 tahun 37 57,8% 15 tahun 18 28,1% 16 tahun 6 9,4% Jumlah 64 100%

Berdasarkan tabel 5.2 terlihat bahwa usia 14 tahun mendominasi sampel sebesar 57,8% kemudian usia 15 tahun 28,1%, usia 16 tahun sebesar 9,4% dan usia 13 tahun hanya 4,7%.

Tabel 5.3 Status jaringan periodontal remaja di Kabupaten Majene diukur dengan CPITN skor tertinggi

Umur Jumlah Skor 0 Skor 1 Skor 2 Skor 3 Skor 4 (%) (%) (%) (%) (%) 13-16 tahun 64 1 org 18 org 17 org 25 org 3 org

(1,6%) (28,1%) (26,6%) (39,1%) (4,7%)

Dari tabel 5.3 terlihat skor yang tertinggi adalah skor 3 sebanyak 25 orang atau 39,1%, sedangkan skor terendah adalah o sebanyak 1 orang atau sebesar 1,6%.

(36)

Tabel 5.4 Status jaringan periodontal remaja di Kabupaten Majene diukur dengan CPITN skor tertinggi berdasarkan jenis kelamin.

Jenis kelamin Skor 0 Skor 1 Skor 2 Skor 3 Skor 4 (%) (%) (%) (%) (%) Laki-laki 0 6 org 3 org 5 org 0

(0,0%) (42,9%) (21,4%) (35,7%) (0,0%) Perempuan 1 org 12 org 14 org 20 org 3 org

(2,0%) (24,0%) (28,0%) (40,0%) (6,0%)

Berdasarkan tabel 5.4 skor tertinggi CPITN laki-laki adalah skor 1 sebanyak 6 orang atau sebesar 42,9%, sedangkan skor tertinggi CPITN perempuan adalah skor 3 yaitu sebanyak 20 orang atau sebesar 40,0%.

Tabel 5.5 Status kebutuhan perawatan periodontal remaja di Kabupaten Majene

Skor Kondisi jaringan periodontal Perawatan Jumlah

0 Sehat Tidak ada 1

1 Perdarahan EIKM 18 2 Karang gigi EIKM+SK 17 3 Poket dangkal EIKM+SK 25 4 Poket dalam EIKM+SK+RP 3 Keterangan

(37)

SK : Skeling

RP : Root Planing

Berdasarkan tabel 5.5 status kebutuhan perawatan periodontal remaja di Kabupaten Majene adalah:

1. Tidak memerlukan perawatan adalah sebanyak 1 orang (1,6%).

2. Memerlukan peningkatan kebersihan mulut/oral hygiene (melalui penyuluhan, demonstrasi, dsb) adalah sebanyak 18 orang (28,1%).

3. Memerlukan skeling dan peningkatan kebersihan mulut adalah sebanyak 17 orang (26,6%).

4. Memerlukan skeling dan perawatan kebersihan mulut adalah sebanyak 25 orang (39,1%).

5. Memerlukan peningkatan kebersihan mulut, skeling dan root planing adalah sebanyak 3 orang (4,7%).

(38)

BAB VI

PEMBAHASAN

Penelitian serupa telah dilakukan sebelumnya oleh Taufiqurrahman (2007) di dua sekolah Kabupaten Sinjai dengan hasil 41 orang tidak memerlukan perawatan, 12 orang memerlukan peningkatan kebersihan mulut/oral hygiene (melalui penyuluhan, demonstrasi, dsb), memerlukan skeling dan peningkatan kebersihan mulut sebanyak 207 orang, memerlukan skeling serta perawatan kebersihan mulut sebanyak 43 orang serta memerlukan peningkatan kebersihan mulut, skeling dan root planing sebanyak 1 orang. Skor tertinggi adalah 2, menunjukkan remaja di dua sekolah di Kabupaten Sinjai banyak menderita plak dan kalkulus oleh karena itu perlu perawatan skelling dan peningkatan kebersihan mulut.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di dua sekolah di Kabupaten Majene, didapatkan hasil pemeriksaan CPITN pada 64 sampel menunjukkan untuk skor 0 (periodontal sehat) sebanyak 1 orang (1,6 %), skor 1 (adanya perdarahan setelah probing) sebanyak 18 orang (28,1%). Perdarahan gusi disebabkan oleh adanya mikroulserasi yang sering terjadi pada epitel yang melapisi dinding jaringan lunak gusi. Gejala-gejala awal adanya peradangan gusi adalah meningkatnya tekanan cairan di dalam gusi dan adanya perdarahan waktu probing (Widyastuti, 2003).

Hanya probing untuk memeriksa perdarahan gusi yang praktis dipakai di klinik, meskipun cara pemeriksaan ini terbatas hanya menggambarkan aktifitas lesi pada gusi saja, tetapi dapat diandalkan untuk mendiagnosa lesi periodontal tahap

(39)

dini. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perawatan periodontal harus dilakukan apabila dijumpai perdarahan gusi pada pemeriksaan probing (Widyastuti, 2003).

Tanda-tanda klinis dari peradangan adalah visual (kemerahan dan pembengkakan) dan perdarahan ketika probing dapat digunakan untuk menilai keadaan jaringan periodontal. Perdarahan ini disebabkan oleh adanya mikroulserasi yang sering terjadi pada epitel yang melapisi jaringan lunak gusi. Gejala-gejala awal adanya peradangan gusi adalah meningkatnya tekanan cairan di dalam gusi dan adanya perdarahan gusi saat probing (Carranza, 2002). Namun, karena terkadang tidak disertai rasa sakit, gejala itu luput dari perhatian dan cenderung dibiarkan saja. Bila radang gusi terus dibiarkan, gigi bisa goyang, dan akhirnya terlepas sendiri (Andini, 2005).

Nilai tertinggi terdapat pada skor 3 (39,1%) hal ini menunjukkan bahwa perilaku sangat mempengaruhi kesehatan periodontal, serta kurangnya kesadaran individu untuk menjaga kebersihan gigi dan mulut, sehingga menyebabkan keparahan dari jaringan periodontal. Selain itu juga menunjukkan kecepatan terjadinya periodontal sangat tinggi yang ditandai dengan terjadinya poket periodontal, walaupun pada usia muda. Poket periodontal adalah bertambah dalamnya sulkus gingiva secara patologis dan disertai dengan lepasnya epithelium attachment dari permukaan gigi. Bertambahnya kedalaman sulkus gingiva dapat terjadi karena pergerakan bagian mahkota dari margin gingiva atau berpindahnya bagian apikal dari perlekatan gingiva atau kombinasi keduanya (Carranza,2002).

(40)

Untuk skor 2 yaitu 17 orang (26,6%) dari 64 orang sampel. Kalkulus merupakan kalsifikasi dari plak yang biasanya ditutupi oleh lapisan lembut dari bakteri plak. Selama masih ada karang gigi, gangguan periodontal di tempat itu tidak dapat sembuh. Oleh karena itu, menghilangkannya adalah suatu tindakan preventif yang utama. Perlu bantuan dokter gigi untuk menghilangkannya dengan cara scaling. (Andini, 2005).

Sedangkan untuk skor 4, diperoleh sebanyak 3 orang (4,7%). Poket sedalam 4 mm menunjukkan adanya periodontitis kronis tahap awal. Apabila dibiarkan tidak terawat, periodontitis dapat menyebabkan kehilangan tulang yang progresif di sekitar gigi. Bakteri subgingival (yang ada di bawah margin gingiva) yang hidup dalam poket periodontal dapat menyebabkan inflamasi gingiva yang lebih parah dan kehilangan tulang dan perlekatan yang lebih jauh.

Pada tabel 5.4 terlihat bahwa laki-laki lebih sedikit terserang penyakit periodontal dibanding perempuan. Hal ini diakibatkan jumlah sampel yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak. Hal ini juga sesuai dengan penelitian-penelitian lain pada negara-negara berkembang yang menunjukkan tidak terdapat perbedaan berarti mengenai kesehatan gingiva diantara kedua jenis kelamin karena pelaksanaan oral hygienenya sama. Meskipun, penelitian-penelitian di negara-negara industri telah mencatat bahwa kesehatan gingiva lebih baik pada perempuan dibanding laki-laki, karena perempuan cenderung melaksanakan oral hygiene lebih baik dibanding. Selain itu, faktor sosial dan perilaku anak laki-laki terarah pada masalah kebiasaan merokok, status sosial ekonomi, nutrisi, psikologis, dan konsumsi alkohol (Mustaqimah, 2003).

(41)

BAB VII

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa status kesehatan periodontal yang banyak terjadi pada remaja di SMP Negeri I Sendana dan Mts DDI Totolisi Kabupaten Majene adalah adanya poket dangkal (39,1%). Perawatan periodontal yang paling dibutuhkan oleh remaja di Kabupaten Majene saat ini adalah skeling dan peningkatan kebersihan mulut.

B. Saran

1. Sebaiknya penelitian ini dilakukan dengan jumlah sampel yang lebih besar, agar data yang diperoleh dapat mewakili populasi yang diteliti.

2. Perlu dilakukan usaha preventif berupa penyuluhan mengenai kesehatan gigi, pengetahuan dan perilaku sehat kepada para remaja guna mencegah kerusakan jaringan periodontal pada usia muda.

(42)

DAFTAR PUSTAKA

Adiningrat A, Hendrawati, Pramestri SL. (2008), Perbedaan antara penggunaan pasta gigi yang mengandung propolis dan tanpa propolis terhadap status kesehatan gingiva. MIKGI Vol.10(1): hal 17-20

Ardini, A.S. (2005), Sehat Mulut dan Gigi [Internet] Available from:

http://www.kompas.com/kesehatan/news/0509/27/104416.htm [Akses 26

oktober, 2013].

Axelsson,Per DDS. (2002), Epidemiology of periodontal disease. Diagnosis and risk. Predictiction of periodontal disease,Vol 3.Quntessence Publishing Co,Inc:Chicago. p.373-409

Carranza, Fermin A. Clinical Periodontology 9 th edition. (2002), Philadelphia: WB Saunders Company

Carranza et al. Glickman’s Clinical Periodontology. 10th

ed. (2008), Philadelphia : WB. Saunders co. p. 495-9

Chriestedy R, Sari DS, Arina YM. (2010). Tingkat Kebutuhan PerawatanPeriodontal Berdasarkan Kunjungan Pasien di RSGM FKG Universitas Jember Bulan Agustus 2009-Agustus 2010. National scientific seminar in periodontics 1 (NASSIP); 26-27 November. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember, Surabaya : hal 1-8

Damanik S, Sinaga Evi D. (2002), Efek penyuluhan dan pelatihan dalam penurunan indek plak pada murid SD Negri Medan. J Dentika Vol.7(1): hal1-10

Haake SK, Newman MG, Nisengard RJ, Sanz M. (2002). Periodontal microbiology. In : Newman MG, Takei HH, Carranza FA. Clinical Periodontology. 9th ed. Philadelpia Saunders : hal 96-112

Handajani J. (2009), Efek pasta gigi ekstrak etanolik teh segar dan epigallocatechin gallate ekstrak teh terhadap indeks plak gigi. Dentika Dental Journal Vol.14(1) : hal 1-5

(43)

Ireland, R. (2006), Clinical textbook of dental hygiene and therapy. Singapura : Blackwell Munksgaard. p. 104-7

Kinane DF. (2001) Causation and pathogenesis of periodontal disease. Periodontal 2000 (25) : hal 8-20

Maduakor, S., Lauverjat, Y., Cadot, S., Da Costa Nobel, R., Laporte, C., Miquel, J.L. Application Of Community Periodontal Index Treatment Need (CPITN) In Enugu (Nigeria) : Study Of Secondary School Students Aged Between 12-18 Years, Odonto-Stomatologie Tropicale :29.

Mustaqimah DN. (2003), Pencegahan penyakit periodontal yang dapat diterapkan di puskesmas dan tempat praktek. Jurnal Kedokteran Gigi Indonesia Vol.10(3): hal 57-65

Novertasari B. (2006), Hubungan antara penyakit periodontal dengan diabetes mellitus. Jurnal PDGI Vol.56

Oliver RC, Brown LJ, Loe H. (2000), Periodontal treatment needs. Periodontal Vol. 2: hal 150-60

Sanei AS, Nasrabadi AN. (2005), Periodontal health status and treatment needs in Iriana adolescent population. Archives of Iranian Medicine, Volume 8(4): hal 290 – 294.

Saptorini KK. (2011). Poket periodontal pada lanjut usia di posyandu lansia kelurahan Wonosari kota Semarang. Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” ; 12 April. Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro, Semarang : hal 261-6 Silalahi JL. (2010). Kebutuhan dan perilaku akan perawatan penyakit periodontal

pada masyarakat umur 15-65 tahun di Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir. J USU

The American Academy of Periodontology. (2002). Gum disease information. Do you have periodontal disease. p.1-3

(44)

Vandana KL, Reddy SM. (2007), Assessment of periodontal status in dental fluorosis subjects using community periodontal index of treatment needs. Indian J Dent Res Vol. 8(2) : hal 67-71

WHO Oral Health Country/Area Profile Programme. Community periodontal index of treatment needs (CPITN). Department of Noncommunicable Diseases Surveillance/Oral Health WHO Collaborating Centre, Malmö University. [Internet] available :http://www.whocollab.od. mah.se/expl/orhcpitn.html. [Diakses 22 Oktober, 2013]

Widyastuti, R., Rachma, Y. (2003), Perdarahan Gusi Pada Probing Sebagai Parameter Dalam Mendeteksi Kelainan/Penyakit Periodontal, JITEKGI. Vol 1(3): hal 1-2

Zubardiah L, Nurul DM, Auerkari EI. Uji penyerapan warna ekstrak methanol daun Lawsonia inermis pada gigi. J Universitas Indonesia

Gambar

Gambar 1. Gingivitis
Gambar 2. Periodontitis
Gambar 3. Periodontitis kronis
Gambar 1. Pemberian skor status periodontal. A : gusi berdarah; B : karang gigi; C  : poket 4-5 mm; D : poket diatas 6 mm (Oliver, Brown, 2000)
+4

Referensi

Dokumen terkait