• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kata Pengantar Ketua Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/ RSUP Sanglah Denpasar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kata Pengantar Ketua Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/ RSUP Sanglah Denpasar"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

i Kata Pengantar

Ketua Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/ RSUP Sanglah Denpasar

Om Swastyastu, Salam sejahtera untuk kita semua

Puji syukur kami panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas anugerah-Nya kami dapat merampungkan penyusunan buku prosiding dalam rangka Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan (PKB) Obstetri dan Ginekologi ke-8. Ilmu kedokteran merupakan ilmu yang dinamis dan senantiasa berkembang pesat. Untuk itu, adalah kewajiban bagi para klinisi untuk terus mengikuti perkembangan tersebut dan meningkatkan pengetahuan. Kami berharap, acara PKB ini dapat menjadi sarana bagi para ahli untuk berbagi pengetahuan terkini, serta menjadi ajang berbagi pengalaman antar praktisi kesehatan di bidang obstetri dan ginekologi.

Demi mendukung hal tersebut, kami dengan bangga mempersembahkan buku prosiding Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Obstetri dan Ginekologi ke-8 ini. Buku ini disusun oleh para ahli di bidangnya, dan memuat materi terkini pada topik masing-masing. Kami berharap buku ini dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi para peserta khususnya, dan tentunya bagi masyarakat luas. Akhir kata kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya atas dukungan berbagai pihak yang telah berperan dalam terlaksananya acara dan terbitnya buku prosiding ini. Kami mohon maaf yang sebesar-besarnya bila terdapat kesalahan yang tentunya tidak kami sengaja.

Om Shanti Shanti Shanti Om

Denpasar, 4 Desember 2017

(3)

ii Daftar Isi

Kata Pengantar ... i Daftar Isi ... ii Kuliah Utama Fetomaternal ... 1 Simposium I

Tata Laksana Endometrioma ... 8 Tatalaksana Nyeri pada Endometriosis Usia

Remaja ... 20 Simposium II

Kualitas Hidup Pasien Kanker Serviks yang Dirawat di Ruang Cempaka Ginekologi RSUP

Sanglah Denpasar ... 32 Profil Ponek Rumah Sakit Umum Daerah di

Provinsi Bali ... 61 Simposium III

Disfungsi Seksual Wanita pada Kehamilan

dan Pasca Persalinan ... 97 Vaginoplasti dari Perspektif Uroginekologi

Rekonstruksi ... 109 Simposium IV

Pelayanan Kelainan Bawaan Terintegrasi

Sanglah Birth Defect Integrated Centre (SIDIC) ... 114 Deteksi Kelainan Bawaan Trimester 1 dan

2 Pada Faskes Primer dan Sekunder... 137 Simposium V

Kanker Serviks : Misdiagnosis dan Pitfall dalam

Praktik Sehari-Hari ... 152 Vaksinasi Human Papiloma Virus:

Perkembangan Terbaru ... 170 Kuliah Utama Onkologi ... 183 Simposium VI

Tips dan Trik Mengatasi Kesulitan

Operasi Ginekologi ... 205 Operasi Ginekologi: Masalah dan Komplikasi ... 224 Simposium VII

(4)

iii Penanganan Operatif Inkontinensia Urine

Tipe Stres ... 251 Simposium VIII

Penggunaan Klomifen Sitrat dalam Induksi

Ovulasi ... 268 Ketika Memilih Inseminasi Intra Uterine sebagai Upaya Membantu Kehamilan ... 282 Tatalaksana Infertilitas pada Sindrom Ovarium

Polikistik ... 299 Simposium IX

Perdarahan Pasca Persalinan sebagai Penyebab Utama Kematian Maternal (Kasus

Obstetri Langsung) di Provinsi Bali Tahun 2016 ... 322 Breaking Medical Bad News: Application

to the Patient with Gynecologic Malignancies ... 338 Simposium X

Pertumbuhan Janin Terhambat (Dari A-Z0 ... 352 Pengaruh Maternal Metabolic Disorders

terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan

Fetus ... 367 Skrining Diabetes Mellitus Gestasional ... 375

(5)

251 SIMPOSIUM VII

PENANGANAN OPERATIF INKONTINENSIA URINE TIPE STRES

I Gede Mega Putra

Divisi Uroginekologi Rekonstruksi

Bagian/SMF Obgin FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar

Pendahuluan

Berdasarkan kesepakatan ICS (International Continence Society) pada tahun 1996, inkontinensia urine adalah ketidakmampuan mengendalikan keluarnya urine, yang terlihat secara langsung dan menimbulkan dampak sosial dan hygiene bagi penderitanya (1). Berdasarkan definisi tersebut,

maka diagnosis inkontinensia urine harus ditegakan di klinik setelah dilakukan pemeriksaan oleh dokter atau tenaga kesehatan yang lain. Angka kejadian inkontinensia urine dilaporkan sangat rendah, karena sebagian besar kasus inkontinensia urine ini tersembunyi pada populasi umum. Di Negara yang pelayanan kesehatan sudah baik saja, hanya 20 persen perempuan dengan keluhan berkemih yang tidak terkendali yang datang mencari pertolongan medis, sementara sebagian besar dari mereka menganggap keluhan ini sudah wajar akibat usia yang makin tua, karena melahirkan anak beberapa kali, atau karena pekerjaan berat. Bahkan ada yang tidak mencari pertolongan ke tenaga kesehatan, karena menganggap keluhan inkontinensia urine ini tidak mungkin diobati atau tidak mungkin disembuhkan (2).

Pada tahun 2002, ICS menyampaikan definisi yang lain, Inkontinensia urine adalah keluarnya urine yang tidak dapat dikendalikan (Haylen et al, 2002). Setiap orang yang tidak mampu menahan atau mengendalikan keluarnya urine digolongkan sebagai inkontinensia urine. Dengan definisi ini

(6)

252 prevalensi penderita perempuan penderita inkontinensia urine bisa diketahui dengan penelitian menggunakan kuisioner. Penelitian yang berbasis populasi diharapkan dapat menggambarkan prevalensi kasus inkontinensia urine dengan lebih baik (1,2).

Inkontinensia urine digolongkan menjadi beberapa jenis berdasarkan mekanisme pathogenesis, keluhan, dan penanganannya. Pembagian yang sering ditulis oleh para ahli adalah inkontinensia urine tipe stress, inkontinensia urine tipe urge dan inkontinensia urine campuran atau mixed. Inkontinensia urine tipe stress adalah keluarnya urine yang tidak terkendali karena peningkatan tekanan intra abdomen seperti batuk, bersin, atau tertawa, tanpa adanya kontraksi dari otot detrusor. Inkontinensia urine tipe urge adalah keluarnya urine yang tak dapat dikendalikan oleh karena timbulnya keinginan berkemih yang mendadak, biasanya karena kapasitas kandung kemih yang kecil dan hiperaktif dari otot detrusornya. Inkontinensia tipe mixed atau campuran adalah keluhan keluarnya urine yang tak terkendali akibat hiperaktif detrusor dan juga provokasi oleh tekanan intraabdomen. Selain ketiga jenis ini, ada juga beberapa jenis inkontinensia yang lain, seperti inkontinensia kontinyu, transient, fungsional, dan inkontinensia overflow (1,3,4).

Inkontinensia urine memang tidak berdampak langsung pada ancaman keselamatan nyawa penderitanya, tapi sangat mengganggu aktivitas keseharian, kontak sosial, ketidak nyamanan yang menetap, sehingga sangat mengganggu kualitias hidup penderitanya. Inkontinensia tipe stress adalah jenis yang paling sering terjadi pada perempuan, yaitu sekitar 40-50% dari seluruh kejadian inkontinensia urine. Penanganan secara konservatif dengan latihan otot dasar panggul sudah dibuktikan memberikan hasil yang memuaskan, jika penderita didiagnosis pada derajat yang masih ringan. Sebagian besar

(7)

253 penderita inkontinensia urine datang menemui tenaga medis pada keadaan atau derajat yang sudah berat, sehingga penanganan konservatif akan lebih sulit. Pada kondisi inilah dibutuhkan kemampuan tenaga medis yang kompeten untuk melakukan penanganan operatif pada perempuan dengan inkontinensia urine tipe stress (2,4).

Inkontinensia urine tipe stress

Inkontinensia urine tipe stress adalah keluarnya urine yang tidak dapat dikendalikan, yang diprovokasi oleh peningkatan tekanan intra abdomen seperti batuk, bersin, tertawa, atau mengangkat beban berat. Pada inkontinensia urine tipe stress ini kapasitas kandung kemihnya dalam batas normal dan volume residual urine juga normal. Berdasarkan pathogenesis dan penyebabnya, Inkontinensia urine tipe stress terbagi menjadi 2, yaitu (5):

1. Stress Urinary Incontinence (SUI) jenis hipermobilitas. Inkontinensia urine ini disebabkan oleh terjadinya kelemahan pada jaringan penyangga uretra dan blader neck, sehingga saat terjadi peningkatan tekanan intra abdomen terjadi pelebaran sudut uretrovesika, yang mengakibatkan rendahnya tekanan penutupan uretra, dan urine mudah keluar melalui uretra. Jaringan penyangga urtera terdiri dari otot levator ani, fascia puboservikalis, arkus tendineus fascia pelvik (ATFP), dan ligamentum pubouretralis. Kelemahan jaringan ini umumnya terjadi karena kehamilan dan persalinan, pekerjaan dan aktivitas yang menyebabkan peningkatan tekanan intra abdomen secara terus menerus, obesitas, umur tua dan menopause. Faktor risiko SUI tipe hipermobilitas ini sama dengan disfungsi dasar panggul yang lain, seperti prolaps organ panggul. Pada pemeriksaan fisik SUI tipe hipermobilitas, ditemukan terjadinya penurunan blader neck, yang diketahui dengan pemeriksaan Q-tip tes, Boney tes,

(8)

254 atau dengan pemeriksaan ultrasonografi blader neck secara translabial.

2. Stress Urinary Incontinence (SUI) jenis intrinsic sphincteric deficiency (ISD). Pada SUI jenis ISD ini, keluarnya urine yang tidak terkendali disebabkan oleh terjadinya kelemahan spingter uretra interna. Spingter uretra interna dibentuk oleh mukosa dan submukosa uretra, yang tersusun secara berlipat-lipat sehingga kedua lapisan ini membuat muara uretra menjadi waterseal. Lapisan mukosa dan submukosa yang menjadi spingter interna uretra inilah yang membuat tekanan penutupan uretra lebih tinggi dibandingkan tekanan intra vesika, sehingga urine tidak keluar tanpa kendali. Kerusakan atau kelemahan pada spingter uretra interna akan menyebabkan terjadinya inkontinensia urine yang dipicu oleh batuk, bersin, tertawa, atau aktivitas lain yang meningkatkan tekanan intra abdomen. Kerusakan atau kelemahan ini bisa terjadi akibat penggunaan kateter menetap dalam waktu yang lama, penggunaan instrumen urologi yang invasif, kemoterapi, radioterapi, invasi keganasan, atau kondisi menopause.

Patogenesis inkontinensia urine tipe stress

Proses berkemih yang normal terjadi karena interaksi kompleks antara otot detrusor dan sistem persarafan. Urine keluar dari vesika urinaria melewati uretra karena tekanan intra vesika yang lebih tinggi daripada tekanan penutupan uretra. Tekanan intra vesika ditentukan oleh tekanan otot detrusor dan tekanan intra abdomen. Tekanan penutupan uretra ditentukan oleh faktor intrinsik, yaitu mukosa dan submukosa uretra dan faktor ekstrinsik, yang terdiri dari otot levator ani, dinding vagina anterior, arkus tendineus fascia pelvik dan ligamentum pubo uretralis. Dalam keadaan kandung kemih yang kontinen, tekanan intra vesika selalu lebih rendah daripada tekanan

(9)

255 penutupan uretrea, sehingga tidak terjadi keluarnya urine yang tak terkendali (6).

Pada inkontinensia urine tipe stress, tekanan intra vesika melebihi tekanan penutupan uretra yang diakibatkan oleh peningkatan mendadak tekanan intra abdomen tanpa adanya kontraksi otot detrusor. Dalam kondisi normal, tekanan penutupan uretra pada perempuan sekitar 60-90 cm H2O. tekanan ini akan makin rendah dengan semakin tuanya umur perempuan tersebut. Kerusakan penyangga uretra secara intrinsic dan ekstrinsik merupakan penyebab dari terjadinya inkontinensia urine tipe stress (6,7).

Penanganan inkontinensia urine tipe stress

Memahami pathogenesis terjadinya inkontinensia urine tipe stress tersebut, tentu memberi gambaran bagaimana penanganannya. Penanganan inkontinensia urine tipe stress adalah dengan mengurangi atau menghilangkan faktor-faktor pemicu tekanan intra abdomen, dan memperbaiki kerusakan jaringan penyangga uretra. Pendekatan penanganan inontinensia urine tipe stress ini bisa secara konservatif dan juga secara operatif (1,4).

Penaganan secara konservatif memberikan perbaikan keluhan dan kepuasan yang cukup tinggi, maka penanganan konservatif selalu menjadi pilihan pertama penanganan SUI ini. Kasus-kasus SUI yang mengalami perbaikan bermakna pada penanganan konservatif ternyata hanya kasus SUI derajat ringan sampai sedang, sementara kasus SUI derajat berat tingkat keberhasilannya rendah. Beberapa jenis penanganan SUI secara konservatif, adalah sebagai berikut (4,7):

Pelvic floor muscle exercise

Biofeedback

Electrical stimulation

(10)

256

Pesarry

Behavioral and lifestyle interventions

Pharmacologic management

Penanganan Operatif Inkontinensia urine tipe stress Dilaporkan lebih 150 jenis prosedur operatif untuk penanganan SUI pernah dilakukan oleh para klinisi, tetapi hanya beberapa prosedur yang masih dikerjakan dan dipublikasi sampai sekarang. Eksistensi dari prosedur operatif perbaikan SUI yang masih dikerjakan sampai sekarang dipengaruhi oleh inovasi tehnik operasi, kepuasan jangka panjang dari penderita yang pernah menjalani operasi, rendahnya angka komplikasi dan kurang invasifnya tindakan operasi tersebut. Pendekatan operatif dalam penanganan SUI bisa secara pervaginam atau bisa juga secara retropubik. Indikasi dari penanganan operatif SUI adalah kegagalan penanganan konservatif dan SUI derajat berat (5).

Bedasarkan “Integral theory” penyangga dasar panggul dari Papa petros, keberhasilan operasi perbaikan SUI ditentukan oleh perbaikan jaringan penyangga uretra (support hammock underneath the urethra). Kembali kuatnya jaringan penyangga uretra membuat blader neck dan uretra akan relatif stabil pada posisinya walaupun mengalami tekanan saat terjadi peningkatan tekanan intra abdomen. Beberapa tindakan operatif ini bertujuan memperkuat jaringan penyangga uretra yang lemah atau mengalami hipermobilitas, dan beberapa tidakan operatif terbaru melakukan penggantian jaringan penyangga yang rusak tersebut dengan jaringan fascia dari bagian tubuh yang lain atau dengan jaringan sintetik (mesh) (5,6).

Sampai saat ini lebih dari 270.000 tindakan operasi perbaikan SUI sudah dikerjakan di Amerika Serikat. Sekitar 100.000 tindakan adalah prosedur retropubik, dan 120.000

(11)

257 tindakan berupa pemasangan sling. Pada prosedur pemasangan sling, terdiri dari sling uretra proksimal dan miduretral sling. Operasi perbaikan SUI dengan menggunakan miduretral sling, sampai sekarang merupakan gold standar penanganan SUI, karena (4,5,7):

 Minimal invasive, karena insisi yang kecil dan rata-rata kehikangan darah sekitar 75 ml.

 Tindakan relative cepat, yaitu kurang dari 30 menit dan bisa dilapukan secara poliklinis.

 Bisa dipelajari oleh para uroginekologist dengan lebih cepat.

 Sudah dibuktikan efektivitasnya dengan data keberhasilan dalam waktu yang cukup lama (TVT sekitar 15 tahun).

 Tingkat kesembuhan yang tinggi.

 Pemulihan cepat, bisa beraktivitas normal setelah 1-2 minggu.

 Komplikasi operasi relative rendah.

Berikut ini akan dibahas beberapa prosedur operasi perbaikan SUI yang masih dikerjakan oleh para ahli uroginekologi.

Kolporafi anterior dengan Kelly plication

Operasi Plikasi Kelly dengan kolporafi anterior ini pertama kali dikerjakan oleh Howard Kelly pada tahun 1912. Tindakan ini bertujuan menopang vesika urinaria dan blader neck sehingga mencegah atau mengurangi keluarnya urine saat batuk atau bersin. Prosedur ini umumnya dilakukan pada SUI yang disertai dengan prolapse dinding vagina anterior, sehingga dapat dilakukan aproksimasi dari fascia puboservikalis yang akan memperbaiki posisi vesika urinaria dan memfiksasi blader neck. Keberhasilan operasi kolporafi anterior dengan plikasi Kelly ini tergantung pengalaman dan

(12)

258 ketrampilan operator, tetapi dilaporkan sekitar 59-69% pada tahun pertama. Dalam 5 tahun berikutnya mulai terjadi rekurensi. Karena itu tindakan operasi kolporafi anterior ini sudah bukan merupakan pilihan lagi untuk perbaikan SUI (6).

Prosedur operatif kolporafi anterior secara Kelly plication (modified):

o Dinding vagina anterior diinjeksi submukosa dengan NaCl 0,9% atau dengan epineprin yang diencerkan untuk hirodiseksi dan mengurangi perdarahan.

o Dilakukan insisi sedalam submukosa vagina mulai daerah blader neck (sekitar 3 cm proksimal muara uretra eksterna) sampai daerah perservikal ring.

o Diseksi ke arah lateral sampai tampak fascia puboservikalis.

o Urethrovesical junction berlokasi sekitar 4 cm dari meatus uretra eksterna, dapat juga diperkirakan dengan meraba balon kateter. Dilakukan penjahitan horizontal secara matras dibawah Urethrovesical junction dengan mendekatkan atau plikasi fascia puboservikalis sebanyak 2 atau 3 jahitan, sehingga blader neck terangkat dan terfiksasi. Penjahitan ini menggunakan benang delayed absorbable ukuran 2-0.

o Dilanjutkan dengan kolporafi anterior untuk memperbaiki sistokel, agar dinding vagina anterior kembali menyangga uretra dengan baik.

o Rapikan sisa mukosa dan submukosa vagina, dan tutup dengan jahitan kontinyu menggunakan benang PGA 2-0.

(13)

259 Gambar 1. Kelly plication (8)

Prosedur open retropubic urethropexy

Tujuan utama dari operasi perbaikan SUI secara retropubik adalah untuk memperkuat, repair, dan melakukan penggantungan fascia endopelvik yang menyangga uretra dan blader neck. Prosedur ini menempatkan blader neck dan uretra proksimal pada posisi retropubik. Dengan mengembalikan posisi blader neck dan uretra proksimal diharapkan tidak terjadi mobilitas yang berlebihan saat peningkatan tekanan intra abdomen yang mendadak(7).

Dikenal 2 jenis prosedur uretropeksi yang bisa dilakukan untuk perbaikan SUI, yaitu :

1. Operasi MMK (Marshall-Marchetii-Krantz). 2. Kolposuspensi Burch

Kedua operasi ini melakukan pendekatan dengan membuka kavum Retzii melalui insisi secara pfaninsteel, sampai tampak

(14)

260 vesika urinaria, blader neck dan uretra proksimal. Pada prosedur MMK, penyangga blader neck dan uretra proksimal digantungkan ke periosteum simpisis pubis dengan menggunakan benang non absorbable. Sedangkan pada kolposuspensi Burch, dinding vagina anterior termasuk penyangga blader neck dan uretra proksima dijahitkan ke ligamentum Cooper kanan dan kiri. Perbedaannya dapat dilihat pada gambar berikut (8).

Gambar 2. Prosedur Retropubik MMK dan Burch (8)

Sebelum diperkenalkan operasi perbaikan SUI dengan sling pervaginam, operasi kolposuspensi Burch ini sempat menjadi pilihan utama pada prosedur operatif perbaikan SUI. Kolposuspensi Burch lebih banyak dipilih oleh para ahli uroginekologi karena komplikasi pasca operasi yang lebih ringan dibandingkan operasi MMK. Penggantungan penyangga blader neck dan uretra proksimal ke periosteum menyebabkan

(15)

261 nyeri pasca operasi yang lebih berat dan jumlah perdarahan yang lebih banyak. Dilaporkan tingkat keberhasilannya hamper sama antara kedua prosedur retropubik ini (7,8).

Prosedur needle suspension

Prosedur needle suspension atau needle urethropexy pertamakali dikerjakan oleh Pereyra pada tahun 1959. Beberapa modifikasi dari tindakan ini juga pernah dilakukan oleh beberapa ahli. Needle suspension secara Stamey, Raz dan bone fixation adalah beberapa jenis operasi ini. Tujuan dari operasi ini adalah menyokong uretra proksimal dan mencegah turunnya saat terjadi peningkatan tekanan intra abdominal. Prinsip utama operasi adalah mengikatkan fascia perivesika dan blader neck ke fascia rektus abdomen atau ke periosteum simpisis pubis (5,6).

Prosedur needle suspension ini kurang popular dan berkembang, karena dinilai rumit dan tingkat keberhasilan yang kurang baik, serta komplikasi yang cukup banyak, terutama jika dibandingkan prosedur operasi retropubik. Tingkat kesembuhan dilaporkan sekitar 67-70% pada tahun pertama, dan lebih rendak pada pengamatan sampai 5 tahun setelah operasi. Prosedur operasi ini sampai sekarang kurang direkomendasikan untuk operatif perbaikan SUI (6).

Proximal Suburethral sling

Proximal Suburethral sling juga dikenal dengan traditional suburethral sling atau urethrovesical junction sling. Prosedur Suburethral sling ini hanya dikerjakan pada kasus SUI karena ISD atau pada SUI yang berulang, karena tingginya komplikasi pasca operasi, seperti retensio urine dan erosi sling. Prinsip operasi ini adalah membuat hammock dibawah uretra dan blader neck untuk mencegah turun atau berubahnya saluran ini saat terjadi peningkatan tekanan intra abdominal (6,9).

(16)

262 Prosedur operasi sling ini pertamaklai dikerjakan oleh Giordano pada tahun 1907 dengan menggunakan flap muskulus gracilis. Pada tahun 1942, Aldridge mulai melakukan sling fascia suburetra, yang modifikasinya dikerjakan sampai sekarang. Beberapa material biologis pernah digunakan sebagai sling pada prosedur ini, seperti fascia lata, fascia rektus abdominis, flap muskulus gracilis, ligamentum rotundum, dan lain-lain. Sedangkan material sintetik seperti, mersilene, nylon, marlex, polyproypylene, dan lain-lain. Para ahli uroginekologi akan menghindari menggunakan operasi sling sintetik ini pada kasus paenderita dengan riwayat mendapat paparan radiasi, riwayat erosi sling dan riwayat operasi pada uretra sebelumnya

(4,6,9).

Secara keseluruhan, keberhasilan operasi ini sekitar 82-90% pada 5 tahun pertama, dan makin berkurang dengan makin lamanya pengamatan. Pada kasus SUI karena ISD, angka keberhasilan prosedur sling proksimal ini sekitar 80-90%, lebih tinggi dibandingkan prosedur Burch dan sling miduretral. Tetapi tindakan sling proksimal ini tidak menjadi pilihan utama karena komplikasinya masih tinggi (6).

Mid-urethral Tension-Free Slings

Mid-urethral Tension-Free Slings juga dikenal sebagai minimally invasive mid-urethral sling (MIMUS), TVT, dan trans-obturator sling (TOT). Prosedur operatif ini mulai banyak dilakukan di Eropa dan bahkan sampai Amerika, dan sekarang menjadi pilihan pertama pada peananganan operasi SUI. Operasi ini diindikasikan pada SUI karena hipermobilitas, SUI karena ISD, inkontinensia urine campuran dengan dominan tipe stress. Kontra indikasi pada kasus overaktivitas detrusor yang berat, retensio urine, dan prolaps organ panggul derajat berat

(17)

263 Berbagai prosedur sling mid-uretra yang telah dikerjakan pada SUI menunjukkan tingkat keberhasilan yang cukup tinggi dalam pengamatan 7 tahun pertama. Tingkat keberhasilan dilaporkan lebih tinggi pada SUI karena hipermobilitas dibandingkan SUI karena ISD. Rerata keberhasilan tindakan pada SUI karena hipermobilitas, lebih dari 90% pada tahun pertama dan 85% pada pengamatan 5-7 tahun. Kegagalan umumnya terjadi pada penderita SUI dengan penyakit paru obstruktif, asma, obesitas, dan penyakit penyerta lainnya (6).

Operasi sling mid-uretral yang sekarang sering dikerjakan adalah TVT dan TOT. Kedua operasi ini menjadi pilihan pertama, walaupun tingkat keberhasilan yang hamper sama dengan kolposuspensi Burch, karena tindakan ini lebih cost effective, waktu operasi yang lebih singkat dan komplikasi yang lebih ringan. Mekanisme kerja dari sling mid-uretral ini kemungkinan adalah sebagai berikut (6):

o Membentuk formasi atau hammock di bawah uretra yang memberika kompresi sehingga terjadi oklusi uretra saat peningkatan tekanan intra abdomen

o Reformasi dari ligamentum pubouretralis pada mid-uretra yang diikuti terjadinya sokongan pada mid-uretra saat terjadi tekanan tinggi pada uretra.

o Operasi ini mengakibatkan terjadinya inflamasi dan perubahan metabolic yang menyebabkan peningkatan kolagen dan penguatan pada ligamentum fascia puboservikalis dalam menyangga uretra.

Perbedaan prosedur TVT dan TOT terletak pada area memfiksasi dari sling yang digunakan. Pada tindakan TVT sling menggantung mid-uretra kea rah pubis, sedangkan TOT mengarahkan sling melewati foramen obturatorius.

(18)

264

Tension Free Vaginal Tape (TVT) dan TOT

TVT pertamakali dikerjakan di Swedia oleh Ulmsten, dan akhirnya berkembang luas di seluruh Eropa bahkan sampai ke Amerika menjadi tindakan perbaikan SUI yang paling aman dan tingkat keberhasilan yang cukup tinggi. Tindakan TVT ini bisa melalui 2 route tergantung tempat mulai memasukan trokard. Pertama adalah route suprapubik atau top-down approach, yaitu memasukkan trokard dar suprapubik dan diarahkan ke vagina di daerah mid-uretra. Sedangkan bottom-up approach atau route vaginal, trokard dimasukkan mulai dari vagina. Sebelum mulai tindakan TVT, dibutuhkan pengosongan kandung kemih agar tidak terjadi cedera, karena sling akan menggantung uretra kea rah suprapubik. Disarankan juga untuk melakukan sistoskopi sebelum dan sesudah tindakan untuk menghindari komplikasi cedera kandung kemih yang mungkin terjadi (6,9).

Pada prosedur TOT, sling digantung melewati foramen obturatorius, sehingga kemungkinan terjadinya cedera kandung kemih hamper tidak ada. Pendekatan pada TOT juga ada secara inside-out dan outside-in, yaitu arah mulai pemasangan sling dari vagina (area mid-uretra) ke inguinal melewati foramen obturatorius dan dari inguinal melalui foramen obturatorius kea rah vagina. Komplikasi yang mungkin terjadi pada tindakan ini adalah cedera arteri, vena atay nervus obturator yang lewat di foramen tersebut. Efek samping pasca operasi yang sering terjadi adalah adanya buttock pain pada minggu pertama setelanh tindakan.

(19)

265 Gambar 3. Prosedur TVT dan TOT (6)

Tingkat keberhasilan yang dilaporkan pada kedua prosedur sling mid-uretra ini hamper sama. Tetapi dengan komplikasi yang lebih rendah dan biaya yang relative lebih ringan karena tidak perlunya tindakan sistoskopi, maka beberapa tahun terakhir para uroginekologist lebih memilih prosedur TOT sebagai tindakan operatif penanganan SUI.

(20)

266 Gambar 4. Polypropylene mesh untuk TOT (6)

Masalah yang masih tersisa dari penanganan operatif SUI di Indonesia adalah masalah harga sling sintetik (mesh) yang relatif mahal dan belum tertanggung oleh asuransi kesehatan. Kemungkinan karena inkontinensia urine dan masalah dasar panggul yang lainnya belum menjadi prioritas pelayanan kesehatan di Indonesia. Seperti kita ketahui, inkontinensia urine dan disfungsi dasr panggul adalah masalah gangguan kualitas hidup perempuan. Bagaimanapun juga seorang dokter terutama dokter spesialis Obstetri dan Ginekologi diwajibkan mengerti bahwa wanita tidak hanya membutuhkan hidup yang panjang, tapi juga berkualitas. Karena wanita ingin dimengerti.

DAFTAR PUSTAKA

1. Reynolds, W.S., Kaufman, M.R., Dmochoswki, R.D. Etiology and Epidemiology of Urinary Incontinence. In: Surgery for Urinary Incontinence. Elsevier Saunders, 2013. Halaman: 1-4.

2. Siddighi, S., Snowden, S.L. Epidemiology: Urinary Incontinence, Fecal Incontinence, and Pelvic Organ Prolapse. In: Urogynecology & Female Pelvic Reconstructive Surgery. Siddighi editor. McGraw-Hill Medical Publishing Division, 2007. P. 20-26.

3. Chai, T.C., Gupta, G.N. Physiology of Lower Urinary Tract-Badder and Urethra. In: Ostegard’s Urogynecology and Pelvic Floor Dysfunction. Sivth edition. Lippincott Williams&Wilkins, 2008. P: 55-64. 4. Scheufelle, L., Abraham, K. Conservative Therapy for

(21)

267 Pelvic Floor Dysfunction. Sivth edition. Lippincott Williams&Wilkins, 2008. P: 206-24.

5. Barber, M.D. Surgical Treatmen of Stress Incontinence. In: Ostegard’s Urogynecology and Pelvic Floor Dysfunction. Sivth edition. Lippincott Williams&Wilkins, 2008. P: 225-63.

6. Siddighi, S. Surgical Management of Stress Urinary Incontinence: Vaginal Procedures. In: Urogynecology & Female Pelvic Reconstructive Surgery. Siddighi editor. McGraw-Hill Medical Publishing Division, 2007. P. 93-102.

7. Siddighi, S. Surgical Management of Stress Urinary Incontinence: Open Retropubic Operation. In: Urogynecology & Female Pelvic Reconstructive Surgery. Siddighi editor. McGraw-Hill Medical Publishing Division, 2007. P. 103-112.

8. Wheeless, C.R., Roenneburg, M.L. Retropubic Urethropexy: Mharsall-Marcetti-Krantz and Burch Operations. In: Atlas of Pelvic Surgery (online edition). Copyright - all rights reserved / Clifford R. Wheeless, Jr., M.D. and Marcella L. Roenneburg, M.D.

9. Arshiya, S., Noor, L., Rangaswamy, P.A., and Sundari, T. Etiology, Risk Factor, and Pathophysiology Stress Urinary Incontinence: A Review. International Research Journal of Biological Sciences. Vol. 4(6), 75-82, June (2015).

(22)

Ketua Bagian / SMF

Obstetri dan Ginekologi FKU UO RSUPS

Hotel Sanur Paradise, 14 - 15 Desember 2017

PKB8 -,Akreditasi 101 Nomen: 21/XI/2017/SKP/IDI-BALI (Peserta : 8 SKP,Pembicara: 8 SKP,Moderator: 2 SKP,Panitia: 1 SKP)

.t

-'_

Gambar

Gambar 2. Prosedur Retropubik MMK dan Burch  (8)

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui jenis kegagalan apa yang sering terjadi terhadap produk yang dihasilkan, faktor- faktor penyebab kegagalan dan usaha yang

Upaya untuk memperpanjang waktu simpan produk susu adalah dengan cara sterilisasi menggunakan pasteurisasi, penganekaragaman produk susu seperti penambahan teh hijau pada yoghurt

Perlu dilakukan fermentasi terhadap bubur instan tepung bonggol pisang dengan penambahan tepung kedelai lebih dari 72 jam agar dapat ditemukan aktivitas optimum kedua bakteri

Pengujian kadar akrilamida dengan metode Kromatografi Cair Kinerja tinggi (KCKT) dalam berbagai sediaan roti kering telah dilakukan dimana analisis dilakukan

Adhesif diaplikasikan ke bagian belakang ubin menggunakan sekop berlekuk (ukuran 8mm notch untuk dinding beton biasa; ukuran 6mm lekukan dapat digunakan untuk permukaan yang

Data dalam penelitian ini diperoleh melalui penyebaran skala pada siswa MAN Sidoarjo. Skala pnggunaan smartphone diberikan untuk mengetahui tingkat penggunaan smartphone pada

Dividen meningkat adalah diveden yang dibayarkan oleh sebuah perusahaan kepada investor dengan ketentuan pembayaran dividen lebih besar dari dividen yang

Pengaruh Karakteristik Personal Auditor Terhadap Penerimaan Perilaku Disfungsional Audit (Studi Empiris pada Auditor Pemerintah yang Bekerja di BPKP Perwakilan Jawa