214-220 Implementasi Bat Algorithm dalam Optimasi Penempatan Femtocell
Nifty Fath, Eka Purwa Laksana, dan Rummi Sirait
VOLUME 14 NOMOR 3
Jurnal
Rekayasa Elektrika
Desember 2018
JRE Vol. 14 No. 3 Hal 145-220 Desember 2018Banda Aceh, e-ISSN. 2252-620XISSN. 1412-4785
I. Pendahuluan
Sistem komunikasi telah berkembang sangat cepat, terutama pada sistem komunikasi bergerak karena
fleksibilitas dan mobilitasnya yang tinggi. Evolusi teknologi tersebut menjadikan naiknya penggunaan data.
Sebuah penelitian melaporkan bahwa 50% panggilan
suara dan lebih dari 70% trafik data terselenggara di dalam ruangan atau bangunan [1].
Jaringan data membutuhkan kualitas sinyal yang lebih
tinggi jika dibandingkan dengan jaringan suara akibat
semakin meningkatnya kebutuhan penggunaan data. Untuk trafik data yang terselenggara di dalam ruangan,
susutan akibat serapan tembok dapat membuat atenuasi
sinyal semakin besar. Hal tersebut menjadi kelemahan dari
jaringan komunikasi bergerak, terutama jaringan selular
[2]. Sebuah teknologi terbaru yakni femtocell dibuat
untuk mengatasi permasalahan tersebut dengan langkah
memperkecil ukuran sel sehingga diperoleh jarak yang lebih dekat antara base station (BS) dengan pengguna. Oleh karena itu, kapasitas jaringan dapat ditingkatkan [3].
Femtocell memiliki beberapa kelebihan bagi pengguna
yakni kekuatan sinyal yang diperoleh dapat lebih tinggi dan dapat menghemat daya baterai karena jaraknya yang dekat dengan BS. Selain itu, operator seluler dapat mengurangi kepadatan trafik dari sel makro (macrocell) dan mampu meningkatkan kapasitas jaringan [4]. Dalam
teknologi 3GPP, femto BS dikenal dengan istilah home
eNB (HeNB). Dengan menggunakan femto BS, pengguna
di dalam ruangan mampu memperoleh koneksi data
nirkabel dengan kualitas tinggi. Femtocell telah digunakan
secara luas pada beberapa standar komunikasi nirkabel
yakni LTE dan LTE-A yang menggunakan teknologi OFDMA [5].
Akses mode yang terdapat dalam femtocell dibagi
menjadi dua yakni akses mode terbuka dan akses mode tertutup. Dalam mode akses terbuka, pengguna yang bukan merupakan pelanggan dapat terkoneksi dengan HeNB. Di sisi lain, dalam mode akses tertutup, pengguna yang bukan
merupakan pelanggan tidak dapat terkoneksi dengan
HeNB. Mode akses tertutup lebih banyak digunakan karena pelanggan sebenarnya dapat memperoleh akses
Implementasi Bat Algorithm dalam Optimasi
Penempatan Femtocell
Nifty Fath, Eka Purwa Laksana, dan Rummi Sirait Universitas Budi Luhur
Jl. Ciledug Raya, RT.10/RW.2, Petukangan Utara, Pesanggrahan, Kota Jakarta Selatan, DKI Jakarta 12260
e-mail: nifty.fath@budiluhur.ac.id
Abstrak—Femtocell dinilai menjadi kunci utama dalam teknologi telekomunikasi untuk meningkatkan kapasitas sistem selular dengan cara memperkecil dimensi sel. Pada umumnya, jaringan femtocell dirancang untuk diletakkan di dalam ruangan tertutup. Peletakan femtocell dinilai menjadi isu penting untuk menyelesaikan permasalahan
perancangan jaringan nirkabel oleh karena perancangan manual dinilai sangat tidak efisien. Dalam penelitian ini,
dilakukan sebuah pendekatan untuk menyelesaikan permasalahan penempatan femtocell yang terletak di dalam ruangan menggunakan bat algorithm. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menentukan letak femtocell
yang optimal sehingga dapat memaksimalkan nilai SNR. Dalam 100 kali percobaan, optimasi yang digunakan
mampu meningkatkan rerata SNR sebesar 34,89 dB. Hal ini menunjukkan bahwa pendekatan yang dilakukan
adalah sangat efektif dan efisien.
Kata kunci: bat algorithm, femtocelll, optimasi
Abstract—Femtocell has been considered as an important technology to increase the cellular system capacity by bringing the base station closer to the user and shrinking the cell dimension. Basically, femtocell networks are
deployed in indoor environment such as an office. Thus, femtocell placement problems are one of the important issues in planning the wireless networks, since the manual planning processes are not efficient. In this paper, the
solution of femtocell placement problem in an indoor environment is solved by bat algorithm. Selecting the best
position of the femtocell is the main objective so the capacity can be maximized. In a 100 trial study, the SNR can be optimized up to 34.89 dB. In conclusion, the bat algorithm is able to improve the SNR efficiently and effectively.
Keywords: bat algorithm, femtopcell, optimization
Copyright © 2018 Jurnal Rekayasa Elektrika. All right reserved
215 Nifty Fath dkk.: Implementasi Bat Algorithm dalam Optimasi Penempatan Femtocell
yang maksimal [6].
Salah satu tempat yang membutuhkan femtocell
untuk meningkatkan kualitas jaringan adalah kampus. Tingkat pengguna mobile station (MS) di lingkungan
kampus cukup tinggi karena kampus menjadi tempat
berkumpulnya mahasiswa untuk menggunakan layanan komunikasi data, seperti browsing, gaming, video call, dan social media. Namun, hal itu tidak diikuti dengan berkembangnya teknologi jaringan telekomunikasi seluler di gedung kampus.
Penelitian [7] mengamati grafik penggunaan data di Universitas Budi Luhur yakni mencapai 55 Mbps dengan trafik rata-rata ±35 Mbps, sedangkan rata-rata lantasan
dari penggunaan data setiap mobile user equipment
(MUE) adalah ±400 Kbps. Grafik penerimaan mahasiswa di kampus Universitas Budi Luhur pun menunjukkan penambahan dari tahun ke tahun dan penggunaan layanan berbasis data juga semakin meningkat setiap tahunnya. Untuk melayani kebutuhan jumlah mahasiswa yang semakin meningkat, tidak cukup hanya tergantung kepada sel makro (eNodeB) yang telah tersedia di luar saja, hal
ini dikarenakan keterbatasan jangkauan dan kapasitas dari
eNodeB tersebut.
Dari hasil penelitian sebelumnya [8], terlihat bahwa kualitas sinyal pada gedung unit 3, 4, 5, dan 6 dalam kategori buruk, terlihat dari nilai hasil pengukuran Ec/ No yang bernilai -29 dBi sampai -17 dBi di Unit 3, -25 dBi sampai -18 dBi di Unit 4, -20 dBi sampai -8 dBi di Unit 5, dan -20 dBi sampai -15 dBi di Unit 6. Hal ini diakibatkan struktur bangunan dari kampus Univertias Budi Luhur yang bertingkat dan terbuat dari dinding beton sehingga sinyal akan teratenuasi, terserap, dan terpantul oleh obyek-obyek (tembok, pepohonan, dan lain-lain) di sekitar lintasan sinyal. Oleh karena itu, penerimaan sinyal di dalam ruangan menjadi buruk.
Penelitian [9] mengoptimasi jumlah femtocell yang
dibutuhkan serta penempatan femtocell di dalam sebuah
bangunan dengan mempertimbangkan nilai SINR. Metode yang dilakukan adalah dengan menghitung secara manual batas minimum kapasitas pada pengguna.
Dengan penempatan femtocell yang optimal, maka akan
meningkatkan nilai lantasan pada setiap MUE. Penelitian
sejenis yang terkait dengan penggunaan femtocell LTE
pada jaringan indoor adalah simulasi link budget pada teknologi femtocell telekomunikasi LTE [10]. Penelitian
ini mengkaji fenomena interferensi antara sel makro dan
sel femto, juga interferens antar sel femto. Kualitas sinyal (SINR) pada pengguna (downlink) baik dari sel femto
atau sel makro dikaji berdasarkan perhitungan link budget
dengan memperhitungkan fenomena interferensi yang mungkin terjadi.
Penelitian perencanaan jaringan indoor untuk
teknologi LTE di gedung Fakultas Ilmu Terapan Universitas Telkom pada [11] menganalisis perancangan untuk mengidentifikasi parameter yang menentukan luas
pancaran dari suatu femtocell LTE di dalam gedung. Perencanaan jaringan LTE Time Division Duplex (TDD) 2300 MHz menghasilkan jumlah eNodeB yang dibutuhkan
untuk melayani area penelitian, tanpa memperhitungkan jenis penghalang dinding dari gedung pada area penelitian.
Berdasarkan hal tersebut, untuk meningkatkan kualitas
sinyal daerah cakupan, khususnya daerah cakupan yang
berada di dalam ruangan, perlu dilakukan optimisasi jaringan dalam ruangan dengan menambahkan femtocell. Penggunaan algoritme optimasi yang tepat akan dapat
meningkatkan nilai lantasan serta memenuhi nilai QoS
yang lebih baik untuk setiap user. Penelitian untuk optimasi penempatan WLAN Base Station telah diteliti pada [12] dengan membandingkan dua algoritme optimasi yaitu PSO dan ACO untuk menentukan lokasi BS. Optimisasi
penempatan femtocell pada penelitian ini akan dilakukan
dengan menggunakan algoritme metaheuristik yaitu bat algorithm (BA). Algoritme metaheuristik adalah suatu teknik pendekatan yang dirancang untuk memecahkan
masalah secara umum dengan mengutamakan waktu
komputasi tetapi tidak dijamin kebaikan solusinya, akan tetapi biasanya dapat menghasilkan solusi yang optimal atau mendekati optimal dengan jumlah iterasi tertentu. Solusi yang optimal adalah solusi terbaik dari sekumpulan
alternatif solusi tanpa harus secara eksplisit menghitung
dan mengevaluasi semua alternatif yang mungkin [13]. BA merupakan algoritme metaheuristik yang terinspirasi oleh proses ekolokasi yang dilakukan oleh kelelawar dalam mencari mangsa. Setiap kelelawar
memancarkan gelombang sonar dengan sangat keras sehingga gelombang tersebut mengenai mangsa atau
halangan di sekitarnya, kemudian dipantulkan kembali menuju kelelawar tersebut. Kunci utama dari algoritme
ini adalah dalam mengendalikan kekuatan suara dan pesat
emisi suara ketika kelelawar mencari mangsanya.
Oleh karena itu, dalam penelitian ini dilakukan proses optimasi peletakan femtocell agar dapat mencapai nilai
SNR yang optimal dengan menggunakan BA. Peletakan
femtocell pada penelitian ini mengambil lokasi ruang
dosen Fakultas Teknik Universitas Budi Luhur.
II. StudI PuStaka
Inti dari proses optimasi adalah mampu mencapai suatu tujuan tertentu hingga mencapai nilai optimal dengan
batasan-batasan tertentu. Salah satu metode optimasi yang umum digunakan adalah algoritme metaheuristik.
Perkembangan algoritme heuristik dan metahuristik
sangatlah pesat. Hal ini dikarenakan unjuk kerjanya yang telah teruji mampu menyelesaikan permasalahan di bidang optimisasi. Banyak algoritme heuristik dan metaheuristik yang sedang berkembang terinspirasi dari perilaku sistem biologis atau sistem fisik dari alam. Misal, algoritme PSO
dibuat berdasarkan perilaku burung dan ikan, sedangkan algoritme simulated annealing dibuat berdasarkan proses
annealing dari logam [14].
Bat Algorithm (BA) merupakan salah satu metode optimasi berbasis perilaku makhluk hidup yang ditemukan oleh Xin-She Yang [14], [15], [16], [17]. Ide dasar dari bat algorithm adalah proses ekolokasi yang dilakukan oleh kelelawar, terutama kelelawar berukuran kecil.
Setiap kelelawar memancarkan pulsa suara yang sangat keras. Ketika pulsa suara tersebut mengenai sebuah objek,
maka pulsa suara terpantulkan dan terdengar kembali atau terdeteksi oleh kelelawar sehingga terdapat rentang waktu antara pulsa suara mulai dipancarkan hingga
terdeteksi oleh kelelawar. Dari rentang waktu tersebut, kelelawar dapat mendeteksi jarak dan orientasi dari yang berada di sekitarnya. Kelelawar kecil menggunakan gelombang sonar untuk mendeteksi musuh/mangsa/ target, menghindari rintangan dan halangan yang ada di sekitarnya, dan mencari arah pulang kembali ke tempat tinggalnya.
Setiap kandidat solusi pada BA dinamakan kelelawar (bat). Setiap kelelawar terbang secara acak pada kecepatan vi dan posisi xi. Gelombang suara yang dipancarkan
memiliki frekuensi minimal fmin dengan panjang gelombang
λ dan tingkat keras suara A0 serta kecepatan emisi pulsa
r ϵ [0,1]. Dalam kenyataannya, tingkat keras suara akan
bervariasi, yakni paling keras saat proses pencarian target dan akan mengecil saat telah mendekati target.
Dari karakteristik tersebut, maka persamaan matematis
dari BA dapat diformulasikan. Pembaruan posisi xit dan
kecepatan vit dari kelelawar ke-i pada waktu t adalah sebagai berikut.
(
)
. (1)i min max min f = f + f − f β
(
)
1 . (2) t t t i i i gbest i v =v− + x x− f 1 (3) t t t i i i x =x− +vdengan fi merupakan frekuensi pada kelelawar ke-i, fmin
dan fmax adalah frekuensi minimal dan maksimal, β adalah nilai acak dengan distribusi normal, vit merupakan
kecepatan kelelawar ke-i pada waktu t sedangkan xgbest
adalah posisi kelelawar ke-i pada waktu t dan xit adalah
solusi global optimal paling baru yang pernah dicapai oleh
keseluruhan kelelawar
Setelah nilai xgbest terpilih, maka posisi baru dari setiap
kelelawar, yang menandakan solusi baru, dibangkitkan
dengan pencarian lokal menggunakan random walk menggunakan persamaan berikut.
(4)
t new old x =x + ∈A
dengan ϵ ϵ [-1,1] merupakan nilai acak dan At adalah
rata-rata tingkat keras suara dari seluruh kelelawar pada
step waktu ke-t. Semakin dekat posisi kelelawar dengan
target, maka pada umumnya tingkat keras suara akan
semakin berkurang. Dengan kata lain, nilai A0 bervariasi
dari nilai yang besar hingga berkurang menjadi Amin saat
telah mencapai target. Namun, pesat emisi pulsa (r) akan
meningkat. Oleh karena itu, parameter tingkat keras suara
dan pesat emisi pulsa perlu diperbaharui pada saat setiap solusi baru didapatkan, dengan persamaan
1 (5) t t i i A+ =αA 1 0[1 ] (6) t t i i r+ =r −e−γ
Notasi α dan γ merupakan nilai yang konstan yakni
α=γ=0,9 [15]. Pada kenyataannya, notasi α adalah hampir
sama dengan faktor pendinginan pada algoritme simulated
annealing. Untuk segala nilai 0<α<1dan γ>0, nilai A dan
r akan konvergen menuju suatu nilai yakni
(7 0 ) t i A → 0; (8) t i i r →r t→ ∞
Mengubah nilai ri=1 dan Ai=0 akan membuat persamaan
BA menjadi algoritme PSO [17]. Pemilihan nilai-nilai dari setiap parameter membutuhkan keahlian dan pengalaman.
Untuk nilai inisialisasi, setiap kelelawar harus memiliki nilai tingkat keras suara dan pesat emisi pulsa
yang berbeda. Hal ini dapat dicapai dengan proses
pemilihan nilai secara acak. Misal, nilai awal dari A0 dapat
bernilai [1,2], dengan r0 bernilai [0,1]. Tingkat keras suara
dan pesat emisi diperbaharui hanya jika solusi baru telah ditemukan, dengan kata lain seluruh kelelawar-kelelawar bergerak ke arah solusi optimal.
Melalui proses benchmarking, Xin-She Yang melakukan perbandingan antara BA dengan algoritme GA dan PSO. Hasil perbandingan menunjukkan BA memiliki akurasi dan efisiensi yang lebih baik daripada algoritme GA dan PSO dalam menyelesaikan permasalahan global optimisasi.
III. Metode PenelItIan
Pada penelitian ini, penempatan femtocell dioptimasi
menggunakan BA agar tercapai nilai SNR yang maksimal. Berikut adalah langkah-langkah optimasi menggunakan BA.
Algoritme 1. Algoritme Bat
1 : Untuk setiap kelelawar iϵ{1,2,…,n} lakukan
2 : Jikat=0, maka:
3 : Inisialisasi posisi kelelawar ke-i (Xi0) secara
acak yang memenuhi syarat batasan solusi 4: Inisialisasi frekuensi pulsa fi0 pada kelelawar
ke–i secara acak
5 : lainnya
6 : Ganti nilai posisi awal Xi0 dengan nilai posisi
kelelawar ke-i pada waktu (t-1) dan hitung
nilai objektifnya f(xik)
7 : Ganti nilai fi0 dengan nilai posisi kelelawar
ke-i pada (t-1)-thtime step
8 : Selesai
9 : Hitung kecepatan vi0 dengan persamaan (2)
10 : Inisialisasi nilai ri0 dan A
i0 secara acak
11 : Selesai
12 : Hitung nilai objektif dan perbaharui nilai xgbest
13 : Saat (k < nilai iterasi maksimal) lakukan
14 : Untuk setiap kelelawar i ϵ{1,2,…,n}
217 Nifty Fath dkk.: Implementasi Bat Algorithm dalam Optimasi Penempatan Femtocell
15 : Bangkitkan nilai f(xik) dengan persamaan (1) 16 : Perbaharui nilai vik dengan persamaan (2)
17 : Jika (rand < rik) maka
18 : Pilih satu solusi terbaik dari seluruh solusi
yang ada
19 : Lakukan pencarian lokal dengan persamaan
20 : Selesai
21 : Bangkitkan solusi pada kelelawar ke-i secara
acak
22 : Jika (rand < Aik dan solusi terbaru memiliki
nilai lebih baik daripada xgbest) maka
23 : Simpan solusi yang baru
24 : Perkecil nilai Aikmenggunakan persamaan
(5) and perbesar nilai rik menggunakan persamaan (6)
25 : Selesai
26 : Selesai
27 : Jika solusi baru memiliki nilai objektif yang
lebih baik, maka perbaharui solusi
28 : Dari keseluruhan solusi yang telah ditemukan,
carilah solusi terbaik xgbest dan simpan f(xgbest)
29 : Selesai
Penjabaran selengkapnya adalah sebagai berikut: 1. Inisialisasi jumlah kelelawar
Asumsikan ukuran kawanan kelelawar adalah n.
Sekawanan kelelawar tersebut merupakan analogi dari
solusi-solusi femtocell yang akan dipilih yang paling
optimal posisinya. Untuk mengurangi jumlah evaluasi fungsi yang diperlukan untuk menentukan solusi,
sebaiknya ukuran n tidak terlalu besar, tetapi juga tidak
terlalu kecil, agar ada banyak kemungkinan posisi menuju solusi terbaik atau optimal. Biasanya digunakan ukuran kawanan adalah 20 sampai 30 kelelawar.
2. Posisi kelelawar
Bangkitkan posisi awal x dari setiap kelelawar secara random sehingga didapat X1, X2,…, Xn. Solusi yang
diperlukan dalam permasalahan adalah berupa posisi
femtocell dalam koordinat kartesius x dan y, sehingga
terdapat dua variabel yang perlu dioptimasi yakni nilai x
1.Ruang Dosen 4.Ruang Sekretariat 2.Ruang Dekan 5.Ruang Tamu 3.Ruang Ka. Prodi 6.Pantry
Gambar 1. Denah ruang dosen Fakultas Teknik UBL
Gambar 2. Grafik nilai objektif dengan jumlah iterasi dalam satu
percobaan
o = femto BS, * = femto UE Gambar 3. Perpindahan kelelawar saat t = 0 Tabel 1. Parameter bat algorithm
Parameter Nilai
Jumlah kelelawar 30
f_min, f_max 0, 1
α 0.9
γ 0.9
Kriteria terminasi Iterasi = 150
dan y dari setiap kelawar. Posisi kelelawar i dinotasikan sebagai Xit, dengan 1 2 t i n x X x x = ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) 0 0 1 1 0 0 2 2 0 0 t i n n x y X x y x x = 3. Kecepatan kelelawar
Kecepatan pergerakan dari setiap kelelawar dinotasikan sebagai Vit. 1 2 t i n v V v v = ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) 1 1 2 2 0 0 0 0 0 0 n n x y t i x y x x v v V v v v v =
4. Memperbaharui posisi kekelawar (solusi)
Seluruh kelelawar bergerak menuju titik optimal dari
suatu posisi awal dengan suatu kecepatan tertentu. Untuk mengevaluasi posisi dan pergerakan dari seekor kelelawar, dilakukan evaluasi nilai fungsi tujuan untuk setiap kelelawar dengan fungsi evaluasi SNR yakni
0 (9) SNR . k k u u k u P PL N =
[ ]
(
)
10127 30log km F (10) ruang sama m PL = + d +Xσ[ ]
(
)
10127 30log F (11) ruang beda m w PL = + d km +L +Xσdengan nilai SNRuk merupakan SNR dari MUE u yang
terhubung dengan femtocell k sejauh dm, Puk adalah
daya yang dikirim dari femtocell k untuk MUE u, PLuk
merupakan path-loss dari femtocellk ke MUE u, PLruangsama
adalah path-loss jika femtocell dan MUE berada pada ruang
yang sama sedangkan PLruangbeda merupakan path-loss jika
femtocell dan MUE berada pada ruang yang berbeda. Jika
femtocell dan MUE berada dalam ruang yang berbeda,
Gambar 7. Hasil pengujian variasi nilai α dan γ
Gambar 8. Grafik cumulative distributive function pada sebelum dan
sesudah optimasi
Gambar 5. Perpindahan kelelawar saat t = 100
219 Nifty Fath dkk.: Implementasi Bat Algorithm dalam Optimasi Penempatan Femtocell
maka terdapat susutan terhadap dinding sebesar 20 dB
yang dinotasikan dengan . Terdapat pula faktor shadowing
bernilai 8 dB yang dinotasikan dengan XσF.
Pada proses ini posisi kelelawar dievaluasi dengan tujuan untuk mengetahui apakah posisi yang baru dapat menghasilkan nilai objektif yang lebih baik atau tidak. Melalui fungsi objektif yang ditetapkan maka akan diperoleh posisi yang baru.
Setelah dilakukan evaluasi pada posisi kelelawar yang baru, maka nilai objektif antara masing-masing kelelawar yang baru dan lalu dibandingkan satu sama lain. Apabila nilai objektif dari posisi yang baru lebih
tinggi (optimum) dibandingkan dengan nilai objektif
dari posisi yang sebelumnya, maka posisi kelelawar yang ditetapkan adalah posisi yang baru. Namun apabila nilai objektif terakhir merupakan nilai yang lebih rendah (tidak
optimum) dibandingkan dengan nilai objektif pada posisi
yang lama, maka posisi yang ditetapkan adalah yang lama.
Jika posisi semua kelelawar menuju ke satu nilai
yang sama, maka hal ini disebut konvergen. Jika belum konvergen maka proses optimasi akan diulang dengan
memperbaharui iterasi t = t + 1. Proses iterasi ini
dilanjutkan sampai semua kelelawar menuju ke satu titik
solusi yang sama. Kriteria penghentian (stopping criteria)
dapat berupa jumlah selisih solusi sekarang dengan
sebelumnya sudah sangat kecil, atau jumlah iterasi. Dalam
penelitian ini, stopping criteria adalah jumlah iterasi.
IV. haSIldan analISIS
Pada penelitian ini area/lokasi penelitian yang dipilih adalah ruang Fakultas Teknik yang berada di gedung unit 5 lantai 3 kampus Universitas Budi Luhur. Denah ruang Fakultas Teknik ditunjukkan pada Gambar 1.
A. Inisialisasi Populasi Awal
Masalah yang akan dipecahkan pada penelitian ini
adalah menentukan letak terbaik dari suatu femtocell. Masalah dipresentasikan dengan menentukan sejumlah
femtocell (kelelawar) dengan sejumlah MUE pada
area penelitian. Pada posisi inisialisasi, masing-masing kelelawar dan MUE ditentukan acak. Untuk setiap kelelawar mempunyai kecepatan awal, dimana pada penelitian ini kecepatan awal dari masing- masing kelelawar bernilai 0.
B. Hasil Pengujian Nilai Objektif dalam Satu Percobaan Jumlah iterasi yang digunakan pada percobaan
adalah 100 iterasi dengan nilai parameter seperti pada
Tabel 1. Berdasarkan Gambar 2, dapat dilihat dalam satu percobaan, nilai objektif yang merupakan nilai SNR (dalam dB) meningkat hingga mencapai konvergen seiring dengan bertambahnya nilai iterasi.
Pada iterasi yang ke-65, nilai objektif stabil dan mencapai nilai konvergen. Konvergen yang dimaksud dalam hal ini adalah seluruh individu kelelawar telah
mengarah dan semakin mengumpul. Gambar 3 – Gambar 5 memperlihatkan proses bergeraknya sekawanan kelelawar
(pada t=0, t=50, dan t=100) menuju suatu target. Dalam permasalahan di penelitian ini, target yang ingin dicapai
adalah posisi femtocell yang terbaik, sehingga setiap MUE mendapatkan nilai SNR yang paling tinggi. Sekawanan kelelawar tersebut merupakan analogi dari solusi-solusi
femtocell yang akan dipilih karena posisinya yang paling
optimal dan memiliki nilai SNR yang paling tinggi. Dari
Gambar 3 – Gambar 5, terlihat bahwa sekawanan kelelawar
tersebut bergerak menuju suatu titik yang merupakan letak
femtocell optimal yakni pada koordinat x = 6,053 dan y =
7,839.
C. Hasil Pengujian Variasi Jumlah Kelelawar
Tujuan pengujian variasi jumlah kelelawar terhadap nilai objektif yang dihasilkan adalah untuk mengetahui jumlah kelelawar yang paling optimal. Pada pengujian ini digunakan variasi jumlah kelelawar sebanyak 10, 15, 20, 25, 30 dan 35, dan 40 yang dilakukan masing-masing sebanyak 100 kali percobaan. Grafik pengujian variasi
jumlah kelelawar dengan nilai objektif ditunjukkan pada
Gambar 6. Berdasarkan Gambar 6, terlihat bahwa kenaikan nilai SNR pada jumlah kelelawar:
a) 10 kelelawar = 33.73 dB e) 30 kelelawar = 34.89 dB b) 15 kelelawar = 26.01 dB f) 35 kelelawar = 25.19 dB c) 20 kelelawar = 29.13 dB g) 40 kelelawar = 35.77 dB d) 25 kelelawar = 34.07 dB
Kenaikan nilai SNR paling tinggi adalah pada saat jumlah populasi 40 kelelawar. Pada dasarnya, semakin banyak kelelawar yang terlibat dalam proses pencarian akan semakin membuka peluang untuk ditemukannya solusi-solusi yang optimal, akan tetapi komputasi akan menjadi semakin lama. Di sisi lain, semakin sedikit
kelelawar justru akan mempersempit pencarian karena
‘agen’ yang tersebar untuk mencari solusi optimal akan semakin sedikit. Oleh karena itu, berdasarkan hasil simulasi, maka jumlah kelelawar yang optimal digunakan adalah 30 kelelawar.
D. Hasil Pengujian Variasi Nilai dan
Dalam BA, nilai α dan γ berperan penting dalam
menentukan kecepatan konvergensi. Variasi nilai α dan γ
yang dilakukan adalah sebagai berikut α=γ=0,9, α=γ=0,8,
α=γ=0,7, α=γ=0,6. Berdasarkan hasil simulasi, seperti yang terlihat pada Gambar 7, nilai objektif maksimal
diperoleh pada saat α=γ=0,9. Pada saat (α=γ)<0,8, konvergensi yang dicapai terlalu prematur sehingga tidak tercapai proses eksplorasi yang maksimal. Oleh karena itu,
nilai α dan γ yang optimal digunakan adalah α=γ=0,9. Gambar 8 menunjukkan hasil pengujian dari 100 percobaan yang kemudian ditampilkan dalam bentuk
cumulative distribution function (CDF). Terlihat bahwa
terdapat peningkatan yang signifikan (kurva CDF setelah optimasi berada di sebelah kanan kurva CDF sebelum
optimasi) yakni dengan nilai rata-rata peningkatan sebesar 34,89 dB dari sebelum optimasi hingga setelah optimasi dilakukan. Hal ini menunjukkan bahwa dengan optimasi
penempatan femtocell, maka akan diperoleh nilai SNR yang maksimal.
V. keSIMPulan
Dalam 100 kali percobaan, nilai SNR rerata menunjukkan peningkatan sebesar 34,89 dB. Hal ini menunjukkan bahwa bat algorithm mampu meningkatkan nilai SNR dengan
melakukan optimasi terhadap penempatan femtocell. Pada
satu topologi, peletakan femtocell paling optimal adalah pada x=6,053 dan y=7,839.
ucaPan terIMakaSIh
Terimakasih kepada Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat, Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi yang telah membiayai penelitian ini sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar.
referenSI
[1] V. Giannini, J. Craninckx, and A. Baschirotto, “Baseband Analog
Circuits for Software Defined Radio”. USA: Springer, 2008.
[2] “Presetations by ABI Research, Picochip, Arivana, IP access,
Telefonica Espana,” 2nd International Conference Home Access Points and Femtocells. [Online]. Available: http://www. avrenevents.com/dallas-femto2007/purchase presentations.html.
[3] V. Chandrasekhar, J. G. Andrews, and A. Gatherer, “Femtocell
networks: a survey,” IEEE Commun. Mag., vol. 46, no.9, pp. 59–67.
[4] 3GPP TS 36.300, “Evolved universal terrestrial radio access
(E-UTRA) and evolved universal terrestrial radio access network (EUTRAN),” 2009.
[5] J. Zhang and G. de la Roche, “Femtocells: Technologies and
Deployment,” John Wiley Sons Ltd, 2010.
[6] I. W. Mustika, K. Yamamoto, H. Murata, and S. Yoshida, “Potential
game approach for self-organized interference management in
closed access femtocell networks,” 2011.
[7] S. Zunaierlan, “Perencanaan Jaringan 4G Long Term Evolution
Pada Area Universitas Budi Luhur,” 2015.
[8] Rummi Sirait, “Kajian Kualitas Sinyal Dan Optimasi Jaringan
3G Dalam Memenuhi Kebutuhan Komunikasi Di Lingkungan Universitas Budi Luhur”, Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi 2014.
[9] M. Tahalani and R. V. Sathya, “Optimal Femto Placement in
Enterprise Femtocell Networks,” IEEE Int. Conf. Adv. Networks
Telecommuncations Syst., 2014.
[10] B. Utomo, I. Santoso, and A. A. Z, “Simulasi link budget pada sel Femto teknologi telekomunikasi LTE,” J. Transm., vol. 15, no. 1, 2013.
[11] Tiphon, “Telecommunications and Internet Protocol Harmonization Over Networks (TIPHON) General Aspects of Quality of Service (QoS),” vol. DTR/TIPHON, 1998.
[12] I. Vilovic, N. Burum, Z. Sipus, and R. Nad, “PSO and ACO Algorithm Applied to Location Optimization of The WLAN Base Station,” 19th Int. Conf. Appl. Electromagn. Commun., 2007.
[13] Budi Santosa dan The Jin Ai, “Pengantar Metaheuristik: Impelementasi dengan Matlab”, ITS Tekno Sains, Surabaya, 2017.
[14] X.-S. Yang, “A new metaheuristic bat-inspired algorithm,” in Nature inspired cooperative strategies for optimization (NISCO 2010), Springer, 2010, pp. 65–74.
[15] X.-S. Yang and X. He, “Bat Algorithm: Literature review and applications,” Int. J. Bio-Inspired Comput., vol. 5, pp. 141–149, 2013.
[16] X.-S. Yang and A. H. Gandomi, “Bat algorithm: a novel approach for global engineering optimization,” in Engineering Computations, 2012, pp. 29(5):464–483.
[17] H. Marshoud, H. Otrok, H. Barada, R. Estrada, A. Jarray, and
Z. Dziong, “Resource allocation in macrocell-femtocell network
using genetic algorithm,” 2012 IEEE 8th Int. Conf. Wirel. Mob. Comput. Netw. Commun., pp. 474–479, Oct. 2012.