• Tidak ada hasil yang ditemukan

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PU"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

TAKAAN

~bang PU

LAPORAN PENELITIAN

PENGKAJIAN KINERJA PERKERASAN LENTUR

1

UNTUK

'-ALU~LIH:r.As

-BERAT

DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PU

(2)

LAPORAN PE:-..JELITL\"J

1

1

loloLiJ

IPJK]

[il_2_

]

PENGKAJIAN KINERJA PERKERASAN LENTUR

UNTUK ~-ALU-LIHTAS SERAT

Penyusun,

1 C 1 l a r 1111,:; 1 , / t 0 /!:}~

,__.

-l

l

N

~

.

.

~

I.

~~

: CJ!j

6~

fl

-

(

-fl_E/

lc;

c;

J

H~~ ~

~

Maret, 1998

DEPARTEMEN PEKERJAAN UMIJM

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PU

()1

'2.

3

1

PUS"AT PENELITJAN DAN PENGEMBANGAN JALAN

Jln Raya T1mU1 2M K. Pos 2 Ujungberung, TIIp (022) 78'J2151·3. nx. 28377 pppj bd. •'ax (022) 7802728 · Bandung (·10:94)

(3)

PENGKAJIAN KINERJA PERKERASAN LENTUR

UNTUK LALU-LINTAS BERAT

Penanggungjawab 1,

lr.~.:

Penanggungjawab 1. lr. Salim Mahmud 2. lr. Nanny Kusnianti

3.

lr.

A.

Tatang Dachlan Msc 4. lr. Effy Reziami Angg•>ta Tim 1. lr. Robert Sihombing 2. Mumung Mulyadi BE 3. Wafir Muayyad BE 4. Odjo Suryana 5. lno Supriatna 6. Darlius Pembimbin? Internal,

Kepala Pusat Litbang Jalsn,

(4)

1. 2. 3. 4.

DAFTAR lSI

Daftar lsi Abstrak Pendahuluan Tinjauan Pustaka 2.1 Kriteri~ perencanaan ... .

2.2 Hubungan regangan dengan jumlah repitisi beban lalu-lintas .... . 2. 3 Hubungan antara regangan bahan beraspal dengan jumlah

repitisi beban untt:k kondisi Indonesia ... .. Metodologi penelitian

3.1 Umum ... . 3.2 Prosedur pengumpulan data

3.3 Metoda menganalisa data

A:1alisis dan asil penelitian ... . 4.1 Data yang telah dikumpulkan ... . 4.2 Analisis hubungan antara regangan tanah dasar dengan

lalu-lintas yang diijinkan ... . 4.2.1. Hubungan antara kedalaman alur dengan lendutan ... . 4.2.2. Me'lghitung jumlah lalu-lintas reiatif ... . 4.2.3. Menghitung besarnya regangan pada tanah dasar ... .. 4.2.4. Membsntuk hubungan regangan dengan lalu-lintas ... . 5. Kesimpulan dan penelitian yang .akan datang ... ..

Daftar Gambar ii iiii 1-1 2-1 2-1 2-3 2-4 3-1 3-1 3-1 3-3 4-1 4-1 4-3 4-3 4-5 4-9 4-10

Gambar 2. ~ Letak regangan atau tegangan pada perkerasan lentur 2-1 Gambar 2.2 Kriteria retak Ieiah pada dasar lapis beraspal 2-3 Gambar 2.3 Kriteria deformasi pada tanah dasar ... 2-4 Gamhar 2.4 Hubungan antara regangan dengan jumlah repitisi beban

untuk campurar. HRA .. . . 2-5 Garnbar 2.5 Hubungan antara regangan dengan jumlah repitisi beban

untuk campuron beton aspal . . . 2-6 Gam bar 3. 1 Urutan proses penelitian .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. . .. .. .. .. .. .. . 3-2 Gambar 3.2 Perkiraan hubul"gan alur dengan lendutan 3-4

(5)

Gambar 3.3 Gambar 4.1 Gambar4.2 Gambar4.3 Gambar4.4 Gambar4.5 Gambar 4.6

Perkirctan hubungan kedalaman al~r dengan jumlah

lalu-lintas ... ... 3-5 Hubungan antarc.. keda!aman alur dengan lendutan . . . 4-4 · Hasil regresi hubungan kedalaman alur dengan lendutan . . . . 4-5 Perkiraan hubungan kedalaman alur deng~n lalu-lintas 4-6 Hub,mgan jumlah lalu-lint2s relatif dengan lendutan 4-7 Hubungan "penyimpangan" dan ko~tisien determinasi

dfmgan jumlah titik . . . 4-8 Hubungan lalu-llntas relatif dengan lendutan untuk jumlah

lalu-lintas relatif sa=npai dengan 15 .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. 4-9 Gambar 4.7 Hubungan regangar1 berdasar ELMOD dan berdasar

ELSYMS ... ... 4-10 Gambar 4.8 Hubungan antara regangan pada tanatl dasar dengan

Daftar Tabe• Tabel2.1 Tabel2.2 Tabel4.1 Tabel4.2 Tabel4.3 Tabel4.4 Tabel4.5 Lampi ran Tabell1 Tabell2 Tabel Gambar L3

lalu-lintas ijin (hasil regresi) ... 4-12

Sumbangan masing-masing lapisan terhadap deformasi 2-2 Hasil penaujian ketahanan Ieiah campuran beraspal untuk

kondisi lnclonesi3 . . . 2-4 Susunan perkerasan dan CBR tan::th dasar .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. . 4-2

Data lalu-lintas harian 4-3

Lalu-lintas ijin relatif .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. 4-6 Penyimpangan Y dan koefisien detcrminasi 4-8 Regangan tanah dasar dan lalu-lintas ijin 4-11

Kedalaman alur dan lendutan pada titik-titik yang tidak

mengalami retak L-1

Kedalaman alur dan lendutan pada titik-titik yang

mengalami retak... L-7

Data kedalaman alur dan lendutan T angerang-Serang Seksi 1

(6)

Abstrak

Dalam pere.1c8naan tebal perkerasan lentur di Indonesia, nampaknya cam analitis kurang popular bila dibandingkan dengan cara AASHTO (di Indonesia dikenal dengan Tata Cara Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan Analisa Metoda Komponen).

Sebagai upaya mencari altamatif cara perencanaan perkerasan lentur di Indonesia, Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan telah melakukan penelitian perencanaan tebal ~erkerasan lentur berdasarkan pendekatan analitis, dengan tujuan:

(1) Membuat hubungan antara jumlah repitisi beban lalu-lintas dengan regangan pada tanah dasar yang memenuhi kriteria deformasi.

(2) Membuat hubung£ln antara jumlah repitisi bebar. lalu-lintas dengan regangan pada dasar lapis uaraspal yang memenuhi kriteria retak.

Penelitian dilakukan melalui penyelidikan lapangan mengenai kejadian alur dan retak dan selanjl.itnya mengait~ annya dengan jumlah lalu-lintas, kekuatan tanah dasar, osifat-sifat dan tebal lapis perkerasan serta kekuatan perkerasan secara keseluruhan. Dalam hal ini, kekue~tsn perkarasan dinyatakan dengan nilai lendutan berdasarkan hasil penguku:-an Falling Weight Deflectometer (FWD).

Dari hasil penelitian diketah•Ji bahwa kejadian alur dan retak umumnya bukan kerusakan struktural, dimana alur yang te~adi sering kali disertai dengan pelelehan pla~tis (plastic flow) sehingga dari kejadian alur tersebut sulit memisahkan besamya alur akibat deformasi tanah dasar. Pengamatan contoh inti (cores) yang diambil dari bagian-bagian perkArasan yang mengalami retak menunjukkan bahwa hampir seluruh ke.iadian retak dimulai bukan dari dasar lapis&n beraspal, tetapi dimulai dari lapis permul(aan. Kejadian retak ini tidak sesuai dengan pendekatan yang diikuti dimana retak dimulai dari bagian bawah lapis beraspal.

Sampni dengan tahap ini, analisis yl!lng telah dilakukan dit•Jjukan untuk mengembangkan ht ·bungan antara regangan dengan lalu-lintas yang memenuhi kriteria deformasi sebesar 15 mm. Dibandingakn dcngan hubungan yang tarcantum dalam Road Note LR1132, hasil yang diperoteh adatah tidak jauh berbeda, me ski pun agak sedikit konservatif ( untuk regangan yang sam a memberikan jumlah lalu-lintas yang sedikit lebih kecil).

Untuk mambuat hubungan antara regangan pada dasar lapis beraspal dengan lalu-lintas yang memenuhi kriteriA retak, diperluken titik-titik pengamatan yang menunjukkan saat mulai terjadinya retak yang berbeda. Otah karena itu, maka pengembangan ini memertukan waktu yang re~atif panjang, yaitu agar bisa diperoleh beberapa sampel titik yang mempunyai jumtah kumutatif lalu-tintas yang berbeda.

(7)

7

2. Tinjau

'

an pustaka

1/

2.1 Kriteria perencanaan

Agar dapat memberikan pelayanan yang memadai, untuk suatu jumlah

repitisi beban lalu-lintas tertentu (lalu-lintas rencana), suatu perkerasan lentur harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

(1) Mampu melindungi tanah dasar sehingga pad a tnnah dasar tersebut tidak tedadi deformasi yang melebihi suatu nilai yang ditentukan. Hal ini

I

dikendalikan dengan cara membatasi besamya tegangan atau regangan vertikal pada permukaan tanah dasar yang diakibatkan oleh suatu beban standar yang bekeda pada permukaan perkerasan.

(2) Pada bagian dasar lapis beraspal tidak tedadi retak. Hal ini dikendalikan dengan cara membatasi besamya tegangan atau regangan horizontal pada dasar lapis beraspal yang ditimbulkan oleh suatu beban standar yang bekeda pada permukaan perkerasan.

(3) Apabila lapis beiaspal cukup tebal, maka defonnasi internal pada lapisan ini haruslah terbatas.

(4) Lapis berbutir (lapis pondasi dan lapis pengganti) harus mempunyai kemampuan menyebarkan beban sedemikian rupa sehingga pada saat pelaksaanaan, lapis tersebut dapat berfungsi sebagai lantai keda.

Untuk kriteria (1) dan (2) diilustrasikan pada Gambar 1, di mana E adalah modulus elastisitas, f..l adalah Poison's ratio, Eh adalah regangan horizontal

dan Ez adalah regangan vertikal.

p

Gambar 1. Letak tegangan atau regangan kritis pada perkerasan lentur

Dari uraian di atas terlihat bahwa ciri utama kerusakan perkerasan adalah retak dan Eieformasi permanen akibat repitisi beban lalu-lintas.

Penyelidikan di laboratorium dan di lapangan mengenai penomema retak pada bahan berasapal menunjukkan bahwa regangan merupakan indicator

(8)

yang baik tedadinya retak Ieiah (Pel~ P. S. dan Kingham yang dilaporkan oleh Peattie, 1978). Peattie menyebutkan bahwa hubungan antara jumlah repitisi beban (N) dengan regangan tarik (E) adalah:

N = C(I/E)m ... (2-1) di mana C dan m adalah konstanta yang besamya tergantung pada jenis dan

komposisi campuran beraspal.

Peattie mengemukakan pula bahwa persoalan retak Ieiah telah diselidiki di laboratorium secara sangat rinci dan upaya selanjutnya adalah mengarah kepada menghubungkannya dengan kejadian di lapangan. Penyelidikan tersebut menunjukkan babwa ketahanan Ieiah bahan beraspal pada perkerasan lentur yang diakibatkan oleh pembebanan lalu-lintas adalah jauh lebih panjang dari pada ketahanan Ieiah di laboratorium, di mana untuk kondisi di lnggris, suatu faktor sebesar 1 00 merupakan nilai yang pantas. Mengenai deformasi, Peattie menyebutkan bahwa melibatkan secara komprehensif deformasi permanen ke dalain prosedur perencanaan struktural adalah sangat sulit, meskipun di lnggris dan negara-negara di Eropa lainnya deformasi merupakan kerusakan yang lebih sering terjadi dari pada retak. Kesulitan yang dihadapi adalah dalam memperkirakan besarnya sumbangan deformasi masing-masing lapisan terhadap deformasi keseluruhan yang nampak pada permukaan perkerasan, karena deformasi yang muncul pada permukaan merupakan hasil deformasi pada masing-masing lapisan dan pada tanah dasar. Hasil pengukuran di beberapa bagian di dunia menunjukkan bahwa sumbangan masing-masing bagian terhadap deformasi adalah sangat bervariasi, meskipun ada indikasi bahwa deformasi yang tedadi pada lapis permukaan dan lapis pondasi atas di satu bagian dan pada lapis pondasi bawah dan tanah dasar di lain bagian, masing-masing adalah kira-kira setengahnya. Hasil pengukuran pada AASHO Road Test dan pada percobaan yang dilakukan oleh TRR.L menunjukkan an~i<<-l rata-rata sebagaimana yang ditunjukkan pada Tabei 2.1.

Kerusakan perkerasan di lnggris biasanya dihasilkan dari deformasi permanen yang terakumulasi sehingga membentuk alur pada lajur luar di mana kedalaman 10 mm dianggap kritis dan kedalaman 20 mm dianggap hancur (failure) apabila pada alur tersebut tedadi pula retak (Croney, sebagaimana yang dilaporkan oleh Brown).

Tabel2.1. Sumbangan masing-masing lapisan terhadap defor:nasi (Sumber: Peattie, K.R)

AASHO ROAD TEST TRRL TRIAL

DEFORMATION CEFORMAT10N

LAYER (-t'o) LAYER

l-t'!l

Asphaltic concrete

32

Rolled asphal

surfacing and

Cruse stone roadbase

14

crushed stone roadbase

54

l

Sub-base

45

Sub-base

13

(9)

Riley (1996) mengemukakan bahwa deformasi yang terjadi pada perkerasan lentur merupakan sumbangan daripada tiga komponen, yaitu pemadatan awal, deformasi struktural dan deformasi plastis. Masing-masing komponen tersebut dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut: ' Pemadatan awal (initial densification)

ROO =

Koo

[ao (YE4 1 06)(a1 + a2DEF + a2MMP ACX) SNCa4 COMP~ ... (2.3)

Deformasi struktural

L\RDST =

Krst

[(0.333 + 0.0499 DEF + 0.0021 MMP ACXa)/AGE3]

+

0.0285 MMP dACX In (max (1, AGE3 YE4))] RDMa ... (2.4) Deformasi plastis

L\RDPD=

K,pd

[ao YE4 Sh81 Hs82 (PT/SP)83 VIM84 L\t ... (2.5) 2.2 Hubungan antara regangan dengan jumlah repitisi beban lalu-lintas

(menurut TRRL Laboratory Report 1132)

Hubungan antara regangan (yang ditimbulkan oleh beban roda standar sebesar 40 kN pada suhu perkerasan 20°C) dengan jumlah kumulatif lalu-lintas yang memenuhi kriteria retak dan deformasi, masing-masing dinyatakan oleh hubungan di bawah (untuk 85% probability of survival to design life).

a. Hubungan yang memenuhi kriteria retak - Rolled asphalt roadbase

Log N = -9,78-4,32 log Er ...•••... (2.6)

- Dense bitumeil macadam roadbase

Log N = -9,3 8-4, 161og Er ... (2.7)

di mana N adalah jumlah lalu-lintas ( dalan juta beban sumbu standar ekivalen) dan Er, adalah regangan, tarik pada dasar lapis beraspal.

b. Hubungan yang memenuhi kriteria deformasi

Log N = -7,21 - 3,95 log Ez ...•... (2.8)

(10)

0 0 10 100

LALU LINTAS KUMULATIF (juta ESA) --Rolled Asphal Base --Dense Bitumen Macadam Base

Gambar 2.2 Kriteria retak Ieiah pada dasar lapis beraspal

1 .E-02 ':l. z :2 i5 C) z ~ z ~ 1 .E-03 w 1-~ C) ~ C) w 0:: 1 .E-04 0.01 0.1 10 100

LALU LINT AS KUMULA TIF (juta ESA)

· ·

-Gambar 2.3 Kriteria deformasi pada tanah dasar

2.3 Hubungan antara regangan bahan beraspal dengan jumlah repitisi beban untuk kondisi Indonesia (Rantetoding, 1988)

Untuk mengetahui kinerja campuran beraspal di Indonesia, telah dilakukan pengujian laboratorium terhadap beberapa benda uji campuran Hot Rolled Asphalt (HRA) dan Beton Aspal (AC). Sebelum pengujian dilakukan, benda-benda uji terlebih dulu disimpan selama satu tahun di dalam ruangan (chamber) yang dibuat sedemikian rupa sehingga benda-benda uji tersebut dipandang menerima pengaruh kondisi lingkungan Indonesia (exposed to simulated Indonesian environmental condition).

Dalam hal ketahanan terhadap retak Ieiah, pengujian memberikan hasil sebagaimana yang ditunjukkan pada tabel 2.2 dan pada Gambar 2.4 dan Gambar 2.5.

(11)

Tabel 2.2. Hasil pengujian ketahanan Ieiah (fatigue lives) campuran beraspal

JENIS CAMPURAN BENTUK HUBUNGAN a. Hot Rolled Asphalt /

H31ND Log Nr = 11,562- 2,3261og &

- H51ND Log Nr = 12,464-2,562 log &

H71ND Log Nr = 11,608- 2,289 log & H91ND Log Nr = 11 ,629- 2,352 lo_g_ & b. Beton Asphalt

A2.41ND Log Nr= 10,398-2,0321og &

A4.341ND Log Nr = 11 ,461 - 2,505 log &

A6.51ND Log Nr = 12,952-3,022 log &

A8.51ND Log Nr = 12,570-2,862 log & A4.341ND* Log Nr = 10,935- 2,438 log & A8.51ND Log Nr = 12,570-2,862 log

&

Catatan:

H31ND campuran yang mempunyai rongga = 3%; kandungan aspal = 8,5%

H51ND campuran yang mempunyai rongga = 5%; kandungan aspal = 8,5%

H71ND campuran yang mempunyai rongga = 7%; kandungan aspal = 8,5%

H91ND campuran yang mempunyai rongga = 9%; kandungan aspal = 8,5%

A2.41ND campuran yang mempunyai rongga = 2,40%; kandungan aspal =5,5%

A4.341ND : campuran yang mempunyai rongga = 4,34%; kandungan aspal =5,5%

A6.51ND campuran yang mempunyai rongga = 6,50%; kandungan aspal =5,5%

A8.51ND campuran yang mempunyai rongga = 8,50%; kandungan aspal =5,5%

A4.341ND*: campuran yang mempunyai rongga = 4,34%; kandungan aspal =5,5%

Nr jumlah siklus pembebanan

(12)

1.E+04

"

c ~ ::& ::I ::& ;; :.: c( ::& 1.E+03 .... c( ~ z c(

"

z c( 2 a: 1.E+02 1000 10000 100000 1000000

JUMLAH SIKLUS PEMBEBABAN I-H31ND -H51ND -H71ND -HIIIND I

Gambar 2.4 Hubungan antara regangan dengan jumlah repitisi beban untuk campuran HRA

1.E+04 ~

g

:::< ::I :::<

~

1.E+03 _, ~ <( :i: C)

~

a: 1.E+02 1000 10000 100000 1000000 JUMLAH SIKLUS PEMBEBANAN

E

1'.2.41ND -/1.4.34iiiiD --A6.'51NC• -.-M.~IND --A4.341ND*.

Gambar 2.5 Hubungan antara regangan dengan jumlah repitisi beban untuk campuran Beton Aspal

(13)

3. Metodologi penelitian

3.1 Umum

Atas dasar hipotesa, bahwa regangan yang terjadi pada tanah dasar dan bagian bawah lapis beraspal akan sebanding dengan jumlah repitisi beban lalu-lintas dan berbanding terbalik dengan kekuatan perkerasan, maka data yang diperlukan untuk membentuk hubungan antara parameter-parameter tersebut adalah:

(1) Kedalaman alur (2) Lendutan

(3) Tebal dan parameter lain masing-masing lapis perkerasan dan tanah dasar

(4) Lalu-lintas

Urutan data dan beberapa hubungan yang diperlukan ditunjukkan pada Gambar 3.1.

3.2. Prosedur pengumpulan data

3.2.1 Pengumpulan data kondisi perkerasan secara umum (survai pendahuluan)

Pengumpulan data kondisi perkerasan (terutama alur dan retak) dimaksudkan untuk mengetahui apakah kerusakan yang terjadi merupakan kerusakan struktural atau non-struktural. Kejadian alur dikatakan sebagai kerusakan struktural apabila penurunan yang terjadi hanya dalam arah vertikal saja (tanpa disertai dengan pelelehan bahan aspal), yaitu bagian sebagai akibat akumulasi regangan pada tanah dasar. Sedangkan kejadian retak dikatakan kerusakan struktural apabila retak tersebut dimulai dari bagian bawah lapis beraspal.

Pada tahap ini data kondisi perkerasan dikumpulkan melalui survai pendahuluan yang dilakukan sambil berjalan kaki. Kejadian alur yang dicatat menyangkut jenis dan kedalamannya, di mana jenis alur dinilai melalui pengamatan visual dan dikelompokkan ke dalam jenis penurunan vertikal saja (D) atau penurunan disertai dengan pelelehan (P), sedangkan kedalaman diukur dengan menggunakan pasak berskala yang disisipkan di bawah mistar panjang 2 m (2 m-straightedge) yang dipasang melintang alur. Kejadian retak yang dicatat menyangkut jenis, luas, intensitas dan Iebar retak. Jenis kerusakan lain yang dicatat adalah tambalan, pelepasan butir dan kondisi permukaan (surface appearance). Data yang diperoleh dari survai ini digunakan sebagai dasar untuk memilih lokasi-lokasi yang akan disurvai pada tahap berikutnya.

(14)

BATAS ALUR (tot)

BAT AS ALUR str ALURtot=f(LENDUT) ALURdens(indiv)

KONDISI 1 struktural

PERKERASAN ALUR vs LENDUT I I

ALURstr=f(LENDUT)

Non-struktural

Non-struktural

.

l

ALUR str

~

I

BAT AS ALUR str:

>'

L. Ll NT AS ijin l

I

L. LINT AS saat ini ~

-7J

L. LINTAS ijin = f(LENDUT)

l

~I L. LINT AS= f(REGANGAN)

I

LENDUTAN

t=

E .... I REGANGAN (e) I

~

'1 I KONST. PERK.l I DAN T. DASAR

I

N

(15)

3.2.2 Pengumpulan data alur, retak dan lendutan

Apabila data hasil survai pendahuluan menunjukkan bahwa perkerasan pada suatu lokasi mengalami kerusakan struktural, maka kegiatan selanjutnya pada lokasi tersebut adalah pengumpulan data alur, retak dan lendutan pada interval jarak yang lebih pendek (1 0 m). Disamping untuk keperluan analisis lebih lanjut, ketiga data ini diperJukan juga untuk lebih memastikan bahwa kerusakan yang terjadi adalah benar-benar kerusakan struktural atau bukan. Pencatatan data alur, retak dan lendutan dilakukan secara bersamaan dan pada titik-titik yang sama.

Survai alur dilakukan sesuai dengan cara yang diuraikan terdahulu, sedangkan survai lendutan dilakukan dengan menggunakan Falling Weight Deflectometer (FWD). Disamping dengan cara yang diuraikan di atas, pengumpulan data retak dilakukan juga dengan mengambil contoh inti (cores) pada titik-titik yang dipilih, yaitu untuk melihat apakah retak yang terjadi benar-benar dimulai dari bawah atau dari arah yang lain.

3.3 Metoda Menganalisis data

3.3.1 Pembentukkan hubungan antara kedalaman alur dengan lendutan Pembentukan hubungan antara kedalaman alur dengan lendutan dimaksudkan untuk lebih memastikan apakah kerusakan yang terjadi merupakan kerusakan struktural atau bukan.

Apabila untuk suatu jumlah laJu-lintas tertentu kedalaman alur sejalan dengan besarnya lendutan, maka kerusakan yang terjadi dapat dipandang sebagai kerusakan struktural, sedangkan apabila kecenderungan hubungan tersebut tidak jelas maka alur yang terjadi kemungkinan merupakan kerusakan non-struktural.

Dari bentuk hubungan di atas dapat diperkirakan juga, apakah alur yang terjadi merupakan alur struktural murni atau gabungan antara alur struktural dan alur akibat pemadatan sebagaimana yang ditunjukkan pada Tabel 2.1. Di sisi lain kiranya dapat dilihat pula, apakah pada perkerasan yang sangat kuat (lendutan sangat kecil, misal di bawah nilai x pada Gambar 3.2) alur struktural masih terjadi atau tidak.

Apabila kerusakan yang terjadi adalah kerusakan struktural, maka analisis selanjutnya adalah membentuk persamaan antara kedalaman alur dengan lendutan. Bentuk hubungan yang diperkirakan adal,ah sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 3.2.

(16)

e ALUR TOTAL ALUR ALUR DENSIFIKASI

••

••

ALUR STRUKTURAL

••

·•

X LENDUTAN

Gambar 3.2. Perkiraan hubungan alur dengan lalu-lintas

3.3.2 Penentuan batas kedalaman alur yang diijinkan

Sesuai dengan pendekatan yang diikuti, analisis yang dilakukan adalah berkaitan dengan kedalaman alur struktural sehingga batas alur yang perlu ditentukanpun adalah batas kedalaman alur struktural.

Batas kedalaman alur yang diijinkan nampaknya bukan suatu angka pasti (fix), tetapi bervariasi, misal 10, 15 atau 20 mm. Karena alur yang terjadi di lapangan kemungkinan terdiri dari dua komponen sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 3.2, maka batas alur yang perlu ditentukan untuk analisis selanjutnya adalah batas kedalaman alur struktural.

Satas kedalaman alur struktural ditentukan berdasarkan anggapan-anggapan sebagai berikut:

( 1) Pada awalnya (lalu-lintas

=

0) pada permukaan perkerasan tidak ada alur.

(2) Pada tahap awal jalan dilewati lalu-lintas, secara bersamaan pada konstruksi perkerasan terjadi deformasi akibat proses pemadatan dan deformasi akibat akumulasi regangan ( deformasi struktural) pada tanah dasar.

(3) Setelah proses pemadatan berakhir, pada perkerasan hanya terjadi deformasi struktural saja.

(4) Untuk suatu nilai lendutan yang sangat kecil, beban lalu-lintas tidak berpengaruh terhadap tanah dasar, sehingga pada tanah dasar tidak terjadi deformasi struktural.

(17)

ALUR

BAT AS ALUR TOTAL

No

ALUR STRUKTURAL ALURstr = f(LENDUTAN)

LALU-LINTAS

Gambar 3.3 Perkiraan hubungan alur dengan lalu-lintas

Dengan memperhatikan anggapan-anggapan di atas, maka kedalaman alur akibat densifikasi pada masing-masing titik dapat ditentukan, dan selanjutnya batas kedalaman alur struktural untuk masing-masing titik dapat ditentukan pula.

3.3.3 Penentuan jumlah lalu-lintas ijin dan hubungannya dengan lendutan

Yang dimaksud dengan jumlah lalu-lintas ijin adalah jumlah lalu-lintas pada saat kedalaman alur struktura! mencapai batas yang d:tentukan (t-1~ pada gambar 3. 3).

Dengan memperhatikan Gambar 3.3, terlihat bahv.-a,

BATAS ALUR STRUKTURAL

N/No=

ALUR STRUKTURAL SAA T INI

(5)

di mana Ni adalah jumlah lalu-lintas sampai saat pengukuran kedalaman alur,

No

adalah jumlah lalu-lintas sampai alur mencapai batas yaog diijinkan, sedangkan "BATAS ALUR STRUKTURAL" dan "ALUR STRUKTURAL SAAT INI" adalah sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 3.3.

Meskipun data lalu-!intas

No

belum diketahui, hubungan antara lalu-lintas

(NINo)

dengan lendutan dapat dibentuk. Bila parameter perkerasan dan data lintas Nn diketahui, maka hubungan antara regangan dengan

(18)

lalu-Karena lendutan merupakan cerminan dari pada regangan pada tanah dasar, maka hubungan ini dapat digunakan untuk menilai apakah hubungan antara lalu-lintas dengan regangan pada tanah dasar dipandang memuaskan.

3.3.4 Penentuan regangan pada tanah dasar (Et

Regangan pada tanah dasar merupakan parameter terakhir yang diperlukan untuk membentuk hubungan yang diperlukan.

Sesuai dengan pendekatan yang diikuti, pada penelitian ini penentuan regangan dilakukan dengan perhitungan (cara analitis), di mana dalam cara ini dikenal cara maju (forward analysis) dan cara mundur (backward analysis).

Parameter yang.-terkait pada cara analitis adalah sifat-sifat bahan dan tanah dasar, pembebanan, serta tegangan, regangan dan lendutan pada berbagai posisi yang dikehendaki. Sifat-sifat bahan menyangkut modulus elastisitas (E), Poison's ratio (!J.), tebal lapis perkerasan; sedangkan pembebanan menyangkut besar, bentuk bidang kontak, jumlah dan lokasi beban.

Pada cara maju, sifat bahan dan tanah dasar serta pembebanan merupakan masukan, sedangkan keluarannya adalah tegangan, regangan dan lendutan. Pada cara mundur, parameter masukannya adalah lendutan, tebal lapisan dan pembebanan, sedangkan keluarannya adalah modulus elastisitas masing-masing lapisan.

Untuk melakukan perhitungan yang diperlukan, dewasa ini sudah tersedia paket-paket program komputer, misal ELSYM5 untuk perhitungan cara maju dan ELMOD serta MODULUS untuk perhitungan cara mundur. Dalam analisis ini digunakan ELSYM5.

Untuk perhitungan cara maju, modulus elastisitas dan Poison's ratio dapat diambil nilai-nilai sebagai berikut:

BAHAN MOD. ELAS (MPa) POISON's RATIO Lapis beraspal 1000-5000 0,30-0,40 Lapis Pondasi atas Tergantung pada sifat 0,45 Lapis pondasi bawah dan tebal lapis 0,45 Lapis pengganti di bawahnya 0,45 Tanah dasar AASHTO: 1 O(CBRJ

TRRL: 17,6(CBR)0· 4 0,45

Perbandingan modulus elastisitas lapis pondasi bawah dengan modulus elastisitas tanah dasar dapat dinyatakan dengan hubungan sebagai berikut:

CBRtanah dasar s; 5% ---+ EsubbasefEtanah dasar = 2,3 CBRtanah dasar s; 1 0% ---+ EsubbasefEtanah dasar

=

1 ,8

(19)

Perbandingan modulus elastisitas untuk dua lapis berbutir dinyatakan dengan hubungan:

(20)

4. Analisis dan hasil penelitian 4.1 . Data yang telah dikumpulkan

4.1.1. Umum

Sesuai dengan yang telah disebutkan pada Butir 3, untuk membuat hubungan antara lalu-lintas dengan regangan pada permukaan tanah dasar dan regangan pada dasar lapis beraspal yang masing-masing memenuhi kriteria deformasi dan retak, dipertukan data sebagai berikut:

• Titik-titikyang mengalami deformasi (alur) struktural dan titik-titik yang menunjukf<an mulai retak.

• Data lendutan hasil pengukuran dengan Falling Weight Defleetometer

(FWD).

• Susunan konstruksi perkerasan dan kekuatan tanah dasar. • Data lalu-lintas.

Seajuh ini data di atas dikumpulkan dari Jalan Tol Tangerang-Serang pada lokasi-lokasi km 59.160-56140, km 47.370-45.370 dan km 38.660-36.040 arah Tangerang.

Dipilihnya Jalan Tangerang-Serang sebagai obyek penelitian adalah karena tiga alasan sebagai berikut:

1) Secara visual, deformasi dan retak yang terjadi merupakan kerusakan struktural.

2) Jalan Tol Tangerang-Serang merupakan jalan baru sernngga kerusakan yang terjadi belum dipengaruhi oleh adanya upaya pemeliharaan atau pemberian lapis tamb~h.

3) Sebagai jalan tol, pembangunannya dipandang dilaksanakar. dengan baik.

Bagian jalan yang menjadi obyek penelitian dibuka penuh untuk lalu-lintas pada bulan April 1993 dengan umur rencana 20 tahun atau untuk melayani lalu-lintas sebanyak 50 juta ESA. Adapun susunan konstruksi perkerasan rencana adalah:

7 em Asphalt Surfar;e Course 1 0 em Asphalt Binder Course 15 em Asphalt Treated Base 21 em Granular Subbase.

(21)

4.1.2. Titik-titik yang mengalami defonnasi dan mulai retak serta data lendutan berdasarkan FWD

Pada Tabel L 1 dan L2 terlampir disajikan titik-titik yang mengalamii deformasi dan yang mengalami retak bersama-sama dengan besamya kedalaman alur dan lendutan maksimum pada masing-masing titik. Jumlah titik yang mengalami deformasi adalah sebanyak 716 buah, sedangkan yang mengalami retak adalah 27 buah.

4.1.2. Susunan konstruksi perkerasan

Sesuai dengan hasil pengukuran contoh inti serta pengujian CBR tanah dasar dan bahan granular dengan DCP, susunan perkerasan dan nilai CBR tanah dasar bahan granular ditunjukkan pada tabel 4.1.

Tabel4.1. Susunan pertterasan dan CBR tanah dasardan bahan granular

URAIAN KM59.110 KM58.640 KM58.140 KM57.640 KM57.170 KM57.100 KM56.500 Lapis 1

Jenis BetonAspal BetonAspal BetonAspal BetonAspal BetonAspal BetonAspal BetonAspal

Tebal (mm) 400 320 255 245 320 320 320

Lapis2

Jenis

-

Bh. Granular Bh. Granular Bh. Granular Bh. Granular Pelat Beton Pelat Beton

Tebal (mm)

-

320 280 210 220

-

-CBR (%)

-

64 75 74 91 -

-Lapis3

Jenis

-

Tnh Dasar Tnh Dasar Tnh Dasar Tnh Dasar

-

-CBR (%)

-

12 10 8 6

-

-URAIAN KM47.350 KM47.070 KM46.870 KM46.370 KM45.870 KM 45.7fiJ KM45.310 Lapis 1

Jenis Beton Aspal BetonAspal BetonAspal BetonAspal Beton Aspal Beton Aspal Beton Aspal

Tebal (mm) 295 345 320 310 310 325 310

Lapis 2

Janis Bh. Granular Bh. Granular Bh. Granular Bh. Granular Bh. Granular Bh. Granular Bh. Granular

:rebal (mm) 1SO 140 160 210 210 130 150

CBR '%) 54 100 100 84 84 68 75

Lapis3

Jenis

-

-

-

-

-

Bh. Granular Bh. Granular

Tebal (mm)

-

-

-

-

- 170 180

CBR (%) -

-

-

-

- 22 24

Lapis4

Jenis Tnh Dasar Tnh Dasar Tnh Dasar Tnh Dasar Tnh Dasar Tnh Dasar Tnh Dasar

CBR (%) 15 9 11 10 6 8 5

KM38.6fiJ KM38.1fiJ KM37.640 KM 37.1fiJ KM36.6fiJ KM36.320 KM 36.040 Lapis 1

Jenis BetonAspal Beton Aspal BetonAspal BetonAspal BetonAspal BetonAspal Beton Aspal

Tebal (mm) 340 360 315 320 340 3)() 340

Lapis 2

Jenis Bh. Granular Bh. Granular Bh. Granular Bh. Granular Bh. Granular Bh. Granular Bh. Granular

Tebal (mm) 180 ? 220 :B) 1eo 270 260

CBR (%) 19 100 EB 100 55 100 100

Lapis3

Jenis

-

-

- Bh. Granular Bh. Granular Bh. Granular

-Tebal (mm)

-

-

-

130 230 130

(22)

-4.1.3. Data lalu-lintas

Berdasarkan hasil survai yang dilakukan secara manual pada bulan Mei 1997, data lalu-lintas untuk dua lajur arah Tangerang ditunjukkan pada Tabe• 4.2.

Daya merusak (ESA) rata-rata masing-masing jenis kendaraan ditentukan dengan cara sebagai berikut:

1) Menghitung daya merusak masing-masing sumbu (dengan pangkat 4) 2) Menghitung daya merusak masing-masing kendaraan

3) Menghitung jumlah daya merusak seluruh kendaraan yang satu jenis 4) Menghitung nilai rata-rata

Tabel 4.2. Data lalu-lintas harian

LOKASI JENIS JMLKEND ESA RATA-RATA ESA SURVAI KENDARAAN PERHARI PER KENDAR PER HARI

Km 39.000 Mobil Penumpang 3263 0,0038 12,2

(mewakili segmen Mini Bus 959 0,0007 0,7

km 59.1~56.140 Pick-up 881 0,0007 0,6 dan Bus 828 0,2481 205,0 km 47.37G-45.370) TrukRingan 1569 5,3858 8451,0 TrukBerat 496 4,1447 2056,0 Jumlah 7996

-

10725,5 Km 36.000 Mobil Penumpang 4531 0,0082 37,2

(mewakili segmen Mini Bus 908 0,9342 848,6

km 38.660-36.040) Pick-up 1215 0,9432 1135,2

Bus 537 0,8836 475,0

TrukRingan 1723 2,9951 5159,0

Truk Berat 627 2,8569 1791,0

Jumlah 9541

-

9446,0

Sampai dengan saat survai Kedalaman ~!l!lr dan lendutan, perkerasan sudah berumur 3 tahun 8 bulan, sehingga jumlah lalu-lintas untuk iajur lambat masing-masing segmen sampai saat survai adalah sebagai berikut:

• km 59.169-56.140 dan km 47.370-45.370 : 8.808.317 ESA • km 38.660-36.049 :7.757.528 ESA

4.2. Analisis hubungan antara regangan tanah dasar dengan lalu-lintas 4.2.1. Hubungan antara kedalaman alur dengan lendutan

Sebagai tahap awal untuk mengetahui, apakah alur yang tef)adi benar-benar merupakan deformasi struktural saja atau bukan, digunakan gambar hubungan antara kedalaman alur dengan lendutan sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4.1.

(23)

HUBUNGAN ALUR DENGAN LENDUTAN 40 ~---, 0 30 ... 0 E 0 0 0 E 0 -20 0:: 0 0 ::::> ..J <( 10 0 0 100 200 300 400 500 600 700 800 LENDUTAN (0,001 mm) Gambar4.1.

Titik-titik pada Gambar 4.1 menunjukkan ciri-ciri sebagai berikut:

1) Adanya hubungan antara alur dengan lendutan, yaitu makin besar lendutan makin dalam pula alur; meskipun hubungan tersebut tidak cukup nyata.

2) Untuk lendutan di bawah 0,30 mm banyak titik yang mempunyai kedalaman alur nol.

3) Sebagian terbesar titik berkumpul pada daerah lendutan di bawah 0,45 mm dan alur di bawah 10 mm, sedang titik yang lain letaknya tersebar. Meskipun secara visual deformasi yang ierjadi adalah deformasi struktural, namun bila memperhatikan data di atas, pada perkerasan terjadi pula deformasi non-struktural, yang diperkirakan sebagai akibat pemadatan lapis-lapis perkerasan.

Dengan banyaknya titik yang tidak mengalami deformasi untuk lendutan di bawah 0,30 mm, maka deformasi struktural dianggap terjadi untuk lendutan yang lebih besar dari 0,30 mm.

Karena untuk membuat hubungan antara regangan p.ada tanah dasar dengan lalu-lintas yang diperlukan adalah deformasi struktural, maka deformasi struktural dipisahkan dari deformasi total melalui langkah sebagai berikut:

(24)

2) Dengan persamaan yang diperoleh, buat garis regresi sebagai garis defonnasi total rata-rata.

3) Melalui titik lendutan 0,30 mm pada sumbu horizontal, buat persamaan yang sejajar dengan garis regresi pada langkah pertama. Persamaan tersebut merupakan persamaan garis deformasi strukturat.

Hasil analisis regresi yang diperoleh adalah sebagai berikut: RD

=

0,0194 DEF

+

0,2190

(Rsq

=

0,26)

... (4.1)

di mana RD adalah kedalaman alur dalam satuan mm dan DEF adalah lendutan dalam satuan 0,001 mm. Garis regresi bersama dengan garis deformasi struktural ditunjukkan pada Gambar 4.2, di mana perbedaan antara keduanya adalah sekitar 6 mm.

HUBUNGAN ALUR DENGAN LENDUTAN

RDstrukturai=RDtotal-6 40

r.=================::::::;--~

30

e

E -20 0::: ::J ...J <( 10 0 c PENGAMATAN 0 ..._ RD=0,019DEF+0,219 (Rsq=0,26) 0 • ALURSTRUKJU~L 0 0 0 100 20(': 300 400 500 600 700 800 LENDUTAN (0,001 mm) Gambar4.2

Dengan diperolehnya persamaan garis deformasi struktural, maka pada analisis selanjutnya, semua titik deformasi dan dan batas ijinnya dikoreksi ke garis deformasi .tStruktural.

4.2.2. Menghitung jumlah lalu-lintas ijin relatif

Yang dimaksud dengan lalu-lintas ijin relatif adalah perbandingan antara jumlah lalu-lintas pada saat pekerasan mengalami batas deformasi yang diijinkan dengan jumlah lalu-lintas pada saat survai.

(25)

Sesuai dengan bertambahnya lalu-lintas, perkembangan kedalaman alur diilustrasikan pada Gamoar 4.3, di mana terlihat bahwa tanpa mengetahui jumlah lalu-lintas pada saat survai, perbandingan antara · jumlah lalu-lintas pada saat perkerasan mencapai alur batas (Ni) dengan jumlah lalu-lintas pada saat survai (No), dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

NJNo

=

RDstrukt ijin/RDstruk saat survai ... (4.2)

BAT AS ALUR TOTAL

ALUR

BAT AS ALUR STRUKTURAL

No Ni

LALU-LINTAS

Gambar 4.3. Perkiraan hubungan alur dengan lalu-lintas

Contoh hasil perhitungan NJNo ditunjukkan pada Tabel 4.3; sedangkan hubungan antara NJNo dengan lendutan untuk semua titik yang dianalisis ditunjukkan pada Gambar 4.4 (dalam hal ini deformasi total yang diijinkan diambil15 mm).

Tabel4.3. Lalu-lintas ijin relatif untuk beberapa titik pengamatan

LOKASi ALUR LENDUTAN ALUR LALU-LINT AS

TITIK PENGAMAT (0,001 mm) STRUKTURAL IJIN RELA TIF

(km) (mm) (mm) (Ni/No) 59.100 7 349 0,99 9,1 59.090 4 313 0,29 39,1 59.060 4 302 0,08 146,9 59.050 4 309 0,22 51,5 59.030 4 326 0,55 21,1 58.890 5 303 0,11 93,8 58.850 4 327 0,57 20,4 58.840 4 375 1,51 8,3 58.830 3 298 0,01 1122,3

(26)

HUBUNGAN LENDUTAN 0!:::"-JGAN Ni/No

Ni/No=(RDtot ijin-RDpemad)IRDstr ijin

1200 . . . - - - , 1000 800 0 600 z ~ 400 200 0 •

..

..

. .

-200

L---_....J

200 300 400 500 600 700 800 LENDUTAN (0,001 mm) Gambar4.4

Pada Gambar 4.4 terlihat bahwa sebagian N~No mempunyai nilai yang sangat besar dan sebagian lagi mempunyai nilai negatif. Nilai N~No yang sangat besar merupakan akibat daripada deformasi struktural yang sangat kecil. Salah satu penyebab kecilnya deformasi struktural adalah "kesalahan" pengukuran di lapangan, di mana dengan prosedur dan alat yang digunakan, kesalahan atau penyimpangan pengukuran yang diperkirakan adalah sekitar 0,50 mm. Meskipun kesalahan tersebut nampak kecil, namun pengaruhnya terhadap nilai N~No adalah besar.

Di sisi lain, nilai N~No yang negatif menunjukkan bahwa pada perkerasan telah terjadi deformasi non-struktural yang lebih besar daripada batas deformasi total yang diijinkan. Hal ini berarti bahwa secara non-struktural, perkerasan adalah sangat lemah. Karena perkerasan yang sangat lemah tidak dikehendaki, maka titik yang mempunyai N~No negatif tidak diikutkan dalam analisis selanjutnya.

Pemilihan batas nilai N~No yang dipandang wajar didasarkan atas jumlah titik yang mempunyai "penyimpangan" kecil; yaitu dengan cara analisis regresi sedemikian rupa ( dengan memvariasikan batas nilai N~No),

sehingga diperoleh "penyimpangan standar perkiraan Y'' (standard error of Y estimate) yang minimum.

Nilai penyimpangan dan koefisien determinasi (R-square) untuk beberapa batas nilai N~N0, ditunjukkan pada Tabel4.4. dan Gambar 4.5.

Pada Tabel 4.4 terlihat bahwa penyimpangan minimum terjadi untuk jumlah titik sebanyak 97 buah atau untuk nilai N~No sampai dengan 15.

(27)

Tabel 4.4. Penyimpangan Y dan koefisien determinasi

NILAI JUMLAH PENYIMPANG- KOEFISIEN Ni/No TITIK AN "Y" DETERMINASI Semua Ni/No 159 0.3233 0.6234 O<Ni<No~50 137 0.2241 0.6569 O<Ni<N~40 132 0.2158 0.6482 O<Ni<No~30 124 0.2052 0.6270 O<Ni<N~20 112 0.1993 0.5885 O<Ni<No~15 97 0.1978 0.5213 O<Ni<No~10 80 0.2001 0.4167 O<Ni<No<5 33 0.2373 0.1242

~

1.0 , - - - . >-: ~0.8 n:: 00.6 n:: n:: ~0.4 n::

0.2 r····.z-·-zZ·--·-·-s x·· .. ····

--~--~~

.... _ _

./_··-·--··---~----~

~

0.0 L.-..--z:-· - - - ' 0 40 80 120 160 200 JUMLAH TITIK (buah)

1---

STANDARD ERROR ... R-square ·

·'

Gambar 4.5. Hubungan antara "penyimpangan Y" dan koefisien determinlasi dengan jumlah titik

Persamaan regresi antara NJNo dengan lendutan untuk nilai NJNo sampai dengan 15 adalah sebagai berikut:

log NJNo

=

-3,0761og DEF + 8,732 (Rsq

=

0,52; SE

=

0, 198)

... (4.3) Garis regresi NJN'J bersama-sama dengan titik-titik hasil perhitungan, ditunjukkan pada Gambar 4.6.

Dengan diketahuinya jumlah titik yang membenkan "penyimpangan Y est"

(28)

20 . - - - . 15 0 ~ 10

z

5 D ~ z 300 400 500 600 700 LENDUTAN (0,001 mm)

I

c PENGAMATAN z log Ni1No=-3.081og DEF+8, 73

I

Gambar 4.6. Hubungan Ni/No dengan lendutan (untuk NINo sampai dengan 15)

4.2.3. Menghitung besamya regangan pada tanah dasar

Untuk menghitung besamya regangan, pada analisis ini digunakan dua paket program komputer, yaitu ELMOD dan ELSYM5, di mana besamya modulus masing-masing lapisan dihitung dengan menggunakan paket program komputer ELMOD serta berdasarkan pendekatan CBR tanah dasar. Dengan demikian terdapat tiga varian perhitungan regangan sebagaiberikut:

l

PERHITUNGAN PERHITUNGAN REGANGAN

MODULUS ELMOD ELSYMS

I

ELMOD

l

CBR tanah dasar

-

Sampai tahap ini, hanya dua varian pertama yang telah dilakukan, di mana hasilnya ditunjukkan pada Gambar 4.6.

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa regangan yang diperoleh berdasar kedua program adalah cukup berbeda, di mana untuk 67 titik yang dianalisis, perbedaan tersebut dtunjukkan pada Gambar 4. 7 atau dengan nilai-nilai sebagai berikut:

STATISTIK ELMOD ELSYMS

(microstrain) (microstrain)

Rata-rat& 161 311

Minimum 82 25

Maksimum 257 415

(29)

REGANGAN ELMC>D vs REGANGAN ELSYMS ~ 1000 . - - - , c "ii ~ 800

e

0 §. 600 10 ::E 400 ~ rn ....1 w 200 C> w 0:::: 0 oD 0 100 200 300 400

REG ELMOD (microstrain)

Gambar 4.7. Regangan berdasar ELMOD dan ELSYMS

Hubungan antara regangan berdasar ELMOD dan ELSYM5 dapat dinyatakan dengan persamaan regresi sebagai berikut:

£ ELSYM5 = 1, 067 t ELMOD + 131 , 148

(R-square = 0,25; SE Y = 112)

... (4.4)

4.2.4. Membentuk hubungan antara regangan dengan lalu-lintas ijin

Pada Butir 4.2.2 telah dihitung besamya perbandingan antara jumlah lalu-lintas ijin dengan jumlah lalu-lalu-lintas pada saat survai, sedangkan pada Butir 4.2.3 telah dihitung besamya regangan.

Langkah seianjutnya, sebagai langkah terakhir, adalah membentuk hubungan antara regangan dengan jumlah lalu-lintas, yaitu dengan cara analisis regresi hubungan antara kedua nilai tersebut, di mana hasil yang diperoleh adalah,

log tELMoo =- 0,2161og Ni/No- 3,644 (R-sq=0,20, SE Y=O, 120) .... (4.5) log tELSYM =- 0, 1491og Ni/No- 3,429 (R-sq=0,04; SE Y=0,204) ... (4.6)

Karena Persamaan (4.6) mempunyai R-sq yang kecil dan penyimpangan yang besar, maka perhitungan lalu-lintas ijin didasarkan pada hasil perhitungan dengan menggunakan Persamaan (4.5), di mana hasilnya ditunjukkan pada Tabel 4.5. dan Gambar 4.8. Sebagai perbandingan,

(30)

Tabel4.:i. Regangan tanah dasardan lalu-lintas ijin yang memenuhi kriteria deformasi 15 mm

LOKASI MOD.ELASTISITAS (ELMODJ, MPa REG. TNH DASAR (microstr) LALU-LINT AS '

TITIK LAPIS LAPIS TANAH ELMOD ELMOD ROAD NOTE IJIN

(km) -BERASPAL PONDASI DASAR

I

("PENGAM") (REGRESI) LR1132 (iuta ESA)

59.100 1948 138 79 82 141 149 80 58.840 1927 65 83 87 144 153 73 58.820 1515 144 88 90 140 148 83 58.650 1534 173 92 86 141 149 80 58.640 767 339 97 108 170 185 34 58.630 1355 338 81 130 159 172 46 58.570 1501 206 85 131 155 166 52 58.340 2822 252 79 109 152 163 56 58.330 1545 296 75 147 155 167 51 58.320 2378 205 80 122 147 156 67 58.310 3673 145 75 103 128 133 126 58.260 1583 303 70 148 153 164 55 58.250 3921 114 68 105 140 148 83 58.240 2246 237 71 129 143 152 74 58.230 1809 363 68 137 149 159 63 58.210 1514 302 64 157 164 178 40 58.200 2220 257 72 127 146 156 68 58.160 3528 176 76 103 174 191 30 58.100 1988 678 74 139 141 150 79 58.090 2175 584 76 135 137 144 91 58.060 2303 600 76 131 130 136 116 58.050 2037 637 76 137 140 148 83 58.040 2309 504 83 130 129 135 120 58.030 2088 758 75 133 128 133 128 58.010 2115 770 76 131 129 135 121 58.000 1950 776 67 142 141 150 79 57.990 1969 636 72 143 137 145 91 57.980 2106 398 67 151 154 165 54 57.960 1896 797 79 135 131 137 114 57.930 1477 530 69 166 154 166 52 57.920 1913 500 73 149 146 156 68 57.910 2192 615 71 137 145 154 70 57.890 1361 392 83 175 181

I

200 25 57.880 1764 221 98 155 149 159 63 57.840 1906 311 95 I 145 132 I 138 108 • 57.830 1913 368 89 14G 13!:1 147 80 57.820 1963 367 83 147 142 150 78 57.810 2196 244 83 145 151 162 58 57.800 2195 194 69 159 166 181 37 57.780 2025 318 79 149 152 162 57 57.770 1979 272 67 164 166 180 38 57.760 1871 259 60 176 170 185 34 57.750 1568 357 62 268 173 190 31 57.740 1815 429 75 226 152 163 56 57.720 1285 69 59 375 189 210 21 57.710 2087 514 74 206 151 161 59 57.700 1812 480 64 236 168 184 35' 57.690 i256 482 65 276 170 186 34 57.680 2278 350 70 215 159 171 47 57.670 1512 42 66 259 172 188 32 57.660 2107 314 67 230 156 168 50 57.650 1915 369 74 227 151 161 59 57.64(1 1990 421 80 213 149 159 62 57.630 1962 82 76 174 149 159 62 57.610 2411 32 69 172 169 184 35 57.600 654 304 54 293 189 210 21

(31)

HUBUNGAN REGANGAN DENGAN LALU-LINTAS

1 E-03 , . . . - - - .

-

c ~

-

U)

§

E

-1E-04

z

<( (!)

z

<( (!)

w

0

..;;::-·-··---~

D 0 0 -loge= -0,2161og N-3,644 ---loge= -(log N+7,21)/3,95 (LR1132) c "PENGAMATAN"

a::

1 E-05

L . - - - J

1

10

100

LALU-LINTAS

Outa

ESA)

(32)

5.

Kesimpulan

Sampai sampai dengan tahap ini, hasil analisis pengembangan hubungan antara regangan dengan lalu-lintas yang memenuhi kriteria deformasi menunjukkan hal-hal sebagai berikut:

1) Perhitungan modulus elastisitas berdasarkan ELMOD, kadang-kadang menghasilkan nilai yang aneh, misal, modulus elastisitas lapis pondasi lebih kecil daripada modulus elastisitas tanah dasar. Untuk mengetahui penyebab keanehan tersebut, perlu dilakukan penelitian yang lebih seksama mengenai sifat-sifat lapis perkerasan dan tanah dasar.

2) Dengan menggunakan modulus elastisitas berdasarkan program ELMOD, hasil perhitungan regangan berdasarkan program ELMOD dan berdasarkan ELSYMS cukup berbeda, di mana hasil perhitungan berdasar ELMOD umumnya lebih besar. Di samping itu, regangan hasil perhitungan berdasakan ELMOD lebih konsisten daripada hasil perhitungan ELSYMS.

3) Analisis regresi hubungan antara regangan dengan lalu-lintas menunjukkan bahwa regangan yang diperoleh berdasarkan ELMOD menghasilkan hubungan yang lebih baik daripada yang dihasilkan ELSYMS. Hal ini sejalan dengan kenyataan sebagaimana diuraikan di atas.

3) Hubungan antara regangan dengan lalu-lintas yang diijinkan sampai deformasi mencapai 15 mm, ternyata tidak jauh berbeda ( sedikit lebih konservatif) dengan hubungan yang ditunjukkan pada Road Note 1132. Meskipun demikian, hasil penelitian ini masih perlu diuji lebih lanjut.

(33)

6. Daftar Pustaka

AMERICAN ASSOCIATION OF STATE HIGHWAY AND TRANSPORTATION OFFICIALS (1981 ). AASHTO Interim Guide for Design of Pavement Structure. 1972. AASHTO, Washington, D.C.

ASPHALT INSTITUTE (1983). Asphalt Overlays for Highway and Street Rehabilitation. Manual Series No. 17 (MS-17). The Asphalt Institute, College Park, Maryland, USA.

ASPHALT INSTITUTE (1984). Mix design methods for asphalt concrete and other hot-mix types. Manual Series No. 2 (MS-2). The Asphalt Institute, College Park, Maryland, USA.

BINA KARYA - LEA CONSULTING ENGINEERS (1987). VERICAL Versions 2.1 0. Operator Manual. DBM Management Assistance Consultancy Services to Bina Marga Central & Eastern Regions. Indonesia.

BINA MARGA (1983). Guidlines for Field Data Collection for IBRD Rolling Betterment Programme. BIPRAN. Central Design Office. Direktorat Jenderal Bina Marga, Indonesia.

BINA MARGA (1986a). Road Condition Survey Manual. Transport Planning Unit. Direktorat Jenderal Bina Marga, Indonesia.

BINA MARGA (1986b). IBRD Highway Betterment Programme Specifications for High Durability Asphalt. Central Design Office, Jakarta, Indonesia.

BSI (1985). Hot rolled asphalt for roads and other paved areas. British Standard BS 594. Part 1 : 1985. Specification for constituent materials and asphalt mixtures. London British Standard Institution.

BROVVN, S.F. (1978). Material Characteristics for Analytical Pavement Design, in Development in higway pavement engineering Volume 2. Applied Science Publisher Ltd, Essex, England.

BULMAN, J.N., AND H.R. SMITH (1977). Pavement performance and deflection studies on Malaysian Roads. Departement of the Environment. TRRL. Laboratory Report 633. Crowthorne: Transport and Road Research Laboratory.

CANADIAN GOOD ROADS ASSOCIATION (1965). A Guide to the Structural Design of Flexible and Rigid Pavements in Canada. Pavement Design and Evaluation Committee of the Canadian Good Roads Association. Ottawa, Canada.

(34)

COOPER, K.E. and P.S. Pell (1974). The effect of mix variables on the fatigue strength of bituminous materials. Departement of the Environment. TRRL. Laboratory Report 795. Crowthorne: Transport and Road Research Laboratory.

CORNE, C.P. (1983). Optimising Pavement Overlay Design dor Indonesia. Proc. Fourth Conference of Road Engineering Association of Asia and Australia, Jakarta, Indonesia.

COX, J.B., AND T. GENTLES (1983). Measurement of Road Condition and the Introduction of NAASRA-meters, Indonesia. Discussion Paper No. 9. DPUP Management Assistant Project for Java and Bali.

CUNDILL., M. (1991). The MERLIN low-cost roughness measuring machine. Departement of Transport. TRRL Research Report 301. Crowthorne: Transport and Roads Research Laboratory.

DICKINSON, E.J. (1984). Bituminous roads in Australia. Vermont South: Australian Road Research Board.

DIRECTORATE GENERAL OF HIGHWAYS (1989). Development of the Road Sector in Repelita V. Bina Program Jalan, Indonesia.

DIRECTORATE GENERAL OF HIGHWAYS (1992a). Integrated Road Management System. Overview of the IRMS. Directorate General of Highways, Indonesia.

DIRECTORATE GENERAL OF HIGHWAYS (1992b). Integrated Road Management System: Planning Module. Directorate General of Highways, Indonesia.

DIRECTORATE GENERAL OF HIGHWAYS (1992c). Indonesian Highway Statistics. Directorate General of Highways, Indonesia.

DJOKO WIDAYAT et al (1990). Roughness Calibration Studies Using D:tterent Measurement Systems. In: Fourth Annual Conference on Road Engineering, Jakarta, 19-21 November, 1990.

DRAPER, N., and H. SMITH (1981). Applied Regression Analysis. Second Edition, Wiley, USA.

EDWARD FACE COMPANY (undated). DIPSTICK FLOOR PROFILER. Instruction Manual. The Edward Face Company, Ontario, Canada.

HAAS, R., and \N.R. HUDSON (1978). Pavement management systems. McGraw-Hill, Inc. New York USA.

HIGHWAY RESEARCH BOARD (1962). The AASHO Road Test. Report 5. Pavement Research. Highway Research Board Special Report 61 E, Washington D.C: National Research Council.

(35)

HODGES, J.W., et al (1975). The Kenya road transport cost study: research on road deterioration. TRRL Laboratory Report 673. Crowthorne: Transport and Road Research Laboratory.

INSTITUTE OF ROAD ENGINEERING (1976). Road Materials Testing. Institute of Road Engineering, Bandung, Indonesia.

JABATAN KERJA RAYA MALAYSIA (1992}. A Guide to the Visual Assessment of Flexible Pavement Surface Conditions, Malaysia.

JORDAN, P.G., and J.C YOUNG (1980). Developments in the ca~ibration and use of the Bump-integrator for ride assessment. Departement of the Envirinment. TRRL Supplementary Report 604. Crowthorne: Transport and Road Research Laboratory.

KENNEDY, C.K. (1978). Pavement deflection: operating procedure for use in the United Kingdom. Departement of the Environment. TRRL Laboratory Report 835. Crowthorne Transport and Road Research Laboratory.

KENNEDY, C.K., and N.W. LISTER (1978). Prediction of pavement performance and design of overlays. Departement of the Environment. TRRL Laboratory Report 833. Crowthorne: Transport and Road Research Laboratory.

NUNN, M.E. (1986). Prediction of permanent deformation in bituminous pavement layers. Departement of the Environment. TRRL Research Report 26. Crowthorne: Transport and Road Research Laboratory.

OECD (1975). Resistance of flexible pavements to plastic deformation . OECD, Paris.

PARSLEY, L.L., and R. ROBINSON (1982). The TRRL Road Investment Model for developing countries (RTIM2). TRRL Laboratory Report 1057. Crowthorne: Transport and Road Research Laboratory.

PATERSON, W.D.O. (1987). Road Deterioration and Maintance effects. Models for Planning and Management. The Highway Design and Maintance Standards Series. The John Hopkins University Press, Baltimore. Maryland, USA.

PEATTIE, K.R. (1987). Flexible Pavement Design, in Development in highway pavement engineering Volume 2. Applied Science Publusher Ltd., Essex, England.

POWELL. W.O., J.F. POTIER, H.C. MAYHEW and M.E. NUNN (19840. The structural deisgn of bituminous roads TRRL Laboratory Report 1132. Crowthorne: Transport and Road Research Laboratory.

(36)

RILEY, M. J. and CHRISTOPHER R. BENNET (1996). Specifications for the HDM-4 Road Deterioration Model- Third Draft.

SAYERS,M.W. et al (1985). Guidelines for the conduct and calibration of road roughness Measurements. The Word Bank. Technical Paper No. 46. Washington: International Bank for Reconstruction and Development.

SHELL BITUMEN UK (1990). The Shell Bitumen Handbook. Shell Bitumen UK, Chetsey, London.

SMITH, H.R., and C.R. JONES (1980). Measurement of pavement defelctions in tropical and sub-tropical Climates. Departement of Environment. Departement of Transport. TRRL Laboratory Report 935. Crowthome: Transport and Road Research Laboratory.

TOOL, T. et al (1990). Research on Hot Rolled Sheet Overlays in Indonesia. Proc. Fourth Annual Conference on Road Engineering. Jakarta, 19-21 November 1990.

TRRL OVERSEAS UNIT (1987). A users manual for a program to analyse dynamic cone penetrometer data. TRRL Overseas Road Note 8. Crowthorne: Transport and Road Research Laboratory.

TRRL OVERSEAS UNIT (1991). Operating instructions for the TRRL dynamic cone penetrometer. Overseas Information Notes. Crowthorne: Transport and Road Research Laboratory.

ULLIDTZ, P. (1987). Pavement Analysis. Elsevier, Amsterdam, The Netherlands. WATANADA, T. et al (1987). The Highway Design and Maintance Standards

Model Volume 1. Highway Design and Maintance Standards Series. The John Hopkins University Press, Baltimore. Maryland, USA.

YEAMAN, J., and I.K. LEE (19790. Pavement Maintenance and Rehabilitation Strategies. Pavement Management Handbook. Vol 2, Unisearch, University of New South Wales, Sidney.

YODER, E.J., and M.W. Witzak (1975). Principles of Pavement Design. John Wiley & Sins, Inc, New York USA.

(37)

Tabel L 1. Kedalaman alur dan lendutan pada titik-titik yang tidak mengalami retak

PJARAK ALUR LEN OUT KONDISI TAMBAL- PJARAK ALUR LEN OUT KONOISI TAMBAL-(KM) (mm) l(0,001mm) CAMP AN _iKM~ _imm~ _10,001mm_l CAMP AN 59.160 3 128 normal tidak ada 58.520 3 248 normal tidak ada 59.150 4 150 normal tidak ada 58.510 1 ~7 normal tidak ada 59.140 2 117 normal tidak ada 58.500 1 264 normal tidak ada

59.1~ 3 122 normal tidak ada 58.490 3 213 normal tidak ada

59.120 3 195 normal tidak ada 58.480 7 Z36 normal tidak ada 59.110 3 295 normal tidak ada 58.470 3 215 normal tidak ada 59.100 7 349 normal tidak ada 58.460 3 272 normal tidak ada 59.000 4 313 normal tidak ada 58.450 3 244 normal tidak ada 59.!ll0 4 264 normal tidak ada 58.440 2 254 normal tidak ada 59.070 5 137 normal tidak ada 58.430 4 295 normal tidak ada 59.060 4 ~ normal tidakada 58.420 4 ~ normal tidak ada 59.050 4 ~ normal tidak ada 58.410 4 259 normal tidak ada 59.040 3 325 normal tidak ada 58.4)0 2 282 normal tidak ada 59.030 4 326 normal tidak ada 58.390 1 276 normal tidak ada 59.020 4 ~ normal tidak ada 58.380 1 275 normal tidak ada 59.010 3 258 normal tidak ada 58.370 1 332 normal tidak ada 59.ax> 4 Z36 normal tidakada 58.360 1 294 normal tidak ada 58.990 3 2a} normal tidak ada 58.350 2 272 normal tidak ada

58.960 3 195 normal tidak ada 58.340 12 327 normal tidak ada

58.970 4 221 normal tidak ada 58.330 6 394 normal tidak ada 58.960 2 174 normal tidak ada 58.320 8 353 normal tidak ada 58.950 3 168 normal tidak ada 58.310 6 333 normal tidak ada 58.940 3 185 normal tidak ada 58.~ 7 269 normal tidak ada 58.930 3 198 normal tidak ada 58.290 7 286 normal tidak ada 58.920 7 213 normal tidak ada 58.280 6 319 normal tidak ada 58.910 4 188 normal tidak aaa 58.270 5 D3 normal tidak ada 58.900 4 157 normal tidak ada 58.260 4 407 normal tidak ada 58.890 5 D3 normal tidak ada 58.250 5 359 normal tidak ada 58.880 4 211 normal tidak ada 58.240 4 374 normal tidak ada 58.870 4 225 normal tidak ada 58.230 5 382 normal tidak ada 58.860 3 233 normal tidak ada 58.220 6 319 normal tidak ada 58.850 4 327 normal tidak ada 58.210 6 430 normal tidak ada 58.840 4 375 normal tidak ada 58.200 6 367 normal tidak ada

58.~ 3 298 normal tidak ada 58.190 6 296 normal tidak ada

58.820 4 365 normal tidak ada 58.180 6 ~ normal tidak ada 58.810 3 293 normal tidak ada 58.170 5 ~1 normal tidak ada 58.800 3 312 normal tidak ada 58.160 8 448 normal tidak ada 58.790 3 3)4 normal tidak ada

1<6130

4 287 normal tidak ada

58.780 3 333 normal tidak ada 58.120 5 3:>1 normal tidak ada 58.770 7 ~ normal tidak ada 58.110 6 3251normal tidak ada ,!;8.700 4 ~ r.01mal tidal< ada 58.100 6 :-66 normai t!d2k ada

56.750 5 235 norrr.al tidak ada 58.000 I 6 347 normal 1 tidc;k :Jda

58.740 3 213 normal tidak ada 58.030 5 ~ normal tidak ada 58.730 4 3)6 normal tidak ada 58.070 6 293 normal tidai< ada 58.720 4 23) normal tidak ada 58.060 5 340 normal tidak ada 58.710 4 191 normal tidak ada 58.050 6 353 normal tidak ada 58.700 8 286 normal tidak ada 58.040 7 330 normal tidak ada 58.000 5 3)6 normal tidak ada 58.030 5 ~ normal tidak ada 58.680 5 265 normal tidak ada 58.020 6 D3 normal tidak ada 58.670 6 263 normal tidak ada 58.010 6 ~ normal tidak ada 58.660 6 290 normal tidak ada 58.ax> 5 362 normal tidak ada 58.660 8 343 normal tidak ada 57.990 4 359 normal tidak ada 58.640 9 406 normal tidak ada 57.980 5 399 normal tidak ada 58.630 7 ~7 normal tidak ada 57.960 6 ~7 ,,ormal tidak ada 58.620 3 310 normal tidak ada 57.950 4 310 normal tidak ada 58.610 5 278 normal tidal( ada 57.940 6 328 normal tidak ada 58.001 7 277 normal tidak ada 57.930 5 402 normal tidak ada 58.590 5 329 normal tidak ada 57.920 5 375 normal tidak ada 58.580 6 3)1 normal tidak ada 57.910 7 ::157 normal tidak ada 58.570 5 402 normal tidak ada 57.890 11 410 normal tidak ada 58.560 5 283 normal tidak ada 57.880 6 373 normal tidak ada

(38)

Tabel L 1. Kedalaman alur dan lendutan pada titik-titik yang tidak mengalami retak (lanjutan)

PJARAK ALUR LEN OUT KONOISI TAMBAL- PJARAK ALUR LEN OUT KONOISI

TAMBAL-(KM) (mm) I (0001mm) CAMP AN (KM) (mm} .{0001mm) CAMP AN 57.830 6 351 normal tidak ada 57.070 1 104 normal tidak ada 57.820 5 364 normal tidak ada 57.060 2 105 normal tidak ada 57.810 7 371 normal tidak ada 57.a50 3 106 normal tidak ada 57.800 7 424 normal tidak ada 57.040 3 101 normal tidak ada 57.780 7 373 normal tidak ada 57.030 3 108 normal tidak ada 57.770 7 423 normal tidak ada 57.020 1 118 normal tidak ada 57.700 6 4&J normal tidak ada 57.010 3 127 normal tidak ada 57.750 7 461 normal tidak ada 57.000 3 121 normal tidak ada 57.7/fJ 6 384 normal tidak ada 56.~ 4 158 normal tidak ada

57.720 6 639 normal tidak ada 56.980 3 158 normal tidak ada

57.710 8 361 normal tidak ada 56.970 3 159 normal tidak ada

57.700 8 418 normal tidak ada 56.960 2 153 normal tidak ada 57.E9:> 6 461 normal tidak ada 56.950 1 178 normal tidak ada 57.680 8 382 normal tidakada 56.940 2 187 normal tidak ada 57.010 8 434 normal tidak ada 56.930 3 164 normal tidak ada 57.660 5 408 normal tidak ada 56.920 1 141 normal tidakada

57.650 5 388 normal tidak ada 56.910 2 149 normal tidakada 57.640 7 366 normal tidak ada 56.000 3 162 normal tidak ada 57.630 5 383 normal tidak ada 56.890 3 159 normal tidak ada

51.620 6 318 normal tidak ada 56.aeo 4 154 normal tidak ada

57.610 9 4)3 normal tidak ada 56.870 4 155 normal tidak ada 57. &X> 7 002 normal tidak ada 56.800 5 167 normal tidak ada 57.590 6 390 normal tidak ada 56.850 5 100 normal tidak ada 57.580 4 349 normal tidak ada 56.81fJ 4 162 normal tidak ada 57.520 6 439 normal tidak ada 56.830 4 149 normal tidak ada 57.510 5 424 normal tidak ada 56.820 2 125 normal tidak ada 57.490 4 541 normal tidak ada 56.810 3 130 normal tidak ada 57.480 7 328 normal tidak ada 56.fiXJ 11 140 normal tidak ada 57.430 4 294 normal tidak ada 56.610 6 134 normal tidak ada 57.420 4 294 normal tidak ada 56.000 7 109 normal tidak ada 57.410 3 380 normal tidak ada 56.590 4 151 normal tidak ada 57.400 5 :D) normal tidak ada 56.580 4 129 normal tidak ada 57.390 4 378 normal tidak ada 56.570 3 119 normal tidak ada 57.380 4 237 normal tidak ada 56.560 1 107 normal tidak ada 57.370 4 237 normal tidak ada 56.550 2 103 normal tidak ada 57.300 4 201 normal tidak ada 56.540 1 111 normal tidak ada 57.350 5 196 normal tidak ada 56.530 3 128 normal tidak ada 57.340 5 203 normal tidak ada 56.520 4 142 normal tidak ada 57.330 2 172 normal tidak ada 56.510 2 131 normal tidak ada 57.320 4 155 normal tidak ada 56.fAX> 3 133 normal tidak ada 57.3i0 I 4 134 OO(mal tid'1k eda 56.490 3 i42 'lor me.: td&k ada

57.2J:XJ 2 130 normal tidak a:la 56.490 2 155 n01mal t:dak 3da

57.290 2 116 normal tidak ada 56.470 3 182 normal tidak ada 57.280 2 93 normal tidak ada 56.400 3 163 normal tldak ada 57.270 3 74 normal tidak ada 56.450 3 1n normal tidak ada

57.200 2 75 normal tidak ada 56.440 4 252 normal tidak ada

57.250 2 86 normal tidak ada 56.430 1 212 normal tidak ada 57.240 3 83 normal tidak ada 56.420 3 183 normal tidak ada 57.230 2 76 normal tidak ada 56.410 3 222 normal tidak ada 57.220 1 eo normal tidak ada 56.«Xl 1 192 normal tidak ada 57.210 1 67 normal tidak ada 56.3:10 1 169 normal tidak ada 57.200 1 68 normal tidak ada 56.380 1 191 normal tidak ada 57.190 2 79 normal tidak ada 56.370 1 204 normal tidak ada 57.180 3 75 normal tidak ada 56.360 2 127 normal tidak ada 57.170 •2 80 normal tidak ada 56.350 1 142 normal tidak ada 57.100 3 68 normal tidak ada 56.340 1 143 normal tidak ada 57.150 3 95 normal tidak ada 56.330 1 137 normal tidak ada 57.140 2 00 normal tidak ada 56.320 1 242 normal tidak ada 57.130 4 64 normal tidak ada 56.310 1 105 normal tidak ada 57.120 3 85 normal tidak ada 56.2J:XJ 1 151 normal tidak ada 57.110 3 101 normal tidak ada 56.290 2 100 normal tidak ada 57.100 1 97 normal tidak ada 56.280 3 211 normal tidak ada 57.090 1 121 normal tidak ada 56.270 3 256 normal tidak ada 57.000 2 103 normal tidak ada 56.260 5 262 normal tidak ada

(39)

Tabet L 1. Kedataman atur dan tendutan (lanjutan)

PJARAK ALUR LEN OUT KONDISI TAMBAL- PJARAK ALUR LEN OUT KONDISI

TAMBAL-(KM) (mm) (0001mm) CAMP AN (KM) (mm) (0001mm) CAMP AN 56.250 . 18 312 normal tidak ada 46.780 6 278 normal tidak ada 56.240 24 337 normal tidak ada

46.no

4 225 normal tidak ada 56.230 28 443 normal tidak ada 46.760 2 213 normal tldak ada 56.220 19 575 normal tidak ada 46.750 3 214 normal tidak ada 56.210 25 323 normal tidak ada 46.740 8 333 normal tidak ada 56.200 12 508 normal tidak ada 46.730 4 249 normal tidak ada 56.190 20 406 normal tidak ada 46.720 6 271 normal tidak ada 56.180 33 523 normal tidak ada 46.710 3 288 normal tidak ada 56.170 27 701 normal tidak ada 46.700 5 295 normal tidak ada 56.160 27 757 normal tidak ada 46.690 4 334 normal tidak ada 56.150 6 663 normal tidak ada 46.680 9 319 normal tidak ada 56.140 6 140 normal tidak ada 46.670 4 284 normal tidak ada

~.370 10 205 normal tidak ada 46.660 3 276 normal tidak ada

47.360 10 3)5 ·normal tidak ada 46.650 11 429 normal tidak ada 47.360 16 296 normal tidak ada 46.640 1 269 normal tidak ada 47.340 11 334' normal tidakada 46.630 3 336 normal tidak ada 47.330 4 256 normal tidak ada 46.620 3 398 normal tidak ada 47.320 6 :n3 normal tidak ada 46.000 11 443 normal tidakada 47.310 2 245 norrr.al tidak ada 46.590 ~ 312 normal tidak ada 47.300 2 244 normal tidak ada 46.570 7 434 normal tidak ada 47.290 1 233 normal tidakada 46.560 7 286 normal tidak ada

~.280 3 223 normal tidakada 46.550 7 358 normal tidak ada

47.270 3 201 normal tidak ada 46.540 3 262 normal tidak ada 47.260 7 250 normal tidak ada 46.520 2 241 normal tidak ada 47.250 3 174 normal tidak ada 46.510 6 3)6 normal tidak ada 47.240 4 180 normal tidak ada 46.&X> 1 241 normal tidak ada 47.230 6 207 normal tidak ada 46.490 4 278 normal tldak ada 47.220 5 266 normal tidak ada 46.480 3 263 normal tidak ada 47.210 3 220 normal tidak ada 46.470 5 243 normal tidak ada 47.200 4 211 normal tidak ada 46.460 9 405 normal tidak ada 47.190 6 247 normal tidak ada 46.450 4 262 normal tidak ada 47.180 6 234 normal tidak ada 46.440 4 266 normal tidak ada 47.170 4 233 normal tidak ada 46.430 14 646 normal tidak ada 47.160 7 270 normal tidak ada 46.420 6 281 normal tidak ada 47.150 5 267 normal tidak ada 46.410 6 262 normal tidak ada 47.140 6 221 normal tidak ada 46.400 7 276 normal tidak ada 47.130 5 165 normal tidak ada 46.380 6 272 normal tidak ada 47.120 9 181 normal tidak ada 46.370 6 342 normal tldak ada 47.110 6 159 normal tidak ada 46.350 5 296 normal tidak ada 47.100 6 177 normal tidak ada 46.340 7 339 normal tldak ada 47.000 5 200 nlll'i:'o8~ 1 tidal< ada 46.3:.'10 7 316 nO!'mal tidak ada

47.~ 6 200 I normal

I

tidak ada 46.320

o,

365 norrnai tldak Jda 47.070 1 284 normal tidak ada 46.310 9 366 normal tldak ada 47.060 4 228 normal tidak ada 46.300 7 365 normal tidak ada 47JBJ 6 ~ normal tidak ada 46.290 4 199 normal tidak ada 47.040 7 302 normal tidak ada 46.280 9 317 normal tidak ada 47.030 7 ~ normal tidak ada 46.270 4 267 normal tidak ada 47.020 10 515 normal tidak ada 46.260 7 299 normal tldak ada 47.010 7 369 normal tidak ada 46.250 5 231 normal tidak ada 47.000 7 4)4 normal tidak ada 46.240 8 236 normal tidak ada 46.990 4 146 normal tidak ada 46.230 4 239 normal tidak ada 46.910 6 194 normal tidak ada 46.220 4 219 normal tidak ada 46.900 8 210 normal tidak ada 46.210 4 250 normal tidak ada 46.890 4 156 normal tidak ada 46.200 6 258 normal tidak ada 46.680 8 117 • normal tidak ada 46.190 5 252 normal tidak ada 46.670 2 198 normal tidak ada 46.160 4 249 normal tidak ada 46.660 4 218 normal tidak ada 46.170 3 234 normal tidak ada 46.850 4 171 normal tidak ada 46.160 3 224 normal tidak ada 46.840 4 186 normal tidak ada 46.150 3 205 normal tidak ada 46.830 6 225 normal tidak ada 46.140 6 243 normal tidak ada 46.820 6 247 normal tidak ada 46.130 4 209 normal tidak ada

Gambar

Gambar 2.  ~  Letak regangan atau tegangan pada perkerasan lentur  2-1  Gambar 2.2  Kriteria retak Ieiah pada dasar lapis beraspal  2-3  Gambar 2.3  Kriteria deformasi pada tanah dasar  .................................
Gambar 1 .  Letak tegangan atau regangan kritis pada perkerasan lentur
Gambar 2.3 Kriteria deformasi pada tanah dasar
Tabel  2.2. Hasil pengujian ketahanan Ieiah (fatigue lives) campuran beraspal
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menimbang, bahwa majelis hakim menilai karena perkara isbat nikah dan penetapan asal-usul anak secara kumulatif obyektif mempunyai hubungan erat yakni penetapan asal-usul anak

Berdasarkan tahapan kegiatan penelitian yang dilaksanakan, teknik-teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu wawancara, observasi, angket skala Liekert (skala 1, 2,

Forming unit ini terdiri dari cup former yang digerakkan dengan sistem crank , lalu kertas yang telah digulung/dibentuk akan ditekan oleh ultrasonic welding untuk

2. Membantu pejabat pelaksana teknis kegiatan dalam penyelesaian administrasi kemajuan proyek. %antuan ini termasuk mengumpulkan data proyek seperti kemajauan pekerjaan,

Perbandingan input–output antara usahatani kedelai konsumsi dan benih diperlihatkan pada Tabel 3, secara absolute terlihat pendapatan yang diperoleh dari usaha penangkaran benih

Dalam menyusun rencana penyelesaian masalah matematika, subjek climber juga melakukan proses berpikir secara asimilasi, karena subjek climber sudah dapat

Perencanaan kebutuhan pengadaan B3 farmasi dibuat oleh Unit Perencanaan kebutuhan pengadaan B3 farmasi dibuat oleh Unit Farmasi, Unit radiologi, Unit Laboratorium dan atau unit

kepemilikannya/kepenghuniannya atas suatu sarusun yang dimiliki/dihuninya, dan/atau setiap orang/pihak yang secara nyata menjadi Pemilik dan atau Penghuni dari