Bandung, 2 Maret 2019 153
PENGARUH BIOURIN DAN PUPUK ANORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN
HASIL TANAMAN BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) KULTIVAR BIMA BREBES
THE EFFECT OF BIOURIN AND INORGANIC FERTILIZER THROUGH GROWTH AND YIELD
ON SHALLOTS (Allium ascalonicum L.) BIMA BREBES CULTIVAR
Adi Oksifa Rahma Harti1), Umar Dani1), Dadan Ramdani N1), Sopiani 2) 1)Dosen Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Majalengka 2)Mahasiswa Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas MajalengkaJln. K.H. Abdul Halim, No. 103 Majalengka – Jawa Barat 45418 Email: oksifarahma@gmail.com
ABSTRAK
Penelitian dilaksanakan di Desa Kadu Kecamatan Jatigede, Kabupaten Sumedang dimulai Bulan Februari sampai Bulan April 2018. Metode penelitian ini dilakukan di dalam rumah plastik dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola Faktorial dan diulang sebanyak tiga kali. Faktor Pertama adalah Biourin (B) yang terdiri atas empat taraf perlakuan, yaitu b0 (Tanpa biourin), b1 (Biourin kambing 130 ml), b2 (Biourin sapi 130 ml) b3 ( kambing 50% + sapi 50%). Faktor kedua adalah Pupuk Anorganik (A) yang terdiri atas tiga taraf perlakuan, yaitu a0 (Tanpa pupuk anorganik), a1 ( ZA 600 kg/ha, KCL 150 kg/ha, SP36 100 kg/ha), a2 (Phonska 400 kg/ha). Data yang diperoleh dianalisis statistik dengan Uji F, selanjutnya untuk mengetahui nilai perbedaan setiap perlakuan dilakukan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5 %. Terdapat pengaruh nyata dari pemberian biourin yang berbeda terhadap tinggi tanaman bawang merah pada umur 6 mst. Dimana perlakuan biourin kambing 65 ml + sapi 65 ml (b3) menunjukan tinggi tanaman paling baik. Terjadi interaksi antara pemberian biourin dan pupuk anorganik terhadap jumlah anakan dan diameter bawang merah, dimana jumlah anakan terbaik dan diameter umbi diperoleh dari interaksi perlakuan biourin kambing 130 ml (b1) dan Phonska 400 kg/ha (a2).
Kata kunci:Biourin, Bawang Merah, Pupuk Anorganik
ABSTRACT
The research was conducted in Kadu Village, Jatigede District, Sumedang Regency, from Februari to April 2018. This research method was carried out in a green house using Factorial Randomized Block Design (RBD) and repeated three times. The first factor is a Biourin (B) consisting of four levels of treatment, namely b0 (without biourin), b1 (goat biourin 130 ml), b2 (130 ml cow biourin) b3 (50% goat + 50% cow). The second factor is Inorganic Fertilizer (A) which consists of three levels of ignition, namely a0 (Without inorganic fertilizer), a1 (ZA 600 kg/ha, KCL 150 kg/ha, SP36 100 kg/ha), a2 (Phonska 400 kg/ha). The data obtained were statistically analyzed by F Test, then to find out the average value every time Duncan's Multiple Distance Test was carried out at the level of 5%. Exsisted a real effect of different biourin administration on the height of the Shallots at the age of 6 mst. Where goat biourin treatment 65 ml + 65 ml cow (b3) showed the best plant height. Interaction occurred between biourin and inorganic fertilizers on the number of tillers and shallot diameter. where is the best
Bandung, 2 Maret 2019 154 number of tillers and shallot diameter from the interaction of goat biourin treatment 130 ml (b1) and Phonska 400 kg/ha (a2).
Keywords: Biourin, Inorganic Fertilizer, Shallots
PENDAHULUAN
Bawang merah adalah salah satu komoditas unggulan yang banyak dibudidayakan petani di indonesia, hal ini dikarenakan tanaman bawang merah memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi, bawang merah masuk kedalam komoditas sayur rempah yang berfungsi sebagai bumbu penyedap dan obat tradisional. Kandungan gizi yang terdapat dalam bawang merah diantaranya yaitu vitanin A, vitamin C, Zat Besi dan lainya. Sebagai komoditas yang banyak dikonsumsi masyarakat karena fungsi dan manfaatnya potensi pengembangan bawang merah masih terbuka lebar seiring dengan pertumbuhan penduduk, pada tahun 2016 rata-rata komsumsi bawang merah perorang dalam waktu seminggu di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yaitu 0,520 ons/kapita pada tahun 2015 menjadi 0,542 ons/kapita pada tahun 2016 (Badan Pusat Statistik, 2016).
Budidaya bawang merah hanya bisa dilakukan pada musim-musim tertentu, sehingga untuk memenuhi kebutuhan akan bawang merah di luar musim pemerintah harus mengimpor dari luar negeri, ditambah dengan terbitnya peraturan
Mentri Pertanian NO 60/
Permentan/OT.140/9/2012 tentang kebijakan pembatasan impor bawang merah yang bertujuan untuk melindungi
petani dalam negeri dengan
mempertimbangkan jadwal panen serta kemampuan produksi dalam negeri, sehingga petani bawang merah Indonesia harus bisa meningkatkan produktifitas
bawang merah untuk memenuhi
kebutuhan bawang merah dalam negeri
(Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, 2015).
Pemanfaatan limbah bahan cair (urin) ternak sebagai pupuk organik sendiri masih kurang dibandingkan dengan penggunaan limbah bahan padat (faeces), limbah cair (urin) ternak ini banyak diabaikan keberadaanya dibandingkan dengan limbah padat, padahal zat N dan K banyak terkandung pada bahan cair (urin) dibanding limbah padat (Sutedjo, 2010). Limbah bahan cair (urin) ternak bisa dimanfaatkan sebagai biourin. Biourin adalah pupuk organik cair yang berbahan dasar urin terutama rumansia (sapi, kerbau, kambing dan domba) yang kemudian difermentasi, pemberian biourin kedalam tanah dapat mempebaiki sifat fisik tanah dan meningkatkan sifat kimia tanah, terlihat dari kenaikan kadar udara media sebelum aplikasi biourin dan setelah aplikasi biourin. Hal tersebut disebabkan karena meningkatnya kandungan bahan organik pada media sebelum aplikasi biourin dan setelah aplikasi biourin.
Meningkatnya bahan organik
mengakibatkan media menjadi lebih gembur karena bertambahnya ruang pori pada media (Nathania dkk., 2012).
Pupuk anorganik adalah zat subtitusi yang dibutuhkan tanaman sehingga sangat penting keberadaanya. Pupuk anorganik adalah jenis pupuk yang memiliki dua sisi yang berbeda yaitu positif dan negatif. Salah satu dampak positif dari pupuk anorganik adalah respon terhadap tanaman yang relatif cepat sehingga dapat menyokong pertumbuhan tanaman dengan baik, Menurut penelitian Trisusiyo dkk., (2014) penggunaan pupuk anorganik dapat meningkatkan hasil tanaman bawang merah mencapai 12,70% sampai 19,14%,
Bandung, 2 Maret 2019 155 akan tetapi jika penggunaan pupuk
anorganik dilakukan secara berlebihan tidak sesuai dengan anjuran atau
kebutuhan tanaman maka akan
menimbulkan dampak negatif salah satunya mengakibatkan produktifitas tanah menurun. Usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah dampak negatif antara lain menggunakan pupuk sesuai takaran
dan kebutuhan tanaman serta
penambahan pupuk organik untuk menjaga keseimbangan fisik dan kimiawi tanah (Romli, 2012).
MATERI DAN METODE
Tempat penelitian dilaksanakan di Desa Kadu Kecamatan Jatigede, Kabupaten Sumedang dimulai Bulan Februari sampai Bulan April 2018. Metode penelitian ini dilakukan di dalam rumah plastik dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola Faktorial dan diulang sebanyak tiga kali. Faktor Pertama adalah Biourin (B) yang terdiri atas empat taraf perlakuan, yaitu b0 (Tanpa biourin), b1 (Biourin kambing 130 ml), b2 (Biourin sapi 130 ml) b3 ( kambing 50% + sapi 50%). Faktor kedua adalah Pupuk Anorganik (A) yang terdiri atas tiga taraf perlakuan, yaitu a0 (Tanpa pupuk anorganik), a1 (ZA 600 kg/ha + SP36 100 kg/ha + KCL 150 kg/ha), a2 (Phonska 400 kg/ha) diulang sebanyak tiga kali dan diduplikasi maka diperoleh 72 polibeg
percobaan. Dengan variabel yang diamati diantaranya: tinggi tanaman (cm), jumlah daun (helai), jumlah anakan (umbi), bobot brangkasan basah (g), bobot umbi basah (g), diameter umbi (cm), bobot brangkasan kering angin (g), bobot umbi kering angin (g).
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Tanah Sebelum Percobaan
Hasil analisis tanah sebelum penelitian menunjukan bahwa tanah yang digunakan memiliki agak alkalis atau basa yaitu sebesar 7,63. Melihat syarat tumbuh bawang merah yang menghendaki pH tanah 5,6 - 6,5 maka tanah yang digunakan untuk media tanam percobaan kurang cocok untuk budidaya tanaman bawang merah. Kandungan c-organik 2,56% dan N-total 0, 22% maka maka tanah percobaan memiliki nisbah C/N 12% yang tergolong sedang. Kandungan P2O5 HCI 25% sebesar 34,77 mg/100g yang tergolong sedang dan K2O CI 25% sebesar 8,77 mg /100g yanng tergolong rendah serta nilai k-dd 0,08 cmol.kg-1 yang tergolong sangat rendah. Data tersebut menunjukan nilai P tergolong sedang dan K tergolong rendah. Tanah bertekstur lempung lempung berdebu dengan perbandingan pasir 32% debu 57% dan liat 11% (Laboratorium Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman, UNPAD 2018).
Tabel 1. Data Suhu dan Kelembaban N0
Hari Setelah tanam Rata-Rata Suhu dan Kelembaban
Pagi hari Siang hari Sore hari 1 1 hst – 10 hst 24°C 74,6% 34,5°C 61% 31,3°C 65,6 % 2 11 hst – 20 hst 23,8°C 74,5% 35,8°C 59,1% 29,6°C 68,5 3 21 hst – 30 hst 24°C 70,6% 35°C 64,2% 31,9°C 71% 4 31 hst – 40 hst 24,6°C 62,5% 37,5°C 68,8% 30,5°C 67,9% 5 41 hst – 50 hst 24,8°C 65,7% 40,5°C 56,2% 31,3°C 68,1% 6 51 hst – 60 hst 25°C 66,7% 37,3°C 52,5% 31,2°C 63% Minimum 23,8°C 62,5% 34,5°C 52,5% 29,°C 63% Maximum 25°C 74,6% 40,5°C 68,8% 32°C 71%
Bandung, 2 Maret 2019 156
Rata –rata 24,4°C 70,5% 36,9°C 60,3% 31°C 67,4%
Pengamatan Suhu dan Kelembaban
Tanaman bawang merah dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di dataran rendah sampai tinggi dengan ketinggian 0 - 1000 meter di atas permukaan laut, namun ketinggian yang optimum untuk pertumbuhanya adalah 0- 400 mdpl dengan suhu 25-32˚C dan kelembaban 50 –
70%. Berdasarkan hasil pengamatan selama percobaan keadaan suhu dan kelembaban di rumah, menunjukkan rata-rata suhu dan kelembaban pada pagi hari 24,4°C dengan kelembaban 70,5%, pada siang hari 36,9°C dengan kelembaban 60,3%, pada sore hari 31°C dengan
kelembaban 67,4%.
Tabel 2. Pengaruh Mandiri Pemberian biourindan Pupuk Anorganik terhadap Tinggi tanaman (cm) pada Umur 5 dan 6 mst.
Perlakuan Tingi tanaman (cm)
5 mst 6 mst
Aplikasi biourin
b0 (tanpa biourin) 28,66 ab 30,32 a
b1 (biourin kambing 130 ml) 27,93 a 29,98 a
b2 (biourin sapi 130 ml) 31,72 b 33,07 a
b3 (biourin kambing 65 ml + sapi 65 ml) 31,73 b 31,82 a
Aplikasi pupuk anorganik
a0 (tanpa pupuk anorganik) 28,86 a 30,10 a
a1 (ZA 600 kg/ha, SP36 100 kg/ha KCL, 150 kg/ha) 30,00 a 31,38 a
a2 (Phonska 400 kg/ha) 31,18 a 32,43 a
Keterangan : Nilai rata-rata perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf nyata 5%.
Berdasarkan Tabel 3, pemberian biourin pada semua perlakuan (tanpa biourin, biourin kambing 130 ml, biourin sapi 130 ml, biourin kambing 65 ml + sapi 65 ml) memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap variabel pertumbuhan tinggi tanaman pada umur 5 mst akan tetapi memberikan pengaruh tidak berbeda nyata pada umur tanaman 6 mst. Perlakuan biourin b1 menunjukkan tinggi tanaman yang berbeda nyata dengan b2
dan b3. Sedangkan perlakuan b0 menunjukan tinggi tanaman yang tidak berbeda nyata dengan b1, b2 dan b3.
Penggunaan pupuk anorganik pada semua perlakuan (tanpa pupuk anorganik, ZA 600 kg/ ha + SP36 100 kg/ha + KCL 150 kg/ha, phonska 400 kg/ha) memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap variabel pertumbuhan tinggi tanaman pada umur 5 mst dan 6 mst.
Tabel 3. Pengaruh Mandiri Pemberian Biourin dan Pupuk Anorganik terhadap Jumlah Daun (helai) pada Umur 5 dan 6 MST
.
Perlakuan Jumlah Daun (helai)
5 mst 6 mst
Aplikasi biourin
b0 (tanpa biourin) 11,78 a 13,33 a
Bandung, 2 Maret 2019 157 b2 (biourin sapi 130 ml) 12,06 a 14,22 a b3 (biourin kambing 65 ml + sapi 65 ml) 10,94 a 13,56 a Aplikasi pupuk anorganik
a0 (tanpa pupuk anorganik) 11,3 a 13,71 a
a1 (ZA 600 kg/ha, SP36 100 kg/ha, KCL 150 kg/ha) 11,88 a 13,21 a
a2 (Phonska 400 kg/ha) 11,96 a 13,67 a Keterangan : Nilai rata-rata perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama
menunjukkan berbeda tidak nyata berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf nyata 5%.
Berdasarkan Tabel 3, pemberian biourin dan pupuk anorganik tidak
memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada jumlah anakan 5 mst dan 6 mst. Tabel 4. Pengaruh Interaksi Pemberian Biourin dan Pupuk Anorganik terhadap Jumlah Anakan
(umbi) Biourin Pupuk Anorganik a0 ( tanpa pupuk anorganik) a1 ( ZA 600 kg/ ha, SP36 100 kg/ha, KCL 150 kg/ha) a2 (Phonska 400 kg/ha) b0 (tanpa biourin) 3,17 a A 3,83 ab A 2,17 a A b1 ( biourin kambing 130 ml) 3,33 a A 2,67 a A 5,17c B b2 ( biourin sapi 130 ml) 3,67 a A 3,00 ab A 3,83 bc A b3 ( biourin kambing 65 ml + sapi
65 ml) 3,50 a A 4,17 b A 2,50 ab A Keterangan : Nilai rata-rata yang ditandai huruf kecil (arah vertikal) dan huruf kapital (arah horizontal)
yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukan berbeda tidak nyata berdasarkanUji Jarak Berganda Duncan pada taraf nyata 5%.
Berdasarkan Tabel 4 menunjukkan terjadi interaksi antara pemberian biourin dan pupuk anorganik terhadap jumlah anakan. Dimana pengaruh interaksi yang menunjukan pengaruh terbaik diperoleh dari interaksi perlakuan b1 dan a2 dengan jumlah anakam mencapai 5, 17 umbi. pada taraf tanpa pemberian biourin (b0) perlakuan tanpa pupuk anorganik (a0) tidak berbeda nyata dengan ZA 600 kg/ha + SP36 100 kg/ha + KCL 150 kg/ha (a1) dan Phonska 400 kg/ha (a2).
Pada taraf biourin kambing b1 perlakuan tanpa pupuk anorganik (a0) tidak berbeda nyata dengan perlakuan a1 tetapi berbeda nyata dengan perlakuan a2.
Perlakuan a2 tberbeda nyata dengan perlakuan a0 dan a1.
Pada taraf b2 dan b3 perlakuan tanpa pupuk anorganik a0 tidak berbeda nyata dengan a1 dan a2.
pada taraf pupuk anorganik (a0) perlakuan tanpa biourin (b0) tidak berbeda nyata dengan biourin kambing 130 ml (b1), biourin sapi 130 ml (b2) dan biourin kambing 65 ml + sapi 65 ml (b3).
Pada taraf a1 perlakuan b1 menunjukan jumlah anakan yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan b0 dan b2 tetapi berbeda nyata dengan b3. Perlakuan b0 dan b2 menunjukan jumlah anakan yang tidak berbeda nyata dengan b1.
Pada taraf a2 perlakuan tanpa biourin b0 menunjukkan jumlah anakan yang tidak
Bandung, 2 Maret 2019 158 berbeda nyata dengan b3 tetapi berbeda
nyata b2 dan b1. Perlakuan b3 tidak berbeda nyata dengan b0 dan b2 tetapi berbeda nyata dengan b2. Perlakuan b2 tidak
berbeda nyata dengan b1 dan b3 tetapi berbeda nyata dengan b0. Perlakuan b1 tidak berbeda nyata dengan b2 tetapi berbedanyata dengan b0 dan b3.
Tabel 5. Pengaruh Mandiri Pemberian Biourin dan Pupuk Anorganik terhadap Bobot Brangkasan Basah (g)
Perlakuan Bobot Brangkasan Basah (g)
Aplikasi biourin
b0 (tanpa biourin) 15,48 a
b1 ( biourin kambing 130 ml) 14,42 a
b2 ( biourin sapi 130 ml) 16,99 a
b3 ( biourin kambing 65 ml + sapi 65 ml) 15,28 a Aplikasi pupuk anorganik
a0 ( tanpa pupuk anorganik) 15,59 a
a1 (ZA 600 kg/ha, SP36 100 kg/ha, KCL 150 kg/ha) 16,23 a
a2 (Phonska 400 kg/ha) 14,81 a
Keterangan : Nilai rata-rata perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan berbeda tidaknyata berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf nyata 5%.
Berdasarkan Tabel 5, pemberian biourin dan pupuk anorganik tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap variabel bobot brangkasan basah.
Berdasarkan Tabel 6, pemberian biourin dan pupuk anorganik tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap
variabel bobot umbi basah.
Tabel 6. Pengaruh Mandiri Pemberian Biourin dan Pupuk Anorganik terhadap Bobot Umbi Basah (g)
Perlakuan Bobot Umbi Basah (g)
Aplikasi biourin
b0 (tanpa biourin) 6.83 a
b1 ( biourin kambing 130 ml) 6.48 a
b2 ( biourin sapi 130 ml) 8.68 a
b3 ( biourin kambing 65 ml + sapi 65 ml) 7.69 a Aplikasi pupuk anorganik
a0 ( tanpa pupuk anorganik) 7.37 a
a1 (ZA 600 kg/ha, SP36 100 kg/ha, KCL 150 kg/ha) 15 a
a2 (Phonska 400 kg/ha) 7.74 a
Keterangan : Nilai rata-rata perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf nyata 5%.
Bandung, 2 Maret 2019 159 Tabel 7. Pengaruh Interaksi Pemberian Biourin dan Pupuk Anorganik terhadap Diameter Umbi
(cm) Biourin Pupuk Anorganik a0 ( tanpa pupuk anorganik) a1 ( ZA 600 kg/ ha, SP36 100 kg/ ha, KCL 150 kg/ ha) a2 (Phonska 400 kg/ha) b0 (tanpa biourin) 3,99 ab A 5,86 b A 4,33 a A b1 ( biourin kambing 130 ml) 2,83 a A 4,06 a AB 6,66 b B b2 ( biourin sapi 130 ml) 4.88 b A 5.36 ab A 5,83 b A b3 ( biourin kambing 65 ml + sapi
65 ml) 5.45 b A 4,38 ab A 5,08 ab A Keterangan :Nilai rata-rata yang ditandai huruf kecil (arah vertikal) dan huruf kapital (arah horizontal)
yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukan berbeda tidak nyata berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf nyata 5%.
Berdasarkan Tabel 7 menunjukkan terjadi interaksi antara pemberian biourin dan pupuk anorganik terhadap Diameter Umbi. Dimana pengaruh interaksi yang menunjukan pengaruh terbaik diperoleh dari interaksi perlakuan b1 dan a2 dengan diameter umbi mencapai 6,66 cm. Pada taraf pemberian biourin (b0) perlakuan tanpa pupuk anorganik (a0) tidak berbeda nyata dengan ZA 600 kg/ha + SP36 100 kg/ha + KCL 150 kg/ha (a1) dan Phonska 400 kg/ha (a2).
Pada taraf biourin kambing b1 perlakuan tanpa pupuk anorganik a0 tidak berbeda nyata dengan perlakuan a1 tetapi berbeda nyata dengan perlakuan a2. Adapun Perlakuan a1 tidak berbeda nyata dengan perlakuan a2. Pada taraf b2 dan b3 perlakuan tanpa pupuk anorganik a0 tidak berbeda nyata dengan a1 dan a2.
Pada taraf tanpa pemberian pupuk anorganik (a0) biourin kambing 130 ml (b1)
tidak berbeda nyata dengan perlakuan tanpa biourin (b0) tetapi berbeda nyata dengan biourin kambing 130 ml (b2) dan biourin kambing 65 ml + sapi 65 ml (b3), sedangkan perlakuan b0 selain tidak berbeda nyata dengan perlakuan b1 juga tidak berbeda nyata dengan perlakuan b2 dan b3.
Pada taraf a1 perlakuan tanpa biourin b1 tidak berbeda nyata dengan b2 dan b3 tetapi berbeda nyata dengan b0. Perlakuan b2 dan b3 tidak berbeda nyata baik dengan b1 ataupun b0.
Pada taraf a2 perlakuan tanpa biourin b0tidak berbeda nyata dengan b3 tetapi berbeda nyata dengan b1 dan b2. Perlakuan b3 tidak berbeda nyata baik dengan b0, b1 dan b2. Berdasarkan Tabel 8, pemberian biourin dan pupuk anorganik tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap variabel bobot brangkasan kering angin.
Bandung, 2 Maret 2019 160 Tabel 8. Pengaruh Mandiri Pemberian Biourin dan Pupuk Anorganik terhadap Bobot
Brangkasan Kering Angin (g)
Perlakuan Bobot Brangkasan Kering
Angin (g) Aplikasi biourin
b0 (tanpa biourin) 5,50 a
b1 ( biourin kambing 130 ml) 5,92 a
b2 ( biourin sapi 130 ml) 7,430556 a
b3 ( biourin kambing 65 ml + sapi 65 ml) 6,96 a Aplikasi pupuk anorganik
a0 ( tanpa pupuk anorganik) 5,99 a
a1 (ZA 600 kg/ha, SP36 100 kg/ha, KCL 150 kg/ha) 6,77 a
a2 (Phonska 400 kg/ha) 6,60 a
Keterangan : Nilai rata-rata perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata bedasarkan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf nyata 5%.
Tabel 9. Pengaruh Mandiri Pemberian Biourin dan Pupuk Anorganik terhadap Bobot Umbi Kering Angin (g)
Perlakuan
Bobot Umbi Kering Angin (g).
Aplikasi biourin
b0 (tanpa biourin) 4.67 a
b1 ( biourin kambing 130 ml) 5.23 a
b2 ( biourin sapi 130 ml) 6.58 a
b3 ( biourin kambing 65 ml + sapi 65 ml) 6.30 a Aplikasi pupuk anorganik
a0 ( tanpa pupuk anorganik) 5.35 a
a1(ZA 600 kg/ha, SP36 100 kg/ha, KCL 150 kg/ha) 5.92 a
a2 (Phonska 400 kg/ha) 5.82 a
Keterangan : Nilai rata-rata perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf nyata 5%.
Berdasarkan Tabel 9, pemberian biourin dan pupuk anorganik tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap variabel bobot umbi kering angin.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis pada komponen pertumbuhan tanaman bawang merah (Allium ascalonicum L.) dengan pemberian biourin dan pupuk anorganik, menunjukkan adanya perbedaan nyata dari pemberian
biourin terhadap tinggi tanaman bawang merah pada umur 5 mst. Hal tersebut terjadi diduga karena penberian biourin dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara bagi tanaman Nitrogen dapat memicu pertumbuhan tanaman, sejalan dengan pernyataan Sipayung dkk., (2015) yang menyatakan tanaman bawang merah merupakan tanaman semusim dimana sebagian besar organnya merupakan daun dan modifikasinya lebih banyak dipengaruhi oleh hara nitrogen (N) dalam
Bandung, 2 Maret 2019 161 pertumbuhannya. Tetapi data analisis
menunjukan perlakuan kontrol lebih baik dibandingkan biourin kambing hal tersebut diduga karena percobaan dilakukan di dalam rumah plastik, dimana rumah plastik berpengaruh terhadap berkurangnya intensitas cahaya matahari sejalan dengan pernyataa Gunadi (2008) intensitas cahaya matahari di dalam rumah plastik dapat berkurang dibandingkan dengan ondisi di luar, dimana hal tersebut dapat mengakibatkan tanaman mengalami pemanjangan atau tanaman menjadi lebih
tinggi sehingga menyebabkan
pertumbuhan jumlah daun lebih sedikit. Sesuai dengan pernyataan Harjadi (1976) dikutipGunadi (2008) dan Nugrahini (2013) intensitas cahaya matahari yang berkurang akan mengakibatkan tanaman mengalami etiolasi sehingga tanaman menjadi lebih tinggi dengan bertambahnya tinggi tanaman dapat menyebabkan pembentukan jumlah daun menjadi lebih sedikit sebagai akibat hasil fotosintesis banyak digunakan untuk pertumbuhan tinggi tanaman. Sedangkan pemberian biourin dan pupuk anorganik pada tinggi tanaman 6 mst dan jumlah daun tanaman bawang merah menunjukan tidak adanya perbedaan nyata. Hal tersebut diduga selain karena intensitas cahaya matahari yang berkurang hingga menyebabkan tanaman bawang merah mengalami pemanjangan sehingga menyebebkan jumlah daun lebih sedikit diduga hal tersebut juga terjadi karena unsur hara P dan N tersedia dalam tanah sedikit banyaknya sudah memenuhi asupan unsur hara bagi tanaman sehingga pemberian biourin dan pupuk anorganik tidak memberikan dampak yang berbeda nyata karena tanaman memiliki ambang batas tersendiri untuk menerima unsur hara yang diberikan. Sesuai dengan pernyataan Brady dan Buckman (1969) menjelaskan bahwa pemupukan yang ideal adalah apabila unsur hara yang diberikan dapat
melengkapi unsur hara yang sudah tersedia di dalam tanah, Sedangkan menurut Damanik, dkk (2010) dikutip Azyyati (2016) menyatakan bahwa dosis pupuk dalam pemupukan haruslah tepat artinya dosis tidak terlalu sedikit atau terlalu banyak yang dapat menyebabkan pemborosan atau dapat merusak akar tanaman. Bila dosis pupuk terlalu rendah tidak ada pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman sedangkan dosis terlalu banyak dapat mengangganggu keseimbangan hara dan dapat meracuni akar tanaman.
Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis pada komponen hasil tanaman bawang merah (Allium ascalonicum L.)
dengan pemberian biourin dan pupuk anorganik, menunjukkan tidak adanya perbedaan nyata baik dari pemberian biourin maupun pupuk anorganik terhadap bobot brangkasan basah, bobot umbi basah, bobot brangkasan kering angin, bobot umbi kering angin. Hal tersebut diduga terjadi karena beberapa faktor salah satunya yaitu keadaan lingkungan di rumah plastik. Sejalan dengan pernyataan Sutedjo dan Kartasapoetra, (1989) dikutip Hidayatullah (2005) berat brangkasan suatu tanaman sangat dipengaruhi oleh laju fotosintesis, laju penyerapan unsur hara kandungan air, suhu dan kelembaban, hal tersebut terjadi karena suhu yang tinggi akan mempengaruhi laju transpirasi pada organ tanaman Sifat dari persediaan zat makanan yang terkandung di dalam bulbus, yaitu bersifat basah karena mengandung air, sehingga air memberikan kontribusi terhadap berat brangkasan basah. Tingginya suhu di dalam rumah plastik pada waktu umur tanama 41 hst – 50 hst ( memasuki fase generatif) rata-rata suhu pada siang hari di dalam rumah plastik mencapai 40,5°C hal tesebut bisa menyebabkan umbi kecil, sesuai dengan
Bandung, 2 Maret 2019 162 pernyataan (Zulkarnain, 2013) meskipun
pembentukan umbi akan lebih cepat pada suhu yang tinggi, suhu yang terlalu tinggi maksimum 40˚C di daerah tropis dapat menghambat pembentukan umbi.
Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis pada tumbuhan tanaman bawang merah (Allium ascalonicum L.) dengan pemberian biourin dan pupuk anorganik, menunjukkan interaksi terhadap jumlah anakan dan diameter umbi. Hal ini diduga disebabkan karena ketersediaan nutrisi (unsur hara yang terdapat pada biourin dan pupuk anorganik) dan hormon (zpt yang terdapat pada biourin) yang dapat mempengaruhi jumlah anakan pada tanaman. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Leopold dan Krieddemann (1975) yang menyatakan bahwa hormon zpt golongan IAA atau lebih dikenal sebagai auksin utama pada tanaman, giberelin dan sitokinin salah satu peranya adalah untuk pembentukan umbi, sedangkan menurut Nur dan Thohari (2005) dikutip Supariadi (2017) unsur P yang merangsang pertumbuhan akar sehingga mempercepat pertumbuhan umbi dan merangsang pertambahan jumlah umbi begitupun menurut Ngajiman (2014) unsur hara P diperlukan terutama untuk pertumbuhan awal, pembentukan anakan dan pemecahan rumpun. Sedangkan interaksi yang terjadi pada diameter umbi disebabkan karena penggunaan pupuk anorganik dan biourin yang sama-sama mengandung Kalium dapat meningkatkan diameter umbi pada tanaman bawang merah, hal tersebut diperkuat dengan pernyataan yang dikemukakan Apriliani dkk., (2016) peran dari unsur K adalah untuk pembentukan pati dan memacu translokasi asimilat dari sumber (daun) ke bagian organ penyimpanan (sink). Pemberian unsur K pada bawang merah mempengaruhi pertumbuhan hasil dan kualitas umbi.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Sehubungan dengan penelitian yang dilakukan mengenai pemberian pemberian biourin dan pupuk anorganik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman bawang (Allium ascalonicum L.) kultivar Bima Brebes maka dapat disimpulkan.
1. Terdapat interaksi antara pemberian biourin dan pupuk anorganik terhadap jumlah anakan dan diameter bawang merah. dimana jumlah anakan terbaik diperoleh dari interaksi perlakuan biourin kambing 130 ml (b1) dan Phonska 400 kg/ha (a2) dengan jumlah bintil akar efektif sebanyak 6,664 cm. Dan diameter terbaik diperoleh dari interaksi perlakuan b1 dan a2 dengan diameter umbi 5,166 cm.
2. Terdapat pengaruh nyata dari pemberian biourin yang berbeda terhadap terhadap tinggi tanaman bawang merah (Allium ascalonicum L.)
kultivar Bima Brebes pada umur 6 mst. Dimana perlakuan biourin kambing 65 ml + sapi 65 ml (b3)menunjukan tinggi tanaman paling baik.
3. Tidak terdapat pengaruh mandiri dari pemberian pupuk anorganik yang berbeda terhadap terhadap variabel pertumbuhan dan hasil bawang merah.
Saran
Saran yang dapat disampaikan setelah dilakukan percobaan penelitian yaitu pemberian biourin kambing 130 ml dan phonska 400 kg/ha memberikan pengaruh terbaik terhadap jumlah anakan dan diameter umbi.
DAFTAR PUSTAKA
Apriliani. I. N, Heddy. S dan Suminarti. N. E. 2016. Pengaruh Kalium Pada Pertumbuhan Dan Hasil Dua Varietas Tanaman Ubi Jalar (Ipomea batatas (L.) Lamb). Jurnal
Bandung, 2 Maret 2019 163 Produksi Tanaman, Volume 4,
Nomor 4, April 2016, hlm. 264 – 270.
Azyyati R. Rosita. Meiriani. 2016. Respons Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Terhadap Dosis Pupuk Organik Cair Titonia (Tithonia diversifolia (Hemsl.) Gray) dan Interval Waktu
Pemberian. Jurnal
Agroekoteknologi. E-ISSN No. 2337- 6597. Vol.4.No.4.
Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura, 2016. Komsumsi buah dan sayur susenas maret 2016, dalam rangka hari gizi nasional
Brady N. C and H. O Buckman. 1982 Ilmu Tanah. Alih Bahasa Soegiman. Bhatara Karya Aksara. Jakarta. Gunadi.N, Moekasan. T.K, Everaarts. A, De
Putter. H, Subhan Dan Adiyoga. W. 2008. Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Paprika Yang Ditanam Pada Dua Tipe Konstruksi Rumah Plastik dan Dua Jenis Media Tanam. J. Hort. Vol. 18 N0.3. Hidayatullah Muhamad. 2005. Respon Dua
Varietas Bawang Merah (Allium ascalonicum L) Terhadap Imbangan Pemberian Pupuk Organik Kascing Dan Anorganik. Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Jember. Skripsi. Leopoid. A. C, dan P. E. Krieddemann.
1975. Plant Growth And Depelopment. Edisi Ke-2 New York. McGraw-Hil. Alih Bahasa Herawati Susilo . Universitas Indonesia (UI Perss). Jakarta. Nathania, B. I.M. Sukewijaya dan N.W.S.
Sutari. 2012. Pengaruh Aplikasi Biourine Gajah Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman
Sawi Hijau (Brassica Juncea L.). E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika. 1(1):72-85.
Ngajiman. 2014. Fektivitas Penggunaan Pupuk P dan Triakontanol pada Tanaman Bawang Merah (Allium
ascalonicum L.). Jurnal Riset
Daerah V ol. III, No.3.
Nugrahini Tutik. 2013. Respon Tanaman
Bawang Merah (Allium
ascolonicum L.) Varietas Tuk Tuk Terhadap Pengaturan Jarak Tanam dan Konsentrasi Pupuk Organik Cair Nasa. ISSN 1412-1468. ZIRAA’AH. Volume 36 Nomor 1. Halaman 60-65.
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 2015. Out Look Bawang Merah. Kementrian Pertanian.
Romli, M.2012. Seminar (PTH 1507) dampak negatif pupuk kimia terhadap kesuburan tanah. Program studi hortikultura tanaman pangan politeknik negri lampung.
Sipayung Osmin, Mariati, Meirian. 2015. Tanggap Pertumbuhan dan Produksi Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Terhadap Dosis Pupuk Fosfat dan Asam Humat. Jurnal Online Agroekoteknologi . ISSN No. 2337- 6597. Vol.3. No.4, September 2015. (522) :1399 – 1407.
Supariadi,Yetti H dan Yoseva S (2017). Pengaruh Pemberian Pupuk Kandang dan Pupuk N, P Dan K terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.). JOM Faperta VOL 4 No 1. Sutedjo, M. M. 2010. Pupuk Dan Cara
Bandung, 2 Maret 2019 164 Trisusiyo, W. Y. Nurlaelih, E. E Dan Santosa
M.2014. Pengaruh Aplikasi Biourin Pada Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Bawang Merah (Allium Ascalonicum L.). Jurnal
Produksi Tanaman, Volume 2, Nomor 8, Hlm. 613 – 619.
Zulkarnain.2013.Budidaya Sayuran Tropis, Jakarta: Bumi Aksara.