• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimalisasi Peran Timpora Pasca Berlakunya Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2016 Tentang Bebas Visa Kunjungan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Optimalisasi Peran Timpora Pasca Berlakunya Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2016 Tentang Bebas Visa Kunjungan"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

OPTIMALISASI PERAN TIMPORA PASCA BERLAKUNYA PERATURAN

PRESIDEN NOMOR 21 TAHUN 2016 TENTANG BEBAS VISA KUNJUNGAN

(Role Optimization of The Foreigners Supervision Team Post The Presidential

Decree Number 21/2016 on Visa Visit Exemption)

Trisapto Wahyudi Agung Nugroho Pusat Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I.

Jl. H.R. Rasuna Said Kavling 4-5, Jakarta Selatan 12920 Telepon (021) 2525015 Faksimili (021) 2526438 Email: spt_agng@yahoo.com

Tulisan Diterima: 15 Agustus 2017; Direvisi: 19 Oktober 2017; Disetujui Diterbitkan: 27 Oktober 2017

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana regulasi pengaturan terkait pengawasan orang asing, mekanisme pengawasan terhadap orang asing dan kendala-kendala yang dihadapi oleh TIMPORA pasca diberlakukannya PP Nomor 21 Tahun 2016 tentang Bebas Visa Kunjungan. Penelitian ini menggunakan pendekatan gabungan (mix-method) yaitu kuantitatif dan kualitatif. Penelitian ini menggunakan data primer (primary data) yaitu data lapangan yang didapatkan dari subyek data (responden) maupun data sekunder (secondary data) yaitu data yang dikumpulkan berdasarkan penelusuran kepustakaan yang berupa, data penelitian, peraturan-perundangan, teori-teori dan literatur yang lain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertama: pengawasan orang asing lebih merupakan urusan kelengkapan dokumen atau administrasi keimigrasian. Kewenangan masih didominasi oleh pejabat imigrasi, instansi terkait sebatas memberikan masukan atau usulan terkait informasi orang asing. Kedua: mekanisme pengawasan administratif lebih terinci daripada pengawasan terkait keberadaan dan kegiatan orang asing. Ketiga: kendala- kendala yang ada masih terbatasnya jumlah personil, minimnya kompetensi yang dimiliki anggota TIMPORA sehingga menjadi permasalahan ketika melakukan pemantauan, pengecekan, kegiatan intelijen. Koordinasi belum berjalan dengan baik, masih ada ego sektoral dalam pelaksanaan pengawasan. Anggaran yang minim juga menjadi kendala dalam pelaksanaan pengawasan orang asing. Penelitian ini juga memberikan beberapa rekomendasi kepada para pemangku kepentingan yaitu : (a) Perlu melakukan evaluasi terhadap Peraturan Presiden Nomor 21 tahun 2016 tentang Bebas Visa Kunjungan, dan melakukan pengetatan terhadap negara-negara yang banyak menimbulkan masalah;(b) Perlu meningkatkan sinergitas dan koordinasi dan menghilangkan ego sektoral bagi setiap instansi baik secara formal maupun informal; (c) Perlu disusun Standar Operasional Prosedur (SOP).

Kata Kunci: bebas visa kunjungan, imigrasi, TIMPORA

Abstract

The purpose of this research is to find out the arrangement of supervision of the foreigners regulation, mechanism and the faced obstacles by the Team of Foreigners Supervision (Timpora) in its implementation post the Presidential Decree Number 21/2016 on Visa Visit Exemption. This research uses mix-method approach, quantitative and qualitative approaches. The results show that the first; foreigners supervision is just completeness of immigration documents. The authority of supervision is dominated by immigration officials, other members (institutions) just give input/ information related to foreigners. The second; administrative supervision mechanism more detailed than their existence and activities. And the third: the obstacles found in foreigners supervision are

(2)

the lacks of human resources both quantities and qualities, lack of competency in intelligent skills. The coordination has not optimized yet, still find sectoral ego among the members of the team. Then shortages of the fund also become a problem in supervision activities. This research recommends to stakeholders for improvement and optimization of foreign supervision, namely: (a) it is necessary to evaluate Presidential Regulation No. 21 of 2016 on visa visit exemption, and tighten the entry permit of countries which often lead problems much; b) it is necessary to synergy and coordination amongst institution. (c) it is needed to make standard operating procedure (SOP) in detailed which contains a clear task and functions.

Keywords: Visa Visit Exemption, Immigration, Team of Foreigners Supervision

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebijakan pemerintah Indonesia tentang kebijakan bebas visa 1 kunjungan bagi 169 negara dan telah berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), membuat pintu gerbang negara Indonesia terbuka lebar untuk masuknya orang asing. T e n t u n y a k e b i j a k a n t e r s e b u t b e r t ujuannya untuk mendongkrak peningkatan devisa negara melalui pariwisata, agar orang asing tersebut berbondong-bondong datang ke Indonesia untuk menikmati keindahan dan kekayaan alam dan itu berarti, ada insentif bagi hotel dan penginapan, UMKM dan masyarakat pada umumnya dan diharapkan kesejahteraan masyarakat juga akan meningkat. Kebijakan tersebut di satu sisi akan memberikan peluang peningkatan devisa negara melalui parawisata dan sektor yang lain, namun di sisi lain juga dapat merugikan negara atau membuka peluang terjadinya tindak pidana keimigrasian, kejahatan transnasional, penyalahgunaan dokumen tenaga kerja hingga dapat merugikan negara akan kemungkinan pencurian kekayaan alam. Kebijakan tersebut dapat mengakibatkan potensi terhadap meningkatnya kejahatan lintas negara secara terorganisir, penyelundupan (illegal fishing,

women trafficking), pencurian kekayaan

alam, pencurian hak paten, pencucian uang (money laundering), pencurian ikan,

kejahatan maya (cyber crime), pemalsuan dokumen dan perdagangan narkoba dan lain sebagainya. Disisi yang lain mendorong meningkatnya arus lalu lintas orang, barang, jasa dari dan ke wilayah Indonesia yang memacu pertumbuhan ekonomi serta proses modernisasi masyarakat. Untuk itu perlu dilakukan peningkatan dan pengetatan pengawasan terhadap aktivitas orang asing di Indonesia, secara terkoordinasi dengan melibatkan semua unsur yaitu instansi yang terkait dengan kegiatan orang asing dan juga melibatkan masyarakat luas.

Indonesia sebagai suatu negara yang merdeka dan berdaulat, dalam pembuatan kebijakan pemerintahan berlandaskan pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sebagai negara yang berdaulat, Indonesia dalam perkembangan hukum tidak terlepas dari hukum yang mengatur orang asing yang akan memasuki Wilayah Republik Indonesia, selain itu juga mengatur warga Negara Indonesia yang akan meninggalkan negaranya. Untuk itu diperlukan regulasi atau hukum yang mengatur mengenai lalu lintas orang masuk dan keluar wilayah Indonesia, yaitu hukum imigrasi. Akibat dari adanya lintas negara ini, maka dikenal suatu perundang-undangan untuk mengatur segala bentuk perpindahan itu. Di Indonesia peraturan tentang perpindahan tersebut dikenal dengan istilah “Keimigrasian‟.

(3)

Keimigrasian adalah hal ikhwal lalu lintas dan pengawasaan orang asing di wilayah Negara kita serta pengawasannya dalam rangka menjaga tegaknya kedaulatan negara.2 Banyak peristiwa hukum yang terjadi tentang banyaknya pelanggaran izin keimigrasian, kriminal, penyalahgunaan dokumen kerja bahkan ada juga yang dengan sengaja melakukan perbuatan melanggar hukum dalam hubungannya dengan keimigrasian, disinilah perlunya pengawasan terhadap orang asing. Pengawasan orang asing dilakukan ketika orang asing tersebut masuk, berada dan kegiatan yang dilakukan.

Ada dua kelompok tugas yang dilaksanakan institusi keimigrasian yaitu pelayanan terhadap lalu lintas orang dan pengawasan terhadap orang asing. Pengaturan lalu-lintas keluar-masuk wilayah Indonesia ditetapkan harus melewati Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI), yaitu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat tertentu atau daratan lain yang ditetapkan Menteri Hukum dan HAM sebagai tempat masuk atau keluar wilayah Indonesia

(entry point). Unsur kedua dari pengertian

Keimigrasian yaitu pengawasan orang asing di wilayah Indonesia. Pengawasan adalah keseluruhan proses kegiatan untuk mengontrol atau mengawasi apakah proses pelaksanaan tugas telah sesuai dengan rencana atau aturan yang ditentukan. 3 Jadi pengawasan orang asing adalah seluruh rangkaian kegiatan yang ditujukan untuk mengontrol masuk dan keluarnya wilayah Indonesia melalui Tempat Pemeriksaan Imigrasi serta keberadaan orang asing di Indonesia telah atau tidak sesuai maksud dan tujuan orang asing tersebut masuk ke Indonesia dengan visa yang diberikan

sesuai dengan ketentuan keimigrasian yang berlaku. Pengawasan keimigrasian terdiri dari pengawasan administrasi dan pengawasan lapangan. Sifat wilayah Indonesia yang berpulau-pulau, dengan luas yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, terletak diantara dua benua yaitu benua Asia dan Australia, serta mempunyai jarak yang dekat bahkan berbatasan dengan beberapa negara tetangga. Tentunya tugas ini diselenggarakan dalam kerangka kepentingan nasional. Pemerintah membuat kebijakan pelayanan dan pengawasan di bidang keimigrasian terhadap orang asing di Indonesia berdasarkan suatu prinsip selektif

(selective policy). Prinsip ini memandang,

bahwa hanya orang asing yang dapat memberikan manfaat bagi kesejahteraan rakyat, bangsa, dan negara Republik Indonesia, tidak membahayakan keamanan dan ketertiban serta tidak bermusuhan dengan rakyat, bangsa, dan negara Republik Indonesia yang diizinkan masuk atau keluar wilayah Indonesia.4

Pengawasan menurut Sujamto adalah usaha atau kegiatan untuk mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya tentang pelaksanaan tugas atau kegiatan, sesuai atau tidak dengan semestinya 5 Sedangkan Harahap, menjelaskan bahwa pengawasan merupakan suatu usaha agar rencana yang sudah ditetapkan dapat tercapai sebagaimana mestinya. Pengawasan merupakan keseluruhan sistem, teknik, cara yang mungkin dapat digunakan oleh seorang atasan untuk menjamin agar segala aktivitas yang dilakukan oleh dan dalam organisasi benar-benar menerapkan prinsip efisiensi dan mengarah pada upaya mencapai keseluruhan tujuan organisasi. 6 Dari pendapat dua ahli

2. Lihat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, Pasal 1 angka 1

3. Ibid

4. Andi Hamzah, 1995, Delik-Delik Tersebar di Luar KUHP

5. Mufidah, 2016, dalam Jurnal Cita Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta Vol.4 No.2

(4)

tersebut, tujuan dari kegiatan pengawasan adalah untuk menjamin semua kegiatan yang diselenggarakan dalam suatu organisasi sesuai dengan rencana, termasuk suatu strategi yang telah ditetapkan sebelumnya dan untuk mencegah terjadinya deviasi dalam operasionalisasi suatu rencana, sehingga berbagai kegiatan operasional yang sedang berlangsung dapat terlaksana dengan baik, efisien dan efektif.

Banyak pelanggaran keimigrasian atau tindak pidana yang dilakukan oleh orang asing di Indonesia, seperti kasus yang menimpa Allya Sisca Nadya, yang meninggal setelah mendapat pengobatan alternatif chiropractic dari Randall Cafferty, di klinik Chiropractic First di Pondok Indah yang dilakukan oleh Randall sebagai dokter atau terapis belum jelas hingga kini. Kemudian kasus tertangkapnya 9 (sembilan) tenaga kerja asing (TKA) asal Tiongkok dan India oleh Imigrasi Palembang dinilai melanggar aturan karena tidak dilengkapi identitas (2 orang), melebihi izin tinggal (3 orang), dan pemegang kartu izin tinggal sementara atau kitas Jakarta Pusat (2 orang), ditangkap di sebuah proyek pembangkit listrik tenaga uap di Bayung Lencir, Musi Banyuasin.7 Kasus di atas tentu saja, menjadi pelajaran dan perhatian khususnya bagi instansi terkait yang mempunyai kewenangan di dalam memberikan izin yaitu Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Kesehatan untuk memeriksa dan memverifikasi dokumen terkait perizinan agar ke depannya, tidak terulang kembali. Lemahnya pengawasan tentunya akan berakibat dengan banyaknya pelanggaraan, baik pelanggaran ke- imigrasian maupun tindak pidana yang dilakukan oleh warga negara asing.

Meningkatnya keberadaan orang asing di wilayah Indonesia mempunyai konsekuensi

terhadap pelaksanaan pengawasan Keimigrasian, berdasarkan data pelanggaran Keimigrasian yang meningkat sebesar 1.239 Tindakan Administratif Keimigrasian (TAK) dan 215 Pro Justitia pada tahun 2015 dan menjadi sebesar 4.930 TAK dan 265 Pro Justitia pada tahun 2016. Hal ini menunjukan peningkatan TAK sebesar 75 % dan Pro Justitia sebesar 19 %. Kondisi tersebut mengakibatkan perlunya peningkatan kebutuhan di antaranya meliputi anggaran, sumber daya manusia serta sarana dan prasarana.8

Meningkatnya pelanggaran baik ke- imigrasian maupun tindak pidana yang dilakukan oleh warga negara asing di Indonesia, tentunya harus menjadi perhatian semua pihak, keamanan dan stabilitas negara merupakan tanggung jawab semua pihak dan merupakan kepentingan nasional, untuk itu sudah sewajarnya bila keberadaan dan kegiatan mereka harus selalu diawasi. Berikut ini adalah data pelanggaran yang dilakukan oleh orang asing di Indonesia sejak diberlakukannya PP Nomor 21 Tahun 2016 tentang Kunjungan Bebas Visa yang dilansir Direktorat Jenderal Imigrasi dari kurun waktu Januari 2016 hingga Desember tahun 2016 dari 6 (enam) dan Tahun 2017 (Januari- Februari) yang dilakukan oleh orang asing, deportasi menduduki urutan teratas yaitu 4.562 kasus, kemudian kasus pencegahan/ penangkalan sebanyak 2.041 kasus dan kemudian peringkat ketiga pendetensian yaitu sebanyak 1.908.Negara Tiongkok menduduki urutan pertama terkait tindakan administratif keimigrasian yaitu sebesar 1.849 kemudian disusul negara Afghanistan sebanyak 664 kasus. Bahwa berdasarkan data jumlah total Tindakan Administrasi Keimigrasian sejumlah 5.970 WNA (Warga Negara Asing), Warga Negara RRT (Republik Rakyat Tiongkok)

7. https://nasional.tempo.co/read/news/2017/01/19/0788 37706/imigrasi-palembang-tahan-10 pekerja-cina- dan-india

diakses 20/1/17.

(5)

menempati urutan pertama dengan jumlah 1.847 (seribu delapan ratus empat puluh tujuh) atau mencapai lebih dari 30%.9 Sementara itu jumlah penindakan terhadap pelanggaran keimigrasian pada tahun 2016 sebanyak 329 Projustitia baik ditingkat pusat maupun daerah, dengan hasil Pidana Denda Pro Justitia Tahun 2016 adalah sebesar Rp. 2.605.000.000 (Dua Milyar Enam Ratus Lima Juta Rupiah).10 Sedangkan berdasarkan data yang dirilis oleh Direktorat Jenderal Imigrasi jumlah WNA yang melakukan tindak pidana kurun waktu 2015 dan 2016 mengalami penurunan.

Koordinasi dan sinergi dari instansi terkait sangat dibutuhkan untuk mengawasi keberadaan dan kegiatan orang asing, untuk itu dibentuklah Tim Pengawasan Orang Asing, tujuannya adalah sebagai wadah yang berfungsi memberikan saran dan pertimbangan kepada instansi dan/atau lembaga pemerintahan terkait, mengenai hal yang berkaitan dengan pengawasan orang. Tim Pengawasan Orang Asing juga dapat melakukan operasi gabungan jika diperlukan, baik itu bersifat khusus maupun insidentil. Tim Pengawasan Orang (TIMPORA) adalah kebijakan pemerintah yang harus diimplementasikan oleh semua pihak seperti diamanatkan di dalam undang-undang. Namun mengingat terbatasnya jumlah sumber daya manusia yang ada di jajaran imigrasi serta kondisi geografis dan luasnya wilayah, perlu keterlibatan semua pihak.11 Koordinasi dibutuhkan karena faktanya bahwa semua organisasi sangat komplek dengan sistem yang beragam yang harus bekerja untuk meraih hasil yang diinginkan/ diharapkan. Crowston12 menjelaskan bahwa

para pemangku kepentingan dalam organisasi dihadapkan dengan masalah koordinasi, yaitu konsekuensi dari dependensi dalam organisasi yang membatasi efisiensi kinerja tugas. Untuk itu pengawasan terhadap orang asing perlu berkoordinasi dan keterlibatan dari semua pihak termasuk kementerian/ lembaga terkait.

Kementerian Hukum dan HAM hingga saat ini telah membentuk Tim Pengawasan Orang Asing (TIMPORA) di 33 (tiga puluh tiga) Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM RI. TIMPORA dibentuk hingga tingkat kecamatan yang terdiri dari berbagai unsur yang diatur di dalam undang-undang. Kegiatan pengawasan orang asing tersebut dilaksanakan dengan melibatkan TIMPORA yang telah ada di seluruh Indonesia, saat ini pembentukan Tim pengawasan orang asing telah mencapai 97%, hanya 4 Kantor Imigrasi baru yang belum memiliki Tim Pengawasan Orang Asing (TIMPORA) yaitu Kantor Imigrasi Kelas III Kerinci, Kantor Imigrasi Kelas III Ketapang, Kantor Imigrasi Kelas III Bima dan Kantor Imigrasi Kelas III Palopo, saat ini telah terbentuk 613 (enam ratus tiga belas) TIMPORA serta 224 (dua ratus dua puluh empat) Sekretariat TIMPORA baik di Kantor Wilayah maupun Kantor Imigrasi diseluruh wilayah Indonesia 13 . Direktorat Jenderal Imigrasi juga sudah membangun sistem pelaporan orang asing secara online, tujuannya untuk memudahkan semua pihak untuk melaporkan keberadaan dan kegiatan orang asing tersebut agar mudah diakses yaitu http//: apoa.imigrasi.go.id. P i h a k imigrasi juga sudah melakukan sosialisasi hingga lintas kementerian/lembaga, asosiasi

9. Sumber : Direktorat Jenderal Imigrasi

10. Bahan Rapat Kerja Komisi III DPR-RI dengan Menteri Hukum dan HAM, tanggal 19 Januari 2017

11. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2013, Pasal 173 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian

12. Crowston, K. (1997) A coordination Theory Approach to Organizational Process Design, Organization Science 8 (2),

157-175

(6)

hotel/ penginapan/ apartemen/ asosiasi restoran hingga masyarakat umum.

Terdeteksi dan terungkapnya pe- langgaran keimigrasian dan tindak pidana yang dilakukan oleh orang asing adalah karena faktor sistem pengawasan yang efektif dan bukan karena faktor kebetulan. Sistem pengawasan orang asing yang efektif ditandai dengan berfungsinya segala instrumen pengawasan yang berupa: administrasi, sarana prasarana, dana, koordinasi, kegiatan dan operasi, integritas dan profesionalitas aparat pengawasan termasuk kesadaran hukum dan partisipasi aktif masyarakat untuk memberitahukan adanya orang asing dan kegiatannya kepada petugas imigrasi. Berdasarkan uraian tersebut di atas yang menggambarkan tentang permasalahan- permasalahan yang terjadi maka kegiatan pengawasan sangat diperlukan terutama untuk mengamati, mendeteksi, mencegah, dan menindak apabila orang asing tersebut melakukan pelanggaran.

Rumusan Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaturan regulasi Tim Pengawasan Orang Asing ?

2. Bagaimana pelaksanaan mekanisme kerja Tim Pengawasan Orang Asing? 3. Kendala-kendala yang dihadapi dalam

pengawasan terhadap orang asing?

Tujuan

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan regulasi Tim Pengawasan Orang Asing, mekanisme dan kendala-kendala yang dihadapi.

Metode Penelitian Jenis Penelitian 1. Pendekatan

Penelitian ini menggunakan pendekatan gabungan atau “mix-method” (kuantitatif

dan kualitatif). Pendekatan kuantitatif dilakukan untuk mengukur tingkat kecenderungan dari jawaban-jawaban informan dan responden yang terkait dengan permasalahan. Pendekatan kuantitatif digunakan karena gejala yang diamati dapat diukur dalam bentuk angka sehingga memungkinkan bagi digunakannya teknik analisis statistik. Sedangkan pendekatan kualitatif dilakukan untuk mengumpulkan dan memanfaatkan informasi yang terkait dengan permasalahan.

2. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini menggunakan data primer (primary data) yaitu data lapangan yang didapatkan dari dari setiap subyek data (responden) maupun data sekunder (secondary data) yaitu data yang dikumpulkan berdasarkan penelusuran kepustakaan yang berupa, data penelitian, peraturan perundangan, teori-teori dan literatur yang lain. Sedangkan alat pengumpulan data primer yaitu angket/kuesioner yang berisi daftar pertanyaan secara tertulis yang ditujukan kepada responden yang merupakan anggota TIMPORA dan pedoman wawancara kepada Kepala Divisi Keimigrasian dan Kepala Kantor Imigrasi.

3. Teknik Penarikan Sampel

Populasi dalam pengkajian ini adalah responden anggota TIMPORA dari 33 (tiga puluh tiga) kantor wilayah. Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel yaitu purposive jugdment sampling. Judgment sampling ialah teknik pengambilan sampling dimana sampel yang dipilih berdasarkan penilaian peneliti bahwa dia atau seseorang yang paling baik jika dijadikan sampel penelitiannya. Sedangkan sampel yang diambil dalam pengkajian ini adalah 5 (lima) Kanwil Kementerian Hukum dan HAM yaitu: Sumatera Utara, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Kalimantan Barat dan Bali.

(7)

4. Teknik Analisa Data

Data kemudian diolah dan dianalisis menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif, maksudnya adalah analisis data yang dilakukan dengan menjabarkan secara rinci kenyataan atau keadaan atas suatu objek dalam bentuk narasi untuk memberikan gambaran lebih jelas terhadap permasalahan yang ada sehingga memudahkan untuk menarik kesimpulan.

PEMBAHASAN

Pengaturan Regulasi Tim Pengawasan Orang Asing

Kegiatan pengawasan pada dasarnya merupakan kegiatan yang bertujuan untuk

menjamin semua kegiatan yang

diselenggarakan dalam suatu organisasi sesuai dengan rencana, termasuk suatu strategi yang telah ditetapkan sebelumnya dan untuk mencegah terjadinya deviasi dalam operasionalisasi suatu rencana, sehingga berbagai kegiatan operasional yang sedang berlangsung dapat terlaksana dengan baik, efisien dan efektif. Dalam kaitannya dengan kegiatan pengawasan terhadap orang asing di Indonesia, bahwa dalam rangka menjamin kemanfaatan orang asing tersebut dan dalam rangka menunjang tetap terpeliharanya stabilitas dan kepentingan nasional, kedaulatan negara, keamanan dan ketertiban umum serta kewaspadaan terhadap dampak negatif yang mungkin timbul akibat perlintasan orang antar negara, keberadaan dan kegiatan orang asing di wilayahIndonesia,dipandangperlumelakukan pengawasan bagi orang asing dan tindakan keimigrasian secara cepat, tepat, teliti dan terkoordinir tanpa mengabaikan keterbukaan dalam memberikan pelayanan terhadap orang asing. Orang asing yang masuk ke Indonesia harus memberikan kontribusi atau manfaat yang positif baik bagi negara maupun masyarakat seperti peningkatan

devisa negara, transfer of knowledge, joint

research, kerjasama di bidang pendidikan,

kesehatan, tehnologi dan lain sebagainya bukan malah sebaliknya. Keberadaan dan kegiatan mereka diharapkan mampu mendorong kemajuan di segala bidang. prosperity approach dan security approach. Sebagai negara yang berdaulat, Indonesia dalam perkembangan hukum tidak terlepas dari kaitannya pada hukum yang mengatur orang asing yang akan memasuki Wilayah Republik Indonesia, selain mengatur warga Negara Indonesia yang akan meninggalkan negaranya. Untuk itu diperlukan aturan atau hukum yang mengatur mengenai lalu lintas orang masuk dan keluar wilayah Indonesia, keberadaan dan kegiatan warga negara asing di wilayah Indonesia yaitu hukum imigrasi. Di dalam kontek regulasi/aturan terkait pengawasan kegiatan orang asing, telah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Seperti terlihat pada grafik 1 dibawah ini.

Grafik.1. Pengaturan Regulasi Tim

Sumber : pengolahan data lapangan

Pemahaman atas alasan diberlakukan- nya aturan perundangan terkait TIMPORA tersebut memiliki peranan esensial dalam penentuan suatu kebijakan. Artinya bahwa seperangkat aturan tersebut harus jelas isi kebijakannya sehingga mudah dipahami dan diimplementasikan, bagaimana keterpautan dukungan antar instansi, dukungan finansial, kejelasan dan konsistensi aturan yang ada dan bagaimana tingkat komitmen aparat terhadap terhadap tujuan. Hal ini terlihat dari jawaban responden pada grafik.1 tersebut di atas yaitu 67% (30 orang) dari 45 responden

Pengawasan Orang Asing

Landasan...

41

(8)

menjawab pemahaman terhadap regulasi yang menjadi payung hukum TIMPORA sudah baik yaitu diatur di dalam pasal 69 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian yang pelaksanaannya diatur di dalam PP Nomor 31 Tahun 2013 dan struktur organisasi tugas dan fungsi serta peran masing-masing anggotanya kewenangan dan tanggung jawab di dalam suatu kerangka aturan yang jelas sehingga memudahkan di dalam pelaksanaannya yaitu di dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI 14 , sedangkan 24% (11 orang) menjawab yang menjadi landasan hukum adalah UU Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara dan UU Nomor 8 Tahun 81 KUHP dan 9% (4 orang) tidak menjawab. Dari jawaban responden tersebut di atas menggambarkan perlu adanya pemahaman yang sama terkait landasan hukum yang digunakan sehingga pelaksanaan pengawasan dan penegakan hukum dapat berjalan dengan optimal.

Struktur organisasi merefleksikan suatu lembaga terhadap kebutuhan sumber daya manusia, pembagian tugas dan koordinasi antar fungsi yang melekat pada masing- masing bagian dalam organisasi. Tujuannya adalah agar target pencapaian organisasi dapat terpenuhi. Idealnya organisasi mampu merepresentasikan diri dalam bentuk yang sesuai dengan kebutuhan dan mengakomodir tujuan pengembangan organisasi itu sendiri sesuai dengan tuntutan jaman. Tujuan dari pembentukan organisasi TIMPORA tersebut tentunya untuk memudahkan para anggotanya menjalankan peran masing- masing sesuai dengan kaidah-kaidah yang telah disepakati bersama. Pembentukan struktur organisasi dipengaruhi beberapa faktor yang akan mempengaruhi visi dan misi dan juga akan mempengaruhi tercapainya tujuan organisasi tersebut, apakah hasil yang dicapai efektif atau tidak, tentunya akan dipengaruhi oleh bebrapa factor yaitu,

pertama, strategi organisasi apa yang digunakan agar tujuan dapat tercapai dengan optimal, kedua, teknologi yang digunakan, artinya bahwa apakah organisasi tersebut juga sudah memanfaatkan kemajuan teknologi yang juga didukung oleh sumber daya manusianya, kemudian yang ketiga yang tidak kalah penting adalah ukuran organisasi, karena ukuran sebuah organisasi akan menentukan efektif atau tidaknya hasil yang akan dicapai. Struktur organisasi merupakan serangkaian mekanisme formal

(formal mechanism) bagaimana organisasi

tersebut dikelola yang terdiri dari kerangka dan susunan perwujudan diantara fungsi- fungsi, bagian- bagian maupun sumber daya manusia yang menunjukkan kedudukan atau posisi, tugas, wewenang maupun tanggung jawab yang berbeda-beda dalam suatu organisasi. Berdasarkan definisi dan pengertian tersebut terlihat jelas bahwa struktur organisasi yang baik dan jelas akan menentukan tujuan dari pembentukan suatu organisasi.

Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap para responden terkait bagaimana struktur organisasi TIMPORA yang ada, seperti terlihat pada tabel diatas, apakah struktur tersebut sudah sesuai dengan kebutuhan menunjukkan bahwa mayoritas responden 86.67% (39 orang) menjawab setuju bahwa struktur organisasi TIMPORA yang ada sudah sesuai dengan kebutuhan sedangkan sisanya yaitu sebesar 13,33% (6 orang) menyatakan bahwa struktur organisasi TIMPORA belum mencerminkan kebutuhan saat ini. Dari hasil wawancara dengan beberapa responden, mayoritas menyatakan bahwa struktur yang ada sudah baik, namun agar lebih optimal perlu melibatkan perangkat pemerintah daerah hingga tingkat kelurahan juga RT/ RW, sehingga pengawasan terhadap orang asing akan lebih optimal. Jawaban senada juga disampaikan oleh pejabat eselon III di

(9)

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi menyatakan bahwa TIMPORA yang ada saat ini sudah berjalan dengan baik namun belum maksimal, hal ini bukan tanpa alasan karena menurutnya hanya pihak imigrasi saja yang mempunyai kewenangan untuk menyelesaikan permasalahan terkait orang asing di lapangan. Menurutnya TIMPORA idealnya lebih operasional sehingga tiap-tiap anggota mempunyai otoritas untuk melakukan kegiatan pengawasan lapangan. Sehingga, terkesan anggota yang ada tidak sesuai dengan kompetensi ataupun mempunyai latar belakang PPNS. Struktur organisasi Tim Pengawasan Orang Asing diatur di dalam ketentuan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2016 15 baik di tingkat pusat maupun daerah hingga kecamatan yang anggotanya terdiri dari berbagai lintas instansi yang mempunyai tugas dan fungsi terkait kegiatan orang asing. Selain pembentukan TIMPORA oleh Imigrasi, TIMPORA juga dibentuk oleh pemerintah daerah (Surat Keputusan Gubernur) yang beranggotakan instansi yang terkait dengan keberadaan dan kegiatan orang asing. Penulis berpendapat bahwa fakta ini menunjukkan pembentukan TIMPORA yang diatur di dalam ketentuan Pasal 6916 belum berjalan dengan efektif. Hal ini dapat diasumsikan bahwa struktur organsasi TIMPORA yang ada belum mampu mengakomodir kepentingan pemerintah daerah untuk secara maksimal melakukan pengawasan terhadap kegiatan orang asing.

Ketentuan Pasal 197 17 Ayat (1) menyebutkan bahwa TIMPORA pusat dengan surat keputusan Menteri (Menteri

Hukum dan HAM), kemudian pada Ayat (2) dijelaskan bahwa TIMPORA diketuai oleh Menteri atau pejabat imigrasi yang ditunjuk (Direktur Pengawasan dan Penindakan), dari pasal tersebut di atas dapat diartikan bahwa secara operasional TIMPORA Pusat mempunyai kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap orang asing di seluruh wilayah Indonesia. Kemudian ketentuan Pasal 198 Ayat (1) berbunyi bahwa TIMPORA di tingkat provinsi dengan keputusan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM, pada Ayat (2) berbunyi TIMPORA tingkat provinsi diketuai oleh Kepala Divisi Keimigrasian. Ketentuan pada Ayat 2 tersebut dapat diartikan bahwa Kepala Divisi Keimigrasian mempunyai kewenangan yang secara operasional juga melakukan pengawasan orang asing di tingkat provinsi. Namun faktanya bahwa seorang Kepala Divisi Keimigrasian tidak mempunyai kewenangan secara operasional untuk melakukan pengawasan terhadap orang asing, namun hanya melakukan koordinasi saja. Inilah yang kemudian menjadi permasalahan di lapangan terkait tugas teknis pengawasan. Di dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 28 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Wilayah Kementerian Hukum dan HAM, ketentuan Pasal 29, Divisi Keimigrasian tidak mempunyai fungsi menjalankan pengawasan terhadap orang asing dan di dalam struktur organisasi juga tidak ada subdit atau bagian yang melaksanakan fungsi pengawasan dan penindakan. Hal ini disampaikan oleh Kepala Divisi KeImigrasian Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Bali, mengatakan bahwa secara struktur

15. Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2016, Bab III Tentang Struktur Organisasi pada ketentuan pasal 8, Tim Pora beranggotakan perwakilan dari instansi dan/atau lembaga pemerintahan baik di pusat maupun di daerah, ketentuan pasal 9-14 juga diatur pembentukan TIMPORA dari tingkat pusat hingga kecamatan, dan juga diatur terkait keanggotaan TIMPORA dari instansi terkait yang mempunyai keterkaitan dengan keberadaan dan kegiatan orang asing (peraturan menteri ini ditetapkan pada tanggal 16 Desember 2016 dan diundangkan pada tanggal 29 Desember 2016)

16. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian 17. PP nomor 31 Tahun 2013

(10)

18. Komarudin.1994. Ensiklopedia Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara. Hal.768

organisasi, Kepala Divisi Keimigrasian tidak dapat melakukan kegiatan operasional pengawasan orang asing, hanya bersifat koordinatif. Untuk itu seyogyanya perlu untuk ditinjau kembali ORTA khususnya mengenai tugas dan fungsi Kepala Divisi Keimigrasian. Secara eksplisit kepala divisi keimigrasian menjawab perlu untuk dilakukan revisi terhadap organisasi dan tata kerja kantor wilayah kementerian hukum dan hak asasi manusia terkait tugas dan kewenangan kepala divisi untuk melakukan kegiatan operasional pengawasan orang asing, bukan sebatas mengkoordinasikan di tingkat provinsi dengan instansi terkait.

Implementasi suatu kebijakan harus mengatur secara jelas dan rinci terkait tugas, peran dan fungsi tiap-tiap anggota, bagaimana pembagian tugas hingga SOP agar dapat berjalan dengan baik dan maksimal. Anggota harus memahami peran dan fungsi masing-masing sesuai dengan ruang lingkup. Menurut Komarudin konsep tentang peran18 dalam buku “ensiklopedia manajemen” mengungkapkan bahwa peran merupakan bagian dari tugas utama yang harus dilakukan oleh manajemen; peran juga merupakan pola perilaku yang diharapkan dapat menyertai suatu status; bagian suatu fungsi seseorang dalam kelompok atau pranata; juga merupakan fungsi yang diharapkan dari seseorang atau menjadi karakteristik yang ada padanya; yang terakhir merupakan fungsi setiap variabel dalam hubungan sebab akibat. Dari definisi tersebut dapat diartikan bahwa peran adalah merupakan fungsi, karakter adanya hubungan sebab akibat dari suatu tatanan atau struktur baik dalam suatu organisasi ataupun dalam hubungan masyarakat. Bahwa agar suatu tatanan organisasi dapat berjalan dengan baik tentunya, anggota dalam suatu organisasi tersebut harus memahami peran

fungsi masing-masing sesuai dengan aturan yang sudah disepakati bersama.

Terkait dengan pembentukan TIMPORA, yang sudah ada landasan hukum yang jelas, tentunya agar organisasi tersebut dapat berjalan dengan baik maka masing-masing anggota harus memahami perannya sesuai ruang lingkup tugas, sehingga di dalam pelaksanaan tugas akan lebih mudah untuk dilakukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 45 responden yaitu 87% (39 orang) sudah memahami peran dan fungsi TIMPORA sedangkan 13% (6 orang) menjawab belum memahami peran dan fungsi tim pengawasan orang asing. Ada beberapa alasan responden kenapa mereka menjawab tidak memahami peran fungsi mereka yaitu masih minimnya anggaran dan informasi terkait pengawasan orang asing. TIMPORA dibentuk masih sebatas tugas koordinasi tukar menukar informasi dan perlu adanya terobosan baru sehingga seluruh anggota tim lebih aktif di dalam menjalankan peran dan fungsi sesuai dengan ruang lingkup tugas masing-masing. Masih adanya ego sektoral dari anggota TIMPORA untuk sharing/menukar informasi terkait keberadaan dan kegiatan orang asing, menjadi kendala untuk melakukan pendataan jumlah orang asing yang ada disuatu wilayah, pemetaan terhadap keberadaan dan kegiatan, serta pemantauan hingga antisipasi terjadinya kegiatan maupun penyimpangan yang akan terjadi. Belum adanya standard

operating procedure (SOP) di dalam tim

pengawasan orang asing juga menjadi permasalahan anggota tim, banyak anggota tim yang “pasif” tidak proaktif, seolah-olah hanya ikutan terutama instansi yang tidak mempunyai fungsi pengawasan kegiatan orang asing. Kegiatan operasi gabungan TIMPORA dilakukan hanya enam (6 bulan) sekali atau insidentil atau disesuaikan dengan anggaran dan inisiatif TIMPORA tersebut.

(11)

Standard Operating Procedure (SOP) adalah suatu set instruksi (perintah kerja) terperinci dan tertulis yang harus diikuti demi mencapai keseragaman dalam menjalankan suatu pekerjaan tertentu

(detailed, written instructions to achieve

uniformity of the performance of a specific

function) dengan berpedoman pada tujuan

yang harus dicapai. Standard operating procedure adalah suatu panduan yang menjelaskan secara terperinci bagaimana suatu proses harus dilaksanakan.19 Standar operasional prosedur tidak saja bersifat internal tetapi juga eksternal, karena SOP selain digunakan untuk mengukur kinerja organisasi publik yang berkaitan dengan ketepatan program dan waktu, juga digunakan untuk menilai kinerja organisasi publik di mata masyarakat berupa responsivitas, responsibilitas, dan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Dari pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa standard operating procedure adalah pedoman atau acuan untuk melaksanakan tugas pekerjaan sesuai dengan fungsi dan alat penilaian kinerja berdasarkan indikator indikator teknis, administrasif dan prosedural sesuai dengan tata kerja, prosedur kerja dan sistem kerja pada unit kerja yang bersangkutan.

Optimalisasi 20 adalah hasil yang dicapai sesuai dengan keinginan, jadi optimalisasi merupakan pencapaian hasil sesuai harapan secara efektif dan efisien. Dalam beberapa literatur manajemen, tidak dijelaskan secara tegas pengertian optimalisasi, namun dalam optimalisai banyak juga diartikan sebagai ukuran dimana semua kebutuhan dapat dipenuhi dari kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan. Sedangkan Winardi 21

mendefinisikan optimalisasi sebagai ukuran yang menyebabkan tercapainya tujuan. Dalam Kamus Oxford “Optimization is the process of finding the best solution to some problem

where “best” accords to prestated criteria”.22

Dari uraian tersebut optimalisasi merupakan sebuah proses, cara dan perbuatan (aktivitas/ kegiatan) untuk mencari solusi terbaik terhadap permasalahan, secara efektif dan efesien berdasarkan kriteria tertentu. Dari pendapat dua ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa usaha atau upaya harus spesifik dan jelas, terukur artinya harus dapat diukur dengan menggunakan indikator yang tepat sehingga dapat melakukan peninjauan ulang, mengevaluasi pencapaiannya serta dapat melakukan tindakan-tindakan perbaikan yang seperlunya, harus dapat dicapai berdasarkan kemampuan yang dimiliki (achievable) sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan yaitu efektif dan efesien baik dari segi waktu dan anggaran.

Berdasarkan data penelitian yang dilakukan di enam (6) wilayah dari 45 responden menyatakan sebanyak 60% (28 orang) bahwa pengawasan orang asing oleh TIMPORA sudah optimal, sedangkan sisanya yaitu 40% (17 orang) responden menjawab belum optimal. Hasil wawancara dari beberapa responden yang menyatakan bahwa pengawasan terhadap orang asing masih ditemukan ego sektoral baik dari internal maupun instansi. Seperti yang disampaikan oleh sumber dari Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi bahwa pihak kementerian kesulitan untuk meminta data terkait perusahaan yang mempekerjakan WNA karena belum adanya data base (data yang terintegrasi) dari dinas tenaga kerja yang ada di tingkat provinsi maupun kabupaten/

19. FEMA, 1999, Developing Effective Standard Operating Procedures For Fire and EMS Departments FA- 97/December 1999

20. Kamus Bahasa Indonesia, W.J.S. Poerdwadarminto, 1997 hal.753

21. Winardi, 1999, Pengantar Manajemen Penjualan, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti hal. 363

(12)

kota, sehingga ketika ada pengaduan dari masyarakat terkait orang asing yang bekerja di suatu wilayah, kementerian tenaga kerja kesulitan untuk melakukan pengawasan dan pemantauan terhadap jumlah WNA dan kelengkapan dokumen. Hal senada juga diungkapkan oleh sumber dari sub bidang pengawasan orang asing Kesbangpol Kemendagri, yaitu adanya kesulitan untuk mendapatkan data terkait kegiatan orang asing di daerah yang menjadi ruang lingkup pemerintah daerah, sehingga pengawasan dan pemantauan sulit dilakukan dengan maksimal.

Data tersebut menggambarkan bahwa pengawasan kegiatan orang asing dalam wadah TIMPORA sudah berjalan dengan baik, namun belum optimal. Yang menjadi persoalan adalah tidak semua anggota yang dilibatkan dalam TIMPORA mempunyai tugas dan fungsi pengawasan orang asing, seperti dinas pariwisata, dinas pendidikan, dinas kependudukan dan catatan sipil dan lain sebagainya, sehingga dianggap merupakan tugas tambahan. Berdasarkan wawancara dari beberapa responden menyatakan bahwa pengawasan orang asing merupakan domain imigrasi. Pengawasan merupakan salah satu fungsi dalam manajemen suatu organisasi. Dimana memiliki arti suatu proses mengawasi dan mengevaluasi suatu kegiatan. Suatu pengawasan dikatakan penting karena tanpa adanya pengawasan yang baik tentunya akan menghasilkan tujuan yang kurang memuaskan, baik bagi organisasi itu sendiri maupun bagi para personilnya. Di dalam organisasi terdapat tipe-tipe pengawasan yang digunakan, seperti pengawasan pendahuluan (preliminary

control), pengawasan pada saat kerja

berlangsung (ocurrent control), pengawasan

feed back (feed back control). Agar suatu

kebijakan berjalan dengan baik dan optimal sesuai dengan tujuan yang ditetapkan, perlu dilakukan pengawasan terhadap seluruh tindakan baik pada tahap perencanaan maupun pelaksanaan. Melalui pengawasan tersebut dapat diketahui penyimpangan- penyimpangan yang terjadi secara dini.

Pengawasan juga berfungsi untuk mengidentifikasi berbagai faktor yang menghambat sebuah kegiatan, dan juga pengambilan tindakan koreksi yang diperlukan agar tujuan organisasi dapat tetap tercapai.23 Pasal 66 Undang-Undang Keimigrasian, menjelaskan unsur penting dalam pengawasan keimigrasian yaitu mengenai lalu-lintas keluar masuk dan tinggal dari dan dalam wilayah Negara Indonesia serta pengaturan berbagai mengenai pengawasan dalam rangka menjaga kedaulatan Negara. Pengaturan lalu-lintas keluar-masuk wilayah Indonesia ditetapkan harus melewati Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI), yaitu dipelabuhan laut, Bandar udara, atau tempat tertentu atau daratan lain yang ditetapkan Menteri Hukum dan HAM sebagai tempat masuk atau keluar wilayah Indonesia (entry

point). Pelanggaran atas ketentuan tersebut

merupakan tindakan yang dapat dikenai sanksi adminsitratif dan sanksi pidana.

Kegiatan pengawasan sangat diperlukan terutama untuk mengamati, mendeteksi, mencegah, dan menindak apabila orang asing tersebut melakukan pelanggaran izin tinggal atau melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan izin tinggal yang diberikan kepadanya selama berada di wilayah Indonesia. Pengawasan dilakukan bertujuan untuk mencegah terjadinya deviasi dalam operasional atau rencana, sehingga berbagai kegiatan operasional yang sedang berlangsung terlaksana dengan baik dalam arti bukan hanya sesuai rencana,

(13)

akan tetapi juga dengan tingkat efesiensi dan efektifitas yang setinggi mungkin.24 Kegiatan Pengawasan merupakan inti untuk mengadakan evaluasi dan penerapan tindakan korektif dalam mencapai sasaran hasil yang telah direncanakan atau rencana yang telah ditetapkan terlebih dahulu.25 Definisi pengawasan menurut prosedur tetap undang-undang keimigrasian dan dari dua pendapat ahli tersebut hampir sama yaitu bahwa dalam kontek pengawasan yang dilakukan oleh TIMPORA dimaksudkan untuk memastikan bahwa kegiatan orang asing tersebut hanya memberikan manfaat atau kontribusi yang positif baik bagi negara maupun masyarakat secara luas (selective

policy). Bahwa keberadaan dan kegiatan

orang asing yang diduga maupun patut diduga atau potensi negatif yang akan dihadapi dapat diantisipasi melalui kegiatan pengawasan dalam wadah TIMPORA. Para aparat penegak hukum dapat mengidentifikasi, mendeteksi, dan mengambil langkah tepat dalam rangka pengawasan yang lebih efektif dan untuk penegakan hukum itu sendiri. Baik dengan melakukan peningkatan atau merubah sistem tata cara pengawasan, namun tetap berlandaskan dengan hukum dan perundang-undangan yang berlaku.

Hasil penelitian terkait butir pertanyaan apakah TIMPORA mempunyai metode pengawasan terhadap kegiatan orang asing menunjukan bahwa dari 45 responden atau sebanyak 60% yang menyatakan ada metode pengawasan, 38% menjawab tidak ada metode pengawasan sedangkan sisanya 2% tidak menjawab. Dari mayoritas responden yang menjawab setuju bahwa TIMPORA sudah mempunyai metode pengawasan kegiatan orang asing adalah mayoritas responden berasal dari imigrasi, hal ini

dikarenakan imigrasi melaksanakan fungsi pengawasan terhadap kegiatan orang asing.

Undang-Undang Keimigrasian sudah mengatur secara rinci terkait metode pe- ngawasan orang asing, namun baru sebatas pengawasan administratif, sedang- kan pengawasan lapangan belum diatur secara rinci di dalam TIMPORA. Kegiatan pengawasan orang asing dilakukan semenjak orang asing tersebutmengajukanpermohonan Visa; masuk wilayah Indonesia; pemberian izin tinggal; berada dan melakukan kegiatan di wilayah Indonesia dan keluar wilayah Indonesia (pengawasan administratif). Imigrasi melakukan pengawasan di lapangan secara tertutup maupun terbuka.

a) Pengawasan tertutup dilakukan oleh petugas imigrasi secara tertutup (under cover) untuk: mengumpulkan bahan keterangan tentang keberadaan; ke- giatan subyek; kebenaran tentang diri subyek; kesaksian orang yang ada disekitar subyek; dan alat bukti yang mendukung adanya pelanggaran yang dilakukan subyek.

Pengumpulan bahan keterangan ini akan berjalan secara berkesinambungan baik tentang jenis pelanggaran, warga negara, maupun keterlibatannya dengan warga negara Indonesia.

b) Pengawasan secara terbuka, dibagi dalam :

1. Pengawasan (terbuka) secara mandiri Pengawasan ini dilakukan secara terbuka oleh Kantor Imigrasi dengan sasaran/subyek yang sudah jelas, alamat dan kegiatan serta alat bukti yang sudah dimiliki Imigrasi untuk melakukan operasi pengawasan terhadap orang asing dimaksud;

2. Pengawasan (terbuka) terkoordinasi terbatas

24. Siagian, Sondang P. 2005. Fungsi-fungsi Manajerial, Edisi Revisi. PT. Bumi Aksara: Jakarta.

25. Prosedur Tetap Imigrasi UU Keimigrasian Nomor 6 Tahun 2011 (Indonesia-Inggris). Cetakan ke II, Jakarta: Pustaka Yustisia, 2012, hal 71

(14)

Dalam hal ini pengawasan dilakukan bersama instansi terkait lain yang memiliki sasaran khusus, yakni: a) masalah kependudukan akan melibatkan Pemerintah Daerah dan Kepolisian; b) masalah ketenagakerjaan akan melibatkan Dinas Tenaga Kerja dan Kepolisian; c) mahasiswa akan melibatkan Dinas Pendikan dan Kepolisian; d) kesehatan akan melibatkan dinas Kesehatan dan Kepolisian.

3. Pengawasan (terbuka) koordinasi Pengawasan terhadap orang asing yang demikian dilakukan oleh Imigrasi sebagai leading sector dilakukan bersama instansi terkait. 4. Pengawasan dalam kendali wilayah

pengawasan terbuka maupun tertutup terhadap orang asing dilakukan oleh Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM baik operasi yang bersifat mandiri maupun koordinasi.

5. Pengawasan dalam kendali pusat Pengawasan terbuka maupun tertutup terhadap orang asing dilakukan dengan kendali pusat, baik secara mandiri maupun koordinasi.

Kegiatan orang asing yang ada di wilayah Indonesia juga perlu diawasi mengingat luasnya wilayah dan geografis Indonesia, banyaknya jalur tikus maupun wilayah perbatasan dengan negara tetangga baik laut maupun darat serta keterbatasan sumber daya manusia, khususnya keimigrasian tentunya menjadi kendala/permasalahan yang tidak mudah, untuk itu perlunya kerjasama dan koordinasi serta sinergitas antar instansi terkait untuk mengawasi keberadaan dan kegiatan orang asing dengan instansi terkait seperti Kepolisian, TNI, BNPT, kementerian

dalam negeri, kementerian perikanan dan kelautan dan sebagainya. Apabila ditinjau dari segi pelaksanaan pengawasan terhadap orang asing bersifat koordinasi antar instansi. Sebagaimana dimaksud Pasal 69 yakni: “Untuk melakukan pengawasan Ke- imigrasian terhadap kegiatan Orang Asing di Wilayah Indonesia, Menteri membentuk tim pengawasan Orang Asing yang anggotanya terdiri atas badan atau instansi pemerintah terkait, baik di pusat maupun di daerah. Kemudian dalam pelaksanaannya diatur di dalam PP Nomor 31 Tahun 2013, pengaturan secara koordinasi dengan instansi lain yang terkait dengan pengawasan orang lain pada Pasal 194, sedangkan pembentukan TIMPORA pusat hingga daerah diatur pada Pasal 195. Dari ketentuan undang- undang tersebut sudah jelas diatur terkait pengawasan terhadap orang asing, namun dalam praktiknya terkesan bahwa pengawasan orang asing merupakan domain imigrasi saja.

Pelaksanaan Mekanisme Kerja Tim Pengawasan Orang Asing

Mekanisme adalah suatu rangkaian kerja sebuah alat yang digunakan dalam menyelesaikan sebuah masalah yang berkaitan dengan proses kerja, tujuannya adalah untuk mencapai hasil yang maksimal serta mengurangi kegagalan. 26 Sedangkan Bagus27 mendefinisikan mekanisme sebagai interaksi bagian satu dengan bagian lainnya dalam suatu sistem secara keseluruhan untuk menghasilkan fungsi atau kegiatan sesuai dengan fungsinya. Dari kedua pengertian tentang mekanisme tersebut di atas, dalam kontek pengawasan orang asing terutama dalam hal kegiatan orang asing dalam wadah TIMPORA adalah adanya pembagian yang jelas terkait ruang lingkup tugas

masing-26. Moenir, H.A.S., 2001, Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia, Bumi Aksara, Jakarta.

(15)

masing anggota. Pengawasan terhadap lalu lintas manusia merupakan salah satu fungsi keimigrasian yang diemban dan menjadi bagian yang penting serta strategis dalam rangka meminimalisasikan dampak negatif dari kedatangan orang asing sejak masuk, berada, dan melakukan kegiatan di Indonesia hingga keluar wilayah Indonesia dan sekaligus mempunyai dampak positif dalam menciptakan kesinambungan pembangunan nasional.28

Grafik.2.2. Mekanisme Kerja Tim Pengawasan Orang Asing

Berdasarkan data penelitian yang diperoleh seperti yang terlihat pada grafik di atas dari responden terkait pelaksanaan mekanisme kerja pengawasan orang asing, ada delapan (8) butir pertanyaan yang diajukan kepada responden yaitu secara berurutan 75.56% (34 orang) dari 45 responden menjawab bahwa di dalam melaksanakan pengawasan terhadap kegiatan orang asing sudah dilakukan secara berjenjang dan melibatkan masyarakat, sedangkan sisanya yaitu 24.44% (11 orang) menyatakan bahwa TIMPORA belum melibatkan unsur masyarakat dan kurangnya peran serta perangkat desa/kelurahan. Informasi yang diperoleh berasal dari dari instansi yang memiliki keterkaitan dengan keberadaan orang asing di wilayahnya. Masyarakat dilibatkan karena mereka lebih mengetahui keadaan di daerahnya jadi sebagai informan

tentang keberadaan orang asing (informasi) melalui sosialiasi agar memberikan informasi secara langsung atau melalui aplikasi APOA, bila menemukan kegiatan orang asing yang mencurigakan.

Hingga saat ini TIMPORA sudah dibentuk di tingkat pusat hingga kecamatan yaitu mencapai 97%, pemerintah daerah yang juga merupakan anggota TIMPORA mempunyai alat/instrumen yang menjangkau sampai ke pelosok yaitu dari tingkat provinsi hingga RT/RW (529 kab/kota). Sebagai anggota TIMPORA Pemda dapat memainkan perannya secara maksimal dengan melibatkan peran serta/partisipasi, bagaimana mengedukasi masyarakat untuk terlibat di dalam pengawasan tentang keberadaan dan kegiatan orang asing d ilingkungan mereka, sehingga informasi mudah dipantau.29 Untuk memudahkan masyarakat/perorangan/instansi melaporkan atau memberikan informasi, Direktorat Jenderal Imigrasi juga sudah membangun sistem pelaporan orang asing secara online, tujuannya untuk memudahkan semua pihak untuk melaporkan keberadaan dan kegiatan orang asing tersebut agar mudah diakses yaitu http: apoa.imigrasi.go.id. Aplikasi Pelaporan Orang Asing (APOA) merupakan aplikasi yang telah di bangun oleh Direktorat Jenderal Imigrasi pada bulan Agustus 2015, dan sampai saat ini implementasi APOA ini terus ditingkatkan oleh seluruh Kantor Imigrasi di Indonesia, untuk memantau mengenai keberadaan Orang Asing di Wilayah Indonesia.

Sedangkan sasaran yang diwajibkan untuk melaporkan keberadaan orang asing melalui APOA ini adalah pengurus atau pemilik tempat penginapan dan apartemen yang dihuni oleh orang asing juga mess perusahaan yang terdapat orang asing yang menginap.

28. Agung Sampurno, Keimigrasian Di Wilayah Perbatasan, Jakarta : Direktorat Jenderal Imigrasi, 2007, hlm. iii

29. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 49 Tahun 2010

Berjenjang.. 0 Penyelesaian.. 0 Pengawasan.. 0 membuat.. 1 11 13 21 10 Tukar.. 0 34 32 24 34 38 tidak menjawab tidak Kewenangan.. Pengawasan.. 0 7 0 24 22 21 23 ya 0 20 40

(16)

Sampai saat ini jumlah tempat penginapan yang telah melaporkan keberadaan orang asing yang menginap melalui APOA ini di seluruh Indonesia adalah sebanyak 3.132 pelapor, dan diharapkan hal ini akan selalu meningkat seiring dengan banyaknya kegiatan sosialisasi yang dilakukan oleh Kantor Imigrasi seluruh Indonesia kepada pengurus atau pemilik tempat penginapan yang berada di wilayah kerja Kantor Imigrasi tersebut. Dalam melaksanakan pengawasan kegiatan yang dilakukan orang asing, TIMPORA sering menemukan pelanggaran yang dilakukan oleh WNA antara lain overstay, penyalahgunaan dokumen keimigrasian maupun dokumen terkait ketenagakerjaan, maupun tindak kriminal lainya. Bagaimana bila di dalam operasi gabungan/operasi khusus menemukan permasalahan dilapangan, siapakah yang mempunyai kewenangan untuk menyelesaikan maslah? Dari 45 responden 71.11% (32 orang) menyatakan bahwa tiap anggota TIMPORA mempunyai kewenangan di dalam penyelesaian masalah sedangkan 28.89% (13 orang) menjawab tidak, hanya pihak imigrasi yang mempunyai kewenangan untuk menyelesaikan per- masalahan. Bahwa bila terjadi pelanggaran yang dilakukan WNA maka kewenangan penyelesaian permasalahan didasarkan pada tingkat pelanggaran yang ada misal: melanggar ketentuan kependudukan maka yang menangani dinas kependudukan, masalah tenaga kerja maka ditangani oleh disnaker, pelanggaran kriminal maka yang mempunyai kewenangan adalah kepolisian yang semuanya akan berujung tindakan keimigrasian dan imigrasi.

Kedudukan masing-masing instansi terkait yang menjadi anggota TIMPORA juga dijelaskan dalam Permen 50 Tahun 2016 tentang TIMPORA, dimana semua anggota memiliki kedudukan yang sama, dan mempunyai tugas untuk memberikan saran dan rekomendasi serta pertimbangan

dalam kegiatan TIMPORA. Jika ditemukan adanya orang asing yang diduga melanggar maka penyelesaian kasusnya dapat diserahkan kepada instansi yang berwenang. Berdasarkan hal tersebut, TIMPORA

merupakan wadah bersama dalam

melakukan pengawasan orang asing, semua anggota mengawal apa yang menjadi tugas dan fungsi masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pengawasan terhadap orang asing merupakan tugas rutin, sebesar 53.33% (24 orang) menjawab tugas pengawasan merupakan tugas rutin sedangkan 46.67% (21orang) menjawab bahwa pengawasan orang asing bukan merupakan tugas rutin mereka. Tidak semua anggota TIMPORA mempunyai tusi untuk melakukan pengawasan orang asing, sehingga mereka hanya melakukan tugas pengawasan bila ada kegiatan pengawasan gabungan atau insidentil, TIMPORA juga merupakan wadah bersama antar anggota terkait keberadaan dan kegiatan orang asing di wilayah hukum masing-masing. Apakah koordinasi di dalam TIMPORA hanya merupakan tukar menukar informasi, dari 45 responden, sebesar 15.56% (7 orang) menjawab ya dan sebagian besar responden yaitu sebesar 84.44% (38 orang) menjawab bahwa TIMPORA tidak hanya merupakan wadah tukar menukar informasi namun juga melakukan operasi bersama dan juga melakukan pemeriksaan dan razia bersama di tempat-tempat yang menjadi kantong-kantong kegiatan orang asing. Para responden juga menyatakan bahwa pentingnya untuk dibangun suatu data base terkait orang asing, sehingga memudahkan untuk melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap kegiatan mereka.

Idealnya setiap struktur organisasi mempunyai standar baku terkait peran dan fungsi pengawasan, berdasarkan jawaban terkait pertanyaan apakah TIMPORA

(17)

membuat peta pengawasan sebanyak 75.56% (34 orang) menjawab ya, dan 22.22% (10 orang) menjawab tidak sedangkan sisanya tidak menjawab 2.22% (1 orang). Pasal 15 ayat (2) huruf (c) Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 50 Tahun 2016 menyebutkan bahwa tiap anggota TIMPORA dapat membuat peta pengawasan terhadap kegiatan orang asing. Dalam kontek ini hanya instansi yang memberikan ijin yang mengetahui kegiatan dan keberadaan orang asing di wilayah mereka, sehingga pemantauan dan pengawasan merupakan tugas instansi mereka. Sebagai contoh, pihak pemda yang lebih mengetahui keberadaan orang asing yang tinggal di apartemen di wilayah mereka, kemudian berdasarkan data yang diperoleh dari responden penelitian terkait mekanisme pengawasan orang asing apakah setiap anggota mempunyai kewenangan yang sama, sebanyak 46.67% (21 orang) menjawab ya sedangkan sisanya sebanyak 53.33% (24 orang) menjawab tidak. Kemudian butir pertanyaan terkait apakah setiap anggota dapat membuat atau melakukan pengawasan mandiri, sebanyak 51.11% (23 orang) menjawab ya dan sisanya sebanyak 48.89% (22 orang) menjawab tidak. Mayoritas responden yang menjawab

Bahwa TIMPORA dapat melakukan

pengawasan mandiri adalah responden dari

imigrasi karena mereka mempunyai tugas

dan fungsi pengawasan. Sedangkan responden yang menjawab bahwa mereka tidak dapat melaksanakan pengawasan mandiri, karena belum ada kesamaan gerak, perlu ada kesepakatan bersama, serta keterbatasan sumber daya manusia baik dari sisi kuantitas maupun kualitas. Pasal 15 ayat (2) huruf (f) Permemkumham Nomor 50 Tahun 2016, menyebutkan bahwa instansi anggota TIMPORA dapat menyusun rencana operasi gabungan yang bersifat khusus atau insidental termasuk rencana operasi mandiri. Ini dapat diartikan bahwa setiap anggota

mempunyai kemandirian untuk melakukan rencana pengawasan sesuai dengan kewenangan tiap anggota. (Permen ini baru ditetapkan pada tanggal 15 Desember 2016), namun setiap kegiatan dalam TIMPORA harus melaporkan kepada ketua tim yaitu Imigrasi (Kadiv Imigrasi, Kakanim) sebagai

leading sector.

Kendala-Kendala Yang Dihadapi Dalam Pengawasan Terhadap Orang Asing

Keberhasilan TIMPORA dalam

melaksanakan program kerja akan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain bagaimana pengetahuan aparatur yang rendah tentunya merupakan kendala dalam mengoptimalkan pelaksanaan kegiatan pengawasan terhadap orang asing. Kemampuan konseptual aparatur, serta pemahaman terhadap tugas dan fungsi akan mempengaruhi berhasil tidaknya pengawasan tersebut. Pembagian kerja yang jelas atau SOP juga menjadi kendala dalam suatu organisasi yang pada akhirnya akan memberikan peluang melemahnya koordinasi, sehingga efesiensi dan efektivitas tidak tercapai. Ego sektoral menjadi faktor penghambat dalam pencapaian tujuan organisasi, akan berakibat pada koordinasi yang tidak efektif dan optimal, untuk itu harus dikedepankan kepentingan pelaksanaan program. Tidak maksimalnya pemanfaatan informasi teknologi dan komunikasi juga akan mengganggu tercapainya pelaksanaan pengawasan orang asing dalam wadah TIMPORA, kemudian peraturan perundang- undangan, kelembagaan, ketatalaksanaan, sumber daya manusia serta bidang sarana dan prasarana merupakan faktor-faktor yang sangat mempengaruhi sukses tidaknya kegiatan pengawasan tersebut. Berikut ini kendala-kendala yang dihadapi dalam rangka pengawasan terhadap orang asing.

Koordinasi

Berdasarkan wawancara dengan be- berapa responden, belum optimalnya

(18)

koordinasi disebabkan oleh beberapa faktor yaitu masih adanya ego sektoral dari anggota TIMPORA yaitu mereka tidak mau sharing data terkait dengan keberadaan dan kegiatan orang asing dan sebagian anggota TIMPORA belum memahami tugas dan fungsi mereka, masih ada asumsi bahwa pengawasan orang asing adalah tugas imigrasi. Tentunya hal ini menjadi kendala dalam pelaksanaan kegiatan pengawasan. Hasil wawancara dengan responden yaitu Kasie Pengawasan orang asing di Kantor Imigrasi Klas II Depok, terkait operasi lapangan berkoordinasi dengan pemerintah daerah dalam hal ini satuan pamong praja untuk melakukan razia di suatu apartemen di wilayah hukum di Depok, setelah di TKP, ternyata apartemen tersebut tidak dihuni oleh warga negara asing. Koordinasi antar instansi masih menjadi kendala di dalam pelaksanaan di lapangan, hal senada juga disampaikan oleh Direktur Intelijen Dirjen Pajak, Kementerian Keuangan, beliau menyampaikan bahwa direktorat intelijen kesulitan dalam mendapatkan data dari direktorat Imigrasi menyangkut data orang asing yang memegang KITAS, ketentuan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan. Subjek pajak luar negeri adalah orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia dan orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari

dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan dan Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM sudah beberapa kali membuat kerjasama (MoU) terkait tukar menukar informasi terkait orang asing, namun dalam operasional masih ada kendala30 Hal yang sama juga disampaikan dari pihak Bea Cukai bahwa pihaknya kesulitan untuk mendapatkan data dari direktorat imigrasi terkait profiling data penumpang pesawat untuk dianalisis dan berfungsi untuk mengantisipasi tindak kriminal yang mungkin terjadi, seperti penyelundupan, narkoba, dokumen palsu, penyelundupan manusia dan sebagainya yang dilakukan oleh warga negara asing (WNA) yang akan masuk Indonesia.

Dari informasi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa koordinasi sudah berjalan baik, namun perlu ditingkatkan dengan melakukan penguatan-penguatan antara lain pemahaman tugas dan fungsi, pengetahuan aparatur, menghilangkan ego sektoral untuk tujuan yang lebih besar yaitu kepentingan nasional, komunikasi yang baik, pemanfaatan tehnologi informasi karena aspek-aspek tersebut akan mempengaruhi optimal atau tidaknya pengawasan terhadap orang asing. Fakta tersebut diatas menggambarkan masih ada permasalahan dalam tataran koordinasi antar instansi. TIMPORA merupakan wadah bersama dalam melakukan pengawasan orang asing, semua anggota TIMPORA mengawal apa yang menjadi tusi masing- masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku.

(19)

masing instansi yang menjadi anggota TIMPORA memiliki kedudukan 31 yang sama, dan mempunyai tugas untuk memberikan saran dan rekomendasi serta pertimbangan dalam kegiatan TIMPORA. Jika ditemukan adanya orang asing yang diduga me l ak uk an p e lan g ga ran maka penyelesaiannya kasusnya dapat diserahkan kepada instansi yang berwenang.

Koordinasi adalah proses pengintegrasi- an tujuan-tujuan dan kegiatan kegiatan pada satuan-satuan yang terpisah (departemen- departemen atau bidang bidang fungsional) pada suatu organisasi untuk mencapai tujuan secara efisien dan efektif.32 Koordinasi dibutuhkan karena faktanya bahwa semua organisasi sangat komplek dengan sistem yang beragam yang harus bekerja untuk meraih hasil yang diinginkan/diharapkan. Lebih lanjut Crowston mengatakan bahwa para pemangku kepentingan dalam organisasi dihadapkan dengan masalah koordinasi, masalah koordinasi adalah konsekuensi dari dependensi dalam organisasi yang membatasi efisiensi kinerja tugas. Stephen33 menjelaskan bahwa ada lima faktor yang menjadi penghambat optimal tidaknya suatu organisasi yaitu: tingkat pengetahuan aparatur yang rendah; belum adanya pembagian pengerjaan tugas tentang koordinasi di tingkat atasan dengan bawahan di dalam suatu organisasi; masih adanya ego sektoral; sistem teknologi informasi dan komunikasi yang belum efektif dan kurang memadai; landasan aturan belum sepenuhnya diaplikasikan dengan baik. Dari berbagai pendapat ahli tersebut diatas dapat diambil kesimpulan bahwa suatu organisasi dikatakan baik dan akan berjalan dengan optimal, bila ada pembagian tugas yang jelas, regulasi kebijakannya/peraturan perundang- undangan, kelembagaan, ketatalaksanaan,

sumber daya manusia serta bidang sarana dan prasarana. Agar pengawasan kegiatan orang asing optimal, mekanisme pengawasan terhadap orang asing harus disusun bersama dan setiap anggota mempunyai kedudukan yang setara, setiap instansi yang terkait membuat peta pengawasan dimana saja tempat-tempat yang dijadikan aktivitas orang asing tersebut. Secara periodik anggota TIMPORA berkoordinasi secara intensif, dengan cara rapat-rapat kemudian saling bertukar informasi, menentukan rencana operasi dan melakukan operasi lapangan bila dianggap perlu. Peran masyarakat perlu ditingkatkan hingga tingkat RT/ RW, dengan cara memberikan sosialisasi kepada masyarakat untuk selalu memantau dan mengawasi keberadaan dan kegiatan mereka kemudian melaporkan kepada pihak yang Saat ini, Direktorat Jenderal Imigrasi sedang menyusun konsep mengenai Standar Operationating Procedure (SOP) mengenai Tata Cara Rapat dalam rangka koordinasi TIMPORA serta pelaksanaan operasi gabungan TIMPORA itu sendiri. Diharapkan dengan adanya penyusunan SOP mengenai TIMPORA, pengaturan regulasi serta mekanisme mengenai TIMPORA yang selama ini masih belum banyak diatur diharapkan dapat dijadikan pedoman dalam pelaksanaan kegiatan TIMPORA sehingga dapat dioptimalisasikan dalam kegiatan pengawasan orang asing.

Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia masih menjadi kendala dalam pelaksanaan pengawasan, keterbatasan jumlah sumber daya manusia mempengaruhi pelaksanaan pengawasan terhadap orang asing. Dukungan kompetensi dan kualitas pegawai menjadi sangat penting agar pelaksanaan kegiatan pengawasan

31. Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 50 Tahun 2016 Tentang Pengawasan Orang Asing

32. Handoko, T. Hani. (2003). Manajemen Sumber Daya Manusia, Bandung : Salemba Empat. Hal 195

33. Stephen, Robbins P. 1994. Teori Organisasi Struktur, Desain dan Aplikasi, Terjemahan Juyuf Udaya, Edisi 3, Jakarta:

(20)

orang asing dapat berjalan dengan maksimal, namun anggota TIMPORA harus dibekali dengan keterampilan khusus yaitu keterampilan intelijen maupun keterampilan penyidikan hingga penyusunan Berita Acara Pemeriksaan (BAP).

Anggaran

Pengawasan yang dilakukan masih menggunakan anggaran (DIPA) kantor imigrasi sebagai leading sector. Anggaran di setiap TIMPORA tidak sama, sehingga kegiatan kerja pengawasan belum maksimal dan disesuaikan dengan anggaran yang ada. Untuk mengoptimalkan kegiatan pengawasan seringkali menggunakan anggaran instansi terkait yang mempunyai inisiatif melakukan pengawasan terhadap orang asing. Kegiatan ataupun program tidak akan berjalan dengan baik apabila tidak didukung dengan anggaran yang memadai.

PENUTUP

Kesimpulan

Pengaturan regulasi Pengawasan Orang Asing sudah berjalan dengan baik namun perlu ditingkatkan. Pemahaman anggota TIMPORA terhadap landasan hukum masih beragam, untuk itu perlu adanya penguatan komunikasi dan sosialisasi terhadap regulasi yang menjadi pelaksanaan pengawasan dan penegakan hukum terhadap orang asing. Regulasi yang menjadi dasar pembentukan TIMPORA sudah baik, hampir 97% sudah dibentuk diseluruh wilayah Indonesia, hanya saja juga perlu dipertimbangkan jika luas suatu wilayah tidak sebanding dengan jumlah

kantor imigrasi (leading sector) yang ada. Pengawasan orang asing merupakan bagian dari ketentuan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian dan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2013 tentang peraturan pelaksanaan Keimigrasian, yang memandang bahwa urusan orang asing lebih merupakan urusan kelengkapan dokumen atau administrasi keimigrasian. Kewenangan masih didominasi oleh pejabat imigrasi, instansi terkait sebatas memberikan masukan atau usulan terkait informasi orang asing.

Mekanisme pengawasan terhadap orang asing, saat ini sudah berjalan dengan baik namun perlu ditingkatkan, dari sudut sasaran, ada dua jenis pengawasan yaitu pengawasan terhadap kelengkapan dokumen sebagai obyek. Dan pengawasan terhadap keberadaan dan kegiatan sebagai obyek, sedangkan dari sudut metode, pengawasan juga di bagi dua, yaitu pengawasan administratif: memeriksa tentang kelengkapan dokumen keimigrasian,

kemudian, pengawasan lapangan:

melakukan pengecekan terhadap

keberadaan dan kegiatan Orang Asing di Indonesia. Dalam mekanisme pelaksanaan pengawasan TIMPORA belum ada konsep pengawasan, sehingga belum jelas apa yang harus dirinci di dalam ketentuan. Pengaturan pengawasan juga masih acak atau belum teragenda dengan baik. Pengawasan terhadap orang atau pengawasan administratif lebih terinci daripada pengawasan terkait keberadaan dan kegiatan orang asing. Keterlibatan instansi lain di dalam wadah TIMPORA baru sebatas pemberi masukan yang dikoordinasikan.

Dalam pelaksanaan pengawasan terhadap orang asing dalam wadah TIMPORA masih menemukan beberapa kendala antara lain, masih terbatasnya jumlah personil, minimnya kompetensi yang dimiliki oleh anggota TIMPORA/ sumber daya manusia kurang profesional sehingga

Referensi

Dokumen terkait

Penggunaan media sebagai alat komunikasi ini dimaksudkan selain untuk mengenalkan masyarakat Suku Bajo Wakatobi kepada dunia, juga untuk membantu Suku Bajo Wakatobi

Suatu proses adalah kegiatan atau kerja yang dilakukan oleh orang , mesin atau komputer dari hasil suatu arus data yang masuk ke dalam proses untuk dihasilkan arus data

Adanya globalisasi membuat negara berada di antara dua masalah, yaitu masalah loyalitas warga negaranya (nasionalisme) dan orientasi warga negara ke arah keterikatan

(2) Atas surat-surat obligasi yang telah terundi untuk dapat dilunaskan sebagaimana yang termaksud dalam ayat (1) dibayarkan harga nominal dikalikan dengan

ٌنڣٖناب ڥٖجاكڤس ڢمحٚلث غيڤناثلث غسٖٙمث يف )ب( ڣ ج‌ - نحبلث غنيع يه نحبلث ث٘ه ګف غنيعلث ـناك غسٖٙمث ڜماثلث لصفلث يف ث٘يملت. لصفلث يف ڗيعيف ، ڬٖجاكڤس

penanaman kebiasaan yang cenderung menjadi simtom gangguan obsesi kompulsi yang dilakukan oleh keluarga besar Ani membuat Ani terus melakukannya, bahkan Ani menjadi

Dengan adanya formula dari logika Fuzzy yang dibuat pada penelitian ini, maka informasi dalam menentukan layak atau tidaknya penggantian ban dapat diputuskan

Akibatnya Kecamatan tersebut akan sangat mempengarui tingkat daya dukung lahan dan akan berdampak pada swasembada pangan pada daerah tersebut dan tidak dapat memberikan