• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sikap mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta terhadap perilaku seksual homoseks - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Sikap mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta terhadap perilaku seksual homoseks - USD Repository"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

SIKAP MAHASISWA UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA TERHADAP PERILAKU SEKSUAL

HOMOSEKS

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh :

Paulina Alfania Kartikasari

NIM: 019114017

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

S K R I P S I

SIKAP MAHASISWA UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA TERHADAP PERILAKU SEKSUAL

HOMOSEKS

Oleh :

Paulina Alfania Kartikasari

NIM: 019114017

Telah disetujui oleh :

Pembimbing,

(3)

S K R I P S I

SIKAP MAHASISWA UNIVERSITAS SANATA DHARAM

YOGYAKARTA TERHADAP PERILAKU SEKSUAL

HOMOSEKS

Yang dipersiapkan dan ditulis oleh

Paulina Alfania Kartikasari

NIM: 019114017

Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji

pada tanggal 12 November 2007

dan dinyatakan memenuhi syarat

Susunan Panitia Penguji

Nama Lengkap Tanda tangan

Penguji 1 : Drs. H. Wahyudi, M.Si. ………

Penguji 2 : Sylvia Carolina M.Y.M., S. Psi, M.Si. ………

Penguji 3 : A. Tanti Arini, S.Psi, M.Si. ………

Yogyakarta, November 2007

Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

Dekan,

(4)

Ada Sesuatu Yang Indah

Saat kuberdiam....

Kurasa kedamaian

Kurasa sukacita

Kurasakan sesuatu yang tak bisa diungkapkan

Saat ku bernyanyi....

Ketenangan kudapatkan

Kekuatan baru kudapatkan

Kekuatan baru ku terima

Semangat ku mulai berapi-api

Saat kumendengarkan....

Ada kedasyatan yang luar biasa

Ada kemenangan yang luar biasa

Ada Keindahan yang kuraih

Saat ku membaca....

Hadirat-Nya kurasakan

Kuasa-Nya begitu nyata

Ingin rasanya mengenalkan pada mereka

Saat kumerenungkan....

Ada suatu kreatifitas yang keluar

Ada jalan keluar

Ada penyelesaian sesuatu yang tak terpikirkan

(5)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam

kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, Oktober 2007

(6)

ABSTRAK

Paulina Alfania Kartika Sari (2007). Sikap Mahasiswa Sanata Dharma

Yogyakarta terhadap perilaku seksual homoseks. Yogyakarta : Fakultas Psikologi.

Universitas Sanata Dharma.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Sikap Mahasiswa Sanata

Dharma Yogyakarta terhadap perilaku seksual homoseksual.

Sikap mahasiswa Sanata Darma terhadap perilaku seksual homoseks sebagai

variabel penelitian. Subyek dalam penelitian ini adalah 102 Mahasiswa Sanata

Darma Yogyakarta, yang diperoleh dengan menggunakan teknik purposive

sampling. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan satu macam skala

yaitu skala sikap. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode statistik deskriptif yang meliputi penyajian data melalui tabel, perhitungan

nilai maksimum, nilai minimum, mean empirik, mean teoritik, dan standar

deviasi.

Hasil analisis data menunjukkan bahwa Mahasiswa Sanata Dharma

Yogyakarta memiliki sikap yang negatif (tidak setuju) terhadap perilaku seksual

homoseks. Hal ini ditunjukkan dari dari hasil perbandingan yang menyatakan

(7)

ABSTRACT

Paulina Alfania Kartika Sari (2007). Sanata Dharma University Students

attitude to homosexual behavior. Faculty Psychology Sanata Dharma University.

The target of this research is to examine the attitude of Sanata Dharma

University Students to homosexual behavior. The research variable of this

research is Sanata Dharma University Students. The subject of this research is 102

Students of Sanata Dharma University that is obtained by using purposive

sampling technique. The data collected in this research uses attitude scale. The

analyzing method data that used in this reseach is descriptive statistical methods

covering data by the presentation of calculation table asses maximum, minimum

value, mean empiric, mean teoritic, and standard deviation.

The result of data analysis indicates that Sanata Dharma Students have

negative attitude (adverse opinion) to homosexual behavior. This matter is shown

by the comparison result expressing the mean empiric which is smaller than the

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kasih yang telah memberikan berkat

dan kekuatan sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Penulis

menyadari terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak.

Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. P. Eddy Suhartanto, S.Psi, M.Si selaku dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Drs. H. Wahyudi, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Sylvia Carolina M.Y.M M.Si. selaku dosen pembimbing akademik.

4. Dosen-dosen Fakultas Psikologi yang telah memberikan ilmu dan

pengetahuannya selama penulis menempuh studi di Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma.

5. Segenap staff Fakultas Psikologi, Mas Gandung, Pak Gie, Mbak

Nanik, Mas Muji dan Mas Doni, atas segala bantuan yang diberikan

untuk kelancaran studi penulis di Fakultas Psikologi.

6. Untuk Orangtuaku yang telah mendidik, membimbing, memberi

dukungan dan bantuan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi.

7. Adik-adikku tercinta, Betha dan Gamma yang telah membantuku

dalam menyelesaikan skripsi.

8. Keponakan-keponakanku tersayang, Geonk, Deron dan Titan yang

lucu-lucu dan menyenangkan, makasi ya dah menghiburku.

9. Sodara-sodaraku semuanya, mba Nina, mas Roni, dik Fika, Balita,

Atin, Putri, Brili, Tika, Lintang, Bulan dan Ajeng, makasi atas segala

dukungan yang diberikan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

10. My Lovely Dhany Apriyanto, yang selalu menemani dan selalu ada

bersamaku, makasi baget ya atas cinta, perhatian, kesabaran, dukungan

(9)

11. My best friends, The Lonchiez (Ita, Tyas, Vera, Anita, Mami, Cynthia,

dan Yayack) makasi ya...kalian sudah menjadi teman yang baik

untukku, mau mendengarkan curhatku, berbagi suka dan duka. Mizz u

prend.

12. Nina, Ida dan Yossi, makasi ya dah mau membantuku dalam

mengerjakan skripsi.

13. Untuk anjing kesayanganku, almarhum Poci (ciwawa) dan si nakal

Kresi. (Golden, Chow-chow dan Herder). Makasi ya, kalian dah mau

maen bareng ma aku. Luv u so.

14. Untuk adik angkatku Helga, makasi ya dah mau berbagi kesedihan dan

kebahagiaan bersamaku.

15. Untuk adik-adik angkatan Psikologi Sanata Dharma, makasi dah mau

membantuku dalam mengerjakan skripsi.

16. Teman-teman kuliah di Fakultas Psikologi Sanata Dharma, terima

kasih atas canda dan tawanya selama ini.

17. Untuk masa laluku, makasi ya karena kalian aku jadi tau apa arti hidup

yang harus bertahan dengan sekuat hati.

18. Pihak-pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu, yang telah ikut

membantu baik langsung maupun tidak langsung, tanpa bantuan kalian

skripsi ini tidak akan terselesaikan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena

memiliki berbagai keterbatasan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang

bersifat membangun sangat penulis harapkan.

Akhir kata, semoga skripsi ini berguna bagi kita semua.

Yogyakarta, Oktober 2007

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ………... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ………... xv

BAB I. PENDAHULUAN ………. ... 1

A. Latar Belakang Masalah ………... 1

B. Rumusan Masalah ……….... ... 6

C. Tujuan Penelitian ………. ... 6

D. Manfaat Penelitian ………... ... 6

BAB II. LANDASAN TEORI ... 7

A. Sikap ... 7

1. Definisi Sikap ... 7

(11)

a. Komponen kognitif ... 8

b. Komponen afektif ... 9

c. Komponen konatif ... 9

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap ... 10

a. Pengalaman pribadi ... 10

b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting ... 10

c. Pengaruh kebudayaan ... 11

d. Media massa ... 11

e. Lembaga pendidikan dan lembaga agama ... 11

f. Pengaruh faktor emosional ... 12

B. Perilaku Seksual ... 12

1. Pengertian Perilaku seksual ... 12

2. Tahap-tahap perilaku seksual ... 15

C. Homoseksual ... 17

1. Pengertian Homoseksual ... 17

2. Klasifikasi Homoseksual ... 20

3. Perbedaan Waria dan Homoseksual ... 25

D. Mahasiswa ... 26

E. Sikap Mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Terhadap Perilaku Seksual Homoseks ...29

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 31

A. Jenis Penelitian ... 31

(12)

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 32

1. Sikap ... 32

2. Perilaku Seksual ... 32

3. Homoseksual ... 32

4. Mahasiswa Universitas Sanata Dharma... 32

D. Subjek Penelitian ... 33

E. Prosedur ………. 33

F. Teknik Pengumpulan Data ... 34

G. Estimasi Validitas dan Reliabilitas ... 37

1. Validitas ... 37

2. Reliabilitas ... 37

H. Analisis Data ... 39

BAB IV. PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN ... 41

A. Persiapan Penelitian ... 41

1. Uji coba (try-out) alat ukur ………41

2. Analisis item ……… 42

B. Pelaksanaan Penelitian ... 42

C. Deskripsi Subjek Penelitian ... 43

D. Hasil Penelitian ……….. 43

E. Pembahasan Hasil Penelitian ... 45

BAB V. PENUTUP ... 49

A. Kesimpulan ... 49

(13)

DAFTAR PUSTAKA ... 52

LAMPIRAN ... 55

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel I. Spesifikasi Skala Sikap Mahasiswa Universitas Sanata Dharma

Yogyarta Terhadap Perilaku Seksual Homoseks...

Tabel II. Distribusi Item Sebelum Uji coba (try-out) ...

Tabel III. Blue Print Setelah Uji Coba ...

Tabel IV. Blue Print Penelitian ...

Tabel V. Gambara Subjek Penelitian ...

Tabel VI. Analisis Data Penelitian ...

Tabel VII. Hasil Analisis Umum dan Analisis Khusus ...

Tabel VIII. Hasil Analisis Teoritik dan Empirik Aspek Sikap (Kognitif)...

Tabel IX. Hasil Analisis Teoritik dan Empirik Aspek Sikap (Afektif) ...

Tabel X. Hasil Analisis Teoritik dan Empirik Aspek Sikap (Konatif) ...

Tabel XI. Hasil Analisis Teoritik dan Empirik

Tahapan Perilaku Seksual (Bergandengan) ...

Tabel XII. Hasil Analisis Teoritik dan Empirik

Tahapan Perilaku Seksual (Berpelukan) ...

Tabel XIII. Hasil Analisis Teoritik dan Empirik

Tahapan Perilaku Seksual (Berciuman) ...

Tabel XIV. Hasil Analisis Teoritik dan Empirik

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A. Try-out

1. Reliabilitas

2. Skala Ujicoba (try-out)

Lampiran B. Penelitian

1. Reliabilitas

2. Skala penelitian

3. Data Penelitian

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada masa sekarang ini masalah seksualitas dapat lebih terbuka untuk

dibicarakan. Banyak sekali literatur-literatur yang yang membahas tentang

seksualitas, bahkan informasi-informasi tentang seksualitas dapat diperoleh

dengan bebas dan cepat. Ini berarti masalah seksualitas cukup menarik

untuk dikaji bagi masyarakat luas. Terlebih lagi jika hal itu terjadi pada

individu yang berbeda dari individu lainnya, misalnya saja yang terjadi pada

homoseksual. Homoseks merupakan sesuatu yang unik sehingga biasanya

menarik untuk dibicarakan.

Homoseks menurut Kartini Kartono (1989) adalah ketertarikan seksual

kepada orang lain yang berjenis kelamin sama dengan dirinya sendiri

daripada kepada jenis kelamin yang berlawanan. Bagi perempuan disebut

lesbian dan bagi laki-laki disebut gay. Namun di Indonesia kata homoseks

oleh awam hanya dipakai untuk mengacu pada laki-laki homoseks. Antara

kaum homoseksual dan kaum waria memiliki suatu persamaan yaitu dalam

hal orientasi seksualnya. Mereka merupakan orang-orang yang tertarik

secara emosional maupun seksual kepada orang yang berjenis kelamin

sama. Namun dunia waria memiliki ciri khas yang membedakannya, dimana

(17)

secara psikis cenderung untuk menampilkan diri sebagai lawan jenis

(perempuan). Dengan sendirinya gejala ini menjadi sangat berbeda dengan

homoseksualitas yang semata-mata merujuk pada perilaku relasi seseorang

yang merasa tertarik dan mencintai orang lain dari jenis kelamin sama

(Manshur, dalam Wahyuningtyas, 2003). Dari segi jumlah homoseks antara

laki-laki dan perempuan, kaum gay lebih banyak ditemui daripada kaum

lesbian. Hal ini mungkin berkaitan dengan beberapa hal, misalnya

perempuan kurang ekspresif dalam seks dan cenderung tertutup, sementara

laki-laki dianggap lebih terbuka dan bebas (www.geocities.com).

Pandangan sosial budaya di Yogyakarta dan masyarakat Indonesia

umumnya masih menganggap perilaku homoseksual sebagai pola hidup dari

Negara Barat yang berusaha ditiru sekelompok kecil masyarakat

(www.kompas.com). Dalam seminar “Pemberdayaan Hak-hak Sosial Politik

bagi Masyarakat Homoseksual di Indonesia“, terungkap bahwa upaya

mengaktualisasikan kehidupan lesbian, gay, biseksual dan transjender

(LGBT) di Yogyakarta jauh lebih memprihatinkan ketimbang daerah lain,

menyusul peristiwa penyerbuan kegiatan mereka di kawasan wisata

Kaliurang Yogyakarta, 11 November silam (www.kompas.com).

Tindak kekerasan yang dilakukan sekelompok pria di Kaliurang tersebut

makin menguatkan stigma bahwa kalangan homoseksual tidak pantas diberi

ruang di tengah masyarakat. Hilarus Mero dari Perhimpunan Bantuan

Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (www.kompas.com) mengatakan,

(18)

dari minimnya perhatian Negara terhadap hak warga untuk hidup berbeda.

Belum ada satupun produk hukum yang secara gamblang mengakui hak

warga Negara untuk memilih homoseksual sebagai pilihan hidup. Selain itu

pernyataan yang juga turut mendukung yaitu pengakuan beberapa

mahasiswa di Yogyakarta yang mengatakan bahwa eksistensi mereka

sebagai kaum gay masih sering mendapat stigma dan perlakuan negatif dari

masyarakat, termasuk aparat hukum. Mereka makin bertambah was-was

seiring dengan masuknya ketentuan dalam RUU KUHP yang

mengkriminalisasi pelaku hidup bersama tanpa terikat perkawinan

(www.hukumonline.com).

Masyarakat Yogyakarta menganggap bahwa keberadaan orang-orang

yang memiliki orientasi homoseks merupakan kaum minoritas yang sering

kali diabaikan, dianggap tidak normal. Hilarus Mero juga mengatakan

bahwa semua kaum minoritas selalu sulit mendapatkan ruang gerak,

termasuk kaum homoseksual. Homoseks dianggap menyimpang dari norma

masyarakat, karena itu sangat sulit untuk mengakui orientasi yang dimiliki

(www.kompas.com). Berbagai pandangan dari masyarakat ini berkaitan erat

dengan bagaimana sikap mereka terhadap homoseksual. Seperti yang

dikemukakan oleh Thurstone dan Charles Osgood (dalam Azwar 1988)

yaitu bahwa sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap

seseorang terhadap objek adalah perasaan mendukung atau memihak

(favorable) ataupun perasaan tidak mendukung (unfavorable) objek tersebut

(19)

saling menunjang. Dalam bukunya (Azwar,1995) merumuskan komponen

tersebut sebagai komponen kognitif (kepercayaan), komponen afektif

(perasaan, emosional) dan komponen konatif (perilaku).

Keberadaan kaum homoseksual saat ini tentu saja tidak lepas dari

bagaimana sikap masyarakat terhadap mereka. Dengan adanya sikap yang

negatif (tidak mendukung/tidak setuju) terhadap keberadaan kaum

homoseksual dari masyarakat, maka dapat dimungkinkan bahwa masyarakat

juga tidak setuju terhadap perilaku seksual homoseks. Hal ini dapat

berpengaruh terhadap sikap mahasiswa terhadap perilaku seksual homoseks,

karena hampir 20 % penduduk produktifnya adalah pelajar dan terdapat 137

perguruan tinggi, maka Yogyakarta merupakan kota yang diwarnai

dinamika pelajar dan mahasiswa yang berasal dari berbagai daerah di

Indonesia (www.wikipedia.org).

Azwar (1998) mengatakan bahwa perilaku merupakan reaksi yang dapat

bersifat sederhana/kompleks. Masters dkk (1982:1986) melihat seksualitas

dari berbagai dimensi diantaranya dimensi biologis, dimensi psikososial dan

dimensi perilaku. Dimensi biologis memandang dari fungsi seksualitas

sebagai cara mendapatkan keturunan, hasrat seksual dan kepuasan seksual.

Dimensi psikososial menyatakan bahwa seksualitas melibatkan faktor

psikososial yaitu adanya emosi, pikiran dan kepribadian yang terlibat.

Seksualitas dari dimensi perilaku atau disebut perilaku seksual adalah hasil

(20)

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana

sikap mahasiswa Yogyakarta terhadap perilaku seksual homoseks, dimana

masyarakat Yogyakarta belum bisa menerima kaum homoseksual. Padahal

sejumlah daerah di luar Jawa justru mengakui keberadaan homoseks.

Misalnya di Sulawesi Selatan, kaum homoseks (orang Bugis biasa

menyebutnya bissu/calabay) mendapat posisi sebagai penasihat raja dan

sangat berkuasa dalam mengurusi banda pusaka (Oetomo, 2001).

Sebagaimana kita tahu bahwa mahasiswa adalah golongan pemuda

(18-30 tahun) yang secara resmi terdaftar pada salah satu Perguruan Tinggi dan

aktif dalam Perguruan Tinggi yang bersangkutan (Sarlito, dkk 1979),

sehingga berdasarkan usia, mereka dapat digolongkan pada usia dewasa

awal. Pada usia dewasa awal, seseorang sudah harus menyesuaikan diri

dengan kehidupan baru, mampu mencari jalannya sendiri, tidak dikuasai

oleh orang tua, mampu mengungkapkan perasaan-perasaannya dan mampu

menemukan kelompok sosial yang cocok (Hurlock, 1999). Dengan

demikian, mereka diharapkan dapat mengungkapkan sikap mereka sendiri

terhadap perilaku seksual homoseks, yang mungkin saja berbeda dari sikap

masyarakatnya.

Peneliti juga hanya membatasi pada kaum gay saja karena ditemukannya

perilaku yang berbeda-beda pada masing-masing orang dalam merespon

sesuatu termasuk didalamnya merespon terhadap stimulus yang sifatnya

erotik (Masters dkk, 1986), yang berarti bahwa antara laki-laki dan

(21)

termasuk juga stimulus yang bersifat erotik. Dalam hal ini berarti bahwa

kaum gay lebih dapat terbuka dalam mengungkapkan orientasi seksualnya

daripada kaum lesbian sehingga perilaku seksualnya akan lebih mudah

untuk diamati. Selain itu juga karena kaum gay lebih banyak ditemui

daripada kaum lesbian.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana sikap mahasiswa Sanata Dharma Yogyakarta terhadap

perilaku seksual homoseks?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana sikap mahasiswa

Sanata Dharma Yogyakarta terhadap perilaku seksual homoseks.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis:

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi

ilmu psikologi khususnya psikologi sosial.

2. Manfaat praktis:

a. Bagi mahasiswa dan masyarakat luas: dapat mengetahui sikap

mahasiswa Sanata Dharma Yogyakarta (penerimaan/penolakan)

terhadap perilaku seksual homoseksual.

b. Bagi homoseksual: dengan mengetahui adanya sikap

(menolak/menerima) dari mahasiswa, sehingga diharapkan kaum

homoseksual dapat menempatkan diri ketika akan melakukan

(22)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. SIKAP

1. Definisi Sikap

Sikap memiliki beberapa definisi yang berbeda-beda. Sikap

merupakan suatu kecenderungan seseorang untuk berperilaku atau

melakukan tindakan yang sesuai dengan pikiran dan perasaan orang

tersebut terhadap sesuatu hal tertentu. Individu tersebut akan bertindak

sesuai dengan apa yang diyakininya. Menurut Secord dan Backman

(dalam Azwar, 1988), sikap adalah keteraturan dalam hal perasaan

(afeksi), pemikiran (kognisi) dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang

terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya. Menurut Louis Thurstone

dan Charles Osgood (dalam Azwar, 1988), sikap adalah suatu bentuk

evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap objek adalah

perasaan mendukung atau memihak ataupun perasaan tidak mendukung

objek tersebut (Azwar, 1988).

Menurut Allport, sikap merupakan semacam kesiapan untuk

bereaksi terhadap sesuatu objek dengan cara-cara tertentu (dalam Azwar,

1988). Sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap objek

di lingkungan tertentu sebagai penghayatan terhadap objek tertentu

(Mar’at, 1981). Sikap terutama digambarkan sebagai kesiapan untuk selalu

(23)

menetap dan proses motivasional, emosional, perceptual dan kognitif

(Sears, 1994). Sikap negatif adalah kecenderungan untuk menjauhi,

membenci, menghindari ataupun tidak menyukai keberadaan suatu objek,

sedangkan sikap positif adalah memunculkan kecenderungan untuk

menyenangi, mendekati, menerima atau bahkan mengharapkan kehadiran

objek tertentu (Rukminto, 1994).

Sikap merupakan kemampuan internal yang berperanan sekali

dalam mengambil tindakan (Winkel, 1991). Sikap juga relatif stabil,

kecenderungan menetap untuk berpikir, merasakan dan bertindak dengan

jalan yang konsisten mengenai objek tertentu, peristiwa, orang-orang,

situasi atau konsep-konsep (Chaplin, 1985).

Dari definisi-definisi diatas, peneliti mengambil arti sikap yang

merupakan bentuk evaluasi atau reaksi perasaan, yaitu perasaan

mendukung atau memihak ataupun perasaan tidak mendukung dari objek

tersebut.

2. Komponen Sikap Dan Interaksinya

Dalam bukunya, Azwar (1995) menjelaskan bahwa ada tiga

komponen sikap, yaitu:

a. Komponen Kognitif

Komponen kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai apa

yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap. Kepercayaan datang

(24)

Berdasarkan apa yang telah dilihat itu kemudian terbentuk suatu ide

atau gagasan mengenai sifat dan karakteristik umum suatu objek. Sekali

kepercayaan ini terbentuk, maka ia akan menjadi dasar pengetahuan

seseorang untuk membuat harapan-harapan. Komponen kognitif

dipengaruhi oleh pengalaman pribadi seseorang, apa yang diceritakan

orang lain mengenai objek sikap, dan kebutuhan emosional dirinya

sendiri. Mann (dalam Azwar, 1995) menyebutkan bahwa komponen

kognitif berisi persepsi, kepercayaan dan stereotipe yang dimiliki

individu mengenai sesuatu.

b. Komponen Afektif

Komponen afektif menyangkut masalah emosional subjektif atau

perasaan yang dimiliki seseorang terhadap suatu objek sikap. Mar’at

(1981) menambahkan bahwa dalam komponen afektif terdapat evaluasi

negatif atau positif, berupa perasaan suka-tidak suka terhadap suatu

objek sikap. Komponen afektif ini berpengaruh besar dalam

pembentukan dan penghayatan sikap (Azwar, 1995).

c. Komponen Konatif atau Perilaku

Komponen mi menunjukkan perilaku atau kecenderungan

berperilaku dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang

dihadapinya. Kaitan ini didasari oleh asumsi bahwa kepercayaan dan

perasaan banyak mempengaruhi perilaku. Kecenderungan berperilaku

(25)

membentuk sikap individual. Sikap ini akan tercermin dalam bentuk

tendensi perilaku dengan cara tertentu terhadap objek.

Interaksi yang terjadi antara ketiga komponen mi bersifat selaras

dan konsisten, dalam arti apabila dihadapkan pada satu objek yang

sama, ketiga komponen itu harus menuju kearah sikap yang sama. Jika

ada salah satu di antara ketiga komponen sikap yang inkonsisten dengan

yang lain, maka akan terjadi ketidakselarasan yang akan menyebabkan

timbulnya mekanisme perubahan sikap sedemikian rupa sehingga

konsistensi itu tercapai kembali (Azwar, 1995). Sebagai contoh, ketika

A mempunyai anggapan bahwa B adalah orang yang jahat (komponen

kognitif), ia menjadi tidak menyukai B (komponen afektif) sehingga A

selalu menghindari pembicaraan dengan B (komponen konatif). Dalam

hal ini A mempunyai sikap negatif terhadap B. Tetapi ketika suatu saat

B menolong A di saat A benar-benar membutuhkan pertolongan, A

merasa senang dengan perlakuan B. Pada saat itulah terjadi

inkonsistensi pada komponen afektif. Maka secara alami akan terjadi

perubahan sikap untuk menyeimbangkan kembali inkonsistensi

tersebut. Pada akhimya A yang semula mempunyai sikap negatif

terhadap B bisa berubah menjadi positif.

3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Sikap

Dalam interaksi sosialnya, individu bereaksi membentuk pola sikap

tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya. Menurut

(26)

a. Pengalaman Pribadi

Pengalaman seseorang yang berkaitan dengan objek psikologis

akan membentuk suatu respon atau tanggapan. Tanggapan ini menjadi

salah satu dasar terbentuknya sikap. Middlebrook (1974)

mengemukakan bahwa jika tidak ada pengalaman pribadi sama sekali

dengan suatu objek psikologis, sikap yang terbentuk akan cenderung

negatif terhadap objek tersebut.

b. Pengaruh Orang Lain yang Dianggap Penting

Seseorang yang berarti khusus bagi individu, seseorang yang

diharapkan persetujuannya bagi tingkah laku dan pendapat individu,

atau seseorang yang tidak ingin dikecewakan, akan banyak

mempengaruhi pembentukan sikap individu tersebut terhadap sesuatu.

Orang yang biasanya dianggap penting bagi individu adalah orang tua,

orang yang status sosialnya lebih tinggi, teman sebaya, teman dekat,

guru, teman kerja, istri, atau suami, dan lain-lain.

Pada umumnya, individu cenderung memiliki sikap yang

konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting.

Kecenderungan ini dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan

keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap

penting tersebut.

c. Pengaruh Kebudayaan

Kebudayaan di mana individu hidup dan dibesarkan mempunyai

(27)

disadari, kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap individu

terhadap berbagai masalah. Kebudayaan membentuk pengalaman

individu yang mengikutinya.

d. Media Massa

Sebagai sarana penyampaian informasi, media massa seringkali

membawa pesan-pesan yang mengandung sugesti. Pesan-pesan sugestif

yang dibawa oleh informasi tersebut akan memberi dasar afektif dalam

menilai sesuatu sehingga terbentuklah arah sikap tertentu.

e. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama

Lembaga pendidikan serta lembaga agama mempunyai

pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan

dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman

akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan tidak

boleh dilakukan diperoleh dan ajaran-ajaran agama yang dianut.

f. Pengaruh Faktor Emosional

Kadang-kadang suatu sikap merupakan pemyataan yang didasari

oleh emosi yang berfungsi sebagai penyaluran frustrasi dan pengalihan

bentuk mekanisme pertahanan ego. Hal ini bisa bersifat sementara

maupun menetap. Sikap yang dipengaruhi faktor emosional biasanya

(28)

B. PERILAKU SEKSUAL

1. Pengertian Perilaku seksual

Perilaku merupakan reaksi yang dilakukan individu terhadap

stimulus yang diterimanya. Chaplin (1989) membagi perilaku menjadi 2

yaitu perilaku yang langsung dapat diamati/overt behavior dan perilaku

sebagai proses mental yang tidak langsung dapat diamati/covert

behavior. Perilaku yang dapat diamati, dicatat dan diukur secara

langsung meliputi apa yang dilakukan, dikatakan dan ditulisnya.

Perilaku yang tidak dapat diamati, dicatat dan diukur secara langsung

meliputi proses mental seperti perasaan, harapan, sikap, pikiran,

ingatan, motivasi, persepsi, kepercayaan, tanggapan yang ada diotak,

dan proses mental lainnya.

Morgan (1987), mengartikan perilaku seksual sebagai segala

sesuatu yang dapat dilakukan individu dan yang dapat diobservasi baik

secara langsung maupun tidak langsung. Morgan (1987), juga

menjelaskan bahwa perilaku itu dapat diukur dengan melihat apa yang

dilakukan seorang individu dan mendengarkan apa yang dikatakannya,

sehingga dapat dibuat suatu kesimpulan mengenai perasaan, sikap,

pemikiran dan proses mental yang melatarbelakangi dan yang sedang

terjadi.

Perilaku merupakan reaksi yang dilakukan individu terhadap

(29)

merupakan reaksi yang dapat bersifat sederhana dan kompleks. Artinya

stimulus yang sama belum tentu menimbulkan reaksi yang sama dan

sebaliknya reaksi yang sama belum tentu karena stimulus yang sama.

Sementara itu menurut Masters dkk (1986), seksualitas berasal dari

dimensi pribadi yang menunjukkan bagaimana seseorang merespon

sesuatu yang sifatnya erotis. Seksualitas adalah hal yang sangat unik

karena proses ini bersifat sangat pribadi. Masalah seksualitas selalu

menarik bagi manusia dari waktu ke waktu, terlihat dari tema

seksualitas yang selalu ada dalam sejarah dan literatur. Nilai-nilai dalam

seksualitas dipengaruhi oleh agama, filosofi, sistem sosial, dan pola

hidup manusia yang sangat kompleks.

Menurut Martono (dalam Hanani,1995), seksualitas merupakan

energi psikis atau kekuatan yang mendorong organisme untuk

melakukan sesuatu yang sifatnya seksual, baik untuk tujuan reproduksi

maupun tujuan lain. Sarwono (1994), menyatakan bahwa pengertian

seksualitas dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pengertian dalam arti

sempit dan dalam arti luas. Pengertian dalam arti sempit ialah bahwa

seksualitas berarti kelamin yang terdiri dari alat kelamin,

anggota-anggota tubuh dan ciri-ciri badaniah yang membedakan laki-laki dan

perempuan, kelenjar dan hormon kelamin, hubungan seksual, serta

pemakaian alat kontrasepsi. Pengertian dalam arti luas adalah bahwa

(30)

adanya perbedaan jenis kelamin, seperti perbedaan tingkah laku, atribut,

peran atau pekerjaan, dan hubungan laki-laki dan perempuan.

Master dkk (1982;1986), melihat seksualitas dari berbagai dimensi

diantaranya dimensi biologis, dimensi psikososial, dan dimensi

perilaku. Dimensi biologis memandang dari fungsi seksualitas sebagai

cara mendapatkan keturunan, hasrat seksual dan kepuasan seksual.

Dimensi psikososial menyatakan bahwa seksualitas melibatkan faktor

psikososial yaitu adanya emosi, pikiran, dan kepribadian yang terlibat.

Seksualitas dari dimensi perilaku atau disebut perilaku seksual adalah

hasil dari perpaduan dimensi biologis dan psikososial.

Kallen, dkk (1984), menyatakan bahwa perilaku seksual

merupakan salah satu perilaku sosial yang diatur melalui norma-norma

dan dipelajari melalui proses sosialisasi. Perilaku seksual dapat

ditujukan pada lawan atau sesama jenis dan bertujuan untuk

memperoleh kepuasan serta dipengaruhi oleh pola-pola belajar yang

diperoleh individu melalui proses belajar (Isriati, 1999). Lebih lanjut

dijelaskan oleh Faturochman (1990), bahwa perilaku seksual

sebenarnya perilaku yang wajar dalam arti sebagian besar manusia pada

akhirnya mengalami hal itu. Perilaku seksual melibatkan orang lain

berarti perilaku seksual merupakan perilaku sosial. Seperti perilaku

sosial yang lain, maka perilaku seks dalam kehidupan sosial diatur

(31)

seksual menyatakan bahwa hubungan seksual hanya bisa dilakukan

dalam lembaga perkawinan.

Sementara itu Sarwono (1994), menyatakan bahwa bentuk ekspresi

seksualitas diantaranya adalah masturbasi, percumbuan, dan hubungan

seksual. Sedangkan Master dkk (1982), berpendapat bahwa perilaku

seksual tidak hanya aktivitas seks saja seperti masturbasi, berciuman,

sampai bersenggama. Namun menyangkut berkencan, bercumbu dan

membaca bacaan porno. Objek seksual dalam hal ini bisa berupa orang

lain, orang dalam khayalan atau diri sendiri (Sarwono, 2002).

Stimulus-stimulus erotis tersebut muncul akibat dari dorongan seksual pada masa

remaja (Jersild, 1963).

Masters dkk (dalam Naryanti, 2001), secara garis besar melihat

perilaku seksual dalam dua bentuk, yaitu noncoital sex play (perilaku

seksual tanpa coitus/sanggama) dan coital sex play ( perilaku seksual

dengan coitus/sanggama). Banyak yang mendiskripsikan semua

aktivitas seksual sebelum melakukan intercouse disebut foreplay yang

artinya permulaan untuk melakukan intercouse. Terkadang aktivitas

yang menyerupai foreplay dilakukan sesudah melakukan intercouse

yang disebut afierplay. Bila hanya melakukan foreplay tanpa

dilanjutkan dengan intercouse maka disebut noncoital seks play.

Dari definisi-definisi yang telah disebutkan diatas, maka dapat

disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan perilaku seksual adalah

(32)

melibatkan dimensi biologis (sebagai hasrat seksual, kepuasan sosial)

dan dimensi psikososial (melibatkan emosi, pikiran dan kepribadian).

2. Tahap-tahap Perilaku Seksual

Master dkk (dalam Naryanti, 2001), membuat pengertian tahap-tahap

perilaku seksual sebagai berikut:

a. Memegang dan bergandengan tangan

Memegang dan bergandengan tangan adalah salah satu bentuk dari

sentuhan. Sentuhan adalah salah satu bentuk perilaku dan dapat berarti

beberapa hal. Menyentuh sebagai salah satu bentuk komunikasi,

contohnya memberi selamat, mengucapkan salam, dan lain-lain. Sentuhan

dapat berarti pula untuk mendapatkan kesenangan seksual. Tingkat yang

lebih tinggi lagi yaitu untuk memberikan rasa nyaman dan kepercayaan.

b. Berpelukan

Berpelukan adalah salah satu satu bentuk sentuhan fisik dimana

dua orang saling merapatkan tubuh yang dapat berarti simbol afeksi dan

dapat bersifat sangat sensual.

c. Berciuman

Berciuman adalah salah satu bentuk sentuhan yang dapat berarti

simbol afeksi dan dapat bersifat sangat sensual. Ciuman dapat berupa

ciuman ringan seperti cium kening, cium pipi, dan dapat berupa ciuman

(33)

d. Menyentuh dengan memberi stimulasi untuk kesenangan seksual

pada bagian tubuh yang peka, contohnya menyentuh payudara. Biasanya

dilakukan pria kepada wanita.

e. Memegang alat kelamin

Memberi stimulasi pada alat vital akan memberi kesenangan secara

seksual, sebab daerah genital adalah tempat yang sangat sensitif untuk

disentuh. Bila pasangan saling memegang alat kelamin kemudian memberi

stimulasi secara kontinyu, sering disebut saling memasturbasi.

f. Petting

Petting adalah kontak fisik antara pria dan wanita dalam usaha

menghasilkan kesenangan seksual tanpa coitus (tanpa masuknya penis ke

vagina). Ada pendapat bahwa petting dilakukan untuk membantu

mempersiapkan organ genital sebelum seseorang siap untuk melakukan

penetrasi (memasukkan penis ke vagina). Petting sering disebut hampir

melakukan hubungan seksual. Terdapat pendapat bahwa petting dilakukan

untuk mengekspresikan perilaku seksual, namun tetap menjaga

keperawanan.

g. Oral genital seksual

Oral genital seksual adalah perilaku seksual yang menekankan

pemberian stimulus genital oleh mulut. Pemberian stimulus genital oleh

mulut juga sering dilakukan sebelum orang melakukan coital seksual. Oral

genital seksual yaitu memberi stimulasi pada alat kelamin laki-laki dengan

(34)

alat kelamin wanita dengan mulut dan lidah disebut cunnilingus. Oral

genital seksual dapat berupa jilatan, hisapan, ciuman, dan gigitan.

h. Anal seksual

Anal seksual adalah perilaku seksual dengan penetrasi anus oleh

penis pria atau dengan benda lain. Pasangan dengan orientasi homoseksual

sering menggunakan metode ini untuk aktivitas seksualnya. Saat ini

terdapat pasangan heteroseksual yang mencoba anal seksual, tapi cara ini

tidak dianjurkan sebab rektum (anus) dapat menjadi luka.

Perilaku seksual homoseksual yang dimaksud disini adalah

perilaku yang langsung dapat diamati /overt behavior yaitu perilaku

bergandengan tangan, berpelukan, berciuman dan meraba organ seks.

C. HOMOSEKSUAL

1. Pengertian Homoseksual

Homoseks berasal dari bahasa Yunani "homo" yang berarti

manusia sejenis, bukan berasal dari bahasa bahasa latin "homo" yang

berarti lelaki. Batasan ini jelas menekankan pada kesamaan jenis dua

manusia yang terlibat dalam hubungan seksual (Hawkins, dalam

Thadeus, 2003).

Menurut Chaplin (1999), homoseksualitas ini bisa mencakup

segenap jajaran tingkah laku, dari seksualitas yang tampak jelas yaitu

masturbasi timbal balik, menjilat kemaluan wanita (cunniliction)

(35)

menggesek-gesekkannya dengan bibir serta lidah untuk membangkitkan orgasme

(fellatio), atau persenggaman dubur (anal intercourse) sampai pada

hasrat terhadap lawan jenis kelamin yang ditekan kuat-kuat.

Menurut Oetomo (2001), orang homoseks adalah orang yang

orientasi atau pilihan seks pokok atau dasarnya, entah diwujudkan atau

dilakukan ataupun tidak, diarahkan kepada sesama jenis kelaminnya.

Oetomo mengungkapkan bahwa seksualitas homoseksual adalah segala

sesuatu yang berkaitan dengan seks dalam diri seorang homoseksual

yang terdiri atas 3 aspek, yaitu:

1. Orientasi (arah atau sasaran) seksual:

Orientasi seksual disini menunjukkan arah atau sasaran

ketertarikan fisik dan emosi pada orang lain, apakah itu pada

sesama jenis kelamin atau lawan jenisnya atau kedua-duanya.

Orientasi seks merupakan bagian yang manunggal (integral) dan

tidak dapat diubah dari dalam diri. Oleh karena masyarakat

cenderung menekankan heteroseksualitas sebagai norma, maka

banyak orang berorientasi homoseks menolak, menyembunyikan

atau menekan orientasi seksualnya.

2. Identitas (jati diri atau konsep diri) seksual:

Identitas seksual berkaitan dengan bagaimana individu

mmandang dirinya dan menghadirkan dirinya pada orang lain.

(36)

Bagi orang yang beridentitas homoseks, hal ini dapat menyebabkan

kebingungan dan kecemasan pada individu homoseksual. Untuk

itulah, seorang homoseksual diminta untuk berani coming out atau

keluar dari identitas palsu atau semu.

3. Perilaku (perbuatan atau kegiatan) seksual:

Perilaku seksual adalah cara-cara untuk menyatakan atau

mengekspresikan diri secara seksual atau perbuatan dan kegiatan

seksual yang dilakukan.

Menurut Sukadana (dalam Oetomo, 2001), terdapat 2 hubungan

homo seksual, yang diwujudkan antar laki-laki yaitu:

1. Hubungan yang non-genital (tidak melibatkan alat kelamin).

Contoh: mengagumi orang sesama jenis, merasa dekat dengan orang

sesama jenis sehingga menggandeng tangan, memeluk, mencium

atau membelai-belai bagian-bagian tubuh yang bukan alat kelamin.

2. Hubungan yang genital (melibatkan alat kelamin).

a. Hubungan tanpa kontak langsung, seperti masturbasi dual.

b. Hubungan dengan kontak langsung, seperti masturbasi

mutual, koitus interfemoral (sela paha), dan koitus oral atau

anal.

Berdasarkan definisi-definisi diatas, homoseks dapat diartikan

sebagai seseorang yang merasa tertarik secara seksual terhadap orang

lain yang berjenis kelamin sama, yang diwujudkan dalam bentuk

(37)

2. Klasifikasi Homoseksual

Ada beberapa klasifikasi homoseksual yang dikemukakan oleh

beberapa tokoh, diantaranya oleh Tripp. Tripp (dalam Mayasari, 2001)

mengklasifikasikan homoseksual berdasarkan kualitas perilakunya

menjadi 2 (dua) macam, yaitu:

a. Homoseksual Eksklusif

Homoseksual eksklusif yaitu ketertarikan erotis seseorang hanya pada

sesama jenis, daya tarik lawan jenis tidak dapat memunculkan minat

seksual orang tersebut. Mereka biasanya baik secara terbuka maupun

tertutup mcngakui identitas seksual mereka adalah homoseksual.

b. Homoseksual Fakultif

Homoseksual fakultatif yaitu pada situasi-situasi yang tertentu perilaku

homoseksual dilakukan untuk menyalurkan dorongan seksualnva

karena tidak adanya pasangan lawan jenis. Identitas seksual yang diakui

dari orang-orang yang terrnasuk dalam kelompok ini biasanya adalah

heteroseksual.

c. Biseksual.

Biseksual yaitu orang yang dapat memperoleh kepuasan erotis baik:

dengan sesama jenis maupun dengan lawan jenis. Identitas seksual yang

diakui biasanya antara biseksual atau heteroseksual.

Coleman, dkk (1988) juga membagi homoseksual dalam beberapa

(38)

a. Blantant Homosexuals (homoseksual Tulen)

Blantant Homosexuals lebih dikenal dengan istilah stereotipi

homoseksual, karena jenis ini memenuhi gambaran stereotipik populer

tentang laki-laki yang keperempuanan (Coleman, dkk, dalam

Supratiknya, 1995) sehingga mempunyai ciri-ciri berbicara berdesis dan

ayunan tangan yang lemah gemulai sebagai karikatur kewanitaannya.

Kaum yang tergolong blantant homosexuals ialah (tranventif yaitu

individu-individu yang lebih senang memakai pakaian dan sering

berperilaku sebagai lawan jenis seksnya atau lebih sering disebut

dengan waria).

b. Desperate Homosexuals (HomoseksualMalu-Malu).

Desperate Homosexuals yaitu kaum Iaki-laki yang lebih senang

mendatangi tempat-tempat umum seperti toilet umum atau steambath

(tempat mandi uap); kelihatannya seperti untuk memenuhi dorongan

rangsangan dari homosexual behaviour, namun tidak berani

mengadakan hubungan pribadi untuk melakukan perilaku

homoseksualitasnva. selain itu mereka mengadakan komunikasi yang

dilakukan secara berbisik-bisik dan menutupi identitasnya.

c. Secret Homosexuals (Homoseksual Tersembunyi).

Kebanyakan anggota kelompok ini berasal dari lapisan sosial kelas

menengah dan memiliki status yang dirasa perlu dilindungi (Coleman,

dkk, dalam Supratiknya, 1995), sehingga mereka tetap mempertahankan

(39)

homoseksualitas yang mereka miliki. Kebanyakan dari mereka menikah

dan mengenakan cincin kawin agar tidak diketahui orientasi seksualnya

yang cenderung tertarik pada sesama jenis. Sebagian besar

tingkungannya tidak mengetahui bahwa ia hidup dalam 2 (dua) dunia.

Homoseksualitas mereka biasanya hanya diketahui oleh orang-orang

tertentu yang jumlahnya sangat terbatas, seperti sahabat-sahabat karib

dan kekasih mereka (Coleman, dkk, dalam Supratiknya, 1995).

d. Situasional Homosexuals (Homoseksual Situasional).

Situasional Homosexuals adalah individu yang melakukan kegiatan

homoseksual akibat situasi saat itu yang dapat mendorong orang

mempraktikkan homoseksualitas tanpa disertai komitmen yang

mendalam (Coleman, dkk, dalam Supratiknya, 1995), seperti di penjara,

medan perang, atau tempat-tempat isolasi. Akibatnya, setelah mereka

lepas dari situasi tersebut, biasanya mereka akan kembali menjadi

heteroseksual.

e. Bisexuals (Biseksual).

Bisexuals yaitu individu yang dapat mengadakan hubungan

homoseksual dan heteroseksual sekaligus selama periode

kehidupannnya. Individu yang termasuk kategori ini adalah desperate

homosexuals, walaupun individu tersebut telah menikah.

f. Adjusted Homosexuals (Homoseksual Mapan).

Golongan ini dapat menerima keadaan dirinya (homoseksualitasnya),

(40)

jawab, memenuhi aturan sosial, dan membentuk atau mengikatkan diri

dengan komunitas homoseksual setempat.

Bell dan Weinberg (dalam Mayasari, 2001) mengklasifikasikan

homoseksual berdasarkan tipe hubungan yang dilakukannya menjadi 5

(lima) tipe, yaitu:

a. Close Coupled.

Close Coupled merupakan sebuah relasi antara dua orang

homoseksual yang terikat oleh sebuah komitmen seperti halnya

sebuah perkawinan dalam dunia heteroseksual.

b. Open Coupled.

Open Coupled merupakan sebuah bentuk hubungan antara dua

orang homoseksual yang terikat oleh sebuah komitmen tetapi

memungkinkan terjadinya hubungan lain di luar komitmen

tersebut, namun tipe hubungan ini seringkali mengalami banyak

permasalahan, misalnya kecemburuan.

c. Functional.

Functional adalah seorang homoseksual yang tidak terikat suatu

komitmen dengan seseorang tetapi memiliki pasangan seksual yang

cukup banyak.

d. Dysfunctional.

Dysfunctional adalah seorang homoseksual yang tidak memiliki

pasangan yang tetap dan memiliki banyak pasangan seksual, tetapi

(41)

e. Asexual.

Asexual adalah seorang homoseksual yang kurang memiliki

keinginan untuk mencari pasangan, baik pasangan tetap maupun

pasangan seksual.

Dari segi psikiatri (dalam Sukadana, 1987), ada 2 (dua) macam

homoseksual, yaitu:

a. Homoseksual Ego Sintonik (sinkron dengan egonya).

Seorang homoseks ego sintonik adalah seorang homoseks

yang tidak merasa terganggu oleh orientasi seksualnya, tidak ada

konflik bawah sadar yang ditimbulkan, serta tidak ada desakan,

dorongan, atau keinginan untuk mengubah orientasinya. Dengan

kata lain, kaum homoseks ini sangat menerima keadaan dirinya dan

hidup dengan senang sebagai homoseksual.

b. Homoseksual Ego Distonik (tidak sinkron dengan egonya).

Kaum homoseks ini tidak bisa menerima keadaan dirinya

atau merasa dirinya tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku

dalam masyarakat, sehingga mereka terus-menerus berada dalam

keadaan konflik batin selama hidupnya. Seorang homoseks ego

distonik adalah homoseks yang mengeluh dan merasa terganggu

dengan konflik psikis. la sedikit sekali terangsang dengan lawan

jenisnya atau bahkan tidak sama sekali dan ini menyebabkan

hambatan untuk mcmulai dan mempertahankan hubungan

(42)

ia menyatakan dorongan homoseksualnya menyebabkan ia merasa

tidak disukai, cemas, dan sedih. Konflik psikis tersebut

menyebabkan perasaan bersalah, kesepian, malu, cemas, dan

depresi. Oleh karenanya, homoseksual macam ini dianggap

gangguan psikoseksual.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis/klasifikasi

dari homoseksual yang tergolong dalam homoseksual mapan

(Coleman, 1988) yang dapat menerima keadaan dirinya, dapat

memenuhi aturan sosial, dan dapat membentuk/mengikatkan diri

dengan komunitas homoseksual setempat. Tidak termasuk

didalamnya golongan biseksual, karena biseksual mempunyai

ketertarikan pada laki-laki dan perempuan, sedangkan homoseks

dalam penelitian ini hanya mengambil ketertarikan pada sesama

jenis saja, khususnya laki-laki.

3. Perbedaan Waria dan Homoseksual

Secara umum, waria memiliki ciri khas yang membedakannya

dengan homoseksual, dimana secara fisik jenis kelamin mereka normal

(dalam hal ini laki-laki), namun secara psikis cenderung untuk

menampilkan diri sebagai lawan jenis (perempuan). Berbeda dengan

homoseksual yang semata-mata merujuk pada perilaku relasi seseorang

yang merasa tertarik dan mencintai orang lain dari jenis kelamin yang

(43)

Kaum waria merupakan laki-laki yang bersifat, bertingkah laku,

serta berperasaan seperti wanita (www.forum.literatica.com), karena

dirinya merasa terjebak (terperangkap) di dalam tubuh yang salah

dalam gender yang sebenarnya dan mereka memperoleh kesenangan

dengan memainkan peran sosial lawan jenisnya, sehingga secara fisik

mereka berusaha mengadakan perubahan sesuai dengan karakteristik

khas perempuan seperti bentuk tubuh yang sintal dan suara yang lembut

(Supraktiknya, 1995).

Sedangkan pria homoseksual manyadari bahwa dirinya laki-laki,

tapi tertarik pada sesama jenis. Karena menyadari dirinya seorang

laki-laki, maka seorang homoseksual pria bisa jadi berpenampilan sangat

maskulin (www.kompas.com). Seorang homoseks tidak merasa perlu

berpenampilan dengan memakai pakaian wanita karena ia memang

tidak menganggap dirinya sebagai seorang wanita.

D. MAHASISWA

Mahasiswa adalah sebutan bagi mereka yang menjalankan studi di

perguruan tinggi. Direktorat Kemahasiswaan Ditjen Perguruan tinggi dan

Departemen P dan K (dalam Sarlito Wirawan Sarwono dan kawan-kawan

1979) mendefinisikan mahasiswa sebagai golongan pemuda (umur 18-30

tahun) yang secara resmi terdaftar pada salah satu perguruan tinggi dan

aktif dalam perguruan tinggi yang bersangkutan. Sehingga mahasiswa

(44)

berusia 18-30 tahun yang secara resmi terdaftar pada Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta dan aktif dalam Universitas Sanata Dharma. Menurut

Hurlock (1999), batasan umur dewasa awal adalah 18-40 tahun, dengan

demikian, mahasiswa dapat digolongkan pada usia dewasa awal. Dimana

ciri-ciri masa dewasa awal adalah

1. Masa dewasa awal sebagai “Masa pengaturan”

Hari-hari kebebasan telah berakhir dan saatnya tiba untuk

menerima tanggung jawab sebagai orang dewasa.

2. Masa dewasa awal sebagai “Usia Reproduktif”

Menjadi orang tua merupakan salah satu peran yang paling penting

dalam hidup orang dewasa.

3. Masa dewasa awal sebagai “Masa Bermasalah”

Mereka sudah dapat membeikan suaranya, memiliki harta benda,

kawin tanpa persetujuan orang tua, namun kebebasan baru ini

menimbulkan masalah-masalah yang berhubungan dengan

penyesuaian diri dalam berbagai aspek kehidupan orang dewasa.

4. Masa dewasa awal Masa Ketegangan Emosional

Emosi yang menggelora merupakan ciri tahun-tahun awal. Ketika

mereka melihat dunia dari menara gading mereka tidak menyukai

apa yang mereka lihat dan ingin mengubahnya.

5. Masa dewasa awal sebagai Masa Keterasingan Sosial

Keterlibatan dalam kegiatan kelompok diluar rumah akan terus

(45)

6. Masa dewasa awal sebagai Masa Komitmen

Sebagai orang dewasa yang mandiri, maka mereka harus dapat

menentukan pola hidup baru, memikul tanggung jawab baru dan

membuat komitmen-komitmen baru.

7. Masa dewasa awal Sering Merupakan Masa Ketergantungan.

Meskipun telah resmi mencapai status dewasa pada usia 18 tahun,

banyak orang muda yang masih agak tergantung pada orang lain

selama jangka waktu yang berbeda-beda. Ketergantungan ini

misalnya pada orang tua yang membiayai pendidikan mereka.

8. Masa dewasa awal sebagai Masa Perubahan Nilai

Banyak nilai masa kanak-kanak dan remaja berubah karena

pengalaman dan hubungan sosial yang lebih luas dengan

orang-orang yang berbeda usia. Alasan yang menyebabkan perubahan

nilai pada masa dewasa awal karena:

a. Jika orang muda dewasa ingin diterima oleh anggota–

anggota kelompok orang dewasa, mereka harus menerima

nilai-nilai kelompok ini.

b. Kebanyakan kelompok sosial berpedoman pada nilai-nilai

konvensional dalam hal keyakinan dan perilaku.

9. Masa dewasa awal sebagai Masa Penyesuaian diri dengan Cara

(46)

Dalam masa dewasa ini gaya-gaya hidup baru paling menonjol di

bidang perkawinan dan peran orang tua. Perkawinan sesudah

kehamilan tidak dianggap hal yang perludirahasiakan seperti dulu.

10.Masa dewasa awal sebagai Masa Kreatif

Orang muda banyak yang bangga karena lain dari yang umum.

Bentuk kreatifitas tergantung pada minat dan kemampuan

individual, kesempatan untuk mewujudkan keinginan dan kegiatan

yang memberikan kepuasan sebesar-besarnya.

Bradbury (1975) menyatakan bahwa sejak usia 20 tahun sampai

pada usia 30-an, orang menemukan diri mereka dalam suatu dunia baru.

Mereka kini bebas. Orang tua tidak lagi menguasai mereka. Masyarakat

menerima mereka sebagai anggota penuh dan sebaliknya memberi mereka

kesempatan untuk menyumbangkan sesuatu kepada masyarakat. Namun,

justru karena kesempatan mereka begitu besar, kaum dewasa awal

menghadapi tanggung jawab yang sama besarnya, yaitu mereka harus

menentukan pola hidup mereka sendiri.

Tugas perkembangan lainnya dari masa dewasa awal adalah

menemukan kelompok sosial yang cocok (Hurlock. 1999). Dalam

menyesuaikan diri dengan kelompok-kelompok sosial yang dimasukinya,

orang dewasa awal perlu bersikap terbuka dan mampu mengungkapkan

perasaan-perasaan, kebutuhankebutuhan, dan ide-idenya pada orang lain

agar orang lain dapat mengerti dan memahami keinginan, perasaaan dan

(47)

menyesuaikan diri dengan kelompok-kelompok sosial tersebut. Selain itu

juga pada masalah agama, biasanya sesudah orang menjadi dewasa, ia

telah dapat mengatasi keragu-raguan di bidang kepercayaan atau

agamanya, yang mengganggunya apa waktu ia masih remaja. Setelah

menjadi dewasa ia biasanya sudah mempunyai suatu pandangan hidup,

yang didasarkan pada agama, yang memberikan kepuasan baginya

(Hurlock, 1999).

Oleh karena itu, mahasiswa Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta diharapkan dapat mengungkapkan sikap mereka secara

terbuka terhadap perilaku seksual yang terjadi pada homoseksual, karena

seperti yang sudah dijelaskan diatas, bahwa pada usia dewasa awal,

mereka sudah harus menyesuaikan diri dengan kehidupan baru, mampu

mencari jalannya sendiri, tidak dikuasai oleh orang tua, mampu

mengungkapkan perasaan-perasaannya, serta mampu menemukan

kelompok sosial yang cocok.

E. SIKAP MAHASISWA UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA TERHADAP PERILAKU SEKSUAL HOMOSEKS

Sikap mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta terhadap

perilaku seksual homoseksual yang dimaksud disini adalah bagaimana

sikap mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, apakah

mendukung atau tidak mendukung terhadap perilaku seksual homoseks.

(48)

mendukung/memihak/setuju terhadap perilaku seksual. Sedangkan jika

mempunyai sikap yang negatif yaitu tidak mendukung/tidak

memihak/tidak setuju terhadap perilaku seksual homoseks, karena pada

seminar “Pemberdayaan Hak-hak Sosial Politik bagi Masyarakat

Homoseksual di Indonesia”, mengatakan bahwa masyarakat Yogyakarta

belum bisa menerima kehidupan homoseksual (www.kompas.com).

Mereka dianggap tidak normal, menyimpang dari norma yang ada. Hal ini

diperkuat dengan adanya tindak kekerasan terhadap kaum homoseks yang

terjadi di kawasan wisata Kaliurang Yogyakarta pada tanggal 11

November 2000 (www.kompas.com). Selain itu juga karena adanya

pengakuan beberapa mahasiswa di Yogyakarta yang mengatakan bahwa

eksistensi mereka sebagai seorang gay masih sering mendapat stigma dan

perlakuan negatif dari masyarakat, termasuk aparat hukum. Mereka makin

bertambah was-was seiring dengan masuknya ketentuan dalam RUU

KUHP yang mengkriminalisasi pelaku hidup bersama tanpa terikat

perkawinan (www.hukumonline.com).

Karena kaum homoseksual belum bisa diterima oleh masyarakat

Yogyakarta, maka peneliti tertarik untuk melihat bagaimana sikap

mahasiswa Yogyakarta terhadap perilaku seksual yang dilakukan oleh

(49)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.

Jenis Penelitian

Jenis penelitian mi adalah penelitian deskriptif. Penelitian

deskriptif adalah peneitian yang dilakukan untuk mendeskripsikan atau

memberi gambaran terhadap obyek yang diteliti melalui data sampel atau

populasi sebagaimana adanya, tanpa melakukan analisis dan membuat

kesimpulan yang berlaku umum (Sugiyono, 1999).

Berdasarkan pada teori diatas, maka penelitian ini menggunakan

data kuantitatif mengenai variabel yang diperoleh melalui analisis skor

jawaban subyek pada kuisioner yang digunakan sebagaimana mestinya.

Hal ini bertujuan untuk mengetahui dan menggambarkan sikap mahasiswa

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta terhadap perilaku seksual

homoseks, tanpa membuat kesimpulan yang berlaku secara umum di luar

subyek penelitian.

B.

Identifikasi Variabel Penelitian

Pada penelitian ini yang menjadi variabel penelitian adalah sikap

mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta terhadap perilaku

(50)

C.

Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Sikap

Sikap adalah suatu bentuk kecenderungan keteraturan pemikiran

(kognisi), tindakan (konasi) dan evaluasi/reaksi perasaan (afeksi)

mendukung atau memihak ataupun perasaan tidak

mendukung/tidak memihak terhadap suatu objek.

2. Perilaku seksual

Perilaku seksual adalah reaksi seseorang terhadap suatu stimulus

yang bersifat erotis yang melibatkan dimensi biologis (sebagai

hasrat seksual, kepuasan seksual) dan dimensi psikososial

(melibatkan emosi, pikiran dan kepribadian). Dalam penelitian ini

diambil perilaku yang bisa diamati/overt behavior. Tahap-tahap

perilaku seksual:

a. Bergandengan tangan

b. Berpelukan

c. Berciuman

d. Meraba organ seks

3. Homoseks

Homoseks adalah seseorang yang tertarik secara seksual terhadap

orang lain yang berjenis kelamin sama dengan dirinya.

4. Mahasiswa Universita Sanata Dharma

Mahasiswa Universitas Sanata Dharma dapat diartikan sebagai

(51)

terdaftar pada Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan aktif

dalam Universitas Sanata Dharma

D.

Subjek Penelitian

Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa

Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Sampel

penelitian diambil secara purposive sampling dipilih berdasarkan ciri-ciri

yang telah ditentukan yaitu:

- Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta

- Berusia 18-30 tahun

Adapun alasan penelitian kelompok subjek ini karena mahasiswa

Psikologi Sanata Dharma mengerti tentang arti sikap dari segi psikologis

dan mengerti tentang arti homoseksual. Selain itu juga dikarenakan

peneliti merupakan mahasiswa Fakultas Psikologi Sanata Dharma

Yogyakarta sehingga memudahkan untuk pengambilan sampel.

E.

Prosedur

Prosedur/langkah-langkah yang diambil dalam penelitian ini adalah:

1. Membuat skala sikap dengan metode rating yang dijumlahkan

(summated rating)

2. Melakukan uji kesahihan butir dan reliabilitas skala untuk

(52)

3. Menentukan subjek penelitian yang sesuai dengan kriteria dan

kemudian mengukur sikap mahasiswa Yogyakarta dengan cara

subjek mengisi skala yang telah diuji kesahihannya dan

reliabelannya.

4. Menganalisis data yang masuk dengan uji statistik deskriptif

(penyajian data melalui tabel, perhitungan nilai maksimum, nilai

minimum, mean teoritis, mean empiris dan standar deviasi serta

perhitungan prosentase) untuk melihat sikap mahasiswa

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta terhadap perilaku seksual

homoseks.

5. Membuat kesimpulan berdasarkan analisis tersebut.

F.

Teknik Pengumpulan Data

1. Data dalam penelitian ini adalah dengan cara pengisian skala.

Menurut Kerlinger (1983), skala adalah

kesimpulan/lambang/simbol yang disusun dengan cara tertentu

sehingga simbol/angka itu dengan cara tertentu dapat diberikan

kepada individu. Skala yang akan diberikan kepada subjek adalah

skala sikap, berdasarkan indikator-indikator sikap dan perilaku

seksual homoseks. Metode penyusunan skala yang digunakan

adalah Summated Rating dengan menggunakan skala Likert,

dimana skala terdiri dari item-item yang bersifat favorable dan

(53)

disediakan. Dalam jawaban ini ditiadakan jawaban tengah yaitu

ragu-ragu. Hal ini menurut Hadi (1990) didasarkan pada 3 alasan:

- Kategori undedicated yaitu mengarti ganda bisa

diartikan belum memutuskan atau memberi jawaban

(menurut konsep asli), bisa juga diartika netral

dikatakan setuju tidak, tidak setujupun tidak, atau

bahkan ragu-ragu.

- Tersedianya jawaban yang ditengah itu

menimbulkan kecenderungan menjawab tengah

(central tendency effect) terutama bagi mereka yang

ragu-ragu atas arah kecenderungan jawabannya,

kearah setuju atau tidak setuju.

- Maksud kategorisasi jawaban SS-S-TS-STS adalah

terutama untuk melihat kecenderungan pendapat

responden, kearah setuju atau tidak setuju. Jika

disediakan jawaban tengah akan banyak kehilangan

data penelitian sehingga mengurangi banyaknya

informasi yang dapat dijaring dari responden.

Kategorisasi respon yang disiapkan yaitu: Sangat Setuju (SS),

Setuju (S), Tidak Detuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS), dimana

masing-masing pilihan mencerminkan sikap yang ingin diungkap.

Item yang favorable merupakan item yang mengindikasikan sikap

(54)

3, TS diberi skor 2, STS diberi skor 1. Sedangkan item unfavorable

merupakan item yang mengindikasikan sikap negatif (tidak setuju)

dengan uraian SS diberi skor 1, S diberi skor 2, TS diberi skor 3,

STS diberi skor 4. Skala ini terdiri dari 72 item sebelum

diujicobakan. Aspek-aspek yang digunakan dalam menyusun skala

ini adalah:

Aspek-aspek sikap:

a. Kognitif

b. Afektif

c. Konatif

Aspek-aspek perilaku seksual:

a. Bergandengan tangan

b. Berpelukan

c. Berciuman

(55)

Tabel I

Spesifikasi Skala Sikap Mahasiswa Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta Terhadap Perilaku Seksual Homoseks (sebelum

Ujicoba)

PERILAKU SEKSUAL BERGANDENGAN

TANGAN BERPELUKAN BERCIUMAN

MERABA ORGAN SEKS

TOTAL NO SIKAP

FAV UNFAV FAV UNFAV FAV UNFAV FAV UNFAV 1 KOGNITIF 1,25,49 13,37,61 2,26,50 14,38,62 3,27,51 15,39,63 4,28,52 16,40,64 24 2 AFEKTIF 17,41,65 5,29,53 18,42,66 6,30,54 19,43,67 7,31,55 20,44,68 8,32,56 24 3 KONATIF 9,33,57 21,45,69 10,34,58 22,46,70 11,35,59 23,47,71 12,36,60 24,48,72 24

72

G.

Estimasi Validitas dan Reliabilitas

1. Validitas

Validitas adalah taraf ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur

dalam melakukan fungsi ukurnya (Hadi, 1990). Jadi, sebuah alat

ukur dapat dikatakan valid jika alat ukur tersebut dapat

memberikan hasil ukur sesuai dengan maksud pengukuran tersebut.

Penelitian ini menggunakan validitas isi dalam estimasinya.

Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian

terhadap isi tes dengan analisis rasional atau lewat professional

judgement. Pertanyaan yang dicari jawabannya dalam validasi ini

adalah sejauhmana item-item dalam tes mencakup keseluruhan

kawasan isi objek yang hendak diukur atau sejauhmana isi tes

(56)

kesahihan merupakan tingkat kemampuan alat penelitian untuk

mengungkap sesuatu yang menjadi sasaran pokok penelitian yang

dilakukan dengan alat penelitian tersebut (Hadi, 1990).

2. Reliabilitas

Reliabilitas adalah proporsi variabilitas skor tes yang disebabkan

oleh perbedaan yang sebenarnya diantara individu, sedangkan

ketidakreliabelan adalah proporsi variabilitas skor tes yang

disebabkan oleh eror pengukuran (Azwar, 2001). Pendekatan yang

digunakan dalam perhitungan reliabilitas alat tes ini adalah

reliabilitas koefisien Alpha Cronbach (SPSS for windows versi

15.0), sebab koefisien alpha mempunyai nilai praktis dan efisien

yang tinggi karena hanya dilakukan satu kali pada kelompok

subjek.

Tabel II

Distribusi item sebelum uji coba (try out)

Perilaku Seksual

begandengan berpelukan berciuman meraba TOT NO Sikap

FAV UNF FAV UNF FAV UNF FAV UNF

1 KOG 1,25,49 13,37,61 2,26,50 14,38,62 3,27,51 15,39,63 4,28,52 16,40,64* 24

2 AFEK 17,41,65 5,29,53 18,42,66 6,30,54 19,43,67 7,31,55 20,44,68 8,32,56 24

3 KON 9,33*,57 21,45*,69 10,34,58 22,46*,70 11,35,59 23,47,71* 12,36,60 24,48,72* 24

72

(57)

Tabel III

Blue Print setelah uji coba

Perilaku seksual No Sikap

bergandengan berpelukan berciuman meraba

Jumlah

1 kognitif 6 6 6 5 23

2 afektif 6 6 6 6 24

3 konatif 4 5 5 4 18

Tabel IV

Blue Print Penelitian

(setelah disesuaikan agar setiap aspek terwakilkan secara

proporsional)

Perilaku seksual No Sikap

bergandengan berpelukan berciuman meraba

Jumlah

1 kognitif 3 4 6 5 18

2 afektif 4 6 5 3 18

(58)

H.

Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode statistik deskriptif yang meliputi penyajian data melalui tabel,

perhitungan nilai maksimum, nilai minimum, mean teoritis, mean empiris

dan standar deviasi serta perhitungan prosentase.

Subjek dibedakan ke dalam sikap yang positif atau negatif dengan

cara melakukan uji perbandingan mean antara mean empirik dengan mean

teoritik. Apabila mean empirik > teoritik, maka sikap subjek positif,

namun jika mean empirik < mean teoritik maka sikap subjek adalah

negatif.

Analisis data dilakukan secara umum untuk melihat sikap yang

dimiliki oleh sebagian besar subjek penelitian. Selain pengkategorian

secara umum, dilakukan pula pengkategorian untuk setiap aspek sikap dan

indikator-indikator perilaku seksual.

Keterangan:

Skor maksimum teoritik: Skor paling tinggi yang diperoleh subjek pada

skala

Skor minimum teoritik: Skor paling rendah yang diperoleh subjek pada

skala

Skor maksimum empirik: Skor paling tinggi yang diperoleh subjek pada

penelitian

Skor minimum empirik: Skor paling rendah yang diperoleh subjek pada

(59)

Mean teoritik: Rata-rata teoritik dari skor maksimum dan minimum

Mean empirik: Rata-rata dari skor subjek penelitian

Median: Nilai tengah yang dihasilkan

Modus: Skor subjek yang sering muncul

SD: Simpangan baku menunjukkan variasi jawaban subjek

(60)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Persiapan penelitian

1. Uji coba (try out) alat ukur

Sebelum melakukan penelitian maka alat ukur penelitian perlu

melewati tahap uji coba agar diperoleh alat ukur dengan kualitas yang

baik dan dapat dipertanggung jawabkan. Uji coba pada penelitian ini

dilakukan dengan menyebarkan skala kepada 65 orang subjek dengan

karakteristik yang sama dengan subjek penelitian, yaitu mahasiswa

dengan batasan usia berusia 18-30 tahun dan Penyebaran alat ukur

uji coba dimulai dari tanggal 9 Juni 2007 hingga tanggal 20 Juni 2007.

Dari 65 skala yang disebarkan, 4 skala tidak dikembalikan kepada

peneliti sehingga jumlah keseluruhan subjek uji coba sebanyak 61

subjek.

a. Uji Validitas alat ukur (skala)

Validitas yang digunakan dalam skala ini adalah validitas

isi. Validitas isi dilakukan oleh professional judgment atau orang

yang dianggap ahli. Dalam penelitian ini peneliti meminta bantuan

dosen pembimbing skripsi sebagai professional judgment, untuk

melihat kesesuaian item soal dengan blue print yang telah dibuat

sebelumnya dan juga keterwakilannya setiap aspek sikap, yaitu

(61)

b. Uji Reliabilitas alat ukur

Uji reliabilitas dilakukan dengan teknik Alpha Cronbach

program SPSS versi 15.00 for windows. Dari hasil pengukuran

terhadap alat ukur diperoleh koefisien 0,975. Hasil kesahihan butir

dan reliabilitas sk

Gambar

Tabel I
Blue PrintTabel IV  Penelitian
Tabel VI                         Gambaran Subjek Penelitian
Tabel VII Hasil analisis umum dan analisis khusus
+6

Referensi

Dokumen terkait

Tablo 4’te yer alan ilkokul dördüncü sınıf kazanımlarından “görsel sanat alanında ki etik kurallara uyar”, “gözleme dayalı çizimlerinde kontur çizgisini ve gölgeleme

Perilaku sibling rivalry ini penyebanya adalah Orangtua bahwa memang selama ini perhatian lebih terfokus kepada adik subjek yang akhirnya membuat subjek merasa

konjungsi.. Oleh karena itu, teks eksplanasi kompleks sangat penting diajarkan pada siswa, agar siswa memahami struktur dan unsur kebahasaan yang ada pada teks tersebut. Serta

Bahwa Terdakwa pada waktu-waktu dan ditempat-tempat sebagaimana tersebut bawah ini, yaitu pada tanggal Dua bulan November Tahun Dua ribu lima belas, sampai dengan laporan polisi

Tindak pidana narkotika tidak lagi dilakukan secara perseorangan, melainkan melibatkan banyak orang yang secara bersama-sama, bahkan merupakan satu sindikat yang terorganisasi

PELAYANAN PENGADUAN BERBASIS E-GOVERNMENT ( Studi Deskriptif Di Unit Pelayanan Informasi Dan Keluhan (UPIK) Kota Yogyakarta Tahun 2014) adalah hasil penelitian

Pemodelan airtanah sebagai bagian dari penelitian penggunaan airtanah secara kuantitatif dapat digunakan untuk memberikan informasi seberapa besar aktivitas eksploitasi airtanah

a) Menu ini digunakan oleh Teller untuk melayani transaksi setoran tunai dengan tujuan rekening tabungan tanpa buku. b) Dengan menu ini, yang diinput oleh Teller adalah