DI SMA A YOGYAKARTA
(Sebuah Studi Untuk Mendalami Salah Satu Aspek Kompetensi Dari
Kompetensi Pedagogik)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika
Oleh:
Triyanti Chris Febrina Saragih
NIM. 081424039
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
i
IDENTIFIKASI TINDAKAN GURU DALAM
PEMBELAJARAN YANG DIDASARKAN ATAS KONDISI SISWA
DI SMA A YOGYAKARTA
(Sebuah Studi Untuk Mendalami Salah Satu Aspek Kompetensi Dari
Kompetensi Pedagogik)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika
Oleh:
Triyanti Chris Febrina Saragih
NIM. 081424039
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iv
Filipi 2:1-4
“
1Jadi karena dalam Kristus ada nasihat, ada penghiburan kasih, ada
persekutuan Roh, ada kasih mesra dan belas kasihan,
2karena itu
sempurnakanlah suka citaku dengan ini: hendaklah kamu sehati
sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan,
3dengan tidak
mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya
hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain
lebih utama dari pada dirinya sendiri;
4dan janganlah tiap-tiap orang
hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan
orang lain juga”.
Filipi 4:6
“Janganlah kamu kuatir tentang apa pun juga, tetapi nyatakanlah
dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan
permohonan dengan ucapan syukur”.
Karya yang sederhana ini ku persembahkan
untuk my beloved daddy & mommy
dan
semua orang yang telah hadir dalam hidupku
vii
ABSTRAK
IDENTIFIKASI TINDAKAN GURU DALAM
PEMBELAJARAN YANG DIDASARKAN ATAS KONDISI SISWA
DI SMA A YOGYAKARTA
(Sebuah Studi Untuk Mendalami Salah Satu Aspek Kompetensi Dari
Kompetensi Pedagogik)
Triyanti Chris Febrina Saragih
Universitas Sanata Dharma
2013
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana
pengetahuan guru tentang siswanya yang meliputi (1) bagaimana pengetahuan
guru tentang kemampuan awal siswa; (2) bagaimana pengetahuan guru tentang
motivasi dan keaktifan siswa; (3) bagaimana pengetahuan guru tentang
miskonsepsi siswa; dan (4) bagaimana pengetahuan guru tentang kesulitan belajar
siswa.
Penelitian ini dilaksanakan di SMA A Yogyakarta. Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan April-Oktober 2012. Subjek penelitian ini adalah guru
fisika dan objek penelitian ini adalah pengetahuan guru. Penelitian ini merupakan
penelitian deskriptif kualitatif dengan instrumen pengumpulan data terdiri dari
video rekaman proses pembelajaran dan wawancara guru.
Hasil penelitian menunjukan bahwa (1) guru mengetahui konsep Q dan W,
merupakan kemampuan awal siswa yang diperlukan siswanya untuk mempelajarai
proses termodinamika dan guru mengetahui persamaan PV = nRT = nKT
merupakan kemampuan awal yang dikuasai siswanya dalam mempelajari
perubahan
∆U; (2) guru men
getahui dan menyadari motivasi dan keaktifan
siswanya yang rendah dalam mempelajari fisika; (3) guru mengetahui grafik
isotermal merupakan miskonsepsi yang terjadi pada siswanya; (4) guru
mengetahui kesulitan siswanya dalam memahami diferensial integral,
mengkonversikan P ke atm dan V ke liter pada proses isobarik, dan perubahan
∆U
pada kekekalan energi, serta konsep volume dan menyelesaikan soal latihan.
viii
ABSTRACT
The Identification of
Teacher’
s Steps in Learning Based on Students
’
Condition in Senior High School in Yogyakarta
(A Study To Comprehend One of Competence Aspect of Pedagogical
Competences)
Triyanti Chris Febrina Saragih
Sanata Dharma University
2013
This research aimed to understand (1)
teachers’
knowledge about s
tudents’
initial knowledge; (2)
teachers’ knowledge about students’ motivation and
liveliness; (3) teachers’ knowledge about students’ misconception;
and
(4)
teachers’ knowledge about students’ learning difficulties.
This research was co
nducted at “A” High School in Yogyakarta, started
from April until October 2012. Subject of this research was a physics teacher and
object of this research was the teachers’ knowledge about students. This research
was a qualitative descriptive research and the data collection instrument consisted
of videos recording during learning process and teacher interview.
Result of this research showed that (1) teacher knew the concept of Q and
W the initial ability required by the students to ferreting out students anda teacher
knew the thermodynanimcs equation PV = nRT = NKT is controlled by the ability
of students in the initial study changes
∆U
; (2) teacher knew and realized the
motivation and liveliness of his students was low in learning physics; (3) teacher
knew the isothermal chart is misconception that occurs in students; (4) teacher
knew the students’ difficulties in understanding the concept of
the integral
differential, convert P to atm and V to liters on isobaric process, and the change
Δ U in eternity ene
rgy, as well as the concept of volume and complete the
exercises.
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yesus Krsitus atas
kekuatan dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan baik. Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
sarjana pendidikan pada Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan
Matematika dan IPA, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata
Dharma.
Tersusunnya skripsi ini dengan baik tidak terlepas dari dukungan dan
bimbingan dari beberapa pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh
karena itu, dengan ketulusan dan kerendahan hati, penulis mengucapkan
terimakasih banyak kepada:
1. Drs. A. Atmadi, M. Si selaku Ketua Program Studi Pendidikan Fisika yang
telah memberikan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi
ini.
2. Bapak Drs. T. Sarkim, M.Ed., Ph.D. selaku dosen pembimbing yang
dengan segenap pikiran, waktu, dan tenaga memberikan bimbingan dan
arahan yang sangat berharga bagi penulis.
x
4. Segenap dosen Universitas Sanata Dharma, khususnya Program Studi
Pendidikan Fisika yang banyak berperan dalam proses belajar penulis di
Universitas Sanata Dharma.
5. Seluruh staf sekretariat Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam atas segala informasi dan pelayanan yang diberikan
kepada penulis.
6. Keluargaku tercinta: Bapak A. Saragih Sidauruk, Mamak P. Purba
Sidadolog, Bang Mico dan Rio, Eda Riana, Dedek Agnes dan Oby,
keluarga besar Saragih/Sidauruk, keluarga besar Tulang Purba dan Sinaga,
Namboru dan sepupu-sepupu tercinta, yang selalu mendorong dan
memotivasi penulis dalam menyusun skripsi ini. Terimakasih atas cinta
dan doa yang tiada batas, kesabaran perhatian, kesempatan yang diberikan
baik material maupun spiritual sehingga skripsi ini dapat selesai.
7. Sayangku Januaris Edward Gultom S.Sn, terima kasih atas cinta,
dukungan, doa, nasehat, kesabaran, kebersamaan, dan bantuan selama
penulisan skripsi.
8. Sahabatku Dearni Purba, Denny Tarihoran, dan Maryanti Yosefin Tobing
yang selalu mendukung penulis dengan luar biasa.
9. Teman-teman terhebatku:
Afrina,
Enggar,
Fradha,
Fr.Raja, Hana,
Katarina, Leo, Mitha, Sr.Renata, Tinha, dan Yul atas warna-warni yang
dihadirkan dalam perjalanan panjang di Universitas Sanata Dharma.
xii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...
i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ...
ii
HALAMAN PENGESAHAN...
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ...
iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...
v
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ...
vi
ABSTRAK ...
vii
ABSTRACT...
viii
KATA PENGANTAR ...
ix
DAFTAR ISI...
xii
DAFTAR LAMPIRAN ...
xvi
DAFTAR TABEL...
xvii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...
1
B. Rumusan Masalah ...
2
C. Batasan Masalah ...
2
D. Tujuan Penelitian...
2
xiii
BAB II. LANDASAN TEORI
A. Pengetahuan Guru tentang Kemampuan Awal Siswa ...
6
B. Pengetahuan Guru tentang Motivasi dan Keaktifan Siswa ...
11
1. Motivasi intrinsik ...
12
2. Motivasi ekstrinsik ...
13
C. Pengetahuan Guru tentang Kesulitan Belajar Siswa . ...
19
1. Faktor internal siswa ...
20
2. Faktor eksternal siswa ...
21
D. Pengetahuan Guru tentang Miskonsepsi Siswa...
21
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ...
25
B. Subjek Penelitian ...
25
C. Tempat dan Waktu Penelitian ...
25
D. Instrumen Pengumpulan Data ...
25
1. Instrumen observasi...
26
2. Instrumen wawancara dengan guru...
26
E. Metode Pengumpulan Data ...
28
F. Metode Analisis Data ...
28
1. Transkipsi data rekaman video dan rekaman wawancara ...
29
2. Kategorisasi data ...
29
xiv
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Data ...
31
1. Pelaksanaan Penelitian ...
31
2. Hasil Penelitian ...
32
a) Data penelitian ...
33
b) Transkipsi...
34
B. Analisis dan Pembahasan ...
35
1. Topik data ...
35
2. Kategori data ...
36
a) Kemampuan awal siswa ...
36
b) Motivasi dan keaktifan siswa ...
36
c) Miskonsepsi siswa ...
36
d) Kesulitan belajar siswa...
36
3. Analisis ...
36
4. Pembahasan ...
37
A) Pengetahuan guru tentang kemampuan awal siswa ...
37
B) Pengetahuan guru tentang motivasi dan keaktifan siswa ...
40
C) Pengetahuan guru tentang miskonsepsi siswa ...
45
xv
BAB V. KESIMPULAN
A. Kesimpulan...
57
B. Saran ...
59
DAFTAR PUSTAKA
...
60
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1
Surat Permohonan Ijin Penelitian dari Kampus ...
60
Lampiran 2
Surat Keterangan Melakukan Penelitian di Sekolah ...
61
Lampiran 3
Transkip Video Penelitian ...
62
Lampiran 4
Transkip Wawancara ...
92
xvii
DAFTAR TABEL
1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam pembelajaran di kelas, guru dan siswa sama-sama memiliki peranan
yang penting dan saling mempengaruhi. Pengetahuan guru mengenai siswa tidak
kalah penting dalam proses pembelajaran. Pengetahuan guru tentang para siswanya
akan sangat membantu guru untuk memutuskan tindakan-tindakannya yang akan
diterapkan dalam kelas tersebut selama proses pembelajaran. Dengan mengenal dan
mengetahui siswa, guru dapat melakukan tindakan yang tepat untuk setiap siswa
karena setiap siswa memiliki pengetahuan awal yang berbeda, berasal dari tempat dan
lingkungan berbeda bahkan berasal dari budaya yang berbeda. Oleh karena itu guru
tidak hanya cukup tahu materi namun juga perlu tahu siswanya.
Pengetahuan guru mengenai siswanya akan terlihat dalam tindakannya di
kelas dan dapat dianalisa melalui perekaman proses pembelajaran di kelas melalui
video menggunakan handycame. Hal tersebut yang mendorong penulis ingin tahu
lebih banyak mengenai segala sesuatu yang dilakukan guru untuk menunjukkan
pengetahuannya tentang siswanya.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disampaikan di atas, maka
penulis merumuskan permasalahan yang akan diteliti yaitu:
1. Bagaimana pengetahuan guru tentang kemampuan awal siswa?
2. Bagaimana pengetahuan guru tentang motivasi dan keaktifan siswa?
3. Bagaimana pengetahuan guru tentang miskonsepsi siswa?
4. Bagaimana pengetahuan guru tentang kesulitan belajar siswa?
C. Pembatasan Masalah
Penelitian ini dilakukan untuk menyelidiki pengetahuan guru terkait dengan
pembahasan termodinamika namun tidak menutup kemungkinan ditemukan
pengetahuan guru yang bersifat umum. Penelitian ini juga terbatas pada kemampuan
pedagogi saja atau pada hal-hal yang dilakukan guru dalam pembelajaran dan tidak
membahas materi ajar dalam hal ini materi termodinamika.
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah diketahui di atas, maka penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengetahuan guru mengenai siswa yang
diajarnya dengan rincian sebagai berikut:
1. Bagaimana pengetahuan guru tentang kemampuan awal siswa?
2. Bagaimana pengetahuan guru tentang motivasi dan keaktifan siswa?
3. Bagaimana pengetahuan guru tentang miskonsepsi siswa?
Adapun manfaat utama yang dapat disumbangkan oleh penelitian ini:
1. Bagi Peneliti dan Calon Guru
Dengan adanya penelitian ini, peneliti berharap agar peneliti/calon guru dapat
menambah wawasan mengenai cara-cara guru mengatasi masalah siswa, semakin
tahu tindakan-tindakan yang tepat dilakukan guru setelah mengenal siswanya, dan
semakin tahu pentingnya pengetahuan guru tentang siswa yang diajarnya.
2. Bagi Guru
4
BAB II
LANDASAN TEORI
Pengetahuan adalah informasi yang dimiliki seseorang dalam
bidang tertentu (Hamzah, 2006). Maksud dari pengetahuan (
knowledge
)
adalah sesuatu yang hadir dan terwujud dalam jiwa dan pikiran seseorang
dikarenakan adanya reaksi,
persentuhan, dan hubungan dengan
lingkungan dan alam sekitarnya. Pengetahuan ini meliputi emosi, tradisi,
keterampilan, informasi, akidah, dan pikiran-pikiran. Pengetahuan
seseorang terbentuk dari hubungan dan jalinan ia dengan realitas-realitas
yang tetap dan yang senantiasa berubah (Jhon Dewey, 1986, dalam
Sadulloh, 2006).
Dalam Suparno (2007), menyatakan pengetahuan bukanlah suatu
tiruan dari kenyataan/realitas (Von Glaserfeld, 1996). Pengetahuan
bukanlah gambaran dari dunia kenyataan yang ada, tetapi selalu
merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif kenyataan melalui
kegiatan seseorang (Bettencourt, 1989, dalam Suparno, 2007). Van
Glaserfeld (1996) menjelaskan bahwa pengetahuan itu dibentuk oleh
struktur konsepsi seseorang waktu seseorang mengalami atau berinteraksi
dengan lingkungannya (Suparno, 2007).
Pertama adalah pengetahuan tentang kurikulum. Pengetahuan ini
termasuk pengetahuan tentang isi atau materi pokok dan pengetahuan
tentang dokumen kurikulum (atau kurikulum yang tercetak) dimana
perkara materi pokok diorganisir untuk tujuan pengajaran. Yang kedua
adalah pengetahuan tentang strategi pengajaran. Pengetahuan ini tidak
hanya terdiri dari pengetahuan prosedural atau teknis tentang presentasi
isi tetapi juga mencakup pengetahuan tentang teori-teori yang mendasari
prosedur-prosedur teknis. Sebagai contoh, pengetahuan tentang
bagaimana cara memeriksa pengetahuan terdahulu dari siswa didasarkan
pada teori kognitif. Kategori yang ketiga adalah pengetahuan tentang
siswa. Dalam penelitian ini, gagasan Shulman mengenai pengetahuan
tentang pemahaman siswa terdahulu diperluas pada pengetahuan tentang
para siswa secara umum.
Grossman (dalam Sarkim, 2005) menyatakan bahwa pengetahuan
mengenai para siswa tidak hanya terdiri dari pengetahuan tentang
pemahaman siswa terdahulu tapi juga pengetahuan tentang siswa secara
umum, termasuk latar belakang budaya mereka. Pengetahuan tentang para
siswa membantu guru untuk memutuskan tindakan-tindakan mana yang
sesuai diterapkan dalam kelas.
Pengetahuan guru tentang siswa dapat dilihat dari berbagai hal
namun peneliti membatasi pengamatan dan pembahasan pada hal-hal
sebagai berikut:
A. Pengetahuan Guru tentang Kemampuan Awal Siswa
Pada saat anak menerima pelajaran sains secara formal di
bangku sekolah, di dalam dirinya telah terbentuk seperangkat
keyakinan atas dasar pengetahuan awal yang dimiliki tentang
berbagai fenomena-fenomena alam. Dalam kasus
tertentu,
keyakinan-keyakinan dan intuisi tersebut sangat kuat dipegang
oleh anak dan bisa jadi berbeda dengan yang diajarkan melalui
pembelajaran sains di sekolah. Akan tetapi tidak jarang pula
keyakinan yang telah berkembang itu sejalan dengan teori yang
diakui kebenarannya oleh para ilmuwan (Driver, 1983:2-3, dalam
Sarkim, 1998:242). Menurut Sarkim (1998:242) pengetahuan dan
keyakinan yang dimiliki seseorang seperti disebut di atas
dinamakan pengetahuan awal.
pengalaman itu sudah terbentuk intuisi dan
“teori” mengenai
gejala-gejala fisis di lingkungannya sehari-hari. Namun, belum
tentu intuisi dan teori yang terbentuk itu benar.
Menurut Driver (Sarkim, 1998:243), pengetahuan awal
mempunyai ciri-ciri:
1.
Bersifat sangat personal,
artinya pengetahuan sangat
bervariasi meskipun mengacu pada pokok yang sama;
2.
Tampak tidak koheren,
artinya bahwa pengetahuan tersebut
seringkali tidak sesuai dengan pengalaman sebelumnya dan
dal ini digunakan untuk menjelaskan atau meramalkan
dalam konteks kepentingan yang berbeda-beda pula;
3.
Bersifat stabil,
artinya sekalipun sudah mengikuti pelajaran
di sekolah siswa tidak memodifikasi pengetahuannya
meskipun pengetahuan itu sudah dicoba diubah oleh guru
dengan
menunjukkan
bukti
bertentangan
dengan
pengetahuan yang dimiliki siswa;
4. Pemikiran anak
didominasi oleh persepsi
yang disebabkan
penalaran didasarkan pada peristiwa-peristiwa terobservasi;
5.
Pusat perhatian siswa terbatas
yang mengakibatkan ruang
6.
Pusat perhatian lebih pada perubahan
bukan pada keadaan,
di mana hal ini sangat terkait dengan perhatian siswa yang
terbatas.
Belajar merupakan proses aktif pelajar mengkonstruksi arti
entah teks, dialog, pengalaman fisis dan lain-lain (Suparno,
1997:61). Belajar juga merupakan proses mengasimilasikan dan
menghubungkan pengalaman atau bahan yang diajarkan dengan
pengertian yang sudah dipunyai sehingga pengertiannya
dikembangkan. Proses tersebut antara lain:
1. Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan
manusia dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan dan
alami. Konstruksi arti itu dipengaruhi oleh pengertian yang
telah ia punyai.
2. Konstruksi arti itu adalah proses yang terus-menerus. Setiap
kali berhadapan dengan fenomena atau persoalan yang baru,
diadakan rekonstruksi, baik secara kuat maupun secara
lemah.
menuntut penemuan dan pengaturan kembali pemikiran
seseorang.
4. Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema
seseorang dalam keraguan yang merangsang pemikiran lebih
lanjut. Situasi ketidakseimbangan (disequilibrium) adalah
situasi yang baik untuk memacu belajar.
5. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman belajar dengan
dunia fisik dan lingkungannya.
6. Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah
diketahui siswa: konsep-konsep, tujuan, dan motivasi yang
memperngaruhi interaksi dengan bahan yang dipelajari.
Dari uraian di atas dapat didefinisikan bahwa ciri-ciri
kegiatan belajar adalah menghasilkan perubahan-perubahan
tingkah laku, pengetahuan, keterampilan, dan sikap individu yang
belajar, sehingga bagi siswa belajar berarti mencoba memahami
apa yang disampaikan dalam proses belajar mengajar dengan
pengetahuan yang telah dimiliki atau mengkonstruksi struktur
dasar baru yang merupakan perpaduan antara yang telah dimiliki
dengan yang baru (Ardiyanti, 2006:8). Dengan demikian sangatlah
penting mengetahui pengetahuan awal siswa.
mengakibatkan restrukturisasi konsep siswa. Keyakinan tersebut
juga membawa konsekuensi pada perlunya guru memahami
adanya konsepsi awal siswa agar guru dapat merancang dan
melaksanakan pembelajaran yang membantu siswa dalam
melakukan restrukturisasi konsepsinya. Siswa sudah memiliki
konsepsi tentang berbagai hal yang telah diamati atau dialaminya.
Apabila siswa mengalami atau melihat sesuatu yang tidak cocok
dengan konsep yang ada pada dirinya, siswa akan mengubah
konsepnya.
Menurut Suparno (2005), perubahan konsep terdapat dua
jenis, yaitu perubahan konsep yang kuat dan yang lemah.
Perubahan konsep yang kuat terjadi bila seseorang mengubah
konsep lamanya secara menyeluruh menjadi konsep yang baru
(akomodasi) ketika berhadapan dengan hal yang baru. Perubahan
konsep
yang
lemah
terjadi
bila
orang
tersebut
tetap
mempertahankan konsep awalnya dan hanya menambah atau
memperincinya (asimilasi) bila orang tersebut berhadapan dengan
hal yang baru.
B. Pengetahuan Guru tentang Motivasi dan Keaktifan Siswa
Menurut Sugeng Paranto (1981:3) defenisi motivasi adalah
sebagai daya atau usaha yang menyebabkan seseorang terdorong
untuk bertindak melakukan sesuatu dalam rangka memenuhi
kebutuhannya. Motivasi sangat erat hubungannya dengan
kebutuhan dan dorongan yang bersemayam dalam diri siswa.
Seseorang akan terdorong untuk melakukan sesuatu bila dirasakan
kebutuhan yang ada pada dirinya menuntut akan pemenuhan.
Selama kebutuhan tersebut belum terpenuhi, maka selama itu pula
yang bersangkutan belum merasakan adanya kepuasan pada dirinya.
Rasa puas inilah yang senantiasa mendorong seseorang untuk
bertindak atau melakukan sesuatu dalam memenuhi kebutuhannya.
Dorongan merupakan kekuatan mental untuk melakukan kegiatan
dalam rangka memenuhi harapan atau pencapaian tujuan. Tujuan
adalah yang ingin dicapai oleh seoang individu, mengarahkan
perilaku, dalam hal ini perilaku belajar.
Sardiman (2012) membagi motivasi menjadi dua macam,
yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik.
1. Motivasi intrinsik
dan diteruskan berdasarkan suatu dorongan dari dalam diri dan
secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajarnya.
2. Motivasi ekstrinsik
Yang dimaksud dengan motivasi ekstrinsik adalah
motif-motif yang aktif dan berfungsi karena adanya rangsangan dari
luar. Sebagai contoh seseorang itu belajar menjelang ujian
supaya mendapat nilai yang baik sehingga dipuji oleh
teman-temannya sebagai anak yang pintar. Atau ada juga yang
belajar karena takut dihukum oleh gurunya karena mendapat
nilai yang jelek atau tidak bisa menjawab pertanyaan guru.
Jadi, yang penting bukan karena ingin mengetahui sesuatu
tetapi hadiah berupa pujian atau karena takut hukuman.
Oleh karena itu, motivasi ekstrinsik dapat juga dikatakan
sebagai bentuk motivai yang di dalamnya aktivitas belajar
dimulai dan diteruskan berdasarkan dorongan dari luar yang
tidak secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar. Dalam
kegiatan belajar mengajar, motivasi ini tetap penting, sebab
kemungkinan besar keadaan siswa itu dinamis, berubah-ubah,
dan kemungkinan komponen-komponen lain dalam proses
belajar mengajar ada yang kurang menarik bagi siswa
sehingga diperlukan motivasi ekstrinsik.
Bagaimana guru menunjukkan persetujuan kepada
murid-murid?
Kalimat-kalimat apa yang guru-guru gunakan dalam pujian
mereka?
Jenis penghargaan apa yang guru berikan?
Peringatan-peringatan apa yang guru berikan?
Hukuman apa yang diberikan kepada siswa?
Bagaimana guru membangkitkan kepedulian siswa?
Bagaimana
guru
menaikkan
antusiasme
dalam
mengerjakan suatu tugas?
Bagaimana guru membangkitkan semangat kelas?
Bagaimana guru-guru melibatkan murid-murid yang tidak
aktif dalam pekerjaan mereka?
Dengan cara-cara apa guru memberikan apresiasi pada
pencapaian-pencapaian murid?
Sobry (2010) mengemukakan ada beberapa strategi yang
bisa digunakan oleh guru untuk menumbuhkan motivasi belajar
siswa:
Menjelaskan tujuan belajar ke peserta didik. Pada
Hadiah.
Berikan hadiah untuk siswa yang berprestasi. Hal ini akan
memacu semangat mereka untuk bisa belajar lebih giat
lagi. Di samping itu, siswa yang belum berprestasi akan
termotivasi untuk bisa mengejar siswa yang berprestasi.
Siangan atau kompetisi.
Guru berusaha mengadakan persaingan di antara siswanya
untuk
meningkatkan
prestasi
belajarnya,
berusaha
memperbaiki hasil prestasi yang telah dicapai sebelumnya.
Pujian.
Sudah sepantasnya siswa yang berprestasi untuk diberikan
penghargaan atau pujian. Tentunya pujian yang bersifat
membangun.
Hukuman.
Hukuman diberikan kepada siswa yang berbuat kesalahan
saat proses belajar mengajar. Hukuman ini diberikan
dengan harapan agar siswa tersebut mau merubah diri dan
berusaha memacu motivasi belajarnya.
Membangkitkan dorongan kepada anak didik untuk
belajar. Strateginya adalah dengan memberikan perhatian
maksimal ke peserta didik.
Membantu kesulitan belajar anak didik secara individual
maupun kelompok.
Menggunakan media yang baik dan sesuai dengan tujuan
pembelajaran.
Selain pemberian motivasi, guru juga dapat mengaktifkan
siswa dalam belajar dengan membuat pelajaran itu menjadi
menantang, merangsang daya cipta untuk menemukan serta
mengesankan siswa. Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran
merupakan hal yang sangat penting dan perlu diperhatikan
sehingga proses belajar yang ditempuh benar-benar memperoleh
hasil yang optimal khususnya dalam proses belajar mengajar yang
berlangsung di sekolah yang banyak dipengaruhi oleh komponen
belajar mengajar, misalnya siswa, guru, sarana dan prasarana
belajar. Menurut Uzer Usman, dkk (1993:88, dalam Wahyu,
2010), prinsip-prinsip untuk mengaktifkan siswa adalah sebagai
berikut:
Prinsip motivasi.
ganjaran, hukuman, atau penugasan untuk berbagai
perbaikan.
Prinsip latar atau konteks.
Guru perlu mengetahui tentang pengetahuan, keterampilan,
sikap, dan perasaan serta pengalaman yang dimiliki para
siswanya. Perolehan ini perlu dihubungkan dengan
pelajaran baru yang hendak diajarkan guru kepada siswa.
Apa yang telah diketahui anak akan lebih menarik minat
anak apabila dikaitkan dengan pelajaran baru, akibatnya
siswa akan lebih mudah menangkap dan cepat memahami
bahan pelajaran.
Prinsip fokus.
Hendaknya dalam pembelajaran difokuskan pada satu arah
atau pola tertentu. Tanpa suatu pola pelajaran akan
terpecah-pecah dan para siswa akan sulit memusatkan
perhatian. Titik pusat itu akan tercipta melalui upaya
merumuskan
masalah
yang
hendak
dipecahkan,
merumuskan pertanyaan yang hendak dijawab, atau
merumuskan konsep yang hendak ditemukan.
Prinsip sosialisasi.
membedakan hubungan dengan guru, dengan sesama
temannya, dan hubungan dengan sesama masyarakat.
Prinsip ini sangat penting dalam rangka pembentukan
kepribadian anak.
Prinsip individualis.
Setiap siswa pada hakikatnya memiliki perbedaan
tersendiri baik dalam hal bakat, minat, kecerdasan, sikap,
maupun
kebiasaan.
Maka
hendaklah
guru
tidak
memperlakukan siswa seolah-olah sama.
Prinsip menemukan.
Guru sebenarnya tidak perlu menjelaskan seluruh
informasi kepada anak. Memberikan kesempatan kepada
mereka untuk mencari dan menemukan informasi tersebut.
Informasi yang disampaikan guru hendaknya ang bersifat
mendasar dan memancing siswa untuk mengail informasi
selanjutnya, sehingga suasana kelas tidak membosankan
bahkan sebaliknya akan menjadi bergairah.
Prinsip pemecahan masalah.
tujuan
yang
diharapkan,
maka
guru
hendaknya
melengkapinya dengan tetap menghargai pendapat mereka.
C. Pengetahuan Guru tentang Kesulitan Belajar Siswa
Kesulitan belajar siswa adalah keadaan dimana anak didik
atau siswa tidak dapat belajar sebagaimana mestinya (dalam Abu
Ahmadi dan Widodo Supriyono, 1991:74). Setiap siswa pada
prinsipnya tentu berhak memperoleh peluang untuk mencari kinerja
akademik yang memuaskan. Namun dari kenyataan sehari-hari
tampak jelas bahwa siswa itu memiliki perbedaan dalam hal
kemampuan intelektual, kemampuan fisik, latar belakang keluarga,
kebiasaan dan pendekatan belajar yang terkadang sangat mencolok
antara seorang siswa dengan siswa lainnya.
proses belajar sehingga mereka memperoleh prestasi belajar di
bawah rata-rata (Uzer dan Setiawati, 1992:99).
Fenomena kesulitan belajar seorang siswa biasanya tampak
jelas dari menurunnya kinerja akademik atau prestasi belajarnya.
Namun, kesulitan belajar juga dapat dibuktikan dengan muncunya
kelainan perilaku (misbehavior) siswa seperti kesukaan
berteriak-teriak di dalam kelas, mengusik teman, berkelahi, sering tidak
masuk sekolah, dan sering bolos sekolah. Secara garis besar,
faktor-faktor penyebab timbulnya kesulitan belajar terdiri atas dua macam
yaitu faktor internal siswa dan faktor eksternal siswa.
1. Faktor internal siswa
Faktor
internal
siswa
meliputi
gangguan
atau
kekurangmampuan psiko-fisik siswa, yakni:
a) Yang bersifat kognitif (ranah cipta), antara lain seperti
rendahnya kapasitas intelektual/intelegensi siswa.
b) Yang bersifat afektif (ranah rasa), antara lain seperti
labilnya emosi dan sikap.
2. Faktor eksternal siswa
Faktor eksternal siswa meliputi semua situasi dan kondisi
lingkungan sekitar yang tidak mendukung aktivitas belajar
siswa. Faktor ini dapat dibagi tiga macam, yakni:
a) Lingkungan keluarga, contohnya: ketidak harmonisan
hubungan antara ayah dan ibu, dan rendahnya
kehidupan ekonomi keluarga.
b) Lingkungan
perkampungan/masyarakat,
contohnya:
wilayah perkampungan kumuh (slum area), dan teman
sepermainan (per group) yang nakal.
c) Lingkungan sekolah, contohnya: kondisi dan letak
gedung sekolah yang buruk seperti dekat pasar, kondisi
guru serta alat-alat belajar yang berkualitas rendah.
Guru yang telah mengajarkan materi tertentu dalam jangka
waktu lama, maka guru akan tahu materi atau konsep yang
dianggap sulit bagi siswanya. Guru yang mengetahui kesulitan
siswa akan melakukan penekanan pada materi yang sulit tersebut,
mengulang-ulang hal sulit, dan mengingatkan.
D. Pengetahuan Guru tentang Miskonsepsi Siswa
bidang itu. Bentuk miskonsepsi dapat berupa konsep awal,
kesalahan, hubungan yang tidak benar antara konsep-konsep,
gagasan intuitif atau pandangan yang naif.
Secara lebih rinci, Fowler (1987, dalam Suparno, 2005:5)
memandang miskonsepsi sebagai pengertian yang tidak akurat akan
konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh
yang salah, kekacauan konsep-konsep yang berbeda, dan hubungan
hirarkis konsep-konsep yang tidak benar. Menurut Suparno (2005),
beberapa faktor penyebab miskonsepsi siswa antara lain adalah dari
siswa itu sendiri, dari guru, buku/teks, konteks, dan cara mengajar.
Tabel 2.1 Sebab-sebab miskonsepsi siswa
Guru/Pengajar Tidak menguasai bahan, tidak kompeten
Salah tulis, terutama dalam rumus
Tingkat kesulitan penulisan buku terlalu tinggi bagi siswa
Siswa tidak tahu membaca buku teks
Buku fiksi sains kadang-kadang konsepnya menyimpang demi menarik pembaca
Konteks Pengalaman siswa
Bahasa sehari-hari berbeda
Teman diskusi yang salah
Keyakinan dan agama
Penjelasan orangtua/orang lain yang keliru
Konteks hidup siswa (TV, radio, film yang keliru)
Perasaan senang/tidak senang; bebas atau tertekan
Cara mengajar Hanya berisi ceramah dan menulis
Langsung ke dalam bentuk fisika
Tidak mengungkapkan miskonsepsi siswa
Tidak mengoreksi PR yang salah
Model analogi
Model praktikum
Model diskusi
Model demonstrasi yang sempit
Non-miltiple Intelligences
Guru harus memperhatikan miskonsepsi yang terjadi pada
siswanya sebelum memulai pembelajaran agar tidak mengalami
kesulitan dalam menanamkan konsep yang benar. Secara garis
besar langkah yang digunakan untuk membantu mengatasi
miskonsepsi adalah:
Mencari atau mengungkap miskonsepsi yang dilakukan
siswa.
Mencoba menemukan penyebab miskonsepsi tersebut.
Mencari perlakuan yang sesuai untuk mengatasi.
25
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kualitatif deskriptif. Penelitian kualitatif deskriptif adalah penelitian yang
menekankan pada keadaan yang seadanya dan berusaha mengungkapkan
fenomena-fenomena yang ada dalam keadaan tersebut. Peneliti tidak
membuat manipulasi apapun, hanya mengamati, mencatat, dan merekam apa
yang terjadi (Suparno, 2007).
B. Subyek Penelitian
Subyek dalam penelitian ini adalah seorang guru fisika kelas XI di SMA
Pangudi Luhur Yogyakarta.
C. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di sekolah menengah atas yaitu SMA Pangudi
Luhur Yogyakarta. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2012 hingga
Agustus 2012.
D. Instrumen Pengumpulan Data
Pangudi Luhur Yogyakarta. Dalam penelitian ini, materi pokok bahasan
ditentukan oleh guru sesuai dengan perencanaan dan alur pembelajaran yang
sesungguhnya di kelas. Hal ini dilakukan agar hasil yang tampak dalam
rekaman video merupakan pengetahuan dari guru dan tidak ada campur
tangan dari peneliti. Instrumen pengumpulan data selain menggunakan
‘hand-cam’
peneliti juga menggunakan:
1. Instrumen observasi
Metode observasi atau pengamatan merupakan suatu aktivitas untuk
pengumpulan data, dengan cara mengamati dan mencatat mengenai
kondisi-kondisi, proses-proses, dan perilaku-perilaku subyek penelitian.
Observasi dititikberatkan kepada setiap kejadian yang berhubungan
dengan interaksi guru dengan siswa, keadaan siswa di kelas tersebut, cara
guru mengajar di kelas tersebut, dan bertujuan untuk membiasakan siswa
dengan adanya proses perekaman pembelajaran yang terjadi dalam kelas
tersebut. Observasi difokuskan pada kejadian-kejadian yang berkaitan
dengan cara guru memahami siswa dan mengetahui miskonsepsi yang
dialami oleh siswa serta kesulitan belajar siswa. Observasi ini dilakukan
untuk mendapatkan data yang memberikan sebuah gambaran mengenai
bentuk-bentuk pengetahuan guru tentang para siswanya dalam aktivitas
pembelajaran di kelas.
2. Instrumen wawancara dengan guru
yaitu peneliti bebas mengemukakan pertanyaan yang mendukung untuk
penelitian kepada guru yang menjadi subyek dalam penelitian ini.
Wawancara dengan guru dilakukan di luar kelas menggunakan handycam.
Pertanyaan wawancara didasari hasil rekaman video pembelajaran,
dimana ada bagian dari video pembelajaran (klip) yang digunakan dalam
wawancara. Kisi-kisi wawancara dalam penelitian ini disajikan dalam
bentuk tabel di bawah ini:
Tabel 3.2 kisi-kisi pertanyaan wawancara
Kisi-kisi pertanyaan Tujuan
Berapa lama Bapak mengajar? Mengajar di kelas berapa saja?
Mengungkap latar belakang guru mengajar (lamanya mengajar dan kelas siswa yang diajar)
Bagaimana metode yang digunakan Bapak dalam mengajar? Atas dasar apa menggunakan metode tersebu?
Mengungkap alasan guru dalam memilih suatu metode di dalam pembelajaran
Mengapa Bapak meminta beberapa siswa untuk maju menjelaskan jawabannya sedangkan ada siswa lain yang tidak diminta untuk menjelaskan di depan kelas? Apa perbedaannya?
Mengungkap tujuan guru meminta siswa menjelaskan jawabannya di depan kelas
Bagaimana strategi Bapak dalam
memberikan pertanyaan
bimbingan/pancingan?
Mengungkap alasan guru memberikan pertanyaan bimbingan
Bagaimana cara Bapak mengetahui kesulitan/miskonsepsi pada diri siswa?
Mengungkap pengetahuan guru akan kesulitan/miskonsepsi siswa
Dalam pembelajaran Bapak sering melakukan pendekatan ke siswa, tujuannya apa?
Mengungkap pengetahuan guru akan pendekatan terhadap siswa
Dalam pembelajaran Bapak sering melakukan pendekatan, keliling, dan membimbing siswa, bagaimana dengan pengelolaan waktu?
Mengungkap pengetahuan guru akan pengelolaan waktu
Apakah dengan cara memberi soal Bapak dapat mengetahui apakah siswa sudah menguasai materi atau konsep yang ingin dicapai?
Mengungkap pengetahuan guru akan pemahaman siswa
Bagaimana Bapak memilih soal yang dijadikan soal latihan?
Mengungkap alasan guru dalam memilih soal latihan
Mengapa Bapak menjelaskan lagi konsep, diulang dan diulang lagi? Apakah konsep tersebut benar-benar
penting?
Dari pengalaman Bapak mengajar, apakah siswa mengalami kesulitan dalam memahami konsep yang selalu Bapak ulang ? Bagaimana Bapak tahu bahwa siswa mengalami kesulitan?
Mengungkap pengetahuan guru akan kesulitan yang dialami siswa
E. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan melalui observasi proses pembelajaran di
kelas dengan perekaman video dan diperkuat dengan wawancara terhadap
guru. Rekaman proses pembelajaran guru didahului dengan observasi
sebanyak tiga kali pertemuan kemudian selanjutnya dilakukan pengambilan
data (dengan menggunakan alat bantu handycam) sebanyak tiga kali
pertemuan (satu pertemuan dua jam pelajaran dan satu jam pelajaran sama
dengan empat puluh lima menit). Dalam penelitian ini, kelas yang diteliti
adalah kelas XI IPA-2 sebanyak 30 siswa. Pembelajaran yang dilakukan
hanya di dalam kelas saja dengan seorang guru lelaki dan siswa heterogen
(putera dan puteri). Selain pengumpulan data observasi di dalam kelas,
wawancara juga akan digunakan dalam pengumpulan data untuk memperkuat
hasil observasi rekaman video pembelajaran mengenai berbagai bentuk
pengetahuan guru tentang para siswa.
F.
Metode Analisis Data
1. Kemampuan awal siswa
2. Motivasi dan keaktifan siswa
3. Miskonsepsi yang dialami siswa
4. Kesulitan belajar siswa:
Guru melakukan penekanan konsep atau pengulangan materi-materi
penting atau dirasa sulit
Guru mengingatkan materi yang sudah dipelajari
Tahapan dalam proses analisa data meliputi:
1. Transkipsi data rekaman video dan rekaman wawancara
Proses transkripsi ini merupakan penyajian kembali bagian-bagian
tertentu dari rekaman video yang sesuai dengan topik-topik data yang akan
diteliti dalam hal ini tentang pengetahuan guru fisika mengenai siswanya
dan pengaruhnya terhadap aktivitas pembelajaran yang akan diulas
kedalam bentuk narasi.
2. Kategorisasi data
3. Penarikan kesimpulan
31
BAB IV
DATA, ANALISIS, DAN PEMBAHASAN
A. DATA
1. Pelaksanaan penelitian
Penelitian dilaksanakan di satu sekolah menengah atas swasta di
Yogyakarta yaitu SMA Pangudi Luhur Yogyakarta. Sekolah ini
merupakan sekolah yang heterogen dengan mengambil sampel yang
berjumlah 31 siswa. Penelitian dilakukan di kelas XI IPA-2 dengan
materi Termodinamika.
Subjek dari penelitian ini adalah guru fisika dan objeknya adalah
pengetahuan guru tentang siswanya dan pengaruhnya terhadap
aktivitas pembelajaran serta alasan guru yang diduga mendasarinya.
Penelitian ini hanya dilakukan di satu sekolah dengan satu guru
dengan harapan penelitian ini fokus dalam mengetahui tentang
bentuk-bentuk pengetahuan guru tentang siswanya.
Pelaksanaan penelitian dilaksanakan pada tanggal 14, 19, dan 21
Mei 2012. Penelitian tersebut dilakukan di dalam kelas yaitu kelas XI
IPA-2. Penelitian ini dilakukan secara kolaborasi dengan peneliti
sebagai pengamat sekaligus memfoto (dengan alat bantu kamera)
beberapa peristiwa penting dan satu orang teman bertugas merekam
proses pembelajaran (dengan alat bantu handycam). Pengamatan yang
dilakukan peneliti bertujuan untuk berjaga-jaga jika ada suatu
peristiwa dalam proses pembelajaran tidak teramati oleh handycam.
Setelah pengambilan data di kelas, peneliti kemudian memutar
kembali video rekaman secara berulang-ulang untuk mendiskripsikan
dan menemukan bentuk-bentuk pengetahuan guru tentang siswanya
serta
mentranskip
rekaman
video
tersebut.
Bentuk-bentuk
pengetahuan guru tentang siswanya diidentifikasi melalui tindakan
guru selama proses pembelajaran. Setelah peneliti menemukan
bentuk-bentuk
pengetahuan
guru
tentang
siswanya,
peneliti
melakukan wawancara dengan guru untuk memperoleh informasi
tentang alasan dari tindakan guru. Proses wawancara juga direkam
dengan
handycam
sehingga peneliti dapat mencatat hasil wawancara
dengan lengkap. Wawancara dilakukan sebanyak tiga kali yaitu pada
tanggal 3 Mei, 16 Juli dan 13 Agustus 2012.
2. Hasil penelitian
bentuk-bentuk pengetahuan guru tentang siswanya telah terungkap.
Hasil penelitian akan dipaparkan sebagai berikut:
a. Data penelitian
Pengambilan data dilakukan dengan observasi (peneliti
mengamati kegiatan pembelajaran secara langsung) dan perekam
kegiatan pembelajaran dengan
handycam
. Dari data yang
diperoleh, ternyata sebagian besar dari apa yang teramati dan
dicatat oleh peneliti telah terekam juga oleh handycam.
Data rekaman video proses pembelajaran yang dilakukan
oleh guru diperoleh dari tiga kali pertemuan, pertemuan I terdiri
dari 2 JP, pertemuan II terdiri dari 1 JP, dan pertemuan III terdiri
dari 2 JP dilakukan di kelas. Pertemuan tersebut yaitu:
1. Pertemuan I (14 Mei 2012), membahas tentang proses-proses
termodinamika.
2. Pertemuan II (19 Mei 2012), membahas usaha termodinamika
dan mengerjakan soal-soal latihan.
3. Pertemuan III (21 Mei 2012), membahas latihan soal.
fisika, guru menempuh pendidikan calon guru di sebuah universitas
swasta terkemuka di Yogyakarta pada fakultas keguruan program
sarjana S1 pendidikan fisika. Sebelum lulus dari pendidikan guru,
beliau sudah menjadi tentor di salah satu lembaga bimbingan
belajar yaitu Neutron selama 1 tahun, dan beliau juga ditawarkan
oleh kepala sekolah SMA Pangudi Luhur Yogyakarta mengajar di
sekolah tersebut. Beliau diminta (ditawarkan) mengajar karena
pada saat itu guru fisika di SMA Pangudi Luhur Yogyakarta hanya
satu guru, kebetulan guru fisika satu-satunya di sekolah tersebut
akan segera menyelesaikan pengurusan berkas-berkas dari sekolah
tersebut karena telah lolos dalam ujian seleksi PNS (pegawai negeri
sipil). Dan akhirnya guru menetap mengajar hanya di satu sekolah
selama 20 tahun dengan kondisi siswa yang heterogen. Guru
mengajar semua kelas dari kelas 1 sampai kelas 3.
b. Transkipsi
sampai peneliti yakin bahwa data-data yang diperlukan telah
ditranskip semua. Transkipsi data video proses pembelajaran guru
dapat dilihat pada lampiran 3, transkip data wawancara guru dapat
dilihat pada lampiran 4.
B. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Data dari penelitian ini akan dianalisis secara deskriptif kualitatif.
Pada bagian ini akan dibahas bentuk-bentuk pengetahuan guru fisika
tentang siswanya, yang akan tampak pada deskripsi hasil observasi
rekaman video pembelajaran. Peristiwa-peristiwa yang menunjukkan
bentuk-bentuk pengetahuan guru tentang siswanya dibuat dalam topik
data, kemudian topik-topik data yang memiliki kesamaan makna
dikelompokkan dalam satu kategori. Setelah itu, dilakukan pembahasan
pada tiap kategori data dari peristiwa-peristiwa yang menunjukkan
bentuk-bentuk pengetahuan guru tentang siswanya. Pembahasan didasarkan pada
hasil wawancara dengan guru yang bersangkutan dan teori yang ada, serta
pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki oleh peneliti. Hasil wawancara
digunakan untuk mengungkap pengetahuan-pengetahuan guru yang
mendasari tindakannya sebagai pengetahuan guru tentang siswanya.
1. Topik data
topik data diberi kode (koding) yang berupa suatu kata yang
menunjukkan isi dari topik tertentu. Topik data dari video proses
pembelajaran dapat dilihat pada lampiran 5.
2. Kategori data
Dari topik data yang memiliki kesamaan makna dikelompokkan
dalam satu kategori data. Kategori data merupakan gagasan abstrak
yang mewakili makna yang sama dalam sekelompok topik data.
Kategori data dibuat sendiri oleh peneliti dengan membandingkan
topik-topik data satu dengan data yang lain. Pembuatan kategori data
disesuaikan dengan teori dan data yang diperoleh, seperti di bawah ini:
a. Kemampuan awal siswa
b. Motivasi dan keaktifan siswa
c. Miskonsepsi siswa
d. Kesulitan belajar siswa:
Guru melakukan penekanan konsep atau pengulangan
materi-materi yang penting atau dirasa sulit
Guru mengingatkan materi yang sudah dipelajari.
3. Analisis
guru yang bersangkutan. Dalam memberikan pertanyaan wawancara
peneliti berusaha untuk tidak mengarahkan jawaban guru pada jawaban
yang diinginkan oleh peneliti, sehingga alasan yang diberikan guru pada
setiap tindakannya murni dari pengetahuan guru. Karena keterbatasan
peneliti dalam wawancara dimana peneliti kurang bisa mengembangkan
pertanyaan dan menggali jawaban dari guru, sehingga tidak semua
tindakan yang dilakukan guru berhasil dicari tahu alasannya. Pertanyaan
wawancara dapat dilihat pada lampiran 4.
4. Pembahasan
Pengetahuan yang dimiliki guru dalam penelitian ini adalah
pengetahuan guru tentang siswa. Pengetahuan guru tentang siswa dapat
diketahui dengan mengamati perilaku dan tindakan guru pada saat
mengajar di kelas. Peneliti membatasi pengungkapan pengetahuan guru
mengenai pengetahuan siswa. Pengetahuan guru tentang siswa yang akan
dibahas dalam penelitian ini dibatasi oleh peneliti yaitu pengetahuan guru
yang terdiri dari: (1) pengetahuan guru tentang kemampuan awal siswa,
(2) pengetahuan guru tentang motivasi dan keaktifan siswa, (3)
pengetahuan guru tentang miskonsepsi yang dialami siswa, dan (4)
pengetahuan guru tentang kesulitan belajar siswa.
A. Pengetahuan Guru tentang Kemampuan Awal Siswa
disampaikan oleh guru. Kemampuan awal siswa penting diketahui guru
sebelum memulai pembelajarannya.
Pengetahuan guru mengenai
kemampuan awal dapat terlihat dari penyajian permasalahan yang
dihadapkan oleh siswa.
Dalam pembelajaran tanggal 14 Mei 2012 (rekaman video menit
ke 11.12), guru menggali kemampuan awal siswa tentang defenisi Q dan
W sebelum memasuki materi proses termodinamika. Peneliti menduga
dari tindakan guru menggali kemampuan awal yang harus dimiliki siswa
sebelum mempelajari hal baru adalah sebagai pengetahuan guru tentang
kemampuan awal siswa. Peneliti melihat kemampuan awal yang guru gali
seperti defenisi panas Q dan usaha W, proses-proses termodinamika, dan
persamaan PV = nRT = nKT adalah kemampuan awal yang harus siswa
miliki sebelum memasuki materi baru.
Dari hasil pengamatan peneliti tampak bahwa guru mempunyai
pengetahuan tentang kemampuan awal siswa. Hal tersebut diperkuat oleh
pernyataan guru melalui transkip wawancara seperti berikut ini:
P: apa tujuan Bapak dengan bertanya kepada siswa apa itu definisi Q dan W sebelum memasuki materi?
G: kalo Q kan Q sudah pernah diajarkan dikelas satu Q=mc∆T yaitu panas,
kalo W itu kan mengingat kembali di sebelum ini kan Teori Kinetik Gas usaha gitu lho
P: berarti untuk mengingatkan apa yang sudah pernah dipelajari gitu ya pak? G: ya ho oh..
G: ya ini kan waktu bahas sebelum ini kan ada Teori Kinetik Gas, itu kan ada bagian namanya isobar ada isovolum ada isotermik dan sebagainya kan mengingat lagi nek isovolum itu apa lalu mengingat lagi lagi
Guru menyatakan bahwa guru tahu siswa telah mempelajari usaha
W dengan mengatakan
“kemarin di.. usaha ki opo?” yaitu mengenai
rumus W = F.s.
Pernyataan guru “kemarin di.. usaha ki opo?” menyatakan bahwa
usaha W pernah dipelajari siswa, hal itu menunjukkan kemampuan siswa
mengenai usaha W tersebut. Guru juga memberikan pernyataan sederhana
yang disampaikan kepada siswa menunjukkan bahwa sebelumnya hal-hal
tersebut telah dipelajari sebelumnya atau guru terlihat menunjukkan
pengetahuan guru mengenai kemampuan awal siswa.
Kutipan pernyataan yang disampaikan guru:
G:
ayo tuli
s..”termodinamika adalah ilmu yang mempelajari
hukum-hukum
dasar yang dipatuhi oleh (Q) dan usaha (W).
Pada suatu sistim yang mengalami proses termodinamika. Yang
termasuk proses termodinamika...”
yang kemarin sudah
bukan?
(video, 14 Mei 2012)
G:
”isovolume. Kalo prosesnya dari isovolum dulu baru ke isobar.
Kalo langsung prosesnya dari I langsung ke F. Nah kita cari
satu per satu. Saya akan memberi contoh satu proses dulu untuk
proses IAF, nanti IF dan IBF kamu yang nyari..semuanya
dengarkan..ditanyakan W
IAFbrapa?
∆U
IAFbrapa? kemudian
Q
IAFbrapa?
yang pertama dulu W, bagaimana proses mencari
W? yang kemaren sama seperti ini apa?
W
IAF= luas IAF, dong
ra?” (video,
19 Mei 2012)
G:
”nanti ketika anda mencari WIF
bagaimana mencari W
IBFjuga
akan tahu, sekarang yang berikutnya
∆U.
Kemaren waktu kita
bahas PV = nRT = nKT, kemaren sama dengan? brapa? PV =
nRT = NKT = 2/3 NE
Katau = 2/3 N.., NE
Kitu apa?
”
(video, 19
G:
’nah s’karang kita lanjutkan
yang kemarin A. Proses
–
proses
gas, ada apa?” (video, 19 Mei 2012)
Pernyataan guru
“yang kemaren sudah, yang kemaren
sama
seperti, kemaren sudah kita bahas, yang kemarin ada apa”
menunjukkan
bahwa hal-hal yang disampaikan guru tersebut pernah dipelajari
sebelumnya. Pernyataan tersebut dapat mengungkap kemampuan awal
siswa karena guru tahu siswa telah mempelajarinya.
Dengan demikian, guru mengetahui kemampuan awal siswa terlihat
dari hasil pengamatan peneliti dan wawancara. Guru mengetahui bahwa
siswa memiliki pemahaman awal. Hal tersebut terlihat dari pembelajaran
yang berlangsung dengan baik, ketika guru bertanya tentang materi yang
sudah pernah dipelajari sebelumnya siswa dapat menjawab pertanyaan
guru dan mengikuti pembelajaran.
B. Pengetahuan Guru tentang Motivasi dan Keaktifan Siswa
Dari hasil pengamatan peneliti dan hasil wawancara, pengetahuan
guru tentang motivasi dan keaktifan siswa dalam penelitian ini terungkap.
Pengetahuan tersebut adalah guru mengetahui siswanya mempunyai
motivasi dan keaktifan yang rendah dalam mempelajari fisika.
Menurut guru dalam wawancara:
“anak sekarang kesadaran diri
untuk belajar serius itu kurang kebanyakan seneng main lari sana sini,
nek belajar kui yo ogah-ogahan mesti meneng ae pas guru ngajar di
Dari pengamatan peneliti, selama pembelajaran siswa terlihat tidak
terlalu aktif dalam mengikuti pembelajaran, tidak ada siswa yang
mengerjakan soal secara suka rela untuk maju ke depan kelas, siswa akan
maju jika guru yang meminta atau menunjuk secara langsung. Hal lain
yang menunjukkan siswa mempunyai motivasi rendah adalah hanya ada
satu siswa saja yang bertanya secara langsung kepada guru selama
pembelajaran dan siswa terlihat sibuk mencatat apa yang guru bicarakan
dan guru tulis di papan tulis.
Guru berusaha menumbuhkan motivasi dan keaktifan siswa dengan
memberi lelucon, melakukan tanya-jawab dengan siswa, dan memberi
latihan soal.
Dalam pembelajaran tanggal Mei 2012 (rekaman video menit ke ),
menunjukkan
metode
tanya-jawab
yang
guru
terapkan
untuk
mengaktifkan siswanya. Selama pembelajaran, metode yang guru
terapkan terlihat efektif karena kelas menjadi lebih hidup dan aktif. Tidak
hanya itu, guru juga menambahkan alasan kenapa guru menjelaskan
dengan cara melakukan tanya-jawab kepada siswa yaitu untuk
menghemat waktu.
guyonan karena besok yang dimaksud yaitu hari minggu (dalam hal ini
guru bercanda). Guru memberi lelucon dengan tujuan supaya kelas tidak
tegang dan untuk memecahkan suasana yang ada.
Pemberian motivasi berupa membantu kesulitan belajar anak
didik secara individual maupun kelompok terungkap dalam penelitian ini.
Guru membantu kesulitan belajar siswa secara individual dengan
menjawab pertanyaan siswa dan guru tidak langsung membantu siswa
namun guru memberi pertanyaan-pertanyaan yang mengarah sehingga
siswa secara tidak langsung siswa sendirilah yang berpikir.
Dalam proses pembelajaran tanggal 21 Mei (rekaman video menit
ke 49.75), guru membantu siswa untuk memahami konsep mesin carnot.
Guru membantu siswa memahami mesin carnot dengan menggambar
tampungan air. Guru membantu siswa dalam memahami mesin carnot
dengan cara guru menggambar tampungan air dengan tujuan untuk
memancing atau menggali pemahaman siswa. Guru memotivasi siswa
dengan cara menggambar tampungan air.
salah tidak didengar oleh siswa lain. Dengan membantu kesulitan yang
dihadapi siswa baik secara individual maupun kelompok, siswa menjadi
terdorong untuk belajar lebih giat karena merasa apa yang menjadi
kesulitannya terbantu oleh guru.
Dalam pembelajaran tanggal 21 Mei 2012 (rekaman video menit
ke 63.67), terlihat guru memotivasi siswa dengan memberi guyonan
untuk membuat suasana, kemudian guru mencoba menggali pemikiran
siswa dengan cara tanya-jawab kepada siswa. Dari data analisis guru
mencoba menggali pemikiran siswa dengan cara melakukan tanya-jawab
kepada siswa. Pada saat memberikan penjelasan guru berusaha
menyisipkan guyonan kepada siswa dengan tujuan untuk mencairkan
suasana supaya siswa tidak mengantuk dan bosan, siswa termotivasi
untuk belajar dan tidak jenuh.
Dalam pembelajaran tanggal 14 Mei 2012 (rekaman video menit
23.63), guru meminta seorang siswa membacakan materi pengantar
proses isotermal pada buku acuan. Banyak hal menunjukkan dalam
pembelajaran guru menggunakan metode meminta siswa membacakan
materi pengantar untuk mengaktifkan siswa. Selama pembelajaran
terlihat metode yang guru gunakan efektif dalam mengaktifkan siswa.
guru berusaha mengaktifkan siswa dengan cara melakukan tanya-jawab
kepada siswa setelah guru meminta seorang siswa membacakan
pengertian proses adiabatik. Tidak hanya itu, menurut guru pada saat
siswa diminta membacakan pengertian proses adiabatik itu akan
membantu pemahaman siswa sekaligus (semua siswa).
Selanjutnya,
guru mengaktifkan siswa dengan cara guru
berkeliling kelas melihat pekerjaan siswa lalu guru meminta dua orang
siswa maju mengerjakan soal post test di papan tulis
“udah denger dulu..
kita kerjain bersama, kamu maju sama kamu (nunjuk 2 siswa maju ke
depan) kerjakan di depan!”
(video pembelajaran tanggal 21 Mei menit ke
35.32). Guru meminta dua orang siswa maju ke depan mengerjakan
bersama di papan tulis karena siswa mengalami kesulitan dalam
menyelesaikan persoalan yang ada.
C. Pengetahuan Guru tentang Miskonsepsi Siswa
Pada miskonsepsi ini guru tidak secara langsung terlihat
mengetahui miskonsepsi siswa namun guru mengetahui adanya
miskonsepsi saat membahas soal. Hal tersebut ditekankan pada tindakan
guru yang menjelaskan kembali dan dalam wawancara guru juga
menyatakan bahwa siswa dapat belajar dari kesalahan sehingga siswa
menjadi ingat dan tahu maksudnya.
Dalam pembahasan soal guru menemukan adanya kesalahan
pemahaman tentang proses isotermal. Guru menunjukkan kesalahan siswa
dengan menjelaskan dengan gambar grafik dan mengingat yang telah
dipelajari sebelumnya sehingga siswa benar-benar tahu kesalahannya.
Miskonsepsi yang terjadi terungkap pada kutipan data di bawah ini:
Gambar 4. Guru mengoreksi pekerjaan siswa
G: mana ada isotermal? S1: yang IF itu pak?
Gambar 4. Guru menggambar grafik isotermal
S1: berarti yang itu bukan isotermal ya
G: lha iyow..jadi isotermal. Kalo ini bukan isotermal.
Dari kutipan transkip di atas tampak bahwa guru mendekati dan
melihat pekerjaan seorang siswa, guru menemukan bahwa siswa
mengalami miskonsepsi pada grafik isotermal kemudian guru memberikan
koreksi terhadap perkerjaan siswa untuk meluruskan kesalahan konsep
yang dialami oleh siswa. Terkadang guru menjelaskan dijadikan satu kelas
menjelaskan ke semua anak bukan personal supaya anak tidak mengalami
kekeliruan yang sama, seperti terungkap pada transkip wawancara di
bawah ini:
P: ini disini pak kan terlihat siswa ada kekeliuran yang dialaminya pada saat Bapak berkeliling ee melihat pekerjaan siswa tersebut Bapak kan terlihat memberikan koreksi dan berkata “mana ada isotermal”, mungkin di catatan siswa itu kan dia menulis isotermal gitu kan pak, kira-kira Bapak tahu ndak kenapa siswa tersebut bisa keliru salah konsep seperti itu pak? G: nah disitu kan grafike lurus jadi itu bukan isotermal, nek isotermal kui kan
gambare parabola, maka saya memberikan koreksi terhadap siswa tersebut untuk meluruskan kesalahan konsep yang dia buat sendiri begitu..
P: apakah hal mengoreksi pekerjaan siswa selalu Bapaka lakukan?
G: ya ha ah selalu nanti kan saya jadikan satu kelas gitu lho menjelaskan ke semua anak bukan personal supaya mereka tidak mengalami kekeliruan yang sama.