• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Hingga saat ini Indonesia masih mengalami kelangkaan jumlah tenaga dokter spesialis. Hal ini terlihat dari hasil registrasi nasional yang dilakukan oleh Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) tahun 2012 terdaftar 22.212 orang dokter spesialis di seluruh Indonesia (Konsil Kedokteran Indonesia, 2012). Rasio jumlah tenaga dokter spesialis terhadap jumlah penduduk di Indonesia jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan rasio di negara–negara maju maupun negara–negara ASEAN lainnya. Rendahnya rasio tersebut disebabkan oleh rendahnya jumlah lulusan dokter spesialis (DSp) setiap tahunnya. Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya kelangkaan DSp di Indonesia, antara lain: a) terbatasnya lembaga pendidikan yang mampu menyelenggarakan pendidikan DSp; b) terbatasnya jumlah mahasiswa yang dapat diterima oleh lembaga pendidikan yang ada; c) mahal dan lamanya waktu pendidikan DSp. Hal ini berakibat laju pertambahan lulusan DSp yang tidak sesuai dengan kebutuhan tenaga DSp di masyarakat (Ilyas, 2006). Oleh karena itu banyak rumah sakit, terutama rumah sakit pemerintah di tingkat kabupaten/kotamadya mengalami kekurangan tenaga dokter spesialis.

Keterbatasan jumlah DSp ini diperberat dengan distribusinya yang tidak merata. Berdasarkan hasil penelitian Mustikowati (2005) diketahui bahwa 65% DSp bekerja di Jawa dan Bali sedangkan sisanya tersebar di luar Jawa dan Bali. Permasalahan distribusi DSp juga terlihat dari data bahwa 29% rumah sakit (RS) kelas C atau 66 RS dari 229 RS kelas C tidak mempunyai DSp empat dasar. Hasil penelitian yang dilakukan Ilyas (2006) juga menyatakan rerata DSp per 100.000 penduduk pada daerah kota 8,4 sedangkan pada daerah kabupaten sebesar 0,8. Ini berarti rerata DSp daerah kota lebih besar 10 kali lipat dari daerah kabupaten. Hanya beberapa kota yang mempunyai rasio DSp yang cukup (6 DSp/100.000 penduduk), sedangkan sisanya masih banyak kabupaten yang kekurangan DSp bahkan tidak mempunyai DSp. Selain itu masih rendahnya tingkat retensi DSp di

(2)

rumah sakit–rumah sakit daerah merupakan masalah penting yang terutama dialami oleh sebagian besar rumah sakit daerah (RSD) di Indonesia.

Napitupulu (2005) menyatakan bahwa kurangnya minat dokter spesialis bertahan lebih lama bekerja di RSUD Abepura Papua karena pendapatan yang diterima mereka masih kurang termasuk insentif daerah yang kecil. Pendapatan total yang diterima tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, apalagi biaya hidup di Abepura tinggi. Penyebab lainnya karena seluruh dokter spesialis yang bertugas di Abepura berasal dari luar daerah, sehingga mempunyai potensi untuk tidak bertahan lama. Mamnu’ah (2008) menyatakan untuk menarik minat dokter spesialis agar bertahan lebih lama di RSUD Pandeglang dan untuk meningkatkan motivasi kerja mereka maka harus diperhatikan pemberian kompensasi dan fasilitas–fasilitas yang layak diterima dokter spesialis seperti jasa medik, jasa konsultasi, dan sistim pembagiannya. Penelitian Bukit (2003), Musbar (2006) dan Effendi (2008) juga mengatakan bahwa adanya ketidakpuasan kerja DSp selama bekerja di Rumah Sakit Daerah menyebabkan DSp tidak betah bertahan lama di Rumah Sakit Daerah.

Masalah kelangkaan DSp dan rendahnya tingkat retensi DSp ini juga dialami oleh Kabupaten Kapuas Hulu, yang letaknya terpencil di pedalaman Propinsi Kalimantan Barat. Kabupaten Kapuas Hulu dengan Ibukotanya Putussibau, merupakan kabupaten yang berada di puncak aliran Sungai Kapuas sehingga mendapat julukan sebagai “Bumi Uncak Kapuas”. Menurut Kementrian Pembangunan Daerah Tertinggal, Kabupaten Kapuas Hulu dikategorikan sebagai daerah terpencil perbatasan dan daerah tertinggal (KPDT, 2012). Ditinjau dari segi geografis Kabupaten Kapuas Hulu (Kab. KH) merupakan kabupaten yang letaknya terpencil di pedalaman Propinsi Kalimantan Barat, dengan jarak tempuh dari ibukota propinsi ± 657 km melalui jalan darat (lamanya perjalanan ± 18 jam), dan melalui jalur aliran Sungai Kapuas jarak tempuh ± 842 km (lamanya perjalanan ± 6-7 hari), sedangkan jika melalui udara bisa ditempuh dalam waktu ± 1,5 jam penerbangan. Adapun batas-batas wilayah Kabupaten KH adalah sebagai berikut :

(3)

• Sebelah Barat: berbatasan dengan Kabupaten Sintang

• Sebelah Timur: berbatasan dengan Propinsi Kalimantan Timur dan Propinsi Kalimantan Tengah

• Sebelah Selatan: berbatasan dengan Kabupaten Sintang dan Propinsi Kalimantan Tengah

Gambar 1. Peta Letak Kabupaten Kapuas Hulu di Propinsi Kalimantan Barat

Pada peta Propinsi Kalimantan Barat (gambar 1), terlihat letak Kabupaten Kapuas Hulu yang terpencil jauh di pedalaman Kalimantan Barat, dengan akses keluar masuk daerah yang cukup sulit dan memakan waktu yang lama. Kabupaten Kapuas Hulu memiliki luas wilayah 29.842 km2, yang didiami oleh 231.512 jiwa penduduk, dengan tingkat kepadatan penduduk rata-rata 7 orang/km2. Mata pencaharian sebagian besar penduduk Kab. Kapuas Hulu adalah petani, dan laju pertumbuhan ekonomi daerah pada tahun 2012 sebesar 5,61%, dengan prosentase penduduk miskin sebesar 9,95% (BPS Kabupaten Kapuas Hulu, 2012).

Secara umum Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Kapuas Hulu masih relatif rendah jika dibandingkan dengan Kabupaten lainnya yang ada di Kalimantan Barat. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Kapuas Hulu

(4)

yang berasal dari pajak daerah, retribusi daerah, laba dari BUMD, pendapatan dari dinas-dinas serta pendapatan lainnya masih sangat rendah. Pajak dan retribusi daerah yang merupakan unsur utama Pendapatan Asli Daerah belum dapat memberikan kontribusi secara optimal.

Di Wilayah Kabupaten Kapuas Hulu hanya terdapat sebuah rumah sakit, yaitu Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Achmad Diponegoro Putussibau (RSUD AD), yang didirikan pada tahun 1970 dan merupakan rumah sakit kelas C milik Pemda Kabupaten Kapuas Hulu. Selain itu di Daerah Kab. Kapuas Hulu terdapat 23 puskesmas yang tersebar di 23 kecamatan yang ada di wilayah Kab. Kapuas Hulu. Sebagai satu-satunya rumah sakit yang ada di wilayah Kapuas Hulu, maka peran RSUD Dr. Achmad Diponegoro Putussibau menjadi sangat penting sebagai pusat pelayanan kesehatan dan rujukan bagi masyarakat Kabupaten Kapuas Hulu. Hal ini menjadi salah satu dasar pertimbangan bagi pihak manajemen rumah sakit dan Pemda Kab. Kapuas Hulu untuk terus berupaya memenuhi kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang memadai dan bermutu, dengan fasilitas dan sarana yang memadai, serta didukung oleh keberadaan tenaga medis profesional yang kompeten seperti dokter spesialis, sehingga memudahkan masyarakat terutama masyarakat miskin untuk mendapatkan pelayanan medis spesialistik, tanpa harus pergi ke fasilitas pelayanan kesehatan di kota lain yang jaraknya jauh dengan risiko selama perjalanan serta biaya yang relatif mahal. Wahid (2003) mengatakan bahwa Rumah Sakit Daerah sebagai Lembaga Teknis Daerah sangat membutuhkan sumber daya manusia yang profesional terutama tenaga fungsional seperti dokter spesialis 4 dasar. Pada era otonomi daerah, rumah sakit daerah tetap menjadi salah satu andalan utama dalam pemberian pelayanan kesehatan yang bermutu bagi masyarakat Indonesia.

Ditinjau dari keberadaan RSUD AD sebagai satu–satunya rumah sakit yang ada di Daerah Kabupaten Kapuas Hulu, seharusnya angka kunjungan di rumah sakit cukup tinggi, namun tidak demikian pada kenyataannya. pemanfaatan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan di RSUD AD relatif masih rendah. Masih rendahnya pemanfaatan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan RSUD Dr. Achmad Diponegoro Putussibau ini, salah satunya dikarenakan pelayanan

(5)

yang diberikan oleh rumah sakit belum memenuhi kebutuhan, keinginan dan harapan masyarakat. Mengingat Kab. Kapuas Hulu berbatasan dengan Wilayah Malaysia Timur, maka untuk sebagian masyarakat yang tergolong mampu lebih memilih untuk berobat ke rumah sakit-rumah sakit yang ada di wilayah negara tetangga tersebut misalnya ke RS di Kuching, yang dianggap dapat memberikan pelayanan yang lebih baik dengan fasilitas dan peralatan serba lengkap dan canggih serta tersedianya dokter ahli yang lengkap.

Kinerja pelayanan yang dicapai oleh RSUD AD dalam kurun waktu tahun 2007-2011, terlihat dari hasil pengukuran indikator–indikator berikut ini:

Tabel 1. Kinerja Pelayanan RSUD Dr. Achmad Diponegoro Putussibau Tahun 2007-2011 Uraian 2007 2008 2009 2010 2011 Rawat jalan 4.375 6.148 6.332 6.756 8.454 Rawat inap 1.654 2.576 2.688 2.879 3.625 BOR 26,65 55,74 56,86 58.52 63.87 LOS 3,6 Hr 3,9 Hr 4,5 Hr 5.3 Hr 5.3 Hr BTO 24,33 Kali 51,96 Kali 66,79 Kali 69.87Kali 69.87Kali

TOI 14,72 Hr 5,06 Hr 3,66 Hr 2.89 Hr 2.89 Hr

GDR 53,95‰ 57,15‰ 59,95‰ 53,23‰ 53,23‰

NDR 25,07‰ 26,59‰ 24,32‰ 22,38‰ 22,38‰

Sumber data: Laporan Tahunan RSUD Dr. Achmad Diponegoro (2011)

Dari tabel 1. terlihat sejak tahun 2008 ada kecenderungan peningkatan yang cukup signifikan dari jumlah kunjungan pasien ke rumah sakit, baik pasien rawat jalan maupun pasien rawat inap. Hal ini sejalan dengan keberadaan 3 dokter spesialis di RSUD Dr. Achmad Diponegoro Putussibau sejak tahun 2008. Pada tahun-tahun berikutnya jumlah kunjungan pasien tetap mengalami kenaikan, namun tidak terlalu signifikan seperti pada tahun 2008.

Keadaan ini kemungkinan dipengaruhi oleh banyak faktor, misalnya faktor-faktor internal rumah sakit seperti: kelengkapan dan keberadaan tenaga dokter

(6)

spesialis, turnover dokter spesialis yang tinggi, masih rendahnya mutu pelayanan, masih rendahnya mutu SDM, kurangnya fasilitas dan alat, performance fisik rumah sakit, dll. Sedangkan faktor-faktor eksternal rumah sakit yang mungkin berpengaruh antara lain: kondisi geografis dan demografis, tingkat perekonomian masyarakat, keberadaan dokter praktek swasta, dll. Keberadaan dokter praktek swasta di kota putussibau terutama berpengaruh pada rendahnya kunjungan pasien rawat jalan di RSUD AD. Adanya dokter praktek swasta ternama yang sudah lama dan dikenal baik oleh masyarakat serta mempunyai sarana pemeriksaan penunjang laboratoium pribadi menjadi pilihan sebagian masyarakat untuk berobat jalan karena dianggap mampu memberikan pelayanan dengan outcome klinis yang yang baik.

Muninjaya (2004) berpendapat bahwa belum tercapainya nilai standar nasional ini dipengaruhi oleh mutu pelayanan medis dan kesehatan di rumah sakit yang sangat erat kaitannya dengan manajemen rumah sakit (quality of service) dan keprofesionalan kinerja staf medik fungsional (SMF) dan staf lainnya di rumah sakit (quality of care). Untuk meningkatkan kinerja staf medik fungsional ini dibutuhkan peran serta dokter spesialis dalam meningkatkan jumlah kunjungan pasien.

Menurut Trisnantoro (2005) dokter spesialis adalah profesi yang sangat penting di rumah sakit, karena keberadaan dokter spesialis itu dapat menentukan maju mundurnya sebuah rumah sakit karena dapat meningkatkan harga jual rumah sakit dalam menarik konsumen, oleh karena itu dokter spesialis sering disebut sebagai salah satu tiang penyangga rumah sakit. Pendapat senada juga dikemukakan oleh Effendi (2008) yang mengatakan bahwa dokter spesialis adalah sumber daya dan modal dasar yang dapat memberikan daya saing dan keunggulan kompetitif bagi rumah sakit dalam menghadapi tuntutan dan persaingan dalam dunia kesehatan.

RSUD AD baru mempunyai 3 orang dokter spesialis pada tahun 2008 yaitu Spesialis Penyakit Dalam, Spesialis Bedah Umum dan Spesialis Penyakit Kandungan dan Kebidanan. Sedangkan Dokter Spesialis Anak mengalami kekosongan sejak tahun 2000. Adanya dokter spesialis 3 dasar ini memberi

(7)

pengaruh pada peningkatan jumlah pasien yang cukup tinggi, baik rawat jalan maupun rawat inap pada tahun 2008 (tabel 1). Pada tahun–tahun berikutnya kenaikan jumlah kunjungan pasien tidak terlalu tinggi, hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh dinamika jumlah dan keberadaan para dokter spesialis tersebut, yang mana adakalanya RSUD AD mengalami kekosongan DSp dalam waktu yang cukup lama, sehingga berdampak pula pada jumlah kunjungan pasien yang menurun.

Masalah keterbatasan jumlah dokter spesialis di RSUD AD ini, diperberat lagi oleh tingkat turnover dokter spesialis yang tinggi. Pada umumnya dokter spesialis yang bekerja di RSUD AD jarang bisa bertahan lama, rata–rata hanya bertahan 1– 2 tahun saja. Penelitian yang dilakukan oleh Napitupulu (2005) juga menggambarkan keadaan yang serupa yang dialami oleh RSUD Abepura.

Tabel 2. Jumlah Dokter Spesialis di RSUD Dr. Achmad Diponegoro Putussibau Tahun 2007-2011 JENIS SPESIALISASI TAHUN 2007 2008 2009 2010 2011 Bedah Umum 1 1 1 1 1 P. Dalam 1 1 1 1 1 Obsgyn - 1 1 1 1 P. Anak - - - - -

Sumber data: Bagian kepegawaian Dinas Kesehatan Kab. Kapuas Hulu (2011)

Dampak nyata yang terlihat dari tidak adanya dokter spesialis atau berkurangnya jenis pelayanan spesialistik karena dokter spesialisnya tidak ada adalah jumlah kunjungan pasien, baik rawat jalan maupun rawat inap hanya mengalami sedikit kenaikan dibandingkan pada waktu jumlah dokter spesialisnya 3 orang (tabel 1). Apabila dikaitkan dengan kondisi geogarafis daerah Kapuas hulu dengan letaknya yang jauh terpencil di pedalaman Propinsi Kalimantan Barat dengan akses keluar masuk daerah yang cukup sulit dan memakan waktu lama, maka tuntutan akan keberadaan dokter spesialis ini menjadi sangat penting. Selama ini jika ada pasien–pasien yang memerlukan penanganan spesialistik

(8)

tertentu tetapi dokter spesialisnya tidak ada, maka pasien dirujuk ke Kota Pontianak yang jaraknya ± 657 Km dari kota Putussibau dengan kondisi jalan yang kurang bagus, sarana transportasi yang kurang memadai, serta waktu tempuh yang sangat lama sekitar 18-20 jam perjalanan lewat darat. Hal ini tentunya akan sangat membahayakan keselamatan dan memperburuk keadaan pasien. Sedangkan bagi pasien yang tidak mampu atau pasien yang tidak mau dirujuk, terpaksa tetap dirawat di RSUD AD dan ditangani oleh dokter umum saja. Dengan demikian jelas sekali keberadaan DSp di RSUD Dr. Achmad Diponegoro Putussibau memang sangat dibutuhkan oleh masyarakat Kab. Kapuas Hulu.

Tabel 3. Data Turnover Dokter Spesialis di RSUD Dr. Achmad Diponegoro Putussibau Tahun 2007-2011

No Subyek Spesialisasi Status TMT

Tugas TMT Berakhir Keterangan 1 A Bedah Umum PNS 15-10-2007 15-10-2008 Pindah 2 B Penyakit Dalam PNS 01-07-2007 - Aktif 3 C Kebidanan dan Kandungan PNS 20-02-2008 31-01-2010 Pindah 4 D Kebidanan dan Kandungan Kontrak 15-04-2010 15-04-2011 Pindah 5 E Bedah Umum PNS 01-03-2010 - Aktif 6 F Kebidanan dan Kandungan PNS 01-06-2011 - Aktif

Sumber data: Bagian Kepegawaian Dinas Kesehatan Kab. Kapuas Hulu (2011)

Kondisi geografis serta tingkat kebutuhan masyarakat yang tinggi akan dokter spesialis, menjadi dasar pertimbangan bagi pihak pemerintah daerah untuk berupaya menarik minat dokter spesialis untuk bertugas di RSUD AD dan mempertahankan keberadaan dokter spesialis tersebut. Sejak tahun 2001 Pemda Kabupaten KH telah memberikan insentif finansial daerah sebesar Rp. 7.500.000/bulan kepada para dokter spesialis yang bersedia bekerja di Kabupaten KH. Pada tahun 2006, Pemda menaikkan insentif finansial dokter spesialis tersebut menjadi Rp.15.000.000/bulan. Selain itu pemerintah daerah juga memberikan insentif non-finansial seperti; rumah dinas beserta perlengkapannya,

(9)

dan sebuah mobil dinas kepada masing-masing spesialis yang bekerja di RSUD AD.

Kenaikan insentif finansial daerah dokter spesialis menjadi Rp. 15.000.000/bulan ini ternyata belum memberi pengaruh yang signifikan, kenaikan insentif finansial ini ternyata belum mampu untuk menarik minat dokter spesialis untuk bekerja dan bertahan lama di RSUD AD. Kebutuhan akan Dokter Spesialis Anak dan jenis spesialisasi lainnya belum juga terpenuhi, di samping itu tingkat turnover dokter spesialis juga masih tinggi, karena rata–rata dokter spesialis hanya bertahan 1–2 tahun saja kemudian pindah ke daerah lain.

Hasil penelitian Bukit (2003) di RSUD Manna menyimpulkan bahwa terdapat hal-hal lain di luar faktor ekonomi yang mempengaruhi turnover DSp di RSUD Manna Bengkulu Selatan, dan hal-hal ini terutama bersumber pada faktor-faktor internal RSUD Manna. Selama ini upaya untuk mempertahankan DSp di RSUD AD lebih difokuskan pada intervensi yang dilakukan oleh pihak Pemda KH dengan pemberian insentif finansial berupa uang dan insentif non finansial berupa rumah dinas dan kendaraan dinas. Sedangkan permasalahan-permasalahan internal RSUD AD sendiri maupun faktor-faktor lainnya, yang kemungkinan turut berperan pada retensi DSp kurang mendapat perhatian.

Trisnantoro (2005) mengatakan bahwa rumah sakit sebagai salah satu tempat bekerja dokter spesialis harus memperhatikan kepuasan kerja dokter spesialis tersebut supaya mereka tidak berpikir untuk pindah mencari rumah sakit lain. Kepuasan kerja di sini tidak hanya menyangkut masalah pendapatan atau insentif finansial saja, akan tetapi juga faktor-faktor lainnya. Hal ini didukung oleh pendapat Sempowski (2004) yang mengatakan bahwa program insentif finansial saja kurang efektif untuk meningkatkan retensi dokter spesialis di daerah pedesaan. Tampaknya diperlukan adanya program multidimensi lainnya agar program insentif finansial ini lebih berhasil, daripada hanya mengandalkan program insentif finansial saja.

Keberadaan dokter spesialis sebagai tenaga ahli yang profesional di rumah sakit tidak bisa dipungkiri mempunyai pengaruh besar bagi kemajuan rumah sakit. Adanya dokter spesialis menjadi daya tarik tinggi bagi masyarakat yang

(10)

membutuhkan pelayanan kesehatan yang bermutu, sehingga akan meningkatkan jumlah kunjungan rumah sakit, dengan demikian dapat meningkatkan penghasilan rumah sakit. Oleh karena itu pihak rumah sakit sebagai tempat dimana dokter spesialis bekerja, dituntut melakukan upaya-upaya nyata dalam mempertahankan keberadaan para dokter spesialis ini.

B. Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, bisa dilihat bahwa masyarakat Kabupaten Kapuas Hulu pada umumnya, dan RSUD AD khususnya sebagai insitusi dimana DSp tersebut bekerja sangat membutuhkan keberadaan DSp, terutama DSp yang bersedia bekerja dalam jangka waktu lama atau bahkan menetap di Kabupaten Kapuas Hulu. Oleh karena itu perlu dicari permasalahan yang ada, yaitu : Mengapa dokter spesialis tidak bersedia untuk bekerja dalam jangka waktu lama atau menetap di RSUD AD?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengeksplorasi faktor-faktor yang berperan terhadap retensi DSp di RSUD AD Putussibau.

2. Mengidentifikasi faktor yang paling berperan pada retensi DSp di RSUD AD Putussibau.

3. Mengidentifikasi peranan Pihak Manajemen RSUD AD dalam meningkatkan retensi DSp di RSUD AD Putussibau.

4. Mengidentifikasi peranan pihak Pemerintah Daerah Kabupaten Kapuas Hulu dalam meningkatkan retensi DSp di RSUD AD Putussibau.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Pihak Manajemen RSUD AD :

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan dan pertimbangan bagi pihak manajemen rumah sakit dalam menetapkan kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan pemberdayaan DSp.

(11)

a. Diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan pertimbangan bagi Pemda Kab. Kapuas Hulu dalam mengatasi masalah kelangkaan DSp dan

rendahnya tingkat retensi DSp di Kab.Kapuas Hulu.

b. Diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan pertimbangan bagi Pemda Kab. Kapuas Hulu dalam menetapkan kebijkan-kebijakan yang

berhubungan dengan keberadaan DSp.

E. E. Keaslian Penelitiann

Penelitian tentang dokter spesialis sudah banyak dilakukan dengan fokus masalah, tujuan, metode, jenis ataupun lokasi penelitian yang berbeda-beda, antara lain:aaaaaaaa amfvjkfgkjgvjmfgjrgkndvfnn evisia) !!!

1. Bukit (2003), melakukan penelitian tentang kepuasan kerja dokter spesialis di RSUD Manna dengan pendekatan EMIC. Hasil penelitian di RSUD Manna menyimpulkan ada 10 masalah yang mempengaruhi kepuasan kerja DSp yaitu; 1) hubungan pasien-dokter, 2) fasilitas yang tersedia di RS, 3) hubungan dengan rekan kerja, 4) rasa aman dalam melakukan pekerjaan, 5) pendapatan yang diperoleh, 6) fasilitas yang diperoleh dari RS, 7) karakteristik pekerjaan, 8) keberadaan di RS, 9) masalah keluarga dan masalah karier.

2. Napitupulu (2005), melakukan penelitian tentang jenis kompensasi yang paling mempengaruhi kepuasan dokter spesialis di RSUD Abepura Propinsi Papua, yang mana jenis kompensasi yang paling mempengaruhi ketidakpuasan kerja DSp di RSUD Abepura adalah insentif daerah.

3. Mustikowati (2005, meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penempatan dokter spesialis ikatan dinas dengan menggunakan jenis penelitian analitik dengan rancangan cross sectional. Hasil penelitian didapatkan faktor-faktor yang mempengaruhi penempatan DSp ikatan dinas anatara lain : faktor predisposing, faktor enabling dan faktor reinforcing. Penolakan penempatan DSp ikatan dinas paling tinggi karena DSp mempunyai motivasi dan komitmen yang rendah.

(12)

4. Musbar (2006) melakukan penelitian dengan tujuan melukiskan bagaimana kepuasan kerja dokter spesialis di RSUD Sawah Lunto serta faktor–faktor apa saja yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja dokter spesialis. Data dan informasi dianalisa dengan menggunakan analisa kualitatif dan kuantitatif. 5. Mamnu’ah (2008) bertujuan untuk mengidentifikasi kebijakan pemda

mengenai tarif dokter dan DSp di RSUD Pandeglang, mengidentifikasi kebijakan pemda mengenai kompensasi DSp di RSUD Pandeglang dengan menggunakan jenis rancangan deskripsi cross sectional. Subyek penelitian tersebut adalah Direktur RSUD Pandeglang dan stakeholder di Kabupaten Pandeglang.

6. Nukarca (2008), meneliti tentang komitmen dokter spesialis yang bekerja di RSUD Sambas, jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus deskriptif dengan rancangan kasus tunggal holistik. Hasil penelitian ini menyimpulkan komitmen dokter spasialis rendah terhadap RSUD Sambas, yang menyebabkan dokter spesialis tidak bertahan di RSUD Sambas.

Pada penelitian ini mungkin saja terdapat beberapa persamaan dan perbedaan dengan penelitian-penelitian yang sudah dilakukan di atas. Adapun perbedaan penelitian kali ini adalah bertujuaan untuk mengeksplorasi faktor-faktor yang berperan terhadap retensi dokter spesialis di RSUD Dr. Achmad Diponegoro Putussibau dengan menggunakan jenis penelitian kualitatif eksploratif. Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor yang berperan pada retensi dokter spesialis di RSUD AD, dengan demikian pihak manajemen RSUD AD maupun Pemda Kab. Kapuas Hulu bisa mengupayakan mencari solusi yang tepat untuk mengatasi masalah ini.

Alasan peneliti memilih topik penelitian ini karena RSUD Dr. Achmad Diponegoro Putussibau selalu mengalami kelangkaan dokter spesialis dan masalah rendahnya tingkat retensi dokter spesialis di RSUD Dr. Achmad Diponegoro Putussibau. Keberadaan dokter Spesialis di RSUD AD sangat dibutuhkan oleh masyarakat Kab. Kapuas Hulu, mengingat RSUD AD merupakan satu-satunya RS yang ada di Kab. Kapuas Hulu dan menjadi tumpuan harapan bagi masyarakat yang membutuhkan pelayanan medis spesialistik. Letak

(13)

geografis Kapuas Hulu yang terpencil jauh di pedalaman Kalimantan Barat menyebabkan masyarakat Kapuas Hulu mengalami kesulitan untuk mendapatkan pelayanan medis spesialistik di daerah/kota lainnya.

Gambar

Gambar 1. Peta Letak Kabupaten Kapuas Hulu di Propinsi Kalimantan Barat
Tabel 1. Kinerja Pelayanan RSUD Dr. Achmad Diponegoro Putussibau   Tahun 2007-2011  Uraian  2007  2008  2009  2010  2011  Rawat jalan  4.375  6.148  6.332  6.756  8.454  Rawat inap  1.654  2.576  2.688  2.879  3.625  BOR  26,65  55,74  56,86  58.52  63.87  LOS  3,6 Hr  3,9 Hr  4,5 Hr  5.3 Hr  5.3 Hr  BTO  24,33 Kali  51,96 Kali  66,79 Kali  69.87Kali  69.87Kali
Tabel 2. Jumlah Dokter Spesialis di RSUD Dr. Achmad Diponegoro Putussibau  Tahun 2007-2011  JENIS  SPESIALISASI  TAHUN 2007 2008 2009  2010  2011  Bedah Umum  1  1  1  1  1  P
Tabel 3. Data Turnover Dokter Spesialis di RSUD Dr. Achmad Diponegoro    Putussibau Tahun 2007-2011

Referensi

Dokumen terkait

Algoritma LVQ merupakan metode pembelajaran dengan menggunakan sistem kompetisi artinya dalam proses pembelajaran neuron-neuron dalam lapisan kompetisi akan

Berbeda dengan Erwati (2011) yang mengungkapan pendapatnya bahwa variabel ukuran perusahaan (SIZE) tidak berpengaruh signifikan terhadap struktur modal (DER), artinya semakin

Proses ini akan menghasilkan hasil dari sebuah klasifikasi pada dokumen rekam medis untuk digunakan proses informasi ekstraksi teks kedalam database yang akan

underwear rules ini memiliki aturan sederhana dimana anak tidak boleh disentuh oleh orang lain pada bagian tubuhnya yang ditutupi pakaian dalam (underwear ) anak dan anak

Penyusunan tugas akhir ini merupakan salah satu syarat yang harus ditempuh oleh setiap mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Diponegoro dalam

Struktur pasar monopolistik terjadi manakala jumlah produsen atau penjual banyak dengan produk yang serupa/sejenis, namun di mana konsumen produk tersebut

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka simpulan yang dapat diambil dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa nilai p value=0.495,

Pada tahap pertama ini kajian difokuskan pada kajian yang sifatnya linguistis antropologis untuk mengetahui : bentuk teks atau naskah yang memuat bentuk