• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Pajak

Suatu pemerintahan negara tidak akan mungkin untuk berjalan efektif tanpa adanya legitimasi yang penuh. Pemerintahan negara dan alat perlengkapannya sebagai instrumen penataan masyarakat yang memegang kekuasaan politik utama harus memiliki pembenaran atau pendasaran yang sah (legitimasi) atas kekuasaan yang dijalankannya agar ia dapat efektif.

Dalam ilmu negara umum disebutkan bahwa keberadaan negara (existence) dapat dibenarkan berdasarkan sumber-sumber kekuasaan antara lain: Kewenangan langsung maupun yang tidak langsung dari Tuhan Semesta Alam, yang diterapkan dalam bentuk konstitutif dan kepercayaan yang diformalkan dalam ketentuan negara (Teori Teokrasi); Kekuatan jasmani maupun rohani, serta materi (finansial) yang diefektifkan sebagai alat berkuasa, dalam bentuknya yang modern seperti kekuatan militer yang represif, kharisma para rohaniawan yang berpolitik, atau dalam bentuk money politics (Teori Kekuatan); Ada perjanjian, baik yang dipersepsi sebagai perjanjian perdata maupun publik, serta adanya pandangan dari perspektif hukum keluarga dan hukum benda (Teori Yuridis).

(2)

Secara rasional, pemerintah mana pun di dunia tidak mungkin lagi menyadarkan klaim wewenang dan kekuasaannya atas dasar kekuatan fisik angkatan perang (militer) yang represif atau mitos-mitos feodalistik maupun teokratik. Klaim-klaim yang bersifat tidak rasional dan dipaksakan semakin lama akan semakin ditinggalkan sejalan dengan kemajuan gerakan-gerakan pemikiran kritis filsafat dan politik serta perkembangan teknologi yang menafikan irasionalitas. Dapat disimpulkan bahwa tanpa legitimasi yang rasional dan objektif, suatu negara tidak akan mungkin berjalan efektif.

Teori tindakan beralasan atau Theory of Reasoned Action (TRA) mengatakan bahwa sikap mempengaruhi perilaku melalui suatu proses pengambilan keputusan yang teliti dan beralasan, dan dampaknya terbatas hanya pada tiga hal. Pertama, perilaku tidak banyak ditentukan oleh sikap umum tetapi oleh sikap yang spesifik terhadap sesuatu. Kedua, perilaku tidak hanya dipengaruhi oleh sikap tetapi juga oleh norma subjektif (subjective norms) yaitu keyakinan kita mengenai apa yang orang lain inginkan agar kita lakukan. Ketiga, sikap terhadap suatu perilaku bersama-sama norma subjektif membentuk suatu intensi atau niat untuk berperilaku tertentu. Intensi atau niat merupakan fungsi dari dua determinan dasar, yaitu sikap individu terhadap perilaku (merupakan aspek personal) dan persepsi individu terhadap tekanan sosial untuk melakukan atau untuk tidak melakukan perilaku yang disebut dengan norma subjektif.

Secara singkat, praktik atau perilaku menurut theory of reasoned action dipengaruhi oleh niat, sedangkan niat dipengaruhi oleh sikap dan norma subjektif.

(3)

Sikap sendiri dipengaruhi oleh keyakinan akan hasil dari tindakan yang telah lalu. Norma subjektif dipengaruhi oleh keyakinan akan pendapat orang lain serta motivasi untuk menaati pendapat tersebut. Secara lebih sederhana, teori ini mengatakan bahwa seseorang akan melakukan suatu perbuatan apabila ia memandang perbuatan itu positif dan bila dia percaya bahwa orang lain ingin agar ia melakukannya.

Ada banyak definisi pajak menurut beberapa ahli, namun pada dasarnya beberapa definisi tersebut memiliki pengertian yang sama secara garis besarnya. Menurut Mardiasmo (2011:1) Menyatakan Bahwa Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Menurut Wirawan B Ilyas, Richard Burton (2010:4) menyatakan bahwa Pajak adalah iuran pada negara yang dapat dipaksakan yang terhutang bagi yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran – pengeluaran umum berhubungan dengan tugas pemerintah.

Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 menyatakan bahwa pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan untuk keperluan negara bagi

(4)

sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Berdasarkan dari pendapat-pendapat tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa pajak adalah iuran masyarakat (pemerintah dan swasta) kepada kas negara yang pemungutannya dapat dipaksakan berdasarkan undang-undang, tanpa kotraprestasi yang langsung guna menutupi pengeluaran umum.

Dari definisi tersebut Mardiasmo (2011:2) menyatakan bahwa pajak memiliki unsur-unsur sebagai berikut :

1. Iuran dari rakyat kepada negara

Yang berhak memungut pajak hanyalah negara, iuran tersebut berupa uang (bukan barang).

2. Berdasarkan Undang-undang

Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.

3. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara secara langsung

Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontraprestasi yang langsung oleh pemerintah.

4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

B. Fungsi dan Pengelompokan Pajak 1. Fungsi Pajak

Ada dua fungsi pajak, yaitu :

Menurut Mardiasmo (2011;1) Pajak memiliki 2 fungsi utama yaitu : a. Fungsi Budgetair

(5)

Dari kedua fungsi tersebut dapat diartikan bahwa fungsi budgetair adalah fungsi yang letaknya disektor masyarakat dan pajak-pajak ini merupakan alat atau sumber untuk memasukkan uang ke kas negara sebanyak-banyaknya yang akan digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara dan pembangunan. Jadi dari fungsi ini dapat diartikan bahwa pemerintah memungut pajak semata-mata untuk memperoleh uang sebanyak-banyaknya untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya baik bersifat rutin maupun untuk pembangunan. Sedangkan fungsi regulerend adalah fungsi pajak yang digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu yang letaknya diluar bidang keuangan, seperti dalam bidang ekonomi, sosial dan sebagainya, sesuai dengan kebijakan pemerintah.

2. Pengelompokan Pajak

Seperti kita ketahui pemungutan pajak yang terdapat pada masyarakat banyak macamnya. Tetapi dengan dasar berbagai segi, maka pajak dapat dibagi ke dalam beberapa kelompok, menurut Mardiasmo (2011:5) pajak dapat dikelompokan kedalam :

a. Menurut Golongannya, dibagi menjadi dua yaitu : 1) Pajak Langsung

2) Pajak Tidak Langsung

b. Menurut Sifatnya, dibagi menjadi dua yaitu : 1) Pajak Subjektif

2) Pajak Objektif

c. Menurut Lembaga Pemungutnya 1) Pajak Pusat

(6)

Dari ketiga kelompok pajak diatas maka penulis akan menguraikan satu persatu dari pengertian kelompok pajak diatas, yaitu :

1) Pajak Langsung

Yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak yang bersangkutan dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.

Contohnya : Pajak Penghasilan 2) Pajak Tidak Langsung

Yaitu pajak yang bebannya dapat dilimpahkan kepada pihak ketiga atau orang lain

Contohnya : Pajak Pertambahan Nilai 3) Pajak Subjektif

Yaitu pajak yang memperhatikan keadaan diri wajib pajak atau pada subjeknya.

4) Pajak Objektif

Yaitu pajak memperhatikan atau melihat objeknya baik itu berupa benda, dapat pula berupa keadaan, perbuatan atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak.

5) Pajak Pusat

Yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat yang penyelenggaraannya dilaksanakan oleh Departemen Keuangan khususnya Direktorat Jenderal Pajak yang hasilnya akan digunakan untuk pembiayan rumah tangga negara pada umumnya.

(7)

6) Pajak Daerah

Yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah seperti propinsi, kabupaten ataupun kotamadya yang berdasarkan peraturan daerah masing-masing dan hasilnya akan digunakan untuk pembiayaan rumah tangga daerah masing-masing.

C. Syarat, Teori dan Tata Cara Pemungutan pajak 1. Syarat Pemungutan Pajak

Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan,maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat-syarat pemungutan pajak menurut Mardiasmo (2011:2) syarat-syaratnya adalah sebagai berikut:

a. Pemungutan pajak harus adil (syarat keadilan)

b. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (syarat yuridis) c. Tidak mengganggu perekonomian (syarat ekonomis)

d. Pemungutan pajak harus efisien (syarat finansial) e. Sistem pemungutan pajak harus sederhana

Dari syarat pemungutan pajak diatas maka penulis akan menguraikan satu persatu dari pengertian diatas, yaitu :

a. Pemungutan pajak harus adil (syarat keadilan)

Yaitu sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan undang-undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam undang- perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan keadaan masing-masing. Sedangkan adil dalam pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak bagi wajib pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada majelis pertimbangan pajak.

(8)

b. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (syarat yuridis) Bahwa di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2 yang berbunyi “Segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang”. Hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi negara maupun warganya.

c. Tidak mengganggu perekonomian (syarat ekonomis)

Bahwa Pemungutan pajak tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat.

d. Pemungutan pajak harus efisien (syarat finansial)

Yaitu sesuai dengan fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya.

e. Sistem pemungutan pajak harus sederhana

yaitu sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, syarat ini telah dipenuhi oleh undang-undang perpajakan yang baru.

2. Teori-teori yang mendukung pemungutan pajak

Menurut Wirawan B Ilyas, Richard Burton (2010:14) menyatakan bahwa teori pemungutan pajak dapat dibagi dalam :

a. Teori Asuransi

Dalam perjanjian asuransi diperlukan pembayaran premi. Premi tersebut dimaksudkan sebagai pembayaran atas usaha melindungi orang dari segala kepentingannya, misalnya keselamatan atau keamanan harta bendanya. Teori asuransi ini menyamakan pembayaran premi dengan pembayaran pajak. Walupun kenyataannya menyatakan hal tersebut dengan premi tidaklah tepat.

b. Teori Kepentingan

Teori kepentingan ini memperhatikan beban pajak yang harus dipungut dari masyarakat. Pembebanan ini harus didasarkan pada kepentingan setiap orang pada tugas pemerintah termasuk perlindungan jiwa dan

(9)

hartanya. Oleh karena itu, pengeluaran negara untuk melindunginya dibebankan pada masyarakat.

c. Teori Gaya Pikul

Teori ini mengandung maksud bahwa dasar keadilan pemungutan pajak terletak dalam jasa-jasa yang diberikan oleh negara kepada masyarakat berupa perlindungan jiwa dan harta bendanya. Oleh karena itu, untuk kepentingan perlindungan, maka masyarakat akan membayar pajak menurut daya pikul seseorang.,

d. Teori Bakti

Teori bakti ini disebut juga teori kewajiban pajak mutlak. Teori ini berdasarkan pada pendapat bahwa negara mempunyai hak mutlak untuk memungut pajak. Dilain pihak, masyarakat menyadari bahwa pembayaran pajak sebagai suatu kewajiban untuk membuktikan tanda baktinya terhadap negara. Dengan demikian dasar hukum pajak terletak pada hubungan masyarakat dengan negara.

e. Teori Asas Daya Beli

Teori ini berdasarkan pada pendapat bahwa penyelenggaraan kepentingan masyarakat dianggap sebagai dasar keadilan pemungutan pajak yang bukan kepentingan individu atau negara sehingga lebih menitikberatkan pada fungsi mengatur.

3. Tata Cara pemungutan Pajak

Menurut Mardiasmo (2011:6) Tata cara pemungutan pajak terbagi atas : a. Stelsel pajak

1) Stelsel Nyata (riel stelsel)

2) Stelsel Anggapan ( Fictieve Stelsel) 3) Stelsel Campuran

Dari ketiga stelsel pajak tersebut diatas maka penulis akan menguraikan satu persatu dari pengertian stelsel pajak tersebut :

(10)

1) Stelsel Nyata

yaitu pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata), sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui. Stelsel nyata mempunyai kelebihan atau kebaikan dan kekurangan. Kebaikan stelsel ini adalah pajak dikenakan lebih realistis. Sedangkan kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan riil diketahui).

2) Stelsel Anggapan

Yaitu pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang. Misalnya, penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga pada awal tahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan. Kebaikan stelsel ini adalah pajak dapat dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu pada akhir tahun. Sedangkan kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya. 3) Stelsel Campuran

Yaitu pengenaan pajak yang didasarkan pada kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Bila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar daripada pajak menurut anggapan, maka wajib pajak harus menambah jumlah pajak yang harus dibayar. Sebaliknya jika lebih kecil kelebihannya dapat diminta kembali.

b. Asas Pemungutan pajak

Menurut Mardiasmo (2011:7) terdapat tiga asas yang digunakan untuk memungut pajak , yaitu :

1) Asas Domisili (asas tempat Tinggal)

Yaitu negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak yang bertempat tinggal diwilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri. Asas ini berlaku untuk wajib pajak dalam negeri.

(11)

2) Asas Sumber

Yaitu negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber diwilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal wajib pajak.

3) Asas Kebangsaan

Yaitu pengenaan pajak yang dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara. Misalnya pajak bangsa asing di Indonesia dikenakan pada setiap orang yang bukan berkebangsaan Indonesia yang bertempat tinggal di Indonesia. Asas ini berlaku untuk wajib pajak luar negeri

c. Sistem Pemungutan Pajak

Menurut Mardiasmo (2011;7) sistem pemungutan pajak ada tiga yaitu: 1) Official Assessment System

Yaitu suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.

Ciri-cirinya :

a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus

b) Wajib Pajak bersifat pasif

c) utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus

2) Self Assessment System

Yaitu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Cirri-cirinya :

a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri.

b) Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang.

c) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi

(12)

Yaitu suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan buka wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-cirinya : wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan wajib pajak.

D. Ekstensifikasi dan Intensifikasi pajak

1. Pengertian Ekstensifikasi dan Intensifikasi Pajak

Menurut Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak (2001:1) Ekstensifikasi dan Intensifikasi mempunyai pengertian sebagai berikut :

a. Ekstensifikasi Wajib Pajak

adalah Kegiatan yang berkaitan dengan penambahan jumlah Wajib Pajak terdaftar dan perluasan objek pajak dalam administrasi Direktorat Jenderal Pajak (DJP)

b. Intensifikasi Pajak

adalah Kegiatan optimalisasi penggalian penerimaan pajak terhadap objek serta subjek pajak yang telah tercatat atau terdaftar dalam administrasi DJP, dan dari hasil pelaksanaan Ekstensifikasi Wajib Pajak

2. Tujuan Ekstensifikasi dan Intensifikasi Pajak

Menurut Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak (2001:4) tujuan Ekstensifikasi dan Intensifikasi Pajak adalah sebagai berikut :

a. Tujuan Ekstensifikasi Wajib Pajak

Pelaksanaan ekstensifikasi wajib pajak diprioritaskan untuk menambah jumlah wajib pajak atau Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang berasal dari berbagai sektor kegiatan usaha terutama WP mampu yang belum terdaftar sebagai WP atau PKP

(13)

b. Tujuan Intensifikasi Pajak

Pelaksanaan Intensifikasi Pajak diprioritaskan untuk penggalian potensi perpajakan dan meningkatkan jumlah penerimaan pajak yang berasal dari semua jenis pajak.

3. Dasar Hukum Ekstensifikasi dan Intensifikasi Pajak Dasar hukum bagi pelaksanaan Ekstensifikasi adalah:

a. UU Nomor 6 tahun 1983 tentang KUP sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 16 tahun 2009

b. UU Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 36 tahun 2008

c. UU Nomor 19 tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 19 tahun 2000

d. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 545/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak, yang salah satunya mengenai pemeriksaan yang dilakukan dalam rangka pemberian NPWP secara jabatan.

e. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep 161/PJ/2001 tantang jangka waktu pendaftaran dan pelaporan kegiatan usaha, Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan NPWP, serta pengukuhan dan pencabutan PKP

f. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep 338/PJ/2001 tantang Tata Cara Pendaftaran dan Pembarian NPWP Orang Pribadi yang berstatus sebagai karyawan

(14)

g. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-06/PJ.9/2001 tentang Pelaksanaan Ekstensifikasi Wajib Pajak dan Intensifikasi Pajak

h. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-04/PJ.7/2000 tentang Implementasi Rencana dan Strategi Pemeriksaan Pajak

i. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-04/PJ.7/2001 tentang Pemeriksaan Sederhana Lapangan dalam rangka Ekstensifikasi Wajib Pajak dan Intensifikasi Pajak

j. Instruksi Dirjen Pajak Nomor INS-325/PJ./2002 tentang Pemanfaatan Data

k. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-324/PJ./2002 tentang Pencarian/pengumpulan data dari pihak ketiga dan sosialisasi program Ekstensifikasi dan Intensifikasi Perpajakan.

4. Subjek dan Objek Ekstensifikasi dan Intensifikasi Pajak

Subjek dan Objek Ekstensifikasi dan Intensifikasi Pajak berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-06/PJ.09/2001 tentang pelaksanaan Ekstensifikasi Wajib Pajak dan Intensifikasi Pajak meliputi :

a. Pelanggan listrik untuk rumah tinggal dengan daya 6.600 KVA atau lebih b. Pelanggan telkom dengan pembayaran pulsa rata-rata perbulan Rp.

300.000,- atau lebih

c. Pemilik mobil dengan nilai Rp. 200,- juta atau lebih atau pemilik motor dengan nilai Rp. 100,- juta atau lebih.

d. Pemegang paspor Indonesia kecuali pemegang paspor TKI (tidak termasuk awak pesawat terbang atau kapal laut).

e. Pemilik tanah atau bangunan dengan NJOP Rp. 1 miliar atau lebih berdasarkan data kartu jalan atau peta blok atau DHR atau data SPOP.

(15)

f. Data orang pribadi atau badan selaku penjual atau pembeli tanah dan atau bangunan dari laporan PPAT atau informasi dari notaris dengan nilai Rp. 60,- juta keatas.

g. Pemilik telpon selular pasca bayar h. Pemegang kartu kredit

i. Pemegang polis atau premi asuransi j. Pemegang kartu keanggotaan golf k. Artis

l. Pemilik atau penyewa ruang apartemen atau kondominium

m. Pemilik kapal pesiar atau “yacht”, “speedboat” dan pesawat terbang n. Pemilik saham yang diperdagangkan dibursa

o. Pemilik rumah sewa dan kost

p. Pemegang saham, komisaris, direktur dan penerima dividen

q. Pemilik atau penyewa atau pengguna dan pengelola ruangan pada sentra perdagangan atau perbelanjaan atau pertokoan atau perkantoran atau mal atau plaza atau kawasan industri atau sentra ekonomi lainnya

r. Subjek pajak yang berdasarkan data pada lampiran SPT telah memenuhi syarat sebagai wajib pajak tetapi belum mempunyai NPWP

s. Data yang ditemukan pada pelaksanaan kegiatan PSL.

E. Ruang Lingkup Ekstensifikasi dan Intensifikasi Pajak

Menurut Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak (2001;2) ruang lingkup pelaksanaan Ekstensifikasi dan Intensifikasi Pajak yaitu:

a. Pemberian NPWP dan atau pengukuhan sebagai PKP, termasuk pemberian NPWP secara jabatan terhadap wajib pajak PPh orang pribadi yang berstatus sebagai karyawan perusahaan, orang pribadi yang bertempat tinggal di wilayah atau lokasi pemungkiman atau perumahan, dan orang pribadi lainnya (termasuk orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan), yang menerima atau memperoleh penghasilan melebihi batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

b. Pemberian NPWP dilokasi usaha, termasuk pengukuhan sebagai PKP, terhadap orang pribadi pengusaha tertentu yang mempunyai lokasi usaha di sentra perdagangan atau perbelanjaan atau pertokoan atau perkantoran atau mall atau plaza atau kawasan industri atau sentra ekonomi lainnya.

(16)

c. Pemberian NPWP dan atau pengukuhan sebagai PKP terhadap wajib pajak badan yang berdasarkan data yang dimiliki atau diperoleh ternyata belum terdaftar sebagai wajib pajak dan atau PKP baik didomisili atau lokasi. d. Penentuan jumlah angsuran PPh Pasal 25 dan atau jumlah PPN yang harus

disetor dalam tahun berjalan, dimulai sejak bilan Januari tahun yang bersangkutan

e. Penentuan jumlah PPN yang terhutang atas transaksi penjualan dalam tahun berjalan, khususnya untuk PKP pedangang eceran, yang mempunyai usaha disentra perdagangan atau perbelanjaan atau pertokoan atau perkantoran atau mal atau plaza atau sentra ekonomi lainnya.

F. Prosedur Pelaksanaan Ekstensifikasi dan Intensifikasi Pajak 1. Prosedur Pelaksanaan Ekstensifikasi

Sesuai dengan tujuan kegiatan Ekstensifikasi Wajib Pajak, prioritas utama kegiatan Ekstensifikasi Wajib Pajak ditujukan untuk menambah jumlah wajib pajak dan atau Pengusaha Kena Pajak (PKP). Adapun prosedurnya yaitu:

a. Pertama-tama Unit Pengolah Data melakukan identifikasi data yang telah diperoleh, dari hasil identifikasi data tersebut dapat diketahui wajib pajak yang sudah memiliki NPWP dengan wajib pajak yang belum memiliki NPWP. b. Selanjutnya berdasarkan daftar tersebut bagi wajib pajak yang belum memiliki

NPWP diterbitkan surat himbauan tentang NPWP.

c. Kemudian surat himbauan tentang NPWP tersebut dikirimkan kepada wajib pajak.

(17)

1) Wajib pajak menanggapi dan bersedia untuk mendaftarkan diri dan diberikan NPWP dan atau dikukuhkan sebagai PKP dengan mengisi formulir pendaftaran wajib pajak dan atau PKP.

2) Wajib pajak tidak menanggapi surat himbauan, walaupun surat himbauan sudah diterima.

3) Wajib pajak menanggapi surat himbauan dengan menyatakan bahwa yang bersangkutan tidak wajib memiliki NPWP dan atau belum perlu dikukuhkan sebagai PKP.

4) Wajib pajak menanggapi surat himbauan dengan menyatakan bahwa yang bersangkutan sudah memiliki NPWP dan telah dikukuhkan sebagai PKP. 5) Wajib pajak menanggapi surat himbauan dengan menyatakan bahwa yang

bersangkutan sudah memiliki NPWP dan dikukuhkan sebagai PKP di KPP lainnya

6) Wajib pajak tidak menanggapi oleh karena surat himbauan kembali dari kantor pos (Kempos).

e. Terhadap wajib pajak yang berusaha disentra perdagangan atau perbelanjaan atau pertokoan atau perkantoran atau mal atau plaza atau sentra ekonomi lainnya seluruhnya dilakukan Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL).

f. Bagi wajib pajak yang menanggapi dan bersedia untuk mendaftarkan diri dan diberikan NPWP dan atau dikukuhkan sebagai PKP maka dilakukan proses

(18)

pemberian NPWP dan atau pengukuhan sebagai PKP sesuai ketentuan yang berlaku.

g. Bagi wajib pajak yang tidak menanggapi surat pemberitahuan, oleh seksi Ekstensifikasi data wajib pajak tersebut dilakukan proses pemberian NPWP dan atau pengukuhan sebagai PKP secara jabatan sesuai dengan tata cara yang telah ditentukan.

h. Wajib pajak yang menanggapi surat himbauan dengan menyatakan bahwa yang bersangkutan tidak wajib NPWP dan atau belum perlu dikukuhkan sebagai PKP dan wajib pajak yang tidak menanggapi surat himbauan dilakukan PSL.

i. Bagi wajib pajak yang menanggapi surat himbauan dengan menyatakan bahwa yang bersangkutan sudah memiliki NPWP dan atau telah dikukuhkan sebagai PKP dan Wajib pajak menanggapi surat himbauan dengan menyatakan bahwa yang bersangkutan sudah memiliki NPWP dan dikukuhkan sebagai PKP di KPP lainnya dilakukan pencocokan dengan data Master File Wajib Pajak.

j. Pemeriksaan Sederhana Lapangan menghasilkan dua alternatif: 1) Wajib pajak menjadi dikenal

(19)

Data wajib pajak tersebut harus dikembalikan ke unit pengolah data yang akan memprosesnya sebagaimana memproses data wajib pajak yang dikenal.

2) Wajib pajak tetap tidak dikenal

Data wajib pajak tersebut harus dikembalikan ke unit pengolah data untuk disimpan, dipisahkan menurut wajib pajak badan dan wajib pajak perseorangan disusun secara alfabertis.

Sebagai contoh kasusnya, di daerah Kebon Bawang, ada seorang artis yang cukup terkenal. Setelah dilihat dalam Master File Wajib Pajak, ternyata nama artis tersebut diketahui belum memiliki NPWP. Menurut ketentuan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-06/PJ.09/2001, artis masuk dalam subjek ekstensifikasi pajak. Oleh Seksi Ekstensifikasi diberikan surat himbauan untuk membuat NPWP. Apabila si artis merespon dengan mengajukan diri untuk memiliki NPWP, maka diberikan NPWP kepada artis tersebut. Apabila si artis tidak merespon, dilakukan verifikasi ke lapangan oleh seksi ekstensifikasi. Jika hasil verifikasi menyatakan bahwa benar, artis tersebut berlokasi di daerah Kebon Bawang, berprofesi sebagai artis dan belum memiliki NPWP, maka oleh Seksi Ekstensifikasi diberikan NPWP secara jabatan.

Adapun Prosedur Pelaksanaan Ekstensifikasi Wajib Pajak dapat dilihat pada bagan berikut :

(20)
(21)

2. Prosedur Pelaksanaan Intensifikasi Pajak

Kegiatan intensifikasi pajak yang bertujuan untuk penggalian potensi perpajakan dan meningkatkan jumlah penerimaan pajak yang berasal dari semua jenis pajak dapat dilakukan melalui pemeriksaan dan Penagihan.

Kegiatan pemeriksaan sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-06/PJ.9/2001 tanggal 11 Juli 2001 tentang Pelaksanaan Ekstensifikasi Wajib Pajak dan Intensifikasi Pajak, dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

a. Dalam hal ditemukannya kewajiban untuk melakukan pembayaran PPh atau PPN dalam tahun berjalan, kegiatan pemeriksaan dilanjutkan dengan penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP) PPh dan atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) PPN, dengan memperhatikan sebagai berikut:

1) Apabila kewajiban perpajakan telah ada sejak awal tahun dilakukan pemeriksaan, STP PPh dan atau SKPKB PPN yang diterbitkan meliputi bulan Januari sampai dengan bulan terakhir sebelum dilakukan pemeriksaan dalam tahun yang bersangkutan (tidak termasuk bulan dilakukannya pemeriksaan).

(22)

2) Apabila kewajiban perpajakan timbul setelah awal tahun dilakukannya pemeriksaan, STP PPh dan atau SKPKB PPN yang diterbitkan meliputi bulan sejak timbulnya kewajiban perpajakan sampai dengan bulan terakhir sebelum dilakukan pemeriksaan dalam tahun yang bersangkutan (tidak termasuk bulan dilakukannya pemeriksaan).

b. Dalam hal ditemukan adanya kewajiban perpajakan tahun-tahun sebelumnya (sepanjang belum melewati batas daluarsa penetapan pajak), agar dibuatkan usulan pemeriksaan khusus.

c. Terhadap wajib pajak Orang Pribadi pengusaha tertentu, supaya diberikan penjelasan mengenai kewajiban menghitung dan membayar angsuran PPh pasal 25 sebesar 1% dari peredaran usaha disetiap lokasi usahanya. Dalam pelaksanaannya pembayaran sebesar 1% juga berlaku terhadap wajib pajak yang menyatakan hanya mempunyai satu gerai/outlet. Dalam hal wajib pajak dapat membuktikan kemudian bahwa gerai/outlet tersebut merupakan satu-satunya tempat usaha yang dimiliki, maka pembayaran 1% tersebut dapat diperhitungkan dalam SPT tahun yang bersangkutan.

d. Dalam hal wajib pajak orang pribadi pengusaha tertentu juga memenuhi persyaratan untuk dikukuhkan sebagai PKP pedagang eceran, supaya diberikan penjelasan mengenai kewajiban menghitung dan membayar PPN masa sebesar 2% dari peredaran usaha untuk setiap masa pajak.

(23)

e. Tata cara penentuan besarnya peredaran usaha dalam rangka menghitung besarnya pembayaran angsuran PPh pasal 25 dalam tahun berjalan dilakukan berdasarkan ketentuan yang berlaku.

f. Melakukan Penagihan Aktif mulai dari penerbitan Surat Teguran sampai dengan diadakannya Pelelangan

Sebagai contoh kasusnya adalah seorang artis yang baru memiliki NPWP dihimbau untuk melaporkan SPT Tahunannya dan menghitung besarnya pajak yang harus dibayar. Apabila artis tersebut tidak melaporkan SPT Tahunannya, maka bisa dilakukan pemeriksaan untuk menetapkan besarnya pajak yang harus dibayar. Hasil pemeriksaan disampaikan ke Wajib Pajak agar segera dilakukan pembayaran kewajiban perpajakannya. Setelah Wajib Pajak (artis) menerima surat tagihan pajak, sebagai warga negara yang baik, artis membayar hutang pajaknya. Dan pembayaran pajak dari artis langsung masuk ke kas negara sebagai penerimaan pajak.

Referensi

Dokumen terkait

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 4 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara

Seorang pemimpin dikatakan transformasional diukur dari tingkat kepercayaan, kepatuhan, kekaguman, kesetiaan, dan rasa hormat para pengikutnya (Umiarso,

Hasil penelitian menunjukkan media yang terbaik untuk pemeliharaan gurame coklat adalah media dengan penambahan daun ketapang kering 10 g/40 L sintasan 55%; pertumbuhan panjang

Zirconia merupakan bahan keramik yang mempunyai sifat mekanis baik dan banyak digunakan sebagai media untuk meningkatkan ketangguhan retak bahan keramik lain diantaranya

Tahapan penelitian yang dilakukan pertama adalah identifikasi permasalahan yang ada pada gempabumi dan cuaca pelayaran yang didapatkan dari berita-berita terkait

Dengan dikembangkan dan digunakannya Sistem Informasi Data Pasien di Puskesmas Purbaratu Kota Tasikmalaya penulis berharap akan dapat mengefisienkan kegiatan yang

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya, sehingga dapat diselesaikannya skripsi ini dengan judul “Studi

menggunakan metode team quizberbasis Lesson study, hal ini sesuai dengan hasil angket yang diperoleh yakni dari 32 siswa 28 siswa setuju berdasarkan hasil angket