• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR ISI. ii HALAMAN PERSETUJUAN. iii PERNYATAAN. v PRAKATA. vi DAFTAR ISI. xiv DAFTAR GAMBAR. xvi DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DAFTAR ISI. ii HALAMAN PERSETUJUAN. iii PERNYATAAN. v PRAKATA. vi DAFTAR ISI. xiv DAFTAR GAMBAR. xvi DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ii

HALAMAN PERSETUJUAN iii

PERNYATAAN v

PRAKATA vi

DAFTAR ISI viii

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR GAMBAR xvi

DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN xxvi

DAFTAR LAMPIRAN xxxii

INTISARI xxxii ABSTRACT xxxii I. PENDAHULUAN 1 A. Permasalahan 1 B. Tujuan 6 C. Batasan Masalah 6 D. Keaslian 7

II. STATE OF THE ART SISTEM PELAT TERPAKU 12

A. Umum 12

B. Perkuatan Sistem Perkerasan Kaku 12

B.1 Fondasi Konstruksi Sarang Laba-laba 12

B.2 Fondasi Cakar Ayam 12

B.3 Sistem Pelat Terpaku 15

III. LANDASAN TEORI 20

A. Perilaku Tiang Selama Pembebanan 20

B. Tanah Dasar 21

B.1 Lempung lunak 23

B.2 Modulus reaksi tanah dasar 26

(2)

B.4 Tambahan modulus reaksi tanah dasar pada lempung lunak 37 C. Kinerja Perkerasan Kaku Konvensional 38 D. Interaksi Tanah-Struktur Sistem Pelat Terpaku 40 D.1 Mekanisme transfer beban pada Sistem Pelat Terpaku 41

D.2 Interaksi tanah-pelat-tiang 42

E. Balok di Atas Fondasi Elastis 45

F. Metode Elemen Hingga 48

F.1 Metode elemen hingga pelat lentur 48

F.2 Metode elemen hingga 3D-Solid 52

G. Model Konstitutif Material 55

G.1 Tegangan dan regangan 55

G.2 Model konstitutif tanah 57

G.3 Model konstitutif elemen struktur 62

H. Teori Model Struktur 63

IV. HIPOTESA 66

V. METODE PENELITIAN 67

A. Bahan 67

A.1 Bahan untuk uji model 67

A.2 Bahan dan alat uji Pelat Terpaku skala penuh 68

B. Alat 69

B.1 Peralatan untuk uji bahan 69

B.2 Peralatan untuk uji model 69

B.3 Peralatan pengujian Pelat Terpaku skala penuh 72

C. Tahapan Pelaksanaan 73

D. Uji Pendahuluan 75

D.1 Uji tanah 75

D.2 Uji bahan pelat model 76

D.3 Pelaksanaan uji model 76

E. Uji Utama 78

E.1 Uji bahan 78

(3)

F. Rangkuman penelitian 85

G. Cara Analisis 85

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN UJI MODEL SISTEM PELAT 89 TERPAKU

A. Sifat-sifat Material 89

A.1 Sifat-sifat lempung lunak 89

A.2 Pelat dan tiang uji 92

B. Hasil Uji Model Tiang Tunggal 92

B.1 Uji tekan 92

B.2 Uji tarik 92

C. Hasil Uji Model Pelat 93

C.1 Lendutan pelat 20 cm × 20 cm × 3 cm 93 C.2 Lendutan pelat 120 cm × 20 cm × 3 cm 94 C.3 Lendutan pelat 120 cm × 40 cm × 3 cm 96 C.4 Lendutan pelat 120 cm × 60 cm × 3 cm 97 C.5 Pengaruh lebar pelat terhadap distribusi lendutan 99 D. Hasil Uji Model dan Analisis Pelat Terpaku Tiang Tunggal 101

D.1 Beban tekan 101

D.2 Beban cabut 102

D.3 Analisis Pelat Terpaku tiang tunggal 104

E. Hasil Uji Model Sistem Pelat Terpaku 110

E.1 Hasil uji model Pelat Terpaku satu baris tiang 110

E.2 Pengaruh jumlah baris tiang 115

E.3 Pengaruh jarak antar tiang 118

E.4 Pengaruh panjang tiang 119

E.5 Pengaruh pelat penutup tepi 121

E.6 Pengaruh tipe pembebanan 124

F. Hasil Analisis Lendutan Model Pelat Terpaku 126 F.1 Sistem Pelat Terpaku 1 baris tiang (tanpa pelat penutup tepi) 127

F.2 Pengaruh lantai kerja 128

(4)

F.4 Pengaruh penentuan nilai lendutan toleransi 130 F.5 Pengaruh jarak tiang terhadap tambahan modulus reaksi 132

tanah dasar F.6 Pengaruh panjang tiang terhadap tambahan modulus reaksi 137

tanah dasar

VII. HASIL DAN PEMBAHASAN UJI PELAT TERPAKU 140

SKALA PENUH 140

A. Sifat-sifat Material 140

A.1 Lempung lunak 140

A.2 Sifat-sifat beton 140

B. Hasil Uji Pelat Terpaku Tiang Tunggal 141

B.1 Hasil uji tiang tunggal 141

B.2 Hasil uji pelat dan Pelat Terpaku tiang tunggal 142 C. Hasil Uji Skala Penuh Pelat Terpaku Tiga Baris Tiang 151

C.1 Hasil uji pembebanan monotonik 151

C.2 Hasil uji pembebanan repetitif 167

D. Hasil Uji Pelat Terpaku Skala Penuh Satu Baris Tiang 175

D.1 Beban repetitif di A 176

D.2 Beban repetitif di C 177

E. Kemungkinan Aplikasi Praktis 180

VIII. ANALISIS NUMERIK PELAT TERPAKU SKALA PENUH 183

A. Idealisasi Geometri 183

B. Analisis Numerik Pelat Terpaku Tiang Tunggal 184

B.1 Idealisasi analisis aksisimetri 184

B.2 Kondisi batas 184

B.3 Kondisi awal 185

B.4 Model konstitutif dan sifat-sifat material 185

B.5 Prosedur hitungan 186

B.6 Hasil analisis 186

C. Analisis 2D Pelat Terpaku 1 Baris Tiang 190 C.1 Dimensi struktur dan idealisasi geometri analisis plain strain 190

(5)

C.2 Model konstitutifdan sifat-sifat material 191 C.3 Lendutan Pelat Terpaku 1 baris tiang 192

C.4 Gaya-gaya dalam 195

C.5 Pengaruh pelat penutup tepi 198

C.6 Pengaruh lantai kerja 198

D. Analisis Numerik 3D Solid Pelat Terpaku 3 Baris Tiang 199 D.1 Dimensi struktur dan idealisasi geometri 199 D.2 Model konstitutifdan sifat-sifat material 200

D.3 Lendutan pelat 201

D.4 Kuat geser tanah yang termobilisasi 203

D.5 Gaya-gaya dalam 205

E. Analisis Numerik 3D Plate Bending pada Pelat Terpaku 3 Baris 205

Tiang

E.1 Konstanta pegas 205

E.2 Model geometri dan penempatan pegas 208

E.3 Hasil hitungan numerik 209

E.4 Gaya-gaya dalam 210

E.5 Pengaruh kv 214

E.6 Pengaruh kh 216

E.7 Pengaruh kt 217

IX. PROSEDUR PERENCANAAN PELAT TERPAKU 219 A. Validasi Metode Hitungan Preliminary Design Berdasarkan 219

Modulus Reaksi Tanah dasar Ekivalen

A.1 Rencana ukuran model skala penuh Pelat Terpaku dan 219

sifat-sifat material

A.2 Tahapan perhitungan 221

A.3 Perhitungan modulus reaksi tanah dasar ekivalen 221 A.4 Perbandingan lendutan hitungan dengan pengamatan 225

A.5 Tekanan tanah dan gaya-gaya dalam 236

B. Batasan Aplikasi Perkerasan Sistem Pelat Terpaku 239

(6)

B.2 Batasan dimensi struktur 240 C. Prosedur Perencanaan Sistem Pelat Terpaku 241

X. KESIMPULAN DAN SARAN 244

A. Kesimpulan 244

B. Saran 246

DAFTAR PUSTAKA 248

(7)

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

Tabel 1.1 Ringkasan hasil penelitian dan aplikasi yang telah dilakukan 9

Tabel 3.1 Sifat-sifat lempung lunak 24

Tabel 3.2 Konsistensi tanah lempung 25

Tabel 3.3 Nilai-nilai tipikal modulus reaksi tanah dasar 30 Tabel 3.4 Perkiraan nilai rasio Poisson tanah 31 Table 3.5 Pengaruh geoteknik pada distress utama perkerasan kaku 39 Tabel 3.6 Persyaratan similaritas untuk model elastik-statik 65 Tabel 5.1 Ukuran struktur di lapangan dan model dalam pengujian 76 Tabel 5.2 Uji Pelat Terpaku skala penuh diperkuat tiga baris tiang 83 Tabel 5.3 Uji Pelat Terpaku skala penuh diperkuat tiga baris tiang 83

Tabel 6.1 Sifat-sifat lempung Ngawi 89

Tabel 6.2 Rasio /0 berdasarkan Metode Hardiyatmo 107 Tabel 6.3 Modulus reaksi subgrade sistem 124 Tabel 6.4 Nilai k’ berdasarkan modulus tanah Pelat Terpaku satu baris 129

untuk beban P = 3,232 kN

Tabel 6.5 Nilai k’ Pelat Terpaku dua baris tiang 130

Tabel 6.6 Sifat-sifat tanah untuk FEM 136

Tabel 6.7 Sifat-sifat pelat dan tiang model untuk FEM 137

Tabel 7.1 Sifat-sifat Lempung Ngawi 141

Tabel 7.2 Hasil hitungan lendutan untuk berbagai metode dan 149 perbedaan terhadap pengamatan

Tabel 8.1 Model dan parameter tanah dan tiang pada analisis aksisimetri 186 Tabel 8.2 Hitungan faktor perpindahan beradasarkan output FEM 189 Tabel 8.3 Model dan parameter elemen struktur pada FEM 2D 191

plain strain

Tabel 8.4 Beban merata untuk lebar ekivalen 0,32 m 192 Tabel 8.5 Rekapitulasi gaya dalam akibat beban P = 80 kN 195

(8)

Tabel 8.6 Model dan parameter tanah pasir pada FEM 3D solid 200 Tabel 8.7 Model dan parameter elemen struktur pada FEM 3D solid 201 Tabel 8.8 Kuat geser tanah yang termobilisasi 204 Tabel 8.9 Rekapitulasi gaya dalam akibat beban P maksimum 205 Tabel 8.10 Rangkuman kv untuk berbagai ukuran pelat 206 Tabel 8.11 Modulus reaksi subgrade lateral tiang 207

Tabel 8.12 Modulus gesek tiang 207

Tabel 8.13 Rekapitulasi nilai konstanta pegas 208 Tabel 8.14 Respon pegas pada elemen struktur 209 Tabel 8.15 Hasil hitungan lendutan pada titik beban 210 Tabel 8.16 Momen penampang pelat beton pada titik D 211 Tabel 8.17 Tegangan pada elemen beton pelat hasil FEM pada titik D 211 Tabel 8.18 Rekapitulasi gaya dalam akibat beban P maksimum 213 Tabel 8.19 Variasi nilai kv dengan kh dan kt konstan 214 Tabel 8.20 Perbedaan momen FEM terhadap momen nominal 214

penampang pelat

Tabel 8.21 Variasi nilai kh dengan kv dan kt konstan 216 Tabel 8.22 Variasi nilai kt dengan kv dan kh konstan 217

Tabel 9.1 Sifat-sifat tanah 220

Tabel 9.2 Sifat-sifat beton rencana 221

Tabel 9.3 Estimasi modulus reaksi tanah dasar tanah Lempung Lunak 223 Ngawi menurut berbagai pendekatan

Tabel 9.4 Modulus reaksi tanah dasar ekivalen untuk tinjauan m baris 225 tiang

(9)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman

Gambar 1.1 Tipikal desain perkerasan kaku menggunakan Sistem Pelat 4 Terpaku

Gambar 2.1 Denah dan penampang Fondasi KSLL 13 Gambar 2.2 Sistem cakar ayam pada Jalan Prof. Sediyatmo 14 Gambar 2.3 Contoh detail desain fondasi CAM 15 Gambar 2.4 Ilustrasi pengaruh pemasangan tiang sebagai ”paku” pada 16

perkerasan beton

Gambar 3.1 Perilaku tiang selama pembebanan 21 Gambar 3.2 Geometri dan karakteristik transmisi beban 22 Gambar 3.3 Sebaran tanah lunak di Indonesia 23 Gambar 3.4 Penentuan modulus subgrade 27

Gambar 3.5 Cara pengambilan nilai kv 27

Gambar 3.6 Lendutan rata-rata pada pelat fleksibel untuk menentukan kv 29 Gambar 3.7 Reaksi pada sistem pelat dan tiang tunggal 32 Gambar 3.8 Hubungan 0/ vs.  berdasarkan uji Pelat Terpaku skala 34

penuh tiang tunggal

Gambar 3.9 Tekanan dukung tanah di bawah pelat terpaku tiang tunggal 35 Gambar 3.10 Analogi perkerasan kaku yang tebal digantikan oleh perkeras- 41

an kaku yang lebih tipis yang diperkuat dengan tiang-tiang Gambar 3.11 Ilustrasi pengaruh pemasangan tiang sebagai ”paku” pada 42

perkerasan beton akibat beban repetitif kendaraan

Gambar 3.12 Prinsip interaksi fondasi rakit-tiang 43 Gambar 3.13 Model elemen hingga 3D yang dikembangkan oleh Suhendro 44 Gambar 3.14 Balok dengan panjang tak terhingga dibebani beban titik 45 Gambar 3.15 Balok di atas fondasi elastis dengan panjang terbatas 46

Gambar 3.16 Struktur pelat lentur 48

Gambar 3.17 Keseimbangan gaya-gaya dalam pada suatu differential 50

(10)

Gambar 3.18 Elemen segi empat titik nodal pelat lentur 52 Gambar 3.19 Sistem koordinat 3 dimensi dan perjanjian tanda tegangannya 56 Gambar 3.20 Ide dasar model elastis plastis sempurna 59 Gambar 3.21 Permukaan leleh Mohr-Coulomb di dalam tegangan prinsipal 60 Gambar 3.22 Macam penempatan elemen pegas 61 Gambar 3.23 Contoh elemen cangkang yang dipasang pegas dukungan 62

vertikal (kv), lateral (kh), dan gesek (kt)

Gambar 5.1 Wiremesh untuk tulangan pelat model 67 Gambar 5.2 Tiang model diameter 4 cm dengan tulangan kawat 68

diameter 3 mm

Gambar 5.3 Tiang beton bertulang dia. 20 cm 68 Gambar 5.5 Skema alat uji model di laboratorium 70 Gambar 5.6 Foto bak uji model dan frame beban 71 Gambar 5.7 Loding yoke untuk uji cabut tiang 71

Gambar 5.8 Foto kolam uji skala penuh 72

Gambar 5.9 Sepasang balok jangkar 73

Gambar 5.10 Bagan alur penelitian 74

Gambar 5.11 Foto uji beban pelat tanah pada bak uji model skala penuh 78 Gambar 5.12 Foto uji beban pelat pada tanah menggunakan pelat bujur 79

sangkar berukuran 120 cm x 120 cm x 15 cm

Gambar 5.13 Foto uji beban pelat pada lantai kerja menggunakan pelat 79 beban diameter 30 cm

Gambar 5.14 Uji pembebanan tekan pelat terpaku tiang tunggal 81 Gambar 5.15 Skema alat uji skala penuh 82 Gambar 5.16 Uji pembebanan Pelat Terpaku skala penuh dengan 3 84

baris tiang

Gambar 5.17 Uji pembebanan Pelat Terpaku skala penuh dengan 1 84 baris tiang

Gambar 5.18 Skema rangkuman pengujian 85

Gambar 5.19 Model tentatif analisis numerik 2D Sistem Pelat Terpaku 87 Gambar 5.20 Model tentatif analisis numerik Plaxis 3D Sistem Pelat 88

Terpaku

(11)

Gambar 6.2 Perkembangan kadar air di kolam uji model selama pengujian 91 Gambar 6.3 Perkembangan kondisi tanah di kolam uji model selama 91

pengujian

Gambar 6.4 Hubungan P- pada uji tiang tunggal 95 Gambar 6.5 Hubungan beban dan lendutan pada uji tekan pelat 95

20 cm x 20 cm x 3 cm

Gambar 6.6 Hubungan P- untuk pelat 120 cm x 20 cm x 3 cm yang 94 menerima beban tekan

Gambar 6.7 Lendutan pelat 120 cm x 20 cm x 3 cm akibat beban di A 95 Gambar 6.8 Lendutan pelat 120 cm x 20 cm x 3 cm akibat beban di B 95 Gambar 6.9 Lendutan pelat 120 cm x 20 cm x 3 cm akibat beban di C 95 Gambar 6.10 Hubungan P- untuk pelat 120 cm x 40 cm x 3 cm yang 96

menerima beban tekan

Gambar 6.11 Lendutan pelat 120 cm x 40 cm x 3 cm akibat beban di A 97 Gambar 6.12 Lendutan pelat 120 cm x 40 cm x 3 cm akibat beban di C 97 Gambar 6.13 Hubungan P- untuk pelat 120 cm x 60 cm x 3 cm yang 98

menerima beban tekan

Gambar 6.14 Lendutan pelat 120 cm x 60 cm x 3 cm akibat beban di A 98 Gambar 6.15 Lendutan pelat 120 cm x 60 cm x 3 cm akibat beban di B 99 Gambar 6.16 Lendutan pelat 120 cm x 60 cm x 3 cm akibat beban di C 99 Gambar 6.17 Pengaruh lebar pelat terhadap lendutan untuk beban di A 100 Gambar 6.18 Pengaruh lebar pelat terhadap lendutan untuk beban di B 100 Gambar 6.19 Pengaruh lebar pelat terhadap lendutan untuk beban di C 101 Gambar 6.20 Hubungan P-untuk pelat terpaku tiang tunggal yang 102

menerima beban tekan

Gambar 6.21 Distribusi lendutan pelat 20 cm x 20 cm x 3 cm akibat 103 beban tekan

Gambar 6.22 Hubungan P- untuk pelat terpaku tiang tunggal akibat 103 beban cabut

Gambar 6.23 Pengaruh panjang tiang pada kapasitas cabut pelat terpaku 104 tiang tunggal

(12)

Gambar 6.24 Uji beban pelat pada model pelat dan pelat terpaku tiang 104 tunggal

Gambar 6.25 Pengaruh pemasangan tiang terhadap modulus reaksi 105 tanah dasarpada uji model akibat beban sentris

Gambar 6.26 Tahanan friksi tiang dengan panjang Lp = 20 cm 106 Gambar 6.27 Hubungan rasio/0 dan  pada model pelat terpaku tiang 107

tunggal pada beban sentris

Gambar 6.28 Nilai k berdasarkan berbagai metode 108 Gambar 6.29 Perbandingan hitungan lendutan model pelat terpaku tiang 109

tunggal akibat beban sentris

Gambar 6.30 Pengaruh pemasangan tiang terhadap beban di tepi model 110 Pelat Terpaku tiang tunggal

Gambar 6.31 Hubungan P- untuk pelat terpaku satu baris tiang yang 111 menerima beban tekan

Gambar 6.32 Lendutan pelat terpaku satu baris tiang akibat beban di A 112 Gambar 6.33 Lendutan pelat terpaku satu baris tiang akibat beban di B 112 Gambar 6.34 Lendutan pelat terpaku satu baris tiang akibat beban di C 112 Gambar 6.35 Perbandingan hubungan P- untuk model pelat dan pelat 113

terpaku satu baris tiang akibat beban tekan

Gambar 6.36 Perbandingan lendutan model pelat dan pelat terpaku satu 114 baris tiang

Gambar 6.37 Perbandingan lendutan model pelat dan pelat terpaku satu 115 baris tiang akibat beban di C

Gambar 6.38 Hubungan beban dan lendutan untuk pengaruh baris tiang 116 Gambar 6.39 Pengaruh jumlah baris tiang terhadap lendutan akibat beban 116

di A

Gambar 6.40 Pengaruh jumlah baris tiang terhadap lendutan akibat beban 117 di C sebesar P = 2,02 kN

Gambar 6.41 Hubungan P-pada titik beban untuk jarak tiang yang berbeda118

Gambar 6.42 Distribusi lendutan sepanjang pelat sistem pelat terpaku untuk 119 jarak tiang yang berbeda pada beban P = 1,35 kN

Gambar 6.43 Hubungan P- pada titik beban untuk panjang tiang yang 120 berbeda

(13)

Gambar 6.44 Distribusi lendutan pelat untuk panjang tiang yang berbeda 120 akibat beban P = 2,69 kN

Gambar 6.45 Hubungan P- pelat Sistem Pelat Terpaku tanpa dan dengan 122

pelat penutup tepi

Gambar 6.46 Perbandingan distribusi lendutan pelat pada berbagai sistem 123 Gambar 6.47 Hubungan P- pada titik beban Sistem Pelat Terpaku dengan 125

pelat penutup tepi dan satu baris tiang untuk tipe beban yang berbeda

Gambar 6.48 Perbandingan distribusi lendutan model pelat terpaku 1 baris 126 tiang akibat beban monotonik dan repetitif

Gambar 6.49 Hubungan P-berdasarkan Persamaan (3.34) 127 Gambar 6.50 Distribusi lendutan hitungan Pelat Terpaku satu baris tiang 128 Gambar 6.51 Pengaruh lantai kerja terhadap lendutan Pelat Terpaku satu 129

baris tiang untuk beban P = 3,232 kN

Gambar 6.52 Hubungan P-hasil hitungan untuk berbagai jumlah baris tiang130

Gambar 6.53 Pengaruh variasi lendutan izin sebagai lendutan rencana 131 Gambar 6.54 Distribusi lendutan Pelat Terpaku dengan variasi lendutan 132

toleransi

Gambar 6.55 Hubungan k terhadap jarak tiang 133 Gambar 6.56 Hubungan lendutan hitungan terhadap pengamatan untuk 134

berbagai jarak tiang berdasarkan Metode Hardiyatmo

Gambar 6.57 Hubungan lendutan hitungan terhadap pengamatan untuk 134 berbagai jarak tiang berdasarkan Persamaan (3.34)

Gambar 6.58 Distribusi lendutan Pelat Terpaku untuk berbagai jarak tiang 135 pada beban sentris (P= 2,694 kN)

Gambar 6.59 Distribusi lendutan Pelat Terpaku untuk berbagai jarak tiang 136 pada beban tepi (P= 1,347 kN)

Gambar 6.60 Pengaruh panjang tiang terhadap k pada beban P = 2,694 kN 138 Gambar 6.61 Hubungan P-berdasarkan metode yang berbeda 139 Gambar 6.62 Distribusi lendutan hitungan Pelat Terpaku untuk panjang 139

tiang Lp = 20 cm (beban P = 2,694 kN)

Gambar 7.1 Hasil uji kapasitas dukung tiang tunggal 142

(14)

Gambar 7.3 Hubungan P- pada pelat dan pelat terpaku tiang tunggal pada 143

beban sentris

Gambar 7.4 Modulus reaksi tanah dasar pelat dan pelat terpaku tiang 144 tunggal untuk beban sentris

Gambar 7.5 Hubungan rasio /0 terhadap defleksi Pelat Terpaku tiang 145 tunggal

Gambar 7.6 Hubungan faktor perpindahan ( = / terhadap rasio /D 146 untuk penentuan tambahan modulus reaksi tanah dasar

Pelat Terpaku

Gambar 7.7 Hubungan k vs.  pada berbagai metode hitungan untuk 147 beban sentris

Gambar 7.8 Hubungan P- Pelat Terpaku tiang tunggal skala penuh untuk 148

berbagai metode hitungan pada beban sentris

Gambar 7.9 Hubungan P- pada pelat dan pelat terpaku tiang tunggal pada 149

beban di tepi

Gambar 7.10 Modulus reaksi tanah dasar pelat dan pelat terpaku tiang 149 tunggal

Gambar 7.11 Denah dan lendutan pelat akibat beban P= 40 kN di A 152 (pusat pelat)

Gambar 7.12 Hubungan P- akibat beban di A 152 Gambar 7.13 Pola lendutan Pelat Terpaku skala penuh pada arah 153

memanjang pelat

Gambar 7.14 Pola lendutan Pelat Terpaku skala penuh pada arah 153 melintang pelat

Gambar 7.15 Penurunan tak seragam akibat beban di A 154 Gambar 7.16 Skema penempatan instrumentasi 155 Gambar 7.17 Regangan pada tiang akibat beban di A 156 Gambar 7.18 Denah dan lendutan pelat akibat beban P= 40 kN di C 158 Gambar 7.19 Hubungan P- akibat beban di C 158 Gambar 7.20 Lendutan Pelat Terpaku skala penuh pada arah memanjang 159

pelat akibat beban di C

Gambar 7.21 Lendutan Pelat Terpaku skala penuh pada arah melintang 159 melalui titik beban pelat akibat beban di C

(15)

Gambar 7.22 Penurunan tak seragam akibat beban di C 160 Gambar 7.23 Regangan pada tiang akibat beban di C 161 Gambar 7.24 Regangan pada tulangan pelat penutup tepi akibat beban di C 161 Gambar 7.25 Denah dan lendutan pelat akibat beban di D sebesar P= 40 kN 162 Gambar 7.26 Hubungan P- akibat beban di D 163 Gambar 7.27 Lendutan Pelat Terpaku skala penuh pada arah memanjang 163

pelat akibat beban di D

Gambar 7.28 Penurunan tak seragam akibat beban di D 164 Gambar 7.29 Regangan pada tiang akibat beban di D 165 Gambar 7.30 Regangan pada tulangan akibat beban di D 165 Gambar 7.31 Hubungan P- untuk seluruh titik beban 166 Gambar 7.32 Hasil uji beban repetitif di A 168 Gambar 7.33 Distribusi lendutan arah memanjang Pelat Terpaku skala 168

penuh akibat beban repetitif di A (repetisi ke-5)

Gambar 7.34 Hubungan P- untuk semua repitisi pada beban repetitive di A 169

Gambar 7.35 Hasil uji beban repetitif di C 171 Gambar 7.36 Distribusi lendutan arah memanjang Pelat Terpaku skala 171

penuh akibat beban repetitif di C (repetisi ke-5)

Gambar 7.37 Hubungan P- untuk semua repitisi pada beban repetitif di C 172

Gambar 7.38 Hasil uji beban repetitif di D 173 Gambar 7.39 Distribusi lendutan arah memanjang Pelat Terpaku skala 173

penuh akibat beban repetitif di D (repetisi ke-5)

Gambar 7.40 Hubungan P- untuk semua repitisi pada beban repetitif di D 174

Gambar 7.41 Perbandingan lendutan akibat beban repetitif dan monotonik 175 pada beban di D

Gambar 7.42 Denah uji pembebanan untuk satu baris tiang 175 Gambar 7.43 Hasil uji beban di A pada model skala penuh satu baris tiang 176 Gambar 7.44 Perbandingan hasil uji beban di A satu baris tiang dan 3 177

baris tiang

Gambar 7.45 Retak melintang pada model skala penuh satu baris tiang 178 akibat beban di C sebesar 80 kN

(16)

Gambar 7.47 Perbandingan hasil uji beban di C satu baris tiang 180 dan 3 baris tiang

Gambar 8.1 Idealisasi geometri pada analisis elemen hingga 2D 183 Gambar 8.2 Input geometri analisis aksisimetri Pelat Terpaku tiang 185

tunggal dengan prescribed displacement

Gambar 8.3 Hubungan P- pada pusat Pelat Terpaku tiang tunggal 187 Gambar 8.4 Penurunan total menurut intensitas beban 187 Gambar 8.5 Tegangan geser akibat beban sentris 54 kN 188 Gambar 8.6 Perpindahan relatif antara tanah dan tiang 189 Gambar 8.7 Perbandingan faktor perpindahan hitungan output FEM 190

dengan hitungan data pengamatan

Gambar 8.8 Hubungan P- hasil hitungan terhadap pengamatan Pelat 192

Terpaku 1 baris tiang

Gambar 8.9 Vektor perpindahan tanah pada Pelat Terpaku 1 baris tiang 193 pada beban P = 80 kN

Gambar 8.10 Distribusi lendutan sepanjang pelat pada Pelat Terpaku satu 194 baris tiang

Gambar 8.11 Tegangan geser pada interface Pelat Terpaku 1 baris tiang 194 Gambar 8.12 Distribusi momen pada elemen struktur Pelat Terpaku 196

satu baris tiang

Gambar 8.13 Distribusi gaya lintang pada elemen struktur Pelat Terpaku 197 satu baris tiang

Gambar 8.14 Pengaruh pelat penutup tepi terhadap lendutan pelat 198 Gambar 8.15 Pengaruh lantai kerja terhadap lendutan pelat 199 Gambar 8.16 Hubungan P- hasil hitungan terhadap pengamatan Pelat 202

Terpaku 3 baris tiang

Gambar 8.17 Shading distribusi lendutan sepanjang Pelat Terpaku 3 baris 202 tiang akibat beban P = 160 kN

Gambar 8.18 Distribusi lendutan sepanjang Pelat Terpaku 3 baris tiang 203 akibat beban P = 80 kN

Gambar 8.19 Kuat geser tanah yang termobilisasi (kN/m2) akibat beban P 204 maksimum

(17)

Gambar 8.21 Geometri elemen struktur Pelat Terpaku pada SAP2000 208 Gambar 8.22 Contoh hasil analisis Pelat Terpaku akibat beban P = 160 kN 210

di titik A

Gambar 8.23 Pola distribusi lendutan memanjang pelat melewati titik beban 211 Gambar 8.24 Distribusi momen pelat akibat beban P = 160 kN di D 212 Gambar 8.25 Distribusi momen tiang akibat beban P = 80 kN di C 213 Gambar 8.26 Pengaruh berbagai nilai kv terhadap lendutan dan 214

M11 maksimum

Gambar 8.27 Pengaruh kv terhadap ditribusi lendutan sepanjang pelat 215 melewati titik beban

Gambar 8.28 Pengaruh berbagai nilai kh terhadap lendutan dan 216

M11 maksimum

Gambar 8.29 Pengaruh berbagai nilai kh terhadap momen tiang nomor 6 217 dan pelat

Gambar 8.30 Pengaruh berbagai nilai kt terhadap lendutan dan 218

M11 maksimum

Gambar 9.1 Rencana model skala penuh Pelat Terpaku representasi seksi 220 perkerasan kaku dengan 3 baris tiang

Gambar 9.2 Penyederhanaan hitungan Pelat Terpaku satu baris tiang 223 Gambar 9.3 Hasil hitungan berdasarkan Persamaan (3.34) vs. lendutan 226

pengamatan Pelat Terpaku skala penuh satu baris tiang untuk P sentris

Gambar 9.4 Hasil hitungan berdasarkan Persamaan (3.34) vs. lendutan 227 pengamatan Pelat Terpaku skala penuh satu baris tiang

untuk P di tepi

Gambar 9.5 Hasil hitungan berdasarkan Persamaan (3.34) vs. lendutan 229 pengamatan Pelat Terpaku skala penuh 3 baris tiang

untuk P sentris

Gambar 9.6 Hasil hitungan berdasarkan Persamaan (3.34) vs. lendutan 230 pengamatan Pelat Terpaku skala penuh 3 baris tiang

untuk P di tepi

Gambar 9.7 Perbandingan lendutan analisis dan pengamatan untuk Pelat 232 Terpaku satu baris tiang akibat beban sentris

Gambar 9.8 Perbandingan lendutan analisis dan pengamatan untuk Pelat 234 Terpaku satu baris tiang akibat beban di tepi

(18)

Gambar 9.9 Perbandingan lendutan analisis dan pengamatan untuk Pelat 235 Terpaku tiga baris tiang akibat beban sentris

Gambar 9.10 Perbandingan lendutan analisis dan pengamatan untuk Pelat 236 Terpaku tiga baris tiang akibat beban di tepi

Gambar 9.11 Tekanan tanah di bawah pelat 237

Gambar 9.12 Momen pada pelat 239

(19)

DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN

Arti lambang

A : luasan pelat beban (m2)

Ac : luasan bidang kontak pelat dengan tanah (m2)

Ac : luasan penampang tiang (m2)

AE : luasan penampang luasan tanah (m2)

Aps : luas zona pelat yang didukung tiang (m2)

As : luas selimut tiang (m2)

a : jarak beban terhadap tepi kiri balok (m)

ad : faktor adhesi (tidak berdimensi)

B : lebar pelat (m) atau lebar fondasi (m) CBR : California Bearing Ratio (%)

cu : kohesi undrained (kN/m2)

D : kekakuan lentur pelat

Deq : diameter ekivalen pias pada idealisasi geoemtri aksisimetri (m) e

D : matriks kekakuan material elastis

d : diameter tiang (m)

d(x) : penurunan yang bersesuaian pada arah sumbu x E : modulus elastisitas balok (kN/m2)

EA : kekakuan normal (kN/m)

E’ : modulus elastisitas efektif (kN/m2)

Ec : Modulus elastisitas beton (kN/m2)

Es : Modulus elastisitas tanah (kN/m2)

EI : kekakuan relatif (kN/m)

Eoed : modulus elastisitas tanah kondisi terkonsolidasi (kN/m2)

Eur : modulus elastisitas tanah kondisi unloading-reloading (kN/m2)

E0 : modulus tangen awal (kN/m2)

E1,E2,E3 : modulus elastisitas masing-masing berurutan pada arah sumbu aksial 1, 2, dan 3 (kN/m2)

E50 : modulus sekan pada 50% kekuatan material (kN/m2)

e : angka pori (tidak berdimensi), atau lengan momen gaya horizontal terhadap titik yang ditinjau (m)

e0 : angka pori awal (tidak berdimensi)

F : gaya (kN)

Fs : faktor keamanan (tidak berdimensi) {F} : vektor gaya (tidak berdimensi)

fc’ : kuat tekan karakteristik beton (MPa)

fs : tahanan gesek satuan ultimit tiang (kN/m2)

fy : kuat tarik leleh baja (kN/m2)

G : modulus geser (kN/m2)

(20)

G12 : modulus geser dalam bidang 1 dan 2 (kN/m2)

G13 : modulus geser di luar bidang berkaitan dengan modulus geser di atas sumbu 1 (kN/m2)

G23 : modulus geser di luar bidang berkaitan dengan modulus geser di atas sumbu 2 (kN/m2)

H : tinggi pelat penutup tepi (m) atau tebal tanah lunak (m)

hc : tebal pelat beton (m)

I : momen inersia balok (m4)

Ic : indeks konsistensi (tidak berdimensi)

i : nomor titik pengukuran 1 sampai n

K : modulus reaksi tanah dasar arah vertikal kondisi statis (kN/m3) atau modulus bulk (kN/m2)

Kd : koefisien tekanan tanah lateral di sekitar tiang (tidak berdimensi) KR : kerikil atau agregat batu pecah

[K] : matriks kekakuan struktur pada sumbu global (Ke) : matriks kekakuan elemen

(Kij) : submatriks kekakuan elemen dengan i dan j adalah nodal lokal.

K350 : kuat tekan karakteristik beton sebesar 350 kg/cm2

k : koefisien permeabilitas (cm/det), atau modulus reaksi tanah dasar (kN/m3)

kh : koefisien reaksi tanah dasar arah horizontal (kN/m3)

kSISTEM’ : modulus reaksi tanah dasar vertikal sistem pelat terpaku (kN/m3)

kt : modulus gesek tiang (kN/m3)

kv : koefisien reaksi tanah dasar arah vertikal (kN/m3)

kv(x) : koefisien reaksi tanah dasar arah vertikal pada arah sumbu x (kN/m3)

k762 : nilai modulus reaksi tanah dasar untuk pelat standar diameter 762 mm (kPa/m)

k0,3 : modulus reaksi tanah dasar pelat beban 0,3 m × 0,3 m

k’ : modulus reaksi tanah dasar ekivalen (kN/m3)

L : panjang fondasi (m)

Lb : jarak dasar tiang ke dasar kolom (m)

LL : batas cair (%)

Lp : panjang tiang tertanam (m)

LS : faktor kehilangan dukungan (tidak berdimensi)

li : jarak masing-masing titik

M : momen lentur balok (kNm), atau momen lawan yang termobilisasi oleh dinding penahan tepi (kNm)

M0 : beban momen di tengah bentang balok (kNm)

M11 : momen lentur melintang perkerasan (kNm/m)

MA : momen di titik A (kNm)

Mx : momen terhadap sumbu x (kNm)

My : momen terhadap sumbu y (kNm)

M : matriks kekakuan material

m : jumlah baris tiang

(21)

n : porositas (%), atau jumlah tiang, atau indeks empiris (pada penentuan

kh)

P : beban terpusat (kN)

PC : Portland cement

Ph : gaya lateral tanah yang termobilisasi di depan dinding penahan tepi (kN)

PL : batas plastis (%)

PS : pasir

p : tekanan beban (kN/m2)

po’ : tekanan overburden efektif rerata sepanjang tiang (kN/m2)

Q : beban terpusat (kN)

Qb : tahanan ujung tiang (kN)

Qs : tahanan gesek ultimit tiang (kN)

Qu : kapasitas dukung ultimit tiang (kN)

Qx : gaya geser pada arah sumbu x (kN)

Qy : gaya geser pada arah sumbu y (kN)

qSPT : tekanan kontak Sistem Pelat Terpaku (kN/m2)

qu : kuat tekan bebas (kN/m2)

q(x) : tekanan fondasi pada arah sumbu x

R : jari-jari pelat beban (m)

R : gaya perlawanan tiang (kN)

R, Rinter : rasio kekuatan bidang kontak (tidak berdimensi)

RA : reaksi vertikal di titik A (kN)

Rs : tahanan gesek tiang satuan yang termobilisasi (kN)

S : tegangan (kN/m2)

SE : skala bahan (tidak berdimensi)

SKV : skala bahan untuk koefisien reaksi tanah dasar vertikal (tidak berdimensi)

SL : batas susut (%)

Su : kuat geser undrained (kN/m2)

S1 : faktor skala geometri (tidak berdimensi)

SM : faktor skala beban momen atau torsi (tidak berdimensi)

SP : faktor skala modulus elastisitas (tidak berdimensi)

SQ : faktor skala beban terpusat (tidak berdimensi)

Sq : faktor skala tekanan atau beban terbagi rata (tidak berdimensi)

SV : faktor skala gaya lintang (tidak berdimensi)

Sv : faktor skala rasio Poisson (tidak berdimensi)

S : faktor skala regangan (tidak berdimensi)

S : faktor skala beban garis (tidak berdimensi)

S : faktor skala tegangan (tidak berdimensi)

S : faktor skala rapat massa bahan (tidak berdimensi)

s : jarak antar tiang (m)

sx : jarak antar tiang pada arah sumbu x (m)

sy : jarak antar tiang pada arah sumbu y (m)

t : tebal pelat model (cm)

(22)

teq : tebal ekivalen tiang pada idealisasi geoemtri plain strain (m) {U} : vektor displacement

v : rasio Poisson (tidak berdimensi)

v’ : rasio Poisson efektif (tidak berdimensi)

v12 : rasio Poisson pada bidang 1-2 (tidak berdimensi)

v13 : rasio Poisson pada bidang 1-3 (tidak berdimensi)

v23 : rasio Poisson pada bidang 2-3 (tidak berdimensi)

w : kadar air (%), atau lendutan balok (m), atau faktor berat (kNm/m)

x : jarak titik yang ditinjau terhadap tepi kiri balok (m)

y : lendutan (arah horizontal) (mm)

y : lengan momen (m)

yA : lendutan vertikal di titik A (mm)

 : faktor perpindahan tiang (tidak berdimensi)

L : faktor beban (rasio beban yang dipikul tiang terhadap beban total)  : faktor tahanan gesek satuan (m-1)

 : fleksibilitas balok  : lendutan (mm)

a : lendutan toleransi pada pelat perkerasan kaku (mm) avg : lendutan rerata (mm)

i : lendutan di titik ke-i dari pelat fleksibel (mm) maks : lendutan maksimum (mm)

p : perpindahan kepala tiang (m) s : lendutan pelat (mm)

δ0 : perpindahan relatif antara tiang dan tanah (mm)

k : tambahan modulus reaksi tanah dasar akibat perlawanan tiang (kN/m3) e

: regangan elastis (%) p

: regangan plastis (%)

xx : regangan pada sumbu x (%) yy : regangan pada sumbu y (%) zz : regangan pada sumbu z (%) () : regangan volumetrik

 : peningkatan infinitesimal regangan efektif (kecepatan regangan efektif)

b : berat volume bulk (kN/m3) d : berat volume kering (kN/m3)

dmaks : berat volume kering maksimum (kN/m3) sat : berat volume jenuh (kN/m3)

 : fleksibilitas balok di atas tanah s rasio Poisson tanah (tidak berdimensi) 1m : similaritas 1 pada model

1p : similaritas 1 pada prototipe

(, , ) : sumbu-sumbu sistem koordinat lokal

(23)

metode Transport Research Laboratory d : sudut gesek antara tanah-tiang (°)  : sudut dilatansi (°)

'

 : peningkatan infinitesimal tegangan efektif (kecepatan tegangan efektif)

 : angular displacement (radian)  : sudut rotasi dinding penahan tepi (°)

Singkatan

AASHTO : American Association of Standard for Highway and Transportation Officials

ASTM : American Standard for Testings and Materials BoEF : Beams on Elastic Foundation

CAM : Cakar Ayam Modifikasi

CRCP : continously reinforced concrete pavement

FEM : finite element method

IWF : I wide flange

in : inch

JPCP : jointed plain concrete pavement

JRCP : jointed reinforced concrete pavement

KSLL : Konstruksi Sarang Laba-laba kN : kilo Newton

kPa : kilo Pascal Lab. : Laboratorium

lb : pound

MPa : Mega Pascal

PPs : Program Pascasarjana PSI : Pound Square Inch PVC : polivilin carbonat pci : pound cubic feet

SAP2000 : structural analysis program 2000 SPT : Standart Penetration Test

USCS : Unified Soil Classification System 2D : dua dimensi

(24)

DAFTAR LAMPIRAN

CURRICULUM VITAE 255

LAMPIRAN A: STIFFNESS DATA UNTUK ELEMEN SEGI EMPAT 257 LAMPIRAN B: PROSEDUR ELEMEN HINGGA UNTUK ANALISIS 258

PELAT TERPAKU MENGGUNAKAN SAP2000

LAMPIRAN C: MACAM DAN PROSEDUR UJI 261 C.1: Macam Uji Model Skala Kecil 261 C.2: Prosedur Uji Model Skala Kecil 267 C.3: Prosedur Pengujian Utama 270 LAMPIRAN D: DATA UJI MODEL SKALA KECIL 278

D.1: Data uji bahan model skala kecil 279

D.2: Data uji model tiang 289

D.3: Data uji model pelat 293

D.4: Data uji model pelat terpaku 301 D.5: Output hitungan k’ model 310 LAMPIRAN E: DATA UJI PELAT TERPAKU SKALA PENUH 318 E.1: Data uji tanah dan lantai kerja 319

E.2: Data uji beton 328

E.3: Data uji tiang tunggal 331

E.4: Data uji Pelat 120 cm x 120 cm x 15 cm 333 E.5: Data uji Pelat Terpaku tiang tunggal 335 E.6: Data uji Pelat Terpaku m baris tiang 341 LAMPIRAN F: OUTPUT ANALISIS MOMEN NOMINAL PELAT 373

DAN TIANG

LAMPIRAN G: OUTPUT ANALISIS FEM PLAXIS 377 G.1: Output analisis FEM Plaxis 2D model 1 baris 378 G.2: Output analisis FEM Plaxis 2D skala penuh 379 G.3: Output analisis FEM Plaxis 3D skala penuh 390 LAMPIRAN H: OUTPUT ANALISIS FEM SAP2000 398 LAMPIRAN I: HITUNGAN KAPASITAS DUKUNG 402 LAMPIRAN J: FOTO PELAKSANAAN 404

Referensi

Dokumen terkait

Seperti yang telah dilakukan di RS Pelni, dari 11 unit layanan yang ada di RSU Pekerja, masing-masing unit kerja dipacu untuk selalu mengidentifikasi masalah yang ada di

Gambar 3.14 Diagram alir program untuk mendapatkan data arah

Gambar 4.5 Uji berat volume kering maksimum dan minimum, a) mengisi mould untuk menentukan berat volume kering minimum, b) penggunaan tamper untuk menentukan berat

Perbedaan dasar antara Weiqi dengan Baduk dan Igo terletak pada cara penghitungan wilayah yang diperoleh oleh kedua pemain dalam permainan tersebut, sedangkan

Revisi Renstra SKPD Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2013-2018 ini merupakan penjabaran visi, misi dan Program Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi

1. Promosi e-Commerce dapat mempertinggi produk dan layanan melalui kontak langsung, kaya informasi dan interaksi dengan pelanggan. Saluran pemasaran baru menciptakan

Pengukuran berat testis, diameter tubulus seminiferus, tebal epitel tubulus dan diameter lumen tubulus seminiferus……….. Pengukuran kadar testosteron serum dengan metode

Diagram representatif profil protein intrasellular strain bakteri kontrol dan bakteri yang ditumbuhkan pada medium musin ……….... Profil protein ekstrasellular strain