Manuscript
Diajukan Oleh :
Anif Murniasih
G1C 217086
PROGRAM STUDI D IV ANALIS KESEHATAN
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
4
PERBEDAAN KADAR HBsAg SAMPEL SERUM DAN PLASMA METODE CLIA
PADA PENDONOR
Anif Murniasih
1, Budi Santosa2, Harun Nurrachmat2
1
Mahasiswa Program Studi D IV Analis Kesehatan Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang
2 Pengajar Program Studi D IV Analis Kesehatan Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang
Info Artikel Abstrak
An examination of blood filter to test the positive HBsAg was done using CLIA method (chemiluminescence immunoassay), is a biochemical test that measures the substance concentration in the liquid, usually in the form of blood serum by looking at the antibody's reaction towards its antigen. The examination material of HBsAg could use the serum or plasma. Serum usage prevents the specimens contamination by anticoagulant that might affect the examination result. EDTA Plasma is obtained from the blood component which given EDTA anticoagulant, it aims to prevent the occurring of blood clot. The examination of blood filter at UTD PMI Grobogan using CLIA method with serum sample. Examination using serum takes a long time, so EDTA plasma become an option because the time to make EDTA plasma is shorter, and less blood volume is needed. The analyzer tool which is owned by UTD PMI Grobogan mention that it could use both serum and plasma samples so that it underlies the author to do the research which aims to know the difference of HBsAg level in serum and plasma samples of CLIA method on donors. The research type is experimental research. The research result of HBsAg level of serum sample 1,22 S/CO-51,72 S/CO, mean 15,21 S/CO, and standard deviation 16,92. The HBsAg level of EDTA plasma sample 1,19-51,70 S/CO, mean 15,05 S/CO, and standard deviation 16,72. The HBsAg level of minimal citric plasma sample 1,17-51,70 S/CO, mean 15,07 S/CO, and standard deviation 16,98. Kruskal Wallis statistic test conclude that there was no significant difference between HBsAg level of serum sample and EDTA plasma and citric plasma. Examination material for HBsAg level examination could use the EDTA plasma or citric plasma if serum is insufficient.
Keywords:
HBsAg level, CLIA, serum, plasma
* Corresponding Author : Anif Murniasih
Program Studi D IV Analis Kesehatan Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang
Pendahuluan
Transfusi darah merupakan salah satu jalur penularan HBV secara horizontal yang sering terjadi. Pendonor yang menderita penyakit hepatitis B atau menjadi karier hepatitis B, maka darah yang mengandung virus hepatitis B ditularkan kepada resipien melaui transfusi darah. Pengurangan potensi transmisi penyakit menular melalui transfusi darah dapat dilakukan skrining berupa uji saring darah untuk mendeteksi antigen maupun antibodi VHB pada darah donor. Antigen yang dapat dideteksi adalah Hepatitis B Surface Antigen (HBsAg) dan Hepatitis B e Antigen (HBeAg). Antibodi yang dapat dideteksi adalah anti HBs, anti HBc dan anti HBe. HBsAg antigen permukaan virus hepatitis B dapat dideteksi 2 minggu setelah terinfeksi VHB dan menghilang pada masa konvalesen (penyembuhan), tetapi dapat juga menetap lebih dari 6 bulan pada penderita VHB karier. HBsAg positif menandakan seseorang terinfeksi hepatitis B akut, kronis, ataupun karier.
Uji saring darah untuk memeriksa HBsAg positif dilakukan menggunakan metode CLIA (chemiluminescence
immunoassay). Metode CLIA adalah sebuah
tipe immunoassay tes biokimia yang mengukur konsentrasi suatu substansi dalam cairan, biasanya berupa serum darah atau air seni dengan melihat reaksi antibodi terhadap antigennya. Bahan pemeriksaan HBsAg dapat menggunakan serum atau plasma. Metoda CLIA digunakan juga untuk meneliti HIV, HCV, HBSAG, dan Siphilis di dalam darah dari pendonor.
Prinsip kerja CLIA menggunakan derivative dari luminol dengan peroksidase dan H2O2 (atau system enzimatik lainnya yang menghasilkan H2O2, seperti oksidase glukosa atau uricase) ditambah penambah (turunan dari Fenol, seperti p-iodofenol), yang meningkatkan emisi cahaya sampai 2.800 kali.
C8H7N3O2 + H2O2 → 3 – APA →3 - APA +
Light
(luminal) (hydrogen peroksida)
Serum digunakan sebagai gold standart
untuk pemeriksaan HBsAg karena di dalam serum sudah tidak terdapat fibrinogen karena dipakai untuk faktor pembekuan. Sampel plasma masih mengandung fibrinogen yang dimungkinkan akan mempengaruhi hasil pemeriksaan HBsAg.
Uji saring darah yang dilakukan di UTD PMI Grobogan menggunakan metode CLIA dengan sampel serum. Pemeriksaan menggunakan serum membutuhkan waktu yang lama, sehingga plasma EDTA menjadi pilihan karena waktu pembuatan plasma EDTA lebih singkat, dan volume darah yang dibutuhkan lebih sedikit. Beberapa UTD yang lain sudah menggunakan plasma EDTA. Alat analyzer yang dimilki UTD PMI Grobogan menyebutkan dapat menggunakan sampel serum maupun plasma. Sampel plasma dapat menggunakan plasma EDTA maupun plasma sitrat, sehingga hal ini mendasari penulis untuk melakukan penelitian yang bertujuan mengetahui
perbedaan kadar HBsAg sampel serum dan plasma menggunakan metode CLIA pada pendonor.
Bahan dan Metode
Bahan pemeriksaan adalah serum, plasma EDTA, dan plasma sitrat. Sampel diperoleh dari darah pendonor di UTD PMI Grobogan yang diambil darahnya pada bulan Juni 2018. Ketiga sampel diperiksa kadar HBsAg menggunakan metode CLIA.
Hasil
Hasil penelitian kadar HBsAg sampel serum dan plasma disajikan pada Tabel dan Grafik berikut.
Tabel. Deskripsi Kadar HBsAg Sampel Serum dan Plasma
Kadar HBsAg Rerata Simpang baku sampel serum 15,21 16,92 sampel plasma
EDTA 15,05 16,72
sampel plasma
6
Tabel di atas menjelaskan bahwa rerata kadar HBsAg sampel plasma EDTA dan plasma sitrat lebih rendah dibanding sampel serum.
Gambar di atas memperlihatkan bahwa rata-rata kadar HBsAg pada sampel plasma lebih rendah dibanding pada sampel serum. Kadar HBsAg plasma EDTA lebih rendah 1,05% dibanding kadar HBsAg serum. Kadar HBsAg plasma sitrat lebih rendah 0,92% dibanding kadar HBsAg serum.
Diskusi
Hasil penelitian kadar HBsAg menggunakan sampel serum, dan plasma dapat disimpulkan :
1. Kadar HBsAg sampel serum rerata 15,21 S/CO, dan simpang baku 16,92. 2. Kadar HBsAg sampel plasma EDTA
4. Tidak terdapat perbedaan bermakna antara kadar HBsAg sampel serum dengan plasma EDTA dan plasma sitrat.
Hasil penelitian kadar HBsAg sampel serum dan plasma tidak memiliki perbedaan secara diagnostik. Namun secara deskriptif menunjukan adanya perbedaan bahwa sampel serum sedikit lebih tinggi daripada sampel plasma yaitu selisih rata – rata serum
15,21 S/CO, plasma EDTA 14,05 S/CO, plasma sitrat 15,07 S/CO. Perbedaan kadar HbsAg sampel serum dan plasma EDTA sebesar 0,16 S/CO atau 1,05% , perbedaan kadar HbsAg pada sampel serum dan plasma sitrat sebesar 0,14 S/CO atau 0,92%.
Hasil dari analisis dengan uji Kruskal Wallis didapat p = 0,915 ( P > 0,05 ) yang artinya tidak ada perbedaan bermakna pada kadar HbsAg sampel serum dan plasma. Pilihan penggunaan plasma EDTA maupun plasma sitrat dalam pemeriksaan kadar HbsAg dapat dilakukan.
Ucapan Terimakasih
Terimakasih peneliti ucapkan kepada dr. Siti Widiastuti selaku Kepala UTD PMI Grobogan atas ijin penelitian dan bimbingan dalam melaksanakan penelitian di UTD PMI Grobogan.
Referensi
Azra LG. Frekuensi HBsAg Positif Pada Uji Saring Darah di Palang Merah Indonesia Cabang Padang Periode 1 Januari 2005 - 31 Desember 2005 (skripsi). Padang: Universitas Andalas; 2006.
Dexa, M. 2006. Hepatitis B Divisi
Hepatologi, Majalah Dexa Media No.
2,
Vol. 19 April - Juni. Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI / RSCM
Hadinegoro. 2008. Pedoman Imunisasi di
Indonesia Edisi 3. IDAI (Ikatan Dokter
Anak Indonesia). Jakarta
Herlinda N. Frekuensi HBsAg positif dalam uji saring darah donor Di UTDC Padang periode tahun 2001(skripsi). Padang: Universitas Andalas; 2002.
Kemenkes RI, 2016. Profil Kesehatan
Indonesia tahun 2015. Jakarta :
Kemenkes RI; 2016
Kemenkes RI. Riset kesehatan dasar (Rikesdas). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2007. 15.21
Misnadiarly. 2007. Mengenal,
Menaggulangi, Mencegah &
Mengobati Penyakit Hati (Liver) Edisi
1. Pustaka Obor Populer. Jakarta.
Nadia Ventiani, 2016. Frekuensi HBsAg Positif pada Uji Saring Darah di Palang
Merah Indonesia Cabang Padang
Tahun 2012. Jurnal Kesehatan Andalas.
Diunduh dari
http://jurnal.fk.unand.ac.id
Nyu Erlin, 2017. Pengaruh Variasi Waktu Pembacaan Pasca Stop Solution
Terhadap Kadar HBsag Metode Elisa
Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 200ke-6.
Primadharsini PP, Wibawa ID. 2013.
Correlation between Quantitative
HBsAg and HBV-DNA in Chronic
Hepatitis B Infection. The Indonesian
Journal of Gastroenterology, Hepatology And Digestive Endoscopy.14(1):9-12.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). 2013.
Badan Penelitian dan Pengembangan.
Kesehatan Kementerian RI tahun 2013.
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et al.
2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid 3, edisi ke-5. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Ulfah Suryani, 2015. Metode Nucleic Acid Test Untuk Uji Saring Virus Hepatitis B Pada Darah Donor Dengan Hepatitis B Occult
World Health Organization (WHO). Hepatitis B. 2002. (diunduh 8 Maret 2018). Tersedia dari : URL: HYPERLINK