• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM UPAH PEKERJA DOS DI DESA KAIBON KECAMATAN GEGER KABUPATEN MADIUN SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM UPAH PEKERJA DOS DI DESA KAIBON KECAMATAN GEGER KABUPATEN MADIUN SKRIPSI"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM UPAH PEKERJA DOS DI DESA KAIBON KECAMATAN GEGER KABUPATEN MADIUN

SKRIPSI

Oleh : EKA RESTIANI

210212036

Pembimbing

Drs. H. AGUS ROMDLON S, M.H.I NIP 195704271986031003

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO

(2)

ii SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi sebagian syarat guna memperoleh gelar sarjana progam strata satu (S-1) pada Fakultas Syariah

Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo

Oleh:

EKA RESTIANI NIM: 210212O36

Pembimbing:

Drs. H. AGUS ROMDLON S, M.H.I NIP: 195704271986031003

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO

(3)
(4)
(5)
(6)

vi

ةج ام نب ا هار ( ق رع فجي ن لبق هرج

)

Artinya: “Dari Abdullah bin Umar, ia berkata: “Telah bersabda Rasulullah: “Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering”.1

(HR. Ibn Majah)

1

(7)

vii

PERSEMBAHAN

Dengan rasa syukur kepada Allah SWT atas terselesainya pembuatan skripsi ini, dan dengan hasilnya pembuatan skripsi ini maka penulis mempersembahkan kepada:

Kedua Orang tuaku bapak dan ibu ku tercinta yang sabar membesarkan, membimbing, mendo’akanku demi kesuksesanku dalam segala hal dan selalu menjagaku untuk lebih menjadi pribadi yang mandiri, percaya diri dan yakin pada diri sendiri.

Untuk adek ku tersayang Isna Laila Assyifa yang sudah menjadi sahabat sekaligus teman curhat dan teman bertengkar setiap hari.

Kepada seseorang yang sudah memberiku semangat, menjagaku dalam situasi apapun serta menyayangiku dengan sepenuh hati.

Kepada keluarga besar KSR PMI IAIN Ponorogo yang telah memberikan pengalaman yang luar biasa berharga dan tidak akan terlupakan yang menjadikan diri saya menjadi pribadi yang lebih mandiri, lebih percaya diri, dan lebih mengerti akan kata bersyukur.

Kepada keluarga besar Syariah Muamalah B Angkatan Tahun 2012 terimakasih selama kurang lebih 4 tahun kita bersama dan membawa keceriaan, kesenangan, kesedihan serta kebahagiaan dan menjadikan keluarga baru selama di IAIN Ponorogo

Kepada sahabat-sahabat terbaikku yang selalu memberikan dukungan, motivasi dengan kata-kata semangat.

(8)

viii

Kata Kunci: Hukum Islam, Upah Pekerja Dos, Desa Kaibon Geger Madiun. ijarah secara bahasa berarti “upah” atau “ganti” atau “imbalan” karena itu lafad ijarah mempunyai pengertian umum yang meliputi upah atau kemanfaatan sesuatu benda atau imbalan suatu kegiatan atau upah karena melakukan suatu aktifitas. Termasuk dalam pemberian upah yang berada di Desa Kaibon Kecamatan Geger Kabupaten Madiun yang didalamnya terdapat perbedaan dalam memberi upah dan terdapat penangguhan waktu didalamnya.

Adapun rumusan Masalah penelitian dalam menyusun skripsi yaitu: 1) Tinjauan Hukum Islam terhadap bentuk akad upah pekerja dos di Desa Kaibon Kecamatan Geger Kabupaten Madiun. 2) Tinjauan Hukum Islam Terhadap Tata Cara Pengupahan Bagi Pekerja Dos di Desa Kaibon Kecamatan Geger Kabupaten Madiun. 3) Tinjauan Hukum Islam terhadap standar upah pekerja dos di Desa Kaibon Kecamatan Geger Kabupaten Madiun.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu merupakan prosedur penelitian yang cenderung fokus pada usaha mengeksplorasi sedetail mungkin sejumlah contoh atau peristiwa yang dipandang menarik dan mencerahkan dengan tujuan mendapatkan pemahaman yang mendalam. Dengan cara menganalisis data tanpa mempergunakan perhitungan angka-angka melainkan mempergunakan sumber informasi yang relevan untuk memperlengkap data yang penyusun inginkan. Pengumpulan data diambil dengan menggunakan teknik wawancara, observasi, dan dukumentasi.

(9)

ix

KATA PENGANTAR ِمْيِحَّرلا ِنمْحَّرلا ِالله ِمْسِب

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan kesempatan dan kesehatan sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP UPAH PEKERJA DOS DI DESA KAIBON KECAMATAN GEGER KABUPATEN

MADIUN”

Shalawat serta salam tak lupa kita haturkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita semua dengan lembah kegelapan menjuju alam yang terang benderang, sehingga kita dapat merasakan nikmat Islam dan nikmat iman.

Sebagai penulis pemula dalam karya ilmiah (skripsi) tentunya banyak sekali kekurangan dan kesalahan baik dari segi penulisa maupun penyusunan. Namun, atas dorongan dari berbagai pihak hal tersebut dapat teratasi sehingga selesailah skripsi ini.

Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan atas terselesainya skripsi ini, antara lain:

1. Dr. Hj. Siti Maryam Yusuf, M.Ag. selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo yang telah memberikan motifasi kepada seluruh mahasiswa. 2. Dr. H. Moh. Munir, Lc, M.Ag

.

selaku Dekan Fakultas Syariah beserta

jajarannya yang memberikan dukungan kepada mahasiswa jurusannya.

(10)

x

5. Kepala Desa Kaibon Kecamatan Geger Kabupaten Madiun beserta jajarannya yang telah memberikan izin penelitian dan meluangkan waktunya agar terselesainya skripsi ini.

6. Kepada Masyarakat Desa Kaibon Kecamatan Geger Kabupaten Madiun yang telah menyediakan waktu dan bersedia diwawancarai sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini

7. Segenap civitas Akademik IAIN Ponorogo yang telah memberikan pendidikan dan pengajaran kepada penulis menuntut ilmu di Institut Agama Islam Negeri Ponorogo.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, walaupun penulis sudah berusahan memberikan yang terbaik tetap saja masih banyak kekurangan dan kesalahan yang dikarenakan keterbatasan ilmu, wawasan dan kemampuan penulis. Untuk itu kritik, saran dan koreksi yang membangun dari semua pihak sangat penulis nantikan dan harapkan.

Hanya kepada Allah SWT tempat kembalinya sesuatu demikian juga penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya pembaca umumnya, akhirnya penulis hanya bisa mengucapkan banyak terimakasih.

Ponorogo, 23 Oktober 2018

(11)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN ... iii

NOTA PEMBIMBING ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

ABSTRAK ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

PEDOMAN TRANSLITERASI ... xiv

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Penegasan Istilah ... 5

C. Rumusan Masalah ... 5

D. Tujuan Penelitian... 6

E. Kegunaan Penelitian ... 6

F. Telaah Pustaka... 6

G. Metode Penelitian ... 9

1. Jenis Penelitian ... 9

(12)

xii

6. Teknik Analisa Data ... 11

H. Sistematika Pembahasan ... 11

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG IJARAH MENURUT HUKUM ISLAM A. Pengertian Ijarah ... 14

B. Dasar Hukum Ijarah ... 17

C. Rukun-rukun Ijarah ... 23

D. Syarat-syarat Ijarah ... 23

E. Macam-macam Ijarah ... 27

F. Beberapa Ketentuan Dalam Ijarah... 29

BAB III : PELAKSANAAN UPAH PEKERJA DOS DI DESA KAIBON KECAMATAN GEGER KABUPATEN MADUN A. Gambaran Umum Desa Kaibon Kecamatan Geger Kabupaten Madiun ... 42

B. Bentuk Akad Upah Bagi Pekerja Dos Di Desa Kaibon Kecamatan Geger Kabupaten Madiun ... 45

C. Tata Cara Pengupahan Dos Dos Di Desa Kaibon Kecamatan Geger Kabupaten Madiun ... 47

(13)

xiii

BAB IV : ANALISA HUKUM ISLAM TERHADAP UPAH PEKERJA DOS DI DESA KAIBON KECAMATAN GEGER KABUPATEN MADIUN

A. Analisa Hukum Islam Terhadap Bentuk Akad Upah Bagi Pekerja Dos Di Desa Kaibon Kecamatan Geger Kabupaten Madiun ... 52 B. Analisa Hukum Islam Terhadap Tata Cara Pengupahan Dos

Dos Di Desa Kaibon Kecamatan Geger Kabupaten Madiun .. 60 C. Analisa Hukum Islam Terhadap Standar Upah Pekerja Dos

Dos Di Desa Kaibon Kecamatan Geger Kabupaten Madiun .. 63 BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan... 66 B. Saran ... 67

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN

(14)

xiv

penulisan skripsi ini adalah sistem Institut of Islamic Studies, McGill University, yaitu sebagai berikut:

No Arab Indonesia No Arab Indonesia

1 ا „ 16 ط t}

2 ب B 17 ظ z}

3 ت T 18 ع

4 ث Th 19 غ Gh

5 ج J 20 ف F

6 ح h} 21 ق Q

7 خ Kh 22 ك K

8 د D 23 ل L

9 ذ Dh 24 م M

10 ر R 25 ن N

11 ز Z 26 و W

12 س S 27 ه H

13 ش Sh 28 ء

14 ص s} 29 ي Y

(15)

xv

Untuk menunjukkan bunyi hidup panjang (maad) caranya dengan menuliskan coretan horisontal (macron) di atas huruf a>, i>, dan u>

Contoh:

ديفم= Mufi>d

لله دحلا =al-Hamdulilla>h

Diftong dan Konsonan Rangkap

Huruf Arab Huruf Latin Huruf Arab Huruf Latin

وا Aw وا u>

يا Ay يا i>

Shay’, ayn, maymu>n, ’alaihim, qawl, daw’, maed}u>’ah, mas}nu>’ah, rawd}ah.

Konsonan rangkap ditulis rangkap, kecuali huruf wawyang didahului d}amma dan huruf ya>’ yang didahului kasrah seperti tersebut dalam tabel.

Kata Sandang

(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Allah SWT telah menjadikan masing-masing saling membutuhkan satu sama lain, supaya mereka tolong menolong dalam urusan kepentingan hidup seiring dengan perkembangan illmu pengetahuan dan teknologi, maka kebutuhan manusia juga semakin kompleks yang semuanya harus dipenuhi baik secara individu maupun kebutuhan lainya.

Di antara masalah-masalah yang banyak melibatkan anggota masyarakat dalam kehidupan sehari-hari adalah masalah muamalah (akad, transaksi) dalam berbagai bidang. Karena masalah muamalah ini langsung melibatkan manusia dalam masyarakat, maka pedoman dan tatanan pun perlu dipelajari dan diketahui dengan baik, sehingga tidak terjadi penyimpangan dan pelanggaran yang merusak kehidupan ekonomi dan hubungan sesama manusia. 1

Muamalah merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Islam memberikan aturan-aturan yang global untuk memberikan kesempatan bagi perkembangan hidup manusia yang seiring dengan perkembangannya zaman, berbedanya tempat serta situasi. Karena memang pada dasarnya alam semesta ini diciptakan oleh Allah SWT, untuk memenuhi kebutuhan manusia, dalam al-Qur’an telah diatur hal-hal sedemikian. Oleh

1 M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam (Jakarta: PT RajaGrafindo

Persada, 2003), 225.

(17)

2

karena itu, manusia diharapkan bisa menjalankan semua aturan-aturan yang telah diatur dalam al-Qur’an.2

Firman Allah SWT dalam al-Qur’an surat An-Nisa’ ayat 29:

                                          

Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu”3

Mu’amalah adalah aturan Allah yang mengatur hubungan manusia

dengan manusia dalam usahanya untuk mendapatkan alat-alat keperluan jasmaniah dengan cara yang paling baik. Tentunya seorang muslim harus mempertimbangkan dan memperhatikan apakan transaksi dalam

bermu’amalah dengan manusia itu sudah sesuai dengan prinsip-prinsip dan dasar-dasar mu’amalah yang telah di shari’atkan. Islam dalam bidang

mu’amlah bukanlah ajaran kaku, sempit, atau mati, melainkan suatu ajaran

yang fleksibel dan elastic yang dapat mengkomodir berbagai perkembangan transaksi mu’amalah asalkan itu tidak bertentangan dengan ketentuan -ketentuan hukum.

Salah satu bentuk mu’amalah yang sering terjadi adalah kerjasama antara manusia disatu pihak sebagai penyedia jasa manfaat atau tenaga yang lazim disebut sebagai buruh atau pekerja dengan orang lain yang menyediakan pekerjaan yang lazim pula disebut sebagai majikan. Dalam rangka saling memenuhi kebutuhannya pihak buruh mendapatkan kompensasi berupa upah.

(18)

Kerjasama seperti ini dalam literatur fiqh sering disebut dengan ijarah al-‘amal, yakni sewa-menyewa jasa tenaga manusia dengan adanya imbalan atau

upah.

Kerjasama antara seorang pengupahan (mu’jir) dengan pekerja yang menerima upah (musta’jir) dalam hal perburuhan atau ketenagakerjaan disebut dengan ijarah. Al-ijarah berasal dari kata al-ajru yang arti menurut bahasanya ialah al-‘iwad yang arti dalam bahasa Indonesia ialah ganti dan upah.4 Ijarah

menurut Idris Ahmad adlah Upah, yang artinya mengambil manfaat tenaga

orang lain dengan jalan member ganti menurut syarat-syarat tertentu.5

Proses terjadinya ijarah berasal dari buruh memberi tenaga kepandaian dan keahliannya kepada majikan guna mengerjakan suatu usaha yang dimiliki. Dengan demikian, berakibat majikan sebagai pemimpin bagi para pekerjanya maka dia harus bertanggung jawab terhadap mereka dengan jalan membeikan imbalan atau pembayaran upah.

Islam memberikan jalan, bahwa dalam pembayaran upah supaya ditentukan sesuai dengan upah yang pantas dan baik. Dan juga memberikan kebebasan untuk menuntut hanya, yang merupakan hak asasi manusia apabila hak mereka dimiliki orang lain.

Ijarah adalah memanfaatkan jasa sesuatu yang dikontakkan.6 Apabila transaksi tersebut berhubungan dengan ajir (tenaga kerja), maka yang dimanfaatkan adalah tenaganya. Sehingga untuk mengontrak seorang ajir harus ditentukan bentuk kerjanya (job description), batas waktu (timing), besar

4 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011), VII, 114 5 Ibid., 115

(19)

4

gaji/upah (take home pay), serta tenaga yang dikeluarkan (skill). Oleh karena itu jenis pekerjaan, waktu, dan upah harus dijelaskan sehingga tidak kabur. Karena transaksi ijarah yang masih kabur hukumnya adalah fasid (rusak).7

Salah satu praktek pengupahan yang bisa kita analisa yaitu upah pekerja dos di Desa Kaibon Kecamatan Geger Kabupaten Madiun. Yang hasil pengupahan antara pihak perempuan dan laki-laki itu tidak sama, pihak perempuan sehari mendapatkan upah sekitar Rp. 85.000,00 dan laki-laki mendapatkan upah kisaran Rp. 95.000,00 sedangkan mereka bekerja ditempat dan waktu yang sama begitu juga penyelesaian pekerjaannya juga sama akan tetapi upah yang diberikan berbeda. Padahal dalam Hukum Islam dalam memberi upah harus berdasarkan unsur keadilan tidak ada perbedaan Gender. Dan itu pun upah yang diberikan tidak pada waktunya maksudnya upah yang diberikan tidak pada saat pekerjaan tersebut selesai. Upah diberikan keesokan harinya sedangkan dalam islam menganjurkan bahwa upah tersebut seharusnya diberikan sebelum keringat itu mengering.

Memang dalam islam tidak disebutkan secara rinci besaran upah yang diterima, namun yang perlu digaris bawahi adalah adanya pengupahan yang menurut kepantasan dan juga keadilan. Berpedoman dari latar belakang diatas peneliti mencoba membahasnya dalam bentuk skripsi yang berjudul

“TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP UPAH PEKERJA DOS DI

DESA KAIBON KECAMATAN GEGER KABUPATEN MADIUN”.

7 Taqyuddin An-Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif, terj Moh Maghfur

(20)

B. PENEGASAN ISTILAH

Untuk mempermudah dalam memahami konsep dalam jual beli, maka penulis memberikan penjelasan yaitu:

1. Hukum Islam, merupakan Hukum yang bersumber pada Nash Al-Qur’an dan Hadist serta bersumber pada ijtihad para ulama.8

2. Upah, merupakan harga dari tenaga kerja atau harga yang dibayarkan kepada tenaga kerja atas jasa yang telah diberikan kepada pemberi kerja maupun sebuah perusahaan.9

3. Dos, merupakan merupakan sebuah alat bantu perontok padi dari batangnya menjadi gabah yang berukuran besar, yang digerakkan dengan tenaga diesel yang dapat memudahkan petani dalam memetik hasil panennya.

C. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana Tinjauan Hukum Islam Terhadap Bentuk Akad Upah Pekerja Dos Di Desa Kaibon Kecamatan Geger Kabupaten Madiun?

2. Bagaimana Tinjauan Hukum Islam Terhadap Tata Cara Pengupahan Bagi Pekerja Dos Di Desa Kaibon Kecamatan Geger Kabupaten Madiun? 3. Bagaimana Tinjauan Hukum Islam Terhadap Standar Upah Pekerja Dos

Di Desa Kaibon Kecamatan Geger Kabupaten Madiun?

8 Ahmad Azhar Basyir, Hukum Islam tentang Wakaf, ijarah, Syirkah (Bandung:

Al-Ma’arif, 1973), 24

9 Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, terj. Soeroyo (Yogyakarta: Dana Bakti

(21)

6

D. TUJUAN PENELITIAN

Penulis skripsi ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui Tinjauan Hukum Islam Terhadap Akad Upah Pekerja Dos Di Desa Kaibon Kecamatan Geger Kabupaten Madiun.

2. Mengetahui Bagaimana Pelaksanaan Sistem Pengupahan Bagi Pekerja Dos Di Desa Kaibon Kecamatan Geger Kabupaten Madiun.

3. Mengetahui Bagaimana Tinjauan Hukum Islam Terhadap Upah Pekerja Dos Di Desa Kaibon Kecamatan Geger Kabupaten Madiun.

E. KEGUNAAN PENELITIAN Kegunaan penelitian ini adalah:

1. Semoga hasil penelitian ini dapat memberikan wawasan maupun pengetahuan bagi masyarakat maupun mahasiswa-mahasiswi mengenai upah-mengupah.

2. semoga hasil penelitian ini memberikan referensi terhadap mahasiswa-mahasiswi sebagai bahan mengerjakan tugasnya khususnya mengenai upah-mengupah.

F. TELAAH PUSTAKA

Adapun mengenai jual beli terdapat beberapa penelitian yang pernah dilakukan dan dituang dalam skripsi, diantaranya:

Pertama; Penelitian yang dilakukan oleh Katini dengan judul

(22)

Desa Polorejo Kecamatan Babadan Kabupaten Ponorogo”. Penelitian ini membahas masalah pelaksanaan upah buruh tani di Desa Polorejo Kecamatan Babadan Kabupaten Ponorogo baik berupa proses perjanjian kerja, cara pengupahan, dan cara menyelesaikan persengketaan anatara majikan dan buruh tani. Penelitian ini berkesimpulan bahwa proses perjanjian kerja buruh tau telah sesuai dengan hukum islam karena dilakukan dengan rela sama rela, upah dalam bentuk dan waktunya pun jelas, cara pengupahan buruh tani di desa Polorejo Kecamatan Babadan Kabupaten Ponorogo sesuai hukum islam karena sudah disepakati dalam akad dan suda merupakan tradisi masyarakat Polorejo, cara penyelesaian persengketaan anatara pihak majikan dengan buruh tani di Desa Polorejo Kecamatan Babadan Kabupaten Ponorogo tetap sesuai hukum islam karena majikan merelakan upah yang telah diberikan kepada buruh.10

Kedua; penelitian yang dilakukan oleh Masgito dengan judul

“Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sistem Pengupahan Buruh Gendong

di Pasar Songgolangit Ponorogo”. Penelitian ini membahas tentang transaksi

upah buruh di pasar songgolangit, besaran upah buruh di pasar songgolangit. Penelitian ini berkesimpulan bahwa transaksi (akad) pengupahan buruh gendong di pasar songgolangit ponoroo sudah sesuai dengan hukum islam baik yang sudah berlangganan maupun yang belum berlanggana karena sudah memenuhi syarat dan rukun ijarah dan besaran upah yan diterima oleh para buruh gendong baik yang sudah berlangganan maupun yang belum

10 Katini, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Upah Buruh Tani di Desa

(23)

8

berlangganan sudah sesuai dengan hukum islam karena sudah sesuai dengan unsure keadilan, suka sama suka, dan tidak ada yang merasa dirugikan diantara kedua pihak.11

Ketiga; penelitian yang dilakukan oleh Riyanto dengan judul

“Tinjaun Hukum Fiqh Terhadap Upah Pekerja Pengangkut Pohon Pinus

di Desa Mrayan Kecamatan Ngrayun Kabupaten Ponorogo”. Penelitian ini membahas masalah akad upah pekerja pengangkut pohon pinus di Desa Mrayun Kecamatan Ngrayun Kabupaten Ponorogo dan wanprestasi upah kerja pengangkut pohon pinus di Desa Mrayun Kecamatan Ngrayun Kabupaten Ponorogo. Penelitian tersebut menyimpulakan bahwa akad pengangkut pohon pinus di Desa Mrayun Kecamatan Ngrayun Kabupaten Ponorogo sesuai dengan fiqh karena rukun dan syaratnya terpenuhi yaitu dilakukan atas dasar rela sama rela, upah yang diberikan jelas, bentuk pekerjaan dan waktunya jelas, dan wanprestasi pengangkut pohon pinus di Desa Mrayun Kecamatan Ngrayun Kabupaten Ponorogo tidak sesuai dengan fiqh karena menyalahi peraturan.12

Dari pemaparan diatas belum pernah ada yang secara khusus membahas pengupahan yang berkaitan dengan pengupahan pekerja dos. Maka dari itu penelitian ini membahas tentang “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Upah Pekerja Dos Di Desa Kaibon Kecamatan Geger Kabupaten

Madiun”.

11 Misgito, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sistem Pengupahan Buruh Gendong Di

Pasar Donggolanggit Ponorogo,” (Skripsi: STAIN, Ponorogo, 2011).

12Riyanto, “Tinjauan Fiqh Terhadap pekerja pengangkut pohon pinus di Desa Mrayun

(24)

G. METODE PENELITIAN

Dalam menjelaskan dan menyampaikan objek penelitian secara terarah, maka penulis menggunakan metode sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini penulis mengambil jenis penelitian jenis penelitian lapangan (field research), peneliti harus terjun ke lapangan, mempelajari, menganalisis, menafsirkan, dan menarik kesimpulan dari fenomena yang ada di lapangan.13

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan Di Desa Kaibon Kecamatan Geger Kabupaen Madiun.

3. Pendekatan Penelitian

Adapun dalam penelitian kali ini penulis mengambil pendekatan kualitatif, yaitu merupakan prosedur penelitian yang cenderung fokus pada usaha mengeksplorasi sedetail mungkin sejumlah contoh atau peristiwa yang dipandang menarik dan mencerahkan dengan tujuan mendapatkan pemahaman yang mendalam. Dengan cara menganalisis data tanpa mempergunakan perhitungan angka-angka melainkan mempergunakan sumber informasi yang relevan untuk memperlengkap data yang penyusun inginkan.14

4. Teknik Pengumpulan Data a. Observasi

13 S. Margono, Metodologi penelitian Pendidikan (Jakarta: Reneka Cipta, 2003), 28 14 Aji Damanhuri, Metodologi Penelitian Mu’amalah, (Ponorogo: STAIN Po Press,

(25)

10

Melakukan pengamatan langsung terhadap objek penelitian atau hal lain yang menjadi sumber data

b. Interview

Percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh pewawancara yang memberi batasan atas pertanyaan.15

5. Teknik Pengolahan Data

Dalam pembahasan skripsi ini penulis menggunakan tehnik pengelolaan data sebagai berikut:

a. Editing

Yaitu memeriksa kembali semua data yang diperoleh terutama dari segi kelengkapan, keterbatasan, kejelasan makna, kesesuaian dan keselarasan satu dengan yang lainnya, relevan dan keseragaman satuan atau kelompok data.

b. Organizing

Yaitu mengatur data dan menyusun data sedemikian rupa sehingga menghasilkan bahan-bahan untuk menyusun skripsi.

c. Penentuan Hasil Data

Yaitu melakukan analisa lanjutan terhadap hasil pengorganisasian data dengan menggunakan kaidah, teori, dan dalil-dalil sehingga diperoleh kesimpulan tertentu sebaga jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang terdapat dalam rumusan masalah.

6. Tehnik Analisa Data

15 Lexy J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2000),

(26)

a. Analisa Induktif, merupakan analisa data untuk memperoleh kesimpulan, dimulai dari pernyataan atau fakta-fakta khusus mengarah pada kesimpulan yang bersifat umum.16

H. SISTEMATIKA PEMBAHASAN

Agar lebih mudah pembaca memahami isi skripsi ini maka penulis menyajikan dengan sistematika pembahasan sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini memuat latar belakang maslah, definisi istilah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kajian pustaka, kajian teori, metode penelitian yang meliputi pendekatan dan jenis yang digunakan, sumber data, lokasi penelitian, subyek penelitian, metode pengumpulan data, metode pengolahan data, dan metode analisis data. Sistematika pembahasan juga merupakan bagian dari bab ini.

BAB II : LANDASAN TEORI

Pembahasan dalam bab ini merupakan landasan yang dipakai untuk menganalisis masalah yang di bahas, meliputi definisi Ijarah, dasar hukum Ijarah,, rukun Ijarah,, syarat-syarat Ijarah,, macam-macam Ijarah, beberapa ketentuan dalam Ijarah.

16 Muhajir Noen, Metodologi Penelitian Kualitatif (Yogyakrta: Bayu Indra Grafika,

(27)

12

BAB III : GAMBARAN UMUM PELAKSANAAN UPAH PEKERJA

DOS DI DESA KAIBON KECAMATAN GEGER

KABUPATEN MADIUN?

Pembahasan bab ini merupakan penyajian data dari hasil penelitian yang mendiskripsikan tentang gambaran umum di Desa Kaibon Kecamatan Geger Kabupaten Madiun, tentang akad upah pekerja dos di Desa Kaibon Kecamatan Geger Kabupaten Madiun, tentang pelaksanaan system pengupahan bagi pekerja dos di Desa Kaibon Kecamatan Geger Kabupaten Madiun, sistem pengupahan pekerja dos di Desa Kaibon Kecamatan Geger Kabupaten Madiun.

BAB IV : ANALISA HUKUM ISLAM TERHADAP UPAH PEKERJA

DOS DI DESA KAIBON KECAMATAN GEGER

KABUPATEN MADIUN?

(28)
(29)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG IJARAH MENURUT HUKUM ISLAM

A. Pengertian Ijarah

Kata ijarah didefinisikan dari bentuk fi’il “ajara-ya’juru’ajran”. Ajran semakna dengan kata Al ‘iwad yang mempunyai arti gantu dan upah, dan dapat berarti sewa atau upah.1 Secara bahasa ijarah juga diartikan sebagai

“balasan” atau “imbalan” yang diberikan sebagai upah sesuatu pekerjaan.2 Sedangkan secara istilah ijarah adlah pemilikan jasa dari seorang ajir (orang yang dikontakkan tenaganya) oelh musta’jir (orang yang mengontak tenaga), serta pemilikan harta dari para musta’jir oleh seorang ajir.3

Menurut Ahmad Azhar Basyir, ijarah secara bahasa berarti “balasan” atau “timbangan” yang diberikan sebagai upah suatu pekerjaan. Secara istilah

ijarah berarti suatu perjanjian tentang pemakaian atau pemungutan hasil suatu benda, binatang, atau tenaga manusia. Misalnya menyewa rumah untuk tempat tinggal, menyewa kerbau untuk membajak sawah, menyewa tenaga manusia untuk mengangkat barang dan sebagainya.4

Menurut Helmi Karim, ijarah secara bahasa berarti “upah” atau “ganti” atau “imbalan” karena itu lafad ijarah mempunyai pengertian umum

yang meliputi upah atau kemanfaatan sesuatu benda atau imbalan suatu

1 Qomarul Huda, Fiqh Mu’amalah (Yogyakarta: Teras, 2011), 77.

2 Sudarsono Pokok Pokok Hukum Islam (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2001), 422.

3 Moh Mahfur Wachid, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam

(Surabaya: Risalah Gusti, 2002), 83.

4 Ahmad Azhar Basyir, Hukum Islam Tentang Wakaf, Ijarah, Syirkah (Bandung:

Al-Ma’arif, 1995), 24.

(30)

kegiatan atau upah karena melakukan suatu aktifitas. Dalam arti luas,ijarah bermakna suatu akad yang berisi penukaran manfaat sesuatu dengan jalan memberikan imbalan dalam jumlah tertentu, hal in sama artinya dengan menjual manfaat sesuatu benda, buka menjual ‘ain dari kata benda itu sendiri.5

Sedangakan menurut istilah para ulama berbeda-beda mendefinisikan ijarah , antara lain sebagai berikut:

1. Menurut Hanafiyah

ضاوعب عفانم ىلع دقع

Artinya: transaksi terhadap suatu manfaat dengan suatu imbalan.6

2. Menurut Syafi’iyah

ضاوعب ةحبالااو لذبلل ةلباق ةحابم ةمولعم ةدوصقم ةعفنم ىلع دقع

مولعم

Artinya: Transaksi terhadap manfaat yang dituju, tertentu bersifat bisa dimanfaatkan, dengan suatu imbalan tertentu.7

3. Menurut Malikiyah

قلما ضعبو ىمدلاا ةعفنم ىلع ددقاعتلا ةىمست

نلاو

Artinya: Nama bagi akad-akad untuk kemanfaatan yang bersifat manusiawi dan untuk sebagian yang dapat dipendahkan.8

4. Menurut Sheyh Syihab al-Din dan Sheyh Umayrah bahwa yang dimaksud dengan ijarah ialah:

ةحباءلااو لذبلل ةلباق ةدوصقم ةمولعم ةعفنم ىلع دقع

اعضو ضوعب

5 Helmi Karim, Fiqh Muamalah (Jakarta: Raja Grafindi Persada, 1997), 29.

6 M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaki Dalam Islam (Jakarta: Raja grafindo Perkasa,

2004), 227.

7 Ibid.,

(31)

16

Artinya: Akad atas manfaat yang diketahui dan disengaja untuk memberikan dan membolehkan dengan imbalan yang diketahui ketika itu.9

5. Menurut Muhammad al-Syarbini al-Khatib bahwa yang dimaksud dengan ijarah ialah:

ورشب ض وعب ةعفنم كيلتم

ط

Artinya: pemilikan manfaat dengan adanya imbalan dan syarat-syarat10.

6. Menurut Sayyid Sabiq bahwa ijarah ialah: suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian.11

7. Menurut Hasbi ash-Shiddiqie bahwa ijarah ialah:

اهكيلمتىا ةدودمح ةدبم ءيىشلا ةعفنم ىلع ةلد ابلما ةعوضومدقع

عفانلما غيب ىهف ضوعب

Artinya: Akad yang objeknya ialah penukaran manfaat untuk masa tertentu, yaitu pemelikan manfaat dengan imbalan dana dengan menjual manfaat.12

8. Menurut Zuhaily bahwa ijarah ialah transaksi pemindahan hak guna atas barang atau jasa dalam batasan waktu tertentu melalui pembayaran upah sewa tanpa diikuti dengan pemindahan hak pemilikan atas barang.13

Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat dipahami bahwa ijarah adalah menukar suatu benda dengan ada imbalanya, diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berarti menyewa dan upah-mengupah,

9 Atik Abidah, Fiqih Muamalah (Stain Po Press, 2006), 88. 10 Ibid., 88.

11 Qomarul Huda, Fiqih Muamalah (Yogyakarta: Teras, 2001),78. 12 Atik Abidah, Fiqih Muamalah (Stain Po Press, 2006), 88.

13 Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer (Bogor: Ghalia Indonesia,

(32)

menyewa adalah menjual manfaat sedangakan upah-mengupah adalah menjual tenaga atau kekuatan.14

B. Dasar Hukum Ijarah

Ijarah merupakan akad yang dibolehkan, hal ini berlandaskan atas dalil-dalil yang terdapat dalam al-Qur’an, Hadist, Maupin Ijma’:

1. Al-Qur’an

a. Surat al-Zukhruf ayat 32





















































































Artinya:”Apabila mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka perhidupkan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian atas sebahagiaan yang lain beberepa derajat, agar sebahagian mereka dapat mempergunakan sebahaggian yang la. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang

mereka kumpulkan”.15

Relevansi ayat diatas adalah lafadz “Sukhriyan” yang terdapat dalam ayat diatas bermakna “saling mempergunakan”. Menurut Ibn Kathir, sebagaimana dikutip oleh Dimyauddin Juwaini lafadz ini diartikan dengan “supaya kalian bisa saling mempergunakan satu

sama lain dalam hal pekerjaan atau yang lain, karena di antara kalian

14 Suhendi Hendi, Fiqh Mu’amalah (Jakarta: Raja grafindo Perkasa, 2002),,115

15 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahanya (Surabaya: Surya Cipta Aksara,

(33)

18

saling membutuhkan satu sama lain. Artinya, terkadang manusia membutuhkan sesuatu yang berada dalam kepemilikan orang lain, dengan demikian, orang tersebut bisa mempergunakan sesuatu tersebut dengan cara melakukan transaksi, salah satunya dengan akad sewa-menyewa (ijarah). Dengan demikian dapat digunakan sebagai istidlal atas keabsahan praktik ijarah.16

b. Surat al-Qasas ayat 26-27















































































































Artinya: Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: “Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat

dipercaya”. Berkatalah dia (Syuaib): “Sesungguhnya aku

bermaksud menikahkan kamu dengan salah satu seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu Insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik”.17 Relewansi ayat ini adalah bercerita tentang perjalanan Nabi Musa yang bertemu dengan kedua putri Nabi Ishaq, salah seorang putrinya meminta Nabi Musa untuk disewa tenaganya untuk

16 Dimyauddin Djawaini, Pengantar Fiqh Mu’amalah (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2008), 154.

(34)

mengembalakan kambing. Menurut Ibn Kahtir sebagaimana dikutip Dimyauddin Djawaini cerita ini menggambarkan proses penyewaan jasa seseorang dan bagaimana pembayaran upah sewa itu dilakukan.18 c. Surat at-Talaq ayat 6

























































































Artinya: “tepatkanlah mereka (para istri) dimana kamu bertempat

tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (istri-istri yang sudah ditalak) itu sedang hamil, maka berikanlah kepaa mereka nafkahnya hingga mereka bersalin kemudian mereka menyusukan (amak-anak) mu untukmu, maka berikanlah kepada mereka upahnya: dan musyawarahkanlah diantara kamu (segala sesuatu), dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untukmu”19

Dalam Tafsir Al-Maraghiy makna dari ayat “fain arda’na lakum fa;tuhunna ujrahunna” adalah jika mereka menyusui anak-anakmu sedang mereka dalam keadaan di talaq ba’in karena sudah habis masa iddahnya, maka mereka boleh menyusui anak-anak dan boleh menolaknya. Jika mereka menyusui anak, maka mereka memdapatkan upah yang sepadan, dan mereka sepakat untuk itu dengan bapak atau walinya dari anak-anak.20

18 Dimyauddin Djawaini, Pengantar Fiqh Mu’amalah, 155. 19 Depag RI, al-Qur’an dan terjemahanya, 946.

20 Al Maraghiy, Tafsir Al-Maraghiy juz 2, terj. Anshor Umar . (Semarang: Toha, 1989),

(35)

20

2. Hadist

a. Hadist riwayat Ahmad, Abu Daut, dan Nasaiy dari Sa’id bin Abi Waqas yang berbunyi:

ا ىلع ابم ض ر لاا ى ركن اّنك :ل اق , ص اق و بي ا نب دعس نع بيسل ا نب ديعس نع و

ا و .ةّضف و ا به ذب اهي ركن تا نا رم ا و ,اهنم ء الم ا با دعس ام و ع ر زلا نم ىق ا وسل

ء اسنل ا هج رخ

Artinya: “Dari Sa’id bin Musyyab, dari Said bin Abi Waqas r.a dia berkata kami biasa menyewakan tanah dengan tanaman yang tumbuh ditepian sungai dan tanaman yang tumbuh di bawah air tepinya, kemudia Rasulullah melarang tentang itu dan memerintahkan kami mempersewakan dengan emas atau perak.21

Pada awal mulanya para sahabat melakukan akad ijarah dengan menyewakan perkebunan mereka, dengan upah berupa hasil pertanian, kemudian Rasulullah melarangnyan disuruh mengganti upah sewa dengan menggunakan emas dan perak/uang. Dengan demikian, akad ijarah sebenarnya telah dipraktikkan pada zaman sahabat dan Rasulullah telah memberikan aturannya, sehingga akad ijarah sah dilakukan dan diberikan oleh syari’ah.22

b. Hadist Rasulullah yang diriwayatkan oleh Ibn Majah yang berbunyi:

الله دبع نع

يرج لأا اطع أ ملس و هيلع الله ىلص لله ا ل وسر ل اق رمع نب

)ةج ام نب ا هارو( هق رع فيج نأ لبق هرجأ

Artinya: “Dari Abdullah bin Umar, ia berkata: “Telah bersabda

Rasulullah: “Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering”.23 (HR. Ibn Majah)

21 Hafidz Al-Mundziri, Mukhtashar Sunan Abu Dawud jilid 4 terj. Bey Arifin. (semarang:

Asy Sihafa’, 1993), 39.

22 Dimyauddin Djawaini, Pengantar Fiqh, 158.

(36)

Hadist ini memberikan sebuah etika dalam melakukan akad ijarah yakni memberikan pembayaran upah dengan secepat mungkin. Relevansinya dengan praktik kontrak ijarah pada saat sekarang adalah adanya keharusan untuk melakukan pembayaran sesuai dengan kesepakatan/ batas waktu yang telah ditentukan atau tidak menunda-nunda pemberian upahnya.24

c.

Hadist riwayah Imam Muslim yang berbunyi:

ك نع كل ام نب سن أ لئس :ل اق ديحم نع

مجتحا :ل اقف ؟م اّجلح ا بس

هل رم أف .ةبيط هوبا همجح زملس و هيع لله ا ىّلص لله ا ل وسر

ينع اصب

ادت ام لضف ا نأ :لقو .هجارخ نم هنع اوعض وف هله أ مّلك و .م اعط نم

مكئ ا و د لثما نموه وا .ةماجلحا هب متيو

.

Artinya: “Dari Humaid, ia berkata: “Anas bin Malik pernah ditanya tentang pekerjaan membekam, maka dia berkata: Rasulullah pernah berbekam dan yang membekam beliau adalah Abu Thaibah. Beliau memerintahkan agar Abu

Thaibah diberi dua sha’ makanan dan berbicara pribadi

kepada keluargana, maka mereka membebaskan pajaknya. Kemudian beliau bersabda: sebaik-baiknya obat yang kamu gunakan guna berobat adalah berbekam atau

berbekam adalah obat yang paling baik bagimu.”. (HR.

Muslim).25

Nabi Muhammad SAW sendiri, selain banak memberikan penjelasan tentang anjuran juga memberikan teladan dalam memberikan imbalan (upah) terhadap jasa yang diberikan seseorang.

Hadist Nabi yang diriwayatkan oelh Imam Muslim dan Ahmad dari Anas bin Malik menyuruh memberikan upah kepada

24 Dimyauddin Djawaini, Pengantar Fiqh, 156.

25 Imam Abu Husei Muslim, Shahih Muslim Juz IV. Terj. Adib Bisri M. (Semarang:

(37)

22

tukang bekam. Hadist ini dapat dijadikan hujah para ulama’

memperbolehkan akad ijarah. 3. Ijma’

Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang memngharamkannya. Menghindari mafsadat (kerusakan, bahaya) harus didahulukan atas mendatangkan kemaslahatan.26

Dan semua ulama sepakat, tidak ada seorang ulama’ yang

membantah kesepakatan ini, sekalipun ada beberapa orang diantara mereka yang berbeda pendapat, tetapi hail itu tidak dianggap.27

C. Rukun dan Syarat-syarat Ijarah

1. Rukun ijarah

Ijarah menjadi sah dengan ijab qabull lafaz sewa atau kuli dan yang berhubungan denganya, serta lafaz (ungkapan) apa saja dapat menunjukkan hal tersebut28

Sedangkan menurut Ulama telah menentukan sahnya akad ijarah, yaitu ada 3 macam yaitu:

a. Orang yang mengadakan perjanjian (‘aqid), ini meliputi orang yang menyewakan (mu’jir) dan orang yang menyewa (musta’jir).

b. Sesuatu yang dijadikan perjanjian (al ma’qud alaihi), ini meliputi ongkos dan manfaat.

(38)

c. Pernyataan perjanjian (shighat), yaitu lafadz atau ucapan yang menunjukkan memiliki manfaat dengan ada ongkos atau segala hal yang bisa menunjukkan kepadanya. 29

2. Syarat-syarat ijarah

Dalam ijarah juag terdapat syarat yang harus dipenuhi agar transaksi ijarah menjadi sah, yaitu:

a. Syarat ‘aqid (orang yang melakukan akad)

Menurut ulama Hanafiyah Aqid (orang yang melakukan akad) disyaratkan harus berakal dan mumayyiz (minimal 7 tahun), serta tidak disyaratkan harus baligh. Akan tetapi, jika bukan barang miliknya sendiri, akad ijarah anak mumayyiz dipandang sah bila telah diizinkan walinya.

Ulama Malikiyah berpendapat bahwa tamyiz adalah sayarat ijarah dan ual-beli, sedangkan baligh adalah syarat penyerahan. Dengan demikian, akad anak mumayyiz adalah sah, tetapi tergantung atas keridaan walinya.

Ulama Hanabilah dan Syai’iyah mensyaratkan orang yang

berakad harus mukallaf, yaitu baligh dan berakal, sehingga anak mumayyiz belum dapat dikategorikan ahli akad.30

b. Syarat Ma’qud alaih

Ma’qud alaih adalah objek trasaksi, sesuatu dimana transaksi dilakukan di atasnya sehingga akan terdapat implikasi hukum tertentu,

29 Abdulrahman Al-Jaziri, Al-Fiqh ‘alal Madzhahibil Arba’ah jilid 4 terj. Moh Zuhri dkk

(Semarang: Asy-Syifa’, 1994), 171

(39)

24

atau sesuatu yang dijadikan perjanjian dalam ijarah, ini meliputi ongkos dan manfaat.

Menurut Ulama Hanafiyah bahwa ongkos ada 3 macam yaitu: mata uang berupa barang-barang yang ditakar, ditimbang dan dihitung, dan berupa dagangan. Sedangkan manfaat yaitu dijelaskan masanya, menjelaskan pekerjaan, dan menunjukkan kepada hal-hal tertentu.

Menurut Ulama Malikiyah tentang ongkos disyaratkan hendaknya berupa barang yang suci dan bisa diambil manfaatnya, dapat diserahkan dan diketahui. Sedangkan untuk manfaat disyaratkan beberapa macam syarat yaitu: manfaat itu berharga, manfaat itu bisa diserahkan, dan manfaat itu bisa dipenuhi tanpa menghabiskan barang yang disewakan.

Menurut Ulama Syafi’iyah tentang ongkos atau upah yang

tertentu harus memenuhi kadarnya, jenisnya, macam dan sifatnya, jika upah ditentukan maka disyaratkan bisa dilihat. Sedangkan manfaat itu harus disyaratkan manfaat itu mempunyai harga, manfaat tersebut buka bend yang menjadi tujuan perjanjian sewa, dan pekerjaan dan manfaat sama-sama diketahui.

Menurut Ulama’ Hanabilah, ongkos atau upah harus jelas, jika

(40)

jual-beli, manfaat tersebut dapat diketahui dengan 2 hal yaitu dengan adat kebiasaan yang berlaku dan dengan mensifati manfaat.31

c. Syarat Sighat (Ijab Qabul)

Tentang syarat sighat atau ijab qabul maka sah dengan apapun lafadzh atau ucapan yang dengan ucapan itu tujuan orang yang melakukan perjanjian dapat dimengerti. Yang demikian itu umum dalam semua akad, karena yang dijadikan pedoman dalam ijab qabul adalah yang dapat dipahami oleh dua orang yang melakukan akad sehingga tidak menimbulkan keraguan dan pertentangan.32

Sedangkan menurut ulama’ fiqh ijab qabul terdapat beberapa

syarat yang harus dipenuhi yaitu:

1) Adanya kejelasan maksud dari kedua pihak. Dalam arti, ijab qabul yang dilakukan harus bisa mengekspresikan tujuan dan maksud keduanya dalam transaksi.

2) Adanya kesesuaian antara ijab dan qabul. Terdapat kesesuaian dalam hal objek dan harga, terdapat kesamaan tentang kesepakatan maksud dan objek transaksi.

3) Adanya pertemuan antara ijab qabul (berurutan dan nyambung), ijab qabul dilakukan dalam satu majelis, dalam arti kedua pihak mampu mendengarkan maksud masing-masing.

31 Abdulrahman Al-Jaziri, Al-Fiqh ‘alal Madzhahibil Arba’ah jilid 4 terj. Moh Zuhri dkk,

175-198

(41)

26

4) Satu majelis akad bisa diartikan suatu kondisi yang memungkinkan kedua pihak untuk membuat kesepakatan dan tidak menunjukkkan adanya penolakan.33

Sementara itu syarat sahnya ijarah menurut sayyid sabiq adalah sebagai berikut:

1) Kerelaan dua pihak yang melakukan akad.

2) Mengetahui manfaat dengan sempurna barang yang diakadkan, sehingga mencegah terjadinya perselisihan.

3) Hendaklah barang yang menjadi objek transaksi dapat dimanfaatkan kegunaanya menurut syara’.

4) Dapat diserahkannya sesuatu yang disewakan berikut kegunaan (manfaat).

5) Bahwa manfaat adalah hal yang mubah, bukan yang haram.34

D. Macam-macam Ijarah

Berdasarkan uraian tentang definisi dan syarat ijarah, maka dilihat dari segi objeknya ijarah dibagi menjadi dua macam yaitu:

1. Ijarah ‘ala al-Manafi’

Ijarah ‘ala al-Manafi’ yaitu ijarah yang objek akadnya adalah

manfaat, seperti menyewakan rumah untuk ditempati, mobil untuk dikendarai, baju untuk dipakai dan lain-lain. Dalam ijarah ini tidak

33 Dimyauddin Djawaini, Pengantar Fiqh (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), 157 34 Sayid Sabiq, Fiqh al-Sunnah jilid 12 terj.kamaludin (Yogyakarta: Pustaka, 1996),

(42)

dibolehkan menjadi objek sebagai tempat yang dimanfaatkan untuk kepentingan yang dilarang oleh shara’.

Para ulama berbeda pendapat tentang kapan ijarah ini dinyatakan ada. Menurut ulama Hanafiyah dan Malikiyah, akad ijarah bisa ditetapkan sesuai dengan perkembangan manfaat yang dipakai. Konsekuensi dari pendapat ini adalah sewa tidak dapat dimiliki ileh pemilik barang ketika akad itu berlangsung, melainkan harus dilihat dahulu perkembangan penggunaan manfaat tersebut.35

2. Ijarah’ala al-‘ammal

Ijarah’ala al-‘ammal atau ijarah yang bersifat pekerjaan, ialah dengan cara memperkerjakan seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan. Ijarah semacam ini dibolehkan seperti buruh bangunan, tukang jahit, tukang sepatu, dan lain-lain, yaitu ijarah yang bersifat kelompok (serikat). Ijarah yang bersifat pribadi juga dibenarkan seperti mengaji pembantu rumah tangga, tukan kebun dan satpam.36

Apabila dilihat dari segi pekerjaan yang harus dilakukan maka ajir dapat dibagi menjadi ajir khash dan ajir mushtarak.37

Ajir khash pekerja atau buruh yang melakukan suatu pekerjaan secara individual dalam waktu yang telah ditetapkan, seperti pembantu rumah tangga dan sopir. Menurut Wahbah al-Zuhayli, pekerjaan menyusukan anak kepada orang lain dapat digolongkan dalam akad ijarah

35 Qomarul Huda, Fiqih Muamalah (Yogyakarta: Teras, 2001), 85.

36 M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaki Dalam Islam (Jakarta: Raja grafindo Perkasa,

2004), 236.

(43)

28

khash. Jumhur ‘Ulama mengatakan, seorang suami tidak boleh menyewa istrinya ,untuk menyusukan anaknya karena pekerjaan tersebut merupakan kewajiban istri. Bahkan imam malik menambahkan, suami dapat memaksa istrinya untuk menyusukan anaknya (jika dia menolak). Namun menurut Ahmad, boleh menyewa istri sendiri untuk menyusukan anaknya.38

Sedangkan ajir mushtarak adalah pihak yang harus melakukan pekerjaan yang sifat pekerjaannya umum dan tidak terbatas pada hal-hal (pekerjaan) tertentu yang bersifat khusus.39 Dia mendapatkan upah karena profesinya, bukan karena penyerahan dirinya terhadap pihak lain. Misalnya pengacara dan konsultan.40

E. Beberapa Ketentuan dalam Ijarah

1. Hak Atas Upah

Bagi ajir khash berhak atas upah yang telah ditentukan bila ia telah menyerahkan dirinya kepada musta’jir dalam waktu berlakunya perjanjian itu, meskipun ia tidak mengerjakan apapun, karena misalnya pekerjaan memang tidak ada. Hak atas upah itu masih dikaitkan pada syarat bahwa ajir khash menyerahkan dirinya keoada musta’jir itu dalam keadaan yang memungkinkan untuk melakukan pekerjaan yang dimaksud. Dengan demikian bila ajir khash datang menyerahkan diri dalam keadaan sakit yang tidak memungkinkan bekerja sesuai dengan isi perjanjian, tidak berhak atas upah yang telah ditentukan.

(44)

Apabila musta’jir tidak memerlukan lagi, tetapi masih dalam waktu berlakunya perjanjian ia masih berkewajiban membayar upah penuh kepada ajir khash, kecuali bila pada diri ajir terdapat halangan yang memungkinkan musta’jir membatalkan perjanjian, mislanya ajir dalam keadaan sakit yang tidak memungkinkan untuk bekerja sesuai dengan isi perjanjian.41

Menurut Sayid Sabiq dalam fiqh al sunnah disebutkan bahwa hal menerima upah itu apabila:

a) Selesai bekerja berdasarkan pada hadist yang diriwayatkan oleh Ibn Majah berbunyi:

نب الله دبع نع

يرج لأا اطع أ ملس و هيلع الله ىلص لله ا ل وسر ل اق رمع

)ةج ام نب ا هارو( هق رع فيج نأ لبق هرجأ

Artinya: “Dari Abdullah bin Umar, ia berkata “ Telah bersabda Rasullah: “Berikanlah upah sebelum keringatnya kering”.

(HR. Ibn Majah)42

b) Mengalirkannya ijarah jika ijarah itu untuk barang

c) Memungkinkan mengalirnya manfaat jika masanya berlangsung, ia mungkin mendatangnya manfaat pada masa itu sekalipun tidak terpenuhi keseluruhannya

d) Mempercepat dalam bentuk pelayanan atau sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak sesuai dengan syarat, yaitu mempercepat pembayaran.43

41 Ibid., 34.

(45)

30

2. Hak Menahan barang untuk minta upah dipenuhi

Ajir berhak menahan barang yang dikerjakan dengan maksid agar upah pekerjaanya dipenuhi, dengan ketentuan bila dalam perjanjian terdapat persyaratan pembayaran upah dengan tunai. Bila selama ditahan barang mengalami kerusakan, ajir tidak dibebani ganti kerugian, karena kesalahan yang sebenarnya terletak pada keterlambatan musta’jir memberikan upah setelah pekerjaan selesai dilakukan.

Tetapi bila dalam perjanjian terdapat syarat pembayaran upah ditangguhkan, ajir tidak berhak menahan barang setelah selesai dikerjakan, dengan akibat bila ia menahanya juga, tiba-tiba terjadi kerusakan barang yang ditahan itu, ia dapat dituntut membayar atas kerusakan barang yang dimaksud.44

Ketentuan menahan hak barang tersebut berlaku bila pekerjaan terletak dan nampak nyata pada barang yang dikerjakan, mislanya tukang jahit, bengkel mobil dan sebagainya. Bila hasil pekerjaan tidak terletak dan Nampak nyata barag yang dikerjakan, seperti pengangkutan barang dari suatu tempat ke tempat lain, ajir tidak berhak menahan barang yang dimaksud minta dipenuhinya upah yang telah ditentukan. Bial ajir menahan juga, tiba-tiba barang mengalami kerusakan, ia dapat dituntut membayar atas kerusakan tersebut45

(46)

3. Ketentuan waku berlakunya perjanjian

Bila perjanjian kerja dituju pada ajir khash, lama waktu berlakunya perjanjian harus diterangkan, perjanjian dipandang harus diterangkan dengan akibat bila waktu tidak diterangkan, perjanjian dipandang rusak (fasid), sebab factor waktu dalam perjanjian tersebut menjadi ukuran besarnya jasa yang diinginkan. Tanpa menyebutkan waktu yang diperlukan, objek perjanjian menjadi kabur, bahkan tidak diketahui dengan pasti sehingga mudah menimbulkan sengketa dibelakang hari.

Berbeda halnya bila perjanjian kerja ditujukan pada ajir mustarak, menentukan waktu berlakunya perjanjian hanya kadang-kadang diperlukan guna menentukan kadar manfaat yang dinikmati, bila untuk itu harus melalui waktu panjang, seperti memelihara ternak dan sebagainya. Dalam perjanjian yang demikian sifatnya, keterangan waktu diperlukan dengan akibat bila ketentuan waktu tidak disebutkan sama sekali perjanjian dipandang fasid, karena dengan demikian terdapat unsur ketidakjelasan (gharar) dalam bentuk perjanjian.

Ketentuan waktu dalam perjanjian kerja dituju pada ajir musyarak pada umumnya hanya untuk mengira-ngirakan selesainya pekerjaan yang dimaksud, yang erat hubunganya dengan besar kecilnya upah yang dibayarkan. Dalam hal ini ajir berhak penuh atas upah yang telah ditentukan bial dapat menyelesaikan pekerjaan pada waktu yang telah ditentukan pula.46

(47)

32

4. Resiko Kerusakan Barang

Barang musta’jir ketiak ditangan ajir adalah suatu amanat, yaitu sesuatu kepercayaan yang diberikan kepada musta’jir. Oleh kerenanya, bila barang yang dpercayakan kepada ajir itu mengalami kerusakan ajir tidak dibebani resiko apapun, kecuali bila kerusakan itu terjadi akibat kesengajaan atau kelalaian ajir, mislanya bila seorang pembantu rumah tangga memecahkan kaca almari pada waktu membersihkannya, maka ia tidak dibebani gantu rugi, kecuali bila ada kesengajaan memecahkannya tau akibat kelalainannya.

Mengenai ajir mustayarak dibedakan antara kerusakan barang akibat perbuatan orang lain, harus dibedakan apakah kerusakan barang itu mungkin dihindari atau tidak. Bila kerusakan barang terjadi akibat perbuatan orang lain, tetapi mestinyadapat dihindari, ajir dibebani ganti karena kerusakan barang itu dipandang sebagi akibat kelalaiannya. Sedangkan bila kerusakan barang terjadi akibat orang lain, tetapi tidak dapat dihindari lagi, maka ajir tidak dibebani mengantikan kerugian apapun.47

Dijelaskan bahwa mengenai kerusakan barang para ahli fiqh berselisih pendapat tentang keharusan tukang-tukang menanggung barang-barang yang diserahkan kepada mereka dan didakwakan rusak.

Menurut Imam Malik dan bahwa mereka harus menanggung barang rusak ditangan mereka. Penjahit misalnya ia berkewajiban

(48)

menjamin ganti rugi pakaian yang ia jahit, namun tidak berkewajiban menjamin ganti rugi terhadap barang yang diletakkan seperti seikat kain.48

Imam Abu Hanafi berpendapat bahwa orang bekerja tanpa upah dan orang yang bekerja secara khusus adalah orang yang bekerja dirumah orang yang mengupahnya sehinnga ketika ada kerusakan barang maka ia tidak berkewajiban menggantinya. Sedang yang lain berpendapat bahwa pekerja khusus adalah orang tidak bekerja pada orang lain. Ini adalah pedapat Imam Malik tentang pekerja khusus, yakni bahwa ia tidak diharuskan menanggung kerugian. Kesimpulan pendapat Madzhab Maliki dalam masalah ini adalah bahwa ia tidak diharuskan menanggung kerugian tanpa membedakan apabila pekerja yang menerima upah atau tidak.49

Menurut Ulama Syafi’iyah dan Hanabilah bahwa tentang yang

selaku penyewa atau selaku buruh, maka hukumnya adalah seperti hukumnya rang yang dipercaya penuh, jadi ia tidak menjamin ganti rugi terhadapp barang yang ia sewa jika mengalami kerusakan dan kehilangan. Adapun ketentuan hukum bagi buruh persekutuan ialah bahwa ia berkewajiban menjamin ganti rugi terhadap barang yang rusak akibat perbuatannya kendati dalam keadaan keliru atau salah.50

(49)

34

5. Tingkat upah minimum

Sebuah Negeri Islam sebagai wakil Allah di muka bumi diharapkan dapat melakukan pemerataan rezeki tehadap anggota masyarakatnya. Dengan demikian tugas utamanya adalah memperhatikan agar setiap pekerja dalam Negara memperoleh upah yang cukup untuk mempertahankan suatu tingkat kehidupan yang wajar. Dan tidak akan pernah membolehkan pemberian upah yang berada dibawah tingkat minimum agar pekerja dapat memenuhi kebutuhan pokoknya. Rasulullah SAW senantiasa menasehati orang yang melakukan akad, yatu masing-masing minimal mumayyiz serta syarat sah dan tidaknya adalah ridha kedua belah pihak yang melakukan transaksi. Disamping itu, upahnya harus jelas, sebab Nabi SAW bersabda:

هيلع الله ىلص ّبينلا ّنأ ّي رذلخ ا ديعس بي ا نع

لا ا ر اجئتس ا نع ىه الله ملس و

)دحمأ( رجلحا ءاقل إو سملل ا و شجنل ا نع و ه رج ا هل ينّبي ّتّح يرج

Dari Abi Sa’id al Khudri Bahwa Nabi SAW. Melarang mempekerjakan

buruh sampai ia menjelaskan besaran upahnya melarang lams, najash,

dan ilqa’ al-hajr.51

Upah atau ujrah dapat diklarifikasikan menjadi dua: pertama, upah yang telah disebutkan (ajrun musamma). Kedua, upah yang sepadan (ajrun mitsli). Upah yang telah disebutkan (ajrun musamma) itu syaratnya ketika disebutkan harus disertai kerelaan kedua belah pihak yang bertransaksi, sedangkan upah yang sepadan (ajrun mitsli) adalah upah yang sepadan dengan kerjanya sesuai dengan kondisi pekerjaannya

(50)

(profesi kerja) jika akad ijarahnya telah menyebutkan jasa (manfaat) kerjanya.

Yang menentukan upah tersebut (ajrun mitsli) adalah mereka yang mempunyai keahlian atau kemampuan (skill) untuk menetukan bukan standar yang ditetapkan Negara, juga bukan kebiasaan penduduk suatu Negara, melainkan oleh orang yang ahli dalam menangani upah kerja ataupun pekerjaan yang hendak diperkirakan upahnya orang yang ahli menentukan besarnya upah ini disebut dengan khubara’u.52

Hanya saja apabila upahnya belum jelas tetapi transaksi ijarah tersebut sudah dilaksanakan, maka transaksinya tetap sah. Apabila kemudian terjadi perselisihan tentang kadarnya upahnya, maka bisa dikembalika kepada upah yang sepadan (ajrun mitsli). Apabila upahnya belum disebutkan, pada saat melakukan transaksi ijarah atau apabila terjadi perselisihan antara seorang ajir dan musta’jir dalam masalah upah yang telah disebutkan, maka dalam hal ini bisa dkembalikan keoada mereka upah yangb sepadan.53 Atau juga berdasarkan adat yang dilakukan didalam masyarakat tersebut. Hal ini sesuai dengan kaidah Fiqliyah yang berbunyi:

ةمكمح ة د اعلا

Artinya: adat kebiasaan itu bisa ditetapkan menjadi hukum. 54

52 Ismail, Yusanto, Dan M.K Widjajakusuma, Menggagas Bisnis Islam, Cet. 1 (Jakarta:

Gema Insani Press, 2002), 156.

53 Taqyudin An Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif, Terj. Maghfur

(Surabaya: Risalah Gusti, 2002), 101.

(51)

36

Disamping itu acuan untuk menentukan besaran upah dalam islam adalah adanya prinsip keadilan,

Adil bermakna proporsional



































Artinya: “Dan bagi masing-masing mereka derajat menurut apa yang telah mereka kerjakan dan agar Allah mencukupkan bagi mereka (balasan) pekerjaan-pekerjaan mereka sedang mereka

tidak dirugikan”. (QS. Al-Ahqaf: 19)55















Artinya: “Bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah disusahakannya”. (QS. An-Najm: 39)56

Layak bermakna sesuai dengan pasaran

ْفُم يضْر لأ ا يفِ اْوَ ثْعَ ت لاَو ْمُه ءَاْيَش َأ َس اَّنلا اوُسَخْبَ ت لاَو

َني يديس

Artinya: Dan janganlah kamu merugikan manusia akan hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi membuat

kerusakan”. (QS. Asy-Syua’ra 26:183 )57

6. Hak Dan Kewajiban Para Pihak

Perjanjian atau akad, termasuk akad sewa-menyewa atau ijarah menimbulkan hak dan kewajiban para pihak ang membuatnya. Dibawah ni akan dijelaskan mengenai hak-kah dan kewajinban para pihak dalam perjanjian sewa-menyewa.58

a) Pihak pemilk objek perjanjian swa-menyewa atau pihak dalam menyewakan:

55 Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, 825. 56 Ibid., 874.

57 Ibid., 586.

58 Abdul Ghofur Anshari, Hukum Perjanjian Islam Di Indonesia (Yogayakarta: gadjah

(52)

1) Ia wajib menyerahkan barang yang disewakan kepada si penyewa. 2) Menerima barang yang disewakan sedemikan sehingga barang itu

dapat dipakai untuk kepeluan yang dimaksud.

3) Memberikan si penyewa kenikmatan atau manfaat atas barang yang disewakan selama berlakunya waktu sewa-menyewa.

4) Menanggung si penyewa terhadap semua cacat dari barang yang disewakan, yang merintangi pemakaian barang.

5) Ia berhak atas uang sewa yang besarnya atas sesuai yang diperjanjikan.

6) Menerima kembali atas barang objek perjanjian diakhiri masa sewa.

b) Pihak penyewa meliputi sebagai berikut:59

1) Ia wajib memakai barang yang disewakan sebagai bapak rumah yang baik, sesuai denan tujuan yang diberikan pada barang itu menurut perjanjian sewanya, atau jika ada suatu perjanjian mengenai itu, menurut tujuan yang dipersangkaan berhubungan dengan keadaan.

2) Membayar harga sewa pada waktu yang telah ditentukan. 3) Ia berhak menerima manfaat dari barang yang disewakan.

4) Menerima

Gambar

Tabel 3.1 Penduduk berdasarkan struktur usia
Tabel 3.3 Keadaan Prasarana Pendidikan

Referensi

Dokumen terkait

108 Berdasarkan hasil uji Multiple Comparison diketahui bahwa pada masing-masing waktu penyimpanan, ketiga perlakuan suhu tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap

Bentuk dari penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Rahma Nurvidiana dkk (2015) “Pengaruh Word Of Mouth Terhadap Minat Beli Serta Dampaknya Pada

Hal ini terlihat di pulau Peteloran Timur dimana terdapat jumlah sarang yang lebih banyak dari pada di pulau Peteloran Barat, karena kerapatan dan dominansi yang

Sejauh ini kegiatan sosialisasi terns kami Iakukan pada setiap kesempatan kegiatan masyarakat baik itu di posyandu, di pengajian masyarakat, ya berhubungan ini Iingkupnya desa,

A 2050-ig látható előrejelzés és a CEF által meghatározott célok is abba az irányba mutatnak, hogy a domináns közúti közlekedés mellé a vasúti kapcsolatok

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan, maka dapat ditarik kesimpulan dalam penelitian ini, antara lain sebagai berikut: Peran Unit Pelaksana Teknis

Aset keuangan dalam kelompok tersedia untuk dijual adalah aset keuangan non-derivatif yang ditetapkan untuk dimiliki selama periode tertentu, dimana akan dijual dalam rangka

Kita akan melihat berbagai budaya dari luar Indonesia yang dibawa oleh para dai seperti nasyid, hadrah, atau folklor yang tersaji dalam bentuk cerita Islami, tembang islami dan