• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Resiliensi 1. Pengertian Resiliensi - PENGARUH PERILAKU ASERTIF TERHADAP RESILIENSI DALAM MENGHADAPI TEKANAN DARI PACAR UNTUK MELAKUKAN SEKS BEBAS PADA REMAJA PUTRI YANG BERPACARAN DI SMK TELKOM SANDHY PUTRA PURWOKERTO TAHUN 201

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Resiliensi 1. Pengertian Resiliensi - PENGARUH PERILAKU ASERTIF TERHADAP RESILIENSI DALAM MENGHADAPI TEKANAN DARI PACAR UNTUK MELAKUKAN SEKS BEBAS PADA REMAJA PUTRI YANG BERPACARAN DI SMK TELKOM SANDHY PUTRA PURWOKERTO TAHUN 201"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Resiliensi

1. Pengertian Resiliensi

Anggraeni (2008) berpendapat bahwa istilah resiliensi berasal

dari kata latin `resilire' yang artinya melambungkembali. Awalnya istilah

ini digunakan dalam konteks fisik atau ilmu fisika.Resiliensi berarti

kemampuan untukpulih kembali dari suatu keadaan,kembali ke bentuk

semula setelahdibengkokkan, ditekan, atau diregangkan. Bila digunakan

sebagaiistilah psikologi, resi1iensi adalahkemampuan manusia untuk

cepat pulihdari perubahan, sakit, kemalangan, atau kesulitan

(Kartika,2012).

Menurut United Nations International Strategy for Disaster

Reduction(2011) resiliensi merupakan kemampuan sistem, komunitas

atau masyarakatuntuk bertahan pada saat bahaya, menyerap,

mengakomodasidan pulih daridampakbahaya tersebut secara tepat

waktudan efisien.

Menurut Meichenbaum,dkk (2006) yang dituangkan dalam

(2)

Their Families” memaparkan bahwa resiliensi merupakan kemampuan

untuk belajar hidup dengan ketakutan dan ketidakpastian, serta mampu

beradaptasi pada pengalaman hidup yang sulit dan menantang.

Fiery Spirits Community of Practice (2011) mengemukakan

bahwa istilah resiliensi dapat berbeda dalam beberapa konteks sesuai

tahap perkembangan masyarakat. Menurut Siebert (2005)dalam bukunya

The Resiliency Advantage memaparkan bahwa resiliensi adalah

kemampuan untuk mengatasi dengan baik perubahan terbesar yang

mengganggu dan berkelanjutan dengan mempertahankan kesehatan dan

energi yang baik ketika berada dalam tekanan yang konsisten sehingga

mampu bangkit kembali dari kemunduran.Resiliensi ditandai dengan

adanya kemampuan untuk bangkit kembali dari pengalaman emosi dan

dengan fleksibel mampu beradaptasi terhadap perubahan serta

pengalaman stres (Tugade& Fredrickson,2004).

Menurut Reivich dan Shatte yang dituangkan dalam bukunya

The Resiliency Factor” menjelaskan resiliensi adalah kemampuan untuk

mengatasi dan beradaptasi terhadap kejadian yang berat atau masalah

yang terjadi dalam kehidupan. Bertahan dalam keadaan tertekan, dan

bahkan berhadapan dengan kesengsaraan (adversity) atau trauma yang

dialami dalam kehidupannya (Reivich& Shatte, 2002).

Dari berbagai pengertian resiliensi yang telah dipaparkan dapat

disimpulkan bahwa resiliensi adalah kemampuan untuk mengatasi dan

(3)

kehidupan. Bertahan dalam keadaan tertekan, dan bahkan berhadapan

dengan kesengsaraan (adversity) atau trauma yang dialami dalam

kehidupannya.

2. Aspek-aspek Resiliensi

Reivich dan Shatte (2002), memaparkan tujuh aspek yang

membentuk resiliensi, yaitu sebagai berikut :

a. Regulasi Emosi

Regulasi emosi adalah kemampuan untuk tetap tenang di bawah

kondisi yang menekan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang

yang kurang memiliki kemampuan untuk mengatur emosi mengalami

kesulitan dalam membangun dan menjaga hubungan dengan orang

lain.

b. Pengendalian Impuls

Pada tahun 1970, Goleman penulis dari Emotional Intelligence,

melakukan penelitian terkait kemampuan individu dalam

pengendalian impuls. Pengendalian impuls adalah kemampuan

Individu untuk mengendalikan keinginan, dorongan, kesukaan, serta

tekanan yang muncul dari dalam diri.

Individu yang memiliki kemampuan pengendalian impuls yang

rendah, cepat mengalami perubahan emosi yang pada akhirnya

mengendalikan pikiran dan perilaku mereka. Mereka menampilkan

perilaku mudah marah, kehilangan kesabaran, impulsif, dan berlaku

(4)

di sekitarnya merasa kurang nyaman sehingga berakibat pada

buruknya hubungan sosial individu dengan orang lain.

Individu dapat mengendalikan impulsivitas dengan mencegah

terjadinya kesalahan pemikiran, sehingga dapat memberikan respon

yang tepat pada permasalahan yang ada. Pencegahan dapat dilakukan

dengan dengan menguji keyakinan individu dan mengevaluasi

kebermanfaatan terhadap pemecahan masalah.

Kemampuan individu untuk mengendalikan impuls sangat

terkait dengan kemampuan regulasi emosi yang ia miliki. Seorang

individu yang memiliki skor Resilience Quotient yang tinggi pada

faktor regulasi emosi cenderung memiliki skor Resilience Quotient

pada faktor pengendalian impuls.

c. Optimisme

Individu yang resilien adalah individu yang optimis, optimisme

adalah ketika kita melihat bahwa masa depan kita cemerlang.

Optimisme yang dimiliki oleh seorang individu menandakan bahwa

individu tersebut percaya bahwa dirinya memiliki kemampuan untuk

mengatasi kemalangan yang mungkin terjadi di masa depan. Hal ini

juga merefleksikan efikasi diri yang dimiliki oleh seseorang, yaitu

kepercayaan individu bahwa ia mampu menyelesaikan permasalahan

yang ada dan mengendalikan hidupnya.

Optimisme akan menjadi hal yang sangat bermanfaat untuk

(5)

optimisme yang ada seorang individu terus didorong untuk

menemukan solusi permasalahan dan terus bekerja keras demi kondisi

yang lebih baik.

Tentunya optimisme yang dimaksud adalah optimisme yang

realistis (realistic optimism), yaitu sebuah kepercayaan akan

terwujudnya masa depan yang lebih baik dengan diiringi segala usaha

untuk mewujudkan hal tersebut. Berbeda dengan unrealistic optimism

dimana kepercayaan akan masa depan yang cerah tidak dibarengi

dengan usaha yang signifikan untuk mewujudkannya. Perpaduan

antara optimisme yang realistis dan efikasi diri adalah kunci resiliensi

dan kesuksesan.

d. Analisis Penyebab Masalah

Analisis penyebab masalah merujuk pada kemampuan individu

untuk mengidentifikasikan secara akurat penyebab dari permasalahan

yang mereka hadapi. Individu yang tidak mampu mengidentifikasikan

penyebab dari permasalahan yang mereka hadapi secara tepat, akan

terus menerus berbuat kesalahan yang sama.

Seligman mengidentifikasikan gaya berpikir explanatory yang

erat kaitannya dengan kemampuan causal analysis yang dimiliki

individu. Gaya berpikir explanatory dapat dibagi dalam tiga dimensi:

personal (saya-bukan saya), permanen (selalu-tidak selalu), dan

(6)

Mereka tidak terlalu terfokus pada faktor-faktor yang berada di

luar kendali mereka, sebaliknya mereka memfokuskan dan memegang

kendali penuh pada pemecahan masalah, perlahan mereka mulai

mengatasi permasalahan yang ada, mengarahkan hidup mereka,

bangkit dan meraih kesuksesan.

e. Empati

Empati sangat erat kaitannya dengan kemampuan individu untuk

membaca tanda-tanda kondisi emosional dan psikologis orang lain.

Beberapa individu memiliki kemampuan yang cukup mahir dalam

menginterpretasikan bahasa-bahasa nonverbal yang ditunjukkan oleh

orang lain, seperti ekspresi wajah, intonasi suara, bahasa tubuh dan

mampu menangkap apa yang dipikirkan dan dirasakan orang lain.

Oleh karena itu, seseorang yang memiliki kemampuan berempati

cenderung memiliki hubungan sosial yang positif.

f. Efikasi Diri

Efikasi diri adalah hasil dari pemecahan masalah yang berhasil.

Efikasi diri merepresentasikan sebuah keyakinan bahwa kita mampu

memecahkan masalah yang kita alami dan mencapai kesuksesan.

Efikasi diri merupakan hal yang sangat penting untuk mencapai

resiliensi.

g. Peningkatan Aspek Positif

Sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya, bahwa resiliensi

(7)

untuk mengatasi kemalangan dan bangkit dari keterpurukan, namun

lebih dari itu resiliensi juga merupakan kemampuan individu meraih

aspek positif dari kehidupan setelah kemalangan yang menimpa.

Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa ada

7 aspek yang harus dimiliki oleh seseorang bila ingin menjadi orang

yang resiliensi,yaitu : (1) Regulasi Emosi, (2) Pengendalian Impuls,

(3) Optimisme, (4) Analisis Penyebab Masalah, (5) Empati, (6)

Efikasi Diri dan (7) Peningkatan Aspek Positif. Sebagian besar

aspek-aspek tersebut merupakan sebuah aplikasi dari seorang manusia yang

dapat mengenali dirinya sendiri mempunyai kecerdasan emosi yang

baik, dapat menyusun masa depan yang jelas, selalu bangkit dari

keterpurukan. Serta selalu berfikir bagaimana menjadi individu yang

baik dan bermanfaat bagi masyarakat disekitarnya.

3. Fungsi Resiliensi

Penelitian tentang resiliensi hanya mencakup bidang yang kecil

dan digunakan oleh beberapa profesional seperti psikolog, psikiater, dan

sosiolog. Penelitian mereka berfokus pada anak-anak, dan

mengungkapkan kepada kita tentang karakteristik orang dewasa yang

resilien (Reivich & Shatte, 2002).

Sebuah penelitian telah menyatakan bahwa manusia dapat

menggunakan resiliensi untuk hal-hal berikut ini (Reivich &Shatte,

(8)

a. Overcoming

Dalam kehidupan terkadang manusia menemui kesengsaraan,

masalah-masalah yang menimbulkan stres yang tidak dapat untuk

dihindari. Oleh karenanya manusia membutuhkan resiliensi untuk

menghindar dari kerugian-kerugian yang menjadi akibat dari hal-hal

yang tidak menguntungkan tersebut. Kemampuan itu dapat

dilakukan dengan cara menganalisa dan mengubah cara pandang

menjadi lebih positif dan meningkatkan kemampuan untuk

mengontrol kehidupan kita sendiri. Agar kita dapat tetap merasa

termotivasi, produktif, terlibat, dan bahagia meskipun dihadapkan

pada berbagai tekanan di dalam kehidupan(Reivich & Shatte, 2002).

b. Steering through

Setiap orang membutuhkan resiliensi untuk menghadapi

setiap masalah, tekanan, dan setiap konflik yang terjadi dalam

kehidupan sehari-hari. Orang yang resilien akan menggunakan

sumber dari dalam dirinya sendiri untuk mengatasi setiap masalah

yang ada, tanpa harus merasa terbebani dan bersikap negatif

terhadap kejadian tersebut. Orang yang resilien dapat memandu

serta mengendalikan dirinya dalam menghadapi masalah sepanjang

perjalanan hidupnya.

Penelitian menunjukkan bahwa unsur esensi dari steering

through dalam stres yang bersifat kronis adalah self-efficacy yaitu

(9)

lingkungan secara efektif dapat memecahkan berbagai masalah

yang muncul(Reivich &Shatte, 2002).

c. Bouncing back

Beberapa kejadian merupakan hal yang bersifat traumatik

dan menimbulkan tingkat stres yang tinggi, sehingga diperlukan

resiliensi yang lebih tinggi dalam menghadapai dan mengendalikan

diri sendiri. Kemunduran yang dirasakan biasanya begitu ekstrim,

menguras secara emosional, dan membutuhkan resiliensi dengan

cara bertahap untuk menyembuhkan diri.

Orang yang resiliensi biasanya menghadapi trauma dengan

tiga karakteristik untuk menyembuhkan diri. Individu yang resilien

akan menunjukkan task-oriented coping style dimana individu

tersebut melakukan tindakan yang bertujuan untuk mengatasi

kemalangan tersebut, seorang yang resilien mempunyai keyakinan

kuat bahwa mereka dapat mengontrol hasil dari kehidupan mereka,

dan orang yang mampu kembali ke kehidupan normal lebih cepat

dari trauma mengetahui bagaimana berhubungan dengan orang lain

sebagai cara untuk mengatasi pengalaman yang mereka

rasakan(Reivich & Shatte, 2002).

d. Reaching out

Resiliensi, selain berguna untuk mengatasi pengalaman

negatif, stres, atau menyembuhkan diri dari trauma, juga berguna

(10)

bermakna serta berkomitmen dalam mengejar pembelajaran dan

pengalaman baru. Orang yang berkarakteristik seperti ini

melakukan tiga hal dengan baik, yaitu: tepat dalam memperkirakan

risiko yang terjadi; mengetahui dengan baik diri mereka sendiri;

dan menemukan makna dan tujuan dalam kehidupan mereka.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa,

resiliensi memiliki empat fungsi utama, yaitu: (1) Overcoming (2)

Steering through, (3) Bouncing back dan (4)Reaching out. Dimana

dengan resiliensi, manusia menjadi mampu untuk menghindar dari

kerugian,kerugian, menghadapi tekanan serta konflik dalam

kehidupan sehari-hari. Selain itu juga mampu untuk mengendalikan

diri, mengontrol diri dari kemalanagan untuk mendapatkan

pengalaman hidup yang lebih kaya.

4. Karakteristik Individu yang Memiliki Kemampuan Resiliensi

Menurut Wolin dan Wolin dalam Kartika (2012)ada tujuh

karakteristik utamayang dimiliki oleh individu yangresilien.

Karakteristik-karakteristikinilah yang membuat individu

mampuberadaptasi dengan baik saatmenghadapi masalah,

mengatasiberbagai hambatan, sertamengembangkan potensi

(11)

a. Insight

Insight adalah kemampuanmental untuk bertanya pada diri

sendiri dan menjawab dengan jujur.Hal ini untuk membantu individu

untuk dapat memahami diri sendiridan orang lain serta dapat

menyesuaikan diri dalam berbagaisituasi.

b. Kemandirian

Kemandirian adalah kemampuanuntuk mengambil jarak

secaraemosional maupun fisik dari sumbermasalah dalam hidup

seseorang.Kemandirian melibatkankemampuan untuk menjaga

keseimbangan antara jujur pada dirisendiri dengan peduli pada

oranglain.

c. Hubungan

Seseorang yang resilien dapatmengembangkan hubungan

yangjujur, saling mendukung danberkualitas bagi kehidupan

ataumemiliki role model yang sehat.

d. Inisiatif

Inisiatif melibatkan keinginanyang kuat untuk bertanggung

jawabatas kehidupan sendiri atau masalah yang dihadapi. Individu

yang resilienbersikap proaktif bukan reaktifbertanggung jawab

dalam pemecahanmasalah selalu berusaha memperbaikidiri ataupun

situasi yang dapat diubahserta meningkatkan kemampuanuntuk

(12)

e. Kreativitas

Kreativitas melibatkan kemampuan memikirkan

berbagaipilihan, konsekuensi dan alternatifdalam menghadapi

tantangan hidup.Individu yang resilien tidak terlibatdalam perilaku

negatif sebab iamampu mempertimbangkankonsekuensi dari setiap

perilaku danmembuat keputusan yang benar.Kreativitas juga

melibatkan dayaimajinasi yang digunakan untukmengekspresikan

diri dalam seni,serta membuat seseorang mampumenghibur dirinya

sendiri saatmengahadapi kesulitan.

f. Humor

Humor adalah kemampuan untukmelihat sisi terang dari

kehidupan menertawakan diri sendiri danmenemukan kebahagiaan

dalamsituasi apapun. Individu yang resilienmenggunakan rasa

humornya untukmemandang tantangan hidup dengancara yang baru

dan lebih ringan.

g. Moralitas

Moralitas atau orientasi pada nilai-nilai ditandai dengan

keinginan untuk hidup secara baik dan produktif. Individu yang

resilien dapat mengevaluasi berbagai hal dan membuat keputusan

yang tepat tanpa rasa takut akan pendapat orang lain. Mereka juga

dapat mengatasi kepentingan diri sendiri dalam membantu orang lain

(13)

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa,

individu yang resilien memiliki karakteristik sebagai berikut : (1)

memiliki insight, (2) memiliki kemandirian, (3) mengembangkan

hubungan yang jujur, (4) memiliki inisiatif yang bertanggung jawab,

(5) kreatif, (6) memiliki selera humor, dan (7) memiliki moralitas

dan nilai-nilai.

5. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Resiliensi

Grotberg dalam Kartika (2012)mengemukakan faktor-faktor

resiliensiyang diidentifikasikan berdasarkansumber-sumber yang

berbeda. Untukkekuatan individu, dalam diri pribadi digunakan istilah “I

Am” untuk dukunganeksternal dan sumber-sumbernya,digunakan istilah

“I Have” sedangkanuntuk kemampuan interpersonaldigunakan istilah “I

Can”. Faktor-faktor resiliensi yang dapat menggambarkanresiliensi pada

individu sebagai berikut:

a. I Am

Faktor I Am merupakan kekuatanyang berasal dari dalam

diri, sepertiperasaan, tingkah laku dankepercayaan yang terdapat

dalam diriseseorang. Faktor I Am terdiri daribeberapa bagian yaitu,

bangga padadiri sendiri, perasaan dicintai dansikap yang menarik,

individudipenuhi harapan, iman, dankepercayaan, mencintai,

(14)

jawab.Berikut ini, akan dijelaskan satupersatu mengenai

bagian-bagian darifaktor I Am(Kartika, 2012).

1) Bangga pada diri sendiri;individu tahu bahwa merekaadalah

seorang yang penting danmerasa bangga akan siapakahmereka

itu dan apapun yangmereka lakukan atau akandicapai. Individu

itu tidak akanmembiarkan orang lainmeremehkan atau

merendahkanmereka. Ketika individumempunyai masalah

dalamhidup, kepercayaan diri dan self-esteem membantu

mereka untukdapat bertahan dan mengatasimasalah tersebut.

2) Perasaan dicintai dan sikap yang menarik; Individu pasti

mempunyai orang yang menyukai dan mencintainya. Individu

akan bersikap baik terhadap orang-orang yang menyukai dan

mencintainya. Seseorang dapat mengatur sikap dan

perilakunya jika menghadapi respon-respon yang berbeda

ketika berbicara dengan orang lain. Bagian yang lain adalah

dipenuhi harapan, iman, dan kepercayaan. Individu percaya

ada harapan bagi mereka, serta orang lain dan institusi yang

dapat dipercaya. Individu merasakan mana yang benar maupun

salah, dan ingin ikut serta di dalamnya. Individu mempunyai

kepercayaan diri dan iman dalam moral dan kebaikan, serta

dapat mengekspresikannya sebagai kepercayaan terhadap

Tuhan dan manusia yang mempunyai spiritual yang

(15)

3) Mencintai, empati, altruistic; ketika seseorang mencintai orang

lain dan mengekspresikan cinta itu dengan berbagai macam

cara. Individu peduli terhadap apa yang terjadi pada orang lain

dan mengekspresikan melalui berbagai perilaku atau kata-kata.

Individu merasakan ketidaknyamanan dan penderitaan orang

lain dan ingin melakukan sesuatu untuk menghentikan atau

berbagi penderitaan atau memberikan kenyamanan.

4) Mandiri dan bertanggung jawab; Individu dapat

melakukanberbagai macam hal menurut keinginan mereka dan

menerima berbagai konsekuensi dan perilakunya. Individu

merasakan bahwa ia bisa mandiri dan bertanggung jawab atas

hal tersebut. Individu mengerti batasan kontrol mereka

terhadap berbagai kegiatan dan mengetahui saat orang lain

bertanggung jawab.

b. I Have

Faktor I Have merupakanbantuan dan sumber dari luar

yangmeningkatkan resiliensi. Sumber-sumbernyaadalah

memberisemangat agar mandiri, dimanaindividu baik yang

independenmaupun masih tergantung dengankeluarga, secara

konsisten bisamendapatkan pelayanan sepertirumah sakit, dokter,

atau pelayananlain yang sejenis. Struktur dan aturan rumah,

setiapkeluarga mempunyai aturan-aturanyang harus diikuti, jika

(16)

akan diberikanpenjelasan atau hukuman.Sebaliknya jika anggota

keluargamematuhi aturan tersebut maka akan diberikan

pujian(Kartika, 2012).

Role Models jugamerupakan sumber dari faktor IHave

yaitu orang-orang yang dapatmenunjukkan apa yang individuharus

lakukan seperti informasiterhadap sesuatu dan memberisemangat

agar individumengikutinya. Sumber yang terakhir

adalahmempunyai hubungan. Orang-orangterdekat dari individu

seperti suami,anak, orang tua merupakan orangyang mencintai dan

menerima individu tersebut.

Tetapi individujuga membutuhkan cinta dandukungan dari

orang lain yangkadangkala dapat memenuhikebutuhan kasih

sayang yang kurangdari orang terdekat mereka.

c. I Can

Faktor I Can adalah kompetensisosial dan interpersonal

seseorang.Bagian-bagian dari faktor ini adalahmengatur berbagai

perasaan danrangsangan dimana individu dapatmengenali perasaan

mereka,mengenali berbagai jenis emosi, danmengekspresikannya

dalam kata-katadan tingkah laku namun tidakmenggunakan

kekerasan terhadapperasaan dan hak orang lain maupundiri sendiri.

Individu juga dapatmengatur rangsangan untukmemukul, kabur,

merusak barang atau melakukan berbagai tindakanyang tidak

(17)

Mencari hubungan yang dapatdipercaya dimana individu

dapatmenemukan seseorang misalnyaorang tua, saudara, teman

sebayauntuk meminta pertolongan, berbagiperasaan dan perhatian,

gunamencari cara terbaik untukmendiskusikan dan

menyelesaikanmasalah personal dan interpersonal.Sumber yang

lain adalahketerampilan berkomunikasi dimanaindividu mampu

mengekspresikanberbagai macam pikiran danperasaan kepada

orang lain dan dapatmendengar apa yang orang lainkatakan serta

merasakan perasaanorang lain.

Mengukur temperamen dirisendiri dan orang lain

dimanaindividu memahami temperamenmereka sendiri

(bagaimanabertingkah, merangsang, danmengambil resiko atau

diam, reflekdan berhati-hati) dan juga terhadaptemperamen orang

lain. Hal inimenolong individu untukmengetahui berapa lama

waktu yangdiperlukan untuk berkomunikasi,membantu individu

untukmengetahui kecepatan untukbereaksi, dan berapa banyak

individumampu sukses dalam berbagaisituasi.

Bagian yang terakhir adalahkemampuan memecahkan

masalah.Individu dapat menilai suatu masalahsecara alami serta

mengetahui apayang mereka butuhkan agar dapatmemecahkan

masalah dan bantuanapa yang mereka butuhkan dariorang lain.

Individu dapatmembicarakan berbagai masalahdengan orang lain

(18)

menyenangkan. Individuterus-menerus bertahan dengan

suatumasalah sampai masalah tersebutterpecahkan.

Menurut Jackson & Watkin (2004) dalam penelitiannya

menyebutkan tujuh faktor untuk mendorong resiliensi. Tujuh

kemampuan tersebut, sebagai berikut:

a. ABC

Merupakan kemampuan untuk belajar mengenali dampak dari

perilaku serta keyakinan diri dan konsekuensi emosi pada saat yang

sulit.

b. Thingking traps

Mengakui kesalahan dimana pada saat berpikir kita jarang

menyadarinya sebagai contoh pada saat langsung mengambil

kesimpulan.

c. Detecting icebergs

Membangun kesadaran yang dalam serta percaya dengan

yang kita miliki bagaimana dunia itu dapat bekerja dan berdampak

pada emosi serta perilaku.

d. Calming and focusing

Menemukan cara untuk melangkah kembali dari

keterpurukan, serta menciptakan ruang bernapas dan berpikir lebih

resilien.

(19)

Suatu proses yang lebih akurat dimana pemahaman kita

tentang peristiwa dapat ditingkatkan. Menyebabkan perilaku yang

lebih efektif dan berkelanjutan dalam pemecahan masalah.

f. Putting it in perspective

Belajar menghentikan pikiran mengenai bencana dan

mengubahnya menjadi pikiran yang lebih realistis

g. Real-time resilience

Menempatkan semuanya dalam prakteknya pada saat itu,

kemampuan resilien ini mampu dengan cepat menguasai dan tidak

bergantung pada orang lain (Jackson & Watkin, 2004).

Dari pernyataan di atas, terlihat bagaimana seorang

manusia dapat menjadi orang yang resilien terdiri dari

beberapafaktor. Faktor yang berasal dari suatu hubungan yang baik

dari lingkungan sekitarnya, kemudian bagaimana seseorang tersebut

dapat mengenali kekuatan yang berasal dari dalam dirinya.

Mempunyai tingkah laku yang baik dan percaya diri atas

kemampuanya. Serta kemampuan untuk dapat bersosialisasi dalam

hal ini agar diharapkan untuk dapat bersosialsi dengan berhubungan

sosial dengan masyarakat lain tidak lupa juga untuk dapat

mengendalikan perasaanya.Dimana individu mampu untuk belajar

mengenali dampak perilakunya, mengakui kesalahan, bangun dari

keterpurukan, menghentikan pikiran yang tidak realistis serta tidak

(20)

B. Perilaku Asertif

1. Pengertian Perilaku Asertif

Lazarus(1973) adalah orang pertama yangmengidentifikasi

perilaku asertifsebagai kemampuan untuk mengatakan tidak,

kemampuanuntuk memintabantuanatau membuatpermintaan,

kemampuan untukmengekspresikanperasaan positifdan negatif,

kemampuanuntuk memulai, melanjutkan danmenyelesaikansebuah

percakapan(Pipas& Jaradat,2010).

Agusdalam penelitiannya mengemukakan bahwa perilaku asertif

adalah perilaku yang merupakan ekspresi atau pernyataan dari minat,

kebutuhan, pendapat, pikiran dan perasaan, yang dilakukan secara

bijaksana, adil, dan efektif, sehingga hak-hak kita bisa dipertahankan

dengan tetap memperhatikan penghargaan atas kesetaraan dan hak orang

lain (Purwanto,N.A.,2012).

Menurut Rathus & Nevid (1983) perilaku asertif adalah tingkah

laku yang menampilkan keberanian untuk secara jujur dan terbuka

menyatakan kebutuhan, perasaan dan pikiran-pikiran apa adanya,

mempertahankan hak-hak pribadi, serta menolak permintaan-permintaan

yang tidak masuk akal termasuk tekanan yang datang dari figur otoritas

dan standar-standar yang berlaku pada suatu kelompok (Rosita,2012).

Paterson (2000) dalam bukunya The Assertiveness

(21)

gayakomunikasiyang dapat digunakandalam semuasituasi. Tapi ituhanya

salah satu dariempat gaya, tigagaya lainnya adalahgayapasif, gayaagresif

dangayaagresifpasif.

Menurut MacNeilage dan Adams (1982), asertif adalah bentuk

tingkah laku interpersonal yang di dalamnya terdiri dari komunikasi

langsung, terbuka dan jujur yang menunjukkan pertimbangan dan

penghormatan kepada individu lain (Hamzah& Ismail, 2008).

Caputo (1984), juga menafsirkan perilaku asertif sebagai

perwatakan individu seperti tenang, berfikir rasional, keyakinan diri dan

bertanggung jawab. Asertif juga dilihat sebagai tingkah laku paling baik

bagi individu, di samping mampu menolak perilaku yang buruk terhadap

orang lain. Individu yang asertif berupaya untuk berinteraksi dengan

orang lain secara produktif dan memuaskan kedua belah pihak

(Hamzah& Ismail, 2008).

Burley (1983) mengemukakan perilaku asertif adalah bentuk

tingkah laku yang menunjukkan penghormatan terhadap diri dan orang

lain. Perilaku asertif bersikap terbuka dan jujur terhadap diri sendiri dan

orang lain, mendengar pandangan orang lain, memiliki ketegasan untuk

diri sendiri dan memahami situasi orang lain (Hamzah& Ismail, 2008).

Menurut Alberti & Emmons (2002) definisi dari perilaku asertif

itu sendiri adalah suatu kemampuan untuk mengkomunikasikan apa yang

diinginkan, dirasakan, dan dipikirkan kepada orang lain namun dengan

(22)

berperilaku asertif, seseorang dituntut untuk jujur terhadap dirinya dan

jujur pula dalam mengekspresikan perasaan, pendapat, dan kebutuhan

secara proporsional, tanpa ada maksud untuk memanipulasi,

memanfaatkan, menyangkali hak-hak orang lain ataupun merugikan

pihak lainnya (Hapsari,2011).

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa perilaku

asertif adalah tingkah laku yang menampilkan keberanian untuk secara

jujur dan terbuka menyatakan kebutuhan, perasaan dan pikiran-pikiran

apa adanya, mempertahankan hak-hak pribadi, serta menolak

permintaan-permintaan yang tidak masuk akal termasuk tekanan yang

datang dari figur otoritas dan standar-standar yang berlaku pada suatu

kelompok.

2. Tipe-tipe Perilaku Asertif

Lange & Jakubowski (1978) menyatakan beberapa tipe perilaku

asertif (Hapsari,2011). Tipe-tipe perilaku asertif tersebut adalah:

a. Basic Assertion.

Basic Assertion mengacu pada ekspresi penghargaan secara

sederhana terhadap hak, keyakinan, perasaan atau opini individu

tanpa melibatkan keterampilan social lain seperti empati,

konfrontasi, atau persuasi. Selain itu Basic Assertion juga

melibatkan pengekspresian perasaan dan penghargaan terhadap

(23)

b. Emphatic Assertion.

Bentuk ini dilakukan jika seseorang ingin untuk

melakukansesuatu yang lebih daripada sekedar mengekspresikan

perasaan atau kebutuhan mereka secara sederhana. Individu

menyampaikan pernyataan yang menunjukkan adanya pemahaman

akan situasi atau perasaan orang lain dan diikuti dengan pernyataan

lain yang menunjukkan usaha mempertahankan hak pribadi yang

bersangkutan.

c. Escalating Assertion.

Rimm & Masters menyatakan bahwa escalating assertion,

dimulai dengan respon asertif minimal yang biasanya dapat

mencapai tujuan dengan emosi negatif dan usaha minimum serta

kemungkinan konsekuensi negatif yang kecil. Ketika orang lain

tidak merespon dan terus melanggar hak pribadi, individu secara

bertahap meningkatkan tingkah laku asertifnya tanpa menjadi

agresif. Bentuk escalating assertion dapat berupa permintaan

sampai tuntutan, mulai dari mencoba memilih sampai langsung

menolak, atau mulai dari emphatic assertion sampai basic assertion

yang tegas.

(24)

Bentuk ini digunakan ketika kata-kata seseorang bersifat

kontradiktif dengan perbuatannya. Tipe ini meliputi penggambaran

secara objektif mengenai apa yang telah dikatakan seseorang, yang

sebenarnya telah dilakukan dan apa yang anda diinginkan.

e. I Language Assertion.

I-Language terutama berguna untuk orang-orang dalam

mengekspresikan perasaan-perasaan negative. Prinsip-prinsip

dalam I-Language dapat membantu individu

mempelajaribagaimana menentukan perasaan individu.

Sedangkan L’Abate & Milan (1985) menjelaskan ada 3 (tiga)

tipe perilaku asertif (Hapsari,2011). Tiga tipe tersebut yaitu:

a. Asertif untuk menolak (Refusal Assertiveness)

Perilaku asertif dalam konteks ketidaksetujuan atau ketika

seseorang berusaha untuk menghalangi atau mencampuri

pencapaian tujuan orang lain. Hal ini membutuhkan keterampilan

sosial untuk menolak atau menghindari campur tangan orang lain.

b. Asertif untuk memuji (Commendatory Assertiveness)

Ekspresi-ekspresi dari perasaan positif seperti penghargaan,

apresiasi dan menyukai dapat dilihat untuk memfasilitasi hubungan

interpersonal yang baik. Kemampuan untuk memuji orang lain

dalam cara yang hangat, tulus dan bersahabat dapat menjadi

(25)

membuat seseorang menjadi penguat dan partner interaksi yang

menyenangkan.

c. Asertif untuk meminta (Request Assertiveness)

Perilaku asertif jenis ini terjadiketika seseorang meminta

orang lain untuk membantunya mencapai tujuan atau memenuhi

kebutuhannya. Perilaku asertif ini sering dipadukan dengan

penolakan, dalam situasi menolak permintaan orang lain dan

meminta perubahan tingkah laku peminta. Fungsi dari jenis

perilaku asertif ini adalah agar menghindari terjadinya konflik yang

sama dikemudian hari (Hapsari,2011).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tipe-tipe

perilaku asertif, yaitu : (1) Asertif untuk menolak,(2) Asertif untuk

mengungkapkan perasaan, dan (3) Asertif untuk memuji dan

memberikan penghargaan.

3. Pendorong Munculnya Perilaku Asertif

Perilaku Asertif membuat orang menjadi lebih percaya diri dan

merasa berharga, memiliki konsep diri yang tepat, meningkatkan

pengendalian diri (self-control) dalam kehidupan sehari-hari, serta

memperoleh hubungan yang adil dengan orang

lain(Purwanto,N.A.,2012).

Munculnya perilaku asertif didorong oleh keyakinan bahwa:

(26)

b. Saya bebas untuk berfikir, memilih dan membuat keputusan, belajar,

dan mengembangkan diri.

c. Saya mampu untuk mencoba sesuatu, membuat kesalahan, belajar,

dan mengembangkan diri.

d. Saya bertanggung jawab atas tindakan saya dan respon saya terhadap

orang lain.

e. Saya tidak perlu minta ijin untuk mengambil tindakan.

f. Tidak masalah bila tidak setuju dengan orang lain. Persetujuan tidak

selalu diperlukan dan tidak selalu tepat (Purwanto,N.A., 2012).

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa individu

yang ingin meningkatkan asertifnya harus memiliki keyakinan setara

dengan orang lain, mampu membuat keputusan, berani belajar dari

kesalahan, bertanggung jawab atas tindakannya serta tidak masalah bila

tidak setuju dengan orang lain.

4. Ciri-ciri Individu yang Berperilaku Asertif

Beberapa ciri dari individu yang memiliki asertivitas menurut

Large dan Jakubowski,1978(Rosita,2012) adalah sebagai berikut:

a. Memulai interaksi

b. Menolak permintaan yang tidak layak

c. Mengekspresikan ketidaksetujuan dan ketidaksenangan

d. Berbicara dalam kelompok

(27)

f. Mampu menerima kecaman dan kritik

g. Memberi dan menerima umpan balik

Ditambahkan oleh Palmer dan Froener (2002) ciri-ciri individu

yang asertif adalah:

a. Bicara jujur

b. Memperlakukan orang lain dengan hormat, begitu pula sebaliknya

c. Menampilkan diri sendiri dan menyayangi orang lain

d. Memiliki hubungan yang baik dan efektif dengan orang lain

e. Tenang dalam keseharian dan memperlihatkan selera humor

dalam menghadapi situasiyang sulit (Rosita,2012).

Dari kedua pendapat tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan

bahwa ciri-ciri individu yang berperilaku asertif adalah sebagai

berikut (a) Memulai interaksi, (b) Bicara jujur, (c) Mengekspresikan

ketidaksetujuan dan ketidaksenangan, (d) Mengekspresikan pendapat

dan saran, (e) Mampu menerima kecaman dan kritik, (f)

Memperlakukan orang lain dengan hormat, begitu pula sebaliknya, (g)

Memberi dan menerima umpan balik, (h) Menampilkan diri sendiri

dan menyayangi orang lain dan (i) Tenang dalam keseharian dan

memperlihatkan selera humor dalam menghadapi situasi yang sulit.

5. Komponen-komponenPerilaku Asertif

Menurut Burley dan Allen (1983) perilaku asertif terdiri dari

(28)

a. Komponen verbal

Kata-kata yang digunakan adalah kata-kata yang

menunjukkan perasaanindividu yang sebenarnya dan membuat orang

nyaman. Kata-kata yangdigunakan juga tidak menyudutkan orang

lain karena tidak terdapat penilaianatau pemberian label pada orang

lain.

b. Komponen Kognitif

Komponen kignitif berkaitan dengan apa yang dialami

individu secarainternal, mencakup semua hal yang mengganggu

perilaku individu untuk menuju perilaku yang diinginkan. Perilaku

asertif didasari oleh penilaianpositif hal-hal yang terjadi pada diri

mereka, sehingga konsep diri orang yangasertif cenderung positif.

c. Kompenen Emosional

Komponen emosional yang mencakup tingkat emosional

yang diekspresikan,volume suara dan intonasi. Penting bagi individu

untuk mengungkapkan pesandan tingkat emosional yang situasinya

sesuai karena nada suara memainkanperanan penting bagaimana

pesan diterima oleh orang lain.

d. Komponen Non Verbal

Perilaku non verbal pada perilaku asertif terdiri dari gerakan

non verbal yangdiekspresikan, misalnya kontak mata individu yang

asertif diarahkan padalawan bicaranya; ekspresi muka yang asertif

(29)

asertif tidak tersenyum ketika marah;gerak isyarat menentukan

perilaku yang ditampilkan; bahasa tubuh individuyang asertif rileks

dan tidak kaku; kecepatan bicara individu yang asertif adalah

moderat dan normal; pengaturan waktu. Individu yang asertif

mempertimbangkan waktu yang tepat dalam mengungkapkan

perasaan danpikiran mereka; jarak, dimana individu yang asertif

tidak mengambil jarak ketika berinteraksi dengan orang lain;

kelancaran dan isi (Hamzah& Ismail, 2008).

Menurut Eisler, Miller & Hersen, Johnson &Pinkton (Marini &

Andriani,2005) ada beberapa komponen dari asertivitas, antara lain

adalah:

a. Compliance

Berkaitan dengan usaha seseorang untukmenolak atau

tidak sependapat dengan orang lain.Yang perlu ditekankan di sini

adalah keberanianseseorang untuk mengatakan “tidak” pada orang

lain jika memang itu tidak sesuai dengankeinginannya.

b. Duration of Reply

Merupakan lamanya waktu bagi seseoranguntuk

mengatakan apa yang dikehendakinya,dengan menerangkannya pada

orang lain.

c. Loudness

Berbicara dengan lebih keras biasanya lebih asertif, selama

(30)

merupakan carayang terbaik dalam berkomunikasi secara

efektifdengan orang lain.

d. Request for New Behavior

Meminta munculnya perilaku yang baru padaorang lain,

mengungkapkan tentang fakta ataupunperasaan dalam memberikan

saran pada orang lain,dengan tujuan agar situasi berubah sesuai

denganyang kita inginkan(Marini & Andriani,2005).

e. Affect

Afek berarti emosi; ketika seseorang berbicara dalam

keadaan emosi maka intonasi suaranya akan meninggi. Pesan yang

disampaikan akan lebih asertif jika seseorang berbicara dengan

fluktuasi yang sedang dan tidak berupa respons yang monoton

ataupun respons yang emosional.

f. Latency of Response

Adalah jarak waktu antara akhir ucapanseseorang sampai

giliran kita untuk mulai berbicara. Kenyataannya bahwa adanya

sedikit jeda sesaat sebelum menjawab secara umum lebih asertif

daripada yang tidak terdapat jeda.

g. Non Verbal Behavior

Serber (Marini & Andriani,2005) menyatakan bahwa

komponen-komponen non-verbal dari asertivitas antara lain:

(31)

Secara umum, jika kita memandang orang yangkita ajak

bicara maka akan membantu dalampenyampaian pesan dan juga

akanmeningkatkan efektifitas pesan. Akan tetapijangan pula

sampai terlalu membelalak ataupun juga menundukkan kepala.

2) Ekspresi Muka

Perilaku asertif yang efektif membutuhkanekspresi wajah

yang sesuai dengan pesan yangdisampaikan. Misalnya, pesan

kemarahan akandisampaikan secara langsung tanpa senyuman

ataupun pada saat gembira tunjukkan denganwajah senang.

3) Jarak Fisik

Sebaiknya berdiri atau duduk dengan jarakyang

sewajarnya. Jika kita terlalu dekat dapatmengganggu orang lain

dan terlihat sepertimenantang, sementara terlalu jauh akan

membuat orang lain susah untuk menangkapapa maksud dari

perkataan kita.

4) Sikap Badan

Sikap badan yang tegak ketika berhadapandengan orang

lain akan membuat pesan lebihasertif. Sementara sikap badan

yang tidak tegakdan terlihat malas-malasan akan membuat orang

(32)

5) Isyarat Tubuh

Pemberian isyarat tubuh dengan gerakan tubuhyang sesuai

dapat menambah keterbukaan, rasapercaya diri dan memberikan

penekanan padaapa yang kita katakan, misalnya

denganmengarahkan tangan ke luar (Marini & Andriani, 2005).

Berdasarkan atas komponen-komponen di atas, dapat

disimpulkan bahwa komponen-komponen asertif yaitu:

a. Ekspresif

Artinya mampu untuk mengemukakan perasaan dan

pendapatnya, dapat berkomunikasi dengan orang lain, kemampuan

untuk melanjutkan dan mengkahriri pembicaraan dengan orang lain.

b. Mampu mempertahankan hak pribadi

Memiliki kemampuan untuk mempertahankan perasaan,

pikiran, keyakinan, dan keluhan secara langsung dan jujur terhadap

orang lain.

c. Menggunakan performance yang selaras

Mampu mengekspresikan perasaan atau segala hal yang

dirasakannya melalui mimik atau roman muka serta mempunyai

pandangan yang aktif tentang hidup.

d. Kemampuan berinisiatif

Memiliki kemampuan untuk bertindak dengan cara yang

(33)

selalu berusaha untuk mencapai sesuatu dengan usaha yang

sebaik-baiknya.

6. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Asertif

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Perilaku

AsertifMenurut Rathus dan Nevid (1983)terdapat 6 faktor yang

mempengaruhiperkembangan perilaku asertif (Rosita, 2012), yaitu:

a. Jenis Kelamin

Wanita pada umumnya lebih sulit bersikap asertif seperti

mengungkapkan perasaan danpikiran dibandingkan dengan laki-laki.

b. Self - esteem

Keyakinan seseorang turut mempengaruhi kemampuan untuk

melakukan penyesuaian diridengan lingkungan. Orang yang

memiliki keyakinan diri yang tinggi memiliki kekuatiransosial yang

rendah sehingga mampu mengungkapkan pendapat dan perasaan

tanpamerugikan orang lain dan diri sendiri.

c. Kebudayaan

Tuntutan lingkungan menentukan batas-batas perilaku,

dimana batas-batas perilaku itusesuai dengan usia, jenis kelamin, dan

status sosial seseorang

(34)

Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin luas

wawasan berpikir sehinggamemiliki kemampuan untuk

mengembangkan diri dengan lebih terbuka.

e. Tipe Kepribadian

Dalam situasi yang sama tidak semua individu memberikan

respon yang sama. Hal inidipengaruhi oleh tipe kepribadian

seseorang. Dengan tipe kepribadian tertentu seseorangakan

bertingkah laku berbeda dengan individu dengan tipe kepribadian

lain (Rosita,2012).

f. Situasi tertentu Lingkungan sekitarnya

Dalam berperilaku seseorang akan melihat kondisi dan situasi

dalam arti luas, misalnyaposisi kerja antara atasan dan bawahan.

Situasi dalam kehidupan tertentu akan dikuatirkanmenggangu.Jadi

dapat disimpulkan bahwa asertivitas dipengaruhi oleh beberapa

faktor yaitu jenis kelamin, self esteem, kebudayaan, tingkat

pendidikan, tipe kepribadian serta situasi tertentu pada lingkungan

sekitarnya (Rosita,2012).

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat

beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku asertif. Faktor-faktor

tersebut seperti jenis kelamin, self-esteem, kebudayaan, tingkat

(35)

C. Remaja

1. Pengertian Remaja

Istilah remaja atau adolescence berasal dari kata latin adolescere

yang artinya tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Piaget menyatakan

secara psikologis masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi

dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah

tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan

yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak (Hurlock, 2012).

Menurut Larson, dkk (2002) masa remaja merupakan periode

transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa,

yang melibatkan perubahan-perubahan biologis, kognitif, dan

sosio-emosional. Tugas pokok remaja sendiri adalah mempersiapkan diri

memasuki masa dewasa (Santrock, 2007).

Monk mengungkapkan bahwa remaja sebetulnya tidak memiliki

tempat yang jelas, mereka tidak termasuk golongan anak-anak tetapi juga

belum bisa diterima secara penuh untuk masuk ke golongan orang

dewasa. Remaja ada di antara anak-anak dan orang dewasa. Remaja

seringkali dikenal sebagai fase mencari jati diri atau fase topan dan badai

(Kurniawan, 2009).

Dari pengertian remaja yang telah dipaparkan dapat disimpulkan

bahwa remaja merupakan periode transisi perkembangan dalam mencari

(36)

perubahan-perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional. Pada masa

ini remaja memiliki tugas mempersiapkan diri memasuki masa dewasa.

2. Tugas Perkembagan Remaja

Menurut Hurlock (2012) tugas perkembangan remaja sebagai

berikut :

a. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman

sebaya baik pria maupun wanita.

b. Mencapai peran sosial pria dan wanita.

c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara

efektif.

d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung

jawab.

e. Mencapai kemandirian emosional dari orag tua dan orang-orang

dewasa lainnya.

f. Mempersiapkan karir ekonomi.

g. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga.

h. Memperoleh perangkat dan nilai sistem etis sebagai pegangan untuk

berperilaku serta mengembangkan ideologi.

Menurut Suntrock (2007) tugas Perkembangan remaja sebbagai

(37)

a. Perkembangan biologis yang didalamnya terdapat perkembangan

hormon dan perubahan fisik remaja laki-laki dan perempuan sebagai

tanda dari kematangan seksual

b. Perkembangan kognitif meliputi perubahan inteligensi, pikiran dan

bahasa individu.

c. Perkembangan sosio-emosional meliputi perubahan dalam hubungan

individu dengan manusia lain, dalam emosi , kepribadian dan dalam

peran dari konteks sosial dan perkembagan.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan tugas perkembangan remaja

sebagai berikut :

a. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya

baik pria maupun wanita.

b. Mencapai peran sosial pria dan wanita.

c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif.

d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab.

e. Mencapai kemandirian emosional dari orag tua dan orang-orang dewasa

lainnya.

f. Mempersiapkan karir ekonomi.

g. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga.

h. Memperoleh perangkat dan nilai sistem etis sebagai pegangan untuk

berperilaku serta mengembangkan ideologi.

(38)

3. Kematangan Seksual Remaja

Menurut Hurlock (2012) meningkatnya minat pada seks

remaja membuat remaja mencari banyak informasi mengenai seks.

Remaja mulai membentuk hubungan baru yang lebih matang dengan

lawan jenis, dan dalam memainkan peran yang tepat dalam seksnya. Pada

akhir masa remaja sebagian besar remaja laki-laki dan perempuan telah

mempunyai cukup informasi tentang seks guna memuaskan keinginan

mereka (Hurlock, 2012).

Menurut Suntrock (2007) kematangan seksual ditandai dengan

perubahan fisik. Perubahan fisik seperti para remaja laki-laki dengan

bertambah panjangnya penis, membesarnya testis dan tumbuhnya rambut

wajah. Pada remaja wanita membesarnya payudara, rambut kemaluan

mulai tumbuh dan menstruasi. Masa ini menyebabkan perubahan hormon

yang menyebabkan mulai muncul dorongan, fantasi seksual, kenyataan

seksual untuk menjadikan seksual sebagai bagian dari identitas seseorang

(Suntrock, 2007).

Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa

kematangan seksual remaja ditandai dengan perubahan fisik seperti para

remaja laki-laki dengan bertambah panjangnya penis, membesarnya testis

dan tumbuhnya rambut wajah. Pada remaja wanita membesarnya

payudara, rambut kemaluan mulai tumbuh dan menstruasi. Masa ini

menyebabkan perubahan hormon yang menyebabkan mulai muncul

(39)

4. Remaja Yang Berpacaran

Meskipun banyak remaja putra dan putri yang saling

mempengaruhi secara sosial melalui teman sabaya yang dimilikinya baik

dalam kelompok formal maupun informal, melalui berpacaranlah kontak

yang serius mulai muncul. Berpacaran di masa remaja membantu remaja

dalam membentuk hubungan yang romantis selanjutnya bahkan hingga

jenjang pernikahan. Meningkatnya masalah-masalah seperti kehamilan

remaja, pemerkosaan yang terjadi pada saat berpacaran serta penyakit

seksual yang menular membuat hubungan romantis pada awal kehidupan

remaja menjadi dimensi yang penting pada perkembangan individu

(Santrock, 2008).

Pada saat ini pacaran telah berkembang menjadi sesuatu yang

lebih dari sekedar masa perkenalan menuju ke pernikahan. Pacaran

sendiri memiliki delapan fungsi sebagai berikut ( Santrock, 2008):

a) Pacaran merupakan suatu bentuk rekreasi. Remaja yang berpacaran

terlihat sangat menikmatinya dan melihat pacaran sebagai sumber

dari kesenangan rekreasi.

b) Pacaran merupakan sumber dari status dan keberhasilan. Sebagai

bagian dari proses perbandingan sosial yang juga melibatkan proses

pengevaluasian atas status orang yang mereka cintai.

c) Pacaran merupakan bagian dari proses sosialisasi pada masa remaja,

(40)

d) Pacaran meliputi proses belajar tentang keakraban dan merupakan

sebuah kesempatan untuk menciptakan hubungan yang unik.

e) Pacaran dapat menjadi sarana untuk eksperimen dan penggalian

hal-hal seksual.

f) Pacaran dapat memberikan kebersamaan dalam berinteraksi dan

melakukan aktivitas bersama-sama dalam hubungan dengan lawan

jenis.

g) Pengalaman pacaran memberikan proses kontribusi untuk mengenali

proses pembentukan dan perkembangan identitas.

h) Pacaran dapat menjadi alat untuk memilih dan menyeleksi pasangan,

sehingga juga tetap memainkan fungsi awalnya sebagai masa

perkenalan untuk hubungan yang lebih jauh.

Saat remaja berpacaran terdapat kecenderungan terbangun

suasana romantisme yang meningkatkan tingkat perilaku seksual dari

tahap sentuhan ringan hingga hubungan seksual. Remaja yang tidak

mampu mengendalikan diri dalam berpacaran cenderung melakukan

aktivitas seksual sampai dengan pergaulan bebas, bahkan hingga sampai

(41)

D. Hubungan Antara Perilaku Asertif dan Resiliensi Dalam Menghadapai Tekanan dari Pacar Untuk Melakuakan Seks Bebas pada Remaja

Perkembangan teknologi di era globalisasi ini memberikan dampak

pistif dan negatif bagi remaja. Remaja dihadapkan pada dilema dua hal, yaitu

disatu sisi remaja diharapkan sebagai generasi penerus bangsa, tetapi di sisi

lain remaja dihadapkan pada masalah rawannya pergaulan akibat dari arus

globalisasi itu sendiri (Ramadhy, 2011).

Tugas perkembangan masa remaja menuntut perubahan besar baik

perilaku dan sikap remaja. Terlebih dengan berkembangan tekhnologi dan

media masa. Sehingga sedikit dari remaja yang mampu untuk menguasai

tugas-tugas mereka sebagai remaja. Selain beban tugas perkembangan

remaja, pada diri remaja juga terdapat perubahan-perubahan pada bentuk

tubuh disertai dengan struktur serta fungsinya. Dimana perkembangan

karakteristik primer dan sekunder tersebut merupakan awal dari kematangan

seksual seseorang (Desmita,2005).

Kematangan organ reproduksi pada remaja menimbulkan

dorongan-dorongan seksual sehingga ada keinginan untuk memperluas pergaulan dan

adanya ketertarikan dengan lawan jenis. Ketertarikan yang intensif dan intim

tersebut memunculkan komitmen antar pasangan remaja untuk menjalin

hubungan yang lazim yang disebut pacaran. Saat remaja berpacaran terdapat

kecenderungan terbangun suasana romantisme yang meningkatkan tingkat

perilaku seksual dari tahap sentuhan ringan hingga hubungan seksual. Remaja

(42)

melakukan aktivitas seksual sampai dengan pergaulan bebas, bahkan hingga

sampai penularan HIV/AIDS (Wibowo, 2012).

Dalam segala segi, remaja mengalami banyak perubahan.

Perubahan-perubahan tersebut sering menimbulkan kegoncangan dan

ketidak-pastian. Dalam menghadapi badai perkembangan banyak remaja

yang berhasil mengatasi berbagai rintangan. Mereka menjadikan rintangan

dan berbagai kegagalan sebagai peluang dan tantangan untuk tetap bangkit

meraih keberhasilan. Pada akhirnya berhasil melaksanakan tugas-tugas

perkembangan secara wajar. Salah satu faktor yang berperan terhadap

keberhasilan individu dalam menghadapi berbagai kesulitan adalah daya

lentur individu atau resiliensi (Suwarjo, 2008).

Menurut Reivich. K dan Shatte. A yang dituangkan dalam bukunya

The Resiliency Factor” menjelaskan resiliensi adalah kemampuan untuk

mengatasi dan beradaptasi terhadap kejadian yang berat atau masalah yang

terjadi dalam kehidupan. Bertahan dalam keadaan tertekan, dan bahkan

berhadapan dengan kesengsaraan (adversity) atau trauma yang dialami dalam

kehidupannya (Reivichdan Shatte, 2002 ). Dimana didalamnya terdapat tujuh

aspek resiliensi yaitu regulasi emosi, pengendalian impuls, optimisme,

analisis penyebab masalah, empati, efikasi diri dan peningkatan aspek positif.

Tidak adanya resiliensi pada remaja dalam menghadapi seks bebas,

membuat remaja tidak mampu menolak untuk melakukan seks bebas. Remaja

menjadi kurang mampu berkomunikasi secara positif untuk menolak ajakan

(43)

untuk masuk dalam kelompok teman sebaya, remaja harus mengikuti nilai

dalam kelompok tersebut.

Hal ini disebabkan karena remaja tidak tegas menolak keinginan dan

paksaan dari pasangannya atau juga karena remaja merasa takut ditinggalkan

oleh pasangannya. Remaja dalam menentukan sikap haruslah bersikap

mandiri, tegas dan bebas. Artinya dapat mengambil keputusan sesuai dengan

keinginan tanpa harus membatasi diri, dapat menentukan apa yang terbaik

untuk diri sendiri. Hal inilah yang disebut sebagai perilaku asertif.

Banyuwati (dalam Falah, 2009) menyatakan untuk menjadi remaja

yang resilien, remaja harus memiliki kemampuan berkomunikasi secara

terbuka sehingga remaja perlu memiliki perilaku asertif. Remaja yang

bersikap asertif mampu berkomunikasi dengan semua orang secara terbuka,

langsung, jujur, dan sebagaimana mestinya, memiliki pandangan yang aktif

tentang kehidupan, mempunyai usaha-usaha untuk mendapatkan apa yang

diinginkannya, mampu mengungkapkan perasaan dan pikirannya, mampu

memberi dan menerima pujian serta dapat menerima keterbatasan dirinya.

Menurut Rathus & Nevid (1983) perilaku asertif adalah tingkah laku yang

menampilkan keberanian untuk secara jujur dan terbuka menyatakan

kebutuhan, perasaan dan pikiran-pikiran apa adanya, mempertahankan

hak-hak pribadi, serta menolak permintaan-permintaan yang tidak masuk akal

termasuk tekanan yang datang dari figur otoritas dan standar-standar yang

(44)

Dengan adanya perilaku asertif remaja mampu melakukan penilaian

tentang benar dan salah, baik dan buruk suatu perilaku, maka mereka akan

memahami mana perilaku yang benar dan mana perilaku yang salah, sehingga

remaja dapat mengambil keputusan untuk bertindak sesuai dengan nilai-nilai

yang timbul dari hati nurani dan bukan paksaan dari luar yang disertai pula

oleh rasa tanggungjawab. Dalam perilaku seks bebas, jika remaja mampu

melakukan pertimbangan terhadap perilaku seks bebas, dimana pertimbangan

tersebut akan memunculkan pemahaman tentang resiko perilaku seks bebas,

maka remaja akan mampu untuk mengelola dorongan seksualnya secara baik

dan dorongan seksualnya dapat disalurkan secara sehat serta

bertanggungjawab(Rosita, 2012).

Diharapkan bahwa dengan adanya perilaku asertif maka remaja

mampu meningkatkan resilensi mereka terhadap seks bebas.Remaja juga

mampu untuk beradaptasi dalam lingkungan yang sulit dan menolak adanya

(45)

E. Kerangka Berpikir

Gambar 1. Kerangka Berpikir

REMAJA YANG BERPACARAN

RENDAH TINGGI

TEKANAN MELAKUKAN SEKS BEBAS

RESILIENSI

Regulasi Emosi,

Pengendalian impuls,

Optimisme,

Empati,

Analisis penyebab masalah,

Efikasi diri

Peningkatan aspek positif.

ASERTIF

• Ekspresif,

• Mampu mempertahankan

hak pribadi,

• Menggunakan

performance yang selaras, • Kemampuan berinisiatif.

TINGGI

(46)

F. Hipotesis

Berdasarkan kerangka berfikir hipotesis yang diajukan penulis

ialah ada pengaruh perilaku asertifterhadap resiliensi dalam menghadapi

tekanan dari pacar untuk melakukan seks bebas pada remaja putri yang

Gambar

Gambar 1. Kerangka Berpikir

Referensi

Dokumen terkait

Meski putusan MA dalam putusan PK telah membatalkan izin penambangan untuk kepentingan pabrik semen di Rembang, dia (Ganjar Pranowo) tidak khawatir investor akan lari

With the establishment of cloud terminal mIoT sleep laboratories at Zhongshan Hospital in Fudan Universtity, some patients have joined the platform, enabling community and

Berdasarkan masalah-masalah yang telah peneliti rumuskan, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara burnout dengan

Pemakaian peralatan pelindung yang cocok (termasuk peralatan pelindung diri yang dirujuk dalam Bagian 8 dalam lembar data keselamatan) untuk mencegah kontaminasi terhadap kulit,

1) Para pensiunan sudah melakukan iuran pensiun ke pengelola dana pensiun (DAPENBUN). 2) Saat pensiunan mengajukan pembiayaan kepada pihak bank, maka pihak BPRS Amanah

Pada Gambar 4.37 dapat dilihat pada hasil pengujian kuat tekan beton dengan sampel pasir Cepu tanpa cuci admixture 50% pada umur 28 hari dengan kuat tekan benda uji secara

Tujuan : Mengetahui efektivitas senam mata untuk mengurangi tingkat kelelahan mata pada pekerja bulu mata palsu di Desa Pengadegan Kecamatan Pengadegan

[r]