• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karawitan Eksperimen Adiksi I Ketut Hendra Wahyu Setiadi NIM. 201302002 Pembimbing I, Pembimbing II,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Karawitan Eksperimen Adiksi I Ketut Hendra Wahyu Setiadi NIM. 201302002 Pembimbing I, Pembimbing II,"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

Karawitan Eksperimen Adiksi

I Ketut Hendra Wahyu Setiadi

NIM. 201302002

Pembimbing I,

Pembimbing II,

I Wayan Suharta, SSkar., M.Si

Ni Putu Tisna Andayani, S.S., M.Hum

NIP. 196307301990021001

NIP. 197805292005012001

INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR

Alamat: Jalan Nusa Indah Denpasar, Telp: (0361) 227316, Fax: (0361) 236100

e-mail: omindro95@gmail.com

ABSTRAK

Proses merupakan perjalanan setiap individu untuk mewujudkan maupun menemukan sesuatu yang baru, proses menghantarkan kepada sebuah tujuan yang ingin dicapai. Kadang kala proses akan mengantarkan kita ke dalam pemikiran yang jenuh dan stress apabila tujuan dari proses tersebut tidak dapat ditemukan, bahkan dapat menimbulkan sebuah kecanduan. Kecanduan dalam sebuah proses dengan tujuan yang positif akan mendapatkan sebuah hasil yang positif, begitu juga sebaliknya, sebuah proses yang dapat dikatakan negatif akan menghasilkan hal yang negatif, baik terhadap individu maupun masyarakat. Dalam hal ini proses tersebut penata angkat menjadi sebuah ide dalam komposisi Karawitan gamelan Bali, dengan sebuah konsep musik eksperimen. Kecanduan yang penata alami, mengantarkan sebuah pemikiran untuk mencari sesuatu hal yang dapat dikatakan baru dalam musik karawitan Bali. Ide tersebut diungkapkan melalui media gamelan Bali yang berbeda laras dan saih. Media yang digunakan adalah dua buah Gender Rambat Saih Gede dan Gender Rambat Saih Cenik,dua buah Gender Wayang Saih Gede dan Gender Wayang Saih Cenik. Perdaan standar nada ini merupakan sebuah pencarian penata untuk menemukan jalian-jalinan nada yang baru dalam gamelan Bali, yang terinspirasi dari sebuah tangga nada kromatik dalam musik barat yang memiliki dua belas nada dalam satu oktaf. Dalam karya ini menggunakan struktur tri angga yang terdiri dari tiga bagian yaitu kawitan, pengawak dan pengecet, Terwujudnya sebuah karya tidak luput dari beberapa aspek, baik itu aspek instrinsik, ektrinsik yang dapat menghantarkan maksud yang ingin disampaikan. Karya ini berdurasi 13menit 30 detik yang akan dipentaskan di Gedung Natya Mandala Institut Seni Indonesia Denpasar.

Kata Kunci : Kecanduan Bermusik, Gender Rambat, Gender Wayang

ABSTRACT

(2)

will be able to get a positive and when the negative purpose of addicton in a process, surely will get a negative value to the individu as well as to the society. Fad individu will experience a process in order to reach an identity in this case the composer use the process to be an idea Balinese Karawitan Gambelan Compesition with the concept of experimental music the addiction which composer found in a musical drop to a thought to find something which can be catagoriezed new in Ballinese Karawitan Music this idea is expressed through Balinese gambelan media in different barrel the used media are pair of Gender Rambat in big barell, pair of Gender rambat in small barell pair of Gender Wayang in big barell and pair of Gender Wayang in small barell. The defference of this tones standard is a pont view of the composer to find the varience of new tones of Balinese gambelan which ispired from a chromatic tone in westwrn music which has twelve tones in an octav. This creation ising a structure named TRI ANGGA which consest of kawitan, pengawak and pangecet but in this creation the graphical music performed is different with the structure off Tri Angga in general. This creation composed is not missed from some aspecs either extrinsic or intrinsic aspectwhich able to drop the message which experessed. The duration of this creation is 13 minutes and 30 second why will be perfomed

Keywords : Adiction, Gender Rambat, Gender Wayang.

PENDAHULUAN

Menghasilkan karya seni dibutuhkan sebuah proses, yang mengantarkan kepada terciptanya karya seni. Proses sangat mempengaruhi hasil dari karya seni, baik proses dalam pengalaman atau proses dalam pencarian. Tanpa sebuah pencarian, mustahil seseorang dapat mewujudkan karya seni. Seseorang yang menghasilkan sebuah karya seni tentu memiliki sebuah daya pikir yang kreatif dan inovatif. Seorang penata seni dituntut untuk menemukan sesuatu yang baru, baik berupa bentuk, maupun teknik-teknik untuk membuat karya seni. Penemuan tersebut tidak hanya terdapat dalam ilmu sains, tetapi juga ditemukan dalam ilmu non sains, seperti halnya kesenian yang membutuhkan pembaharuan untuk memberikan warna karya-karya yang dihasilkan.

Karya seni tanpa adanya sebuah pencarian, maka akan menghasilkan karya yang “itu-itu saja” dan karya yang kurang menarik. Dalam kesenian di Bali, kadangkala karya-karya baru “Extream” dikatakan sebagai sebuah kontaminasi terhadap seni, karena dapat merusak sebuah tradisi yang ada. Seorang seniman tidak akan merusak sebuah kesenian yang bersifat tradisi, klasik ataupun sakral, karena kehidupan seni di Bali tidak akan terlepas dari tiga hal tersebut. Apabila kesenian dapat menerapkan konsep Desa Kala Patra, maka seni dapat ditampilkan sesuai dengan waktu, keadaan dan tempat, baik itu karya seni yang bersifat tradisi maupun yang bersifat baru, sehingga karya seni yang bersifat tradisi, sakral, klasik, kreasi atau kontemporer akan dapat berjalan berdampingan. Seperti halnya seorang manusia yang ingin merasakan makanan yang belum pernah dirasakannya, namun tetap membutuhkan beras untuk kesehatan gizinya.

Pencarian tersebut akan diikuti dengan proses dan perjalanan yang tidak menentu. Keinginan yang sangat kuat akan menentukan proses ke dalam sebuah tujuan. Kadangkala dalam proses pencarian, seorang penata seni sering mengalami stres, serta pikiran yang tidak tenang. Dapat diibaratkan seperti seorang pecandu zat adiktif yang akan terus mencari obat untuk memuaskan kecanduannya serta untuk menghilangkan stres. Menurut Lisa (2013: 43), “Penyalahgunaan narkoba ada beberapa faktor, yaitu motif ingin tahu, dimasa remaja seseorang lazim mempunyai rasa ingin tahu, setelah itu ingin mencobanya. Emosional dan mental, pada masa-masa ini biasanya mereka ingin lepas dari segala aturan-aturan dari orang tua mereka”. Dalam pernyataan tersebut penata mendapatkan faktor kesamaan antara pecandu zat adiktif dan kecanduan musik, yaitu pertama rasa ingin mengetahui yang sangat kuat, kedua rasa ingin mencoba sesuatu hal yang belum pernah dirasakan, ketiga emosional yang tinggi untuk mencari atau melepaskan diri dari sebuah aturan.

(3)

kecanduan zat-zat adiktif memiliki beberapa perbedaan yang sangat menonjol, dilihat dari hasil akhirnya. Seorang pecandu zat adiktif tentu mendapatkan hasil negatif yakni kerusakan organ-organ tubuhnya atau kerusakan kehidupan sosialnya, sedangkan kecanduan dalam seni akan menimbulkan perkembangan yang sangat signifikan ke arah yang lebih positif, dilihat dari segi karya-karya yang berkembang dari hari ke hari sehingga dapat menemukan jati dirinya dalam membuat sebuah karya.

Perkembangan musik di Bali sangat pesat, dapat dipastikan perkembangannya merupakan hasil dari daya kreativitas seniman yang menginginkan hal-hal baru dan dapat dijadikan sebagai acuan dalam berkarya. Perkembangan tersebut dapat dilihat dari segi bentuk instrumen atau dari segi musikalitasnya. Dari segi bentuk, banyak seniman membuat sebuah konsep bentuk-bentuk gamelan baru, dapat dilihat dari segi warna suara atau teknik permainan yang dapat menopang seorang komposer untuk lebih berkreativitas. Tidak hanya mencari kebaruan, tetapi juga menjadikan sebuah jati diri dalam musiknya.

Sebuah alat atau instrumen dapat menggambarkan karakteristik komposernya. Menurut Hardjana (2003: 23) menyatakan bahwa “…ada alat yang secara pribadi khas untuk seseorang, tetapi ada juga sekelompok orang atau masyarakat yang dikenal secara khas karena instrumen dan musiknya”. Dalam pemaparan tersebut dinyatakan bahwa seseorang dapat dikenali dengan alat musik yang ia ciptakan dengan karya-karya yang kental akan alat tersebut, dengan sebuah pembaharuan, baik terhadap warna suara dan teknik permainannya.

Instrumen pada gamelan Bali memiliki kekayaan tersendiri dilihat dari nada, teknik dan warna suara, yang dapat menopang untuk seseorang terus berkarya dengan pencarian-pencariannya. Pencarian dapat didasari dengan kebaruan yang memang belum pernah ada dalam gamelan Bali atau kebaruan yang didasari dengan apa yang sudah dimiliki gamelan Bali. Gamelan Bali dapat dijadikan sebuah pencarian-pencarian baru baik berupa tangga nada, teknik dan warna suara. Salah satunya seperti karya yang dibuat oleh I Ketut Adiyasa sebagai Ujian Tugas Akhir di ISI Denpasar tahun 2007, yang berjudul Mepadu. Dalam karya tersebut menggunakan gamelan Gong Gede dan Angklung yang memiliki karakteristik tersendiri, namun dapat dijadikan satu kesatuan utuh, yang dapat menimbulkan efek bunyi baru yang penuh warna. Masih banyak karya-karya yang menggunakan penggabungan alat, baik penggabungan khusus gamelan Bali atau penggabungan gamelan dengan alat musik barat. Terinspirasi dari hal tersebut penata mencoba untuk mengeksplorasi sebuah gamelan yang berbeda laras dan saih dengan mencari sebuah rangkaian nada yang memang ingin didapatkan dalam gamelan Bali, untuk mendapatkan kesenangan dan juga dapat memberikan sebuah pandangan, bahwa gamelan Bali memiliki kekayaan yang sangat melimpah yang dapat diolah sesuai dengan keinginan.

Dari pemaparan di atas, munculah sebuah ide untuk membuat sebuah karya yang didasari dengan keinginan untuk merasakan sesuatu yang baru. Kebaruan tersebut didasari dengan kekayaan yang dimiliki oleh gamelan Bali, yang membuat penata ingin terus menggali sesuatu yang belum pernah dirasakan, baik dari pola garap, tangga nada dan teknik permainannya. Seakan-akan penata merasakan kecanduan terhadap hal tersebut, yang terus membayangi pikiran penata.

Ide Garapan

Sebagian besar para pendahulu atau para senior yang telah menyelesaikan karya tugas akhirnya mendapatkan sebuah ide dari fenomena alam, trending topik, atau kejadian sosial yang mereka lihat dari orang lain. Namun pada karya ini penata mendapatkan sebuah ide yang bersumber dari pengalaman empiris. Pengalaman yang dimaksud adalah kecanduan terhadap permainan sebuah musik, yang mengantarkan keinginan penata untuk mencari sesuatu yang baru, baik secara musikal atau dari instrumen-instrumen gamelan. Keinginan untuk merasakan sesuatu yang belum pernah dirasakan sangatlah tinggi, kemudian diolah dan dipikirkan sedemikian rupa, sehingga dapat bermanfaat bagi penata untuk membuat sesuatu yang baru, khusunya dalam musik karawitan.

(4)

Seni Indonesia Denpasar. Dalam mata kuliah Akustika tersebut diberikan sebuah tugas untuk mencari standarisasi nada Gender Wayang di beberapa daerah Provinsi Bali. Mahasiswa dibagi menjadi beberapa kelompok, dari observasi tersebut kami mendapatkan hasil, bahwa setiap nada Gender Wayang memiliki frekuensi yang berbeda antara daerah satu dengan yang lainnya. Dari pelajaran tersebut penata terus mencoba untuk mengeksplorasi gamelan-gamelan yang lainnya dengan mencari sesuatu yang belum pernah dirasakan dalam gamelan Bali.

Pencarian dalam hal ini, adalah sebuah jalinan-jalinan nada yang akan dihasilkan dari penggabungan instrumen, dengan melalui beberapa tahap dalam menentukan media yang akan digunakan. Sebuah eksperimen akan melalui beberapa tahap percobaan untuk menghasilkan jalian nada yang maksimal. Pengumpulan data diperoleh dari pengamatan dengan alat ukur yang dapat dinyatakan dengan angka. Dengan pengumpulan data, penata dapat menganalisis jalinan nada yang didapatkan, kemudian diolah dalam sebuah tatanan musik.

Dari pemaparan diatas, penata mendapatkan sebuah istilah “Adiksi” yang ditransformasikan ke dalam karya seni karawitan. Adiksi merupakan kecanduan atau ketergantungan secara fisik dan mental terhadap suatu zat (http://kbbi.web.id/adiksi.html). Pada dasarnya penyakit tersebut merupakan sebuah percobaan untuk mengetahui bagaimana rasanya mengkonsumsi obat-obatan tersebut, untuk mencari suasana baru dalam hidupnya, baik secara sadar atau dipengaruhi oleh lingkungan. Hal senada juga disebutkan Lisa, bahwa “…,proses menjadi kecanduan bisa terjadi pada siapa saja yang secara sadar mengonsumsi zat tersebut. Namun sangat mungkin berangkat dari situasi pisokologi tertentu, misalnya stres…” (Suci, 2015: 97).

Dalam karya ini, Adiksi dianalogikan sebagai sebuah kecanduan terhadap kegiatan bermusik untuk mendapatkan sesuatu yang baru, yang belum pernah penata rasakan pada gamelan Bali. Perubahan pola pikir yang dialami oleh seorang pecandu zat adiktif, memiliki kesamaan dengan seorang penata seni yang ingin menemukan sesuatu yang baru. Dalam bermain dan mengomposisikan sebuah musik, penata merasakan bagaimana rasa gembira, meningkatkan khayalan, stres hilang dan rasa bebas yang dialami saat memainkan sebuah musik dan membuat karya musik.

Tujuan Garapan

Dalam kegiatan penciptaan tentunya memiliki tujuan tersendiri, dengan sasaran yang ingin dicapai, sehingga dapat memotivasi atau memberikan dorongan untuk menyelesaikan sebuah karya baru. Ada beberapa tujuan dari garapan ini, yaitu :

Tujuan Umum:

1. Untuk mencapai gelar Sarjana Stara 1 (S1) di ISI Denpasar. 2. Sebagai momen untuk mempromosikan diri.

3. Untuk mengembangkan warisan seni budaya khususnya seni karawitan. Tujuan Khusus:

1. Untuk merealisasikan ide yang dimiliki ke dalam sebuah karya musik yang menggunakan gamelan yang berbeda laras dan saih.

2. Untuk menemukan kemungkinan-kemungkinan yang baru dari gamelan Bali, khusunya dalam rangkaian nada-nada.

3. Untuk memberikan rangsangan untuk membuat karya-karya baru dengan menggunakan gamelan Bali.

Manfaat Garapan

Setelah karya ini dapat diwujudkan, maka ada manfaat yang dapat diambil dari kreativitas yang dilakuakn, antara lain :

Manfaat Bagi Penata

1. Mendapatkan sebuah gelar Sarjana Seni.

(5)

3. Dapat memberikan warna baru dalam konteks karawitan Bali. Manfaat Bagi Pembaca

1. Dapat memberikan sebuah pandangan, bahwa gamelan Bali dapat diolah sebagaimana ide yang dimiliki sang komposer, baik dari segi pola garap, warna, dan teknik.

2. Dapat memberikan rangsangan untuk mewujudkan karya-karya baru dengan menggunakan media gamelan Bali.

3. Dapat dijadikan sebuah perbandingan untuk membuat skrip dan karya-karya baru.

Ruang Lingkup

Penata memberikan batasan-batasan pemikiran dalam ruang lingkup karya ini untuk memberikan gambaran tentang bentuk dari garapan ini. Komposisi musik Adiksi ini mengacu pada pola-pola penggarapan dan teknik permainan gamelan Bali. Pada dasarnya musik ini merupakan sebuah eksperimen terhadap gamelan yang mempunyai kekayaan tersendiri yang dapat dilihat dari segi nada, warna suara dan teknik.

Kekayaan tersebut dapat memberikan sebuah tantangan yang dapat memacu penata dalam berkarya. Garapan ini diungkapan dengan menggunakan instrumen yang berbeda laras dan saih yaitu dua pasang Gender Wayang lima nada yang berbeda saih dan dua pasang Gender Rambat lima nada yang berbeda saih. Istilah saih dalam karya ini diartikan sebagai standar nada atau sebuah perbandingan antara gamelan satu dengan yang lainnya. Dalam karya Adiksi ini penata menggunakan alat pukul Gender Rambat yang dimodifikasi menggunakan karet dari setengah diameter panggul, sebagai pengembangan untuk membentuk sebuah karya baru.

Adiksi merupakan penyakit ketergantungan terhadap zat-zat adiktif, namun dalam karya ini Adiksi dianalogikan ke dalam kecaduan terhadap musik yang didasari dengan rasa ingin tahu, dengan apa saja yang dapat diolah dalam gamelan Bali yang memiliki kekayaan tersendiri terhadap warna, teknik dan pola garap. Struktur garap terdiri dari tiga bagian yang merujuk ke dalam struktur tri angga yang menekankan pada kebebasan dalam mengimajinasikan ide tersebut.

Karya Adiksi merupakan sebuah karya eksperimen terhadap gamelan dengan pengolahan-pengolahan rasa estetis. Pementasan dilakuakan di Gedung Natya Mandala, pada hari rabu tanggal 9 agustus 2017 dengan durasi waktu 13 menit 30 detik.

METODE PENELITIAN

Terwujudnya sebuah karya seni tidak lepas dari sumber dan informasi, untuk menjadikan sebuah

karya seni yang dilandasi dengan sifat keilmuan, untuk itu diperlukan beberapa kajian sumber yang

mendukung pembentukan karya ini. Kajian sumber dapat memberikan penata motivasi atau pemahaman

tentang ide yang penata miliki dan pemahaman tentang membuat sebuah komposisi musik, dimana

sumber-sumber tersebut dapat dilakukan dengan cara melihat (

visual

) atau mendengar (

audio

) yang dapat

memberikan rangsangan untuk menentukan konsep dan ide karya ini.

2.1 Sumber Pustaka

Esai & Kritik Musik

, oleh Suka Hardjana, tahun 2004. Dalam buku ini dijelaskan tentang

perasaan tidak puas dan merasa untuk tidak

mendeg

pada tradisi dan untuk bergerak keluar lebih jauh dari

dalam terasa sangat nyata. Dalam pernyataan tersebut memberikan penata pemikiran, bahwa dalam

menggarap sebuah karya musik harus mempunyai perasaan yang tidak pernah puas dan memotivasi

penata untuk mencari sesuatu yang baru dalam musikal penata

(6)

Metode Penyusunan Karya Musik (Sebuah Alternatif)

, oleh Pande Made Sukerta, tahun 2011.

Buku ini membahas tetang cara atau metode untuk menyusun karya musik. Buku ini memberikan

penata beberapa metode atau cara-cara untuk menyusun sebuah karya seni musik, antara lain menyusun

gagasan isi, menyusun ide garapan, menentukan garapan dengan menyusun melodi melalui eksplorasi

bunyi, menyusun bagian-perbagian, merangkai tiap bagian, penggarapan tempo dan volume, dimana

metode tersebut sangat berperan dalam penggarapan karya Adiksi ini.

Corat-Coret Musik Kontemporer Dulu dan Kini

, oleh Suka Hardjana, tahun 2003. Buku ini

membahas tentang musik, alat, estetika, komponis dan komposisi, dimana dalam buku ini penata dapat

memahami bagaimana perkembangan musik dulu dan kini, yang dapat memberikan motivasi dan

pemahaman untuk terus mencari sesuatu yang baru yang dapat dijadikan sebuah ciri khas dalam karya

sendiri, dengan pencarian dari instrumen atau unsur-unsur musikal, baik berupa tangga nada, warna

suara maupun teknik permainan.

Kreativitas Musik Bali Garapan Baru

, oleh I Gede Arya Sugiartha, tahun 2012. Dalam buku ini

disebutkan bahwa salah satu hakikat kreativitas adalah “membuat yang baru dengan menata

lagi yang

lama”. Dalam pernyataan tersebut penata mendapatkan sebuah pemikiran untuk mengolah sesutau yang

sudah ada dalam gamelan Bali dengan sebuah tujuan, mencari hal-hal yang baru yang dapat dihasilkan

dari gamelan Bali.

Narkoba, Psikotropika dan Gangguan Jiwa

, oleh Juliana Lisa FR, tahun 2013. Dalam buku ini

terdapat beberapa pemaparan tentang faktor yang mempengaruhi seseorang terjerumus ke dalam dunia

narkoba. Dengan memahami buku ini penata dapat mempertajam ide dan konsep garapan ini tentang

kecanduan.

Proses Pembelajaran Gamelan Gender Wayang Bagi Mahasiswa Asing Di ISI Denpasar,

oleh I

Wayan Suharta, tahun 2013. Dalam buku ini banyak dijelaskan tentang

Gender Wayang

, dimana dalam

karya ini menggunakan media ungkap

Gender Wayang

yang dapat mempertanjam pengetahuan penata

tentang

Gender Wayang

tersebut.

2.2 Sumber Discografi

Memedi

, yang merupakan karya Dewa Alit, dalam rangka pagelaran musik Komponis Kini

yang diselenggarakan di Bentara Budaya, 2016. Karya ini merupakan sebuah karya yang menggunakan

motif musik minimalis dan permaian

polymete

r, di dalam satu birama terdapat

meter

yang berbeda

dalam satu siklus lagu. Dalam karya ini penata mendapatkan inspirasi untuk mengolah permainan

polymeter

Rotasi

, karya dari I Gede Yudi Dananjaya, berupa koleksi pribadi rekaman audio, dalam Ujian

Akhir Semester Komposisi IV, di kampus ISI Denpasar, 2014. Dalam karya ini menonjolkan

permainan ritme, dengan karya ini penata mendapatkan inspirasi untuk mengolah permainan ritme

dalam karya adiksi.

Mepadu

, karya I Ketut Adiyasa, berupa koleksi pribadi rekaman video, dalam Ujian Akhir

Sarjana S1 di kampus ISI Denpasar, 2007. Dalam karya tersebut menggunakan dua barungan gamelan

yang berbeda laras, yaitu gamelan Gong Gede yang berlaraskan

pelog

dan gamelan Angklung yang

berlaraskan

selendro

. Karya ini memberikan penata inspirasi untuk mewujudkan karya musik

menggunakan instrumen yang memiliki perbedaan standar nada.

(7)

Fantasi X,

karya Anak Agung Ariwamsa, berupa koleksi pribadi rekaman audio, dalam Ujian

Akhir Sarjana S1 di kampus ISI Denpasar, 2016. Karya ini memberikan penata inspirasi untuk

memainkan sebuah perpaduan nada yang harmoni dan

fals

, dimana nada fals tersebut menjadikan

sebuah perpaduan yang unik yang memiliki kesepakatan garap dalam sebuah permainan.

Deformed Cat,

karya Thomas Undresek, berupa koleksi pribadi rekaman audio, dalam seminar,

workshop and

concert

memperingati hari Kartini di gedung Candra Metu ISI Denpasar, 2017. Garapan

ini memberikan penata inspirasi untuk memainkan sebuah manipulasi terhadap permainan tempo.

HASIL ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA

Terwujudnya karya ini merupakan sebuah jawaban dari berbagai tantangan selama menjalani proses, baik itu proses belajar memainkan musik sampai membuat sebuah tatanan musik. Menurut Djelantik dalam Suwarsa (2016: 25) “Wujud mengacu pada kenyataan yang nampak secara kongkrit (dapat dilihat dan didengar dengan mata dan telinga) maupun kenyataan yang tidak nampak secara kongkrit, abstrak, yang hanya bisa dibayangkan, diceritakan atau dibaca”. Wujud Garapan merupakan aspek-aspek yang membentuk karya seni, baik secara intrinsik maupun ektrinsik.

Deskripsi Garapan

Komposisi Karawitan Adiksi merupakan sebuah wujud karya yang terinspirasi dari sebuah pengalaman empiris, yang memiliki perjalanan seperti seorang kecanduan terhadap zat adiktif. Seseorang dapat dikatakan sebagai pecandu apabila melakukan sebuah kegiatan yang terus-menerus tanpa bisa lepas dari ikatan batin terhadap kegiatan tersebut. Karya Adiksi diungkapkan menggunakan media berupa dua tungguh instrumen Gender Wayang saih gede laras selendro, dua tungguh instrumen Gender Wayang saih cenik laras Slendro, dua tungguh Gender Rambat saih gede laras pelog, dua tungguh Gender Rambat saih cenik laras pelog. Pemilihan media ungkap dengan perbedaan standar nada ini menggambarkan keinginan penata merasakan sesuatu yang dapat dikatakan baru dalam ranah gamelan Bali. Dari lima nada pokok yang terdapat dalam setiap instrumen menghasilkan berbagai susunan atau jalinan-jalinan nada yang baru.

Konsep penggarapan berpedoman pada konsep eksperimen, merupakan sebuah gambaran terhadap seorang yang sedang mengalami kecanduan, dengan mencoba mengkonsumsi suatu obat untuk mendapatkan suasana yang baru. Garapan ini mengarah pada pembaharuan dengan tema penyakit kecanduan, yang penata tuangkan ke dalam bentuk musikal, dan diolah serta dikembangkan menjadi sebuah kreativitas seni.

Instrumentasi

Untuk mewujudkan konsep musikal penata, instrumen yang digunakan pada karya ini adalah gamelan Bali yang memiliki standar nada yang berbeda. Pemilihan media yang memiliki standar nada yang berbeda dalam karya ini untuk menunjukan keinginan petana merasakan sesuatu yang baru dalam musik karawitan. Menurut Aryasa dalam Kartawan (2009: 25) menyebutkan bahwa, istilah patutan/pathet di definisikan sama dengan saih dan juga tetekep yaitu pada hakikatnya mengandung pengertian yang sama yaitu tugas-tugas nada (fungsional)…” namun dalam karya ini penata menggunakan kata saih untuk sebuah perbandingan standar nada yang dimiliki atau perbandingan nada instrumen satu dengan yang lainnya. Rincian instrumen yang digunakan di dalam karya Adiksi ini adalah sebagai berikut.

1. Dua tungguh instrumen Gender Wayang saih gede, laras selendro yang memiliki lima nada dalam dua oktaf, yang terdiri dari sepuluh bilah.

2. Dua tungguh instrumen Gender Wayang saih cenik, laras selendro yang memiliki lima nada dalam dua oktaf, yang terdiri dari sepuluh bilah.

(8)

4. Dua tungguh instrumen Gender Rambat saih cenik, laras pelog yang memiliki lima nada dalam dua oktaf, yang terdiri dari empat belas bilah.

Adapun rincian frekuensi dari setiap instrumen yang dapat dilihat dari tabel berikut.

Tabel Frekuensi Nada Gender Rambat Saih Gede

Tone Pengumbang Pengisep Average

Nada Westren Pitch (Hz) Pitch (Hz) Pitch (Hz)

5 Deng D# (3) +20 155,1 162,4 7,3

7 Dung G# (3) -34 197,4 204,8 7,4

1 Dang A (3) -16 211,5 218,6 7,1

3 Ding C# (4) -27 272,4 279,6 7,4

4 Dong D (4) +27 292,7 300,1 7,4

5 Deng D# (4) +41 318,7 326,5 7,8

7 Dung G# (4) +15 412,7 419,8 7,1

1 Dang A (4) +4 433,9 441,5 7,6

3 Ding C# (5) +16 554,2 561,8 7,6

4 Dong D (5) +24 594,8 602,4 7,6

5 Deng D# (5) +49 639,1 647 5,9

7 Dung G# (5) -40 806,9 814 7,1

1 Dang A (5) -47 850,2 857,2 7

3 Ding C# (6) -4 1106,7 1113,5 6,8

Tabel Frekuensi Nada Gender Rambat Saih Cenik

Tone Pengumbang Pengisep Average

Nada Westren Pitch (Hz) Pitch (Hz) Pitch (Hz)

5 Deng F (3) -25 166,4 172,8 6,4

7 Dung A (3) -42 214 221 7

1 Dang A# (3) – 8 226,8 233,5 6,7

3 Ding D (4) -30 284,3 291,3 7

4 Dong D# (4) -32 304,5 311,7 7,2

5 Deng E (4) +48 331,8 338,9 7,1

7 Dung A (4) -23 428,6 435,2 6,6

1 Dang A# (4) + 39 450,4 457 6,6

3 Ding C# (4) + 35 565,5 573,1 7,6

4 Dong D# (4) – 38 608,5 615,8 7,3

5 Deng E (4) +27 664,2 672 7,8

7 Dung A (5) -49 855 862 7

1 Dang A# (5) -32 915,2 922 6,8

3 Ding D (6) -30 1154,9 1161,8 6,9

Tabel Frekuensi Nada Gender Wayang Saih Gede

Tone Pengumbang Pengisep Average

Nada Westren Pitch (Hz) Pitch (Hz) Pitch (Hz)

(9)

3 Ding G (3) +13 191,4 198 6,6

4 Dong A (3) +23 223 228,7 5,7

5 Deng C (4) -3 255,1 261,6 6,5

7 Dung D# (4) -16 302 308 6

1 Dang F (4) -3 342,9 349,6 6,7

3 Ding G (4) -28 402,9 409 6,1

4 Dong A (4) -24 454 460 6

5 Deng C (5) -4 521 527 6

7 Dung D# (5) -12 617,2 623,4 6,2

Tabel Frekuensi Nada Gender Wayang Saih Cenik

Tone Pengumbang Pengisep Average

Nada Westren Pitch (Hz) Pitch (Hz) Pitch (Hz)

1 Dang F# (3) -32 179 185,4 6,4

3 Ding G# (3) +43 206,5 213 6,5

4 Dong B (3) -22 237,7 243 6,2

5 Deng C# (4) -12 273,7 279,9 5,3

7 Dung D# (4) +39 318,3 324,8 6,5

1 Dang F# (4) -12 363,8 369 5,2

3 Ding G# (4) +23 420,5 426,4 5,9

4 Dong B (4) -10 484,6 491,2 6,6

5 Deng C# (5) -1 548 554 6

7 Dung E (5) -41 637 644 7

Dari hasil pencatatan tersebut penata mencoba untuk memilah nada-nada yang dapat digunakan untuk menghasilkan sebuah jalinan yang memiliki jarak dekat atau yang memiliki jarak kurang lebih 10-20 hz, untuk menghasilkan jalinan nada yang penata inginkan yang memiliki wilayah nada yang sangat luas, yang dapat diolah dalam karya ini.

Teknik Permainan

Teknik permainan instrumen merupakan sebuah apparatus dalam gamelan Bali dan menjadikan sebuah pokok dalam mempelajari gaya (style) setiap instrumen. Teknik permainan juga memberikan sebuah ciri khas setiap instrumen dalam gamelan Bali. Dari teknik-teknik permainan gamelan Bali yang sangat beragam, seorang kompeser sangat leluasa untuk mengolah teknik-teknik yang sudah ada, dengan menyilangkan sebuah teknik, mengembangkan, maupun membuat teknik baru dengan berpedomaan pada sebuah teknik yang sudah ada.

Adapun teknik permainan pada karya Adiksi sebagai berikut:

1. Ngoret, merupakan teknik permainan gamelan bali dengan cara memukul dari nada dasar ke nada yang lebih tinggi.

2. Ngerot, merupakan teknik permainan gamelan Bali kebalikan dari Ngoret

Adapun motif-motif permainan lain yang dipergunakan, merujuk kepada motif permainan menurut Pone Banoe (2003: 71-357).

1. Kontrapung. “Kontrapung (Counterpoin) merupakan gaya musik yang disusun secara bersahut-sahutan, diambil dari kata latin: Punctus Contra Punctus.

(10)

3. Chord. Chord adalah paduan beberapa nada yang dibunyikan bersamaan paling sedikit terdiri dari 3 nada”.

4. Polimetrik, adalah paduan beberapa sukat”.

5. Poliritmik, adalah paduan berbagai pola ritme dari berbagai irama dalam suatu komposisi lagu”.

6. Sekuens merupakan teknik pengulangan dari sebuah kalimat lagu yang kembali ke tingkat nada lebih tinggi (sekuens naik) atau lebih rendah (sekuens turun)”.

Struktur Garapan

Struktur merupakan bagian-bagian yang tersusun untuk membentuk sebuah komposisi yang utuh. Kata struktur mengandung arti, bahwa di dalam karya seni mengisyaratkan suatu pengorganisasian, pengaturan, adanya hubungan antara bagian satu dengan yang lainnya. Menurut Suweca (2009: 54) “…komposisi yang bersifat konvensional di Bali struktur ini dikenal dengan istilah tri angga, yang artinya tiga bagian pokok utama yang sering disebut dengan istilah kawitan, pengawak dan pengecet yaitu pendahuluan, isi dan penutup”. Pada dasarnya karya Adiksi ini menggunakan struktur tri angga. Penggunaan struktur tri angga dalam karya ini berdasarkan pembagian struktur yang membentuk, yang terdiri dari tiga bagian maka menurut presespsi penata, struktur tri angga masih dapat digunakan dalam karya ini. Struktur tri angga yang kadangkala tidak bisa disentuh dalam karya-karya baru, rasa-rasanya akan memberikan sifat strutur tri angga yang kaku, tidak mempunyai fleksibelitas atau tidak bisa digunakan dalam memwujudkan karya-karya baru. Dalam karya ini, grafik musik yang digunakan yaitu pada bagian kawitan lambat, pada bagian pengawak sedang dan pada bagian pengecet cepat. Grafik musik harus dipikirkan dengan sebuah konsep yang sudah terbentuk. Adapun pemaparan spesifik struktur karya ini adalah sebagai berikut:

Bagian Kawitan

Pada bagian ini motif permainan yang disajikan adalah sebuah improvisasi yang sudah tersusun dengan sebuah ikatan antara instrumen satu dengan yang lainnya. Menggambarkan sebuah pencarian terhadap sesuatu yang belum diketahui atau yang belum pernah dirasakan, dengan kemungkinan penemuan sesuatu yang baru. Pada bagian ini mulai terisi teknik permainan canon, harmoni, chord dan Vibra (reng gamelan). Pada bagian awal dimulai dengan improvisasi Gender Rambat saih gede dengan Gender Rambat saih cenik dan dilanjutkan improvisasi Gender Wayang saih gede dengan Gender Wayang saih cenik dan permainan dari semua instrumen tersebut dengan pola yang sudah ditentukan. Permainan nada pada bagian ini mengambil sebuah jalinan nada yang memiliki selisih frekuensi kurang lebih 10-20 Hz untuk menghasilkan jalinan yang memiliki jarak dekat. Permainan vibra (reng gamelan) dalam bagian ini terdapat vibra yang memiliki getaran yang cepat, dengan tidak memainkan teknik tutupan pada pola improvisasi

.

Adapun notasi pada bagian kawitan garapan ini dapat dilihat sebagai berikut:

Pola 1. Improvisasi Gender Rambat. Pada motif ini teknik tutupan tidak dimainkan untuk menghasilkan vibra yang memiliki getaran yang cepat.

Gr-Sc (+)

Ki . 5 4 3 1 Ka . 4 . 3 . 1 . 7 . Gr-Sc (-)

Ki . . 5 4 3 1 Ka . . 4 . 3 . 1 . 7 . Gr-Sg (+)

Ki . . . 5 4 3 1 Ka . . . 4 . 3 . 1 . 7 . Gr-Sg (-)

(11)

Gr-Sk

Ka . 3 .1 7 Ki . 3 . 1 7

Gr-Sc

K2 3 1 .

Gr-Sg

K2 4 3 .

Gr-Sc

K2 . . 3

Pengawak

Pada bagian ini penata mengimajinasikan kenikmatan yang penata rasakan ketika apa yang ingin didapat dari perjalanan melakukan eksprolasi alat tersebut dapat ditemukan, mulai dapat dirasakan dan dinikmati. Seperti seorang yang mengalami kecanduan yang mulai dapat merasakan efek dari obat yang dikonsumsi. Teknik garap yang dipergunakan dalam bagian ini adalah kontrapung, sekuens, canon dan polimetrik. Pada pola pertama penata menggunakan teknik skuens naik, jalinan pola pertama dinaikan ke nada yang lebih tinggi begitu juga berikutnya.

Adapun notasi pada bagian pengawak dari garapan ini dapat dilihat sebagai berikut: Gr-Sg

Ka . 1 . 4 . . 7 . . 4 . . . 4 Gr-Sc

Ka . . 4 . . 1 . 4 . . 7 . 5 Gw-Sg

Ka 5 . 3 . . .

Gw-Sc

Ka . 5 . . . 5 . 1 . 5 . 5 4 . 1

Gr-Sg

K2 4 . . 1 . . 1 . . 1 . . . Gr-Sc

K2 . . 1 . . 1 . . 1 . . . 1 Gw-Sg

K2 . 5 . . 5 . . . 3 . . 3 . Gw-Sc

K2 . . . 1 . .

BagianPengecet

(12)

istilah yang mempunyai bercabang-cabang jawaban. Di dalam bagian ini terdapat beberapa motif permainan yaitu, poliritmik, clapping musik, polimetrik.

Adapun notasi pada bagian pengecet dari garapan ini dapat dilihat sebagai berikut:

Gw-Sg (+)

Ka 1 3 . 1 . 4 3 4 . 3 . 5 4 5 . 4 . 25x Ki 1 3 . . 4 . 5 4 3 25x

Gw-Sg (-)

Ka 1 3 . 1 . 4 3 4 . 3 . 5 4 5 . 4 . . 1 . 4 3 4 . 3 . 5 4 5 . 4 . 1 3

. 4 3 4 . 3 . 5 4 5 . 4 . 1 3 . 1 3 4 . 3 . 5 4 5 . 4 . 1 3 . 1 . 4

. 3 . 5 4 5 . 4 . 1 3 . 1 . 4 3 4 . 5 4 5 . 4 . 1 3 . 1 . 4 3 4 . 3 4 5 . 4 . 1 3 . 1 . 4 3 4 . 3 . 5 . 4 . 1 3 . 1 . 4 3 4 . 3 . 5 4 5 . 1 3 . 1 . 4 3 4 . 3 . 5 4 5 . 4 1 3 . 1 . 4 3 4 . 3 . 5 4 5 . 4 . Ki 1 3 . . 4 . 5 4 3

3 . . 4 . 5 4 3 1 . . 4 . 5 4 3 1 3 . 4 . 5 4 3 1 3 . 4 . 5 4 3 1 3 . . . 5 4 3 1 3 . . 4 5 4 3 1 3 . . 4 . 4 3 1 3 . . 4 . . 3 1 3 . . 4 . . 4 1 3 . . 4 . . 4 3

Analisa Simbol

Dalam seni karawitan, pencatatan karya sangat penting, sebagai dokumentasi terhadap karya yang sudah dibuat dengan tujuan dapat membedah karya dalam teknik penggarapan. Setiap komposer memiliki cara tersendiri untuk mendokumentasikan karyanya. Simbol yang digunakan dalam setiap notasi memberikan pemahaman tentang apa yang sudah ditulis dalam notasi untuk setiap instrumen. Simbol yang digunakan dalam penulisan notasi karya Adiksi adalah pengangening aksara Bali.

Tabel 9. Simbol Nada

No Simbol Nama Dibaca

1 3 Ulu Ding

2 4 Tedong Dong

3 5 Taleng Deng

4 7 Suku Dung

5 1 Cecek Dang

Disamping simbol diatas juga dilengkapi dengan tanda-tanda yang umum yang dipergunakan dalam penotasian, yaitu:

a. Tanda

…. …. Tanda ini berarti ketukan tanpa adanya nada.

(13)

1 Tanda coret pada simbol nada yang berarti pukulan mati atau memukul bilah sambil menutup bilahnya.

Tanda Gelombang, artinya kebebasan untuk memulai motif selanjutnya.

Tanda panah ke kanan, artinya menarik pukulan dari bilah yang besar ke bilah yang kecil.

Tanda ke kiri, artinya menarik pukulan dari bilah yang kecil ke bilah yang besar. Tanda panah ke kanan dan ke kiri, artinya tangan kanan menarik pukulan dari bilah kecil ke bilah yang besar dan tangan kiri menarik pukulan dari bilah besar ke bilah yang kecil.

Ka Tanda Ka artinya teknik permainannya menggunakan tangan kanan. Ki Tanda Ki artinya teknik permainannya menggunakan tangan kiri.

K2 Tanda K2 artinya teknik permainan menggunakan dua tangan dengan memainkan nada yang sama dioktaf yang berbeda.

b. Garis nilai

. . Garis nilai yang bernilai ½, artinya setiap ketukan terdapat dua sub divisi. . . . . Garis nilai yang bernilai ¼, artinya setiap ketukan derdapat empat sub divisi. ... ... Garis nilai yang bernilai 1/3, artinya setiap ketukann terdapat tiga sub divisi. c. Singkatan nama-nama instrumen

Singkatan disini digunakan untuk memudahkan dalam penulisan notasi dan memberikan simbol setiap instrumen agar mudah dipahami dalam membaca notasi, nama-nama instrumen yang dipergunakan disingkat sebagai berikut:

1. Gr-Sg : Gender Rambat saih gede. 2. Gr-Sc :Gender Rambat saih cenik. 3. Gw-Sg : Gender Wayang saih gede. 4. Gw-Sc :Gender Wayang saih cenik.

5. Gr-Sg (+) : Pengumbang Gender Rambat saih gede. 6. Gr-Sg (-) : Pengisep Gender Rambat saih gede. 7. Gr-Sc (+) : Pengumbang Gender Rambat saih cenik. 8. Gr-Sc (-) : Pengisep Gender Rambat saih cenik. 9. Gw-Sg (+) : Pengumbang Gender Wayang saih gede. 10. Gw-Sg (-) : Pegisep Gender Wayang saih gede. 11. Gw-Sc (+) : Pengumbang Gender Wayang saih cenik. 12. Gw-Sc (-) : Pengisep Gender Wayang saih cenik.

Analisa Materi

Materi merupakan aspek terpenting dalam sebuah penciptaan, unsur-unsur musik seperti ritme, tempo, melodi, dinamika dan harmoni merupakan hal-hal yang harus diperhitungkan dalam membuat sebuah susunan musik. Unsur-unsur tersebut harus diperhitungkan dalam tahapan pencatatan notasi sebelum dituangkan ke dalam media ungkap yang digunakan untuk membentuk susunan musik secara utuh.

a. Tempo

(14)

pola dan setiap bagian. Apabila digambarkan secara utuh penggarapan tempo dalam karya ini dimulai dari tempo pelan beralih ke tempo sedang dan berakhir dalam tempo cepat.

b. Dinamika

“Dinamika adalah keras lembutnya dalam cara memainkan musik” (Banoe, 2003: 166). Dinamika dapat memberikan aksen dari setiap pola, dinamika juga dapat memberikan sebuah tanda untuk peralihan pola, dari pola satu ke pola yang lainnya. Penggarapan dinamika dalam karya Adiksi ini bersifat kontemplatif, artinya penggarapan dinamika dilakukan setelah setiap bagian rampung dalam penggarapannya karena rasa untuk mengolah dinamika akan datang apabila karya sudah berdiri secara utuh, dan pengolahan dinamika dalam karya Adiksi merupakan pengolahan terakhir dari karya ini.

c. Melodi

Pengolahan melodi dalam karya ini sangat diperhitungkan, karena pada dasarnya karya ini merupakan pencarian tentang nada-nada yang dapat dihasilkan dari jalinan setiap instrumen yang memiliki perbedaan standar nada. Melodi-melodi yang tersusun dalam karya ini terinspirasi dari susunan nada-nada kromatik dalam tangga nada Musik Barat yang memiliki selisih nada 20 Hz, dalam karya ini penata merangkai melodi dengan selisih frekuensi anatar 10 sampai 20 Hz untuk menghasilkan melodi mempunyai nada yang berjarak dekat.

d. Ritme

Ritme merupakan elemen utama dalam musik. Elemen ini sangat mempengaruhi hentakan-hentakan dalam setiap pola permainnan. Pola-pola yang tersusun berdasarkan sebuah ritme yang dibentuk. Pada karya ini pembentukan pola ritme merupakan tahap awal dalam membentuk sebuah pola, setelah pola ritme terbentuk penata mulai memasukan nada- nada yang ingin dimasukan untuk menjadikan sebuah melodi. Ritme mengantarkan susunan nada untuk membentuk sebuah melodi. Pada karya ini pola ritme juga terbentuk untuk memfokuskan pola ritme tanpa memasukan nada-nada yang mengalir, pola ritme dalam karya ini memakai permainan polyrithem, yaitu terdapat banyak ritme dalam satu motif.

Analisa Estetis

Kehadiran suatu karya seni tidak bisa dilepaskan dari unsur-unsur yang sifatnya estetis. Hanya saja nilai-nilai estetis tersebut sifatnya sangat subyektif yang berada pada masing-masing individu berdasarkan tingkat kepekaan yang ada dalam diri penikmat, pengalaman artistik dan lain-lainnya dalam menikmati sebuah sajian karya seni.

a. Wujud

“Wujud mengacu pada kenyataan yang nampak secara kongkrit (dapat dilihat dan didengar dengan mata dan telinga) maupun kenyataan yang tidak nampak secara kongkrit, abstrak, yang hanya bisa dibayangkan, diceritakan atau dibaca” (Djelantik, 1990: 17). Karya komposisi Adiksi ini merupakan sebuah karya komposisi karawitan baru yang menggunakan media ungkap gamelan Bali, yang terwujud dengan konsep eksperimen, yang disajikan dalam konser karawitan. Karya ini terdiri dari tiga bagian, yang terstruktur dalam struktur tri angga, yaitu kawitan yang menggambarkan sebuah percobaan untuk menemukan sesuatu yang baru, pengawak yang menggambarkan kenikmatan yang dirasakan dari penemuan tersebut, pengecet yang menggambarkan sebuah kebingungan terhadap sesuatu yang dikatakan sebuah pembaharuan.

b. Bobot

Bobot dari suatu karya merupakan isi atau makna yang terkandung dalam karya tersebut. Bobot dari karya seni dapat dirasakan sesuai dengan daya tafsir yang dimiliki oleh seorang penikmat. Bobot karya ini terdiri dari dua aspek yaitu gagasan atau ide dan pesan yang terkandung di dalamnya.

Gagasan yang terkandung dalam karya Adiksi adalah penggabungan instrumen yang memiliki perbedaan standar nada untuk dijadikan satu kesatuan utuh dalam karya kreativitas gamelan, mengangkat pengalaman empiris yaitu kecanduan sebagai konsep karya ini. Pesan yang terkandung dalam karya ini adalah gamelan Bali memiliki kekayaan yang sangat melimpah, dapat dijadikan sebagai pencarian untuk menemukan sesuatu yang baru. Gamelan bali dapat diolah bagaimanapun ide yang dimiliki oleh seorang penata seni.

c. Penampilan

(15)

bakat sangat ditentukan dalam pemilihan para pemain dalam karya ini, bakat dari setiap pemain dapat digunakan secara optimal serta didukung dengan rasa percaya diri, maka sajian karya ini akan dapat disajikan dengan baik. Kedua, ketrampilan pemain dalam memainkan sebuah motif atau pola sangat mempengaruhi penampilan dari karya ini. Ketiga, sarana yang digunakan dalam penampilan karya ini meliputi sarana instrinsik dan ekstrinsik. Sarana intrinsik meliputi unsur musikal seperti melodi, ritme, tempo, media yang digunakan dan pemain musik. Sarana ekstrinsik bersifat penunjang keberhasilan sajian pertunjukan, yang meliputi: tempat pementasan, tata panggung, tata lampu dan sound system.

Analisa Penyajian

Garapan karya Adiksi ini disajikan dalam bentuk konser karawitan yang dipentaskan di panggung Natya Mandala Institut Seni Indonesia Denpasar hari Rabu, 9 Agustus 2017. Dengan panggung yang berbentuk Procenium, yaitu tempat pementasan hanya dapat di tonton dari arah depan saja. Karya Adiksi ini disajikan dengnan durasi waktu 13 menit 30 detik yang dimainkan oleh delapan orang pemain.

a. Tata Panggung

Tata Panggung dalam karya ini dapat di gambarkan sebagai berikut.

Tempat Penonton

Setting Instrumen Garapan Adiksi

Keterangan: 1

3

5 6

4

2 7 8

(16)

1. Instrumen Pengisep Gender Rambat Saih Gede 2. Instrumen Pengumbang Gender Rambat Saih Gede 3. Instrumen Pengisep Gender Rambat Saih Cenik 4. Instrumen Pegumbang Gender Rambat Saih Cenik 5. Instrumen Pengisep Gender Wayang Saih Gede 6. Instrumen Pengumbang Gender Wayang Saih Gede 7. Instrumen Pengisep Gender Wayang Saih Cenik 8. Instrumen Pengumbang Gender Wayang Saih Cenik 9. Layar Putih

b. Tata Busana (Coustume)

Tata Busana dalam karya ini hanya untuk berpenampilan yang sopan dalam pementasan, tidak ada hubungan antara konsep karya dengan tata busana yang digunakan, karena sebuah konsep yang akan ditampilkan akan sampai kepada penonton dengan musik yang disajikan. Dari hal tersebut penata memilih menggunakan kostum yang sederhana yaitu menggunakan sarung (Kamen Batik), dan slendang berwarna coklat. Tidak ada perbedaan antara kostum pendukung dengan penata, dengan penambahan make up wajah yang minimalis untuk mencerahkan wajah para pemain ketika pementasan berlangsung

.

Tata Busana (Coustume) Dokumentasi: I Wayan Santika c.Tata Lampu (Lighting)

Dalam garapan ini tata lampu digarap sesuai dengan konsep yang diambil, pencahayaan yang dapat menghantarkan maksud dari setiap bagian atau pola yang sudah dibuat. Terkait dengan hal tersebut maka setting lampu saat pementasan garapan ini ditata sesuai dengan suasana yang ingin diungkapkan, yaitu:

(17)

Lampu dihidupkan satu persatu untuk memberikan penerangan dalam permainan improvisasi dari setiap instrumen. Selanjutnya lampu agak remang-remang sedikit demi sedikit bertambah terang, untuk menunjukan sebuah penemuan yang sudah hampir dapat dirasakan.

Bagian Pengawak

Lampu dihidupkan secara normal (standar), hal ini untuk menunjukan penemuan tersebut mulai dapat dirasakan dan dinikmati.

Bagian Pengecet

Lampu kembali dihidupkan agak remang-remang dengan penambahan cahaya yang berwana, hal ini untuk menunjukan sebuah kebingunan yang penata alami.

PENUTUP

Kesimpulan

Karya musik Adiksi merupakan karya musik eksprimental untuk gamelan. Dalam mewujudkan karya ini menggunakan karakteristik metode eksperimen, yaitu percobaan untuk menemukan sesuatu, menggunakan alat bantu untuk menemukan hal-hal yang baru, yang diaplikasikan ke dalam tatanan musik, untuk membuktikan hasil dari percobaan yang dilakukan. Terinspirasi dari pengalaman empiris yang terus ingin merasakan atau mewujudkan hal-hal yang baru, yang dikemas dalam sebuah konsep kecanduan yang disebut dengan “Adiksi”. Perjalanan seorang pecandu zat adiktif memiliki persamaan dengan seseorang penata musik yang ingin terus menggali hal-hal yang baru, tidak pernah puas dengan apa yang diperbuat, keinginan yang sangat tinggi untuk memberi sebuah kemasan baru dalam ranah musik Bali.

Karya ini memiliki tiga bagian pokok yang terstruktur dalam struktur tri angga, yaitu kawitan, pengawak dan pengecet, penggunaan struktur tri angga dirasa masih sangat relevan dalam membuat sebuah tatanan musik. Media ungkap yang digunakan untuk mewujudkan karya ini adalah satu pasang Gender Rambat saih gede, satu pasang Gender Rambat saih cenik, satu pasang Gender Wayang saih gede dan satu pasang Gender Wayang saih cenik.

Saran-saran

Proses telah berakhir, namun ini bukan akhir dalam mewujudkan karya-karya seni. Perjalanan yang panjang dalam mewujudkan karya ini memberikan penata sebuah pengalaman dalam proses penciptaan, yang tentunya mengalami banyak permasalahan. Untuk itu penata ingin menyampaikan beberapa hal kepada para pembaca yang nantinya dapat bermanfaat untuk mewujudkan karya seni yang lebih baik.

Mewujudkan sebuah karya seni dibutuhkan sebuah konsep yang matang, maka dari itu, dengan tidak ada maksud menggurui, persiapkanlah konsep sedari dini agar konsep yang dimiliki terasa lebih matang dan untuk menghindari kebingungan dalam proses penggarapan berlangsung.

Seni karawitan Bali memiliki kekayaan yang sangat melimpah, dapat memberikan rangsangan-rangsangan untuk membuat karya seni, jangan pernah terbelengu dalam sebuah ikatan-ikatan tertentu, lepaskan diri untuk mewujudkan sesuatu yang beda. Bukan mengkontaminasi atau merusak, namun memberikan warna yang berbeda untuk sebuah pertunjukan musik. Selama kita memiliki keinginan yang kuat untuk mencari kemungkinan-kemungkinan yang dapat ditemukan dalam karawitan Bali, maka kejarlah keinginan tersebut sampai dapat diwujudkan dalam karya seni karawitan Bali, tentunya dalam nuansa yang baru.

DAFTAR RUJUKAN

Banoe, Pono. 2003, Kamus Musik. Yogyakarta: Kanisius.

Djelantik, A.A.M. 1990. Pengantar Dasar Ilmu Estetika Jilid Estetika Instrumental. Denpasar: Sekalah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Denpasar.

(18)

Hardjana, Suka. 2003. Corat-Coret Musik Kontemporer Dulu dan Kini. Kerjasama Ford Fondation dan Masyarakat Seni Pertujukan Indonesia : Jakarta.

Hardjana, Suka. 2004. Esai & Kritik Musik. Galang Press (Anggota IKAPI) :Yogyakarta.

Kartawan, I Made. 2009. Laporan Penelitian Reformulasi Sistem Patutan Dalam Gamelan Semar Pagulingan. Denpasar: FSP ISI Denpasar.

Lisa, Julianan. 2013. Narkoba, Psikotropika dan Gangguan Jiwa. Yogyakarta Nuhana Medika. Sjukur, Slamet Abdul. 2012. Virus Setan Risahlah Pemikiran Musik. Yogyakarta: Manthili.

Suci, Eunike Sri Tyas. 2005. Long And Widing Road Jalan Panjang Pemulihan Pecandu Narkoba. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.

Sugiarta, I Gede Arya. 2003. Karawitan Kebyar Di Bali Suatu Tinjauan Tentang Ketrampilan Dan Penampilan, dalam Bheri Jurnal Ilmiah Musik Nusantara Volume 2.Denpasar: ISI Denpasar.

Sugiarta, I Gede Arya, 2012. Kreativitas Musik Bali Garapan Baru Prespektif Cultural Studies. UPT. Denpasar: Penerbitan ISI Denpasar.

Suharta, I Wayan. 2013. Proses Belajar Gamelan Gender Wayang Bagi Mahasiswa Asing Di ISI Denpasar.Denpasar: FSP ISI Denpasar.

Sukerta, Pande Made. 2011. Metode Penyusunan Karya Musik (Sebuah Alternatif). Surakarta: ISI Press Solo. Suwarsa, I Putu. 2016. Konstelasi. Skrip karya Program Studi Seni Karawitan. Denpasar: ISI Denpasar. Suweca, I Wayan. 2009. Estetika Karawitan Bali (Buku Ajar). Denpasar: FSP ISI Denpasar.

Tim Penyusun Pedoman Tugas Akhir. 2015. Pedoman Tugas Akhir. Denpasar: Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Denpasar.

Waridi. 2005 Menimbang Pendekatan Pengkajian & Penciptaan Musik Nusantara. Surakarta: STSI Press Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Surakarta.

Gambar Gender Wayang Saih Gede Gambar Gender Wayang Saih Cenik

(19)

Gambar

Tabel Frekuensi Nada Gender Rambat Saih Gede
Tabel Frekuensi Nada Gender Wayang Saih Cenik
Tabel 9. Simbol Nada
Gambar Gender Wayang Saih Cenik

Referensi

Dokumen terkait

32 Anggita Bela Setyawati connected Active people oriented ENTJ social responsibility quality control 33 Titan Sidik Lutfi Nurahman connected Active people oriented ENTP

Ide kata kunci ini bisa jadi tambahan ide bagi Anda untuk mengoptimalkan keyword Contoh untuk kata kunci yang berkaitan dengan “boneka couple”, Google merekomendasikan kata

Syah (2003) menyatakan bahwa: " faktor Penelitian ini bertujuan untuk yang turut berperan mempengaruhi mengetahui ada tidaknya perbedaan yang rendahnya hasil

Analisa statis non-linear ( pushover analysis ) digunakan untuk mengetahui perilaku struktur akibat gempa besar dan merupakan salah satu performance based design

Sedangkan pada pesisir pantai terdapat hutan mangrove yang tumbuh cukup baik pada bagian utara, barat, hingga ke selatan, namun daerah timur pulau ini sudah banyak mangrove

Penelitian ini termasuk penelitian korelasional yang bertujuan untuk menguji hubungan antara kepribadian matang menurut Allport dengan motivasi berprestasi pada anggota support

Evaluasi penyelenggaraan pelayanan kesehatan penting dilaksanakan untuk mengupayakan pelayanan yang lebih baik, termasuk pelayanan kefarmasian di Pusat Kesehatan