• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. relevan dengan permasalahan yang akan diteliti tentang analisa kinerja Jalan Sultan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. relevan dengan permasalahan yang akan diteliti tentang analisa kinerja Jalan Sultan"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA II.1 Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian ini penulis memaparkan dua penelitian terdahulu yang relevan dengan permasalahan yang akan diteliti tentang analisa kinerja Jalan Sultan Iskandar Muda Jakarta Selatan adalah sebagai berikut :

1. Sunarto, (2013) dalam tugas akhir yang berjudul “Pengaruh Pembangunan Underpass Simpang Jamblang kebayoran Lama Terhadap Kinerja Jalan Sultan Iskandar Muda” memaparkan tentang perbandingan Kinerja jalan dan simpang sebelum dan sesudah pembangunan underpass Simpang jamblang Kebayoran Lama tersebut dengan menggunakan metode MKJI.

Dari hasil analisa pembangunan underpass Simpang Jamblang Kebayoran Lama tingkat pelayanan (Level Of Service) pada ruas underpass arah jalan Sultan Iskandar Muda yang nilai awalnya adalah F (Tundaan per-kendaraan > 60 detik) data didapat dari Dinas Pekerjaan Umum bagian kelayakan simpang tak sebidang 2008. Di dapat nilai C – D, (Tundaan perkendaraan 15,1 detik – 40,0 detik).

2. Muhammad Fajar Permono, (2016) dalam Tugas Akhirnya yang berjudul “Analisa Pelebaran Ruas Jalan (Studi Kasus : Jalan Baru Cipendawa – Jalan Raya Pasar Rebo-Pertigaan, Jatiasih, Bekasi)” membandingkan kinerja jalan pada saat jam puncak antara kondisi jalan sebelum diperlebar (4/2 UD) dengan kondisi jalan setelah diperlebar menjadi (6/2 D).

Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah kinerja jalan berupa derajat kejenuhan (DS) sebesar 0,71 dengan kecepatan 28 km/jam tingkat pelayanan C-D dan kapasitas sebesar 5829 smp/jam. Setelah dilakukan perbaikan kinerja

(2)

jalan berubah menjadi derajat kejenuhan (DS) 0,47 dengan kecepatan 42,98 km/jam tingkat pelayanan B dan kapasitas sebesar 8744 smp/jam.

3. Chindy Laras, (2015) dengan judul Tugas Akhir “Peningkatan Level Of Service Ruas Jalan (Studi Kasus : Jalan Dewi Sartika Depok Jawa Barat)” memiliki tujuan untuk meningkatkan kinjerja Ruas Jalan Dewi Sartika Depok Jawa Barat dengan melakukan survei lalu lintas pada jalan tersebut. Kemudian memilih alternatif penyelesaian yang tepat untuk jalan yang diteliti.

Dengan kesimpulan pada Ruas Jalan Dewi Sartika Depok Jawa Barat, maka didapat nilai derajat kejenuhan (DS) sebesar 0,71 dengan kecepatan 28 km/jam tingkat pelayanan C – D dan kapasitas sebesar 5829 smp/jam. Hubungan antara derajat kejenuhan dengan kinerja jalan tersebut adalah dengan nilai derajat kejenuhan (DS) < 0,75. Alternatif penyelesaian masalah adalah menambah lajur pada jalan tersebut, penertiban hambatan samping jalan seperti bangunan-bangunan illegal, dan peningkatan pelayanan angkutan umum.

4. Muhzari Hamsyah, (2016) dengan judul Tugas Akhir “Peningkatan Level Of Service Ruas Jalan (Studi Kasus : Jl. Tanjung Barat Lama, Jakarta Selatan)” meliliki tujuan untuk meneliti kinerja jalan Tanjung Barat Lama yang bermasalah pada waktu tertentu (jam puncak), kemudian memilih alternatif penyelesaian untuk jalan tersebut.

Dari hasil analisis yang dilakukan dengan menggunakan metode Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997. Kondisi Eksisting ruas jalan Tanjung Barat Lama yaitu 2 lajur 2 arah tak terbagi dengan derajat kejenuhan 0,78 diperoleh tingkat pelayanan D sampai C, dan diperlukan penambahan pada ruas jalan dengan menambah 1 lajur dari arah Universitas Tama Jagakarsa

(3)

menuju Pasar Minggu dengan lebar 3m yang tadinya 2 arah 2 lajur tak terbagi dengan lebar jalan 5m menjadi 2 arah 2 lajur tak terbagi dengan lebar jalan 8m diperoleh derajat kejenuhan 0,38 dengan tingkat pelayanan B sampai A dengan mempertimbangkan penumpukan kendaraan hanya terjadi pada lajur tersebut

II.2 Jalan Perkotaan

Pengertian jalan perkotaan menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, merupakan segmen jalan yang mempunyai perkembangan secara permanen dan menerus sepanjang seluruh atau hampir seluruh jalan, minimum pada satu sisi jalan, apakah berupa perkembangan lahan atau bukan. Termasuk jalan di atau dekat pusat perkotaan dengan penduduk lebih dari 100.000, maupun jalan didaerah perkotaan dengan penduduk kurang dari 100.000 dengan perkembangan samping jalan yang permanen dan menerus.

Karakteristik dari geometrik berbagai tipe jalan akan menunjukkan kinerja berbeda pada pembebanan lalu-lintas tertentu; misalnya jalan terbagi dan tak-terbagi; jalan satu-arah. Kecepatan arus bebas dan kapasitas meningkat dengan pertambahan lebar jalur lalu-lintas. Kreb sebagai batas antara jalur lalu-lintas dan trotoar berpengaruh terhadap dampak hambatan samping pada kapasitas dan kecepatan.

Kapasitas jalan dengan kreb lebih kecil dari jalan dengan bahu. Selanjutnya kapasitas berkurang jika terdapat penghalang tetap dekat tepi jalan perkotaan tanpa kreb pada umumnya mempunyai bahu pada kedua sisi jalur lalulintasnya. Lebar dan kondisi permukaannya mempengaruhi penggunaan bahu, berupa penambahan kapasitas, dan kecepatan pada arus tertentu, akibat pertambahan lebar bahu, terutama karena pengurangan hambatan samping yang disebabkan kejadian di sisi jalan seperti kendaraan angkutan umum berhenti, pejalan kaki dan sebagainya.

(4)

Kalau dari tipe jalan fungsi utama dari suatu jalan adalah memberikan pelayanan transportasi sehingga pemakai jalan dapat berkendaraan dengan aman dan nyaman. Berdasarkan MKJI 1997 tentang penggunaan, ada 4 tipe jalan yang masuk kedalam karakteristik geometrik jalan perkotaan dan untuk jalan tak terbagi analisisnya berdasarkan gabungan kedua arah pergerakan lalu lintas sedangkan untuk jalan terbagi perlakuannya terpisah untuk masing - masing lintasan. Berikut ini adalah beberapa tipe jalan perkotaan :

II.2.1. Jalan dua lajur dua arah (2/2 UD)

Kondisi dasar tipe jalan ini didefinisikan sebagai berikut : 1. Lebar jalur lalu lintas 7,0 m

2. Lebar bahu efektif 2 m pada masing – masing sisi 3. Tidak ada median

4. Pemisahan arah lalu lintas 50 – 50 5. Kelas hambatan samping rendah (L) 6. Ukuran kota 1,0 –3,0 juta

7. Tipe alinyemen datar II.2.2. Jalan empat lajur dua arah :

A.Tak terbagi, tanpa median (4/2 UD)

Kondisi dasar tipe jalan ini didefinisikan sebagai berikut : 1. Lebar jalur 3,5 m (lebar jalur lalu lintas total 14,0 ) 2. Kreb (tanpa bahu)

3. Jarak kereb dan penghalang terdekat pada trotoar 2 m 4. Tidak ada median

5. Pemisahan arah lalu lintas 50-50 6. Kelas hambatan samping rendah (L)

(5)

7. Ukuran kota 1,0 –3,0 juta 8. Tipe alinyemen datar

B.Terbagi, dengan median (4/2 D)

Kondisi dasar tipe jalan ini didefinisikan sebagai berikut : 1. Lebar lajur 3,5 m (lebar jalur lalu-lintas total 14,0 m) 2. Kreb (tanpa bahu)

3. Jarak antara kereb dan penghalang terdekat pada trotoar 2 m 4. Median

5. Pemisahan arah lalu-lintas 50 – 50 6. Hambatan samping rendah

7. Ukuran kota 1,0 - 3,0 Juta

II.2.3. Jalan enam lajur dua arah terbagi (6/2 D)

Kondisi dasar tipe jalan ini didefinisikan sebagai berikut : 1. Lebar jalur 3,5 (lebar jalur lalu lintas total 21,0 m)

2. Kreb (tanpa bahu)

3. Jarak antar kreb dan penghalang terdekat pada trotoar 2 m 4. Ada median

5. Pemisahan arah lalu lintas 50-50 6. Kelas hambatan samping rendah (L) 7. Ukuran kota 1,0 –3,0 juta

8. Tipe alinyemen datar II.2.4. Jalan satu arah

Kondisi dasar tipe jalan ini didefinisikan sebagai berikut : 1. Lebar jalur lalu lintas 7 m

(6)

3. Kelas hambatan samping rendah (L) 4. Ukuran kota 1,0 –3,0 juta

5. Tipe alinyemen datar

II.3 Perilaku Lalu Lintas

Perilaku lalu lintas menyatakan ukuran kuantitas yang menerangkan kondisi yang dinilai oleh pembina jalan. Perilaku lalu lintas pada ruas jalan meliputi kapasitas, waktu tempuh, dan kecepatan tempuh rata-rata (MKJI 1997).

II.3.1. Kapasitas Jalan

Kapasitas suatu ruas jalan dalam suatu sistem jalan adalah jumlah kendaraan maksimum yang memiliki kemungkinan yang cukup untuk melewati ruas jalan tersebut (dalam satumaupun dua arah) dalam periode waktu tertentu dan di bawah kondisi jalan dan lalu lintas yang umum (Oglesby dan Hicks, 1990). Untuk jalan dua lajur dua arah, kapasitas ditentukan untuk arus dua arah (kombinasi dua arah), tetapi untuk jalan dengan banyak lajur, arus dipisahkan perarah dan kapasitas ditentukan per lajur.

Kapasitas merupakan salah satu ukuran kinerja lalu lintas pada saat arus lalu lintasmaksimum dapat dipertahankan (tetap) pada suatu bagian jalan pada kondisitertentu (MKJI, 1997).

Menurut Dasar-dasar Rekayasa Transportasi, kapasitas adalah jumlah maksimum kendaraan yang diperkirakan akan melintasi suatu jalan tertentu atau bagian jalan tertentu dalam satu arah selama periode waktu tertentu pada kondisi lalu-lintas dan kondisi jalan yang umum.

(7)

II.3.2. Kecepatan dan Waktu Tempuh

Kecepatan dinyatakan sebagai laju dari suatu pergerakan kendaraan dihitung dalam jarak persatuan waktu (km/jam), Pada umumnya kecepatan dibagi menjadi tiga jenis sebagai berikut ini.

1. Kecepatan setempat (Spot Speed), yaitu kecepatan kendaraan pada suatu

saatdiukur dari suatu tempat yang ditentukan.

2. Kecepatan bergerak (Running Speed), yaitu kecepatan kendaraan rata-rata

pada suatu jalur pada saat kendaraan bergerak dan didapat dengan membagi panjang jalur dibagi dengan lama waktu kendaraan bergerak menempuh jalur tersebut.

3. Kecepatan perjalanan (Journey Speed), yaitu kecepatan efektif kendaraan

yang sedang dalam perjalanan antara dua tempat dan merupakan jarak antara dua tempat dibagi dengan lama waktu kendaraan menyelesaikan perjalanan antara dua tempat tersebut.

MKJI menggunakan kecepatan tempuh sebagai ukuran utama kinerja segmen jalan. Kecepatan tempuh merupakan kecepatan rata-rata (km/jam) arus lalu lintas dari panjang ruas jalan dibagi waktu tempuh rata-rata kendaraan yang melalui segmen jalan tersebut. (MKJI 1997).

Sedangkan waktu tempuh (TT) adalah waktu total yang diperlukan untuk melewati suatu panjang jalan tertentu, termasuk waktu berhenti dan tundaan pada simpang. Waktu tempuh tidak termasuk berhenti untuk beristirahat dan perbaikan kendaraan (MKJI, 1997).

(8)

II.4 Kerapatan

Kerapatan (density) didefinisikan sebagai jumlah kendaraan yang menempati suatu panjang panjang tertentu dari lajur atau jalan, dirata-ratakan terhadap waktu (Dasar-dasar Rekayasa Transportasi). Sedangkan menurut MKJI 1997, kerapatan adalah rasio perbandingan arus terhadap kecepatan rata-rata, dinyatakan dalam kendaraan (SMP) per kilometer (Km). Arus, kecepatan, dan kerapatan merupakan unsur dasar pembentuk aliran lalu lintas. Pola hubungan yang diperoleh dari ketiga unsur tersebut adalah:

1. Arus dengan kerapatan, juga parabolik semakin tinggi kepadatan arus akan semakin tinggi sampai suatu titik di mana kapasitas terjadi, setelah itu semakin padat maka arus akan semakin kecil.

2. Kecepatan dengan kerapatan, adalah linier yang berarti bahwa semakin tinggi kecepatan lalu lintas dibutuhkan ruang bebas yang lebih besar antar kendaraan yang mengakibatkan jumlah kendaraan perkilometer menjadi lebih kecil.

3. Arus dengan kecepatan, adalah parabolik yang menunjukkan bahwa semakin besar arus kecepatan akan turun sampai suatu titik yang menjadi puncak parabola tercapai kapasitas setelah itu kecepatan akan semakin rendah lagi dan arus juga akan semakin mengecil.

Hubungan antara kecepatan, arus, dan kerapatan akan di tunjukan pada gambar 2.1 berikut ini :

(9)

Gambar 2.1. Hubungan Kecepatan, Arus, dan Kerapatan (MKJI 1997) II.5 Tingkat pelayanan (LOS)

Salah satu metode yang digunakan untuk menilai kinerja jalan yang menjadi indikator dari kemacetan. Suatu jalan dikategorikan mengalami kemacetan apabila hasil perhitungan LOS menghasilkan nilai mendekati 1. Dalam menghitung LOS di suatu ruas jalan, terlebih dahulu harus mengetahui kapasitas jalan (C) yang dapat dihitung dengan mengetahui kapasitas dasar, faktor penyesuaian lebar jalan, faktor penyesuaian pemisah arah, faktor penyesuaian pemisah arah, faktor penyesuaian hambatan samping, dan faktor penyesuaian ukuran kota.

Kapasitas jalan (C) sendiri sebenarnya memiliki definisi sebagai jumlah kendaraan maksimal yang dapat ditampung di ruas jalan selama kondisi tertentu.

Satuan yang digunakan dalam menghitung volume lalu lintas (V) adalah satuan mobil penumpang (SMP). Untuk menunjukkan volume lalu lintas pada suatu ruas jalan maka dilakukan dengan pengalian jumlah kendaraan yang menggunakan ruas jalan tersebut dengan faktor ekivalensi mobil penumpang (EMP). Level of Service

(10)

(LOS) dapat diketahui dengan melakukan perhitungan perbandingan antara volume lalu lintas dengan kapasitas dasar jalan (V/C).

Dengan melakukan perhitungan terhadap nilai LOS, maka dapat diketahui klasifikasi jalan atau tingkat pelayanan pada suatu ruas jalan tertentu. Adapun standar nilai LOS dalam menentukan klasifikasi jalan adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1. Kriteria dari Pelayanan Jalan

Tingkat Pelayanan Rasio (V/C) Karakteristik

A < 0,60 Arus bebas, volume rendah dan kecepatan tinggi, pengemudi dapat memilih kecepatan yang dikehendaki

B 0,60 < V/C < 0,70 Arus stabil, kecepatan sedikit terbatas oleh lalu lintas, pengemudi masih dapat bebas dalam memilih kecepatannya.

C 0,70 < V/C < 0,80 Arus stabil, kecepatan dapat dikontrol oleh lalu lintas D 0,80 < V/C < 0,90 Arus mulai tidak stabil, kecepatan rendah dan berbeda-beda, volume mendekati kapasitas E 0,90 < V/C <1 Arus tidak stabil, kecepatan rendah dan berbeda-beda, volume mendekati kapasitas F >1 Arus yang terhambat, kecepatan rendah, volume diatas kapasitas, sering terjadi kemacetan pada

waktu yang cukup lama.

Sumber: MKJI 1997

II.6 Arus dan Komposisi Lalu Lintas

Menurut MKJI 1997, nilai arus lalu lintas mencerminkan komposisi lalu lintas, dengan menyatakan arus dalam satuan mobil penumpang (SMP). Semua nilai arus lalu lintas (per arah dan total) diubah menjadi satuan mobil penumpang (SMP) dengan menggunakan ekivalensi mobil penumpang (EMP) yang diturunkan secara empiris untuk tipe kendaraan berikut ini:

1. Kendaraan ringan / Light Vehicle (LV), Kendaraan bermotor beroda empat,

dengan dua gandar berjarak2,0–3,0m (termasuk kendaraan penumpang, opelet, mikro bis, angkot, mikro bis, pick-up, dan truk kecil)

(11)

2. Kendaraan berat / Heavy Vehicle (HV), Kendaraan bermotor dengan jarak

as lebih dari 3,50 m, biasanya beroda lebih dari empat, (meliputi: bis, truk dua as, truk tiga as dan truk kombinasi sesuai sistem klasifikasi Bina Marga) 3. Sepeda motor / Motor Cycle (MC), Kendaraan tak bermotor / Unmotorised

(UM)

II.7 Manajemen Lalu Lintas

Menurut Malkhamah (1995), definisi dari manajemen lalulintas adalah proses pengaturan dan penggunaan sistem jalan dengan tujuan untuk memenuhi suatu kepentingan tertentu, tanpa perlu penambahan atau pembuatan infrastruktur baru. Manajemen lalulintas diterapkan untuk memenuhi suatu tujuan diantaranya :

1. Untuk mengurangi kecelakaan lalu lintas 2. Untuk meningkatkan kualitas lingkungan

3. Untuk meningkatkan aksebilitas manusia dan barang

4. Meningkatkan kelancaran arus pada jalan-jalan utama dan jalan-jalan distribusi

5. Menciptakan lalulintas yang tertib, nyaman, dan lancar

Dalam mencapai tujuan diatas sering kali mengalami masalah karena adanya benturan antara kepentingan yang satu dengan yang lainnya. Untuk itu dalam penerapan manajemen lalulintas perlu diingat keseimbangan amtara kepentingan tersebut.

II.7.1. Panjang Antrian

Panjang antrian adalah banyaknya kendaraan yang berada pada simpang tiap jalur saat nyala lampu merah.

(12)

II.7.2. Tundaan (delay)

Tundaan merupakan waktu tempuh tambahan yang diperlukan untuk melewati suatu simpang dibandingkan pada situasi tanpa simpang. Tundaan pada simpang terdiri dari 2 komponen yaitu tundaan lalu lintas (DT) dan tundaan geometrik (DG).

Dj = DTj + DGj II.7.3. Kemacetan

Definisi kemacetan yang dilihat dari berbagai sumber sangat bervariasi sehingga mewujudkan kesimpulan yang sangat proposional. Jika kita mendengar kata macet maka yang akan terlintas dipikiran kita adalah suatu hal

yang menghambat, sibuk, penuh sehingga akan mempengaruhi psikologis dan emosi seseorang. Oleh karena itu penyusun akan membahas definisi kemacetan yang sesungguhnya dari berbagai sumber.

Kemacetan menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) adalah berasal dari kata ke = hal (keadaan), macet = tersendat, tidak lancar – pawai itu

mengakibatkan ketidak lancaran (lalu lintas), jadi definisi kemacetan menurut KBBI adalah suatu peristiwa/keadaan di mana tersendatnya/terganggunya pawai/kendaraan dalam bertransportasi.

Definisi kemacetan menurut Wikipedia ialah situasi atau keadaan tersendatnya atau bahkan terhentinya lalu lintas yang disebabkan oleh banyaknya jumlah kendaraan melebihi kapasitas jalan.

Pengertian kemacetan lalu lintas menurut Clarkson H. Oglesby dan R. Gary Hicks adalah jika tingkat pelayanan atau Level of service dari ruas jalan

tersebut lebih dari 0,7 atau termasuk tingkat pelayanan tingkat D. Tingkat pelayanan (level of service) sutu ruas jalan adalah perbandingan antara volume

(13)

lalu lintas dan kapasitas jalan. Tingkat pelayanan merupakan suatu konsep yang mengikut sertakan dua buah faktor yang saling bertentangan yakni kecepatan rata - rata ruang dan volume lalu lintas. Jika volume lalu lintas rendah maka suatu kendaraan mempunyai kecepatan rata – rata ruang yang tinggi dan sebaliknya jika volume lalu lintas tinggi maka suatu kendaraan mempunyai kecepatan rata – rata ruang yang rendah. Tingkat pelayanan kelas ini mempunyai ciri – ciri, kecepatan lalu lintas tidak stabil, pengemudi membatasi kecepatan, berkurangnya kesempatan untuk mendahului, volume lalu lintas hampir mendekati kapasitas jalan tetapi masih dapat diterima untuk jangka pendek. Maka besar nilai tingkat pelayan berarti semakin parah kemacetan lalu lintas dijalan tersebut. Tingkat pelayanan atau Level of service

dapat dilihat pada tabel sebegai berikut :

Tabel 2.2. Karakteristik tingkat pelayanan lalu lintas menurut Clarkson H. Oglesby dan R. Gary Hicks

Tingkat

Pelayanan Karakteristik Lalu Lintas Nilai

A Kondisi arus bebas dengan kecepatan tinggi dan volume lalu lintas rendah. Pengemudi dapat memilih kecepatan yang diinginkan tanpa hambatan

0,00-0,19 B Dalam zona ini arus stabil. Pengemudi memiliki kebebasan yang cukup untuk beralih gerak. Dalam zona ini arus stabil

pengemudi dibatasi memilih kecepatan

0,20-0,44 C Dalam zona ini arus stabil pengmudi dibatasi dalam

memiliki kecepatan 0,45-0,69

D Arus tidak stabil, dimana hampir semua pengemudi dibatasi kecepatan, volume lalu lintas hampir mendekati kapasitas jalan tetapi masih dapat diterima

0,70-0,84 E Volume lalu lintas mendekati atau berada pada kapasitas

arus tidak stabil dan sering berhenti 0,85-1,00

F Arus yang dipaksakan akan terjadi kecepatan, atau kecepatan sangat rendah, antrian sangat panjang dan hambatan sangat banyak

(14)

Dari berbagai sumber diatas dapat disimpulkan bahwa definisi kemacetan adalah suatu keadaan atau situasi lalulintas yang mengalami tundaan yang mengakibatkan transportasi terganggu oleh pengguna yang lain karena kapasitas infrastruktur dari fasilitas tersebut terbatas, serta tingkat pelayanan dari jalan tersebut lebih dari 0,7 atau termasuk tingkat pelayanan tingkat D.

Gangguan ini dapat berupa tambahan volume kendaraan yang melebihi kapasitas kinerja jalan. Salah satu penyebab terjadinya kemacetan adalah pertumbuhan ekonomi dan pertambahan jumlah penduduk menyebabkan mobilitas manusia meningkat tajam melebihi kapasitas sistem prasarana transportasi yang ada. Di Indonesia terutama di kota-kota besar, kemacetan menjadi peristiwa yang sangat serius karena sudah menjadi pemandangan yang tidak asing lagi.

Kemacetan lalu lintas di jalan terjadi karena ruas jalan tersebut sudah mulai tidak mampu menerima/melewatkan luapan arus kendaraan yang datang secara lancar. Hal ini dapat terjadi karena pengaruh hambatan samping yang tinggi, sehingga mengakibatkan penyempitan ruas jalan, seperti: parkir dibadan jalan, berjualan/aktifitas pasar di trotoar dan badan jalan, pemberhentian angkutan umum, dan pejalan kaki (berjalan di badan jalan dan menyebrang jalan). Selain itu kemacetan juga sering terjadi akibat manajemen persimpangan (dengan atau tanpa lampu) yang kurang tepat, ditambah lagi tingginya aksebilitas ke guna lahan di sekitar sisi jalan.

Yang paling penting untuk mendesak program jangka pendek adalah pencapaian efisiensi dan efektifitas system transportasi yakni berupa pengaturan lalu lintas yang tepat dan sesuai, seperti : pengaturan lokasi parkir, fasilitas penyebrangan jalan, rambu, marka, setting lampu persimpangan,

(15)

penentuan arah lalu lintas, penentuan/pengaturan rute/jalur angkutan umum dan stopan bus (halte).

Jenis kemacetan menurut Vickrey (1969) dapat dibedakan menjadi 5 tipe, yaitu:

1. Simple interaction, terjadi pada level arus lalu lintas yang rendah, dimana

jumlah unit mobil yang ada masih sedikit. Tundaan yang terjadi umumnya juga minimal dan para pengguna jalan biasanya sangat berhati-hati dalam berkendaraan untuk menghindari kecelakaan.

2. Multiple interaction, terjadi pada level arus lalu lintas yang lebih tinggi

walaupun kapasitas jalan belum tercapai. Tambahan jumlah kendaraan menyebabkan kendaraan lain semakin terhalang atau menambah jumlah antrian yang sudah ada.

3. Bottleneck situation, terjadi jika kapasitas jalan tercapai, yaitu ketika

kapasitas sama dengan volume kendaraan. Apabila arus yang ada berkurang dan kapasitas jalan lebih besar dari volume kendaraan, maka kemacetan akan kembali pada kondisi simple intersection dan multiple intersection.

4. Triggerneck situation,yaitu suatu kondisi dimana arus lalu lintas

benar-benar berhenti dan baru bisa berjalan lagi setelah beberapa kendaraan keluar dari ruas jalan yang menjadi pusat kemacetan tersebut.

5. Network and control congestion, yaitu kemacetan yang terjadi akibat adanya

kebijakan untuk mengatasi masalah kemacetan, tetapi di saat yang sama, kebijakan itu menjadi penyebab kemacetan baru pada jalan yang berbeda.

(16)

II.7.4. Faktor Penyebab Kemacetan

Beberapa factor yang menyebabkan terjadinya kemacetan lalu lintas diantaranya sebagai berikut.

A.Perilaku pengguna jalan

Para pengguna jalan mengaku sangat terganggu dengan kemacetan yang ditimbulkan oleh pengguna jalan lainnya, selain menghabiskan waktu perjalanan, kemacetan juga membuat mood mereka menjadi kurang baik, mudah marah, dll. Menurut hasil observasi di lapangan, penyebab utama kemacetan yang terjadi salah satunya adalah karena para pengguna jalan tidak mematuhi tata tertib lalu lintas. Biasanya rambu-rambu dan sinyal lalu lintas diabaikan begitu saja, karenya masing-masing pengguna jalan saling mementingkan keperluan mereka untuk secepat mungkin sampai pada tujuan sehingga tak jarang terjadi kecelakaan karena kecerobohan pengguna jalan.

B.Pertumbuhan kendaraan bermotor

Sebuah kenyataan memperlihatkan bahwa pertumbuhan kepemilikan kendaraan bermotor jauh lebih cepat dari pertumbuhan infrastruktur jalan. Pernyataan tersebut didukung dengan bertambahnya jumlah penduduk yang setiap tahunnya bertambah. Hal ini sangat jelas dapat mengakibatkan kemacetan karena seiring dengan bertambahnya jumlah kendaraan bertambah pula kepadatan yang terjadi.

(17)

II.8 Arus Lalu Lintas

Arus lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang terdapat dalam ruang yang diukur dalam satu interval waktu tertentu (Mahendra, 2005). Sifat atau karakteristik arus lalu lintas merupakan resultan dari sifat-sifat manusia sebagai pemakai jalan, kendaraan, dan jalan itu sendiri. Jenis arus lalu lintas dapat dibedakan menjadi 2 tipe: 1. Tipe arus tidak terganggu

Suatu prasarana untuk kendaraan yang tidak mempunyai elemen-elemen pengganggu, seperti lampu lalulintas dan arus lalulintas dari luar yang dapat menghambat aliran lalulintas pada jalan tersebut.

2. Tipe arus terganggu

Suatu prasarana untuk kendaraan yang mempunyai elemen-elemen pengganggu, sehingga menimbulkan gangguan secara berkala pada arus lalu lintas.

II.9 Gangguan Arus Lalu Lintas

Gangguan yang menghambat arus lalulintas dapat ditimbulakn antara kendaraan itu sendiri mauoun sebab-sebab dari luar. Gangguan dapat berupa penyebrang jalan maupun konflik antara kendaraan yang masuk maupun yang keluar jalan dengan arus menerus. Gangguan tersebut dapat dikatakan sebagai perlambatan bahkan berhentinya kendaraan tergantung seberapa besar atau banyak konflik yang terjadi.

Kegiatan-kegiatan yang berada disepanjang jalan yang melayani arus lalulintas menerus akan dapat menimbulkan gangguan terhadap lalulintas jalan tersebut, yang terutama disebabkan oleh adanya pergerakan kendaraan keluar/masuk jalan. Menurut

(18)

kegiatan yang potensial untuk menimbulkan gangguan terhadap lalulintas adalah sebagai berikut :

1. Kompleks pemukiman lebih dari 200 unit 2. Perkantoran dengan luas lebih dari 5000 m2

3. Pergudangan dengan luas lebih dari 7500 m2 4. Pertokoan dengan luas lebih dari 7500 m2

5. Pusat kegiatan dengan kendaraan keluar/masuk lebih dari 100 kend/jam pada jam sibuk

6. Tempat parkir dengan kapasitas lebih dari 100 kendaraan.

Dari potensi-potensi diatas akan menimbulkan gangguan, gangguan ini diantaranya kemacetan dan kecelakaan lalulintas. Contohnya pada kawasan Pasar Demangan pada kondisi jam puncak menimbulkan permasalahan karena kapasitas jalan kurang dengan adanya aktivitas pasar tersebut.

II.10Data Masukan

II.10.1. Kondisi Geometri

Geometrik suatu jalan terdiri dari beberapa unsur fisik dari jalan sebagai berikut:

1. Tipe jalan; berbagai tipe jalan akan menunjukan kinerja berbeda pada pembebanan lalu-lintas tertentu, misalnya jalan terbagi, jalan tak terbagi, dan jalan satu arah.

2. Lebar jalur; kecepatan arus bebas dan kapasitas meningkat dengan pertambahan lebar jalur lalu-lintas.

(19)

3. Bahu/Kerb; kecepatan dan kapasitas jalan akan meningkat bila lebar bahu semakin lebar. Kreb sangat berpengaruh terhadap dampak hambatan samping jalan.

4. Hambatan samping sangat mempengaruhi lalu lintas.

II.10.2. Kondisi Lalu Lintas

Situasi lalu lintas untuk tahun yang dianalisa ditentukan menurut arus jam rencana, atau lalu lintas harian rerata tahunan (LHRT) dengan faktor yang sesuai untuk konversi dari LHRT menjadi arus per jam (umum untuk perancangan).

Tabel 2.3. Nilai Normal Komposisi Lalu Lintas

Sumber: MKJI 1997

Tabel 2.4. Emp untuk Jalan Perkotaan Satu Arah dan Terbagi TipeJalan:

Jalan satu arah dan jalan terbagi Arus lalulintas per jalur (Kend/jam)

EMP

HV MC

Dua Lajur satu arah (2/1)

Empat lajur terbagi (4/2D)

0 >1050 1,3 1,2 0,40 0,25 Tiga lajur satu arah (3/1)

Enam lajur terbagi (6/2 D)

0 >1100 1,3 1,2 0,40 0,25 Sumber: MKJI 1997 Ukuran kota (juta penduduk) Kelas ukuran kota LV % HV % MC % < 0,1 0,1 – 0,5 0,5 – 1,0 1,0 – 3,0 >3,0 Sangat kecil Kecil Sedang Besar Sangat besar 45 45 53 60 69 10 10 9 8 7 45 45 38 32 24

(20)

II.10.3. Kecepatan Arus Bebas

Kecepatan dari suatu kendaraan dipengaruhi oleh faktor-faktor manusia, kendaraan lainya, prasarana serta dipengaruhi pula oleh arus lalu lintas, kondisi cuaca dan lingkungan alam sekitarnya, sedangkan kecepatan arus bebas (FV)

menurut MKJI 1997 didefinisikan sebagai kecepatan pada tingkatan arus nol, yaitu kecepatan yang akan dipilih pengemudi jika mengendarai kendaraan bermotor tanpa dipengaruhi oleh kendaraan bermotor lain di jalan.

Untuk jalan terbagi, analisis kecepatan arus bebas dilakukan pada kedua arah lalulintas. Kecepatan arus bebas dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut :

Keterangan :

FV = Kecepatan arus bebas kendaraan ringan pada kondisi lapangan (km/jam)

FV0 = Kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan pada jalan yang diamati (km/jam)

FVW = Penyesuaian kecepatan untuk lebar jalan (km/jam)

FFVSF = Faktor penyesuaian akibat hambatan samping dan lebar bahu FFVCS = Faktor penyesuaian untuk ukuran kota

A.Kecepatan Arus Bebas Dasar (FV0 )

Faktor penyesuaian untuk kecepatan arus bebas dasar (FV0) ditentukan berdasarkan atas tipe jalan dan jenis kendaraan.

Nilai faktor penyesuaian kecepatan arus bebas dasar menurut MKJI 1997 dapat dilihat pada Tabel 2.5 di bawah ini.

(21)

Tabel 2.5. Kecepatan Arus Bebas Dasar untuk Jalan Perkotaan (FV0)

TipeJalan

Kecepatan arus bebas dasar Fvo(Km/jam) Kendaraan Ringan (LV) Kendaraan Berat (HV) Sepeda Motor (MC) Semua Kendaraan (Rata-Rata) Enam lajur terbagi (6/2D)

atau tiga lajur satu arah (3/1) Empat lajur terbagi (4/2 D) atau dua lajur satu arah (2/1) Empat lajur tak terbagi

(4/2UD)

Dua lajur tak terbagi (2/2UD)

61 57 53 44 52 50 46 40 48 47 53 40 57 53 51 42 Sumber: MKJI 1997

B.Penyesuaian Lebar Lalu Lintas Efektif (FVW )

Faktor penyesuaian untuk untuk lebar jalur lalu lintas (FVW) ditentukan berdasarkan tipe jalan dan lebar jalur lalu lintas efektif (Wc).

Nilai dari faktor penyesuaian lebar jalur lalu lintas (FVW) menurut MKJI 1997 dapat dilihat pada Tabel 2.6 di bawah ini.

(22)

Tabel 2.6. Faktor Penyesuaian Lebar Jalur Lalu Lintas Efektif (FVW ) Tipe jalan Lebar jalur efektif (Wc)

(m) (FVW)(km/jam)

Empat lajur terbagi /

jalan satu arah Per lajur 3,00 3,25 3,50 3,75 4,00 -4 -2 0 2 4 Empat lajur tak terbagi Per lajur

3,00 3,25 3,50 3,75 4,00 -4 -2 0 2 4 Dua lajur tak terbagi Total dua arah

5 6 7 8 9 10 11 -9,5 -3 0 3 4 6 7 Sumber: MKJI 1997

C.Faktor Penyesuaian Kecepatan untuk Hambatan Samping (dengan kreb) (FFVSF )

Faktor penyesuaian kecepatan untuk hambatan samping (FFVSF) ditentukan berdasarkan tipe jalan, kelas hambatan samping (SFC) dan lebar bahu rerata (Ws). Nilai faktor penyesuaian hambatan samping menurut MKJI 1997 dapat dilihat pada tabel 2.7 di bawah ini.

(23)

Tabel 2.7. Faktor Penyesuaian Kecepatan untuk Hambatan Samping (FFVSF)

Tipe jalan hambatan Kelas samping

Faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan lebar bahu

Lebar bahu efektif rata-rata Ws (M) < 0,5 M 1,0 M 1,5 M > 2 M Empat lajur terbagi (4/2 D) Sangat rendah 1,02 1,03 1,03 1,04 Rendah 0,98 1,00 1,02 1,03 Sedang 0,94 0,95 1,00 1,02 Tinggi 0,89 0,93 0,96 0,99 Sangat tinggi 0,84 0,88 0,92 0,96

Empat lajur tak terbagi (4/2 UD) Sangat rendah 1,02 1,03 1,03 1,04 Rendah 0,98 1,00 1,02 1,03 Sedang 0,93 0,96 0,99 1,02 Tinggi 0,87 0,91 0,94 0,98 Sangat tinggi 0,80 0,86 0,90 0,95

Dua lajur tak terbagi (2/2 UD)

atau jalan satu arah Sangat rendah 1,00 1,01 1,01 1,01 Rendah 0,96 0,98 0,99 1,00 Sedang 0,90 0,93 0,96 0,99 Tinggi 0,82 0,86 0,90 0,95 Sangat tinggi 0,73 0,79 0,85 0,91 Sumber: MKJI 1997

D.Faktor Penyesuaian Kecepatan untuk Ukuran Kota (FFVCS )

Faktor penyesuaian ukuran kota (FFVCS) ditentukan berdasarkan jumlah penduduk (dalam satuan juta) pada suatu kota atau daerah. Nilai faktor penyesuaian untuk ukuran kota menurut MKJI 1997 dapat dilihat pada Tabel 2.8 di bawah ini.

(24)

Tabel 2.8. Faktor Penyesuaian Kecepatan Untuk Ukuran Kota (FFVCS )

Sumber: MKJI 1997

II.10.4. Kapasitas (C)

Kapasitas didefinisikan sebagai arus maksimum melalui suatu titik di jalan yang dapat dipertahankan per satuan jam pada kondisi tertentu. Untuk jalan dua lajur dua arah, kapasitas ditentukan untuk arus dua arah (kombinasi dua arah), tetapi untuk jalan dengan banyak lajur, arus dipisahkan per arah dan kapasitas di tentukan per lajur. Persamaan dasar untuk menentukan kapasitas adalah sebagai berikut :

Dengan :

C = Kapasitas (smp/jam) CO = Kapasitas dasar (smp/jam) FCW = Faktor penyesuaian lebar lajur

FCSP = Faktor penyesuaian pemisah arah (hanya untuk jalan tak terbagi)

FCSF = Faktor penyesuaian hambatan samping dan bahu jalan FCCS = Faktor penyesuaian ukuran kota

Ukuran Kota (JutaPenduduk) Faktor Penyesuaian Untuk Ukuran Kota <0 ,1 0,1-0,5 0,5-1,0 1,0-3,0 >3 ,0 0,90 0,93 0,95 1,00 1,03 C = CO x FCW x FCSP x FCSF x FCCs

(25)

A.Kecepatan Arus Bebas Dasar (C0 )

Kapasitas dasar (C0) kapasitas segmen jalan pada kondisi geometri, ditentukan berdasarkan tipe jalan sesuai dengan Tabel 2.9

Tabel 2.9. Kapasitas Dasar (C0) Jalan Perkotaan

TipeJalan Kapasitas dasar

(SMP/jam) Catatan

Empat lajur tebagi atau jalan satu arah Empat lajur tak terbagi

Dua lajur tak terbagi

1650 1500 2900

Perlajur Perlajur Total dua arah

Sumber MKJI 1997

B.Faktor Penyesuaian Lebar Jalur (FCW )

Faktor penyesuaian kapasitas untuk lebar jalur lalu lintas ditentukan berdasarkan tipe jalan dan lebar jalur lalu lintas efektif (Wc). Nilai faktor

penyesuaian kapasitas untuk lebar jalur lalu lintas menurut MKJI 1997 dapat dilihat pada Tabel 2.10 di bawah ini.

(26)

Tabel 2.10. Faktor Penyesuaian Kapasitas untuk Lebar Jalur Lalu Lintas (FCW ) TipeJalan

Lebar jalur lalu lintas efektif (Wc)

(M)

FCw Empat lajur terbagi atau jalan

satu arah PerLajur 3,00 3,25 3,50 3,75 4,00 0,92 0,96 1,00 1,04 1,08

Empat lajur tak terbagi PerLajur

3,00 3,25 3,50 3,75 4,00 0,91 0,95 1,00 1,05 1,34

Dua lajur tak terbagi PerLajur

5 6 7 8 9 10 11 0,56 0,87 1,00 1,14 1,25 1,29 1,34 Sumber: MKJI 1997

(27)

C.Faktor Penyesuaian Pemisah Arah (FCSP )

Faktor penyesuaian pembagian arah jalan didasarkan pada kondisi dan distribusi arus lalu lintas dari kedua arah jalan atau untuk tipe jalan tanpa pembatas median.

Untuk jalan satu arah atau jalan dengan median faktor koreksi pembagian arah jalan adalah 1,0. Faktor penyesuaian pemisah jalan dapat dilihat pada Tabel 2.11 berikut ini:

Tabel 2.11. Faktor Penyesuaian Kapasitas Untuk Pemisah Arah (FCSP) Pemisah arah SP%-% 50-50 60-40 70-30 80-20 90-10 100-0 FCsp Dua lajur 2/2 1,00 0,94 0,88 0,82 0,76 0,70 Empat lajur 4/2 1,00 0,97 0,94 0,91 0,88 0,85 Sumber: MKJI 1997

D.Faktor Penyesuaian Hambatan Samping (FCSF )

Faktor penyesuaian kapasitas untuk hambatan samping (FCSF) ditentukan berdasarkan tipe jalan, kelas hambatan samping (SFC) dan lebar bahu rerata (Ws). Nilai faktor penyesuaian hambatan samping menurut MKJI 1997 dapat dilihat pada Tabel 2.12 di bawah ini.

(28)

Tabel 2.12. Faktor Penyesuaian Kapasitas Untuk Hambatan Samping (FCSF ) Tipe jalan hambatan Kelas

samping (SFC)

Faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan kereb-penghalang (FCsf)

Lebar bahu efektif rata-rata Ws (M) < 0,5 M 1,0 M 1,5 M > 2 M Empat lajur terbagi (4/2 D) Sangat rendah 0,96 0,98 1,01 1,03 Rendah 0,94 0,97 1,00 1,02 Sedang 0,92 0,95 0,98 1,00 Tinggi 0,88 0,92 0,95 0,98 Sangat tinggi 0,84 0,88 0,92 0,96

Empat lajur tak terbagi (4/2 UD) Sangat rendah 0,96 0,99 1,01 1,03 Rendah 0,94 0,97 1,00 1,02 Sedang 0,92 0,95 0,98 1,00 Tinggi 0,87 0,91 0,94 0,98 Sangat tinggi 0,80 0,86 0,90 0,95

Dua lajur tak terbagi (2/2 UD)

atau jalan satu arah Sangat rendah 0,94 0,96 0,99 1,01 Rendah 0,92 0,94 0,97 1,00 Sedang 0,89 0,92 0,95 0,98 Tinggi 0,82 0,86 0,90 0,95 Sangat tinggi 0,73 0,79 0,85 0,91 Sumber MKJI 1997

Hambatan samping merupakan dampak terhadap kinerja lalu lintas dari aktifitas samping segmen jalan, ditunjukan dengan faktor jumlah berbobot kejadian yaitu frekuensi kejadian sebenarnya dikalikan dengan faktor berbobot tersebut. Faktor bobot kejadian menurut Manual Kajian Jalan Indonesia (MKJI) 1997 adalah sebagai berikut :

1. Pejalan kaki (PED) (bobot = 0,5),

2. Kendaraan berhenti (PCV) (bobot = 1,0),

3. Kendaraan masuk/keluar sisi jalan (EEV) (bobot = 0,7), 4. Kendaraan lambat (SMV) (bobot = 0,4)

Hambatan samping dapat dinyatakan dalam tingkatan rendah, tingkatan sedang dan tingkatan tinggi, seperti pada Tabel 2.13 dibawah ini.

(29)

Tabel 2.13. Kelas Hambatan Samping untuk Jalan Perkotaan Kelas hambatan

samping (SFC) Kode

Jumlah berbobot kejadian per 200 meter

per jam (2 sisi) Kondisi khusus

Sangat rendah VL < 100 Daerah pemukiman : dengan jalan samping Rendah L 100 - 299 beberapa kendaraan umum Daerah pemukiman : Sedang M 300 - 499 Daerah industri : beberapa toko di sisi jalan Tinggi H 500 - 899 Daerah komersial : aktifitas sisi jalan Sangat tinggi VH > 900 Daerah komersial : aktifitas pada sisi jalan

Sumber: MKJI 1997

E.Faktor Penyesuaian Ukuran Kota (FCCS )

Faktor penyesuaian kapasitas untuk ukuran kota ditentukan berdasarkan ukuran kota (juta penduduk) dalam suatu daerah/kota. Nilai faktor penyesuaian kapasitas untuk ukuran kota menurut MKJI 1997 dapat dilihat pada Tabel 2.14 di bawah ini.

Tabel 2.14. Faktor Penyesuaian Kapasitas Untuk ukuran Kota

Ukuran Kota (Juta Penduduk) Faktor Penyesuaian untuk ukuran Kota FCcs <0,1 0,1-0,5 0,5-1,0 1,0-3,0 >3,0 0,86 0,90 0,94 1,00 1,04 Sumber MKJI 1997

(30)

II.10.5. Derajat Kejenuhan

Mernurut MKJI 1997, kejenuhan dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut ini :

Dimana :

DS = Derajat Kejenuhan (smp/jam) Q = Arus Lalu Lintas

C = Kapasitas Sesungguhnya (smp/jam)

II.10.6. Hubungan Kecepatan (V) dan Waktu Tempuh (TT)

Hubungan antara kecepatan (V) dan waktu tempuh (TT), dinyatakan dalam persamaan berikut ini

Keterangan :

V = Kecepatan rerata (km/jam) L = Panjang segmen (km)

TT = Waktu tempuh rata-rata LV panjang segmen jalan (jam)

II.10.7. Evaluasi Tingkat Pelayanan

Tingkat pelayanan suatu ruas jalan, diklasifikasikan berdasarkan volume (Q) perkapasitas (C) yang dapat ditampung ruas jalan itu sendiri.

Hubungan perbandingan volume dan kapasitas terhadap tingkat pelayanan dapat dilihat pada Tabel 2.15 berikut.

DS = Q/C

(31)

Tabel 2.15. Hubungan Volume/Kapasitas (Q/C) dan Kecepatan Dengan Tingkat Pelayananan

Gambar

Gambar 2.1. Hubungan Kecepatan, Arus, dan Kerapatan (MKJI 1997)  II.5  Tingkat pelayanan (LOS)
Tabel 2.1. Kriteria dari Pelayanan Jalan
Tabel 2.2. Karakteristik tingkat pelayanan lalu lintas menurut Clarkson H. Oglesby dan  R
Tabel 2.3. Nilai Normal Komposisi Lalu Lintas
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada pengguna aplikasi terlihat aktifitas login dan sistem akan memproses login tersebut jika berhasil maka pustakawan dapat request tambah jumlah buku dengan cara

Jika dari kami tidak ada yang mempunyai blackberry, maka kami bisa bekerjasama dengan para komunitas hijabers untuk ikut mempromosikan hanger jilbab anti debu dan

Pengaruh dari variasi temperatur sintering terhadap sifat mekanik compressive strength dari sampel semen gigi nano zinc oxide eugenol (reinforced alumina)

Pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang – Undang Desa yang bertujuan untuk mempercepat pembangunan wilayah pedesaan melalui alokasi keuangan Anggaran Pendapatan dan

agar masyarakat sekitar dapat meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusianya melalui program-program yang dikembangkan oleh RHI.. Akta notaris disahkan oleh Ny. Tujuan awal

Focused Group Discussion bagi Masyarakat dan Pegawai Pemerintah Kota Yogyakarta merupakan kegiatan yang format acaranya berupa diskusi terfokus mengenai satu atau beberapa

Alat pengumpulan data adalah kuesioner dan untuk mengetahui pengaruh risiko dilakukan dengan menghitung nilai OR pada 95% CI menggunakan Statcalc pada

Syukur Alhamdulillah tiada hingga penulis ucapkan teruntuk Allah SWT, Tuhan semesta alam atas semua nikmat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang