• Tidak ada hasil yang ditemukan

K NAIJA J RAAK GUA ADAHRETP K NAEEK RAAGA NAM K RAWALELE P MEAKA GNARES NG NUISATS ID A PEN NAD NAITILE P NAHITALE K YAW ISAVRESNO UGNACK T ,A NAM N LANOISA UBK NATALE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "K NAIJA J RAAK GUA ADAHRETP K NAEEK RAAGA NAM K RAWALELE P MEAKA GNARES NG NUISATS ID A PEN NAD NAITILE P NAHITALE K YAW ISAVRESNO UGNACK T ,A NAM N LANOISA UBK NATALE"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

s i s n e e n r o

b ,menghaslikankorelas inegait ,fs edangkanpadas pesie sRhinolopu s s

u t a il o fi r

t danKerivoulapapillosahaslinyaadalahkorelasiposiit .f :i

c n u k a t a

K Gua ,Kelelawa rpemakans erangga ,Kelelawa rpemakanbuah ,Harprtap , ,

(3)

KAJIAN JARAK GUA TERHADAP KEANEKARAGAMAN KELELAWAR PEMAKAN SERANGGA DI STASIUN PENELITIAN DAN PELATIHAN

KONSERVASI WAY CANGUK, TAMAN NASIONAL BUKIT BARISAN SELATAN

(Skripsi)

Oleh:

M. Syaiful Bahri 0617021047

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUMG

(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)

.

I PENDAHULUAN

.

A LatarBelakang

a e k i k il i m e m g n a y a r a g e n n a k a p u r e m a i s e n o d n

I nekaragamanhayat iyangs anga t

tingg,is ehingganegarai n idikenalsebaga inegaramegabiodiversti . as Indonesia

g n a y n a u a l u p e k a r a g e n h a l a d

a memiilk ibeberapapulaubesar , as lahs atunya

. a r e t a m u S h a l a d

a Sumateraadalahs alahs atupulaudiI ndonesiayang

. a n u a f n a d a r o lf a p u r e b i t a y a h n a m a g a r a k e n a e k n a p m i y n e

m D ipulaui nit erdapa t

a y n u t a s h a l a s ,l a n o i s a N n a m a T i a g a b e s n a k i d a ji d g n a y g n u d n il n a t u h a p a r e b e b

a n o i s a N n a m a T h a l a d

a lBuki tBa irsanSelatan( TNBBS .) TamanNasiona lBuki t

n a t a l e S n a s ir a

B merupakans tiu swa irsanduniayangdtietapkanolehUNESCO

m e m a n e r a

k iilk iitpehutanhujandataranr endahyangmasiht ersisad iSumatera .

n a t a l e S n a s ir a B t i k u B l a n o i s a N n a m a

T memiilk ilua s365.800hayang

0 5 1 g n a j n a p e s g n a t n e b m e

m kmdar iLampunghinggaBengkulu. Sebaga ihutan

, s i p o rt n a j u

h TamanNasiona lBuki tBa irsanSelatanmemiilk iperananpenitng

e s ,l a b o l g m il k i s a ti li b a t s a g a j n e m k u t n

u trakeseimbanganai rdant anah. Namun

a s a w a

k nTamanNasiona lBuki tBa irsanSelatanterancamkeberlangsungannya

n a k b a b e s i

(21)
(22)
(23)
(24)

n a u p m a m e

K ekolokas iyangdimiilk ikelelawa rpemakans eranggamenjadif akto r

. u t n e tr e t l a e r a i d r a w a l e l e k s e i s e p s u t a u s n a ri d a h k a d it e k n a d n a ri d a h e k u t n e n e

p

Beberapas pesie skelelawa rmemi ilki daerahj elajahyangcukupl uas ,mamun

a p a r e b e b k u t n

u spesie skelelawa rpemakans eranggaadayangmemiilk idaerah

g n a y h a j a l e

j lebihs empi tkarenamencar imakandan itngga ld itajukdasa rhutan.

r a w a l e l e k h a j a l e j a y a

D berhubungandengant empa titngga ldant pem a tmencar i

, n a k a

m selain tiuj ugaberhubungandenganf akto rmusimdanketersediaan

. n a k a p r e b m u

s

Surve idanpeneilitankelelawa ryangtelahdliakukand iStasiunPeneilitanWay

l e k n a h a p m il e m e k t a t a c n e m k u g n a

C elawa ryangcukup itnggi. Hali nis esua i

i k il i m e m g n a y k u g n a C y a W n a a d a e k n a g n e

d (kondis ialamyangcukups tabli )

g n a

y mendukungkelangsunganhidupkelelawar,s eperitt ersedianyaguaalam

k a p u r e m g n a

y anhabtia talam iyangbaikbag ikelelawa .r Peneilitani n idliakukan

u g a d a

p ayangmerupakanhabtia talam ibag ikelelawars ertapadaP tl Po eneliitan

Selatand U aan t ar yangdiindikasikans ebaga idaerahj elajahdantempa tmencar i

(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kelelawar

Kelelawar masuk ke dalam ordo Chiroptera yang berarti mempunyai “sayap tangan”, karena tungkai depannya termodifikasi sebagai sayap, sehingga

kelelawar memiliki kemampuan untuk terbang (DeBlase dan Martin, 1981).

Menurut Nowak dalam Prastianigrum (2008), kelelawar di dunia dibagi menjadi

18 famili yang terdiri dari 970 spesies. Sedangkan di Indonesia sendiri terdapat 9

famili yang terdiri 205 spesies, dan di Sumatera terdapat 72 spesies dari 9 famili,

serta terdapat 12 spesies di Sulawasi.

Kelelawar (Chiroptera) dibagi ke dalam dua subordo yaitu Megachiroptera dan

Microchiroptera. Megachiroptera umumnya adalah herbivora (pemakan buah,

daun, nektar dan serbuk sari) yang hanya memiliki satu famili, yaitu Pteropodidae

dengan 42 genus dan 166 spesies. Megachiroptera berukuran tubuh relatif besar

dengan berat badan 10 gram untuk ukuran kecil dan ukuran terbesar dapat

mencapai 1500 gram, memiliki telinga luar yang sederhana tanpa tragus, jari

kedua kaki depan bercakar dan mata berkembang relatif baik. Sedangkan

(26)

omnivora, karnivora, piscivora, frugivora, nektarivora atau sanguivora dan

memiliki distribusi yang lebih luas serta memiliki jumlah spesies yang melimpah

dibandingkan dengan Megachiroptera (Findley, 1993).

Kelelawar pemakan serangga yang paling kecil mempunyai bobot dua gram dan

paling besar 196 gram dengan lengan bawah sayap 22-115 cm. Kelelawar

pemakan serangga umumnya menggunakan ekolokasi sebagai alat pengendalian

gerakannya di tempat yang gelap dan menentukan posisi serangga mangsanya

(Nowak dan Paradiso, 1983).

1. Morfologi dan Anatomi

Gambar 1. Morfologi Kelelawar

Kelelawar memiliki morfologi yang unik yaitu morfologi yang disesuaikan

untuk terbang sehingga kelelawar berbeda dengan mamalia lainnya. Sayap

kelelawar terdiri dari membran sayap (potagium) yang membentang diantara

tulang-tulang telapak dan jari tengah atau anggota tubuh depan sampai

(27)

telapak dan jari tangan kelelawar mengalami pemanjangan luar biasa sehingga

berfungsi sebagai kerangka sayap. Sedangkan antara kaki belakang dan ekor

membentuk membran interfemoral (Prastianingrum, 2008).

Adaptasi untuk terbang juga terlihat pada bagian kaki. Kaki bawah

termodifikasi untuk mendukung potagiumsaat terbang dan menggantung.

Kebanyakan kelelawar memiliki sistem urat pada jari-jari kaki yang mampu

mencengkram, sehingga kelelawar dapat tetap menggantung selama tidur dan

bertengger (Simmons and Conway, 1997).

Kelelawar memiliki tulang yang kuat untuk menopang potogium dan

mengontrol pergerakan. Beberapa pembuluh darah dan saraf terdapat pada

membran sayap. Kelelawar juga memiliki lima otot unik yang terdapat pada

potagium dan menggunakan otot-otot tambahan pada dada untuk

menggerakkan sayap ke atas dan bawah. Kelelawar jenis ini memiliki

kemampuan untuk melakukan manuver saat terbang. Hal ini dikarenakan

sayapnya yang lebih kompleks jika dibandingkan dengan kelelawar dari jenis

Megachiroptera (Simmons and Conway, 1997).

Kelelawar Subordo Microchiroptera memiliki ukuran leher yang pendek dan

juga badan yang tidak terlalu besar. Lengan bawah berukuran 22 – 115 mm

dan berat tubuhnya sekitar 2 – 196 gram. Umumnya barat badan

terkonsentrasi pada bagian dada dan otot-otot terbang (Simmons and Conway,

(28)

Pada saat terbang kelelawar membutuhkan oksigen jauh lebih banyak

dibandingkan ketika tidak terbang (27 ml berbanding 7 ml oksigen/1 gram

bobot tubuh). Denyut jantung juga berdetak lebih kencang (822 kali

berbanding 522 kali/menit) untuk mendukung kebutuhan tersebut, jantung

kelelawar berukuran relatif lebih besar yaitu 0,9% atau 0,5% dari bobot tubuh.

Kebutuhan energi yang tinggi pada saat terbang mengharuskan kelelawar

makan dalam jumlah banyak (Yalden dan Morris, 1975). Menurut Gould

dalam Prastianingrum (2008). Myotis lucifugus yang ada di Amerika Serikat,

mampu memakan serangga yang setara dengan 500 individu serangga dalam

satu jam, bahkan kelelawar Pipistrellus subflavus mampu menangkap

serangga sebanyak seperempat bobot tubuhnya dalam waktu 30 menit.

2. Reproduksi

Pada umumnya pola reproduksi kelelawar sangat dipengaruhi oleh musim.

Beberapa spesies di daerah sedang dan banyak spesies di daerah tropis

melahirkan satu anak dalam setiap kelahiran. Masa gestasi 3-6 bulan dan

berat anak dapat mencapai 25-30% berat induknya (dibanding dengan

manusia yang hanya 5% berat induknya), kecuali Lasiurus borealis yang

dapat menghasilkan anak hingga lima ekor. Kelelawar dikenal memiliki

kemampuan membawa beban yang handal. Berbeda dengan mamalia lainnya

yang menyapih anakan bila telah mencapai 40 % ukuran dewasa, kelelawar

(29)

subordo Microchiroptera lainya adalah pada saat dilahirkan kaki anaknya akan

keluar lebih dahulu, sedangkan mamalia lainnya kepala keluar lebih dulu

(Nowak, 1994).

3. Habitat

Pada umumnya kelelawar aktif pada malam hari, hanya beberapa spesies yang

aktif pada siang hari seperti Kalong Enggano (Pteropus melanotus) di Pulau

Christmas (Tideman (1987) dalam Suyanto, 2001). Kelelawar memilki

tempat tinggal yang beragam, mulai dari gua, celah bambu, rerimbunan

dedaunan, gulungan daun (palem atau pisang), kolong atap-atap rumah,

terowongan-terowongan, di bawah jembatan, dan lubang-lubang batang pohon

baik yang mati maupun yang hidup. Kelelawar hidup dalam koloni yang

besar. Pada gua-gua di Texas misalnya, spesies Tadarida brasiliensis

membentuk koloni dengan anggota 20 juta individu, jenis Chaerephon yang

ditemukan di Kamboja dengan anggota koloni mencapai 1,5 – 2 juta individu.

Daerah jelajah pada kelelawar juga sangat bervariasi, mulai dari 3 km hingga

radius 60 km (Nowak, 1994).

Dalam upaya mencari makan dan tempat beristirahat, kelelawar dipengaruhi

oleh beberapa faktor, diantaranya tipe dan ketersediaan area, ukuran sayap,

ukuran koloni dan siklus reproduksi. Microchiroptera seringkali melakukan

aktifitasnya kurang dari beberapa kilometer antara posisi istirahat dan

(30)

Lokasi dekat air merupakan daerah penting dalam pemilihan area beristirahat

kelelawar. Beberapa kelelawar pemakan serangga mencari makan seringkali

terkonsentrasi tepat di perairan atau daerah pinggiran-pinggiran sungai.

Karena sumber air (sungai) menyediakan fasilitas minum bagi banyak spesies.

Kelelawar banyak mengunjungi perairan karena tersedianya nutrien seperti

kalsium dan sodium (Kunz and Lumsden, 2003).

Kelelawar memiliki musuh alami seperti ular sanca, ular hijau, elang, kucing

dan burung hantu. Namun ancaman terbesar bagi kelelawar adalah kehilangan

habitat tempat tinggal dan tempat mencari makan (Francis et al., 1999).

4. Ekolokasi

Kelelawar pemakan buah (Megachiroptera) menggunakan daya pengelihatan

untuk mengenali benda-benda di sekitarnya (kecuali Rousettus), sedangkan

kelelawar pemakan serangga (Microchiroptera) menggunakan daya

pendengaran (ekolokasi) untuk orientasi dan penangkapan mangsa. Ekolokasi

dilakukan dengan mengeluarkan suara dari mulut atau lubang hidung dengan

frekuensi getaran gelombang yang sangat tinggi (ultrasonic) rata-rata 50

kilohertz di luar ambang batas pendengaran manusia yang hanya sekitar 3 –

18 kilohertz. Jika gelombang suara mengenai suatu benda maka gelombang

tersebut akan dipantulkan kembali sebagai gelombang suara yang selanjutnya

diterima oleh telinga kelelawar (Gambar 1). Dengan cara ini maka jarak dan

(31)

Gambar 2. Ekolokasi kelelawar (Encarta, 2006).

Dari kurang lebih 900 spesies kelelawar yang ada di dunia ini, lebih dari

setengahnya menggunakan kemampuan ekolokasi untuk orientasi dan

menangkap mangsa (Jones and Rydel, 2003; Nowak, 1994). Gelombang atau

getaran ultrasonik tersebut tersusun dari bentukan morfologi yang unik,

ditambah dengan adaptasi fisiologi yang digunakan oleh kelelawar untuk “melihat” dengan suara (Nowak, 1994).

Kemampuan ekolokasi dihasilkan dari serangkaian suara yang bergelombang

rendah dan frekuensi yang tinggi disebarkan ke udara dengan kecepatan 340

(32)

Constant Frequency (CF) atau kombinasi keduanya (CF-FM;FM-CF-FM).

Ketika suara mengenai obyek akan menghasilkan gaung. Dari gaung tersebut

kelelawar akan mengetahui keberadaan, jarak, petunjuk dari kecepatan

gerakan, ukuran dan tekstur obyek yang terkena suara (Jones and Rydel,

2003).

Dengan informasi tersebut kelelawar dapat mengarahkan menjauhi rintangan,

mengenali lebih baik jejak hewan terbang dan lebih mudah menangkapnya.

Microchiroptera memiliki telinga luar yang baik dan memiliki lipatan-lipatan

khusus serta tragus dan antitragus yang berperan dalam penerimaan suara,

ciri-ciri yang tidak dimiliki oleh kelelawar subordo Megachiroptera (Nowak,

1994). Suara atau gelombang tersebut dapat dihasilkan dari mulut seperti

pada genus Kerivoula dan berasal dari hidung pada kelelawar dari genus

Hipposideros (Kingston pers comm, 2007).

5. Taksonomi dan Distribusi

Klasifikasi kelelawar pemakan serangga menurut Corbet and Hill (1992)

Phylum : Chordata

Subphyllum : Vertebrata

Classia : Mammalia

Ordo : Chiroptera

(33)

Microchiroptera terdiri atas 16 famili, 135 genus dan 759 spesies. Dari 16

famili, 8 di antaranya hanya tersebar di belahan dunia lama (old world), 6 di

belahan dunia baru (new world) dan 3 famili tersebar di keduanya.

Microchiroptera dibagi menjadi empat superfamili yaitu Emballonuroidea,

Rhinolophoidea, Phyllostomoidea dan vespertilionoidea. Kebanyakan famili

tersebar di daerah tropis, Namur empat famili (Molossidae, Mystracinidae,

Rhinolophidae dan Vespertilionidae) dapat bertahan pada suhu dingin.

Sehingga famili ini dapat tersebar hinga ke daerah sedang. Emballonuridae

dan Mollosidae terdapat di kedua belahan dunia tersebut meskipun terbatas

oleh ketinggian tertentu (Nowak, 1994).

B. Gua

Gua merupakan salah satu fenomena alam yang sangat khas, yang dapat

didefinisikan sebagai suatu lubang bawah tanah yang dapat dimasuki oleh

manusia.

Berdasarkan ada tidaknya cahaya, ruangan di dalam gua dapat dibedakan dalam

beberapa zona (wilayah), yaitu:

1. Zona mulut atau zona terang (entrance zone) adalah zona yang terdapat

cahaya matahari langsung dan iklim gua sangat terpengaruh oleh faktor luar

(34)

2. Zona senja atau zona remang-remang (Twilight zone) adalah zona dengan

cahaya matahari tidak langsung, berupa pantulan cahaya dari zona mulut.

Iklim sedikit terpengaruh oleh kondisi luar gua.

3. Zona gelap total (dark zone) adalah zona dimana tidak ada cahaya sama sekali.

Berdasarkam pada tingkat adaptasi organism, Menurut Moore & Sullivan (`1964)

ada 3 kelompok biota gua, yaitu :

1. Trogloxene, kelompok biota ini tidak pernah melengkapi siklus hidupnya di

dalam gua, biasanya mereka tinggal di gua untuk mencari tempat

perlindungan dan tempat istirahat. Contoh : Beruang, ular, kelelawar.

2. Troglophile, biota dalam kelompok ini biasanya hidup di zona gelap,

walaupun dapat juga hidup di luar gua apabila lingkungan tidak jauh berbeda.

Adaptasi yang telah dilakukan menyebabkan mereka dapat menyelesaikan

siklus hidupnya di dalam gua. Contoh : Jangkrik gua, Amblypigi, Milipedes.

3. Troglobion, Kelompok ini adalah hewan yang hidup seara permanen di dalam

gua dan hanya ditemui di dalam gua. Seluruh rangkaian siklus hidupnya

diselesaikan di dalam gua. Contoh : ikan Amblyopsis spelaea dari salah satu

gua di Kentucky, salamander Typhomolge rathbuni yang dijumpai di salah

satu gua di Texas.

C. Perangakap Harpa (Harp-Trap)

Pada tahun 1958 Constantine pertama kali memperkenalkan perangkap untuk

(35)

Perangkap yang dirancang berupa satu kerangka (frame) besar dengan satu teralis

(bank), masing-masing individu akan terjebak pada benang pancing yang berjarak

2,5 cm antara satu kawat dengan kawat lain yang berjajar membentuk teralis.

Prinsip kerja perangkap tersebut adalah rangkaian benang pancing yang berjajar

tersebut tidak dapat terdeteksi oleh ekolokasi kelelawar. Sebuah tas besar

terdapat di bagian bawah perangkap untuk menampung kelelawar yang terjebak.

Meskipun teralis-tunggal (single-bank) terbukti sangat baik untuk menangkap

Tadarida, akan tetapi sangat tidak efektif untuk menangkap kelelawar lain seperti

dari genus Myotis (Kunz and Kurta, 1988). Disain ini diadaptasi kembali oleh

Francis (1989) dengan menggunakan 4 teralis dan banyak digunakan, karena

efektif digunakan seperti mudah dibawa, mudah dalam memproses kelelawar

yang tertangkap dan sangat efisien.

Ketegangan dan jarak benang pancing merupakan dua hal yang mampu

mempengaruhi suksesnya penangkapan kelelawar dengan menggunakan

perangkap harpa. Pada prinsipnya, ketegangan benang harus sesuai dengan

kecepatan terbang dari kelelawar. Penggunaan perangkap harpa dengan multi

teralis (empat teralis) terlihat lebih efektif dalam menangkap Microchiroptera dan

Megachiroptera kecil (10 – 80 gr) serta lebih efektif dibandingkan dengan

menggunakan mist-net (jaring kabut) dan perangkap harpa dengan dua teralis.

Perangkap harpa jauh lebih baik bekerja pada kondisi hujan gerimis dibandingkan

(36)

D. Stasiun Penelitian dan Pelatihan Konservasi Way Canguk

1.Topografi

Stasiun Penelitian dan Konservasi Way Canguk dibangun pada bulan Maret

1997. Pembangunan melibatkan sekitar 30 penduduk dari berbagai kampung di

sekitar Way Canguk, seperti Sedayu, Sukaraja (Teluk Semangka), Pemerihan,

hingga Sumberejo (Bengkunat) untuk membantu berbagai aspek pembangunan.

Pusat penelitian ini terdiri dari 6 bangunan, satu bangunan utama yang

digunakan sebagai kantor, satu bagunan asrama, satu bangunan ruang makan

serta dapur, dan tiga bangunan rumah dengan teras terbuka dan salah satunya

dilengkapi dengan kamar mandi di dalamnya. Fasilitas tambahan yang ada

yaitu tenaga listrik yang disuplai oleh generator berkekuatan 2000 watt dan

panel surya untuk keperluan penerangan serta satu unit pompa air listrik untuk

memompa air dari sumur dengan kedalaman 12 m ke setiap kamar mandi dan

ledeng (WCS-IP, 1997).

Areal penelitian Way Canguk terbagi menjadi 200 ha areal di bagian Barat

Laut (Plot Penelitian Selatan) dan kurang lebih 600 ha di sebelah Tenggara

Way Canguk (Plot Penelitian Selatan). Merupakan plot penelitian permanen

yang memiliki sistem jalur yang dibuat 200 m per jalur. Selain itu dibuat juga

100 plot vegetasi untuk memantau pertumbuhan pohon, kematian, dan pola

pembuahan. Pada Plot Penelitian Selatan terdapat dua buah Gua yaitu Gua

(37)

Setelah terjadi kebakaran pada tahun 1997, di areal penelitian juga dibuat 30

plot tambahan di areal kebakaran tersebut dengan tujuan untuk memantau

pertumbuhan semai, pancang, dan pohon berikut dengan proses kematiannya.

Di dalam areal penelitian juga terdapat jalan setapak yang menghubungkan

desa enklave Way Haru dengan desa Way Heni (WCS-IP, 2001).

Tujuan dari pembangunan pusat penelitian Way Canguk adalah sebagai tempat

penelitian-penelitian lapangan jangka panjang dan sebagai tempat pelatihan.

2. Sejarah Terbentuknya Instansi

Wildlife Conservation Society (WCS) didirikan pada tahun 1895 sebagai New

York Zoological Society, bekerja untuk menyelamatkan hidupan liar di seluruh

dunia. Lembaga ini memiliki staf lapangan terbesar dari seluruh organisasi

konservasi internasional yang berbasis di Amerika Serikat. Lebih dari 250

proyek lapangan telah dilakukan di lebih dari 50 negara di seluruh Amerika

Latin, Afrika, dan Asia termasuk Indonesia.

Di Indonesia, Wildlife Conservation Society-Indonesia Program (WCS-IP)

bertujuan untuk memajukan konservasi dan pengelolaan keanekaragaman

hayati Indonesia yang kaya secara cepat melalui penelitian mendalam dan

berdasarkan sains, serta pelatihan-pelatihan ahli-ahli konservasi muda

Indonesia. Selama bertahun-tahun WCS-IP telah mempelajari peranan luas

kawasan lindung, pola gangguan, perburuan, dan kualitas hutan terhadap

(38)

WCS-IP telah melakukan penelitian-penelitian di Sulawesi (1991-sekarang),

Sumba (1995-sekarang), Seram (1998-2000), Kalimantan (1997-sekarang), dan

Sumatera (1995-sekarang). Pada saat ini fokus terkuat WCS-IP terdapat di

dalam dan di sekeliling Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) di

Propinsi Lampung (WCS-IP, 2001).

3.Struktur Organisasi

Secara internal, struktur organisasi di Stasiun Penelitian Way Canguk dipimpin

oleh seorang manajer yang bertugas mengawasi langsung seluruh kegiatan

yang dilakukan di stasiun penelitian tersebut. Manajer juga bertugas mengolah

data hasil kegiatan maupun penelitian yang harus dilaporkan ke kantor pusat

WCS-IP yang berkedudukan di Bogor, serta membangun kerjasama dengan

pihak-pihak terkait dalam pembangunan dan pengelolaan stasiun penelitian.

Dalam menjalankan tugasnya, manajer dibantu oleh seorang asisten manajer

yang akan bertugas membuat laporan keuangan dan administrasi. Asisten

manajer juga mengawasi semua kegiatan jika manajer tidak berada di tempat.

Pengambilan data-data penelitian di lapangan dan kegiatan lain di areal

penelitian dilakukan oleh staf ahli Biologi dan dibantu oleh asisten lapangan.

Mereka juga membantu dalam pengelolaan stasiun, patroli serta melakukan

pemantauan areal penelitian. Dalam penyediaan logistik di lapangan dilakukan

oleh staf rumah tangga yang juga membantu pengelolaan dan perawatan stasiun

(39)

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu Dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret – Mei 2011 di Stasiun Penelitian

dan Pelatihan Konservasi Way Canguk, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan

(TNBBS), Lampung (Gambar 2). Di bawah program penelitian mahasiswa S3,

Joe Chun Chia Huang dari Texas Tech University dan bekerja sama dengan

WCS-IP (Wildlife Conservation Society-Indonesia Program). Penelitian ini

dilakukan pada Gua Gimbar I dan Gimbar II, Plot Penelitian Selatan dan Plot

(40)
(41)

B. Alat dan Bahan

Pengambilan data kelelawar dilakukan dengan dua metode yaitu metode

perangkap harpa (harp trap) dan metode jaring tangan (handnet). Setelah

kelelawar tertangkap akan dilakukan pengukuran organ tubuh dan identifikasi

jenisnya. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Peralatan dalam proses penangkapan

Perangkap harpa (harp trap) dan Jaring tangan (handnet) yang digunakan

sebagai alat untuk menangkap kelelawar. Lampu kepala (head lamp)

digunakan sebagai alat penerangan dalam proses penangkapan kelelawar.

Kantong kelelawar (blancu) untuk menyimpan kelelawar sebelum di

identifikasi.

2. Peralatan Identifikasi

Buku identifikasi digunakan untuk mengidentifikasi jenis kelelawar, antara

lain Bats of the world; Mamalia di Kalimantan, Sabah, Sarawak dan Brunai

Darussalam; Bat of Ktau Wildlife Reserva. Kaliper (jangka sorong)

digunakan untuk mengukur tubuh kelelawar. Timbangan gantung (pesola)

digunakan untuk mengukur berat kelelawar, timbangan gantung yang

digunakan adalah 30 gram dan 100 gram. Stocking (kaos kaki tipis)

digunakan untuk meminimalkan pergerakan kelelawar, agar mudah pada saat

ditimbang. Penanda bagi kelelawar yang digunakan adalah wings band dan

(42)

sedangkan wing punch yaitu memberi lubang pada sayap kelelawar. Lembar

data digunakan untuk mencatat pada saat identifikasi.

3. Peralatan Penandaan dan Dokumentasi

Spidol digunakan untuk menulis no titik perangkap. Pita berwarna orange

yang telah ditulis nomor trap digunakan untuk penandaan titik pemasangan

perangkap. GPS (Global Positioning System) digunakan untuk menandai titik

koordinat pemasangan perangkap. Kamera digital digunakan untuk

pengambilan gambar.

C. Cara Kerja

Dalam penelitian ini terdapat dua kajian utama, yaitu pengambilan data kelelawar

di dalam Gua Gimgar I dan Gimbar II dan pengambilan data kelelawar di Plot

Penelitian Selatan dan Plot Penelitian Utara. Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah pengamatan langsung melalui penangkapan dengan

menggunakan perangkap harpa (Harptrap) pada Plot Penelitian Selatan dan Utara

serta menggunakan jaring tangan (handnet) pada Gua Gimgar I dan Gimbar II.

Jarak Gua Gimbar I dan Gua Gimbar II dengan Plot Penelitian Selatan ±

(43)

Tabel 1. Jarak gua ke tempat pemasangan perangkap harpa.

Trap Point

Plot Penelitian selatan (meter)

Plot Penelitian Utara (meter)

01 02 03

1 1955 3013

2 1850 3207

3 1767 3201

4 1880 3285

5 1577 3387

6 1500 3500

7 1409 3600

8 1309 3691

9 1216 3774

10 1144 3883

11 1072 3988

12 978 4069

13 1068 4180

14 1159 4289

15 1258 4378

16 1333 4456

17 1430 4557

18 1549 4515

19 1629 4409

20 1715 4330

21 1827 4246

22 1911 4122

23 1893 4038

24 1801 3946

25 1695 3853

26 1605 3734

27 1524 3629

28 1424 3550

29 1324 3431

30 1215 3347

31 1134 3247

32 1034 3164

33 932 3050

34 930 2962

(44)

01 02 03

36 1127 3019

37 1222 3107

38 1321 3213

39 1429 3311

40 1522 3413

41 1617 3497

42 1710 3599

43 1816 3705

44 1911 3807

45 1933 3904

46 1830 4007

47 1730 4100

48 1638 4203

49 1544 4299

50 1440 4394

51 1350 4496

52 1255 4472

53 1163 4379

54 1064 4288

55 959 4182

56 1025 4066

57 1138 3995

58 1246 3892

59 1335 3777

60 1400 3673

61 1511 3589

62 1601 3487

63 1691 3393

64 1795 3285

65 1897 3174

66 1979 3072

67 1962 2991

68 1911 2885

69 1902 2891

70 1900 2936

71 1942 2989

72 1737 3172

(45)

01 02 03

74 1710 3083

75 1700 3297

76 1755 3332

77 1556 3370

78 1522 3540

79 1529 3509

80 1541 3492

81 1578 3684

82 1360 3721

83 1348 3745

84 1312 3948

85 1332 3924

86 1366 3893

87 1205 4084

88 1145 4119

89 1097 4158

90 1127 4361

91 1672 4336

92 1018 4294

93 959 4490

94 925 4513

95 935 4551

96 982

Data jarak di ambil dengan menggunakan GPS (Global Positioning system) dan di

analisis dengan menggunakan program ArcView GIS 3.2.

1. Pengambilan Sampel Kelelawar di Gua

Pengambilan sampel kelelawar di gua dilakukan sebanyak 6 kali upaya

penangkapan, yaitu pada Gua Gimbar I dan Gua Gimbar II yang letaknya

(46)

longsor akhirnya terpisah menjadi 2. Pengambilan sampel ini dilakukan

secara langsung, yaitu dengan menggunakan alat jaring tangan (handnet).

Setelah kelelawar tertangkap, kelelawar akan dilakukan pengukuran organ,

identifikasi spesies dan penandaan. Selanjutnya kelelawar akan dilepaskan

kembali pada titik penangkapan.

Gambar 3. A. Pintu Masuk Gua Gimbar I. B. Pintu Masuk Gua Gimbar II A

(47)

2. Pengambilan Sampel Kelelawar di Plot Penelitian Selatan dan Utara

Pengambilan sampel kelelawar di Plot Penelitian Selatan dan Utara dilakukan

secara langsung, yaitu menggunakan alat perangkap harpa (harptrap).

Pemasangan perangkap harpa pada plot penelitian selatan sebanyak 96 titik

sedangkan pada plot penelitian utara sebanyak 95 titik dengan jarak antar

perangkap adalah 100 m (Gambar 2).

a. Konstruksi Perangkap Harpa (Harp-Trap)

Perangkap harpa sekilas bentuknya menyerupai alat musik harpa.

Perangkap harpa ini terdiri atas 3 komponen utama, empat buah teralis

yang terdiri dari benang-benang yang tersusun secara vertikal, kerangka

berbentuk empat persegi panjang dan tas perangkap (Gambar 4).

Masing-masing 4 teralis terdiri atas dua buah tongkat aluminium yang

susun horizontal satu di atas dan satu di bawah. Kedua tongkat

aluminium tersebut kemudian dihubungkan dengan benang-benang yang

tersusun vertikal yang terbuat dari tali pancing (monofilament-fishing

lines). Tongkat aluminium dibuat berlubang-lubang untuk tempat

mengikatkan benang. Jarak benang adalah 2.5 cm. Jumlah lubang pada

(48)

Gambar 4. Perangkap Harpa

Lubang dibuat seukuran dengan diameter tongkat aluminium sehingga

teralis tidak mudah terlepas. Kerangka ini didukung oleh dua buah kaki

masing-masing pada kiri dan kanan. Kaki berupa besi tubular juga dapat

disetel tinggi dan rendahnya, mengikuti struktur tanah pada saat

penempatan perangkap.

Disamping 4 teralis dan kerangka, tas perangkap juga merupakan bagian

penting dari perangkap harpa. Tas perangkap ini diletakkan di dasar

perangkap dan berfungsi untuk menampung kelelawar saat tertangkap.

Tas perangkap terbuat dari kain berbahan sedikit keras yang dilapisi

plastik pada sisi bagian dalamnya. Penggunaan plastik untuk melapisi

sisi dalam berfungsi untuk mencegah kelelawar merayap keluar tas

perangkap. Plastik dalam tas pada bagian dalamnya dibiarkan tidak

terjahit agar pada tas perangkap terbentuk semacam ruangan yang dapat

(49)

b. Penempatan Perangkap Harpa

Perangkap harpa diletakkan melintang pada jalur dan jarak antar

perangkap sejauh 100 m. Posisi perangkap ditandai menggunakan

sebuah bendera berwarna putih yang telah diberi nomor. Pemilihan

posisi perangkap harpa disesuaikan pada tutupan tajuk dan dasar hutan.

Lokasi yang terlalu terbuka merupakan posisi yang tidak efektif untuk

menempatkan perangkap harpa. Hal ini dikarenakan kelelawar pemakan

serangga memiliki kemampuan manuver terbang yang baik dan

kemampuan ekolokasi yang mampu mendetekasi keberadaan perangkap

di hadapannya. Salah satu upaya untuk meminimalkan lokasi yang

terbuka adalah dengan memblokade perangkap menggunakan

ranting-ranting pohon. Blokade ini berfungsi untuk mendukung tutupan tajuk

terutama pada bagian atas dan bukaan tumbuhan bentuk dasar hutan

(understory) pada sisi kanan dan kiri perangkap harpa.

(50)

c. Waktu Penangkapan dan Pelepasan

Pemasangan perangkap dilakukan sebelum senja dan dibiarkan terbuka

sepanjang malam. Proses pengecekan perangkap dilakukan dua kali,

pada malam hari pukul 19.00 WIB dan pukul 07.00 WIB keesokan

harinya. Waktu pemasangan perangkap harpa terhitung selama 12 jam.

Jika terjadi hal-hal sebagai berikut:

1. Hujan, tetesan air hujan pada benang-benang tralis akan membuat

kelelawar mudah mendeteksi keberadaan perangkap karena

kemampuan ekolokasinya yang cukup baik. Selain itu tetesan air

hujan yang deras dapat menyebabkan genangan pada kantong

perangkap yang menyebabkan kelelawar basah dan dapat

menyebabkan kematian.

2. Keberadaan sebut di dalam kantong perangkap ataupun di luar kantong

perangkap dalam jumlah besar dapat melukai dan membunuh

kelelawar yang terperangkap.

3. Gangguan predator lain seperti ulat, elang kelelawar, kucing, burung

hantu.

maka harptrap harus ditutup sebelum 12 jam (pengecekan yang

dilakukan pada pagi hari), sehingga dihitung pemasangan harp trap

(51)

Kelelawar yang terjebak perangkap diambil dan ditempatkan di dalam

kantung kelelawar. Kantung kelelawar dibuat dari kain katun yang

mudah menyerap udara. Satu kantung ditempatkan untuk satu individu

kelelawar. Namun jika spesies yang tertangkap dalam jumlah koloni

yang besar, maka satu kantung dapat diisi maksimal dua individu dari

spesies yang sama. Kelelawar yang telah dipindahkan ke kantung

kelelawar dari perangkap harus segera diproses dan diidentifikasi untuk

mencegah kelelawar stres dan kehilangan energi karena kelaparan dan

dehidrasi. Saat dibawa ke camp, kantung kelelawar harus dipastikan

dalam posisi menggantung. Pelepasan harus dilaksanakan maksimal 12

jam setelah dibawa ke laboratorium.

Kantung kelelawar diberi nomor sesuai dengan nomor posisi perangkap.

Hal ini dilakukan untuk memudahkan pelepasan kelelawar di lokasi

dimana mereka tertangkap. Karena beberapa spesies kelelawar pemakan

serangga memiliki daerah jelajah yang sempit dan mungkin akan tersesat

jika dilepaskan di area yang baru atau jauh dari lokasi penangkapan

(52)

d. Teknik Identifikasi

Cara memegang kelelawar yang umum digunakan untuk mempermudah

proses identifikasi ada dua metode.

1. Metode Mengapit (Pinch Grip)

Metode ini dilakukan dengan menggunakan ibu jari dan jari tengah

mengapit sayap kelelawar. Metode ini digunakan untuk

mengidentifikasi wajah kelelawar dari samping, jenis kelamin,

memasukan dan mengeluarkan kelelawar dari kantong.

1. Metode Menggenggam

Metode ini dilakukan dengan meletakan kelelawar pada telapak

tangan dan mengenggam bagian perut dari kelelawar. Metode ini

digunakan untuk mengidentifikasi muka kelelawar dan untuk

mengukur panjang lengan (Forearm).

Kelelawar diidentifikasi berdasarkan ciri-ciri morfologi mengikuti Payne

and Francis, Kingston et al (2006), Corbet and Hill (1992) mengikuti

Simmon (2005). Selain melihat ciri-ciri morfologi, identifikasi juga

dilakukan melalui pengukuran beberapa anggota tubuh.

Pengukuran penting dalam mengikuti determinasi guna mendapatkan

nama spesies. Pengukuran yang dilakukan meliputi panjang lengan,

(53)

1.Panjang lengan bawah

Diukur dengan menggunakan kaliper dari sisi luar siku sampai sisi luar

pergelangan tangan pada sayap yang melengkung.

2. Paha

Diukur dari pergelangan kaki hingga lutut.

3. Telinga

Diukur dari bagian yang terbuka (pangkal telinga) hingga ujung

telinga.

4.Ekor

Diukur dari pangkal ekor sampai ujung ekor tidak termasuk rambut

yang memanjang melebihi ekor.

5.Berat badan

Berat keseluruhan kelelawar dan stocking dikurang berat stocking.

e. Penandaan (Marking)

Penandaan/marking yang digunakan adalah wings band dan wing punch.

Wing band yaitu penandaan dengan menggunakan ring/cincin aluminium

yang ada nomor serinya. Penggunaan wing band sangat terbatas karena

harganya yang cukup mahal, sehingga hanya spesies yang jarang

tertangkap yang ditandai dengan wing band. Wing punch yaitu penandaan

dengan cara melubangi sayap kelelawar dengan menggunakan alat

pelubang khusus (punch). Pada jantan penandaan dilakukan pada sayap

(54)

D. Analisis Data

1. Keanekaragaman Spesies

Indek keanekaragaman yang dingunakan adalah keanekaragaman

Shannon-Wiener H’. Keanekaragaman spesies yang di ukur yaitu pada pada plot penelitian

selatan dan plot penelitian utara.

Keanekaragaman Shannon-Wiener (Krebs, 1989; Magurran, 1988) H’ = -∑pi ln pi

pi = Ni/N total

Dimana : H’ = Nilai keanekaragaman Shannon-Wiener

Ni = Jumlah total spesies i

N total = Jumlah total individu

Tabel 2. Nilai tolak ukur indek keanekaragaman

Nilai tolak ukur Keterangan H’<1,0

1,0<H’<3.0

H’>3

Keanekaragaman rendah, miskin, produktivitas sangat rendah sebagai indikasi adanya tekanan yang berat dan ekosistem tidak stabil

Keanekaragaman sedang, produktivitas cukup, kondisi ekosistem cukup seimbang

Keanekaragaman tinggi, produktivitas tinggi, stabilitas ekosistem baik, tahan terhadap tekanan ekologis.

2. Pengaruh Jarak Gua Terhadap Kemelimpahan Spesies

Untuk mengetahui pengaruh jarak gua terhadap kemelimpahan spesies

analisia data yang digunakan adalah Simpel Correlate yang terdapat pada

(55)

Penerima Taubat.

Allah tidak pernah dan tidak akan pernah berlaku dzalim

, Allah juga bukan pendendam.

Allah senang kepada hamba-hambaNya yang tidak

pernah putus asa untuk memperoleh rahmat dan

hidayahNya.

Allah senang kepada mereka yang senantiasa punya

harapan untuk hidup yang lebih baik dimasa yang akan

(56)

A N A C A W N A S

i j u p a l a g e

S hanyamiilkAllahSWT ,atasr ahma tdankaruniayangt elah

n a k h a p m il i

d -Nya s ehinggapenuil sdapa tmenyelesaikanl aporankejraprakitk ii n

n a g n e

d judu l“KaijanJarakGuaTerhadapKeanekaragamanKelelawarPemakan

is a t S i d a g g n a r e

S unPeneilitandanpelaithanKonservas iWayCanguk ,Taman

n a t a l e S n a s i r a B t i k u B l a n o is a

N ”.

a y n n a k i a s e l e s r e t n a g n e

D sk irps iin ipenuilsi nginmengucapkant eirmakasihyang

r a s e b e

s -besarnyakepada:

.

1 IbuDra .EllyL .Rusitait,s elakupembimbingI ata sbimbingan ,masukan ,

.i s p ir k s n a k i a s e l e y n e m k u t n u n a k ir e b i d h a l e t g n a y n a it a h r e p n a d k it ir

k

.

2 BapakMeyne rNusalawoS.P.s elakupembimbingI Iata sbimbingan ,

n a i a s e l e y n e p a m a l e s n a k r e b i d h a l e t g n a y i s a v it o m n a d k it ir k , n a r a

s sk irps.i

.

3 BapakDr sM .Kaned iM.Sis elakupembaha sata smasukan ,k iritkdan

n a i a s e l e y n e p a m a l e s n a k ir e b i d h a l e t g n a y n a it a h r e

p sk irpsi

.

4 IbuDraNuningNurcahyani ,M.Sc s elakuKetuaJ urusanBiolog iFMIPA

a li n U

.

5 BapakPro fSuharsoPh.DDekanFMIPAUnlia.

.

(57)

.

8 KepalaBala iBesarTamanNasiona lBuki tBa irsanSelatan( TNBBS)

a tr e s e

b s taf

.

9 Ba tBo s Ty eam :Endru ,Koko ,Miswandit e irmakasihbua tbrantem ,

l a s a

m ah ,ketawa ,marah ,danmemancingnya.

. 0

1 KeluargabesarJ anijyanto,t eirmakasihs elamakebersamaans elamakejra

k e t k a r

p dans k irpsi

. 1

1 Kanjengr atuMbaHest iPrasitaningrumS.S ibuats ukaduka ,kebersamaan

k a m a tr e p k u t n u r a w a l e l e k n a k l a n e g n e m a y n n a g n i b m i b n a

d al ipadad ri iku

. 2

1 Keluargabesa rWayCanguk :Ma sRahman ,MasJ ayus ,Ma sWaryono ,

,i m r a M a b

M MbaHarn,idanl ainnyayang itdakdapa tdisebutkans emua

, a tr e

s PakBonikanuntukmenginapdanmakanannya

. 3

1 KakJ an iMaster ,S.S iata sbantuannyadalampembuatanpetapeneilitan.

. 4

1 Seseorangyangt elahmember iperhaitan ,moitvasi ,kasihs ayangdan

” it r a i n u Y i k s i R “ n a u t n a

b s elamapenyelesaians k irps.i

. 5

1 Sta fWCS-IPkotaAgungata sbantuandankejrasamanya.

. 6

1 Keluargabesa rDosendanStafj urusanbiolog iFMIPAunlia.

. 7

1 Keluargabesa rBiolog i06( O irgino fSpecies) ,Srtatas atudanDiploma

. a y n n a a m a s r e b e k s a t a n a ri a r e P a y a d r e b m u S a g it

. 8

1 Tigerst eam :MbaDoradankakTyobua tt awa ,kejras amadan

a y n n a g n i b m i b

. 9

1 Kakak-kakak itngka t2004( MbNlia ,MbWisma) ,2005( KakYu irs ,Uki ,

p e s

(58)

. 0

2 TimFutsa lBiologi( nando ,Miswandi ,Endru ,Ardi ,Haifd ,aland ll.)

. 1

2 KeluargabapakSatrodanSaimand iSukaRaja ,keluargabapakSamsun

. a t a d l i b m a g n e m a m a l e s n a u t n a b s a t a u a n a R u a n a D r a j n a B a k u S

. 2

2 Dans emuapihakyangt elahmembantupenuil sdalampenyelesaian

.i n i k it k a r p a jr e k n a r o p a

l

a d a p e k n a k h a r u c i d h a l e t g n a y n a k i a b e k a l a g e s ir e b m e m T W S h a ll A a g o m e S

penuilss elamamenyelesaikans k irps.i Semogas k irpsii n idapa tbermanfaa t

. a u m e s i g a b

, g n u p m a L r a d n a

B 12J anuar i2012

ir h a B l u fi a y S . M

(59)

57 V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari penelitian tentang kajian jarak gua terhadap keanekaragaman kelelawar

pemakan serangga yang dilaksanakan di Stasiun Penelitian dan Pelatihan

Konservasi Way Canguk, selama Bulan Maret-Mei dapat diambil kesimpulan.

1. Keanekaragaman kelelawar pemakan serangga di Plot Penelitian Utara

lebih tinggi daripada Plot Penelitian Selatan.

2. Kelelawar yang memiliki roosting area di gua semakin menjauh dari gua

kemelimpahannya semakin menurun, sedangkan pada kelelawar yang

memiliki roosting di hutan semakin menjauh dari gua kemelimpahannya

semakin meningkat.

B. Saran

Perlu dilakukan penelitian secara berkelanjutan agar dapat mengetahui jenis

kelelawar apa saja yang terdapat di Way Canguk, karena masih banyak jenis

(60)

Gambar

Gambar 1. Morfologi Kelelawar
Gambar 2. Ekolokasi kelelawar (Encarta, 2006).
Gambar 2 . Peta Lokasi Penelitian
Gambar 3.  A. Pintu Masuk Gua Gimbar I. B. Pintu Masuk Gua Gimbar II
+4

Referensi

Dokumen terkait

4 Siswa dapat menjelaskan tentang upaya yang dapat dilakukan untuk menjaga sistem Siswa dapat menjelaskan tentang upaya yang dapat dilakukan untuk menjaga

83 INDONESIA 1050102 PRIMARY 1 AL-IRSYAD SATYA ISLAMIC SCHOOL TAJ BARIQ KEANDRE BRONZE AWARD.. SAPEN YOGYAKARTA MUHAMMAD

Pengabdian Kepada Masyarakat yang dilakukan yaitu menjelaskan dan melatih tetang koperasi syariah dan bagaimana mendirikan organisasi sebagai sarana untuk

KESATU : Membentuk Tim Unit Percepatan dan Pengendalian Pelaksanaan Program Subsidi Beras bagi Masyarakat Berpendapatan Rendah Tahun 2013, dengan susunan

Seorang wanita, usia 50 tahun, datang ke puskesmas dengan keluhan kaki tidak dapat berjalan sejak 3 minggu yang lalu. Riwayat sebelumnya pasien sering keputihan berbau

Banyak klinik-klinik kecil yang masih menggunakan metode tradisional yaitu dengan perebusan, tetapi metode tersebut akan sulit dilakukan jika paramedis pergi keluar klinik

Hadis di atas menjelaskan, jika salah satu anggota tubuhnya sakit, maka seluruh tubuh akan merasakan sakit. Hal ini dikarenakan bagian badan yang sakit tadi mempunyai

Hasil surfaktan metil ester dan gliserol dari minyak/lemak limbah industri krimer dipengaruhi oleh suhu pemanasan, konsentrasi katalis, sedangkan lama pemanasan tidak