s i s n e e n r o
b ,menghaslikankorelas inegait ,fs edangkanpadas pesie sRhinolopu s s
u t a il o fi r
t danKerivoulapapillosahaslinyaadalahkorelasiposiit .f :i
c n u k a t a
K Gua ,Kelelawa rpemakans erangga ,Kelelawa rpemakanbuah ,Harprtap , ,
KAJIAN JARAK GUA TERHADAP KEANEKARAGAMAN KELELAWAR PEMAKAN SERANGGA DI STASIUN PENELITIAN DAN PELATIHAN
KONSERVASI WAY CANGUK, TAMAN NASIONAL BUKIT BARISAN SELATAN
(Skripsi)
Oleh:
M. Syaiful Bahri 0617021047
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUMG
.
I PENDAHULUAN
.
A LatarBelakang
a e k i k il i m e m g n a y a r a g e n n a k a p u r e m a i s e n o d n
I nekaragamanhayat iyangs anga t
tingg,is ehingganegarai n idikenalsebaga inegaramegabiodiversti . as Indonesia
g n a y n a u a l u p e k a r a g e n h a l a d
a memiilk ibeberapapulaubesar , as lahs atunya
. a r e t a m u S h a l a d
a Sumateraadalahs alahs atupulaudiI ndonesiayang
. a n u a f n a d a r o lf a p u r e b i t a y a h n a m a g a r a k e n a e k n a p m i y n e
m D ipulaui nit erdapa t
a y n u t a s h a l a s ,l a n o i s a N n a m a T i a g a b e s n a k i d a ji d g n a y g n u d n il n a t u h a p a r e b e b
a n o i s a N n a m a T h a l a d
a lBuki tBa irsanSelatan( TNBBS .) TamanNasiona lBuki t
n a t a l e S n a s ir a
B merupakans tiu swa irsanduniayangdtietapkanolehUNESCO
m e m a n e r a
k iilk iitpehutanhujandataranr endahyangmasiht ersisad iSumatera .
n a t a l e S n a s ir a B t i k u B l a n o i s a N n a m a
T memiilk ilua s365.800hayang
0 5 1 g n a j n a p e s g n a t n e b m e
m kmdar iLampunghinggaBengkulu. Sebaga ihutan
, s i p o rt n a j u
h TamanNasiona lBuki tBa irsanSelatanmemiilk iperananpenitng
e s ,l a b o l g m il k i s a ti li b a t s a g a j n e m k u t n
u trakeseimbanganai rdant anah. Namun
a s a w a
k nTamanNasiona lBuki tBa irsanSelatanterancamkeberlangsungannya
n a k b a b e s i
n a u p m a m e
K ekolokas iyangdimiilk ikelelawa rpemakans eranggamenjadif akto r
. u t n e tr e t l a e r a i d r a w a l e l e k s e i s e p s u t a u s n a ri d a h k a d it e k n a d n a ri d a h e k u t n e n e
p
Beberapas pesie skelelawa rmemi ilki daerahj elajahyangcukupl uas ,mamun
a p a r e b e b k u t n
u spesie skelelawa rpemakans eranggaadayangmemiilk idaerah
g n a y h a j a l e
j lebihs empi tkarenamencar imakandan itngga ld itajukdasa rhutan.
r a w a l e l e k h a j a l e j a y a
D berhubungandengant empa titngga ldant pem a tmencar i
, n a k a
m selain tiuj ugaberhubungandenganf akto rmusimdanketersediaan
. n a k a p r e b m u
s
Surve idanpeneilitankelelawa ryangtelahdliakukand iStasiunPeneilitanWay
l e k n a h a p m il e m e k t a t a c n e m k u g n a
C elawa ryangcukup itnggi. Hali nis esua i
i k il i m e m g n a y k u g n a C y a W n a a d a e k n a g n e
d (kondis ialamyangcukups tabli )
g n a
y mendukungkelangsunganhidupkelelawar,s eperitt ersedianyaguaalam
k a p u r e m g n a
y anhabtia talam iyangbaikbag ikelelawa .r Peneilitani n idliakukan
u g a d a
p ayangmerupakanhabtia talam ibag ikelelawars ertapadaP tl Po eneliitan
Selatand U aan t ar yangdiindikasikans ebaga idaerahj elajahdantempa tmencar i
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kelelawar
Kelelawar masuk ke dalam ordo Chiroptera yang berarti mempunyai “sayap tangan”, karena tungkai depannya termodifikasi sebagai sayap, sehingga
kelelawar memiliki kemampuan untuk terbang (DeBlase dan Martin, 1981).
Menurut Nowak dalam Prastianigrum (2008), kelelawar di dunia dibagi menjadi
18 famili yang terdiri dari 970 spesies. Sedangkan di Indonesia sendiri terdapat 9
famili yang terdiri 205 spesies, dan di Sumatera terdapat 72 spesies dari 9 famili,
serta terdapat 12 spesies di Sulawasi.
Kelelawar (Chiroptera) dibagi ke dalam dua subordo yaitu Megachiroptera dan
Microchiroptera. Megachiroptera umumnya adalah herbivora (pemakan buah,
daun, nektar dan serbuk sari) yang hanya memiliki satu famili, yaitu Pteropodidae
dengan 42 genus dan 166 spesies. Megachiroptera berukuran tubuh relatif besar
dengan berat badan 10 gram untuk ukuran kecil dan ukuran terbesar dapat
mencapai 1500 gram, memiliki telinga luar yang sederhana tanpa tragus, jari
kedua kaki depan bercakar dan mata berkembang relatif baik. Sedangkan
omnivora, karnivora, piscivora, frugivora, nektarivora atau sanguivora dan
memiliki distribusi yang lebih luas serta memiliki jumlah spesies yang melimpah
dibandingkan dengan Megachiroptera (Findley, 1993).
Kelelawar pemakan serangga yang paling kecil mempunyai bobot dua gram dan
paling besar 196 gram dengan lengan bawah sayap 22-115 cm. Kelelawar
pemakan serangga umumnya menggunakan ekolokasi sebagai alat pengendalian
gerakannya di tempat yang gelap dan menentukan posisi serangga mangsanya
(Nowak dan Paradiso, 1983).
1. Morfologi dan Anatomi
Gambar 1. Morfologi Kelelawar
Kelelawar memiliki morfologi yang unik yaitu morfologi yang disesuaikan
untuk terbang sehingga kelelawar berbeda dengan mamalia lainnya. Sayap
kelelawar terdiri dari membran sayap (potagium) yang membentang diantara
tulang-tulang telapak dan jari tengah atau anggota tubuh depan sampai
telapak dan jari tangan kelelawar mengalami pemanjangan luar biasa sehingga
berfungsi sebagai kerangka sayap. Sedangkan antara kaki belakang dan ekor
membentuk membran interfemoral (Prastianingrum, 2008).
Adaptasi untuk terbang juga terlihat pada bagian kaki. Kaki bawah
termodifikasi untuk mendukung potagiumsaat terbang dan menggantung.
Kebanyakan kelelawar memiliki sistem urat pada jari-jari kaki yang mampu
mencengkram, sehingga kelelawar dapat tetap menggantung selama tidur dan
bertengger (Simmons and Conway, 1997).
Kelelawar memiliki tulang yang kuat untuk menopang potogium dan
mengontrol pergerakan. Beberapa pembuluh darah dan saraf terdapat pada
membran sayap. Kelelawar juga memiliki lima otot unik yang terdapat pada
potagium dan menggunakan otot-otot tambahan pada dada untuk
menggerakkan sayap ke atas dan bawah. Kelelawar jenis ini memiliki
kemampuan untuk melakukan manuver saat terbang. Hal ini dikarenakan
sayapnya yang lebih kompleks jika dibandingkan dengan kelelawar dari jenis
Megachiroptera (Simmons and Conway, 1997).
Kelelawar Subordo Microchiroptera memiliki ukuran leher yang pendek dan
juga badan yang tidak terlalu besar. Lengan bawah berukuran 22 – 115 mm
dan berat tubuhnya sekitar 2 – 196 gram. Umumnya barat badan
terkonsentrasi pada bagian dada dan otot-otot terbang (Simmons and Conway,
Pada saat terbang kelelawar membutuhkan oksigen jauh lebih banyak
dibandingkan ketika tidak terbang (27 ml berbanding 7 ml oksigen/1 gram
bobot tubuh). Denyut jantung juga berdetak lebih kencang (822 kali
berbanding 522 kali/menit) untuk mendukung kebutuhan tersebut, jantung
kelelawar berukuran relatif lebih besar yaitu 0,9% atau 0,5% dari bobot tubuh.
Kebutuhan energi yang tinggi pada saat terbang mengharuskan kelelawar
makan dalam jumlah banyak (Yalden dan Morris, 1975). Menurut Gould
dalam Prastianingrum (2008). Myotis lucifugus yang ada di Amerika Serikat,
mampu memakan serangga yang setara dengan 500 individu serangga dalam
satu jam, bahkan kelelawar Pipistrellus subflavus mampu menangkap
serangga sebanyak seperempat bobot tubuhnya dalam waktu 30 menit.
2. Reproduksi
Pada umumnya pola reproduksi kelelawar sangat dipengaruhi oleh musim.
Beberapa spesies di daerah sedang dan banyak spesies di daerah tropis
melahirkan satu anak dalam setiap kelahiran. Masa gestasi 3-6 bulan dan
berat anak dapat mencapai 25-30% berat induknya (dibanding dengan
manusia yang hanya 5% berat induknya), kecuali Lasiurus borealis yang
dapat menghasilkan anak hingga lima ekor. Kelelawar dikenal memiliki
kemampuan membawa beban yang handal. Berbeda dengan mamalia lainnya
yang menyapih anakan bila telah mencapai 40 % ukuran dewasa, kelelawar
subordo Microchiroptera lainya adalah pada saat dilahirkan kaki anaknya akan
keluar lebih dahulu, sedangkan mamalia lainnya kepala keluar lebih dulu
(Nowak, 1994).
3. Habitat
Pada umumnya kelelawar aktif pada malam hari, hanya beberapa spesies yang
aktif pada siang hari seperti Kalong Enggano (Pteropus melanotus) di Pulau
Christmas (Tideman (1987) dalam Suyanto, 2001). Kelelawar memilki
tempat tinggal yang beragam, mulai dari gua, celah bambu, rerimbunan
dedaunan, gulungan daun (palem atau pisang), kolong atap-atap rumah,
terowongan-terowongan, di bawah jembatan, dan lubang-lubang batang pohon
baik yang mati maupun yang hidup. Kelelawar hidup dalam koloni yang
besar. Pada gua-gua di Texas misalnya, spesies Tadarida brasiliensis
membentuk koloni dengan anggota 20 juta individu, jenis Chaerephon yang
ditemukan di Kamboja dengan anggota koloni mencapai 1,5 – 2 juta individu.
Daerah jelajah pada kelelawar juga sangat bervariasi, mulai dari 3 km hingga
radius 60 km (Nowak, 1994).
Dalam upaya mencari makan dan tempat beristirahat, kelelawar dipengaruhi
oleh beberapa faktor, diantaranya tipe dan ketersediaan area, ukuran sayap,
ukuran koloni dan siklus reproduksi. Microchiroptera seringkali melakukan
aktifitasnya kurang dari beberapa kilometer antara posisi istirahat dan
Lokasi dekat air merupakan daerah penting dalam pemilihan area beristirahat
kelelawar. Beberapa kelelawar pemakan serangga mencari makan seringkali
terkonsentrasi tepat di perairan atau daerah pinggiran-pinggiran sungai.
Karena sumber air (sungai) menyediakan fasilitas minum bagi banyak spesies.
Kelelawar banyak mengunjungi perairan karena tersedianya nutrien seperti
kalsium dan sodium (Kunz and Lumsden, 2003).
Kelelawar memiliki musuh alami seperti ular sanca, ular hijau, elang, kucing
dan burung hantu. Namun ancaman terbesar bagi kelelawar adalah kehilangan
habitat tempat tinggal dan tempat mencari makan (Francis et al., 1999).
4. Ekolokasi
Kelelawar pemakan buah (Megachiroptera) menggunakan daya pengelihatan
untuk mengenali benda-benda di sekitarnya (kecuali Rousettus), sedangkan
kelelawar pemakan serangga (Microchiroptera) menggunakan daya
pendengaran (ekolokasi) untuk orientasi dan penangkapan mangsa. Ekolokasi
dilakukan dengan mengeluarkan suara dari mulut atau lubang hidung dengan
frekuensi getaran gelombang yang sangat tinggi (ultrasonic) rata-rata 50
kilohertz di luar ambang batas pendengaran manusia yang hanya sekitar 3 –
18 kilohertz. Jika gelombang suara mengenai suatu benda maka gelombang
tersebut akan dipantulkan kembali sebagai gelombang suara yang selanjutnya
diterima oleh telinga kelelawar (Gambar 1). Dengan cara ini maka jarak dan
Gambar 2. Ekolokasi kelelawar (Encarta, 2006).
Dari kurang lebih 900 spesies kelelawar yang ada di dunia ini, lebih dari
setengahnya menggunakan kemampuan ekolokasi untuk orientasi dan
menangkap mangsa (Jones and Rydel, 2003; Nowak, 1994). Gelombang atau
getaran ultrasonik tersebut tersusun dari bentukan morfologi yang unik,
ditambah dengan adaptasi fisiologi yang digunakan oleh kelelawar untuk “melihat” dengan suara (Nowak, 1994).
Kemampuan ekolokasi dihasilkan dari serangkaian suara yang bergelombang
rendah dan frekuensi yang tinggi disebarkan ke udara dengan kecepatan 340
Constant Frequency (CF) atau kombinasi keduanya (CF-FM;FM-CF-FM).
Ketika suara mengenai obyek akan menghasilkan gaung. Dari gaung tersebut
kelelawar akan mengetahui keberadaan, jarak, petunjuk dari kecepatan
gerakan, ukuran dan tekstur obyek yang terkena suara (Jones and Rydel,
2003).
Dengan informasi tersebut kelelawar dapat mengarahkan menjauhi rintangan,
mengenali lebih baik jejak hewan terbang dan lebih mudah menangkapnya.
Microchiroptera memiliki telinga luar yang baik dan memiliki lipatan-lipatan
khusus serta tragus dan antitragus yang berperan dalam penerimaan suara,
ciri-ciri yang tidak dimiliki oleh kelelawar subordo Megachiroptera (Nowak,
1994). Suara atau gelombang tersebut dapat dihasilkan dari mulut seperti
pada genus Kerivoula dan berasal dari hidung pada kelelawar dari genus
Hipposideros (Kingston pers comm, 2007).
5. Taksonomi dan Distribusi
Klasifikasi kelelawar pemakan serangga menurut Corbet and Hill (1992)
Phylum : Chordata
Subphyllum : Vertebrata
Classia : Mammalia
Ordo : Chiroptera
Microchiroptera terdiri atas 16 famili, 135 genus dan 759 spesies. Dari 16
famili, 8 di antaranya hanya tersebar di belahan dunia lama (old world), 6 di
belahan dunia baru (new world) dan 3 famili tersebar di keduanya.
Microchiroptera dibagi menjadi empat superfamili yaitu Emballonuroidea,
Rhinolophoidea, Phyllostomoidea dan vespertilionoidea. Kebanyakan famili
tersebar di daerah tropis, Namur empat famili (Molossidae, Mystracinidae,
Rhinolophidae dan Vespertilionidae) dapat bertahan pada suhu dingin.
Sehingga famili ini dapat tersebar hinga ke daerah sedang. Emballonuridae
dan Mollosidae terdapat di kedua belahan dunia tersebut meskipun terbatas
oleh ketinggian tertentu (Nowak, 1994).
B. Gua
Gua merupakan salah satu fenomena alam yang sangat khas, yang dapat
didefinisikan sebagai suatu lubang bawah tanah yang dapat dimasuki oleh
manusia.
Berdasarkan ada tidaknya cahaya, ruangan di dalam gua dapat dibedakan dalam
beberapa zona (wilayah), yaitu:
1. Zona mulut atau zona terang (entrance zone) adalah zona yang terdapat
cahaya matahari langsung dan iklim gua sangat terpengaruh oleh faktor luar
2. Zona senja atau zona remang-remang (Twilight zone) adalah zona dengan
cahaya matahari tidak langsung, berupa pantulan cahaya dari zona mulut.
Iklim sedikit terpengaruh oleh kondisi luar gua.
3. Zona gelap total (dark zone) adalah zona dimana tidak ada cahaya sama sekali.
Berdasarkam pada tingkat adaptasi organism, Menurut Moore & Sullivan (`1964)
ada 3 kelompok biota gua, yaitu :
1. Trogloxene, kelompok biota ini tidak pernah melengkapi siklus hidupnya di
dalam gua, biasanya mereka tinggal di gua untuk mencari tempat
perlindungan dan tempat istirahat. Contoh : Beruang, ular, kelelawar.
2. Troglophile, biota dalam kelompok ini biasanya hidup di zona gelap,
walaupun dapat juga hidup di luar gua apabila lingkungan tidak jauh berbeda.
Adaptasi yang telah dilakukan menyebabkan mereka dapat menyelesaikan
siklus hidupnya di dalam gua. Contoh : Jangkrik gua, Amblypigi, Milipedes.
3. Troglobion, Kelompok ini adalah hewan yang hidup seara permanen di dalam
gua dan hanya ditemui di dalam gua. Seluruh rangkaian siklus hidupnya
diselesaikan di dalam gua. Contoh : ikan Amblyopsis spelaea dari salah satu
gua di Kentucky, salamander Typhomolge rathbuni yang dijumpai di salah
satu gua di Texas.
C. Perangakap Harpa (Harp-Trap)
Pada tahun 1958 Constantine pertama kali memperkenalkan perangkap untuk
Perangkap yang dirancang berupa satu kerangka (frame) besar dengan satu teralis
(bank), masing-masing individu akan terjebak pada benang pancing yang berjarak
2,5 cm antara satu kawat dengan kawat lain yang berjajar membentuk teralis.
Prinsip kerja perangkap tersebut adalah rangkaian benang pancing yang berjajar
tersebut tidak dapat terdeteksi oleh ekolokasi kelelawar. Sebuah tas besar
terdapat di bagian bawah perangkap untuk menampung kelelawar yang terjebak.
Meskipun teralis-tunggal (single-bank) terbukti sangat baik untuk menangkap
Tadarida, akan tetapi sangat tidak efektif untuk menangkap kelelawar lain seperti
dari genus Myotis (Kunz and Kurta, 1988). Disain ini diadaptasi kembali oleh
Francis (1989) dengan menggunakan 4 teralis dan banyak digunakan, karena
efektif digunakan seperti mudah dibawa, mudah dalam memproses kelelawar
yang tertangkap dan sangat efisien.
Ketegangan dan jarak benang pancing merupakan dua hal yang mampu
mempengaruhi suksesnya penangkapan kelelawar dengan menggunakan
perangkap harpa. Pada prinsipnya, ketegangan benang harus sesuai dengan
kecepatan terbang dari kelelawar. Penggunaan perangkap harpa dengan multi
teralis (empat teralis) terlihat lebih efektif dalam menangkap Microchiroptera dan
Megachiroptera kecil (10 – 80 gr) serta lebih efektif dibandingkan dengan
menggunakan mist-net (jaring kabut) dan perangkap harpa dengan dua teralis.
Perangkap harpa jauh lebih baik bekerja pada kondisi hujan gerimis dibandingkan
D. Stasiun Penelitian dan Pelatihan Konservasi Way Canguk
1.Topografi
Stasiun Penelitian dan Konservasi Way Canguk dibangun pada bulan Maret
1997. Pembangunan melibatkan sekitar 30 penduduk dari berbagai kampung di
sekitar Way Canguk, seperti Sedayu, Sukaraja (Teluk Semangka), Pemerihan,
hingga Sumberejo (Bengkunat) untuk membantu berbagai aspek pembangunan.
Pusat penelitian ini terdiri dari 6 bangunan, satu bangunan utama yang
digunakan sebagai kantor, satu bagunan asrama, satu bangunan ruang makan
serta dapur, dan tiga bangunan rumah dengan teras terbuka dan salah satunya
dilengkapi dengan kamar mandi di dalamnya. Fasilitas tambahan yang ada
yaitu tenaga listrik yang disuplai oleh generator berkekuatan 2000 watt dan
panel surya untuk keperluan penerangan serta satu unit pompa air listrik untuk
memompa air dari sumur dengan kedalaman 12 m ke setiap kamar mandi dan
ledeng (WCS-IP, 1997).
Areal penelitian Way Canguk terbagi menjadi 200 ha areal di bagian Barat
Laut (Plot Penelitian Selatan) dan kurang lebih 600 ha di sebelah Tenggara
Way Canguk (Plot Penelitian Selatan). Merupakan plot penelitian permanen
yang memiliki sistem jalur yang dibuat 200 m per jalur. Selain itu dibuat juga
100 plot vegetasi untuk memantau pertumbuhan pohon, kematian, dan pola
pembuahan. Pada Plot Penelitian Selatan terdapat dua buah Gua yaitu Gua
Setelah terjadi kebakaran pada tahun 1997, di areal penelitian juga dibuat 30
plot tambahan di areal kebakaran tersebut dengan tujuan untuk memantau
pertumbuhan semai, pancang, dan pohon berikut dengan proses kematiannya.
Di dalam areal penelitian juga terdapat jalan setapak yang menghubungkan
desa enklave Way Haru dengan desa Way Heni (WCS-IP, 2001).
Tujuan dari pembangunan pusat penelitian Way Canguk adalah sebagai tempat
penelitian-penelitian lapangan jangka panjang dan sebagai tempat pelatihan.
2. Sejarah Terbentuknya Instansi
Wildlife Conservation Society (WCS) didirikan pada tahun 1895 sebagai New
York Zoological Society, bekerja untuk menyelamatkan hidupan liar di seluruh
dunia. Lembaga ini memiliki staf lapangan terbesar dari seluruh organisasi
konservasi internasional yang berbasis di Amerika Serikat. Lebih dari 250
proyek lapangan telah dilakukan di lebih dari 50 negara di seluruh Amerika
Latin, Afrika, dan Asia termasuk Indonesia.
Di Indonesia, Wildlife Conservation Society-Indonesia Program (WCS-IP)
bertujuan untuk memajukan konservasi dan pengelolaan keanekaragaman
hayati Indonesia yang kaya secara cepat melalui penelitian mendalam dan
berdasarkan sains, serta pelatihan-pelatihan ahli-ahli konservasi muda
Indonesia. Selama bertahun-tahun WCS-IP telah mempelajari peranan luas
kawasan lindung, pola gangguan, perburuan, dan kualitas hutan terhadap
WCS-IP telah melakukan penelitian-penelitian di Sulawesi (1991-sekarang),
Sumba (1995-sekarang), Seram (1998-2000), Kalimantan (1997-sekarang), dan
Sumatera (1995-sekarang). Pada saat ini fokus terkuat WCS-IP terdapat di
dalam dan di sekeliling Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) di
Propinsi Lampung (WCS-IP, 2001).
3.Struktur Organisasi
Secara internal, struktur organisasi di Stasiun Penelitian Way Canguk dipimpin
oleh seorang manajer yang bertugas mengawasi langsung seluruh kegiatan
yang dilakukan di stasiun penelitian tersebut. Manajer juga bertugas mengolah
data hasil kegiatan maupun penelitian yang harus dilaporkan ke kantor pusat
WCS-IP yang berkedudukan di Bogor, serta membangun kerjasama dengan
pihak-pihak terkait dalam pembangunan dan pengelolaan stasiun penelitian.
Dalam menjalankan tugasnya, manajer dibantu oleh seorang asisten manajer
yang akan bertugas membuat laporan keuangan dan administrasi. Asisten
manajer juga mengawasi semua kegiatan jika manajer tidak berada di tempat.
Pengambilan data-data penelitian di lapangan dan kegiatan lain di areal
penelitian dilakukan oleh staf ahli Biologi dan dibantu oleh asisten lapangan.
Mereka juga membantu dalam pengelolaan stasiun, patroli serta melakukan
pemantauan areal penelitian. Dalam penyediaan logistik di lapangan dilakukan
oleh staf rumah tangga yang juga membantu pengelolaan dan perawatan stasiun
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu Dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret – Mei 2011 di Stasiun Penelitian
dan Pelatihan Konservasi Way Canguk, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan
(TNBBS), Lampung (Gambar 2). Di bawah program penelitian mahasiswa S3,
Joe Chun Chia Huang dari Texas Tech University dan bekerja sama dengan
WCS-IP (Wildlife Conservation Society-Indonesia Program). Penelitian ini
dilakukan pada Gua Gimbar I dan Gimbar II, Plot Penelitian Selatan dan Plot
B. Alat dan Bahan
Pengambilan data kelelawar dilakukan dengan dua metode yaitu metode
perangkap harpa (harp trap) dan metode jaring tangan (handnet). Setelah
kelelawar tertangkap akan dilakukan pengukuran organ tubuh dan identifikasi
jenisnya. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Peralatan dalam proses penangkapan
Perangkap harpa (harp trap) dan Jaring tangan (handnet) yang digunakan
sebagai alat untuk menangkap kelelawar. Lampu kepala (head lamp)
digunakan sebagai alat penerangan dalam proses penangkapan kelelawar.
Kantong kelelawar (blancu) untuk menyimpan kelelawar sebelum di
identifikasi.
2. Peralatan Identifikasi
Buku identifikasi digunakan untuk mengidentifikasi jenis kelelawar, antara
lain Bats of the world; Mamalia di Kalimantan, Sabah, Sarawak dan Brunai
Darussalam; Bat of Ktau Wildlife Reserva. Kaliper (jangka sorong)
digunakan untuk mengukur tubuh kelelawar. Timbangan gantung (pesola)
digunakan untuk mengukur berat kelelawar, timbangan gantung yang
digunakan adalah 30 gram dan 100 gram. Stocking (kaos kaki tipis)
digunakan untuk meminimalkan pergerakan kelelawar, agar mudah pada saat
ditimbang. Penanda bagi kelelawar yang digunakan adalah wings band dan
sedangkan wing punch yaitu memberi lubang pada sayap kelelawar. Lembar
data digunakan untuk mencatat pada saat identifikasi.
3. Peralatan Penandaan dan Dokumentasi
Spidol digunakan untuk menulis no titik perangkap. Pita berwarna orange
yang telah ditulis nomor trap digunakan untuk penandaan titik pemasangan
perangkap. GPS (Global Positioning System) digunakan untuk menandai titik
koordinat pemasangan perangkap. Kamera digital digunakan untuk
pengambilan gambar.
C. Cara Kerja
Dalam penelitian ini terdapat dua kajian utama, yaitu pengambilan data kelelawar
di dalam Gua Gimgar I dan Gimbar II dan pengambilan data kelelawar di Plot
Penelitian Selatan dan Plot Penelitian Utara. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pengamatan langsung melalui penangkapan dengan
menggunakan perangkap harpa (Harptrap) pada Plot Penelitian Selatan dan Utara
serta menggunakan jaring tangan (handnet) pada Gua Gimgar I dan Gimbar II.
Jarak Gua Gimbar I dan Gua Gimbar II dengan Plot Penelitian Selatan ±
Tabel 1. Jarak gua ke tempat pemasangan perangkap harpa.
Trap Point
Plot Penelitian selatan (meter)
Plot Penelitian Utara (meter)
01 02 03
1 1955 3013
2 1850 3207
3 1767 3201
4 1880 3285
5 1577 3387
6 1500 3500
7 1409 3600
8 1309 3691
9 1216 3774
10 1144 3883
11 1072 3988
12 978 4069
13 1068 4180
14 1159 4289
15 1258 4378
16 1333 4456
17 1430 4557
18 1549 4515
19 1629 4409
20 1715 4330
21 1827 4246
22 1911 4122
23 1893 4038
24 1801 3946
25 1695 3853
26 1605 3734
27 1524 3629
28 1424 3550
29 1324 3431
30 1215 3347
31 1134 3247
32 1034 3164
33 932 3050
34 930 2962
01 02 03
36 1127 3019
37 1222 3107
38 1321 3213
39 1429 3311
40 1522 3413
41 1617 3497
42 1710 3599
43 1816 3705
44 1911 3807
45 1933 3904
46 1830 4007
47 1730 4100
48 1638 4203
49 1544 4299
50 1440 4394
51 1350 4496
52 1255 4472
53 1163 4379
54 1064 4288
55 959 4182
56 1025 4066
57 1138 3995
58 1246 3892
59 1335 3777
60 1400 3673
61 1511 3589
62 1601 3487
63 1691 3393
64 1795 3285
65 1897 3174
66 1979 3072
67 1962 2991
68 1911 2885
69 1902 2891
70 1900 2936
71 1942 2989
72 1737 3172
01 02 03
74 1710 3083
75 1700 3297
76 1755 3332
77 1556 3370
78 1522 3540
79 1529 3509
80 1541 3492
81 1578 3684
82 1360 3721
83 1348 3745
84 1312 3948
85 1332 3924
86 1366 3893
87 1205 4084
88 1145 4119
89 1097 4158
90 1127 4361
91 1672 4336
92 1018 4294
93 959 4490
94 925 4513
95 935 4551
96 982
Data jarak di ambil dengan menggunakan GPS (Global Positioning system) dan di
analisis dengan menggunakan program ArcView GIS 3.2.
1. Pengambilan Sampel Kelelawar di Gua
Pengambilan sampel kelelawar di gua dilakukan sebanyak 6 kali upaya
penangkapan, yaitu pada Gua Gimbar I dan Gua Gimbar II yang letaknya
longsor akhirnya terpisah menjadi 2. Pengambilan sampel ini dilakukan
secara langsung, yaitu dengan menggunakan alat jaring tangan (handnet).
Setelah kelelawar tertangkap, kelelawar akan dilakukan pengukuran organ,
identifikasi spesies dan penandaan. Selanjutnya kelelawar akan dilepaskan
kembali pada titik penangkapan.
Gambar 3. A. Pintu Masuk Gua Gimbar I. B. Pintu Masuk Gua Gimbar II A
2. Pengambilan Sampel Kelelawar di Plot Penelitian Selatan dan Utara
Pengambilan sampel kelelawar di Plot Penelitian Selatan dan Utara dilakukan
secara langsung, yaitu menggunakan alat perangkap harpa (harptrap).
Pemasangan perangkap harpa pada plot penelitian selatan sebanyak 96 titik
sedangkan pada plot penelitian utara sebanyak 95 titik dengan jarak antar
perangkap adalah 100 m (Gambar 2).
a. Konstruksi Perangkap Harpa (Harp-Trap)
Perangkap harpa sekilas bentuknya menyerupai alat musik harpa.
Perangkap harpa ini terdiri atas 3 komponen utama, empat buah teralis
yang terdiri dari benang-benang yang tersusun secara vertikal, kerangka
berbentuk empat persegi panjang dan tas perangkap (Gambar 4).
Masing-masing 4 teralis terdiri atas dua buah tongkat aluminium yang
susun horizontal satu di atas dan satu di bawah. Kedua tongkat
aluminium tersebut kemudian dihubungkan dengan benang-benang yang
tersusun vertikal yang terbuat dari tali pancing (monofilament-fishing
lines). Tongkat aluminium dibuat berlubang-lubang untuk tempat
mengikatkan benang. Jarak benang adalah 2.5 cm. Jumlah lubang pada
Gambar 4. Perangkap Harpa
Lubang dibuat seukuran dengan diameter tongkat aluminium sehingga
teralis tidak mudah terlepas. Kerangka ini didukung oleh dua buah kaki
masing-masing pada kiri dan kanan. Kaki berupa besi tubular juga dapat
disetel tinggi dan rendahnya, mengikuti struktur tanah pada saat
penempatan perangkap.
Disamping 4 teralis dan kerangka, tas perangkap juga merupakan bagian
penting dari perangkap harpa. Tas perangkap ini diletakkan di dasar
perangkap dan berfungsi untuk menampung kelelawar saat tertangkap.
Tas perangkap terbuat dari kain berbahan sedikit keras yang dilapisi
plastik pada sisi bagian dalamnya. Penggunaan plastik untuk melapisi
sisi dalam berfungsi untuk mencegah kelelawar merayap keluar tas
perangkap. Plastik dalam tas pada bagian dalamnya dibiarkan tidak
terjahit agar pada tas perangkap terbentuk semacam ruangan yang dapat
b. Penempatan Perangkap Harpa
Perangkap harpa diletakkan melintang pada jalur dan jarak antar
perangkap sejauh 100 m. Posisi perangkap ditandai menggunakan
sebuah bendera berwarna putih yang telah diberi nomor. Pemilihan
posisi perangkap harpa disesuaikan pada tutupan tajuk dan dasar hutan.
Lokasi yang terlalu terbuka merupakan posisi yang tidak efektif untuk
menempatkan perangkap harpa. Hal ini dikarenakan kelelawar pemakan
serangga memiliki kemampuan manuver terbang yang baik dan
kemampuan ekolokasi yang mampu mendetekasi keberadaan perangkap
di hadapannya. Salah satu upaya untuk meminimalkan lokasi yang
terbuka adalah dengan memblokade perangkap menggunakan
ranting-ranting pohon. Blokade ini berfungsi untuk mendukung tutupan tajuk
terutama pada bagian atas dan bukaan tumbuhan bentuk dasar hutan
(understory) pada sisi kanan dan kiri perangkap harpa.
c. Waktu Penangkapan dan Pelepasan
Pemasangan perangkap dilakukan sebelum senja dan dibiarkan terbuka
sepanjang malam. Proses pengecekan perangkap dilakukan dua kali,
pada malam hari pukul 19.00 WIB dan pukul 07.00 WIB keesokan
harinya. Waktu pemasangan perangkap harpa terhitung selama 12 jam.
Jika terjadi hal-hal sebagai berikut:
1. Hujan, tetesan air hujan pada benang-benang tralis akan membuat
kelelawar mudah mendeteksi keberadaan perangkap karena
kemampuan ekolokasinya yang cukup baik. Selain itu tetesan air
hujan yang deras dapat menyebabkan genangan pada kantong
perangkap yang menyebabkan kelelawar basah dan dapat
menyebabkan kematian.
2. Keberadaan sebut di dalam kantong perangkap ataupun di luar kantong
perangkap dalam jumlah besar dapat melukai dan membunuh
kelelawar yang terperangkap.
3. Gangguan predator lain seperti ulat, elang kelelawar, kucing, burung
hantu.
maka harptrap harus ditutup sebelum 12 jam (pengecekan yang
dilakukan pada pagi hari), sehingga dihitung pemasangan harp trap
Kelelawar yang terjebak perangkap diambil dan ditempatkan di dalam
kantung kelelawar. Kantung kelelawar dibuat dari kain katun yang
mudah menyerap udara. Satu kantung ditempatkan untuk satu individu
kelelawar. Namun jika spesies yang tertangkap dalam jumlah koloni
yang besar, maka satu kantung dapat diisi maksimal dua individu dari
spesies yang sama. Kelelawar yang telah dipindahkan ke kantung
kelelawar dari perangkap harus segera diproses dan diidentifikasi untuk
mencegah kelelawar stres dan kehilangan energi karena kelaparan dan
dehidrasi. Saat dibawa ke camp, kantung kelelawar harus dipastikan
dalam posisi menggantung. Pelepasan harus dilaksanakan maksimal 12
jam setelah dibawa ke laboratorium.
Kantung kelelawar diberi nomor sesuai dengan nomor posisi perangkap.
Hal ini dilakukan untuk memudahkan pelepasan kelelawar di lokasi
dimana mereka tertangkap. Karena beberapa spesies kelelawar pemakan
serangga memiliki daerah jelajah yang sempit dan mungkin akan tersesat
jika dilepaskan di area yang baru atau jauh dari lokasi penangkapan
d. Teknik Identifikasi
Cara memegang kelelawar yang umum digunakan untuk mempermudah
proses identifikasi ada dua metode.
1. Metode Mengapit (Pinch Grip)
Metode ini dilakukan dengan menggunakan ibu jari dan jari tengah
mengapit sayap kelelawar. Metode ini digunakan untuk
mengidentifikasi wajah kelelawar dari samping, jenis kelamin,
memasukan dan mengeluarkan kelelawar dari kantong.
1. Metode Menggenggam
Metode ini dilakukan dengan meletakan kelelawar pada telapak
tangan dan mengenggam bagian perut dari kelelawar. Metode ini
digunakan untuk mengidentifikasi muka kelelawar dan untuk
mengukur panjang lengan (Forearm).
Kelelawar diidentifikasi berdasarkan ciri-ciri morfologi mengikuti Payne
and Francis, Kingston et al (2006), Corbet and Hill (1992) mengikuti
Simmon (2005). Selain melihat ciri-ciri morfologi, identifikasi juga
dilakukan melalui pengukuran beberapa anggota tubuh.
Pengukuran penting dalam mengikuti determinasi guna mendapatkan
nama spesies. Pengukuran yang dilakukan meliputi panjang lengan,
1.Panjang lengan bawah
Diukur dengan menggunakan kaliper dari sisi luar siku sampai sisi luar
pergelangan tangan pada sayap yang melengkung.
2. Paha
Diukur dari pergelangan kaki hingga lutut.
3. Telinga
Diukur dari bagian yang terbuka (pangkal telinga) hingga ujung
telinga.
4.Ekor
Diukur dari pangkal ekor sampai ujung ekor tidak termasuk rambut
yang memanjang melebihi ekor.
5.Berat badan
Berat keseluruhan kelelawar dan stocking dikurang berat stocking.
e. Penandaan (Marking)
Penandaan/marking yang digunakan adalah wings band dan wing punch.
Wing band yaitu penandaan dengan menggunakan ring/cincin aluminium
yang ada nomor serinya. Penggunaan wing band sangat terbatas karena
harganya yang cukup mahal, sehingga hanya spesies yang jarang
tertangkap yang ditandai dengan wing band. Wing punch yaitu penandaan
dengan cara melubangi sayap kelelawar dengan menggunakan alat
pelubang khusus (punch). Pada jantan penandaan dilakukan pada sayap
D. Analisis Data
1. Keanekaragaman Spesies
Indek keanekaragaman yang dingunakan adalah keanekaragaman
Shannon-Wiener H’. Keanekaragaman spesies yang di ukur yaitu pada pada plot penelitian
selatan dan plot penelitian utara.
Keanekaragaman Shannon-Wiener (Krebs, 1989; Magurran, 1988) H’ = -∑pi ln pi
pi = Ni/N total
Dimana : H’ = Nilai keanekaragaman Shannon-Wiener
Ni = Jumlah total spesies i
N total = Jumlah total individu
Tabel 2. Nilai tolak ukur indek keanekaragaman
Nilai tolak ukur Keterangan H’<1,0
1,0<H’<3.0
H’>3
Keanekaragaman rendah, miskin, produktivitas sangat rendah sebagai indikasi adanya tekanan yang berat dan ekosistem tidak stabil
Keanekaragaman sedang, produktivitas cukup, kondisi ekosistem cukup seimbang
Keanekaragaman tinggi, produktivitas tinggi, stabilitas ekosistem baik, tahan terhadap tekanan ekologis.
2. Pengaruh Jarak Gua Terhadap Kemelimpahan Spesies
Untuk mengetahui pengaruh jarak gua terhadap kemelimpahan spesies
analisia data yang digunakan adalah Simpel Correlate yang terdapat pada
Penerima Taubat.
Allah tidak pernah dan tidak akan pernah berlaku dzalim
, Allah juga bukan pendendam.
Allah senang kepada hamba-hambaNya yang tidak
pernah putus asa untuk memperoleh rahmat dan
hidayahNya.
Allah senang kepada mereka yang senantiasa punya
harapan untuk hidup yang lebih baik dimasa yang akan
A N A C A W N A S
i j u p a l a g e
S hanyamiilkAllahSWT ,atasr ahma tdankaruniayangt elah
n a k h a p m il i
d -Nya s ehinggapenuil sdapa tmenyelesaikanl aporankejraprakitk ii n
n a g n e
d judu l“KaijanJarakGuaTerhadapKeanekaragamanKelelawarPemakan
is a t S i d a g g n a r e
S unPeneilitandanpelaithanKonservas iWayCanguk ,Taman
n a t a l e S n a s i r a B t i k u B l a n o is a
N ”.
a y n n a k i a s e l e s r e t n a g n e
D sk irps iin ipenuilsi nginmengucapkant eirmakasihyang
r a s e b e
s -besarnyakepada:
.
1 IbuDra .EllyL .Rusitait,s elakupembimbingI ata sbimbingan ,masukan ,
.i s p ir k s n a k i a s e l e y n e m k u t n u n a k ir e b i d h a l e t g n a y n a it a h r e p n a d k it ir
k
.
2 BapakMeyne rNusalawoS.P.s elakupembimbingI Iata sbimbingan ,
n a i a s e l e y n e p a m a l e s n a k r e b i d h a l e t g n a y i s a v it o m n a d k it ir k , n a r a
s sk irps.i
.
3 BapakDr sM .Kaned iM.Sis elakupembaha sata smasukan ,k iritkdan
n a i a s e l e y n e p a m a l e s n a k ir e b i d h a l e t g n a y n a it a h r e
p sk irpsi
.
4 IbuDraNuningNurcahyani ,M.Sc s elakuKetuaJ urusanBiolog iFMIPA
a li n U
.
5 BapakPro fSuharsoPh.DDekanFMIPAUnlia.
.
.
8 KepalaBala iBesarTamanNasiona lBuki tBa irsanSelatan( TNBBS)
a tr e s e
b s taf
.
9 Ba tBo s Ty eam :Endru ,Koko ,Miswandit e irmakasihbua tbrantem ,
l a s a
m ah ,ketawa ,marah ,danmemancingnya.
. 0
1 KeluargabesarJ anijyanto,t eirmakasihs elamakebersamaans elamakejra
k e t k a r
p dans k irpsi
. 1
1 Kanjengr atuMbaHest iPrasitaningrumS.S ibuats ukaduka ,kebersamaan
k a m a tr e p k u t n u r a w a l e l e k n a k l a n e g n e m a y n n a g n i b m i b n a
d al ipadad ri iku
. 2
1 Keluargabesa rWayCanguk :Ma sRahman ,MasJ ayus ,Ma sWaryono ,
,i m r a M a b
M MbaHarn,idanl ainnyayang itdakdapa tdisebutkans emua
, a tr e
s PakBonikanuntukmenginapdanmakanannya
. 3
1 KakJ an iMaster ,S.S iata sbantuannyadalampembuatanpetapeneilitan.
. 4
1 Seseorangyangt elahmember iperhaitan ,moitvasi ,kasihs ayangdan
” it r a i n u Y i k s i R “ n a u t n a
b s elamapenyelesaians k irps.i
. 5
1 Sta fWCS-IPkotaAgungata sbantuandankejrasamanya.
. 6
1 Keluargabesa rDosendanStafj urusanbiolog iFMIPAunlia.
. 7
1 Keluargabesa rBiolog i06( O irgino fSpecies) ,Srtatas atudanDiploma
. a y n n a a m a s r e b e k s a t a n a ri a r e P a y a d r e b m u S a g it
. 8
1 Tigerst eam :MbaDoradankakTyobua tt awa ,kejras amadan
a y n n a g n i b m i b
. 9
1 Kakak-kakak itngka t2004( MbNlia ,MbWisma) ,2005( KakYu irs ,Uki ,
p e s
. 0
2 TimFutsa lBiologi( nando ,Miswandi ,Endru ,Ardi ,Haifd ,aland ll.)
. 1
2 KeluargabapakSatrodanSaimand iSukaRaja ,keluargabapakSamsun
. a t a d l i b m a g n e m a m a l e s n a u t n a b s a t a u a n a R u a n a D r a j n a B a k u S
. 2
2 Dans emuapihakyangt elahmembantupenuil sdalampenyelesaian
.i n i k it k a r p a jr e k n a r o p a
l
a d a p e k n a k h a r u c i d h a l e t g n a y n a k i a b e k a l a g e s ir e b m e m T W S h a ll A a g o m e S
penuilss elamamenyelesaikans k irps.i Semogas k irpsii n idapa tbermanfaa t
. a u m e s i g a b
, g n u p m a L r a d n a
B 12J anuar i2012
ir h a B l u fi a y S . M
57 V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari penelitian tentang kajian jarak gua terhadap keanekaragaman kelelawar
pemakan serangga yang dilaksanakan di Stasiun Penelitian dan Pelatihan
Konservasi Way Canguk, selama Bulan Maret-Mei dapat diambil kesimpulan.
1. Keanekaragaman kelelawar pemakan serangga di Plot Penelitian Utara
lebih tinggi daripada Plot Penelitian Selatan.
2. Kelelawar yang memiliki roosting area di gua semakin menjauh dari gua
kemelimpahannya semakin menurun, sedangkan pada kelelawar yang
memiliki roosting di hutan semakin menjauh dari gua kemelimpahannya
semakin meningkat.
B. Saran
Perlu dilakukan penelitian secara berkelanjutan agar dapat mengetahui jenis
kelelawar apa saja yang terdapat di Way Canguk, karena masih banyak jenis