• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KEKERABATAN GENETIK ANTAR SEMBILAN AKSESI KELAPA ASAL PROVINSI SULAWESI UTARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN KEKERABATAN GENETIK ANTAR SEMBILAN AKSESI KELAPA ASAL PROVINSI SULAWESI UTARA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

ELSJE TENDAet al. : Hubungan kekerabatan genetik antar sembilan aksesi kelapa asal Provinsi Sulawesi Utara

HUBUNGAN KEKERABATAN GENETIK ANTAR SEMBILAN AKSESI KELAPA

ASAL PROVINSI SULAWESI UTARA

ELSJE TENDA, MEITY TULALO, dan MIFTAHORRACHMAN Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain

Po Box 1004, Manado 90051

(Terima tgl. 21/10/2008 – Terbit tgl. 8/5/2009)

ABSTRAK

Informasi jarak genetik dan hubungan kekerabatan sangat diperlukan dalam merakit varietas unggul. Semakin jauh jarak genetik antar tetua maka peluang dihasilkan kultivar baru dengan variabilitas genetik yang luas akan menjadi semakin besar. Sebaliknya, persilangan antar tetua berkerabat dekat akan menghasilkan variabilitas yang sempit. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2007 di Kabupaten Minahasa Utara, Minahasa Selatan dan Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara. Di setiap kabupaten ditetapkan tiga desa contoh pada ketinggian yang berbeda. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kekerabatan dan jarak genetik sembilan aksesi plasma nutfah kelapa asal Sulawesi Utara yang akan digunakan sebagai materi pemuliaan dalam perakitan kelapa unggul. Untuk mengetahui kekerabatan antara sembilan aksesi kelapa tersebut diukur jarak genetiknya dengan menggunakan perhitungan nilai D2

statistik dari Mahalanobis didasarkan pada delapan karakter komponen buah, yaitu panjang buah, lebar buah, berat buah utuh, berat buah tanpa sabut, berat buah tanpa air, berat daging buah, tebal daging buah, dan berat tempurung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesembilan aksesi kelapa tersebut membentuk lima kelompok dan jarak genetik terbesar terdapat antara kelompok II (Dalam Lansot, Dalam Mongkonai, Dalam Dua Saudara) dan IV (Dalam Kaleosan, Dalam Kema) dengan nilai D2

= 2.196,57. Sumbangan terbesar terjadinya jarak genetik tersebut diperoleh dari karakter tebal daging buah.

Kata kunci : Cocos nucifera L., kekerabatan, genetik, kelapa dalam ABSTRACT

Genetic relationship among nine coconut accessions from North Sulawesi

The research was conducted in May 2007 at North Minahasa, South Minahasa, and Bolaang Mongondow Regions, North Sulawesi Province. From each region, three villages with different elevation were determined. The objective of the research was to find out genetic relationship among nine coconut germplasm accessions for breeding material in composing high yielding coconut. The genetic relationships were estimated using D2 Mahalanobis Statistics based on eight characters of fruit component, such as length of fruit, width of fruit, fruit weight, unhusked fruit weight, weight of fruit without water, weight of endosperm, thickness of kernel, and weight of shell. The result showed that the nine accessions were divided into five groups and the widest genetic distance had been found between group II (Lansot Tall, Mongkonai Tall, Dua Saudara Tall) and IV (Kaleosan Tall, Kema Tall) with the D2

value of 2,196.57. The highest contribution to the genetic relationship was thick of kernel (50% contribution). Lansot Tall and Kaleosan Tall can be used as parents for prepotent coconut.

Key words : Cocos nucifera L., genetic relationship, tall coconut

PENDAHULUAN

Program pemuliaan tanaman kelapa di Indonesia sampai saat ini adalah mencari dan mengembangkan kultivar-kultivar kelapa yang berpotensi hasil tinggi pada berbagai kondisi lingkungan tumbuh. Program ini hanya akan berhasil apabila terdapat keragaman genetik yang cukup luas dari materi yang digunakan (NOVARIANTOet al., 1993). Menurut RUCHJANINGSIH et al. (2002), perbaikan tanaman pada dasarnya tergantung kepada tersedianya suatu populasi yang terdiri dari individu-individu yang memiliki susunan genetik berbeda dan memiliki adaptasi yang luas serta keefektivan seleksi terhadap populasi tersebut.

Informasi jarak genetik dan hubungan kekerabatan sangat diperlukan dalam merakit varietas unggul. Semakin jauh jarak genetik antar tetua maka peluang untuk menghasilkan kultivar baru dengan variabilitas genetik luas akan menjadi semakin besar. Sebaliknya, persilangan antar tetua yang berkerabat dekat akan mengakibatkan terjadinya variabilitas genetik yang sempit. Salah satu pembatas keberhasilan dalam persilangan adalah hubungan kekera-batan genetik antar tetua. Hal ini dibuktikan oleh hasil penelitian tanaman teh di Gambung seperti dikemukakan oleh SRIYADI et al. (2002) yang menemukan tanaman F1 hasil persilangan buatan antara klon TRI 2024 x PS 1 yang merupakan tetua dengan hubungan kekerabatan yang jauh. PURWANTOROet al. (2005) mengemukakan bahwa terjadi hambatan kompatibilitas tepung sari dengan putik dalam persilangan antar genus Ascocenda (Ascocentrum x Vanda) akibat kedekatan dalam hubungan kekerabatan.

KENENI et al. (2007) mempelajari jarak genetik Faba bean (Vicia faba L.) dan Field pea (Pisum sativa L.) dikaitkan dengan distribusi eco-geografik dan mikro center dari keragaman genetik. Dari hasil studi 160 aksesi Faba bean dan 148 aksesi Field pea diketahui bahwa terdapat jarak genetik antara kelompok aksesi di bagian Utara dengan aksesi dari bagian Selatan.

(2)

Persilangan antar individu yang berkerabat dekat pada tanaman menyerbuk silang cenderung menghasilkan keturunan yang lemah, ukuran buah lebih kecil, kurang subur, dan banyak individu yang cacat. Dengan kata lain untuk perbaikan tanaman kelapa yang memiliki sifat me-nyerbuk silang, populasi tanaman yang akan dijadikan se-bagai tetua harus memiliki jarak genetik yang cukup luas.

Hubungan kekerabatan genetik pada tanaman dapat diketahui dengan menggunakan data dari sifat morfologi (RAHMAN et al., 1997 dalam SRIYADIet al., 2002). Salah satu pendekatan untuk mengetahui jarak genetik/hubungan kekerabatan plasma nutfah kelapa adalah dengan meng-gunakan model yang dikemukakan oleh Mahalanobis (SINGH dan CHAUDARY, 1977). Model jarak genetik yang dikemukakan oleh Mahalanobis ini telah dimanfaatkan secara luas oleh para ahli, baik di bidang pertanian, antro- pologi, bidang ekonomi, dan bidang lain. Dalam statistik, jarak Mahalanobis (mahalanobis distance) adalah pengu-kuran jarak yang didasarkan pada korelasi antara variabel-variabel dengan pola perbedaan yang dapat diidentifikasi dan dianalisis. Metode ini merupakan cara yang sangat bermanfaat untuk mendeterminasi kesamaan/kemiripan dari suatu set contoh.

Teknik D2 Mahalanobis telah diaplikasikan pada 30 genotipe kentang di Bangladesh melalui studi terhadap karakter-karakter hasil umbi dan komponennya. Ketiga puluh genotipe kentang tersebut membentuk enam kelom-pok dengan karakter berat umbi/tanaman sebagai penyum-bang terbesar (HAYDAR et al., 2007). Hal yang sama dilakukan terhadap 20 genotipe semangka di Ciampea, Bogor berdasarkan karakter. Hasilnya menunjukkan bahwa karakter-karakter tersebut membentuk 4 kelompok dengan penyumbang terbesar bobot buah diikuti jumlah biji, panjang batang, dan jarak buah pertama (SYUKUR et al.,

2006). Pada tanaman kelapa, metode Mahalanobis ini telah dilakukan untuk mengukur tingkat kekerabatan atau jarak genetik 17 aksesi plasma nutfah kelapa asal Sulawesi Utara yang ada di kebun koleksi ex situ plasma nutfah Balitka, berdasarkan karakter komponen buah. Hasilnya adalah ketujuhbelas aksesi kelapa tersebut membentuk enam kelompok. Kelompok terjauh jarak genetiknya antara kelompok III (DMT 55, DMT 22) dan Kelompok IV (Dalam Ilo-Ilo, Dalam Pungkol, Dalam Marinsow, dan Dalam Tenga) (MIFTAHORRACHMANet al., 1996).

Penelitian bertujuan untuk mengetahui tingkat kekerabatan antar sembilan aksesi kelapa tersebut perlu dilakukan penelusuran jarak genetik, sehingga dapat diperoleh aksesi-aksesi kelapa unggul yang dapat diman-faatkan dalam program perakitan kelapa unggul di masa yang akan datang.

BAHAN DAN METODE

Kegiatan penelitian dilakukan pada bulan Mei 2007 di Sulawesi Utara pada tiga kabupaten dengan ketinggian tempat yang berbeda, yaitu Kabupaten Minahasa Utara, Kabupaten Minahasa Selatan, dan Kabupaten Bolaang Mongondow. Penentuan ketinggian tempat menggunakan alat GPS. Evaluasi keragaman karakter vegetatif dan generatif dilakukan terhadap sembilan aksesi plasma nutfah kelapa dalam (Tabel 1). Umur tanaman yang diamati antara 40 sampai 60 tahun. Perbedaan umur ini tidak mem-pengaruhi karena pada tanaman kelapa dalam, produksi stabil pada umur > 15 tahun. Pengamatan dilakukan berdasarkan STANTECH COGENT (SANTOS et al., 1996) terhadap delapan karakter komponen buah dari 15 contoh tanaman untuk setiap aksesi plasma nutfah kelapa. Kesembilan aksesi yang terpilih semuanya berproduksi di atas 80 butir per pohon per tahun. Penentuan pohon contoh dilakukan secara purposive random sampling, yaitu ditentukan 15 pohon contoh yang memiliki buah siap panen. Karakter yang diamati adalah panjang buah, lebar buah, berat buah utuh, berat buah tanpa sabut, berat buah tanpa air, berat daging buah, tebal daging buah dan berat tempurung. Tingkat diversitas genetik dilakukan dengan uji statistik D2 dari Mahalanobis dan pengelompokan aksesi-aksesi dilakukan dengan menggunakan metode akar ciri yang dikemukakan oleh Rao:

D2 = Wij (X1i-X21) (X1c-X2j) dimana:

Wij adalah invers dari matriks ragam dan peragam yang dihitung.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis jarak genetik (nilai D2) terhadap delapan karakter komponen buah dari sembilan aksesi kelapa Dalam asal Provinsi Sulawesi Utara membentuk lima kelompok (Tabel 2). Kelompok I terdiri dari satu aksesi (kelapa Dalam Nonapan II), Kelompok II terdiri dari tiga aksesi (kelapa Dalam Lansot, Dalam Mongkonai, dan Dalam Dua Saudara), Kelompok III terdiri dari dua aksesi (kelapa Dalam Pakuweru dan Dalam Poigar), Kelompok IV terdiri dari 2 aksesi (kelapa Dalam Kaleosan dan Dalam Kema) dan Kelompok V hanya satu aksesi (kelapa Dalam Nonapan I). Jarak genetik terjauh antar kelompok terjadi antara kelompok II dan IV dengan nilai D2 sebesar 2.196,57, sedangkan jarak terdekat antara kelompok I dan III dengan nilai D2 = 518,84 (Tabel 3). Jarak genetik terbesar antar aksesi di dalam kelompok terdapat pada kelompok IV dengan nilai D2 = 901,92, sedangkan jarak genetik terkecil pada kelompok I dengan nilai D2 = 46,08, sementara pada Kelompok V tidak ada nilai D2 karena hanya terdapat satu aksesi di dalamnya ( Gambar 1).

(3)

Tabel 1. Data paspor sembilan aksesi plasma nutfah kelapa dalam asal Provinsi Sulawesi Utara

Table 1. Passport data of nine accessions of tall coconut germplasm from North Sulawesi

Aksesi Accession Asal Origin Umur (tahun) Age (year) Ketinggian tempat dari permukaan laut (m) Altitude (m) Kelapa Dalam Kaleosan Desa Kaleosan, Kec. Kalawat, Kab. Minahasa Utara 40 115 – 117 Kelapa Dalam Dua Saudara

Desa Dua Saudara, Kab. Minahasa Utara

60 285 – 325 Kelapa Dalam

Kema

Desa Kema, Kab. Minahasa Utara 40 8 – 31 Kelapa Dalam Pakuweru Desa Pakuweru, Kab. Minahasa Selatan 40 160 – 190 Kelapa Dalam Nonapan I Desa Nonapan, Kab. Bolaang Mongondow 40 4 – 5 Kelapa Dalam Nonapan II Desa Nonapan, Kab. Bolaang Mongondow 50 104 – 112 Kelapa Dalam Mongkonai Desa Mongkonai, Kab. Bolaang Mongondow 50 339 – 345 Kelapa Dalam Poigar

Desa Poigar, Kab. Minahasa Selatan

50 20 -25

Kelapa Dalam Lansot

Desa Lansot, Kab. Minahasa Selatan

60 555 - 585

Tabel 2. Pengelompokan sembilan aksesi kelapa Sulawesi Utara ber-dasarkan nilai statistik D2

Table 2. Grouping of nine accessions of tall coconut from North Sulawesi base on D2 statistical value Kelompok Group Jumlah aksesi Accession number Aksesi Accession

I 1 kelapa Dalam Nonapan II II 3 kelapa Dalam Lansot, Dalam

Mongkonai, Dalam Dua Saudara III 2 kelapa Dalam Pakuweru, Dalam Poigar IV 2 kelapa Dalam Kaleosan, Dalam Kema

V 1 kelapa Dalam Nonapan I

Tabel 3. Jarak genetik antar kelompok dari sembilan aksesi kelapa Dalam Sulawesi Utara

Table 3. Genetic distance among and in group of nine Tall coconut accessions from North Sulawesi

Kelompok Group I II III IV V I 0 754,95 518,84 1.287,54 974,67 II 0 757,51 2.196,57 1.258,91 III 0 883,02 780,74 IV 0 2.084,49 V 0

Gambar 1. Ilustrasi jarak genetik antar kelompok dari sembilan aksesi kelapa Dalam Sulawesi Utara

Figure 1. Illustration of genetic distance among groups of nine accessions of Tall coconut from North Sulawesi

974,67

II

481,62

I

46,08

V

0,00

III

374,12

IV

901,92

754,95

757,51

883,02

2.084,49

1.258,92

2.196,57

518,84

780,74

1.287,54

(4)

Pengelompokan berdasarkan karakter komponen buah terhadap sembilan aksesi kelapa Dalam asal Sulawesi Utara terjadi secara acak tanpa melihat letak geografi dari kesembilan kelapa Dalam tersebut. Aksesi-aksesi yang berasal dari daerah pantai (seperti kelapa Dalam Kema, Dalam Nonapan I, dan Dalam Poigar) masing-masing terdapat dalam kelompok yang berbeda walaupun aksesi-aksesi tersebut berasal dari ekosistim yang sama. Tetapi aksesi-aksesi kelapa Dalam di daerah pegunungan (seperti kelapa Dalam Mongkonai, Dalam Dua Saudara, dan Dalam Lansot) ternyata membentuk kelompok yang sama (Tabel 2). Hal ini sesuai dengan pendapat dari KATIYAR (1978) bahwa terdapat keragaman geografi (geographic diversity) untuk pertumbuhan tanaman. BAIHAKI dan WICAKSONO (2005) berpendapat bahwa terdapat variasi lingkungan makro-geofisik yang sangat besar di Indonesia yang meng-akibatkan terjadinya lingkungan tumbuh yang besar terhadap pertumbuhan tanaman.

Faktor penyumbang terjadinya jarak genetik antar sembilan aksesi kelapa Dalam asal Sulawesi Utara tersebut adalah lima komponen karakter dari buah. Karakter tebal daging buah sebagai penyumbang terbesar dengan persen-tase sumbangan sebesar 50%, diikuti oleh karakter berat daging buah (25%), berat buah tanpa air (13,89%), berat buah utuh dan panjang buah masing-masing menyumbang sebesar 5,57 persen. Sedangkan karakter lebar buah, berat buah utuh dan berat tempurung tidak memberikan kontri-busi terhadap terjadinya jarak genetik antar kesembilan aksesi kelapa Dalam asal Sulawesi Utara tersebut (Tabel 4). Hasil pengelompokan kesembilan aksesi kelapa Dalam Sulawesi Utara ini dapat dimanfaatkan sebagai calon tetua dalam perakitan kelapa unggul karena telah diketahui perbedaan jarak genetik dari kesembilan aksesi tersebut. Perbaikan genetik tanaman hanya bisa dilakukan jika terdapat perbedaan genetik di antara tetuanya. Kelompok yang memiliki jarak genetik paling jauh adalah antara kelompok II dan IV (D2 = 2.196,57) (Tabel 3).

Aksesi-aksesi yang ada di dalam kedua kelompok ini dapat dijadikan sebagai tetua, yaitu kelapa Dalam Lansot, Dalam Mongkonai, dan Dalam Dua Saudara (kelompok II), Dalam Dalam Kaleosan dan Dalam Kema (kelompok IV). Kelima aksesi tersebut dapat disilangkan untuk menghasilkan kelapa hibrida yang tegar. NOVARIANTO (2005) mengemu-kakan bahwa keberhasilan suatu program pemuliaan tidak terlepas dari ada tidaknya keragaman genetik plasma nutfah yang digunakan. Selanjutnya dikatakan bahwa jauh dekat-nya hubungan kekerabatan antara kultivar kelapa yang akan digunakan sebagai tetua menjadi salah satu dasar kuat dalam melakukan seleksi untuk merakit kelapa hibrida yang lebih unggul. Walaupun demikian seleksi sebaiknya tidak hanya berdasarkan hasil analisis jarak genetik, namun perlu dipertimbangkan juga faktor-faktor lain yang mempenga-ruhi potensi hasil, seperti resistensi hama dan penyakit, dan produksi buah sebagai pasangan dari jarak genetik. Nilai rata-rata karakter komponen buah yang dapat diseleksi dari kesembilan aksesi kelapa Dalam Sulawesi Utara dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 4. Sumbangan tiap karakter terhadap jarak genetik sembilan aksesi kelapa asal Provinsi Sulawesi Utara

Table 4. Contribution of each character to genetic distance of nine Tall coconut accessions from North Sulawesi

Karakter

Character

Jumlah nilai D2

yang muncul sebagai peringkat pertama

Number of D2 values as first level Persen sumbangan Percentage of contribution Panjang buah 2 5,57 Lebar buah 0 0

Berat buah utuh 2 5,56

Berat buah tanpa sabut 0 0

Berat buah tanpa air 5 13,89

Berat daging buah 9 25,00

Tebal daging buah 18 50,00

Berat tempurung 0 0

Total 36 100

Tabel 5. Nilai rata-rata karakter komponen buah 9 aksesi plasma nutfah kelapa asal Sulawesi Utara.

Table 5. Average value of fruit component characters of nine coconut germplasm accessions from North Sulawesi

Aksesi

Accession

Komponen buah Fruit component

Panjang buah Length of nut (cm) Lebar buah Width of nut (cm) Berat buah Weight of nut (g) Berat buah tanpa sabut Weight of nut without husk (g) Berat buah tanpa air Weight of nut without water (g) Berat daging buah Weight of kernel (g) Tebal daging buah Thickness of kernel (cm) Berat tempurung Weight of shell (g) Dalam Kaleosan 62,75 51,44 1.598,13 1.093,13 690,63 462,50 1,15 230,00 Dalam Dua Saudara 59,56 56,44 1.583,13 1.037,50 708,75 476,88 1,24 226,88

Dalam Kema 59,06 56,44 1.295,00 976,25 648,13 427,50 1,18 235,63 Dalam Pakuweru 61,75 57,50 1.495,63 965,63 637,50 387,50 1,01 247,50 Dalam Nonapan I (P) 58,94 55,81 1.660,63 1.108,13 726,88 475,63 1,22 243,75 Dalam Nonapan II 57,88 52,38 1.198,13 737,50 513,75 310,00 0,84 186,88 Dalam Mongkonai 59,31 50,44 1.400,63 896,25 614,38 406,94 1,28 211,88 Dalam Poigar 63,63 59,94 1.439,38 1.112,86 766,43 473,57 1,19 252,14 Dalam Langsot 60,50 59,00 1.750,00 1.290,00 880,00 580,00 1,30 320,00

(5)

Berdasarkan pengamatan terhadap komponen buah, lima aksesi plasma nutfah kelapa yang ada dalam kelompok II dan IV memiliki perbedaan karakter komponen buah yang cukup mencolok, yaitu tebal daging buah. Namun demikian karakter-karakter lain yang memiliki keragaman yang cukup signifikan yang dapat dipakai sebagai kriteria seleksi adalah berat buah dan berat buah tanpa air. Sekalipun tidak sebagai penyumbang dominan terhadap terjadinya jarak genetik antara kesembilan aksesi plasma nutfah di Sulawesi Utara, diharapkan kedua karakter buah tersebut memiliki korelasi yang positif dengan produk-tivitas. Menurut MANGOENDIDJOJO (2003), dalam rangka perluasan genetik, persilangan antara genotipe yang berkerabat jauh akan menghasilkan keragaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan genotipe-genotipe berkerabat dekat. Hasil penelitian LIYANAGE, dikutip oleh TAMPAKE (1987) menunjukkan bahwa respon seleksi berdasarkan suatu karakter pada tanaman kelapa dapat positif atau negatif berdasarkan status korelasi antar karakter dari suatu populasi. FREMOND et al. (1966) melakukan observasi untuk melihat korelasi antara 14 karakter pada tanaman muda di pembibitan dan tanaman dewasa. Mereka menyimpulkan bahwa dalam memilih pohon induk disarankan yang memiliki buah yang berat. Buah semacam ini akan berpengaruh terhadap kecepatan berkecambah, dan pada tingkat pembibitan memberikan persentase tanaman tegar yang tinggi. Sifat ini berkorelasi positif dengan hasil ketika tanaman dewasa.

Aksesi kelapa Dalam Lansot (kelompok II) dan Dalam Kaleosan (kelompok IV) memiliki peluang yang besar untuk dijadikan sebagai calon tetua. Selain memiliki jarak genetik yang saling berjauhan (tidak berada dalam satu kelompok), kedua aksesi ini memiliki nilai rata-rata komponen buah terbaik dibandingkan dengan aksesi lainnya (Tabel 5). Namun demikian, perlu dilakukan analisis korelasi antar karakter vegetatif dan generatif terhadap produksi sehingga seleksi ke arah perbaikan tanaman benar-benar lebih efektif, terarah, dan akurat.

KESIMPULAN

Sembilan aksesi kelapa Dalam asal Provinsi Sulawesi Utara membentuk 5 kelompok. Jarak genetik paling besar terjadi antara kelompok II (kelapa Dalam Lansot, Dalam Mongkonai, dan Dalam Dua Saudara) dan IV (kelapa Dalam Kaleosan dan Dalam Kema), dengan nilai D2 sebesar 2.196,57.

Sumbangan terbesar terhadap jarak genetik ini adalah karakter tebal daging buah sebesar 50,00 persen.

Aksesi kelapa Dalam Lansot dan Dalam Kaleosan dapat dipertimbangan untuk dijadikan sebagai calon tetua dalam perakitan kelapa Dalam unggul Sulawesi Utara.

DAFTAR PUSTAKA

BAIHAKI, A dan N. WICAKSANA. 2005. Interaksi genotipe x lingkungan, adabtabilitas, dan stabilitas hasil, dalam pengembangan tanaman varietas unggul di Indonesia. Januari-Juni 2005. Zuriat. Jurnal Pemuliaan Indonesia. 16(1). p.1.

FREMOND, Y., ROBERT ZILLER, and M. deNUCE’ LAMOTHE. 1966. The Coconut Palm. International Potash Institute, Berne/Switzerland. p.43.

HAYDAR, A.M.B. AHMAD, M.M. HANNAN, M.A. RAZVY, M.A. MANDAL, M. SALAHIN, R. KARIM, and M. HOSSAIN. 2007. Analysis of genetic diversity in some potato varieties grown in Bangladesh. Middle-East Journal of Scientific Research. 2(304): 143-145.

http://www.idosi.org/mejsr/mejsr2(3-4)/3/313.pdf

(diambil dari internet tanggal 22 Mei 2009). KATIYAR R.P. 1978. Genetic divergence for

morpho-physiological and quality determinants of yield in chickpea. Indian J. Agric. Sci. 48(8). p.451.

KENENI, G.M. JARSO, T. WOLABU. 2007. Eco-geographic distribution and microcenter of genetic diversity in faba bean (Vicia faba L.) and field pia (Pisum sativa) germplasm collections from Ethiopia. East African Journal of Sciences. 1(1). http:/www.ajol info/index.php.eajsci/article/view/40336 .(diambil dari internet tanggal 22 Mei 2009).

MANGOENDIDJOJO, W. 2003. Dasar-dasar pemuliaan tanaman. Kanisius, Yogyakarta. 182p.

MIFTAHORRACHMAN, H. MANGINDAAN, dan H. NOVARIANTO. 1996. Diversitas genetik komponen buah kultivar kelapa Dalam Sulawesi Utara. Januari-Juni 1996. Zuriat. Jurnal Pemuliaan Indonesia. Vol. 7. No. 1. NOVARIANTO, H., A. HARTANA, dan A.H. NASOETION. 1993.

Hubungan kekerabatan antar populasi kelapa di kebun plasma nutfah Pakuwon. Sukabumi. Jurnal Biologi Indonesia. 1(1).p.58.

NOVARIANTO, H. 2005. Plasma nutfah dan pemuliaan kelapa. Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain. 84p.

PURWANTORO. A., E. AMBARWATI dan F. SETYANINGSIH. 2005. Kekerabatan antar anggrek spesies berdasar-kan sifat morfologi tanaman dan bunga. Ilmu Pertanian. 12(1) :1 - 11.

RUCHJANINGSIH, R. SETIAMIHARDJA, H.H MURDANINGSIH, dan W. MARMAJAYA. 2002. Efek mulsa pada variabilitas genetik dan heretabilitas ketahanan terhadap Ralstonia solanacearum pada tiga belas genotip kentang di dataran medium Jatinangor. Juli-Desember 2002. Zuriat. Jurnal Pemuliaan Indonesia. 13(2).p.73.

(6)

SANTOS, G.A., P.A. BATUGAL, A. OTHMAN, L. BAUDOIN, and J.P. LABOUNISE. 1996. Manual on Standardized Research Technique in Coconut Breeding. IPGRI-COGENT.

SINGH, R.K. and B.D. CHAUDARY. 1977. Biometrical Methods in Quantitative Genetic Analysis. Kalyani Pub-lishers. New Delhi. Ldhiana. p.200.

SRIYADI, B., R. SETIAMIHARDJA, A. BAIHAKI, dan W. ASTIKA. 2002. Hubungan kekerabatan genetik antar tanaman teh F1 dari persilangan Tri 2024 x PS1 berdasarkan penanda RAPD. Zuriat. Jurnal Pemuliaan Indonesia. 13(1): 11-20.

SYUKUR, M., M. SURACHMAN, dan F.N. NISYA. 2006. Hubungan kekerabatan beberapa genotipe semangka (Citrullus lanatus Thunberg Matsum dan Nakai). Prosiding Seminar Nasional Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman. Departemen Agronomi dan Hortikultura Fak. Pertanian Institut Pertanian, Bogor. p.274-280.

TAMPAKE , H. 1987. Keragaman gentik dan korelasi antar sifat pada tanaman kelapa dalam (Cocos nucifera

LINN var. Typica) . Tesis Magister Sains Fakultas Pasca Sarjana Universitas Padjadjaran. 67p.

(7)
(8)

ELSJE TENDAet al. : Hubungan kekerabatan genetik antar sembilan aksesi kelapa asal Provinsi Sulawesi Utara

DEPARTEMEN PERTANIAN

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERKEBUNAN BALAI PENELITIAN TANAMAN KELAPA DAN PALMA LAIN Telepon : (0431) 812430 Mapanget Kotak Pos 1004, Manado 95001 Faximile : (0431) 812017

E-mail : balitka@indosat.net.id

Http : www.balitka.manado.or.id

Manado, 27 April 2009

Nomor : Kepada Yth. :

Lampiran : - Kepala Bidang Kerjasama dan

Perihal : Perbaikan naskah Pendayagunaan Hasil Penelitian

di -

BOGOR

Berdasarkan hasil koreksian Dewan Redaksi maka Naskah dengan judul ”Hubungan Kekerabatan Genetik Antar Sembilan Aksesi kelapa Asal Provinsi Sulawesi Utara” telah kami perbaiki sesuai dengan saran-saran yang diberikan. Beberapa hal yang perlu kami jelaskan lebih lanjut :

1. Halaman 2. Pustaka Allard (1960) sudah dihilangkan, karena pernyataan tersebut sudah berlaku umum untuk bidang pemuliaan.

2. Halaman 3. Lokasi dengan ketinggian yang berbeda sengaja ditentukan. Untuk analisa D2 Mahalanobis, memang lokasi-lokasi yang berbeda tersebut tidak dimasukkan dalam analisa atau sebagai perlakuan sebagaimana analisa-analisa lainnya. Analisa D2 Mahalanobis hanya untuk menentukan apakah populasi-populasi yang dianalisa mememiliki kekerabatan genetic yang jauh atau dekat sekalipun berasal dari lokasi yang berbeda atau sama.

3. Halaman 5. Nilai D2 tidak ada nilai baku, ini tergantung dari nilai regresi yang diperoleh masing-masing kultivar. Bisa saja nilai D2 dalam kelompok besar, karena nilai Y dari kelapa Dalam Kaleosan dan Dalam Kema memang besar.

4. Halaman 6. Tabel 3 dirubah, dimana seharusnya jarak genetic dalam kelompok sama = 0, misalnya dalam matriks I da I = 0. Sementara nilai jarak genetic antar aksesi dalam 1 kelompok yang sama diletakkan dalam lingkaran di Gambar 1. Ini baku dalam penulisan D2 Mahalanobis.

5. Halaman 8. Nilai D2 tidak untuk menggambarkan suatu aksesi baik. Nilai D2 hanya alat untuk mengelompokkan aksesi-aksesi yang dianalisa. Juga tidak bisa membandingkan dengan aksesi yang tidak diikutsertakan dalam analisa ini.

Metoda D2 Mahalanobis mirip dengan Cluster analysis. Kelebihan Mahalanobis adalah, selain mampu mengelompokkan populasi, juga dapat menentukan karakter yang menentukan pengelompokan tersebut.

Demikian perbaikan naskah dan tanggapan kami, atas bantuannya disampaikan terimakasih.

Hormat Kami

Elsje T Tenda

Gambar

Table 4.   Contribution of each character to genetic distance of nine Tall  coconut accessions from North Sulawesi

Referensi

Dokumen terkait

Nilai thitung yang diperoleh lebih besar dari nilai ttabel maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh penggunaan media audio visual terhadap kemampuan mendengarkan cerita

Simpulan dalan penelitian ini adalah terdapat perbedaan rata-rata hasil belajar fisika antara siswa yang menggunakan pendekatan kemampu- an argumentasi oral

Ayat-ayat tersebut dipahami oleh para ulama sebagai larangan menjadikan orang-orang kafir sebagai teman, penolong, atau seseorang yang mengemban tugas tertentu (pemimpin)

Karya tugas akhir penciptaan ini menghasilkan sebelas karya perhiasan tersebut memiliki bentuk yang bervariasi, dengan bentuk-bentuk yang mengambil unsur dari

Seiring bertambahnya usia kehamilan informan memiliki harapan untuk melahirkan secara normal dan lancar namun karena kondisi kehamilannya dengan plasenta letak

Terdapat 3 aspek intensi membeli yang berasal dari aspek-aspek intensi berperilaku dari Ajzen 2005, yaitu sebagai berikut: • Sikap konsumen terhadap perilaku membeli Seseorang

Kepulauan Maluku terkenal sebagai penghasil rempah-rempah terbesar di dunia. Rempah-rempah tersebut menjadi komoditi utama dalam dunia pelayaran dan perdagangan pada abad 15

Dalam penelitian ini rumusan masalahnya adalah “Bagaimana model konseptual bimbingan teknis berkelanjutan untuk meningkatkan kompetensi tutor paket C pada Pusat Kegiatan