II-1
BAB II
PRO FIL KABU PATEN TIM O R TEN GAH UTARA
Profil Kabupaten Timor Tengah Utara menggambarkan kondisi daerah dari berbagai
aspek. Dari profil Kabupaten tersebut diharapkan dapat tercermin kondisi daerah terkait
dengan Rencana Program Investasi Jangka M enengah (RPIJM ). Profil Kabupaten Timor
Tengah Utara terdiri dari gambaran kondisi geografis dan administratif wilayah, gambaran
mengenai demografi, gambaran mengenai topografi wilayah, gambaran mengenai
geohidrologi, gambaran mengenai geologi, gambaran mengenai klimatologi, dan
gambaran mengenai kondisi sosial dan ekonomi.
2.1. W ilayah Administrasi Kabupaten Timor Tengah U tara.
Kabupaten Timor Tengah Utara terletak antara 90 02' 48" LS – 90 37’ 36” LS dan
antara 1240 04' 02" BT - 1240 04' 00" Bujur Timur.
Adapun batas-batas w ilayah administratif kabupaten ini adalah sebagai berikut :
Selatan : berbatasan dengan wilayah Kabupaten Timor Tengah Selatan,
Utara : berbatasan dengan wilayah ambenu (Timor Leste) dan Laut Saw u,
Barat : berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kupang dan TTS
Timur : berbatasan dengan wilayah Kabupaten Belu.
Luas w ilayah Kabupaten TTU ± 2,669,70 km2 atau sekitar 5,6 % dari luas daratan Provinsi
N usa Tenggara Timur, yang terbagi kedalam 24 kecamatan termasuk kecamatan yang
mengalami pemekaran yang aw alnya 9 kecamatan sesuai Perda kabupaten TTU N o. 8 tahun
2007. Berdasarkan data topografi w ilayah ini berada pada kemiringan kurang dari 400
dengan luas 2,065,19 km2 atau 77,4 % dari luas w ilayah TTU; sedangkan sisanya 604,51 km2
atau 22,6 % mempunyai kemiringan lebih dari 400, W ilayah dengan kemiringan kurang dari
400 sebagian besar berada pada ketinggian kurang dari 500 m dari permukaan laut yakni
seluas 1676,51 km2 atau 62,8 % . Dari 174 desa/ kelurahan terdapat 9 desa yang dikategorikan
kedalam desa pantai yakni desa Oepuah (Biboki Selatan), Humusu C dan Oesoko (Insana
Utara) serta Nonotbatan, M aukabatan, Tuamese, Oemanu, M otadik, dan Ponu (Biboki
Anleu), sedangkan sisa 165 desa lainnya yang tersebar di 24 w ilayah kecamatan yang ada
II-2 Tabel 2.1.
II-3
Dagram Pie Luasan Kabupaten Timor Tengah U tara per Kecamatan
Penggunaan Lahan di Kabupaten TTU, lebih banyak digunakan untuk sektor pertanian,
dari data BPS tahun 2016 diketahui bahw a luas w ilayah daratan yang digunakan untuk
pertanian sebesar 97.948 ha, yang terdiri dari Saw ah : 11.366 ha, ladang : 24.466 ha,
tegalan : 31.266 ha, perkebunan : 30.850 ha, hutan sebesar : 90.239 ha, atau secara
keseluruhan mencapai 74% dari keseluruhan luas daratan di Kabupaten TTU. Dari data
BPS juga diketahui bahw a luas lahan kritis mencapai 4.282 ha. Untuk kaw asan
permukiman luasanya mencapai 20.685 ha, sedangkan sektor Industri / jasa berupa
industri kecil atau rumah tangga sehingga belum ada kaw asan yang dikhususkan untuk
pengembangannya.
Gambar 2.2.
II-4 Gambar 2.3.
II-5 Gambar 2.4.
II-6 2.2. Potensi W ilayah Kabupaten
2.2.1. Pertanian Tanaman Pangan dan H ortikultura
Produksi tanaman pangan selama tahun 2015 secara umum mengalami fluktuasi
dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal ini tidak terlepas dari pengaruh kondisi curah
hujan sepanjang tahun 2015. Bagi tanaman bahan makanan yang w aktu penanamannya
relatif tepat dan adaptif terhadap fluktuasicurah hujan memperlihatkan hasil yang cenderung
membaik seperti padi ladang, jagung, ubikayu, kacang tanah dan kacang hijau. Sedangkan
produksi tanaman seperti padi saw ah dan ubi jalar mengalami sedikit penurunan karena
rata-rata curah hujan baru normal setelah fase pembuahan tanaman tersebut sudah lew at.
Ketersediaan produksi pangan dari komoditas padi selama tahun 2015 sebanyak 28 409 ton
gabah kering giling (konversi ke beras: 18 374 ton) atau mengalami peningkatan sebesar
21,94% dari keadaan tahun sebelumnya. Secara parsial, produksi padi saw ah turun 13,98 %
dan padi ladang yang mengalami peningkatan produksi 212,80 % . Peningkatan produksi padi
pada tahun ini diduga lebih banyak disebabkan oleh faktor alam dan juga peningkatan luas
lahan.
Ketersedian produksi jagung yang menjadi makanan pokok sebagian besar masyarakat TTU
selama tahun 2015 sebanyak 55. 948 ton pipilan kering atau mengalami peningkatan 78,01 %
dari tahun sebelumnya. Produksi tanaman kacang-kacangan masing-masing adalah sebagai
berikut: kacang tanah naik 0,14% , kacang hijau naik 200% , sedangkan produksi kacang
kedele sama seperti tahun lalu yakni 3 ton. Ketersedian produksi untuk makanan berpati
selama tahun 2015 yakni ubi kayu meningkat 77,93% , dan ubi jalar justru menurun 34,38% .
Produksi komoditas sayur-sayuran selama musim panen tahun 2015 memperlihatkan hasil
yang cukup beragam yakni untuk beberapa jenis sayursayuran seperti kacang panjang, cabai,
tomat, dan bayam mengalami penurunan, sementara pada jenis lainnya baw ang merah,
baw ang putih, kentang, kol, pitsai, kacang merah, labu siam, terung, ketimun, wortel,
kangkung buncis, dan kangkung mengalami sedikit peningkatan produksi bila dibandingkan
dengan tahun sebelumnya. Diduga karena kemampuan adaptif secara alamiah ataupun
ketepatan w aktu tanam bagi beberapa komoditis dengan kondisi curah hujan yang bersifat
fluktuatif tersebut. W ilayah pengembangan padi saw ah, tadah hujan dan padi ladang serta
palaw ija (jagung, ubi-ubian dan kacang-kacangan) dan tanaman buah-buhan diprioritaskan di
seluruh w ilayah Kecamatan. Sedangkan tanaman sayur-sayuran difokuskan di Kecamatan
M iomaffo Barat. Penekanan pengembangan komoditas diutamakan pada komoditas jagung,
II-7 2.2.2. Perkebunan Rakyat
Pada umumnya baik produksi maupun luas panen komoditas perkebunan di
Kabupaten TTU pada tahun 2015 belum memperlihatkan hasil dengan kapasitas yang cukup
memadai. Hal ini dapat disebabkan penanganan budidaya perkebunan rakyat oleh sebagian
besar petani masih diletakkan sebagai usaha komplementer dari usaha pokok yaitu pertanian
tanaman pangan. Produksi tanaman kelapa pada tahun 2015 sebesar 574,18 ton atau
mengalami penurunan sebesar 30,26 % , produksi tersebut dari luas panen 5.498 hektar.
Tanaman kemiri sebagai salah satu tanaman potensial di daerah ini, pada tahun 2015
menghasilkan 1.480,73 ton dari luas panen 9.670 hektar atau mengalami penurunan 7,16 %
dari keadaan tahun 2014.
Jambu mente sebagai komoditas unggulan daerah,pada tahun 2015 menghasilkan 1.485,91
ton yang dihasilkan dari areal tanam seluas 11.265 ha atau dengan produktivitas rata-rata 1,31
kw intal per hektar dan mengalami penurunan hanya sebesar 0,09 ton. Komoditas
perkebunan yang lainnya memiliki kapasitas produksi selama tahun 2015 adalah : pinang
462,85 ton (naik 2,40 % ), kapuk 107,57 ton (turun 39,23 % ), kopi 148,84 ton (naik 7,08
% ), dan kakao/ coklat 43,04 ton (naik 4,98 % ).
W ilayah pengembangan perkebunan rakyat diarahkan di seluruh w ilayah Kecamatan dan
secara intensifikasi fokusnya pada Kecamatan Insana, Biboki Utara, Biboki Feotleu, M iomaffo
Timur, Naebenu, Bikomi Utara dan Kecamatan Bikomi Tengah untuk komoditas perkebunan
jambu mente dan kemiri, karena jenis tanaman ini sudah cukup familiar dengan kondisi
masyarakat di Kabupaten TTU dan mempunyai prospek nilai perdagangan yang cukup tinggi.
2.2.3. Peternakan
Peternakan merupakan salah satu sektor vital yang mampu menyanggah kehidupan
ekonomi sebagian besar keluarga tani di pedesaan. Paling tidak dengan memelihara ternak,
rumah tangga tani dapat membiayai kebutuhan di luar pangan seperti menyekolahkan anak,
membiayai kesehatan dan perumahan, bahkan pada saat kondisi kritis seperti gagal panen,
komoditi ternak justru diandalkan untuk menopang pengadaan ketersediaan pangan keluarga.
Jumlah rumah tangga usaha ternak di Kabupaten TTU pada tahun 2015 tidak mengalami
perubahan dari tahun sebelumnya. Bahkan jumlah rumah tangga usaha ternak jenis ayam ras
petelur mengalami penurunan secara drastis. Sebagaian ternak besar maupun kecil mengalami
peningkatan populasi dari tahun sebelumnya seperti ternak Sapi Bali naik 0,09 % , Babi naik
1,25 % , Ayam Buras/ Kampung naik 0,74 % , Kerbau naik 0,47 % , Kambing/Domba naik 0,06
II-8 Upaya pemerintah Kabupaten TTU sebagai daerah “ Gudang Ternak” di Propinsi NTT, untuk
meningkatkan populasi ternak andalan Sapi Bali menghadapi kendala yang semakin serius
karena belakangan ini lalu-lintas mutasi ternak keluar, terutama bibit pejantan menjadi
semakin sulit dikendalikan; ditambah ancaman penyakit bruccelosis yang sampai dengan saat
ini terus menjadi momok yang menghantui perkembangan populasi ternak sapi, ketersediaan
Hijauan M akanan Ternak (HM T) semakin berkurang dan rusaknya ketersediaan rumput di
padang penggembalaan akibat tekanan dari rumput bunga putih (suf muti=bahasa lokal) atau
Crhomolaena Odorata. Kendala lainya adalah, sebagian besar petani ternak masih bertahan
pada pola budidaya ternak yang bersifat tradisional sebagai akibat dari kurang variatifnya
pola pembinaan dan penyuluhan yang selama ini terkesan masih terpaku pada pola
konvensional. Pola budidaya ternak yang bersifat sub sisten ini mengakibatkan pertambahan
populasi ternak berjalan di tempat, dan terkesan berjalan secara alamiah tanpa rekayasa
teknologi peternakan secara signifikan. M utasi ternak sapi selama tahun 2015 sebagai berikut:
dipotong di RPH sebanyak 737 ekor dan di luar RPH 700 ekor, sedangkan yang
diantarpulaukan melalui pelabuhan W ini ataupun transportasi darat sebanyak 14.100 ekor.
Jumlah mutasi penggunaan yang cukup tinggi ini jika tidak diimbangi dengan pengadaan
kembali terutama lahir baru dapat dipastikan populasi sapi Bali pada masa datang akan
semakin berkurang. W ilayah pengembangan peternakan, terutama untuk komoditas ternak
sapi diarahkan di Kecamatan Biboki Anleu, Biboki Feotleu, Biboki M oenleu; Insana, Insana
Tengah dan Kecamatan M utis. Sedangkan komoditas unggas (ayam potong) diprioritaskan di
Kecamatan Kota Kefamenanu
2.2.4. Perikanan
Komoditas perikanan memiliki nilai ekonomis tinggi karena selain menjadi bahan
pangan yang memiliki kandungan protein tinggi, juga mampu memberikan tingkat kehidupan
yang layak bagi keluarga tani nelayan. Dengan semakin terbatasnya lahan pertanian yang
subur belakangan ini, sektor perikanan dengan program GEM ALA (Gerakan M asuk Laut)
diharapkan menjadi alternatif lapangan kerja yang menjanjikan bagi pertambahan angkatan
kerja baru. Produksi ikan di Kabupaten TTU sebagian besar berasal dari perikanan laut. Dari
total produksi 444,87 ton pada tahun 2015, sebanyak 98,38 % atau 437,67 ton diantaranya
adalah produksi perikanan laut, sedangkan sisanya 7,2 ton atau 1,62 % adalah produksi
perikanan darat. Dari 789 rumah tangga nelayan pada tahun 2015, sedangkan nelayan
dengan perahu tanpa motor 23,19 % , motor tempel 9,89 % , dan kapal motor hanya 2,41 % .
II-9 masih bersifat tradisional, maka dipastikan kemampuan w ilayah operasi penangkapannya
masih sebatas w ilayah perairan pesisir dengan hasil tangkapan yang kurang maksimal. Jenis
ikan yang dominan untuk produksi penangkapan di laut seperti kerapu, ikan merah, ekor
kuning, tembang, ikan terbang, kembung, tuna/ cakalang, tongkol dan layur. Sedangkan jenis
ikan untuk produksi budidaya kolam seperti ikan nila, gabus,
mujair dan ikan mas. Wilayah pengembangan perikanan laut dan tambak diarahkan di
Kecamatan Insana Utara, Biboki Selatan dan Biboki Anleu. Sedangkan untuk komoditas
perikanan darat (budidaya kolam) dapat diarahkan di Kecamatan Insana, M iomaffo Barat,
N oemuti dan Noemuti Timur.
2.2.5. Kehutanan
Hutan memiliki peranan penting bagi kelestarian alam dan menopang kehidupan
komunitas ekosistem alam di sekitarnya. Luas hutan di Kabupaten TTU adalah 126 235 hektar
atau sekitar 47,3 % dari luas w ilayah daratan. Kecamatan yang memiliki hutan terluas adalah
Kecamatan Biboki Selatan yaitu 18,1% dari luas hutan di seluruh Kabupaten TTU. Sebaliknya
Kecamatan Kota Kefamenanu hanya memiliki hutan seluas 0,5 % atau terendah dari seluruh
kecamatan. Bila diamati menurut fungsi hutan, maka komposisi luasnya sebagai berikut: hutan
produksi terbatas 53,9 % , hutan lindung 32,5 % , hutan produksi yang dapat dikonversi 10,7
% , hutan cagar alam 1,6 % dan hutan produksi tetap 1,2 % . Primadona hasil hutan berupa
kayu cendana, baik produksi maupun populasinya belakangan ini semakin menurun. Data
tahun 2006 produksi kayu cendana sebesar 33.678 kilogram atau turun 35,4 % dibandingkan
dengan tahun 2004 lalu. Diperkirakan untuk tahun-tahun yang akan datang produksinya akan
terus anjlok mengingat populasinya sangat terbatas dan cenderung punah. Data populasi
cendana hasil inventarisasi tahun 1997 lalu hanya 16.263 pohon atau turun sebanyak 36,3 %
dari keadaan tahun 1996. Hasil hutan lainnya yang cukup menonjol adalah kayu jati bulat
dengan produksi 50. 671 m3 di tahun 2015 atau turun 5,66 % dari tahun sebelumnya,kayu
jati persegi jenis balok produksinya 17.566 m3 (naik 338,26 % ), asam biji 512,75 ton (naik
20,50 % ), madu 106 liter (naik 324 % ). Kerusakan hutan pada umumnya terjadi karena ulah
manusia, antara lain, karena penebangan pohon secara besar-besaran (ilegal logging,
kebakaran hutan, perambahan hutan secara berlebihan dan praktek konversi hutan karena
perladangan beringsut. Berdasarkan data Balai Pengelolaan DAS Benain (Baca Benenain) –
N oelmina (2010) bahw a kerusakan hutan di Kabupaten TTU telah mencapai 63,270 Ha
dengan kondisi lahan kritis seluas 43,081 ha, lahan agak kritis seluas 18,743 ha dan lahan
II-10 kaw asan hutan lindung dan sempadan Daerah Aliran Sungai (DAS) Benenain (w ilayah tengah)
dengan sub-sub DAS yang berada di w ilayah Kabupaten TTU yaitu Sub DAS M aubesi dan
Bikomi.
2.2.6. Pertambangan dan Sumber Daya M ineral
Potensi sumberdaya mineral golongan A dan B yang menonjol di Kabupaten TTU
adalah N ikel 2,637 ppm, Tembaga 223,8 ppm, Perak 31,7 PPm, dan Emas 223,9 ppm.
Sedangkan untuk golongan C batu marmer 321.798.466 ton meyebar di beberapa kecamatan,
namun yang bisa ditambang sampai dengan saat ini hanya di Kecamatan Biboki Selatan
sebanyak 78.595 m3.
Kegiatan penambangan mineral M angan (M n) di Kabupaten TTU, baru ramai dilaksanakan
selama 3 (tiga) tahun terakhir ini, sebagai akibat dari permintaan konsumsi M angan dunia,
karena potensi deposit mineral M angan ini tersebar hampir di seluruh kaw asan w ilayah
Kabupaten TTU dan dinilai cukup berkualitas yang berkisar antara 30 – 60 % atau mendekati
standar proses pemurnian yang berlaku di pabrik pengolahan. Hasil penyelidikan geokimia
regional sitematik di Kabupaten TTU dan TTS Propinsi N TT oleh Ramli dkk, (2002), bahw a
penyebaran M angan sebagian besar berada di bagian Timur sampai dengan Timur Laut, yaitu
di sekitar desa Haumeni (Kab. TTU) sampai Utara Niki-Niki; di Selatan sampai dengan Barat
lokal) yang dimulai dari tahap pra penambangan dan proses penambangan masih dilakukan
secara sederhana dan dalam kegiatan penambangannya masih menggunakan tenaga
masyarakat-lokal (termasuk perempuan dan anak) sebagai pekerja utama, sehingga
pertambangan M angan umumnya dapat memberikan peluang terhadap penurunan kualitas
fisik lingkungan hidup dan dapat mempengaruhi proses sosial, ekonomi, dan peminggiran
terhadap peran kaum perempuan dan anak, terutama dalam kaitannya dengan Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3). Berdasarkan data dari Bapedalda Kabupaten TTU, tercatat dari
periode Agustus 2009 s/ d Oktober 2010 pekerja tambang manual yang meninggal dunia
akibat tertimbun tanah galian sebanyak 20 orang dan luka berat sebanyak 1 orang
(diantaranya terdapat 9 orang perempuan), disamping itu ada peningkatan kunjungan pasien
II-11 Kefamenanu maupun puskesmas yang ada di Kecamatan. Wilayah pengembangan
pertambangan harus memperhatikan aspek penyelamatan lingkungan yaitu DAS (sempadan
sungai), kaw asan permukiman, kaw asan hutan lindung serta disesuakan dengan batas
maksimal luasan perijinan untuk Ijin W ilayah Usaha Pertambangan (WUP) yang ditetapkan;
baik berupa Ijin Usaha pertambangan (IUP) eksplorasi dan IUP operasi Produksi serta Ijin
Pertambangan Rakyat (IPR) dengan tetap memperhatikan kondisi ketersediaan kandungan
deposit,umur masa tambang dan dampak penting terhadap komponen lingkungan hidup.
2.2.7. Sumberdaya Alam dan Lingkungan H idup
Peranan SDA dan LH sangat penting dalam pembangunan daerah Kabupaten TTU,
baik sebagai penyedia bahan baku bagi pembangunan ekonomi maupun sebagai pendukung
sistem kehidupan masyarakat. Sesuai dengan fungsinya tersebut, SDA dan LH perlu dikelola
dengan bijaksana agar dapat terjaga dan lestari untuk generasi saat ini dan di masa yang akan
datang sesuai dengan prinsip pembangunan berkelanjutan (Sustainable development).
Disamping itu karena lonjakan jumlah penduduk di Kabupaten TTU akan berimplikasi pada
meningkatnya kebutuhan akan SDA untuk bahan baku industri maupun kebutuhan konsumsi.
Peningkatan kebutuhan tersebut dapat berakibat pada peningkatan pemanfaatan SDA secara
berlebihan dan tidak ramah lingkungan yang pada akhirnya akan menurunkan daya dukung
dan daya tampung atau fungsi dari LH. Kondisi ini sudah mulai dirasakan di Kabupaten TTU,
terutama timbulnya permasalahan pemenuhan akan kebutuhan pangan, energi serta
kebutuhan akan sumber daya air di berbagai w ilayah Kecamatan, adanya perubahan iklim
mikro dan cuaca yang cukup ekstrim maupun terhadap perubahan lingkungan biologis
terutama di kaw asan perdesaan.
Hal yang mendorong terjadinya berbagai fenomena ini dikarenakan penduduk akan
berlomba mencari nafkah dalam mendukung kehidupan sehariharinya dengan memanfaatkan
berbagai potensi SDA dan LH yang ada sehingga cenderung bersifat destruktif dan tidak lagi
memperhatikan daya dukung dan daya tampung dari LH tersebut. Persoalan yang timbul
antara lain adanya konversi lahan dan penebangan hutan secara berlebihan; apalagi ditambah
dengan kebiasaan penduduk melaksanakan pola usaha tani lahan kering secara berpindah dan
tebas bakar (dalam bahasa daw an disebut kono), maka dapat menyebabkan nilai kesuburan
tanah/ lahan yang berkurang dan pada gilirannya berpengaruh terhadap produktivitas hasil
usaha pertanian yang relatif akan berkurang juga. Persoalan lainnya, bahw a pandangan SDA
dan LH merupakan milik bersama (common property resources) yang dapat dimanfaatkan
II-12 memaksimalkan keuntungan sebesar-besarnya maka dapat menyebabkan terjadinya kerusakan
SDA dan pencemaran LH dan konflik pemanfaatan ruang sebagai akibat dari over-eksploitasi
dan deplesi terhadap ketersediaan potensi SDA. Berdasarkan pada hasil analisa pengujian
kualitas air (air permukaan, air limbah, air laut) dan udara maupun kualitas tanah untuk
produksi biomassa di Kabupaten TTU dapat dikatakan bahw a tingkat pencemaran lingkungan
belum memberikan dampak yang signifikan terhadap gangguan kehidupan manusia dan daya
dukung lingkungan karena secara fisik data-data analisis masih berada di baw ah standar baku
mutu yang dipersyaratkan. Namun adanya perubahan kondisi ekologis, telah menyebabkan
berkurangnya keanekaragaman hayati; terutama parameter Indeks Nilai Penting (INP) flora
dan fauna, sebagai akibat dalam persaingan usaha di bidang LH (seperti kasus pertambangan
M armer dan M angan) maupun perburuan liar dan penebangan hutan secara illegal, telah
menyebabkan kondisi kualitas hutan merosot dengan antara lain karena berkurangnya
keanekaragam flora dan fauna bahkan potensi untuk punah seperti Rusa Timor (Cervus
timorensis), Kakatua (Cacatua sulphurea), Ayam Hutan M erah (Gallus gallus), Gagak Hitam
(Corvus corone), M erpati (Columba livia), Cendana (Santalum album), Gaharu (Aquilaria
malaccensis), Ampupu (Eucalyptus urophylla).
Secara umum indikator dan parameter kerusakan SDA dan pencemaran LH harus terus
dikelola dan diaw asi agar diketahui tingkat pencemaran dan kerusakannya sehingga dapat
dirumuskan strategi yang tepat untuk mengatasi dan menanggulangi persoalan yang mungkin
akan terjadi di kemudian hari. Pengembangan SDA dan LH difokuskan untuk mendukung
peningkatan ekonomi rakyat dengan fokus w iilayah perlindungan dan pengelolaan di
prioritaskan pada kaw asan cagar alam M utis (2 Ha), kaw asan DAS Benenain (w ilayah tengah)
seluas 150,080 ha, kaw asan sentra pertanian/ perkebunan rakyat, kaw asan w ilayah pesisir
sepanjang 50 km dan laut seluas 900 km² dan kondisi lingkungan permukiman padat
penduduk untuk tetap menjaga keseimbangan ekologis.
2.2.8. Pariwisata
Pengembangan pariw isata harus dikaitkan dengan pengembangan ekonomi daerah,
ruang w ilayah dan potensi obyek wisata andalan yang nantinya dapat berperan sebagai prime
mover dan secara interaktif terkait dengan pengembangan sektor-sektor lainnya.
Pengembangan pariw isata dengan pendekatan pengembangan ekosistem, yaitu melalui
penatan ruang yang dilakukan dengan pendekatan secara terpadu dan terkoordinasi,
berkelanjutan dan berw aw asan lingkungan. Berdasarkan kepada konsep pengembangan
II-13
penduduk diperkirakan 1,53% per tahun, sedangkan kepadatan penduduk di Kabupaten TTU
sebesar 92 jiw a per Km2
Sebaran penduduk di Kabupaten Timor Tengah Utara pada 24 kecamatan disajikan
dalam tabel 2.2.
Tabel 2.2
Jumlah Penduduk dan Kepala Keluarga Kabupaten Timor Tengah U tara Tahun 2015
II-14
Sumber : TTU Dalam Angka 2016
Tabel di atas memperlihatkan, jumlah penduduk perkotaan jauh lebih banyak dibandingkan
penduduk perdesaan. W ilayah perkotaan yang dicirikan oleh banyaknya jumlah dan jenis
fasilitas pelayanan masyarakat, yakni di Kecamatan Kota Kefamenanu memiliki jumlah
penduduk sebanyak 42.394 jiw a. Sedangkan w ilayah perdesaan memiliki jumlah penduduk
yang relatif kecil yakni di Kecamatan N oemuti Timur dengan jumlah penduduk terkecil 3.929
jiw a.
Gambar 2.5
Piramida Penduduk Kabupaten TTU Tahun 2015
Sumber : TTU Dalam Angka 2016
Tabel 2.3
Jumlah Kepala Keluarga Fakir M iskin dan Perumahan Tidak Layak H uni Kabupaten Timor Tengah U tara Tahun 2015
22 Biboki Utara 138,7 5,20 2.532 10.865 4,53 78
23 Biboki Anleu 206,4 7,73 3.894 16.206 6,69 79
24 Biboki Feotleu 124,7 4,67 934 4.134 1,72 33
Timor Tengah U tara 2.669,7 10 0 58.945 246.685 10 0 92
N O KECAM ATAN JU M LAH
KK M ISKIN
PERU M AH AN TIDAK LAYAK H UN I (U nit)
1 M iomaffo Barat 1.435 1.345
2 M iomaffo Tengah 473 724
3 M usi 226 582
II-15 2.4. Isu Strategis Sosial, Eknomi dan Lingkungan
2.4.1. Data Perkembangan PDRB dan Potensi Ekonomi
Struktur ekonomi Kabupaten TTU masih didominasi oleh sektor pertanian. Hal ini
teridentifikasi dari besaran kontribusi sektor pertanian terhadap pembentukan Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) yang merupakan indikator untuk menggambarkan
perekonomian suatu w ilayah. Berdasarkan data dari BPS (Kab.TTU dalam Angka 2016)
sektor pertanian menyumbang 42,83% dari total PDRB. Dari data yang sama juga
menunjukan bahw a secara keseluruhan PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB) untuk tahun
2015 mengalami peningkatan 11,75% jika dibandingkan dengan tahun 2014, dari 1,161 triliun
menjadi 1,257 triliun, namun PDRB pada harga konstannya hanya tumbuh sebesar 25 M ilyar
atau 4,92% .
Seperti yang sudah dinyatakan di atas bahw a struktur pembentuk ekonomi kabupaten TTU
sangat didominasi oleh sektor pertanian. sedangkan kontribusi terkecil berasal dari sektor
Listrik, gas dan air minum.
Keuangan Daerah
Untuk Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kabupaten TTU pada tahun anggaran 2015,
pendapatan sebesar Rp. 783.648.995.000,- dan pengeluaran sebesar Rp. 725.723.544.000,-,
II-16 dari realisasi pengeluaran tersebut yang digunakan untuk belanja tidak langsung sebesar Rp.
156.625.428.000,- atau 21,58% dan belanja langsung sebesar Rp. 569.098.017.000,- atau
78,42% dimana untuk belanja pegaw ai sebesar 55,04% , untuk belanja M odal sebesar 21,58%
sedangkan untuk belanja barang dan jasa sebesar 20,61% . Dengan anggaran yang sangat
terbatas dan hanya 51,62% dari APBD yang dapat dipakai untuk belanja modal maka sudah
tentu berbagai infrastruktur khususnya infrastruktur permukiman belum dapat dibangun untuk
memberikan standar pelayanan yang minimal.
Tabel 2.5
Distribusi Presentase PDRB Kabupaten TTU Atas Dasar H arga Berlaku Tahun 2013-2015
II-17 Gambar 2.6
Diagram Pie Distribusi Ekonomi Kabupaten Timor Tengah U tara Tahun 2015
II-18 Tabel 2.6.
PDRB Kabupaten TTU
Atas Dasar H arga Berlaku M enurut Lapangan Usaha Tahun 2013-2015 (Jutaan Rupiah)
II-19 Tabel 2.7
Rencana dan Realisasi Anggaran Pendapatan Pemerintah Kabupaten TTU Tahun 2015
II-20 Tabel 2.8
Rencana dan Realisasi Anggaran Belanja Pemerintah Kabupaten TTU Tahun 2015
II-21 2.4.2. Data Pendapatan Per Kapita dan Proporsi Penduduk M iskin
Tabel 2.9
Pendapatan Per Kapita Penduduk dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten TTU Tahun 2010-2015
Tabel 2.10
Garis Kemiskinan, Presentase Penduduk M iskin dan Penduduk M iskin Di Kabupaten TTU Tahun 2009-2014
(Dalam Ribuan) Sumber : TTU Dalam Angka 2016
II-22 Tabel 2.11
Jumlah dan Presentase Penduduk M iskin M enurut Kabupaten/ Kota Di Provinsi N TT Tahun 2013
2.4.3. Data Kondisi Lingkungan Strategis
A. Gambaran Topografi
Dipandang dari aspek topografis, sebanyak 177,60 km2 (6,63% ) memiliki ketinggian
kurang dari 100 m dari atas permukaan laut; sementara 1.449,45 km2 (56,17% )
berketinggian 100 m - 500 m dan sisanya 993,19 km2 (37,20% ) adalah daerah dengan
ketinggian di atas 500 m. Keadaan ketinggian topografi di Kabupaten Timor Tengah
Utara adalah sebagai berikut :
II-23 Tabel 2.12
Klasifikasi Ketinggian Kabupaten Timor Tengah U tara
Dilihat dari aspek rona fisik tanah, w ilayah dengan kemiringan kurang dari 40 %
yang berbatasan langsung dengan Kecamatan Ambenu (w ilayah negara Timor Leste).
Sumber-sumber air tersebut terletak di dataran yang agak tinggi. Hal ini memang
menguntungkan, karena air dari letak ketinggian tersebut dapat dialirkan ke
daerah-daerah yang lebih rendah. N amun sayangnya debit air dari sumber-sumber tersebut
tidak cukup besar, sehingga sumber air tersebut hanya dimanfaatkan oleh daerah
sekitarnya yang jangkauannya tidak terlalu luas.
Selain sumber-sumber mata air tersebut, ternyata Kabupaten TTU juga banyak
ditemukan aliran sungai yang mengalirkan air sepanjang tahun, meskipun pada musim
kemarau debitnya menurun banyak. Sungai-sungai tersebut antara lain N oeltoko,
N abesi, Taisola, Noel M uti, Haekto, N aen, M aubesi, M ena/ Kaubele, Ponu dan
beberapa anak sungai lainnya.
Daerah yang memiliki produksi air tanah sedang, secara sporadis berada di sekitar
pantai utara dan bagian tengah Kabupaten TTU. Dibagian utara kabupaten TTU juga
terdapat potensi air tanah dalam. Sedangkan air dangkal pada umumnya terdapat di
daerah pelapukan.Daerah yang memiliki air tanah produktif dalam penyebaran luas
N o Kelas Ketinggian Luas (H a)
1 2 3
1 Ketinggian 0 m – 25 m 651.969
2 Ketinggian 26 m - 100 m 11.186.000
3 Ketinggian 101 m – 500 m 149.994.935
4 Ketinggian 501 m - 1000 m 88.908.875
5 Ketinggian diatas 1000 m 10.410.500
II-24
Penyebaran sungai dan Panjang sungai dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2.13
N ama Dan Panjang Sungai tiap Kecamatan di Kabupaten Timor Tengah U tara
7 Biboki M oenleu M ena/ Kaubele 40
8 Biboki Anleu Ponu 40
C. Gambaran Geohidrologi
Dari kandungan tanah atau potensi tanah, kabupaten TTU memilki 3 jenis tanah yang
membentuk muka bumi wilayah ini antara lain tiga jenis tanah yaitu litosal, tanah
kompleks dan grumosal.
Tanah litosal meliputi areal seluas 1,666,96 km2 atau 62,4 % ; tanah kompleks seluas
479,48 km2 atau 18,0 % dan tanah grumosal 522,26 km2 atau 19,6 % dari luas
w ilayah TTU. Komposisi kedelaman efektif tanah Kabupaten TTU memeperlihatkan
tanah dengan kedalaman efektif kurang dari 30 cm seluas 35.316 Ha (13,2% );
kedalaman 30-60 cm seluas 73.201 Ha (27,4 % ); 60-90 cm seluas 16.354 Ha (6,1 % )
dan kedalaman efektif diatas 90 cm dengan luas 142.099 Ha (53,2% ).
Kemampuan dan daya tahan tanah yang raw an erosi seluas 105.226 Ha (39,4 % ), dan
sisanya 161.744 Ha (60,6 % ) merupakan tanah dengan struktur yang relatif stabil.
Secara parsial tanah labil yang raw an erosi terdapat pada tiga w ilayah kecamatan
yakni M iomaffo barat 37.921 Ha, Biboki Selatan 28.538 Ha, dan Biboki Utara 28.538
II-25
D. Gambaran Klimatologi
Sesuai dengan klasifikasi iklim oleh Schmidt dan Ferguson Kabupaten TTU termasuk
w ilayah iklim tipe D (iklim semi arid) dengan koefisien 2 sebesar 71,43 % atau
beriklim tropis dengan dua musim yaitu musim kemarau dan hujan.
Curah hujan rata-rata selama 5 tahun (2005-2009) sebesar 1.286,70 mm/ bulan
dengan jumlah hari hujan adalah 133,17 hari/ tahun. Suhu udara berkisar antara 22º -
34º C, kelembaban udara 69 – 87 % dan intensitas penyinaran matahari 50 – 98 % .
Seperti halnya di tempat lain di Provinsi NTT, pada bulan Juni – September arus angin
berasal dari Australia dan tidak banyak mengandung uap air sehingga mengakibatkan
musim kemarau. Sebaliknya pada bulan Desember – M aret arus angin banyak
mengandung uap air yang berasal dari Asia dan Samudera Pasifik sehingga terjadi
musim hujan. Keadaan seperti ini berganti setiap setengah tahun setelah melew ati
masa peralihan pada bulan April – M ei dan Oktober – November. W alaupun
2.4.5. Isu-Isu Strategis Terkait Pembangunan Infrastruktut Cipta Karya
Berbagai isu strategis terkait pembangunan infrastruktur cipta karya di kabupaten TTU
yang berpengaruh terhadap pengembangan perumahan dan permukiman saat ini adalah :
Pengembangan Kaw asan Permukiman Perdesaan
Pengembangan Kaw asan Agropolitan
Pengembangan Kaw asan M inapolitan
Pengembangan Prasarana dan Sarana Kaw asan Perbatasan
Pengembangan Kaw asan Permukiman Perkotaan
Terbangunnya perumahan dan permukiman yang layak huni.
Terpenuhinya kebutuhan perumahan bagi masyarakat yang tinggal di lingkungan
II-26
Tertatanya lingkungan permukiman kumuh menjadi lingkungan sehat, indah, aman,
nyaman, dan adanya peningkatan derajat kesehatan dan pendidikan masyarakat.
M eningkatkan pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung termasuk bangunan
gedung dan rumah negara
M enjaga kelestarian nilai-nilai arsitektur Bangunan Gedung yang dilindungi dan
dilestarikan serta keahlian membangun (seni dan budaya).
Terciptanya peningkatan kualitas sumber daya manusia yang mampu menata
lingkungan perumahan.
Terciptanya pertumbuhan usaha ekonomi produktif dan kesw adayaan masyarakat.
Penyediaan Studi terkait pengembangan SPAM
Peningkatan debit dan suplai air baku
Pengembangan cakupan dan tingkat pelayanan air minum
Pengurangan angka kehilangan air
Pengembangan SPAM IKK
Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan SPAM dengan PAM SIM AS
Peningkatan akses air minum untuk masyarakat yg inovatif dan hemat energi
Peningkatan akses air minum untuk masyarakat berpenghasilan rendah
Penanganan air minum pada daerah bencana kekeringan dan raw an air
Penyediaan Studi terkait Sanitasi (limbah dan persampahan)
Peningkatan Cakupan pelayanan air limbah dan persampahan
Penyediaan prasarana dan sarana sanitasi / air limbah dan persampahan
Pengelolaan air limbah sistem off site
Pemantapan kelembagaan pengelolaan air limbah dan persampahan
Penyediaan regulasi tentang pengolahan limbah dan persamapahan