• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti kebal atau resisten. Imunisasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti kebal atau resisten. Imunisasi"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Imunisasi

Imunisasi berasal dari kata “imun” yang berarti kebal atau resisten.Imunisasi adalah usaha untuk meningkatkan kekebalan tubuh seseorang terhadap suatu penyakit dengan memasukkan vaksin dalam tubuh bayi atau anak. Imunisasi terhadap suatu penyakit hanya akan memberikan kekebalan atau resistensi pada penyakit itu saja, sehingga untuk terhindar dari penyakit lain, diperlukan imunisasi lainnya.13 Imunisasi biasanya lebih fokus diberikan kepada anak-anak karena sistem kekebalan tubuh mereka masih belum sebaik orang dewasa, sehingga rentan terhadap serangan penyakit berbahaya.14

Vaksin adalah bahan yang dipakai untuk merangsang pembentukan zat anti yang dimasukkan ke dalam tubuh melalui suntikan (misalnya vaksin BCG, DPT, dan Campak) dan melalui mulut (misalnya vaksin Polio).15,16 Sedangkan imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal untuk mencapai kadar kekebalan diatas ambang perlindungan.3 Tujuan diberikan imunisasi adalah diharapkan anak menjadi kebal terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan akibat penyakit tertentu.16,17

(2)

2.2. Manfaat Imunisasi3

2.2.1. Untuk anak : mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan kemungkinan cacat atau kematian.

2.2.2. Untuk keluarga : menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit. Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin bahwa anaknya menjalani masa kanak-kanak yang nyaman.

2.2.3. Untuk negara : memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat, dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara.

Imunisasi juga bermanfaat mencegah epidemi penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi pada generasi yang akan datang. Cakupan imunisasi yang rendah pada generasi sekarang dapat menyebabkan penyakit semakin meluas pada generasi yang akan datang dan bahkan dapat menyebabkan epidemi.18

2.3. Sistem Imun Pada Tubuh

Secara alamiah tubuh sudah memiliki pertahanan terhadap berbagai kuman yang masuk. Pertahanan tersebut meliputi pertahanan nonspesifik dan pertahanan spesifik.15

2.3.1. Sistem Imun Nonspesifik

Sistem imun nonspesifik merupakan mekanisme pertahanan alamiah yang dibawa sejak lahir (innate) dan dapat ditujukan untuk berbagai macam agen infeksi atau antigen.14,19 Sistem imun nonspesifik meliputi kulit, membran mukosa, sel-sel fagosit, komplemen, lisozim, interferon, dan berbagai faktor humoral lain. Sistem imun ini merupakan garis pertahanan pertama yang harus dihadapi oleh agen infeksi yang masuk ke dalam tubuh dan dapat memberikan respons langsung, oleh karena itu

(3)

sering disebut natural atau native immunity.14,20 Jika sistem imun nonspesifik tidak berhasil menghilangkan antigen, barulah sistem imun spesifik berperan.20

2.3.2. Sistem Imun Spesifik

Berbeda dengan sistem imun nonspesifik, sistem imun spesifik mempunyai kemampuan untuk mengenal benda yang dianggap asing bagi dirinya.14,19 Benda asing yang pertama kali muncul dalam badan segera dikenal oleh sistem imun spesifik sehingga terjadi sensitasi sel-sel sistem imun tersebut. Benda asing yang sama, bila terpajan ulang akan dikenal lebih cepat, kemudian dihancurkan. Oleh karena sistem tersebut hanya dapat menyingkirkan benda asing yang sudah dikenal sebelumnya, maka sistem ini disebut spesifik.19 Sistem pertahanan ini sangat efektif dalam memberantas infeksi serta mengingat agen infeksi tertentu sehingga dapat mencegah terjadinya penyakit dikemudian hari. Dalam tubuh, pertahanan nonspesifik dan spesifik bekerja sama untuk melenyapkan infeksi.14

Sistem imun spesifik diperankan oleh sel T dan sel B. Pertahanan oleh sel T dikenal sebagai imunitas selular sedangkan pertahanan oleh sel B dikenal sebagai imunitas humoral. Imunitas selular berperan melawan antigen di dalam sel (intrasel), sedangkan humoral berperan melawan antigen di luar sel (ekstrasel).19,20 Pada sistem pertahanan humoral, sel B akan menghasilkan zat yang disebut immunoglobulin (Ig A, Ig M, Ig G, Ig E, Ig D) yang berfungsi untuk menyingkirkan mikroba ekstraseluler. Pada sistem pertahanan seluler, sel T akan mengaktifkan makrofag dalam fagositosis, mengenal dan menghancurkan sel yang terinfeksi virus dan membantu sel B dalam memproduksi antibodi.19 Dalam pertahanan spesifik selanjutnya akan menghasilkan satu sel yang disebut sel memori. Sel ini akan

(4)

berguna dan sangat cepat bereaksi apabila ada kuman yang sudah pernah masuk ke dalam tubuh. Kondisi inilah yang digunakan dalam prinsip imunisasi.16,19

2.4. Jenis-jenis Imunisasi16

Berdasarkan proses tersebut di atas, maka imunisasi dibagi menjadi dua yaitu imunisasi aktif dan imunisasi pasif.

2.4.1. Imunisasi Aktif

Merupakan pemberian zat sebagai antigen yang diharapkan akan terjadi suatu proses infeksi buatan sehingga tubuh mengalami reaksi imunologi spesifik yang akan menghasilkan respons seluler dan humoral serta dihasilkannya sel memori, sehingga apabila benar-benar terjadi infeksi maka tubuh secara cepat dapat merespons. Terdapat empat macam kandungan dalam setiap vaksinnya, antara lain:

a. Antigen merupakan bagian dari vaksin yang berfungsi sebagai zat atau mikroba guna terjadinya semacam infeksi buatan dapat berupa poli sakarida, toksoid, virus dilemahkan, atau bakteri dimatikan.

b. Pelarut dapat berupa air steril atau juga berupa cairan kultur jaringan.

c. Preservatif, stabilizer, dan antibiotika yang berguna untuk menghindari tumbuhnya mikroba dan sekaligus untuk stabilisasi antigen.

d. Adjuvan yang terdiri dari garam aluminium yang berfungsi untuk meningkatkan imunogenitas antigen.

2.4.2. Imunisasi Pasif

Merupakan pemberian zat (immunoglobulin) yang dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang dapat berasal dari plasma manusia atau binatang yang digunakan untuk mengatasi mikroba yang diduga sudah masuk dalam tubuh yang terinfeksi.

(5)

2.5. Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi 2.5.1. Hepatitis B

Hepatitis B adalah suatu peradangan pada hati yang terjadi karena agen penyebab infeksi, yaitu virus hepatitis B.13 Penularan secara parental terjadi melalui suntikan, tranfusi darah, operasi, tusuk jarum, rajah kulit (tattoo), dan hubungan seksual, serta melalui transmisi vertikal dari ibu ke anak. Masa inkubasinya sekitar 75 hari. Terdapat beberapa fase perkembangan penyakit ini, yaitu fase prodromal dimana terdapat keluhan yang tidak khas seperti mual, anoreksia, demam dan fase ikterik yaitu air seni berwarna seperti teh, kulit menguning.23 Penyakit ini bisa menjadi kronis dan menimbulkan Cirrhosis hepatis, kanker hati dan dapat menimbulkan kematian.13,22

Pada tahun 2009 di Amerika Serikat, 3.371 kasus infeksi HBV akut dilaporkan nasional, dan diperkirakan 38.000 kasus baru infeksi HBV terjadi setelah memperhitungkan tidak dilaporkan dan tidak didiagnosis. Dari 4.519 orang dilaporkan dengan infeksi HBV akut pada 2007, sekitar 40% dirawat di rumah sakit dan 1,5% meninggal. HBV dapat menyebabkan infeksi kronis, yang dapat menyebabkan sirosis hati, gagal hati, kanker hati, dan kematian.28

Imunisasi Hepatitis B adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit hepatitis B, yaitu penyakit infeksi yang dapat merusak hati yang kandungannya adalah HbsAg dalam bentuk cair.13 Frekuensi pemberian imunisasi hepatitis B adalah tiga kali. Waktu pemberiannya pada umur 0-11 bulan dan diberikan melalui intramuskular.15

(6)

2.5.2. Tuberkulosis

Adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Penularannya melalui pernafasan, lewat percikan ludah waktu batuk, bersin atau bercakap-cakap dan melalui udara yang mengandung kuman TBC (karena meludah disembarang tempat), dan pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa dengan BTA positif.13 Gejala utama pada tersangka TBC adalah batuk berdahak lebih dari tiga minggu, batuk berdarah, sesak nafas, dan nyeri dada. Gejala lainnya adalah berkeringat pada malam hari, demam tidak tinggi/meriang, dan penurunan berat badan.23 Kelompok yang paling rawan terinfeksi bakteri TBC adalah anak usia kurang dari 1 tahun.13

Berdasarkan Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2007 menyatakan jumlah penderita Tuberkulosis di Indonesia sekitar 528 ribu atau berada di posisi tiga di dunia setelah India dan Cina. Laporan WHO pada tahun 2009, mencatat peringkat Indonesia menurun ke posisi lima dengan jumlah penderita TBC sebesar 429 ribu orang. Lima negara dengan jumlah terbesar kasus insiden pada tahun 2009 adalah India, Cina, Afrika Selatan, Nigeria dan Indonesia.25

Imunisasi BCG (Bacillus Calmette Guerin) merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit TBC yang berat sebab terjadinya penyakit TBC primer atau yang ringan dapat terjadi walaupun sudah dilakukan imunisasi BCG. TBC yang berat contohnya adalah TBC selaput otak, TBC Miller (pada seluruh lapangan paru), dan TBC tulang. Vaksin BCG merupakan vaksin yang mengandung kuman TBC yang telah dilemahkan.15 Frekuensi pemberian imunisasi BCG adalah satu kali dan waktu pemberian imunisasi BCG pada umur 0-11 bulan.

(7)

Cara pemberian imunisasi BCG ini dilakukan melalui intra dermal. Efek samping pada BCG dapat berupa terjadinya ulkus pada daerah suntikan dan dapat terjadi limfadenitis regional, serta reaksi panas.16

2.5.3. Poliomielitis

Adalah penyakit yang menyerang susunan saraf pusat dan dapat menyebabkan kelumpuhan yang disebabkan oleh satu dari tiga virus yang berhubungan, yaitu virus polio tipe 1, 2, atau 3.23 Semua tipe dapat menyebabkan paralisis (lumpuh) atau yang lebih dikenal sebagai kasus AFP, tetapi yang paling paralytogenic adalah tipe1.23,27 Nama lain penyakit polio antara lain Acute Flaccid Paralysis (AFP), Poliomyelitis anterior akut, Paralisis infantile, atau Penyakit Heine-Medin.22 Masa inkubasi polio biasanya 7-14 hari dengan rentang 3-35 hari. Manusia merupakan satu-satunya reservoir dan merupakan sumber penularan. Penularannya melalui makanan atau alat-alat terkontaminasi feses penderita polio (fecal oral transmission).27

Penyakit yang pada umumnya menyerang anak berumur 0-3 tahun ini ditandai dengan munculnya demam, lelah, sakit kepala, mual, kaku di leher dan sakit di tungkai dan lengan. Sedangkan AFP merupakan kondisi abnormal ketika seseorang mengalami penurunan kekuatan otot tanpa penyebab yang jelas kemudian berakibat pada kelumpuhan.2 Sejak tahun 2001 kasus polio tidak ditemukan di negara-negara di ASEAN. Namun, pada tahun 2004 virus polio liar kembali menyerang penduduk di kawasan ASEAN. Dilaporkan terdapat 1 kasus ditemukan di Laos. Pada tahun 2005 jumlah kasus polio mencapai puncaknya, sebanyak 350 penduduk dari 2 negara di ASEAN yaitu Kamboja dan Indonesia terserang penyakit polio, 349 di antaranya terjadi di Indonesia. Tahun 2006 penularan penyakit polio mulai dapat dikendalikan,

(8)

sehingga hanya ditemukan 4 penderita di kawasan ini, 2 penderita berasal dari Indonesia dan masing-masing 1 penderita berasal dari Kamboja dan Myanmar. Pada tahun 2007, di antara negara-negara anggota ASEAN, hanya Myanmar yang masih ditemukan kasus polio bahkan jumlahnya meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya ditemukan 1 kasus menjadi 15 kasus. Indonesia yang pada tahun 2005 terjadi kejadian luar biasa dengan ditemukannya 349 kasus polio mampu mengendalikan kejadian tersebut sehingga pada sejak 2007 tidak ditemukan lagi kasus polio.2

Imunisasi polio merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit poliomyelitis yang dapat menyebabkan kelumpuhan pada anak.13,15 Kandungan vaksin ini adalah virus yang dilemahkan. Frekuensi pemberian imunisasi polio adalah empat kali. Waktu pemberian imunisasi polio adalah pada umur 0-11 bulan atau saat lahir (0 bulan), dan berikutnya pada usia 2 bulan, 4 bulan, dan 6 bulan.13 Cara pemberian imunisasi polio melalui oral.13,15

2.5.4. Difteri

Difteri adalah salah satu penyakit infeksi akut yang sangat menular dan disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphteriae dengan gejala panas ≥ 38°C disertai adanya pseudomembran (selaput tipis) putih keabu-abuan pada tenggorokan (laring, faring, tonsil) dan kadang-kadang pada kulit, konjungtiva, genitalia dan telinga yang tidak mudah lepas dan mudah berdarah. Dapat disertai nyeri menelan, leher membengkak seperti leher sapi (bullneck) dan sesak nafas disertai bunyi (stridor).19,22

(9)

Penyakit ini terdapat di seluruh dunia dan masih endemik di negara berkembang, akan tetapi jumlah penderita sangat menurun setelah vaksinasi yang ekstensif.13 Di Indonesia, jumlah kasus Difteri pada tahun 2009 sebanyak 189 kasus, dengan Incidence Rate (IR) per 10.000 penduduk menurut kelompok umur menunjukkan umur < 1 tahun memiliki IRsebesar 0,01; umur 1-4 tahun sebesar 0,02 ; dan umur 5-14 tahun sebesar 0,02 per 10.000penduduk.2

Penyakit ini terutama menyebar pada daerah padat penduduk dan mengenai individu yang tidak diimunisasi. Penularan melalui kontak langsung dengan karier atau penderita, bakteri masuk melalui hidung dan mulut dan akan menempel di mukosa saluran nafas bagian atas. Setelah masa inkubasi selama 2-4 hari, bakteri megeluarkan toksin yang menyebabkan nekrosis (kematian sel) pada jaringan sekitar. Jaringan yang terkena semakin luas dan dalam, kemudian mengeluarkan cairan fibrin berwarna abu-abu yang membentuk selaput (membran) melapisi jaringan. Selain itu juga terjadi pembengkakan jaringan di bawahnya sehingga dapat menyebabkan kesulitan bernafas bila edema ini terjadi di laring atau trakeobronkial. Toksin yang diproduksi bakteri akan menyebar melalui darah dan cairan limfe ke seluruh tubuh dan menimbulkan kerusakan terutama di jantung, sistem saraf dan ginjal yang dapat menyebabkan kematian.13,22

Imunisasi DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus) merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit difteri, pertusis, dan tetanus. Vaksin DPT ini merupakan vaksin yang mengandung racun kuman difteri yang telah dihilangkan sifat racunnya, akan tetapi dapat merangsang pembentukan zat anti (toksoid). Frekuensi pemberian imunisasi DPT adalah tiga kali, dengan maksud pada

(10)

pemberian pertama zat anti yang terbentuk masih sangat sedikit (tahap pengenalan terhadap vaksin) dan mengaktifkan organ-organ tubuh membuat zat anti, pemberian kedua dan ketiga, terbentuk zat anti yang cukup. Waktu pemberian imunisasi DPT antara umur 2-11 bulan dengan interval 4 minggu. Imunisasi DPT diberikan melalui intramuskular. Pemberian imunisasi DPT ini dapat berefek samping ringan ataupun berat. Efek ringan dapat berupa pembengkakan, nyeri pada tempat penyuntikan, dan demam. Sedangkan efek beratnya misalnya terjadi menangis hebat, kesakitan kurang lebih empat jam, kesadaran menurun, terjadi kejang, ensefalopati, dan syok.15

2.5.5. Pertusis

Adalah penyakit infeksi akut pada saluran pernafasan yang sangat menular, disebabkan oleh bakteri Bordetella pertusis. Disertai gejala batuk beruntun dan pada akhir batuk menarik nafas panjang terdengar suara “hup” (whoop) yang khas, biasanya disertai muntah.22,24 Arti kata pertusis adalah batuk yang intensif, sehingga penyakit ini sering disebut batuk rejan, whooping cough, tussin Quinta, violent cough, atau “batuk 100 hari” karna sifat batuknya yang lama dan khas.23

Pertusis ditularkan melalui udara secara droplet, bahan droplet, atau memegang benda-benda yang terkontaminasi dengan sekret nasofaring (jarang). Manusia merupakan satu-satunya pejamu organisme ini. Masa inkubasi penyakit ini 6-20 hari (rata-rata 7 hari).22,23 Pertusis sangat mudah menular pada populasi yang tidak imun, bahkan dikatakan bahwa penularannya 100%.13 Penyebaran penyakit ini terdapat di seluruh dunia dan dapat menyerang semua umur mulai umur 2 minggu sampai 77 tahun dan terbanyak pada penderita di bawah 1 tahun. Semakin muda usia, semakin berbahaya penyakitnya.

(11)

Pertusis lebih sering menyerang anak perempuan daripada anak laki-laki. Banyak peneliti mengemukakan bahwa bayi kulit hitam pada usia muda mempunyai insidensi yang lebih tinggi daripada bayi kulit putih, diduga perbedaan rasial ini dihubungkan dengan tingkat kekebalan. Komplikasi utama yang sering ditemukan adalah pneumonia, gangguan neurologis berupa kejang dan ensefalopati akibat hipoksia. Komplikasi ringan lainnya antara lain otitis media, anoreksia, dehidrasi, dan juga akibat tekanan intraabdominal yang meningkat saat batuk seperti epistaksis, hernia, perdarahan konjungtiva dan lainnya.22

2.5.6. Tetanus

Tetanus atau lockjaw merupakan penyakit akut yang menyerang susunan saraf pusat yang disebabkan oleh racun tetanospasmin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani. Penyakit ini ditandai dengan kekakuan otot (spasme) tanpa disertai gangguan kesadaran.22 Gejala awal yang muncul adalah kekakuan otot rahang untuk mengunyah, sehingga anak sukar membuka mulut untuk makan dan minum (trismus). Kekauan ini pada neonatus sering menyulitkan saat menyusui karena mulut bayi “mencucu” seperti mulut ikan. Gejala lain seperti sulit menelan, kekakuan otot wajah, kekakuan otot tubuh (punggung, leher, dan badan) sehingga tubuh dapat melengkung seperti busur, kekakuan otot perut dan kejang-kejang.23 Clostridium tetani dalam bentuk spora masuk ke tubuh melalui luka yang terkontaminasi dengan debu, tanah, tinja binatang atau pupuk. Cara masuknya spora ini melalui luka yang terkontaminasi antara lain: luka tusuk (oleh besi, kaleng, paku), luka bakar, luka lecet, otitis media, infeksi gigi, ulkus kulit yang kronis, abortus, dan pemotongan tali pusat (tetanus neonatorum).22

(12)

Masa inkubasi tetanus umumnya antara 3-21 hari, namun terdapat variasi masa inkubasi yang lebar, dapat singkat hanya 1-2 hari, dan kadang-kadang lebih dari 1 bulan.13,22 Derajat berat penyakit selain berdasarkan gejala klinis yang tampak juga dapat diramalkan dari lama masa inkubasi, makin pendek masa inkubasi makin jelek prognosisnya.22

Di negara yang telah maju seperti Amerika Serikat, tetanus sudah sangat jarang dijumpai, karena imunisasi aktif telah dilaksanakan dengan baik, di samping sanitasi lingkungan yang bersih. Sedangkan di negara sedang berkembang termasuk Indonesia, penyakit ini masih banyak dijumpai karena kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kebersihan, mudah terjadinya kontaminasi, perawatan luka yang kurang diperhatikan, dan kurangnya kekebalan terhadap tetanus. Penyakit ini dapat mengenai semua umur. Beberapa peneliti melaporkan angka kejadian lebih banyak dijumpai pada anak laki-laki dengan perbandingan 3:1, akibat perbedaan aktivitas fisiknya.22 Pada tahun 2009 dilaporkan terdapat 158 kasus dengan jumlah meninggal 76 orang dengan demikian CFR tetanus neonatorum di Indonesia pada tahun 2009 sebesar 48,1%.2

2.5.7. Campak

Penyakit campak ( disebut juga rubeola, measles, atau morbilli) adalah suatu infeksi virus yang sangat menular, dengan gejala awal demam, batuk, pilek, konjungtivitis (mata merah), yang kemudian diikuti dengan bercak kemerahan pada kulit (rash). Masa inkubasinya antara 10-12 hari.23,26

Penyakit ini disebabkan oleh virus campak, dari famili Paramyxovirus, genus Morbillivirus. Virus campak mudah menularkan penyakit. Virulensinya sangat tinggi

(13)

terutama pada anak yang rentan dengan kontak keluarga, sehingga hampir 90% anak rentan akan tertular. Campak ditularkan melalui droplet di udara oleh penderita sejak 1 hari sebelum timbulnya gejala klinis sampai 4 hari sesudah munculnya ruam.23,26 Campak biasanya menyerang anak-anak dengan derajat ringan sampai sedang.23

Wabah terjadi pada kelompok anak yang rentan, yaitu gizi buruk dan daya tahan yang menurun. Penyakit ini terutama menyerang golongan umur 5-9 tahun, tetapi di negara yang belum berkembang insiden tertinggi pada umur di bawah 2 tahun. Tidak ada perbedaan jenis kelamin terhadap insiden campak.22

Pada tahun 2009 dilaporkan terdapat 18.055 kasus campak dengan Incidence Rate sebesar 0,77 per 10.000 penduduk. Incidence Rate tertinggi pada tahun 2009 terdapat di Provinsi Kepulauan Riau sebesar 3,52, diikuti oleh Sumatera Barat sebesar 2 per 10.000 penduduk, dan Kalimantan Selatan sebesar 1,98 per 10.000 penduduk.2

Imunisasi campak adalah imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit campak pada anak, karena penyakit ini sangat menular. Kandungan vaksin ini adalah virus yang dilemahkan.13 Frekuensi pemberian imunisasi campak adalah satu kali pada umur 9-11 bulan. Cara pemberian imunisasi campak ini melalui subkutan. Imunisasi ini memiliki efek samping seperti terjadinya ruam pada tempat suntikan dan demam. Campak hanya diderita sekali seumur hidup. Angka kejadian campak juga sangat tinggi dalam memengaruhi angka kesakitan dan kematian anak.15

(14)

2.6. Jadwal Pemberian Imunisasi

Umur yang tepat untuk mendapatkan imunisasi adalah sebelum bayi mendapat infeksi dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Berilah imunisasi sedini mungkin setelah bayi lahir dan usahakan melengkapi imunisasi sebelum bayi berumur 1 tahun.17 Khusus untuk campak dimulai segera setelah anak berumur 9 bulan, hal ini dikarenakan kemungkinan besar pembentukan zat kekebalan dalam tubuh anak dihambat oleh karena masih adanya zat kekebalan yang berasal dari darah ibu.13

Tabel 2.1. Jadwal Pemberian Imunisasi Dasar Pada Bayi21 Usia Jenis Imunisasi Yang Diberikan 0-7 hari Hepatitis B (HB-0) 1 bulan BCG, Polio1 2 bulan DPT/HB1, Polio2 3 bulan DPT/HB2, Polio3 4 bulan DPT/HB3, Polio4 9 bulan Campak 2.7. Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan adalah semua aktifitas atau kegiatan seseorang, baik yang dapat diamati (observable) maupun yang tidak dapat diamati (unobservable), yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan.29 Perilaku kesehatan terbentuk di dalam diri seseorang dipengaruhi oleh faktor eksternal berupa faktor lingkungan, baik lingkungan fisik maupun non fisik, dalam bentuk sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya, dan faktor internal berupa perhatian, pengamatan, persepsi, motivasi, fantasi, sugesti, dan sebagainya.29

(15)

Perilaku kesehatan terdiri dari (1) perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintenance) berupa perilaku pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit, pemulihan kesehatan, perilaku peningkatan kesehatan, serta perilaku gizi, (2) perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan, atau sering disebut perilaku pencarian pengobatan (health seeking behavior), dan (3) perilaku kesehatan lingkungan, berupa perilaku hidup sehat, perilaku sakit (illness behavior), dan perilaku peran sakit (the sick role behavior).30

Menurut Green dalam Mubarak, dkk (2007), ada tiga faktor yang berpengaruh terhadap perilaku kesehatan baik individu maupun masyarakat, yaitu:30

a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, dan nilai-nilai.

b. Faktor-faktor pendukung (enabling factor), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidaknya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, dan jamban.

c. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factor), yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

2.8. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Imunisasi Dasar Lengkap

Salah satu faktor yang menentukan terjadinya masalah kesehatan masyarakat adalah ciri manusia atau karakteristik. Yang termasuk dalam unsur karakteristik manusia antara lain: umur, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan, pekerjaan, status sosial ekonomi, ras/etnik, dan agama.31 Ross et al dalam Hanum (2005) menyimpulkan bahwa faktor risiko yang berhubungan dengan cakupan imunisasi

(16)

dapat digolongkan menjadi tiga yaitu: (1) pengetahuan, sikap, dan perilaku orang tua mengenai kebutuhan kesehatan preventif untuk anak, (2) akses kesehatan yang buruk, (3) kelalaian pemberi pelayanan imunisasi yang menyebabkan missed oppurtinity. Jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan ibu, urutan anak, status perkawinan orang tua, dan perawatan prenatal telah ditemukan sebagai determinan yang berhubungan dengan status imunisasi anak.32

Demikian juga dengan hasil penelitian Burns dan Zimmerman (2005) dalam Prayogo (2009) yang menyebutkan bahwa kurangnya pengetahuan mengenai imunisasi, kondisi yang berhubungan dengan miskonsepsi imunisasi, terbatasnya akses ke pelayanan imunisasi, kondisi yang berhubungan dengan status, keluarga atau budaya, keterbatasan ekonomi dan kondisi yang berhubungan dengan perilaku petugas kesehatan akan mempengaruhi pelaksanaan imunisasi.33

2.8.1. Umur Ibu

Umur ibu merupakan faktor yang berhubungan dengan imunisasi anaknya. Umur merupakan salah satu sifat karakteristik tentang orang yang sangat utama. Umur mempunyai hubungan dengan tingkat keterpaparan, besarnya risk serta sifat resistensi.34 Hasil penelitian Reza Isfan (2006) dengan desain penelitian case control yang membuat dua kategori umur ibu, yaitu <30 tahun dan ≥30 tahun, membuktikan bahwa ada hubungan antara umur ibu dengan status imunisasi dasar anaknya (p<0,05).11 Dimana umur ibu yang ≥30 tahun cenderung status imunisasi anaknya tidak lengkap dibandingkan dengan umur ibu yang <30 tahun.

(17)

2.8.2. Pendidikan Ibu

Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor penting dalam tumbuh kembang anak. Karena dengan pendidikan yang baik, maka orang tua dapat menerima segala informasi dari luar terutama tentang cara pengasuhan anak yang baik, bagaimana menjaga kesehatan anaknya, termasuk dalam hal pemberian imunisasi pada anaknya.34

Berdasarkan hasil penelitian Wati Lienda (2009) dengan desain cross sectional, didapatkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pendidikan ibu dengan kelengkapan imunisasi (p<0,05), artinya ibu dengan pendidikan tinggi akan memberikan imunisasi kepada anaknya lebih lengkap dibandingkan ibu dengan pendidikan rendah.35

2.8.3. Pekerjaan Ibu

Menurut Isfan (2006) pekerjaan dapat memberikan kesempatan suatu individu untuk sering kontak dengan individu lainnya, bertukar informasi dan berbagi pengalaman. Pada ibu yang bekerja, akan memiliki pergaulan yang luas dan dapat saling bertukar informasi dengan teman sekerja, sehingga lebih terpapar dengan program-program kesehatan, khususnya imunisasi.12

Berdasarkan penelitian Ridho (2009) dengan desain cross sectional, didapatkan bahwa pekerjaan ibu berhubungan dengan status imunisasi dasar lengkap pada balita (p<0,05) artinya ibu bekerja memiliki kemungkinan anaknya diimunisasi lebih lengkap dibandingkan ibu tidak bekerja. 36

(18)

2.8.4. Jumlah Anak

Menurut Isfan (2006) kunjungan ke pos pelayanan imunisasi, terkait dengan ketersediaan waktu bagi ibu untuk mencari pelayanan imunisasi terhadap anaknya. Oleh karena itu jumlah anak juga dapat mempengaruhi ada tidaknya waktu bagi ibu meninggalkan rumah untuk mendapatkan pelayanan imunisasi kepada anaknya. Semakin banyak jumlah anak terutama ibu yang masih mempunyai bayi yang merupakan anak ketiga atau lebih akan membutuhkan banyak waktu untuk mengurus anak-anaknya tersebut, sehingga semakin sedikit ketersediaan waktu bagi ibu untuk mendatangi tempat pelayanan imunisasi.12

Berdasarkan penelitian Prayogo (2009) dengan desain cross sectional terdapat hubungan yang bermakna antara jumlah anak dengan kelengkapan imunisasi dasar (p<0,05) yang berarti semakin banyak jumlah anak dalam keluarga akan menyebabkan imunisasi dasar anak tidak lengkap.33

2.8.5. Pendidikan Suami

Berdasarkan hasil penelitian Darmen dalam Wati Lienda (2009) dengan desain cross sectional, pendidikan suami memiliki hubungan yang bermakna dengan status kelengkapan imunisasi yaitu p=0,003. Sehingga suami dengan tingkat pendidikan yang telah tinggi akan memberikan imunisasi kepada anaknya lebih lengkap. Karena secara tidak langsung suami turut menentukan pengambilan keputusan dalam keluarga, termasuk dalam pemilihan pelayanan kesehatan.35

2.8.6. Pengetahuan Ibu30,37

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Pengetahuan merupakan domain

(19)

yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Dari pengalaman dan hasil penelitian ternyata perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari pengetahuan.

Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan, yaitu:

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap suatu yang spesifik dari seluruh badan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

c. Aplikasi (application)

Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya.

d. Analisis (analysa)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau subjek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.

(20)

e. Sintesis (syntesa)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang ada.

Berdasarkan penelitian Ridho (2009) dengan desain cross sectional, didapatkan bahwa pengetahuan ibu berhubungan dengan status imunisasi dasar lengkap pada balita (p<0,065).36

2.8.7. Sikap Ibu37,38

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap mempunyai tiga komponen pokok, seperti yang dikemukakan Allport dalam Notoatmodjo (2007), yaitu:

a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek. b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berfikir, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting.

(21)

Sikap terdiri dari beberapa tingkatan sikap, yaitu :

a. Menerima (receiving) artinya bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan objek.

b. Merespon (responding) yaitu memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

c. Menghargai (valuing) yaitu mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga (kecenderungan untuk bertindak).

d. Bertanggung jawab (responsible) yaitu yang bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi.

Berdasarkan hasil penelitian Reza Isfan (2006) dengan desain case control, memperoleh nilai p=0,029 dan OR=1,65 yang artinya bahwa ibu yang mempunyai sikap tidak baik terhadap imunisasi memiliki risiko 1,65 kali lebih besar status imunisasi dasar anaknya untuk tidak lengkap bila dibandingkan dengan ibu yang mempunyai sikap yang baik terhadap imunisasi, dan hubungannya bermakna secara statistik.12

2.8.8. Pekerjaan Suami

Menurut Isfan (2006), pekerjaan dapat memberikan kesempatan suatu individu akan sering kontak dengan individu lainnya, bertukar informasi dan berbagi pengalaman. Pada suami yang bekerja pada sektor formal, memiliki pergaulan yang luas, pendidikan yang lebih baik, sering bertukar pengalaman dan berbagi informasi dengan teman sekerja, sehingga lebih terpapar dengan program-program kesehatan,

(22)

khususnya imunisasi. Suami akan menyampaikan secara langsung informasi imunisasi yang didapat kepada istri. Secara tidak langsung suami juga berperan dalam menentukan (pengambilan keputusan) tentang anak dalam keluarga, antara lain dalam menjaga kesehatan keluarganya, termasuk imunisasi.

Berdasarkan hasil penelitian Isfan (2006) dengan desain case control, diketahui bahwa terdapat hubungan antara pekerjaan suami dengan status imunisasi dasar pada anak dengan p=0,033. Nilai OR yang diperoleh sebesar 3,21, yang berarti bahwa suami yang bekerja pada sektor nonformal mempunyai risiko 3,21 kali lebih besar status imunisasi dasar anaknya untuk tidak lengkap bila dibandingkan dengan suami yang bekerja pada sektor formal.12

2.8.9. Jarak Tempat Tinggal ke Pelayanan Kesehatan

Menurut Sukmana dalam Ridho (2009) faktor pemungkin lainnya adalah persepsi ibu terhadap jarak. Makin jauh jarak suatu pelayanan kesehatan dasar, makin segan seseorang untuk datang. Seorang ibu yang mempersepsikan jarak rumah ke tempat pelayanan kesehatan dekat akan mempunyai keinginan untuk pergi melakukan imunisasi, dan sebaliknya.36 Berdasarkan penelitian Prayogo (2009) dengan desain penelitian cross sectional, terdapat kecenderungan orang tua yang mempunyai rumah dengan jarak tempat pelayanan imunisasi lebih dekat memiliki anak dengan imunisasi lengkap.33

2.9. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)

Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) adalah semua kejadian sakit dan kematian yang terjadi dalam masa satu bulan setelah imunisasi, yang di duga ada hubungannya dengan pemberian imunisasi.3 Penyebab kejadian ikutan pasca

(23)

imunisasi dapat disebabkan oleh induksi vaksin, kesalahan program/teknik pelaksanaan imunisasi, faktor kebetulan (koinsiden), dan penyebab tidak dketahui.39 a. Kesalahan program/teknik pelaksanaan (programmatic errors)

Sebagian besar kasus KIPI berhubungan dengan masalah program dan teknik pelaksanaan imunisasi yang meliputi kesalahan program penyimpanan, pengelolaan, dan tata laksana pemberian vaksin.

b. Reaksi suntikan

Semua gejala klinis yang terjadi akibat trauma tusuk jarum suntik baik langsung maupun tidak langsung dan harus dicatat sebagai reaksi KIPI. Reaksi suntikan langsung misalnya nyeri sakit, bengkak dan kemerahan pada tempat suntikan, sedangkan reaksi suntikan tidak langsung misalnya rasa takut, pusing, mual.

c. Induksi vaksin (reaksi vaksin)

Gejala KIPI yang disebabkan induksi vaksin umumnya sudah dapat diprediksi terlebih dahulu karena merupakan reaksi simpang vaksin dan secara klinis biasanya ringan. Walaupun demikian dapat saja terjadi gejala klinis hebat seperti reaksi anafilaktik sistemik dengan risiko kematian.

d. Faktor kebetulan (koinsiden)

Kejadian yang timbul ini terjadi secara kebetulan saja setelah imunisasi. Indikator faktor kebetulan ditandai dengan ditemukannya kejadian yang sama di saat bersamaan pada kelompok populasi setempat dengan karakteristik serupa tetapi tidak mendapat imunisasi.

(24)

e. Penyebab tidak diketahui

Bila kejadian atau masalah yang dilaporkan belum dapat dikelompokkan ke dalam salah satu penyebab maka untuk sementara dimasukkan ke dalam kelompok ini sambil menunggu informasi lebih lanjut.

Gejala klinis KIPI dapat timbul secara cepat maupun lambat dan dapat dibagi menjadi gejala lokal, sistemik, reaksi susunan saraf pusat, serta reaksi lainnya. Pada umumnya makin cepat terjadi KIPI makin berat gejalanya.39

Gambar

Tabel 2.1. Jadwal Pemberian Imunisasi Dasar Pada Bayi 21  Usia  Jenis Imunisasi Yang Diberikan  0-7 hari  Hepatitis B (HB-0)  1 bulan  BCG, Polio1  2 bulan  DPT/HB1, Polio2  3 bulan  DPT/HB2, Polio3  4 bulan  DPT/HB3, Polio4  9 bulan  Campak  2.7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil pengamatani CV.Victoria Florist saat ini yaitu konsumen atau pelanggan harus terlebih dahulu mendatangi tempat penjualan papan bunga dan menjumpai salah

Berdasarkan tabel 4.6 di atas tentang jawaban responden mengenai kinerja karyawan, maka diperoleh nilai mean sebesar 4,39 dan indikator yang memiliki nilai mean yang

LAKIP Tahun 2015 Pengadilan Negeri Demak 29 Terdapat 26 perkara sisa perkara gugatan perdata tahun 2015 dimana keseluruhan jumlah sisa pekrara dapat diselesaikan di

Budimanta (2005) menyatakan bahwa pembangunan berkelanjutan adalah suatu cara pandang mengenai kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan terencana dalam

Penilaian Kinerja Diskusi dan Presentasi Dilaksanakan pada proses pembelajaran, saat peserta didik menyampaikan hasil diskusi tentang Perubahan Sosial dan Budaya Akibat

Saran dalam penelitian ini adalah Dosen sebaiknya menggunakan model pembelajaran tutor sebaya pada mata kuliah yang ada pada Prodi Tata Kecantikan, karena dengan model

Instrumen keuangan utama yang digunakan Perusahaan, dari instrumen keuangan yang mana risiko timbul, meliputi kas dan bank, kas dibatasi penggunaannya, piutang usaha,

Implementasi pewarnaan graf fuzzy dengan pengembangan software matlab dapat menampilkan pembagian klasifikasi dengan warna yang sama sehingga dapat memberikan