commit to user
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Kelistrikan
Untuk mendefinisikan arus listrik lebih mudah dengan memisalkan muatan listrik yang bergerak menuju luasan A. Arus listrik adalah kelajuan muatan listrik mengalir melalui permukaan itu. Jika ∆Q adalah jumlah muatan listrik yang
mengalir melalui luasan pada selang waktu ∆t maka arus listrik rata-rata, Irata-rata
adalah sama dengan muatan listrik yang melalui luasan A per satuan waktu:
𝐼𝑟𝑎𝑡𝑎 −𝑟𝑎𝑡𝑎 =∆𝑄
∆𝑡 (2.1)
Gambar 2.1. Arus yang menembus luasan A
sedangkan arus (I) yang menembus luas penampang (A) adalah rapat arus (J),
seperti pada Gambar 2.1 . Sehingga rapat arus dapat ditulis secara matematis
sebagai berikut:
𝐽 = 𝐼
𝐴 (2.2)
Rapat arus J dan medan listrik E terbentuk dalam sebuah konduktor ketika terdapat suatu beda potensial yang melintasi konduktor tersebut. Pada beberapa bahan, rapat arus sebanding dengan medan listrik:
J = σE (2.3)
di mana konstanta kesebandingan σ disebut konduktivitas konduktor. Bahan-bahan yang mengikuti persamaan (2.3) dikatakan mengikuti hukum Ohm. Secara lebih spesifik hukum Ohm menyatakan bahwa untuk sebagian besar bahan, rasio rapat arus terhadap medan listrik adalah suatu konstanta σ yang independen terhadap medan listrik yang menghasilkan arusnya.
commit to user
Gambar 2.2. Penghantar homogen yang dialiri arus
Bisa diperoleh persamaan yang dapat digunakan dalam penerapan praktis
dengan mengasumsikan sebuah kawat memiliki luas penampang A dan panjang l
yang homogen. Beda potensial ∆V = Vb-Va pada kawat dihasilkan oleh suatu
medan listrik. Jika kawat tersebut diasumsikan homogen, maka beda potensial hubungan dengan medan melalui persamaan:
𝑑𝑉 = 𝐸 ∙ 𝑑𝑟 (2.4)
𝑑𝑉 = 𝐸 𝑑𝑟0𝑙 (2.5)
∆V = El (2.6)
Dengan memasukkan persamaan (2.3), maka
∆𝑉 = 𝑙
𝜍𝐽 = 𝑙
𝜍𝐴 𝐼 = 𝑅𝐼 (2.7)
Besarnya R=l/σA disebut hambatan dari konduktor. Dapat didefinisikan hambatan
sebagai perbandingan beda potensial di dalam konduktor dengan arus dalam konduktor tersebut.
Kebalikan dari konduktivitas adalah resistivitas,
𝜌 = 1/𝜍 (2.8)
dimana 𝑅 = 𝑙/𝜍𝐴 maka hambatan suatu kawat homogen dengan panjang l dapat
dinyatakan dengan:
𝑅 = 𝜌𝑙
𝐴 (2.9)
(Serway & Jewet, 2004) l I V A E Va Vb
commit to user
2.2. Kelistrikan Bumi
Saat bumi diasumsikan sebagai medium homogen isotropis, kemudian di
dalamnya dialiri oleh arus listrik searah I maka arus akan mengalir secara radial di
dalam bumi dengan bidang luasan berbentuk bola (4𝜋𝑟2). Sehingga besarnya arus
I yang melewati luasan A dengan kerapatan arus J sesuaipersamaan (2.2) adalah :
𝐼 = 𝐽. 4𝜋𝑟2 (2.10)
dari persamaan (2.3) dan (2.10) diperoleh persamaan:
𝐼 = 𝜍𝐸(4𝜋𝑟2) (2.11)
𝐸 = 𝐼
𝜍 4𝜋𝑟2 (2.12)
dari persamaan (2.4) dan (2.12) diperoleh persamaan 𝑑𝑉 𝑑𝑟 = 𝐼 𝜍 4𝜋𝑟2 (2.13) 𝑑𝑉 = 𝐼 𝜍 4𝜋 1 𝑟2𝑑𝑟 (2.14) 𝑑𝑉 =𝜍 4𝜋𝐼 𝑟12𝑑𝑟 (2.15) 𝑉 = 𝐼 𝜍 4𝜋𝑟 (2.16) 𝑉 = 𝐼𝜌 4𝜋𝑟 (2.17)
dengan c adalah konstanta.
2.2.1. Satu Sumber Arus Listrik di Permukaan Bumi
Suatu sumber arus yang berada di permukaan tanah, maka arus akan menyebar ke segala arah dan membentuk suatu bidang ekuipotensial dengan
distribusi setengah bola seperti pada Gambar 2.3 (Reynolds, 1998). Dari
persamaan (2.17) dapat diketahui potensial listrik pada satu sumber arus di permukaan bumi sebesar
𝑉 = 𝐼𝜌 (4𝜋𝑟)/2= 𝐼𝜌 2 𝜋 1 𝑟 (2.18)
commit to user
Gambar. 2.3. Satu titik sumber dipermukaan bumi (Reynold, 1998)
2.2.2. Dua titik sumber arus dipermukaan bumi
Gambar 2.4 merupakan dua titik sumber arus yang berlawanan polaritasnya di permukaan bumi. Saat arus diinjeksikan ke dalam bumi melalui elektroda C1 dan elektroda C2 maka akan menimbulkan beda potensial yang ditangkap oleh elektroda potensial P1 dan P2 (Ogungbe dkk., 2010).
Gambar 2.4. Injeksi arus listrik ke dalam bumi melalui dua buah elektroda (Telford & Sheriff, 1990)
commit to user
Dari persamaan (2.18) dapat diketahui nilai potensial untuk P1
𝑉𝑃1 = 𝐼𝜌 2𝜋 1 𝑃1 𝐶1− 1 𝑃1 𝐶2 (2.19)
sedangkan untuk P2 adalah
𝑉𝑃2 = 𝐼𝜌 2𝜋 1 𝑃2 𝐶1− 1 𝑃2 𝐶2 (2.20)
Sehingga beda potensial dari elekroda potensial P1 dan P2 adalah
∆𝑉 = 𝑉𝑃1− 𝑉𝑃2 (2.21) ∆𝑉 = 𝐼𝜌 2𝜋 1 𝑃1 𝐶𝐼− 1 𝑃1 𝐶2 − 1 𝑃2 𝐶1− 1 𝑃2 𝐶2 (2.22)
Dengan mengetahui jarak masing-masing elektroda, nilai arus yang dialirkan, dan beda potensial yang ditangkap, maka dapat dilakukan perhitungan
untuk mengetahui nilai resistivitas batuan (ρ). Namun karena bumi sebenarnya
tidak homogen isotropis, maka nilai resistivitas batuan yang diperoleh adalah resistivitas semu. 𝜌 = 𝐾∆𝑉 𝐼 (2.23) Dengan 𝐾 = 2𝜋 1 𝑃1 𝐶𝐼− 1 𝑃1 𝐶2 − 1 𝑃2 𝐶1− 1 𝑃2 𝐶2 −1 (2.24) adalah faktor geometri yang akan berbeda untuk konfigurasi elektroda yang berbeda.
(Telford & Sheriff, 1990)
2.3. Metode Geolistrik
Metode geolistrik resistivitas merupakan suatu cabang metode permukaan yang digunakan dalam eksplorasi dangkal. Geolistrik resistivitas digunakan untuk menentukan kedalaman batuan dasar, pencarian reservoir air, dan digunakan dalam eksplorasi geothermal. Metode geolistrik juga efektif dalam eksplorasi mineral logam yang memiliki nilai kontras resistivitas yang besar dengan batuan sekitar (Suroso dkk., 2006). Metode geolistrik dapat dianalogikan dengan rangkaian listrik tertutup yang terdiri dari sumber arus dan hambatan tertentu. Saat arus listrik dialirkan pada suatu komponen beban listrik misalkan resistansi, maka
commit to user
besarnya nilai resistansi dapat dihitung dari arus listrik yang dialirkan dan beda potensial yang di ukur pada ujung-ujung resistansi.
Metode geolistrik mengasumsikan bahwa bumi adalah medium homogen isotropis maka hasil yang diperoleh dari hasil pengambilan data adalah nilai resistivitas semu, seperti pada persamaan (2.23). Pada kenyataannya, bumi terdiri
atas lapisan-lapisan dengan ρ yang berbeda-beda, sehingga potensial yang terukur
merupakan pengaruh dari lapisan-lapisan tersebut. Sehingga nilai resistivitas yang terukur bukan merupakan nilai resistivitas untuk satu lapisan saja, hal ini terutama untuk spasi elektroda yang lebar (Karunia dkk., 2012).
2.4. Konfigurasi Dipole-dipole
Akuisisi geolistrik dilakukan dengan mengalirkan arus listrik ke dalam bumi melalui kontak dua elektroda arus (C1-C2) dan dua elektroda potensial (P1-P2). Konfigurasi elektroda mengatur penempatan elektroda. Pemilihan konfigurasi elektroda disesuaikan dengan target yang ingin dicapai. Beberapa konfigurasi
yang biasa digunakan seperti Schlumberger, Wenner (α,β,γ), Pole-dipole, dan
Dipole-dipole. Setiap konfigurasi memiliki kelebihan masing-masing dan digunakan sesuai target yang dibutuhkan (Putika dkk., 2012).
Hasil permodelan yang dilakukan Putika, menunjukkan konfigurasi
dipole-dipole memiliki kelebihan dalam penggambaran anomali bola. Putika melakukan permodelan anomali berbentuk bola yang ditanam pada mediun yang relatif lebih konduktif dari anomali. Didapatkan dari hasil permodelan, bahwa konfigurasi
dipole-dipole memberi gambaran posisi anomali yang lebih mendekati model
dibandingkan dengan konfigurasi pole-dipole, schlumberger, dan wenner-alpha.
Konfigurasi dipole-dipole juga memberi gambaran nilai resistivitas anomali yang
lebih mendekati model daripada ketiga konfigurasi lainnya (Putika dkk., 2012).
Hanya saja konfigurasi dipole-dipole tidak memberikan penetrasi kedalaman lebih
baik daripada konfigurasi wenner-schlumberger (Hendra & Darsono, 2010).
Konfigurasi dipole-dipole menggunakan dua buah elektroda yang bertindak
sebagai arus dan dua buah elektroda bertindak sebagai potensial. Jarak antar elektroda arus dan jarak antar elektroda potensial selalu sama (a). Jarak antar C1
commit to user
dan P1 adalah kelipatan jarak elektroda terdekat (na), seperti pada Gambar 2.5.
(Suroso dkk., 2006).
Gambar 2.5. Susunan elektroda konfigurasi dipole-dipole
Konfigurasi dipole-dipole (Gambar 2.5) akan menimbulkan faktor
geometri sebesar : 𝐾 = 2𝜋 1 𝑛𝑎− 1 𝑛𝑎 +𝑎 − 1 𝑛𝑎 +𝑎− 1 𝑛𝑎 +2𝑎 −1 (2.24) 𝐾 = 𝜋𝑎𝑛 𝑛 + 1 𝑛 + 2 (2.25) 2.5. Galena
Galena (PbS) atau timah hitam adalah bahan tambang yang tersusun oleh biji timbal. Mineral ini terdapat dalam batuan berwarna abu-abu gelap dan
terdapat bercak warna perak seperti pada Gambar 2.6. Nama galena berasal dari
kata latin “galen” sebutan yang diberikan untuk biji timbal. Pada beberapa negara
galena memiliki sebutan tersendiri, di Jerman disebut bleiglanz sedangkan di
Prancis disebut plumb sulfure (Idiawati dkk., 2013).
commit to user
Galena memiliki sifat antara lain, mudah pecah dengan belahan sejajar
bidang kubus, belahan sempurna. massa jenis antara 7,5 – 7,6 g/cm3, lunak
dengan kekerasan antara 2,5-2,8 skala Mohs. Galen yang ditemukan di alam dengan pengotor cenderung berwarna abu-abu dengan kilap logam cemerlang. Ditemukan juga galena dengan bercak kuning seperti warna korosi pada besi. Selain itu galena memiliki sifat yang konduktif terhadap arus listrik (Evans, 1993).
2.6. Sebaran Galena
Material galena banyak ditemukan di beberapa negara antara lain Prancis, Rumania, Austria, Belgia, Italia, Spanyol, Inggris, Australia, Skotlandia dan Meksiko. Di Indonesia, galena tersebar di sepanjang selatan Jawa, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Pontianak. Pada daerah Wakapsir, Nusa Tenggara Timur di dalam urat kuarsa ditemukan kandungan galena bersama Chalcopyrite, Malachite, Azurite, Bornite, Zinc, dan pyrite (Tain, 2005).
Berdasarkan pengamatan geologi sebaran galena di pulau Jawa, terdapat di beberapa daerah antara lain Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Pacitan, dan daerah sepanjang pesisir Selatan Jawa. Mineral-mineral berasosiasi dengan galena yang dapat diamati di lapangan adalah pirit, kalkopirit, dan sfalerit serta adanya butiran
emas hasil pendulangan endapan sungai dari creek di Melikan, Desa Keloran,
Kecamatan Selogiri, Kabupaten Wonogiri. Potensi galena di daerah ini secara kimia menunjukkan kandungan sebesar 7.230 ppm. Indikasi lain berupa singkapan urat kuarsa dalam lingkungan batuan malihan di Kali Kedung Jenggot, Desa Pager Jurang, Kecamatan Wedi, Kabupaten Klaten yang menunjukkan kandungan 1.562 ppm. Temuan galena di daerah Wonogiri berbentuk sisipan urat-urat kuarsa dengan ketebalan 1 cm sampai 2 cm (Widodo & Sahat, 2002).
2.7. Proses Hidrotermal
Proses hidrotermal menghasilkan deposit mineral yang merupakan sumber suplai utama dari berbagai jenis mineral seperti emas, perak, tembaga, timah, antimon, kobalt, merkuri, molybdenum, uranium, dan lain-lain.
commit to user
Beberapa hal yang menjadi syarat pembentukan deposit hidrotermal adalah:
a. Tersedia mineralizing solutions (mineralizers) yang cukup banyak untuk
melarutkan dan menjadi media transport bahan-bahan mineral,
b. Tersedianya bukaan (opening) dalam batuan sebagai saluran migrasi larutan
hidrotermal,
c. Tersedia tempat untuk pengendapan kandungan mineral,
d. Reaksi kimia yang menghasilkan deposit, dan
e. Konsentrasi larutan cukup mengandung bahan-bahan mineral deposit untuk
membentuk deposit yang baik.
Pergerakan larutan hidrotermal dari sumber ke tempat pengendapan sangat
tergantung pada tersedianya bukaan (opening) dalam batuan, sedang pembentukan
tubuh bijih yang besar tergantung kepada banyaknya suplai material yang bisa terangkut melalui bukaan tersebut. Dengan demikian, bukaan tersebut harus saling berhubungan antara satu dengan lainnya. Jenis bukaan tersebut bisa saja berupa
porositas, permeabilitas, dan pipa-pipa vulkanik(Pirajno, 1992).
2.8. Alterasi Hidrotermal
Alterasi merupakan perubahan di dalam komposisi mineralogi secara fisik maupun kimia untuk membentuk mineral baru yang lebih stabil. Sistem ini mengandung dua komponen utama yaitu sumber panas dan fase fluida. Sumber panas berasal dari magma bumi dan fluida berasal dari air meteorik yang merembes melalui rekahan. Sirkulasi fluida hidrotermal ini yang menyebabkan himpunan mineral pada batuan dinding menjadi tidak stabil dan cendrung menyesuaikan kesetimbangan baru dengan membentuk himpunan mineral yang sesuai dengan kondisi yang baru (Pirajno, 1992). Faktor yang juga mempengaruhi hasil ubahan hidrotermal diantaranya karakter batuan dinding, pH, dan konsentrasi.
commit to user
Berdasarkan komponen utamanya, altersi hidrotermal dibagi menjadi 3 yaitu:
a. Hipotermal, yaitu endapan yang terjadi di dekat sumber magma, dengan
temperatur pembentukan endapan 300° -500° C, dicirikan dengan terbentuknya stockworkyaitu vein/urat yang benyak sekali.
b. Mesotermal, endapan yang terjadi agak jauh dari sumber magma, dengan
temperatur pembentukan endapan 200°-300° C, dicirikan dengan sedikit mengandung silikat
c. Epitermal, yaitu endapan yang terbentuk sangat jauh dari sumber magma,
dengan temperatur pembentukan endapan kurang dari 200° C (Nur, 2012).
Gambar 2.7. Alterasi Hidrothermal (Pirajno, 1992)
2.9. Geologi Regional
Geologi regional daerah penelitian mengacu pada peta geologi lembar Ponorogo, Jawa Timur. Masuk dalam 2 formasi batuan yang berbeda, yaitu formasi Blimbing 2 dan formasi Pundung 2 seperti terlihat pada gambar. Formasi Blimbing 2 (Tms) didominasi oleh breksi berbatu lempung disertai batu apung bersusun dasit, sedikit andesit, basal, dan batu pasir. Formasi Pundung 2 (Tmn) tersusun atas andesit-basal oleh breksi gunung api, batu pasiran, dan rubahan
commit to user
breksi secara berangsur menjadi batu pasir (Samporno & Samodra, 1997). Endapan logam yang menyertai pada daerah penelitian umumnya dalam bentuk urat-urat kuarsa yang berasosiasi dengan sulfida-sulfida logam seperti sfalerit (ZnS), galena (PbS), dan kalkopirit (CuFeS2). Pengamatan megaskopik di permukaan dan analisis mineragrafi menunjukkan sfalerit dominan dibandingkan galena, namum pada kedalaman tertentu, urat tersebut sering didominasi oleh galena.