DI PUSKESMAS JOHAN PAHLAWANKABUPATEN
ACEH BARATTAHUN 2012
SKRIPSI
OLEH:
ANITA
NIM : 06C10104260
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH, ACEH BARAT
DI PUSKESMAS JOHAN PAHLAWAN KABUPATEN
ACEH BARAT TAHUN 2012
SKRIPSI
OLEH:
ANITA
NIM : 06C10104260
Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku Umar
Meulaboh
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH, ACEH BARAT
MOTIVASI KERJA PERAWAT DI RUANG RAWATAN
BLUD RSU NAGAN RAYA
TAHUN 2013
SKRIPSI
OLEH:
DEDI MUSLIADI
NIM: 06C10104275
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH-ACEH BARAT
MOTIVASI KERJA PERAWAT DI RUANG RAWATAN
BLUD RSU NAGAN RAYA
TAHUN 2013
SKRIPSI
OLEH:
DEDI MUSLIADI
NIM: 06C10104275
Skripsi ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Universitas Teuku Umar
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH-ACEH BARAT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kemauan dan
kesadaran hidup sehat bagi setiap orang sehingga terwujudnya kesehatan
masyarakat ditandai oleh penduduk yang hidup di lingkungan yang sehat, dengan
perilaku yang sehat, serta memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan
kesehatan yang bermutu yang adil dan merata (Depkes RI, 2009).
Dalam GBHN telah dikemukakan bahwa pembangunan nasional bidang
kesehatan diarahkan untuk mempertinggi derajat kesehatan masyarakat,
mempertinggi pelayanan kepada masyarakat dan penyediaan derajat kesehatan
(Rumah Sakit dan Puskesmas) dan tenaga kesehatan, Dokter dan Perawat
(Iskandar, 2010).
Rumah Sakit merupakan pusat pelayanan kesehatan masyarakat yang
mempunyai latar belakang serba kompleks, yang sampai saat ini masih mendapat
kritik maupun saran terutama yang terkait dengan masalah kualitas pelayanannya
yang menimbulkan ketidakpuasan masyarakat. Secara formal konsep Rumah Sakit
sebagai unit sosial ekonomi di kemukakan pada awal tahun 2000 secara histories
Rumah Sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan rujukan, semua hanya
melaksanakan upaya penyambuhan dan pemulihan, namun sejalan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan sosial budaya maka Rumah Sakit dituntut
untuk melaksanakan pelayanan terpadu yaitu peningkatan kesehatan, pencegahan
Sebagian besar petugas kesehatan yang ada di Rumah Sakit adalah
perawat. Perawat di Rumah Sakit mempunyai peranan penting karena merupakan
tenaga terdepan dan terbanyak dalam memberikan pelayanan kesehatan
masyarakat.
Dalam melaksanakan tugas di Rumah Sakit kedudukan perawat dipandang
dari dua sisi. Sisi yang pertama adalah sebagai profesi artinya perawat harus
mampu melaksanakan tugasnya secara profesional kepada masyarakat. Sisi kedua
adalah perawat honorer sebagian dari organisasi Rumah Sakit, untuk itu dalam
melaksanakan tugas di Rumah Sakit mengacu kepada pengorganisasian Rumah
Sakit yang mencakup pembagian kerja, baik sebagai koordinator program,
pelaksana program dan penanggung jawab pelaksana kegiatan.
Perawat yang merupakan tenaga terdepan dalam melaksanakan pelayanan
kesehatan akan berhadapan dengan klien dan lingkungan kerja yang tentu
beragam pula masalahnya, yang menuntut perawat tersebut untuk bersikap bijak,
sabar dan berjiwa besar dalam melayani sumber stress yang berdampak konflik
dalam dirinya (Depkes RI, 2009).
Baik buruknya pelayanan di Rumah Sakit sangat tergantung pada
penampilan perawat, oleh sebab itu memberikan pelayanan sesuai dengan apa
yang diharapkan seorang perawat dituntut agar mau dan bersedia mengerahkan
kemampuan dan ketrampilannya yang terbaik untuk kepentingan pelayanan
perawatan kesehatan, salah satu usaha kearah itu adalah dengan motivasi.
Motivasi merupakan energi yang mendorong seseorang untuk bangkit
menjalankan tugas pekerjaan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Ilyas,
Motivasi dalam pelayanan kesehatan sangat diperlukan untuk menumbuh
kembangkan semangat, mendinamiskan kejenuhan dan memelihara agar
senantiasa tetap semangat dalam bekerja melaksanakan misi keperawatan. Pada
hakikatnya misi keperawatan adalah tugas yang mulia sebagai bagian integral dari
pelayanan kesehatan.
Motivasi kerja haruslah dimiliki oleh setiap perawat dalam melaksanakan
tugasnya di Rumah Sakit sebagai kondisi yang dapat berpengaruh dengan
lingkungan kerjanya (Depkes RI, 2009). Pembentukan motivasi bagi perawat
sangat tergantung pada sejauh mana perawat merasakan bahwa memberi
pelayanan kesehatan adalah suatu kebutuhan bagi perawat yang dapat
menimbulkan kepuasan tersendiri dan bukan hanya suatu kebutuhan bagi
masyarakat saja.
Menurut Abraham dan Shanley, serangkaian penelitian telah menunjukkan
bahwa bila seseorang merasakan tugas yang menarik untuk menggunakan
waktunya jika mereka yakin bahwa melakukan pekerjaan tersebut demi
kepentingan mereka (Manulang, 2007).
Berdasarkan data yang diperoleh dari Rumah Sakit Umum Daerah Nagan
Raya, bahwa jumlah keseluruhan tenaga kerja baik para medis dan non paramedis
adalah 327 orang yang terdiri pegawai dengan status PNS (Pegawai Negeri Sipil)
312 orang, pegawai honorer 15 orang, jumlah perawat keseluruhan 147 Perawat
yang bertugas di ruang rawat inap 76 orang.
Dari 6 ruangan rawat inap, dari jumlah itu hanya sekitar 5 % saja yang
datang ke Rumah Sakit yang pada akhirnya berbuntut pada teguran dan kritikan
dari atasan Rumah Sakit.
Walaupun Rumah Sakit Umum Nagan Raya baru berpikrah memberikan
pelayanan kepada masyarakat tetapi sarana dan prasarana dirasakan masih sangat
kurang terutama kelengkapan alat-alat kesehatan dalam menunjang tindakan
pelayanan, kurangnya koordinasi antar penanggung jawab tugas yang telah
dibebankan (RSUD Nagan Raya, 2012).
Berdasarkan hasil wawancara sementara dengan sejumlah perawat yang
mengabdi di RSUD Nagan Raya dalam hal insentif yang mereka peroleh setiap
bulan dirasakan masih sangat kurang bila dibandingkan kebutuhan sehari-hari dan
pembayarannya pun kadang-kadang terlambat, sehingga sangat berdampak pada
motivasi perawat dalam bekerja memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien.
Hal ini dapat dilihat pada tingkat absensi perawat setiap hari rata-rata 3
sampai 7 orang atau sekitar 5% hingga 10%, dari hasil pemantauan sementara
juga terlihat adanya perawat yang pulang kerja sebelum waktunya, sehingga
pasien tidak mendapat pelayanan kesehatan yang maksimal (RSUD Nagan Raya,
2012).
Berdasarkan permasalahan di atas penulis merasa tertarik untuk meneliti
lebih lanjut “Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Motivasi Kerja Perawat di
Ruang Rawatan BLUD Rumah Sakit Umum Nagan Raya Kabupaten Nagan Raya
1.2.Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan
dalam penelitian ini adalah faktor-faktor apa saja yang menyebabkan
berkurangnya motivasi kerja perawat sehingga pelayanan yang diberikan oleh
rumah sakit menjadi tidak maksimal.
1.3.Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan motivasi kerja
perawat di Ruang Rawatan BLUD Rumah Sakit Umum Nagan Raya 2013.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Diketahuinya hubungan pemberian penghargaan dengan motivasi kerja
perawat Ruang Rawat BLUD Rumah Sakit Umum Nagan Raya.
2. Diketahuinya hubungan peran kepala ruang dengan motivasi kerja perawat
Ruang Rawat BLUD Rumah Sakit Umum Nagan Raya.
3. Diketahuinya hubungan gaji dan insentif dengan motivasi kerja perawat
Ruang Rawat BLUD Rumah Sakit Umum Nagan Raya.
4. Diketahuinya hubungan kondisi kerja dengan motivasi kerja perawat
1.4.Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Teoritis
1. Bagi penulis, untuk menambah informasi dan ilmu pengetahuan serta
meningkatkan keterampilan penulisan karya ilmiah yang didapat dibangku
kuliah di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku Umar
(FKM-UTU).
2. Dapat menjadi bahan referensi bagi peneliti lainnya yang meneliti tentang
motivasi kerja perawat dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada
pasien.
1.4.2. Manfaat Aplikatif
1. Bagi BLUD RSU Nagan Raya, sebagai bahan masukan dalam rangka
meningkatkan pelayanan kesehatan bagi pasien.
2. Bagi perawat sebagai bahan masukan dalam memberikan pelayanan
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian-pengertian 2.1.1. Motivasi
Menurut Azwar (2006), motivasi berasal dari perkataan motif (motive)
yang artinya adalah rangsangan dorongan ataupun pembangkit tenaga yang
dimiliki seseorang hingga orang tersebut memperlihatkan perilaku tertentu,
sedangkan yang dimaksud dengan motivasi adalah upaya untuk menimbulkan
rangsangan, dorongan ataupun pembangkit tenaga pada seseorang atau
sekelompok masyarakat tersebut mau berbuat dan bekerja sama secara optimal
melaksanakan sesuatu yang telah direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
Motivasi diartikan sebagai suatu kebutuhan atau keinginan seseorang
untuk mendapatkan sesuatu dan mengarahkan seluruh kegiatan untuk mencapai
sesuatu tersebut. Mr. Jones (2001) merumuskan bahwa motivasi merupakan
proses psikologis dalam mana terjadi interkasi antara sikap, kebutuhan, persepsi,
proses belajar dan pemecahan persoalan (Ilyas, 2006).
Motivasi merupakan suatu kondisi yang menggerakkan manusia ke arah
suatu tujuan tertentu, yang merupakan suatu dorongan kebutuhan dalam diri
seseorang yang perlu dipenuhi oleh individu tersebut dapat menyelesaikan diri
terhadap lingkungan (Anoraga, 2008).
Motivasi didefinisikan sebagai kekuatan dari dalam individu yang
Menurut Widayatun (2009), motivasi itu mempunyai arti mendorong atau
menggerakkan. Motivasi inilah yang menggerakkan seseorang untuk berperilaku,
beraktivitas dalam pencapaian tujuan.
Berelson dan Steiner dalam Ilyas (2006) mendefiniskan motivasi sebagai
kondisi internal, kejiwaan manusia seperti aneka keinginan, harapan, kebutuhan,
dorongan dan kesukaan yang mendorong individu untuk berperilaku kerja untuk
mencapai kepuasan atau mengurangi ketidakseimbangan (Ilyas, 2006).
Motivasi adalah suatu tindakan yang diambil oleh orang untuk kepuasan
terhadap kebutuhan yang belum terpenuhi. Motivasi ada karena kebutuhan
seseorang yang harus segera terpenuhi melalui suatu aktivitas untuk mencapai
tujuan (Marquis dan Huton, 2005).
Menurut Siagian (2010) Motivasi adalah pendorong yang mengakibatkan
seseorang anggota organisasi mau dan rela untuk menyerahkan kemampuan dalam
bentuk keahlian atau ketrampilan, tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan
berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawab dan menunaikan keajibannya
dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah
ditentukan sebelumnya.
Dapat juga didefinisikan sebagai kesiapan khusus seseorang untuk
melakukan atau melanjutkan serangkaian aktifitas yang ditujukkan untuk
mencapai beberapa sasaran yang telah ditetapkan. Akan halnya motivasi kerja
adalah sesuatu yang berasal dari internal individu yang menimbulkan dorongan
atau semangat untuk bekerja keras. Sejumlah ahli telah menyampaikan motivasi
2.1.2. Teori-Teori Motivasi
Teori motivasi ini bertujuan untuk menentukan apa yang memotivasi
orang dalam pekerjaan mereka. Pada permulaannya banyak ahli berpendapat
bahwa hanya uang yang memotivasi mereka (Manajemen ilmiah) dan kemudian
dirasa yang juga kondisi kerja, keamanan dan barang kali gaya supervise
demografis hubungan manusiawi (Sukanto, 2004).
Menurut Sukanto (2009), Untuk memahami apa yang memotivasi
seseorang bekerja maka perlu dibahas juga model utama teori motivasi yaitu
hirarkhi Maslow, teori Mc Clelland dan teori Frederich Herzberg.
a. Teori Maslow
Sebuah kerangka dasar yang menarik, untuk menjelaskan kekuatan
daripada kebutuhan adalah apa yang dikemukakan oleh Maslow,
Maslow menciptakan kebutuhan pokok yang membantu pemimpin
mengerti dan memahami faktor yang memotivasi bawahannya. Menurut
Maslow hirarkhi kebutuhan manusia terdiri dari:
1) Physiological Needs (kebutuhan yang bersifat biologis) meliputi
sandang, papan, pangan, sex dan kesejahteraan individu.
2) Safety Needs (kebutuhan rasa aman) meliputi baik kebutuhan
keamanan jiwa, maupun kebutuhan akan keamanan harta.
3) Love Needs (kebutuhan rasa cinta) meliputi kebutuhan karena
diterima oleh orang-orang dan kebutuhan akan perasaan
dihormati, kebutuhan akan perasaan manju/berprestasi dan
kebutuhan perasaan ikut serta (sense of participation), rasa
4) Esteem Needs (kebutuhan akan penghargaan seperti harga diri,
otonomi dan keberhasilan dan faktor penghargaan eksternal
seperti status, keluasaan, pengakuan dan perhatian.
5) Self Actualization Needs (kebutuhan akan kepuasaan diri yaitu
dorongan untuk menjadi seseorang yang berarti dan mampu
berbuat sesuatu seperti pertumbuhan profesional, pencapaian
potensi tertentu dan pencapaian kepuasan diri.
Teori Maslow telah banyak digunakan sebagai dasar untuk
menentukan bagaimana masing-masing tingkat kebutuhan itu berkaitan
dengan perilaku seseorang, sehingga teori Maslow inui banyak
bermanfaat bagi manajer suatu organisasi untuk dapat memotivasi para
karyawan atas dasar tingkat kebutuhan yang menjadi motivasi utama
mereka.
b. Teori Mc Clelland
Timbulnya tingkah laku dipengaruhi oleh kebutuhan yang ada
dalam diri manusia. Menurut Sukanto (2009) didalam diri individu
terdapat tiga kebutuhan pokok yang mendorong tingkah lakunya, konsep
motivasi ini lebih dikenal dengan “social motives theory” teori motif
sosial yang terdiri dari tiga kebutuhan yaitu motif berprestasi (Needs for
achievement), motif bersahabat (Needs for afiliation), motif berkuasa
(Needs for power).
c. Teori Frederich Herzberg
Diantara teori-teori yang berhubungan langsung dengan kepuasan
teman-temannya, berdasarkan hasil penelitian dimana dikembangkan
gagasan bahwa ada dua rangkaian kondisi yang mempengaruhi
seseorang dalam bekerja, rangkaian kondisi pertama diberi nama faktor
motivator, sedangkan kedua faktor hygiene adanya gagasan Herzberg
dengan nama teori dua faktor dan kepuasan kerja (Anoraga, 2008).
Menurut Frederich Herzberg faktor yang berperan sebagai
motivator terhadap pegawai, yakni yang mampu memuaskan dan
mendorong orang untuk bekerja dengan baik adalah keberhasilan
pelaksanaan (achievement), pengakuan (recognition), pekerjaan itu
sendiri (the work itself), tanggung jawab (responsibity) dan
pengembangan (advancement).
Selanjutnya faktor-faktor kedua (faktor hygiene) yang dapat
menimbulkan rasa puas kepada pegawai terdiri dari kebijakan dan
administrasi perusahaan (company polic and administration), supervise
(technical supervision), hubungan antar pribadi (interpersonal
supervision), kondisi kerja (working condition).
2.1.2. Jenis-Jenis Motivasi
Secara garis besar Ranu dan Suad (2005), mengemukakan tentang kedua
jenis motivasi sebagai berikut:
a. Secara positif yang menunjukkan suatu proses untuk mencoba
mempengaruhi karyawan agar mau menjalankan suatu kegiatan yang
b. Motivasi negatif yaitu suatu proses untuk mempengaruhi seseorang mau
melakukan sesuatu dengan yang kita inginkan dengan cara memberikan
ancaman.
Dalam aplikasi sehari-hari tentang penggunaan kedua kondisi dimana
motivasi adalah sangat dipengaruhi oleh tipe kepemimpinan dan kondisi dimana
motivasi itu diterapkan. Pimpinan yang beranggapan bahwa adanya unsur takut
(takut dihukum, takut kehilangan, dan lain-lain), seseorang akan lebih
memotivasi/terdorong dan mau bertindak maka tipe pimpinan macam ini lebih
senang motivasi negatif sedangkan tipe pimpinan yang beranggapan bahwa
seorang itu akan terdorong dan mau berusaha jika seseorang dalam perasaan
tenang, bagi pimpinan semacam ini lebih senang menerapkan motivasi positif.
2.2. Pengertian Kerja
Kerja merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia. Kebutuhan itu
bisa bermacam-macam, berkembang dan berubah, bahkan seringkali tidak
disadari oleh pelakunya. Seseorang bekerja karena ada sesuatu yang hendak
dicapainya, dan berharap bahwa aktivitas kerja yang dilakukannya akan
membawanya kepada suatu keadaan yang lebih memuaskan daripada keadaan
sebelumnya (Anoraga, 2008).
Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa pada diri manusia terdapat
kebutuhan-kebutuhan yang pada saatnya membentuk tujuan-tujuan yang hendak
dicapai dan dipenuhinya. Demi mencapai tujuan-tujuan itu, orang terdorong
melakukan suatu aktivitas yang disebut kerja. Tetapi tidak semua aktivitas dapat
Manusia; Bunga Rampai Tentang Filsafat Manusia”, pekerjaan adalah kegiatan
yang direncakan. Jadi pekerjaan itu memerlukan pemikiran khusus dan tidak dapat
dijalankan oleh binatang.
Yang dilaksanakan tidak hanya pelaksanaan kegiatan itu sendiri
menyenangkan, melainkan karena kita mau dengan sungguh-sungguh mencapai
suatu hasil yang kemudian berdiri sendiri atau sebagai benda, karya, tenaga dan
sebagainya, atau terhadap pelayanan terhadap masyarakat, termasuk dirinya
sendiri. Kegiatan itu dapat berupa pemakaian tenaga jasmani maupun rohani
(Anoraga, 2008).
2.3. Motivasi Kerja
Dalam pengertian umum, motivasi dikatakan sebagai kebutuhan yang
mendorong perbuatan ke arah suatu tujuan tertentu. Sedangkan pengertian
motivasi adalah pemberian atau penimbulan motif. Atau dapat pula diartikan hal
atau keadaan menjadi motif (Anoraga, 2008).
Jadi motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan semangat atau
dorongan kerja. Oleh sebab itu, motivasi dalam psikologi karya biasa disebut
pendorong semangat kerja. Kuat dan lemahnya motivasi kerja seseorang tenaga
2.4. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Motivasi Kerja Perawat 2.4.1. Penghargaan
Penghargaan merupakan setiap hal yang memperbesar kecenderungan atau
kemungkinan pada diri seseorang untuk mengulangi suatu balasan tertentu
terhadap hal (rangsangan) yang sama dalam situasi yang serupa.
Menurut D. Lawrence Kincaid dan Wilburd Scramm, penghargaan dapat
dibedakan atas; (1) penghargaan yang berwujud nyata atau jasmaniah, (2)
penghargaan yang bersifat rohaniah, dan (3) penghargaan yang bercorak sosial.
Dengan memberikan penghargaan kepada petugas kesehatan, mereka akan
berkeinginan untuk merubah tingkah laku dalam bentuk tindakan yang nyata dan
menjadi kenyataan bahwa mereka memberikan balasan dengan cara tertentu
karena mereka memperkirakan akan menerima penghargaan seperti yang pernah
mereka terima, mereka percaya dengan keyakinan yang cukup besar, bahwa jika
mereka terus memberikan balasan dengan jalan yang sama, mereka akan terus
menerima penghargaan seperti lazimnya.
Pemberian penghargaan kepada petugas kesehatan kepada perawat rumah
sakit dapat berupa uang, pakaian, dan piagam, dengan pemberian penghargaan
memungkinkan perawat kesehatan mendapatkan motivasi dan tergugah hatinya
untuk lebih giat lagi dalam melaksanakan tugas atau kegiatannya dirumah sakit
dan ia akan menyadari program rumah sakit (Depkes RI, 2007).
2.4.2. Peran Kepala Ruang
Peran adalah suatu pola tingkah laku, kepercayaan, nilai sikap, yang
kedudukan. Jadi peran menggambarkan perilaku yang seharusnya diperlihatkan
oleh individu pemegang peran tersebut dalam situasi umum (Sarwono, 2008).
Peran adalah pola perilaku nilai dan tujuan yang diharapkan dari seseorang
berdasarkan posisi di masyarakat. Banyak faktor yang mempengaruhi dalam
menyesuaian diri dengan peran yang harus dilakukan:
a. Kejelasan perilaku dan pengetahuan yang sesuai dengan peran.
b. Konsistensi respon orang yang berarti terhadap peran yang dilakukan.
c. Kesesuaian dan keseimbangan antar peran yang dijalaninya.
d. Keselarasan budaya dan harapan individu terhadap perilaku peran.
e. Pemisahan situasi yang akan menciptakan ketidaksesuaian perilaku
peran (Widayatun, 2004).
Definisi peran kepala ruang yang dimaksudkan disini adalah suatu pola
tingkah laku, kepercayaan, nilai sikap, yang diharapkan oleh bawahannya muncul
dan menandai sifat dan tindakan sipemegang kedudukan dalam memotivasi
bawahannya untuk melakukan suatu pekerjaan yang mesti dilakukan oleh
seseorang yang menduduki suatu posisi. Pada hakikatnya manajer (kepada ruang)
tidak dapat memotivasi seorang individu karena motivasi datang dari dalam diri
individu itu sendiri. Pendekatan kepala ruang secara manusiawi bagaimanapun
dapat meningkatkan pengembangan potensi individu secara maksimal dalam
lingkungannya (Marquis dan Houston, 2005).
Siagian (2010) memberikan definisi “hubungan antar manusia” sebagai
keseluruhan hubungan baik yang formal maupun yang informal yang perlu
diciptakan dan dibina dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan.
kerja yang memotivasi mereka bekerja bersama secara produktif serta mendapat
kepuasan ditinjau dari segi ekonomi, psikologi dan sosial.
Memanfaatkan secara maksimal potensi yang konstruktif dan sekaligus
mengeliminir potensi yang destruktif adalah kunci utama setiap manajer (kepala
ruang) dalam menuju sukses. Siagian (2010) mengemukakan beberapa prinsip
dari hubungan antar manusia dalam menggerakkan organisasi:
a. Suasana kerja yang menyenangkan
Suasana kerja yang menyenangkan disini berarti sangat luas. Yang
dimaksud meliputi: pekerjaan yang penuh tantangan dan tidak rutinitas,
hubungan kerja yang intim, lingkungan kerja yang membangkitkan
kegairahan pekerja, seperti penerangan lampu yang cukup, alat-alat yang
lengkap, ventilasi ruangan yang cukup memberi udara segar.
Karena memang pada umumnya setiap orang tentu menghendaki
lingkungan fisik yang baik, sehingga menimbulkan motivasi mereka
untuk meningkatkan prestasi kerjanya, hanya saja tidak selalu
berbanding lurus.
b. Kembangkan kemampuan bawahan
Pimpinan harus mengetahui batas-batas kemampuan bawahan
dalam usaha pengembangan kemampuan itu, pengarahan yang lebih
tepat dapat dibuat. Meskipun diakui pula pentingnya peranan pendidikan
dalam rangka pengembangan kapasitas bawahan. Pembinaan bawahan
tidak cukup hanya dilakukan dengan pengiriman ke kursus, seminar atau
loka karya. Pembinaan pada dasarnya lebih luas ruang lingkup dan
Pendidikan informal, penempatan bawahan ataupun pengarahan
dan bimbingan sangat dibutuhkan. Menurut Angela (2007), pelatihan
merupakan salah satu dari sejumlah cara terpenting yang dilakukan oleh
para manajer untuk merangsang pengembangan bawahan. Pelatihan
membantu mencapai hasil dari produktivitas dan motivasi dengan cara
memberikan dorongan semangat, dukungan dan pengembangan.
c. Pekerjaan yang menarik dan penuh tantangan
Seseorang yang sungguh-sungguh mau bekerja akan tidak
menyenangi pekerjaan yang bersifat menonton karena akan segera
membosankan. Sebaliknya pekerjaan yang menarik dan penuh tantangan
akan memperbesar kegairahan pekerjaannya, memperluas imajinasinya
dan memperhebat daya kreasi dan inisiatifnya. Menurut Anoraga (2008)
apabila seseorang mengerjakan sesuatu pekerjaan dengan senang atau
menarik bagi dirinya maka hasil pekerjaan akan lebih memuaskan.
d. Pengakuan dan Penghargaan
Pimpinan harus cepat mengakui dan menghargai pelaksanaan tugas
dengan baik oleh seorang bawahan. Bentuk pengakuan dan penghargaan
ini dapat berbentuk kenaikan pangkat, kenaikan gaji berkala, hadiah
uang, surat penghargaan, pujian dan kombinasi dengan yang lainnya.
Menurut Anoraga (2008) suatu penghargaan yang tidak ternilai harganya
bagi semua orang adalah bila memperoleh pujian dan pengakuan atas
keberhasilan kerja dari atasannya.
Setiap manusia menginginkan suatu penghargaan atas prestasinya.
ganti penghargaan tersebut, tetapi sesungguhnya hal tersebut bukanlah
jalan yang terbaik. Penghargaan terhadap seseorang tidak hanya dinilai
dengan uang melainkan yang terpenting adalah membuat bawahan
senang melakukan pekerjaan tersebut, tanpa ada merasa tertekan
sedikitpun (Mortiner, 2007).
e. Perlengkapan alat yang cukup
Seringnya keterlambatan terjadi dalam pelaksanaan tugas
dibebankan oleh tidak tersedianya alat perlengkapan yang diperlukan
untuk pelaksanaan tugas.
f. Penempatan bawahan menurut keahlian dan kecakapannya.
Untuk ini sangat penting bagi seorang pemimpin untuk mengetahui
apa bakat, kecakapan dan keahlian bawahannya harus diketahui pula
batas-batas kemampuannya.
2.4.3. Gaji dan Insentif
Gaji menurut Feldman dan Arnold dalam Elida (2008), adalah imbalan
yang diterima secara rutin termasuk premi, bonus dan tunjangan keuangan
lainnya. Gaji juga merupakan determinan penting dalam kepuasan kerja karena
merupakan alat untuk memenuhi kebutuhan yang dapat ditukar dengan barang
atau jasa.
Menurut Elida (2008) yang dikutip dari Lawler (2001), menyimpulkan
bahwa dapat menolong dalam memuaskan berbagi kebutuhan fisiologis, ekonomi
dan keamanan.
Menurut Kopelmen (2006) bahwa imbalan akan berpengaruh terhadap
individu. Berdasarkan hasil penelitian Kopelmen (2006), aspek finansial
merupakan prioritas kebutuhan yang dianggap paling penting oleh tenaga
kesehatan.
2.4.4. Kondisi Kerja
Kondisi kerja yaitu segala sesuatu yang ada di lingkungan para pekerja
yang dapat mempengaruhi dalam menjalankan pekerjaannya seperti suhu,
ventilasi, penerangan, kebersihan dan memadainya alat-alat dan perlengkapan
kerja. Pekerja menginginkan lingkungan kerja yang baik karena kondisi tersebut
akan mengarah kepada kenikmatan dan kelancaran pekerjaan.
Masing-masing dapat berbuat berbagai macam hal agar keadaan
masing-masing bawahannya menjadi lebih sesuai, misalnya ada ruangan khusus bagi
unitnya, penerangan, perabotan, suhu, udara, dan kondisi fisiknya. Wewenang itu
seluruhnya berada ditangan manajer tetapi mereka dapat memperjuangkannya
(Manullang, 2007).
Dengan adanya kondisi kerja yang baik tentunya para pekerja lebih
bergairah dalam bekerja sehingga akan meningkatkan motivasi mereka dalam
bekerja dengan adanya kondisi kerja yang baik akan mempengaruhi pengaruh
positif pada semangat kerja mereka dan akhirnya akan tercapai produktivitas
maksimum (Sukanto, 2009).
Dalam Peraturan Menteri Perburuhan (PMP) No. 7 Tahun 1994 tentang
syarat-syarat kesehatan, kebersihan serta penerangan dalam tempat kerja terdapat
a. Jendela-jendela, lubang-lubang atau dinding gelas yang dimaksudkan
untuk memasukkan cahaya harus selalu bersih dan luas seluruhnya harus
seperenam dari luas kantor tempat kerja.
b. Jendela-jendela, lubang-lubang atau dinding gelas harus dibuat
sedemikian rupa, sehingga memberikan penyebaran cahaya yang merata.
c. Sumber cahaya yang digunakan (lampu) harus menghasilkan kadar
penerangan yang tetap dan menyebar serata mungkin dan tidak boleh
berkedip-kedip.
d. tidak boleh sinarnya menyilaukan mata sehingga mengganggu pekerjaan.
Yang dimaksud dengan kondisi kerja tidak hanya terbatas pada kondisi
kerja di tempat pekerjaan masing-masing seperti keamanan dan kenyamanan
tempat kerja, ventilasi tempat kerja, penerangan lampu, kebersihan tempat kerja
dan lain-lain. Tetapi juga salah satunya keadaan tempat kerja dan dikaitkan
dengan tempat tinggal seseorang, kondisi kerja yang mendukung antara lain
tersedianya sarana dan prasarana kerja dengan sifat tugas yang harus diselesaikan
(Siagian, 2010).
2.5. Perawat dan Keperawatan 1. Perawat
Menurut Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan yang
dimaksud dengan perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan
kewenangan melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimilikinya
2. Keperawatan
Keperawatan adalah ilmu dan kiat yang berkenaan dengan
masalah-masalah fisik, psikologis, sosiologis, budaya dan spiritual individu. Ilmu
keperawatan didasarkan kerangka teori yang luas; kiat ini tergantung kepada
ketrampilan merawat dan kemampuan perawat secara individu (Doenges dan
Moorhouse, 2005).
3. Peran Perawat
Peran sebagai bagian dari tenaga kesehatan yang diakui oleh
undang-undang mempunyai peran sebagai berikut:
a. Sebagai pelaksana keperawatan.
Peranan yang utama dari perawat kesehatan masyarakat adalah
sebagai pelaksana asuhan keperawatan kepada individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat baik yang sehat maupun yng sakit atau yang
mempunyai masalah kesehatan/keperawatan apakah itu di rumah,
sekolah, Puskesmas, Rumah Sakit. Panti dan sebagainya sesuai dengan
kebutuhannya.
b. Sebagai Pendidik.
Memberi pendidikan kesehatan kepada individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat baik di rumah, Puskesmas, Rumah Sakit dan
di masyarakat. Secara terorganisir dalam rangka menanamkan perilaku
sehat, sehingga terjadi perubahan perilaku seperti yang diharapkan
c. Sebagai Koordinator pelayanan kesehatan.
Mengkoordinasikan seluruh kegiatan upaya pelayanan kesehatan
masyarakat dan Rumah Sakit dalam mencapai tujuan kesehatan melalui
kerjasama dengan tim kesehatan lainnya sehingga tercipta keterpaduan
dalam sistem pelayanan kesehatan.
d. Sebagai pengelola.
Perawat kesehatan diharapkan dapat mengelola berbagai kegiatan
pelayanan kesehatan Rumah Sakit dan masyarakat sesuai dengan beban
dan tanggung jawab yang diemban kepadanya (Depkes RI, 2007).
2.6. Kerangka Teoritis
2.7. Kerangka Konsep Penelitian
Mengacu kepada teori yang dikemukakan oleh Maslow (Sukanto, 2009),
Siagian (2010), Agus (2006) dan serta didukung oleh Manullang (2007) maka
peneliti membuat kerangka konsep penelitian secara sistematis antara variabel
bebas (independent) dan variabel terikat (dependent) dalam bentuk kerangka
konsep seperti di bawah ini :
Variabel Independent (Bebas) Variabel Dependent (Terikat)
Gambar : 2.1. Kerangka Teoritis
2.8. Hipotesis Penelitian
1. Ada hubungan antara penghargaan dengan motivasi kerja perawat di
BLUD RSU Nagan Raya.
2. Ada hubungan antara peran kepala ruang dengan motivasi kerja perawat
di BLUD RSU Nagan Raya.
3. Ada hubungan antara insentif dengan motivasi kerja perawat di BLUD
RSU Nagan Raya.
4. Ada hubungan antara kondisi kerja dengan motivasi kerja perawat di
BLUD RSU Nagan Raya. Penghargaan
Peran kepala ruang
Insentif
Kondisi Kerja
24
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini bersifat Analitik, dimana akan menggambarkan tentang
faktor-faktor yang berhubungan dengan motivasi kerja perawat yang bekerja di
Ruang Rawatan BLUD RSU Nagan Raya dan mencari seberapa besar
hubungannya.
Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional study yaitu
variabel independent dan dependent diteliti atau diamati pada waktu yang
bersamaan ketika penelitian dilakukan.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada di Ruang Rawatan BLUD RSU Nagan Raya,
pelaksanaannya mulai tanggal 16 Mei sampai dengan tanggal 17 Juli 2013.
3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat yang bekerja di
3.3.2. Sampel
Pengumpulan data dilakukan langsung ke lapangan melalui pengamatan
langsung dan wawancara dengan menggunakan kuesioner yang telah disusun
sebelumnya yang meliputi aspek pemberian penghargaan, peran kepala ruang,
insentif dan kondisi kerja serta motivasi kerja perawat.
3.4.2. Data Sekunder
Untuk melengkapi data penelitian ini juga diperlukan data dari BLUD
RSU Nagan Raya dan instansi terkait lainnya.
3.5.Definisi Operasional Variabel
Tabel 3.1. Definisi Operasional Variabel Penelitian No Variabel Independen
Dukungan yang diberikan pimpinan dalam bentuk uang atau dalam bentuk lain diluar gaji.
Wawancara. memotivasi perawat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, upaya yang dilakukan dengan menggunakan prinsip-prinsip dari hukan relation. Wawancara.
Hasil Ukur
Lingkungan kerja yang akan memberikan pengaruh kepada semua pihak di tempat pekerjaan masing-masing baik fisik maupun non fisik.
Wawancara.
Suatu keinginan yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu tindakan atau pekerjaan sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.
3.6. Aspek Pengukuran Variabel
Cara pengukuran yang digunakan adalah mengacu kepada teori yang
dikemukakan oleh Guttman dan Linkert (Singarimbun, 2004).
1. Penghargaan
Ada : Jika responden menjawab dengan skor > 6 dari
Tidak Ada : Jika responden menjawab dengan skor ≤ 6 dari
rentang skor total 12.
2. Peran kepala Ruang
Baik : Jika responden menjawab dengan skor > 12 dari
rentang skor total 24.
Kurang Baik : Jika responden menjawab dengan skor ≤ 12 dari
rentang skor total 24.
2. Insentif
Sesuai : Jika responden menjawab dengan skor > 9 dari
rentang skor total 18.
Tidak Sesuai : Jika responden menjawab dengan skor ≤ 9 dari
rentang skor total 18.
3. Kondisi Kerja
Mendukung : Jika responden menjawab sesuai dengan standar
yang ditetapkan dengan skor > 20 dari rentang
skor total 40.
Tidak mendukung : Jika responden menjawab sesuai dengan standar
yang ditetapkan dengan skor ≤ 20 dari rentang
skor total 40.
4. Motivasi Kerja
Tinggi : Jika responden menjawab sesuai dengan standar
yang ditetapkan dengan skor > 47 dari rentang
Rendah : Jika responden menjawab sesuai dengan standar
yang ditetapkan dengan skor ≤ 47 dari rentang skor
total 94.
3.7. Teknik Analisis Data 3.7.1. Analisis Univariat
Analisa yang digunakan dengan menjabarkan secara distribusi frekuensi
variabel-variabel yang diteliti, baik variabel dependen maupun variabel
independen. Untuk analisa ini semua variabel dibuat dalam bentuk proporsi
dengan skala ordinal.
3.7.2. Analisis Bivariat
Analisa yang digunakan untuk menguji hipotesa dengan menentukan
hubungan variabel bebas dan variabel terikat melalui uji statistik Chi-square.
χ2
Jika salah satu sel tabel terdapat nilai E ≤ 5 maka dipakai rumus Koreksi
Yates.
a. Ho diterima, jika χ 2 hitung < χ 2 tabel artinya tidak ada hubungan
antara variabel yang diteliti dengan motivasi kerja perawat di
Ruang Rawatan RSUD Nagan Raya.
b. Ho ditolak jika X2hitung ≥ χ 2 tabel artinya ada hubungan antara
variabel yang diteliti dengan motiasi kerja perawat di Ruang
Rawatan RSUD Nagan Raya.
c. Confidence Level (CL) = 95% dari = 0,05.
30
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di BLUD RSU Nagan
Raya mulai tanggal 16 Mei sampai dengan tanggal 17 Juli 2013 didapatkan hasil
sebagai berikut :
4.1.Hasil Penelitian 4.1.1. Data Umum
4.1.1.1. Responden Berdasarkan Rawat Inap
Dalam melaksanakan tugas-tugasnya BLUD RSU Nagan Raya yang terdiri
dari 6 ruang perawatan:
Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Rawat Inap BLUD RSU Nagan Raya Tahun 2013
No Rawat Inap / Ruang Perawatan Frekuensi %
Rawat inap penyakit dalam Rawat inap anak
Rawat inap kebidanan Rawat inap vip
Rawat inap kelas utama
13
Sumber: Data primer diolah 2013
Berdasarkan tabel 4.1 di atas menunjukkan bahwa distribusi
masing-masing ruang rawat inap hampir merata, namun jumlah responden terbesar adalah
di ruang Kelas Utama sebanyak (21,1%), kemudian yang terendah di ruang
4.1.1.2. Golongan Umur Perawat Rawat Inap
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur di Rawat Inap BLUD RSU Nagan Raya Tahun 2013
No Golongan Umur Frekuensi %
Sumber: Data primer diolah 2013
Pada tabel 4.2 dapat dilihat bahwa 56,6% dari jumlah responden yang
diteliti ternyata berumur 30-50 tahun (56,6%) dan < 30 tahun (31,6%) yang berarti
sebagian besar responden bekerja saat umur produktif. Sedangkan yang berumur ≥
50 tahun hanya 11,8%.
4.1.1.3. Jenis Kelamin Perawat Rawat Inap
Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Rawat Inap BLUD RSU Nagan Raya Tahun 2013
No Jenis Kelamin Frekuensi %
Sumber: Data primer diolah 2013
Pada tabel 6.3 dapat dilihat bahwa 35,5% dari jumlah responden yang
diteliti berjenis kelamin laki-laki dan 64,5% berjenis kelamin perempuan.
4.1.1.4. Tingkat Pendidikan Perawat Rawat Inap
Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan di Rawat Inap BLUD RSU Nagan Raya Tahun 2013
No Tingkat Pendidikan Frekuensi %
1
Pada tabel 4.4 dapat dilihat bahwa 68,5% dari jumlah responden yang
diteliti ternyata berpendidikan jenjang Akademi, dan yang berpendidikan rendah
(SPK) sebanyak 27,6%. Sedangkan yang berpendidikan tinggi hanya 03,9%.
4.1.1.5. Lama Kerja Perawat Rawat Inap
Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lama Kerja di Rawat Inap BLUD RSU Nagan Raya Tahun 2013
No Lama Kerja Perawat Rawat Inap Frekuensi % 1
2 3
< 5 tahun 5-10 tahun
≥ 10 tahun
17 32 27
22,4 42,1 35,5
Jumlah 76 100
Sumber: Data primer diolah 2013
Pada tabel 4.5 dapat dilihat bahwa 42,1% dari jumlah responden yang
diteliti memiliki masa kerja 5-10 tahun, dan 35,5% memiliki masa kerja ≥ 10
tahun sedangkan yang paling sedikit memiliki masa kerja (< 5 tahun) adalah
22,4%.
4.1.2. Analisis Univariat
Analisis univariat ini adalah untuk menjelaskan karakteristik dari
masing-masing variabel yang diteliti. Di dalam data responden faktor-faktor yang
berhubungan dengan motivasi kerja perawat pada instalasi rawat inap BLUD RSU
Nagan Raya tahun 2013 ini dibahas tentang gambaran penghargaan, peran kepala
4.1.2.1. Pengahargaan
Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Penghargaan di Rawat Inap BLUD RSU Nagan Raya Tahun 2013
No Penghargaan F %
Sumber: Data Primer diolah 2013
Dari 76 responden yang diwawancarai, 30,3% mengatakan ada diberikan
penghargaan oleh atasannya, sedangkan yang mengatakan tidak ada diberikan
penghargaan oleh atasannya sebanyak 69,7%.
4.1.2.2. Peran Kepala Ruang
Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Peran Kepala Ruang di Rawat Inap BLUD RSU Nagan Raya Tahun 2013
No Peran Kepala Ruang F %
Sumber: Data Primer diolah 2013
Hasil penelitian di Rawat Inap BLUD RSU Nagan Raya menunjukkan
bahwa 39,5% responden menyatakan peran kepala ruang baik, sedangkan yang
menyatakan kurang baik peran kepala ruang sebanyak 60,5%.
4.1.2.3. Gaji dan Insentif
Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Gaji dan Insentif di Rawat Inap BLUD RSU Nagan Raya Tahun 2013
No Gaji dan Insentif F %
Sumber: Data Primer diolah 2013
Berdasarkan tabel 4.8 menunjukkan bahwa 44 responden (57,9%)
kurang sesuai dan 32 responden (42,1%) mengatakan sudah sesuai gaji dan
insentif yang mereka dapatkan selama ini.
4.1.2.4. Kondisi Kerja
Tabel 4.9. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kondisi Kerja di Rawat Inap BLUD RSU Nagan Raya Tahun 2013
No Kondisi Kerja F %
Sumber: Data Primer diolah 2013
Berdasarkan tabel 4.9 menunjukkan bahwa 35 responden (46,1%)
menyatakan bahwa kondisi kerja di BLUD RSU Nagan Raya sudah sangat
mendukung sedangkan 41 responden (53,9%) menyatakan tidak mendukung
kondisi kerja saat ini.
4.1.2.5. Motivasi Kerja
Tabel 4.10. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Motivasi Kerja di Rawat Inap BLUD RSU Nagan Raya Tahun 2013
No Motivasi Kerja F %
Sumber: Data Primer diolah 2013
Berdasarkan tabel 4.10 menunjukkan bahwa (60,5%) responden ternyata
memiliki motivasi kerja yang masih rendah di BLUD RSU Nagan Raya.
4.1.3. Analisis Bivariat
Analisis bivariat bisa mengetahui apakah ada hubungan yang signifikan
antara variabel, atau bisa juga digunakan untuk mengetahui apakah ada perbedaan
yang signifikan antara dua atau lebih sampel (kelompok).
4.1.3.1. Hubungan Penghargaan terhadap Motivasi Kerja Perawat
Tabel 4.11. Hubungan Penghargaan terhadap Motivasi Kerja Perawat di Ruang Rawat Inap BLUD RSU Nagan Raya Tahun 2013
No Penghargaan
Sumber: Data Primer diolah 2013
χ_hitung = 20,661 χ_tabel = 3,841 df = 1
Dari tabel 4.11 tampak bahwa motivasi kerja perawat adalah lebih banyak
berada dalam kelompok yang tidak mendapatkan penghargaan dari atasan, baik
penghargaan materi, sertifikat, ataupun pujian dari atasan. 78,3% responden
memiliki motivasi tinggi jika mereka mendapatkan penghargaan dari atasan,
sebaliknya 77,4% responden memiliki motivasi rendah jika mereka tidak
mendapatkan penghargaan dari atasan.
Setelah dilakukan uji Chi-square, ternyata berhubungan secara bermakna
4.1.3.2. Hubungan Peran Kepala Ruang terhadap Motivasi Kerja Perawat Tabel 4.12. Hubungan Peran Kepala Ruang terhadap Motivasi Kerja
Perawat di Ruang Rawat Inap BLUD RSU Nagan Raya Tahun
Sumber: Data Primer diolah 2013
χ_hitung = 40,181 χ_tabel = 3,841 df = 1
Sebagian besar responden yang memiliki motivasi kerja tinggi ternyata
berdampak terhadap peran kepala ruang yang baik (83,3%). Juga sebaliknya jika
kepala ruang berperan kurang baik berdampak pada motivasi kerja perawat yang
rendah juga (89,1%).
Setelah dilakukan uji Chi-square ditemukan hubungan yang bermakna
antara peran kepala ruang terhadap motivasi kerja perawat rawat inap.
4.1.3.3. Hubungan Gaji dan Insentif terhadap Motivasi Kerja Perawat
Tabel 4.13. Hubungan Gaji dan Insentif terhadap Motivasi Kerja Perawat di Ruang Rawat Inap BLUD RSU Nagan Raya Tahun 2013
No Gaji dan Insentif
Sumber: Data Primer diolah 2013
χ_hitung = 29,617 χ_tabel = 3,841 df = 1
Dari tabel 4.13 dapat dilihat bahwa motivasi kerja perawat tinggi adalah
lebih banyak berada dalam kelompok yang gaji dan insentif sesuai. 75,%
yang sesuai, sebaliknya 86,4% responden memiliki motivasi rendah jika mereka
tidak mendapatkan gaji dan insentif yang sesuai.
Setelah dilakukan uji Chi-square, ternyata berhubungan secara bermakna
antara pemberian gaji dan insentif yang sesuai dengan motivasi kerja perawat
rawat inap.
4.1.3.4. Hubungan Kondisi Kerja terhadap Motivasi Kerja Perawat
Tabel 4.14. Hubungan Kondisi Kerja terhadap Motivasi Kerja Perawat di Ruang Rawat Inap BLUD RSU Tahun 2013
No Kondisi Kerja
Sumber: Data Primer diolah 2013
χ_hitung = 15,286 χ_tabel = 3,841 df = 1
Dari tabel 4.14 dapat dilihat bahwa motivasi kerja perawat tinggi adalah
lebih banyak berada dalam kelompok yang kondisi kerja mendukung. 62,9%
responden memiliki motivasi tinggi jika mereka mendapatkan kondisi kerja yang
mendukung, sebaliknya 80,5% responden memiliki motivasi rendah jika mereka
tidak mendapatkan kondisi kerja yang tidak mendukung.
Setelah dilakukan uji Chi-square, ternyata berhubungan secara bermakna
antara kondisi kerja yang sesuai dengan motivasi kerja perawat rawat inap.
4.2.Pembahasan
Motivasi kerja adalah kondisi yang berpengaruh untuk membangkitkan,
mengarahkan dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan
suatu kegiatan atau pekerjaan dengan baik demi mencapai tujuan yang diinginkan.
Motivasi kerja ada karena kebutuhan seseorang yang harus segera dipenuhi untuk
segera beraktivitas dan mencapai tujuan (Marquis dan Huston, 2005).
Oleh sebab itu seorang manajer keperwatan perlu memperhatikan dan
mengetahui motivasi kerja stafnya serta memahami faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi motivasi kerja.
Berdasarkan hasil pengumpulan data yang penulis lakukan dari tanggal, 01
Mei sampai dengan tanggal 10 Juni 2013, dapat diketahui bahwa: jumlah
responden yang mempunyai motivasi kerja tinggi di Rawat Inap BLUD RSU
Nagan Raya adalah 30 responden (39,5) dan motivasi kerja rendah sebanyak 46
responden (60,5), sehingga didapatkan bahwa sebagian besar responden kurang
mempunyai motivasi dalam bekerja di Rawat Inap BLUD RSU Nagan Raya. Hal
ini dipengaruhi yang sangat komplek, baik faktor karakteristik perawat maupun
kondisi pekerjaan itu sendiri.
4.2.1. Hubungan Penghargaan terhadap Motivasi Kerja Perawat
Dari penelitian motivasi kerja perawat di Rawat Inap BLUD RSU Nagan
Raya 2013 dapat diketahui bahwa banyak berada dalam kelompok yang tidak
mendapatkan penghargaan dari atasan, baik penghargaan materi, sertifikat,
ataupun pujian dari atasan. 78,3% responden memiliki motivasi tinggi jika mereka
mendapatkan penghargaan dari atasan, sebaliknya 77,4% responden memiliki
motivasi rendah jika mereka tidak mendapatkan penghargaan dari atasan.
Setelah dilakukan pengujian hipotesa menggunakan formula Chi-square
testdengan α = 0,05 dan df = 1 diperoleh nilai χ2 hitung sebesar 20,661 sedangkan
χ2
berarti ada hubungan yang bermakna antara responden yang mendapatkan
penghargaan dari atasan terhadap motivasi kerja perawat pelaksana di Rawat Inap
BLUD RSU Nagan Raya.
Hal ini sesuai dengan pendapat Utama (2006), bahwa perilaku manusia
sangat dipengaruhi oleh pemberian penghargaan, semakin banyak pemberian
penghargaan yang diberikan semakin baik adaptasi seseorang yang ditunjukkan
melalui perilaku.
Juga Siagian (2010) mengatakan penghargaan (pengakuan) yaitu,
pengakuan atau pujian oleh atasan pada bawahan atas pekerjaan yang
terselesaikan pekerjaan dengan baik.
Widayatun (2009), juga mengatakan bahwa pengakuan dan penghargaan
dari atasan sangat penting dalam meningkatkan motivasi kerja staf, pengakuan
dari seseorang manajer dapat mencakup pujian didepan umum, pernyataan tentang
pekerjaan yang telah dikerjakan dengan baik, atau berupa perhatian khususs dari
atasan.
4.2.2. Hubungan Peran Kepala Ruang terhadap Motivasi Kerja Perawat Dari 30 responden (39,5%) dengan motivasi kerja tinggi, terdapat 25 orang
(83,3%) dengan peran kepala ruang baik dan kurang baik ada 5 orang (10,9%),
sedangkan dari 46 responden (60,5%) dengan motivasi kerja rendah, terdapat 5
orang (16,7%) dengan peran kepala ruang baik dan kurang baik ada 41 orang
(89,1%).
Setelah dilakukan pengujian hipotesa menggunakan formula Chi-square
testdengan α = 0,05 dan df = 1 diperoleh nilai χ2 hitung sebesar 40,181 sedangkan
χ2
berarti ada hubungan yang bermakna antara peran kepala ruang terhadap motivasi
kerja perawat pelaksana di Rawat Inap BLUD RSU Nagan Raya.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa semakin baik peran kepala
keluarga, maka cenderung semakin tinggi motivasi kerja pada perawat di di Rawat
Inap BLUD RSU Nagan Raya.
Hal ini sesuai dengan pendapat Siagian (2010), bahwa peran pemimpin
mempengaruhi motivasi dan kepuasan kerja, oleh karena peran pemimpin yang
baik akan membuat seseorang cenderung semakin mencintai pekerjaan mereka.
4.2.3. Hubungan Gaji dan Insentif terhadap Motivasi Kerja Perawat
Dari 30 responden (39,5%) dengan motivasi kerja tinggi, terdapat 24 orang
(75%) dengan gaji dan insentif yang sesuai dan tidak sesuai ada 6 orang (13,6%),
sedangkan dari 46 responden (60,5%) dengan motivasi kerja rendah, terdapat 8
orang (25%) dengan gaji dan insentif yang sesuai dan tidak sesuai ada 38 orang
(86,4%).
Setelah dilakukan pengujian hipotesa menggunakan formula Chi-square
testdengan α = 0,05 dan df = 1 diperoleh nilai χ2 hitung sebesar 29,617 sedangkan
χ2
tabel adalah 3,841 hal ini menunjukkan bahwa hipotesa kerja (Ho) ditolak yang berarti ada hubungan yang bermakna antara peran kepala ruang terhadap motivasi
kerja perawat pelaksana di Rawat Inap BLUD RSU Nagan Raya.
Hal ini sesuai dengan pendapat Siagian (2010), yang memfokuskan faktor
utama yang dapat meningkatkan motivasi seseorang dalam bekerja adalah gaji
atau upah yang sesuai. Biasanya seseorang melihat upah atau gaji itu dengan
tingkat pendidikan, pengalaman, masa kerja, jumlah tanggungan, status sosial dan
kebutuhan ekonomisnya.
Utama (2006), menekankan bahwa seseorang pekerja profesional akan
termotivasi untuk bekerja, didalam pekerjaan disamping mendapatkan
penghasilan yang layak, juga mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan
diri melalui pendidikan lanjutan dan pelatihan-pelatihan yang terkait dengan
pekerjaannya.
4.2.4. Hubungan Kondisi Kerja terhadap Motivasi Kerja Perawat
Dari 30 responden (39,5%) dengan motivasi kerja tinggi, terdapat 22 orang
(62,9%) dengan kondisi kerja yang mendukung dan kondisi kerja yang tidak
mendukung ada 8 orang (19,5%), sedangkan dari 46 responden (60,5%) dengan
motivasi kerja rendah, terdapat 13 orang (37,1%) dengan kondisi kerja yang
sesuai dan tidak sesuai ada 33 orang (80,5%).
Setelah dilakukan pengujian hipotesa menggunakan formula Chi-square
testdengan α = 0,05 dan df = 1 diperoleh nilai χ2 hitung sebesar 15,286 sedangkan
χ2
tabel adalah 3,841 hal ini menunjukkan bahwa hipotesa kerja (Ho) ditolak yang berarti ada hubungan yang bermakna antara peran kepala ruang terhadap motivasi
kerja perawat pelaksana di Rawat Inap BLUD RSU Nagan Raya.
Yang dimaksud dengan kondisi kerja, tidak terbatas hanya pada kondisi
kerja di tempat pekerjaan masing-masing seperti nyamannya tempat kerja,
ventilasi yang cukup, penerapan lampu yang memadai, kebersihan tempat
pekerjaan, keamanan dan hal-hal lain yang sejenis, misalnya lokasi tempat kerja
Seperti yang disampaikan oleh Elida (2008), kondisi kerja yang mendukung
antara lain, tersedianya sarana dan prasaran kerja yang memadai dengan sifat
43
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengumpulan data yang dilakukan mulai tanggal 16 Mei
sampai dengan tanggal 17 Juli 2013, di Instansi Rawat Inap BLUD RSU Nagan
Raya terhadap seluruh Perawat Ruang Inap yang berjumlah 76 orang didapatkan
kesimpulan sebagai berikut :
1. Hasil Analisis Univariat
a. Kategori penghargaan yang paling banyak adalah tidak mendapat
penghargaan dari atasan yaitu sebanyak 53 orang (69,7%).
b. Kategori peran kepala ruang yang paling banyak adalah peran
kepala ruang kurang baik yaitu sebanyak 46 orang (60,5%).
c. Kategori gaji dan insentif yang paling banyak adalah gaji dan
insentif tidak sesuai yaitu sebanyak 44 orang (57,9%).
d. Kategori kondisi kerja yang paling banyak adalah kondisi kerja
tidak mendukung yaitu sebanyak 41 orang (53,9%).
2. Hasil Analisis Bivariat
a. Ada hubungan yang bermakna antara penghargaan dengan
motivasi kerja perawat ruang inap BLUD RSU Nagan Raya,
dengan χ_hitung (20,661) > χ_tabel (3,841).
b. Ada hubungan yang bermakna antara peran kepala ruang dengan
motivasi kerja perawat ruang inap BLUD RSU Nagan Raya,
c. Ada hubungan yang bermakna antara gaji dan insentif dengan
motivasi kerja perawat ruang inap BLUD RSU Nagan Raya,
dengan χ_hitung (29,617) > χ_tabel (3,841).
d. Ada hubungan yang bermakna antara kondisi kerja dengan
motivasi kerja perawat ruang inap BLUD RSU Nagan Raya,
dengan χ_hitung (15,286) > χ_tabel (3,841).
5.2. Saran-saran
1. Kepada perawat di Ruang Inap BLUD RSU Nagan Raya agar dapat
meningkatkan motivasi kerja perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan terhadap klien, walau dalam situasi dan kondisi pekerjaan
yang belum memenuhi harapan yang optimal, untuk meningkatkan mutu
pelayanan dalam rangka memenuhi tuntutan masyarakat yang berobat.
2. Kepada pengambil kebijakan di BLUD RSU Nagan Raya untuk dapat
memprioritaskan kebijakan yang berhubungan dengan usaha-usaha
meningkatkan motivasi kerja perawat ruang inap, yaitu memberikan
kesempatan untuk mencapai prestasi, pengakuan, pendelegasian
tanggungjawab, pertumbuhan dan kemajuan karir, gaji dan pendapat
yang sesuai, supervisi yang baik, hubungan interpersonal dengan atasan
Agus, Tulus Muhammad. 2006. Psikologi Sosial untuk Perawat. EGC. Jakarta.
Anoraga, P. 2008. Psikologi Kepemimpinan. Rineka Cipta. Jakarta.
Azwar, Azrul. 2006. Pengantar Administrasi Kebijakan Kesehatan Edisi Ketiga.
Bina Rupa Aksara. Jakarta.
[Depkes RI]. 2007. Modul Pelatihan Fungsional Perawat, Depkes RI, Jakarta.
__________. 2008. Sistem Kesehatan Nasional, Depkes RI, Jakarta.
__________. 2009. Sistem Kesehatan Nasional, Depkes RI, Jakarta.
Doenges, Moohouse, Burley. 2005. Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa
Keperawatan Edisi Kedua, EGC, Jakarta.
Elida, Maiti. 2008. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kepuasan Kerja
Perawat di Ruang Rawat Inap Penyakit Bedah RSUZA Banda Aceh
Tahun 2003, Skripsi FKM Unmuha, Banda Aceh.
Ilyas. 2006. Manajemen Kesehatan Edisi Kesatu. EGC. Jakarta.
Iskandar, Daimi. 2010. Rumah Sakit, Tenaga Kesehatan dan Pasien. Sinar Grafika.
Jakarta.
Kopelmen. 2006. Kiat Meningkatkan Produktivitas Pekerja, CV. Tiga Dimensi,
Jakarta.
Manullang, M. 2007. Manajemen Personalia. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Marquis L.B, Houston JC. 2005. Leadership Roles and Management Function in
Nursing : Theory and Aplication, 3rd Edition, Philadelphia,
Dahara Prize, Semarang.
Ranu, Pandoyo, dan Suad Hasnan. 2005. Manajemen Personalia. BFE UGM,
Yogyakarta.
[RSUD Nagan Raya]. 2012. Daftar Kepegawaian RSUD Nagan Raya. Ujong
Fathihah.
__________________. 2012. Laporan Tahunan Tahun 2010 RSUD Nagan Raya.
Ujong Fathihah.
Sarwono, Solita, Sosiologi Kesehatan, Gajah Mada Press University, Yogyakarta,
2008.
Siagian, S.P. 2010. Teori Motivasi dan Aplikasinya. Rineka Cipta. Jakarta.
Singaribun, Masri, dan Sofian Effendi. 2004. Metodologi Penelitian, Survei LP3ES,
Jakarta.
Sukanto, R.P. 2009. Organisasi Perusahaan Struktur dan Perilaku. BPFE.
Yogyakarta.
Utama, Surya. 2006. Penelitian Kinerja Perawat Rumah Sakit Swasta, Gajah Mada
University press, Yogyakarta.