• Tidak ada hasil yang ditemukan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PERATURAN DAERAH KOTA AMBON NOMOR - 6 TAHUN 2009

TENTANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA AMBON NOMOR 21 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI PENYEDOTAN TINJA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA AMBON,

Menimbang : a. bahwa pertumbuhan ekonomi daerah dan harga-harga pasar yang terus meningkat ternyata ikut mempengaruhi jasa penyedotan tinja di kota Ambon;

b. bahwa tarif jasa penyedotan tinja yang diatur dalam pasal 7 ayat 2 Peraturan Daerah Kota Ambon Nomor 21 Tahun 2003 Tentang Retribusi Penyedotan Tinja (Lembaran Daerah Nomor 15 Tahun 2003 Seri C Nomor 15) sudah tidak sesuai lagi karena itu perlu diubah;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan dalam huruf a dan huruf b dipandang perlu merubah Peraturan Daerah Kota Ambon Nomor 21 Tahun 2003 Tentang Retribusi Penyedotan Tinja (Lembaran Daerah Nomor 15 Tahun 2003 Seri C Nomor 15) yang ditetapkan dengan peraturan daerah;

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 60 Tahun 1958 Tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 23 Tahun 1957 Tentang Pembentukan Daerah-Daerah Swatantra Tingkat II Dalam Daerah Swatantra Tingkat I Maluku (Lembaran Negara Tahun 1957 Nomor 80,) sebagai Undang-Undang (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1645);

3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4048);

(2)

2 4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125; Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 38; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4493) yang telah ditetapkan menjadi Undang-undang dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548); sebagaimana telah dirubah untuk kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4844);

5. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1955 Tentang

Pembentukan Kota Ambon sebagai Daerah yang Berhak Mengatur dan Mengurus rumah Tangganya Sendiri (Lembaran Negara Tahun 1955 Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara Nomor 809);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1979 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Ambon (Lembaran Negara Tahun 1979 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3137);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4139);

8. Peraturan Daerah Kota Ambon Nomor 21 Tahun 2003 Tentang Retribusi Penyedotan Tinja (Lembaran Daerah Nomor 15 Tahun 2003 Seri C Nomor 15);

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA AMBON Dan

WALIKOTA AMBON MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PERUBAHAN ATAS

PERATURAN DAERAH NOMOR 21 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI PENYEDOTAN TINJA

(3)

3

Pasal I

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Daerah Nomor 21 Tahun 2003 tentang Retribusi Penyedotan Tinja (Lembaran Daerah Nomor 15 Tahun 2003 Seri C Nomor 15), diubah sebagai berikut :

1. Ketentuan pasal 1, kata ‘Daerah’ pada huruf a dan huruf b diubah dengan kata ‘Kota’ dan kata-kata ‘Kepala Daerah’ pada huruf c diubah dengan kata ‘Walikota’, dan huruf e diubah sehingga lengkapnya pasal 1 huruf a, b, c, dan e berbunyi :

‘’Pasal 1 a. Kota adalah Kota Ambon;

b. Pemerintah Kota adalah Pemerintah Kota Ambon; c. Walikota adalah Walikota Ambon;

e. Retribusi jasa umum adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan pemanfaatan umum serta dinikmati oleh orang pribadi atau badan.

2. Ketentuan pasal 2 ayat (2) mengalami perubahan dengan menghapus kata-kata ‘dan pihak swasta’ setelah kata-kata-kata-kata perusahaan daerah, sehingga lengkapnya pasal 2 ayat (2) berbunyi :

‘’Pasal 2

(2) Tidak termasuk objek retribusi adalah pelayanan penyedotan tinja/jamban dan penyediaan tempat pembuangan tinja oleh Pemerintah Daerah, tidak termasuk yang dikelola oleh BUMD dan/atau pihak swasta. 3. Ketentuan pasal 3 mendapat tambahan satu ayat baru yaitu ayat (1),

sedangkan 1 (satu) ayat lama dalam pasal 3 menjadi ayat (2) baru. Lengkapnya pasal 3 berbunyi :

’’Pasal 3

(1) Subyek retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan jasa penyedotan tinja oleh Pemerintah Kota dan/atau orang pribadi atau badan yang menyediakan jasa penyedotan tinja.

(2) Subyek retribusi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikenakan kewajiban membayar retribusi menurut peraturan daerah ini.

4. Setelah pasal 3, ditambah 1 (satu) pasal baru yaitu pasal 3A yang berbunyi : ‘’Pasal 3A

(1) Tinja yang disedot oleh Pemerintah Kota maupun orang pribadi atau badan wajib diangkut dan dilarang dibuang pada sembarang tempat. (2) Tinja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dibuang pada

Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja yang disediakan oleh Pemerintah Kota.

(4)

4 (3) Orang pribadi atau badan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan

ayat (2) wajib membayar retribusi sebagaimana diatur dalam pasal 7. 5. Ketentuan pasal 7 ayat (1) dan ayat (4) diubah, kemudian setelah ayat (4)

ditambah 1 (satu) ayat baru yaitu ayat (5) yang berbunyi sebagai berikut : ‘’Pasal 7

(1) Tarif retribusi digolongkan berdasarkan : a. ukuran volume tinja yang disedot; dan b. jumlah pembuangan.

(4) Struktur dan besarnya tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, ayat 2, dan ayat 3 ditetapkan sebagai berikut :

ƒ ukuran volume 0 s/d 3 M2 Rp. 100.000.-

ƒ ukuran volume 3,1 s/d 6 M2 Rp. 175.000.-

ƒ ukuran volume 6,1 s/d 9 M2 Rp. 300.000.-

ƒ ukuran volume lebih dari 9M2 Rp. 750.000.-

(5) besarnya tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b untuk sekali pembuangan adalah Rp. 25.000,- (dua puluh lima ribu rupiah).

6. Ketentuan pasal 8, kata-kata ’penyediaan fasilitas pasar’ setelah kata ’pelayanan’ diganti dengan kata-kata ’penyedotan tinja’, lengkapnya pasal 8 berbunyi sebagai berikut :

‘’Pasal 8

Retribusi yang terutang dipungut di wilayah daerah tempat pelayanan penyedotan tinja.

7. Ketentuan pasal 10 ayat (3), kata-kata ’diatur oleh kepala daerah’ setelah kata-kata ’sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)’ diganti dengan kata-kata ’diatur dengan peraturan Walikota’, lengkapnya pasal 10 berbunyi sebagai berikut :

‘’Pasal 10

(3) Pendaftaran dan tata cara pengisian dan penyampaian SPdORD sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota.

8. Ketentuan pasal 12 ayat (1) mendapat penjelasan.

9. Ketentuan pasal 13 ayat (1) setelah kata ‘dimuka’ ditambah kata-kata “atau pada saat mengajukan permohonan pelayanan penyedotan tinja”, sehingga lengkapnya pasal 13 ayat (1) berbunyi :

(5)

5 “Pasal 13

(1) Retribusi yang terutang harus dilunasi sekaligus dimuka atau pada saat mengajukan permohonan pelayanan penyedotan tinja.

10.Ketentuan BAB XI dan BAB XII dihapus.

11.Ketentuan pasal 16 ayat (1), mengalami perubahan kata-kata “kepala daerah’ diantara kata-kata ’kepada’dan ’atau’ diganti dengan kata ’Walikota”, sehingga lengkapnya pasal 16 ayat (1) berbunyi :

‘’Pasal 16

(1). Wajib Retribsi dapat mengajukan keberatan kepada Walikota atau pejabat yang ditunjuk atas SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan SKRDKBT dan SKRDLB.

12.Ketentuan pasal 17 ayat (1), mengalami perubahan kata-kata “kepala daerah’ dalam ayat (1) dan ayat (2) diganti dengan kata ’Walikota”, sehingga lengkapnya pasal 17 ayat (1) dan ayat (2) berbunyi :

‘’Pasal 17

(1) Walikota atau pejabat yang ditunjuk dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan.

(2) Keputusan Walikota atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian menolak atau menambah besarnya retribusi yang terutang.

13.Ketentuan pasal 18 kata-kata “kepala daerah’ dalam ayat (1), (2), (3), dan ayat (6) diganti dengan kata ’Walikota”, sehingga lengkapnya pasal 18 ayat (1) (2), (3), dan ayat (6) berbunyi :

‘’Pasal 18

(1) Atas kelebihan pembayaran retribusi, maka wajib retribusi dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada Walikota.

(2) Walikota atau pejabat yang ditunjuk dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak diterimanya permohonan kelebihan pembayaran retribusisebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memberikan keputusan.

(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) telah dilampaui dan Walikota tidak memberikan suatu keputusan permohonan pengembalian kelebihan retribusi dianggap dikabulkan dan SKRDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun;

(6)

6 (4) Apabila pengembalian kelebihan pembayaran retribusi setelah lewat

jangka waktu 2 (dua) bulan, maka Walikota memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan retribusi.

14.Ketentuan pasal 19 ayat (3), mengalami perubahan masing-masing, kata “daerah’ diantara kata-kata ’pejabat’ dan kata ’atau’ dirubah dengan kata ’kota”, selanjutnya kata pejabat mendapat penjelasan pada penjelasan pasal dan kata-kata ’kepala daerah’ setelah kata-kata ’diterima oleh’ diganti dengan kata ’Walikota’ sehingga lengkapnya pasal 19 ayat (3) berbunyi :

‘’Pasal 19

(2) Buku penerimaan oleh pejabat kota atau bukti pengiriman pos tercatat merupakan bukti saat permohonan diterima oleh Walikota.

15.Ketentuan pasal 21, mengalami perubahan kata-kata “kepala daerah’ dalam ayat (1) dan (3), dirubah dengan kata ’Walikota”, sehingga lengkapnya pasal 21 ayat (1) dan (3), berbunyi :

‘’Pasal 21

(1) Walikota dapat memberikan pengurangan, keringan dan pembebasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan memperhatikan kemampuan wajib retribusi.

(3) Tata cara pengurangan, keringan, dan pembebasan retribusi diatur dengan Peraturan Walikota.

16.Ketentuan pasal 23 ayat (1) diubah dan setelah ayat (2) ditambah satu ayat baru, ayat (3) sebagai berikut :

“Pasal 23

(1) Orang pribadi atau badan yang lalai, sengaja dan/atau tidak membayar retribusi sesuai ketentuan pasal 7 ayat (4) dan ayat (5) diancam dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak 4 (empat) kali retribusi yang terutang.

(2) Selain dijatuhi Pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terhadap pelanggaran terhadap pasal 3A juga dapat dikenakan pidana sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dibidang lingkungan hidup.

(7)

Pasal II

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada saat diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Ambon.

Ditetapkan di Ambon

pada tanggal, 4 Desember 2009

WALIKOTA AMBON,

dto

MARCUS JACOB PAPILAJA

Diundangkan di Ambon

pada tanggal, 4 Desember 2009

SEKRETARIS KOTA AMBON, dto

NY. HESINA JOHANA HULISELAN/T

LEMBARAN DAERAH KOTA AMBON TAHUN 2009 NOMOR 12

Salinan sesuai dengan aslinya. An. Sekretaris Kota Ambon

Asisten Pemerintahan Ub.

Kepala Bagian Hukum Sekretariat Kota Ambon,

E. SILOOY, SH., MH

NIP : 19631204 1999803 1 006

(8)

8

PENJELASAN ATAS

PERATURAN DAERAH KOTA AMBON NOMOR - 6 TAHUN 2009

TENTANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA AMBON NOMOR 21 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI PENYEDOTAN TINJA I. UMUM

Pendapatan asli daerah salah satunya berasal dari retribusi daerah, yang diharapkan menjadi salah satu sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah.

Kemampuan daerah mengelolah retribusi dengan baik merupakan peluang bagi tergalinya potensi sumber-sumber keuangan daerah yang akan memberi kontribusi bagi peningkatan dan pemerataan kesejahteraan masyarakat di daerah. Dengan demikian daerah mampu melaksanakan otonomi, yaitu mampu mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.

Retribusi Pelayanan Penyedotan Tinja adalah jenis retribusi jasa umum yang merupakan kewenangan daerah kabupaten/kota yang pelaksanaannya memberi manfaat khusus bagi orang pribadi atau badan yang diharuskan membayar retribusi, di samping untuk melayani kepentingan dan kemanfaatan umum.

Dalam menyelenggarakan jasa pelayanan Penyedotan Tinja Pemerintah Kota Ambon tentu berupaya untuk selalu menyediakan jasa tersebut dengan tingkat dan/atau kualitas pelayanan yang selalu baik. Masyarakat dalam hal ini orang pribadi atau badan diharapkan dapat berpartisipasi dengan tidak membuang tinja pada sembarang tempat, termasuk ke daerah aliran sungai, tepi pantai dan laut.

II. PASAL DEMI PASAL Pasal I

Angka 1

Pasal 1 Cukup Jelas

Angka 2 Pasal 2

Ayat (2) Cukup Jelas Angka 3

Pasal 3

Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2) Cukup Jelas

(9)

9 Angka 4

Pasal 3A

Ayat (1) Cukup Jelas.

Ayat (2) Ayat ini dimaksudkan agar lumpur tinja yang

dibuang tidak mencemari lingkungan dan dapat diproses pada IPLT.

Ayat (3) Cukup Jelas.

Angka 5

Pasal 7

Ayat (1) maksud penggolongan adalah agar

memudahkan perhitungan tarif

Ayat (4) Cukup Jelas

Ayat (5) Cukup Jelas

Angka 6

Pasal 8 Cukup Jelas Angka 7

Pasal 10

Ayat (3) Maksud diatur dengan Peraturan Walikota

adalah agar proses dan tata cara pengisiannya jelas dan dimengerti.

Angka 8

Pasal 12

Ayat (1) yang dimaksud dalam ayat ini dengan

‘pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan’ adalah bahwa seluruh proses kegiatan pemungutan retribusi tidak dapat diserahkan kepada pihak ketiga. Namun, dalam pengertian ini bukan berarti bahwa Pemerintah Kota Ambon tidak boleh bekerja sama dengan pihak ketiga. Dengan sangat selektif dalam proses pemungutan retribusi Pemerintah Kota Ambon dapat mengajak bekerja sama badan-badan tertentu yang karena profesionalismenya layak dipercaya untuk ikut melaksanakan sebahagian tugas pemungutan jenis retribusi secara lebih efisien. Kegiatan pemungutan retribusi yang tidak dapat dikerjasamakan dengan pihak ketiga adalah kegiatan penghitungan besarnya retribusi yang terutang, pengawasan penyetoran retribusi, dan penagihan retribusi.

(10)

10 Angka 9

Pasal 13

Ayat (1) Cukup Jelas Angka 10

Cukup Jelas

Angka 11

Pasal 16

Ayat (1). Cukup Jelas Angka 12

Pasal 17

Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2) Cukup Jelas Angka 13

Pasal 18

Ayat (1) Cukup Jelas. Ayat (2) Cukup Jelas. Ayat (3) Cukup Jelas. Ayat (6) Cukup Jelas. Angka 14

Pasal 19

Ayat (3) “Yang dimaksud dengan pejabat yaitu pegawai Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Aset Ekonomi Kota”.

Angka 15

Pasal 21

Ayat (1) Cukup Jelas. Ayat (3) Cukup Jelas. Angka 16

Pasal 23

Ayat (1) Cukup Jelas.

Ayat (3) ayat ini dimaksudkan untuk memberikan pidana tambahan atas perbuatan membuang lumpur tinja yang berakibat langsung pada terganggunya lingkungan dan masyarakat.

Pasal II

Cukup Jelas

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KOTA AMBON TAHUN 2009 NOMOR 247

Referensi

Dokumen terkait

zó általános adatok. 1827-ben Károly Lajos főherceg építtetett egy kas- télyt Kneževoban, és áttette ide a birtok igazgatási központját is.. A kamara a jövedelem

1) Waktu mulai dirawat tidak didapat tanda-tanda klinik infeksi dan tidak sedang dalam masa inkubasi infeksi tersebut.. 3) Infeksi terjadi pada pasien dengan masa perawatan

Di dalam tugas akhir ini dibuat suatu sistem informasi perpustakaan on-line berbasis PHP dan SMS gateway yang mana memungkinkan pengguna untuk melakukan pencarian buku dan

Sementara itu perbandingan masing – masing elemen stakeholder pada kriteria kapabilitas juga memperoleh nilai inkonsistensi rasio keseluruhan <0,1, dimana untuk

TASKOMBANG Darat Tidak ada angkutan umum SOLODIRAN Darat Tidak ada angkutan umum NANGSRI Darat Tidak ada angkutan umum BORANGAN Darat Tidak ada angkutan umum BARUKAN Darat Tidak

Memang seperti itu adanya, kita hanya bisa mengapresiasi dan memuji kecantikan dan keidahan mereka, karena kita tidak bisa melihat lebih dalam, karakter yang diikuti dengan

Keuskupan Agung Jakarta yang sampai berjumlah lebih dari 400.000, yang tergabung dalam 63 paroki dan berada dalam 8 dekenat, tentu merupakan hasil jerih payah pelayanan kami

Dengan hormat kami beritahukan, berdasarkan hasil UKA tahun 2012 yang diikuti oleh guru matematika SMP, SMA, dan SMK, Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan