• Tidak ada hasil yang ditemukan

RADEN ADIPATI ARIO DANOESUEGONDO: BIOGRAFI DAN PERAN KEAGAMAAN DI MAGELANG 1876-1939 - Test Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "RADEN ADIPATI ARIO DANOESUEGONDO: BIOGRAFI DAN PERAN KEAGAMAAN DI MAGELANG 1876-1939 - Test Repository"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

RADEN ADIPATI ARIO DANOESUEGONDO:

BIOGRAFI DAN PERAN KEAGAMAAN DI MAGELANG

1876-1939

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Humaniora

Oleh : DEDI MAISURI

216-14-014

JURUSAN SEJARAH PERADABAN ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB DAN HUMANIORA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

(2)

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Kami yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Dedi Maisuri

NIM : 216-14-014

Fakultas : Ushulluddin, Adab dan Humaniora Jurusan : S1 Sejarah Peradaban Islam

Menyatakan bahwa Skripsi yang saya tulis benar-benar hasil karya ilmiah sendiri, bukan merupakan jiplakan (plagiat) dari karya orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam penelitian ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik penulisan ilmiah.

Salatiga, 28 Maret 2018 Yang menyatakan

(3)
(4)
(5)

MOTTO

Ingatlah bahwa setiap hari dalam sejarah kehidupan kita ditulis dengan tinta yang tak dapat terhapus lagi.

(6)

ABSTRAK

Dedi Maisuri, 2018. Raden Adipati Ario Danoesuegondo: Biografi dan Peran Keagamaan di Magelang 1876-1939.Skripsi. Jurusan Sejarah Peradaban Islam Fakultas Ushuluddin Adab, dan Humaniora. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. 2018. Pembimbing: Haryo Aji Nugroho, S. Sos., MA.

Kata kunci: Raden Adipati Ario Danoesuegondo, Bach Chaiban, Magelang.

Penelitian ini berusaha membahas tentang biografi Raden Adipati Ario Danoesuegondo tahun 1876-1939 M. penelitian ini juga berusaha mengangkat peran keagamaan, politik serta sosial dari Raden Adipati Ario Danoesuegondo dalam pemerintahan Kabupaten Magelang. Dalam penelitian ini juga akan dipaparkan mengenai perkembangan Islam jauh sebelum Raden Adipati Ario Danoesuegondo menjabat sebagai bupati dan awal mula pembentukan admistratif kabupaten Magelang.

(7)

ABSTRACT

Maisuri, Dedi.2018. Raden Adipati Danoesuegondo: the biography and Religious Roles in the Magelang Regency in years 1879-1939 AD. Thesis, History of Islamic Civilization Major,Ushuluddin, Adab and Humaniora Department of State Institue of Islamic Studies Salatiga (IAIN Salatiga).2018.

Counselor : Haryo Aji Nugroho, S. Sos., MA.

Keyword: Raden Adipati Ario Danoesuegondo, Bach Chaiban, Magelang.

This research tried to discuss about thee biography of Raden Adipati Ario Danoesuegondo in year 1876-1939 AD. In this research, researcher tried to raise the religious, politic and also social roles of Raden Adipati Ario Danoesuegondo in the reign of Magelang regency. Moreover, this research would describe about the development of Islam before Raden served as the regent of Magelang regency. Besides that, researcher also discussed about the beginning of administrative formation of Magelang regency.

(8)

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

Transliterasi kata-kata Arab yang dipakai dalam penyusunan Skripsi ini berpedoman pada Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor: 158/1987 dan 0543b/U/1987.

(9)

ش

B. Konsonan Rangkap Karena Syaddah ditulis Rangkap

(10)

ةّدع Ditulis „iddah

(11)

Fathah + alif

G. Vokal Pendek yang Berurutan dalam Satu Kata dipisahkan dengan Apostrof

(12)

Diikuti huruf Qamariyyah maupun Syamsiyyah ditulis dengan menggunakan huruf "al".

ٌاسقنا سبيقنا ءبًسنا سًشنا

Ditulis ditulis ditulis ditulis

al-Qur’ān

al-Qiyās

al-Samā’

al-Syam

I. Penulisan Kata-kata dalam Rangkaian Kalimat

Ditulis menurut penulisannya. ضوسفنا ىوذ

ةُسنا مها

Ditulis Ditulis

żawi al-furūd

(13)

KATA PENGANTAR

ىسث

ىيحسنا ًٍحسنا الله

دًّحي بَديس ىهع ّمص ّىههنا

Alhamdulillah penulis curahkan syukur atas kehadirat Allah SWT yang mana telah memberikan nikmat, taufik dan hidayah, serta inayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian skripsi ini tanpa ada halangan suatuapapun serta membuat penelitian skripsi ini harus berhenti. Sholawat dan salam senantiasa penulis panjatkan pada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, yang telah menyampaikan hidayah kepada kita semua hingga dapat keluar dari zaman jahiliyah hingga menuju zaman terang benderang dan senantiasa kita nantikan syafaatnya di yaumil kiyamah amin.

Skripsi ini ditulis untuk memperoleh gelar sarjana Humaniora dari jurusan Sejarah Peradaban Islam Fakultas Ushuluddin, Adab dan Humaniora IAIN Salatiga. Proses penyusunan telah melibatkan banyak pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, sudah sepantasnya penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang bersangkutan.

(14)

telah memberi ilmu pengetahuan selama kuliah, walaupun namanya tidak disebutkan satu persatu, terima kasih juga ilmu yang didapat.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua tercinta, Bapak Fauzan dan Ibu Titik Tutiyah yang telah mendidik dan membimbing selama bertahun-tahun, dan terus memberi motivasi kepada penulis serta selalu sabar menanti keberhasilan penulis. Penulis juga berterima kasih kepada Romo KH. M. Nasikhun selaku pengasuh Pondok As- Syafi‟iyah NU. Tidak lupa juga penulis ucapkan terima kasih kepada Kakak tercinta Evi Ngaviyah dan Ahmad Maghfur serta Adikku tersayang Ikhsan Ngafwa dan segenap keluarga besar dan tidak lupa juga kepada Adinda Mei Rina Dewi yang telah menemani selama penelitian.

Penulis juga berterima kasih pula kepada semua teman-teman Jurusan Sejarah Peradaban Islam, teman-teman Komunitas Kota Tua Magelang, teman-teman keluarga besar Padepokan Bangsal Kesatria yang telah memberikan semangatnya kepada penulis dan menyusun laporan penelitian Skripsi ini. Serta semua pihak yang bersangkutan yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dari segi moril material demi kelancaran penyelesaian laporan penelitian skripsi ini.

Semoga mereka terbalaskan semua jasa-jasanya dengan balasan yang lebih baik lagi. Penulis berharap, skripsi ini bermanfaat khususnya bagi saya selaku penulis dan penyusun dan umumnya bagi para pembaca.

Salatiga 28 Maret 2018 Penyusun

(15)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ………... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………..…….……….... ii

HALAMAN PENGESAHAN …...………...…. iii

G. Sistematika Penulisan………... 19

BAB II : TERBENTUKNYA WILAYAH ADMINISTRATIF KABUPATEN MAGELANG A. Awal mula pembentukan Kabupaten Magelang ……...………... 21

B. Keluarga Danoeningrat dinasti Penguasa Magelang ..………... 26

BAB III: BIOGRAFI R.A.A. DANOESUEGONDO SANG BUPATI MAGELANG A. Masa Kecil R.A.A. Danoesuegondo ………... 38

B. Masa Pendidikan R.A.A. Danoesuegondo ……….…... 41

(16)

BAB IV : R.A.A. DANOESUEGONDO DALAM KEAGAMAAN DI MAGELANG

A. Gambaran Islam di daerah Magelang sebelumR.A.A Danoesuegondo... 48

B. Keterlibatan R.A.A. Danoesuegondo dalam syiar Islam ...…………... 50

C. Peran Politik R.A.A. Danoesuegondo ………....…………... 57

D. Peran Sosial R.A.A. Danoesuegondo ………...…… 62

BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan...……… 66

B. Saran …………....………....….. 68

DAFTAR PUSTAKA ………...………....… 69 DAFTAR LAMPIRAN

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam adalah agama yang masuk ke Indonesia sejak abad ke-7 M. Selama kurang lebih 800 tahun lamanya Islam baru bisa diterima oleh masyarakat Jawa karena pada saat itu kepercayaan masyarakat tentang animisme dan dinamisme telah mendarah daging. Masyarakat mempercayai bahwa dunia ini ada yang menjaga, ada yang memelihara dan ada pula yang merusaknya dengan simbol Dewa Trimurti.1

Kepercayaan ini telah berlangsung berabad-abad lamanya mulai dari kerajaan Kutai Kartanegara hingga Majapahit. Pada masa kerajaan Kutai Kertanegara sampai dengan Majapahit merupakan waktu yang sangat lama untuk pendoktrinan sebuah ajaran agama yaitu Hindu dan Budha. Oleh sebab itu, kepercayaan yang dianut oleh masyarakat tentang Dewa dan Dewi merupakan kepercayaan yang keras dan sulit untuk diubah karena sistem doktrin nenek moyang dan para leluhur sebagai doktrin fanatisme.2

Proses masuknya Islam di Indonesia dari perspektif perkembangan nampaknya dapat dikompromikan bahwa Islam di Jawa mengalami tiga tahap. Pertama, masa awal masuknya Islam ke wilayah Indonesia terjadi pada abad VII M. Kedua, masa penyebaran keberbagai pelosok dilaksanakan pada abad VII

1

Haris Dariyono.2006.Dari majapahit menuju pondok pesantren. (Tulungagung: Surya Alam Mandiri). hlm. 106.

2

(18)

sampai XIIII M. Ketiga, masa perkembangan yang terjadi mulai abad XIII M dan seterusnya. Sedangkan sejarah Jawa akhir abad ke-15 hingga abad ke-16 mempunyai arti penting bagi perkembangan Islam. Setidaknya hal ini bisa dilihat dari dua sisi. Pertama, sebagai masa peralihan dari sistem politik Hindu Budha yang berpusat di pedalaman Jawa Timur ke sistem sosial politik Islam yang berpusat di pesisir Jawa Tengah. Kedua, sebagai puncak Islamisasi di Jawa yang dilakukan oleh para wali.3

Menurut Graff, seperti yang di kutip Nur Syam berdasarkan atas studinya terhadap cerita Islamisasi di Nusantara dapat dibedakan menjadi tiga tahap metode penyebaran Islam, yaitu oleh pedagang muslim dalam jalur perdagangan yang damai, oleh para da‟i dan orang suci (wali) yang datang dari India dan Arab

yang sengaja mengislamkan masyarakat.4 Artinya usaha penyebaran Islam di Indonesia khususnya pulau Jawa dengan berbagai usaha sehingga dapat masuk diberbagai lini.

Salah satu teori tentang penyebaran Islam adalah dilakukan oleh penguasa. Tidak bisa dipungkiri bahwasanya ketika seseorang menguasai sebuah wilayah maka secara tidak langsung orang tersebut akan menguasai semua lini yang ada di daerah tersebut, baik secara sosial agama, politik, perekonomian, dan juga hukum. Nampaknya penyebaran inilah yang sangat mendominasi di daerah

3

Dewi Evi Anita, Walisongo: Mengsilamkan Tanah Jawa, Wahana Akademika, vol. 1. No.2, Oktober 2014. hlm.264.

4 Nur Syam.2005.

(19)

Magelang, yang membuat peneliti tertarik dengan proses politiknya Magelang bisa dikuasai Islam dengan cepat.

Alasan lain sebab peneliti tertarik untuk meneliti R.A.A. Danoesuegondo karena peneliti sendiri merupakan salah seorang dari putra daerah tersebut secara tidak langsung peneliti merasa terpanggil untuk mengetahui lebih dalam tentang sejarah lokal yang berkaitan dengan sosok kharismatik R.A.A. Danoesuegondo tersebut. Kuntowijoyo mengatakan bahwa salah satu alasan pemilihan topik karena kedekatan Emosional yang artinya peneliti berasal dari daerah yang sama dengan tempat atau tokoh yang akan diteliti dalam rangka berbakti pada tempat kelahiran.5

Selain itu, menurut peneliti dengan mengetahui sejarah para leluhur, merupakan sebuah batu loncatan sekaligus cermin masa lalu di mana kesejarahan yang jelek jangan sampai terulang di masa sekarang maupun mendatang, dan yang baik harapanya bisa mengulangnya di masa sekarang maupun di masa yang akan datang.

Alasan berikutnya yang membuat peneliti tertarik melakukan penelitian terhadap R.A.A. Danoesuegondo yaitu pada masa inilah Magelang dikatakan memulai peradaban maju baik di bidang politk, Islam dan Sosial, bahkan R.A.A. Danoesuegondo adalah trach terakhir dari dinasti Bach Chaiban. Hal itulah yang ingin peneliti ungkap lebih mendalam, dengan menggunakan metode ilmiah dan

5 Kuntowijoyo. 2013.

(20)

kajian sejarah, sehingga dapat menjadi suatu pengetahuan yang baru dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademis.

Peneliti mengambil tahun 1876 dikarenakan pada tahun 1876 R.A.A. Danoesuegondo dilahirkan pada tahun tersebut hingga mengalami masa keemasan, salah satunya menjadi bupati di Magelang . Untuk pembatasan waktu penulis mengambil hingga tahun 1939 karena pada tahun inilah bupati kelima Raden Adipati Ario Danoesuegondo berakhir dari jabatannya sebagai bupati di Magelang. Melalui peran bupati Raden Adipati Ario Danoesuegondo inilah penulis mempunyai tujuan untuk mejadikan bahan penelitian skripsi dengan judul Raden Adipati Ario Danoesuegondo: Biografi dan peran keagamaan di Magelang tahun 1876-1939.

B. Rumusan Masalah

Setelah dijelaskan ruang lingkup persoalan yang termasuk dalam penelitian, maka dapat ditetapkan pokok masalahyang menjadi fokus kajian dalam penelitian ini. Sehingga fokus permasalahan akan menajadi lebih jelas dan akan lebih mudah merumuskannya.

1) Bagaimana latar belakang pembentukan kabupaten Magelang pada tahun 1811?

(21)

3) Bagaimana peran R.A.A. Danoesuegondo bagi perkembangan peradaban Islam di Magelang selama kepemimpinannya sebagai bupati Magelang tahun 1908-1939?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah, maka tujuan penelitian adalah:

1. Menguraikan pembentukkan wilayah administratif Kabupaten Magelang pada tahun 1811.

2. Mendiskripsikan riwayat hidup R.A.A Danoesuegondo.

3. Menjelaskan peran R.A.A. Danoesuegondo dalam perkembangan peradaban Islam di Magelang selama kepemimpinannya sebagai bupati Magelang tahun 1908-1939.

D. Kajian Pustaka

(22)

Abd ar-Rahman bin Muhammad Bach Chaiban melakukan misi pengembangan Islam di wilayah Jawa abad ke-20.6

Dalam buku Islam dan Keturunan Arab dalam pemberontakan melawan Belanda, juga di kemukakan hal yang sama hanya sedikit menyinggung tentang peran Hadramaut tidak secara jelas menguraikan tentang keluarga Bach Chaiban.7 Dalam buku karya Karel Steenbrink yang diterjemahkan oleh Yosef Maria Florisan, juga menjelaskan peran orang Hadramaut dari keluarga Bach Chaiban R.A.A. Danoesuegondo yang mana Danoesuegondo mengajukan keberatan atas subsidi pemerintah yang belimpah ruah demi kepentingan misi.8 Sama halnya dengan tulisan Karel Steenbrink dalam bukunya Berbareng Bergerak, Soewarsono, menjelaskan ikut sertanya R.A.A. Danoesuegondo salah satu keluarga dari Bach Chaiban dari Hadramaut dalam organisasi Indie Weerbaar, tetapi dalam penulisannya tidak dijelaskan mengenai bagaimana peran serta kontribusi dari R.A.A. Danoesuegondo mengenai peran dalam keagamaannya.9 Gamal Komandoko juga menjelaskan dalam buku Budi Utomo Awal Kebangkitan Kesadaran Bangsa10, penjelasan dalam buku ini berkaitan dengan peran R.A.A. Danoesuegondo yang pernah berkiprah dalam organisasi

6 Van den berg.1989.

Hadramaut dan Koloni Arab dan Nusantara, (Jakarta: INIS). hlm. 149.

7 Hamid Al Gadri.1984.

Islam dan keturunan Arab dalam pemberontakan melawan Belanda.

(Bandung: IKAPI). hlm. 59.

8 Karel Steenbrink

.2006.Orang-orang Katolik di Indonesia 1808-1942, (Yogyakarta: Ledalero). hlm. 107-108.

9 Soewarsono.2000.

Berbareng Bergerak sepengal riwayat dan pemikiran Semaoen,

(Yogyakarta:LKIS). hlm.32

10

(23)

Budi Utomo. Tidak secara khusus menjelaskan bagaimana peran R.A.A. Danoesuegondo dalam peran sosial, politik dan keagamaan.

Pustaka selanjutnya R.Ay. Sri Woelan Persudi, dalam buku Sejarah dan Silsilah Keluarga Besar Danoeningrat, menjelaskan secara singkat bagaimana keluarga Bach Chaiban datang dari Hadramaut ke Nusantara membawa misi untuk menyebaran agama Islam. Dalam buku tersebut juga menjelaskan keluarga Bach Chaiban dimana dari keturunan pertama sampai kelima menjabat sebagai bupati Magelang.11 Dalam buku Notes on Java‟s Regent Families karangan Heather Satherland menguraikan catatan beberapa peran bupati di Jawa sampai dengan silsilah keluarga dari bupati. Heather Sutherland tidak secara jelas menguraikan bagaimana kiprah bupati yang ada di Jawa khususnya di wilayah Magelang.12

Pustaka selanjutnya dari tesis Tri Indah Lestari dari UGM Yogyakarta dengan judul Pariwisata di Magelang pada masa Kolonial (1926-1942). Tesis ini menjelaskan dengan jelas tentang keadaan tempat pariwisata Magelang dan peralihan bupati. Tesis tidak menjelaskan adanya peran bupati, hanya sebatas peralihan kekuasaan dalam kurun waktu yang ditentukan saja. Tesis ini juga tidak menjelaskan tentang adanya kiprah bupati baik dalam bidang keagamaan,

11 Sri Woelan Persudi.1999.

Sejarah dan Silsilah keluarga besar Danoeningrat. hlm. 5-7.

(24)

politik hingga sosial khususnya mengenai bupati R.A.A. Danoesuegondo. Dari sinilah letak perbedaan antara kedua tulisan tersebut.13

E. Kerangka Konseptual

Untuk memahami penelitian dalam skripsi ini penulis menggunakan konsep peranan yang dimana menggunakan pendekatan biografi dalam melakukan penelitian ini.

Setiap biografi seharusnya mengandung empat hal, yaitu (1) kepribadian tokohnya, (2) kekuatan sosial yang mendukung, (3) lukisan sejarah zamannya, dan (4) keberuntungan dan kesempatan yang datang. Pertama, kepribadian sangat ditonjolkan bagi mereka yang menganut Hero in History.14 Bahwa sejarah adalah kumpulan dari biografi. Kedua, Marxisme sangat mendukung anggapan bahwa kekuatan sosiallah yang berperan, bukan perorangan. Ketiga, melukiskan zaman yang memungkinkan seseorang muncul lebih penting dari pada pribadi atau kekuatan sosial yang mendukung. Keempat, para tokoh muncul berkat adanya faktor luck, coincidence, atau chance dalam sejarah.15

Sehubungan dengan kepribadian tokoh, sebuah biografi perlu memperhatikan adanya latar belakang keluarga, pendidikan, lingkungan sosial-budaya, dan perkembangan diri.16 Dengan demikian, perlu adanya konsep ataupun teori

13

Indah Tri Lestari.Pariwisata di Magelang pada Masa Kolonial (1926-1942), Tesis, Universitas Gajah Mada Yogyakarta, 2010. hlm. 17.

14 Kuntowijoyo.2003.

Metodologi Sejarah, (Yogyakarta: PT Tiara Wacana). hlm. 203.

15

Ibid. hlm. 204.

16

(25)

pembahasan mengenai peran bupati Magelang yang akan dibahas dalam skripsi ini.

Pendekatan pertama yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan biografi kolektif (prosopography), yaitu pendekatan yang berusaha memahami dan mendalami kepribadian sekelompok orang yang mempunyai karakteristik latar belakang yang sama dengan mempelajari kehidupan meraka. Latar belakang yang sama yang berarti meliputi zaman (rentang waktu, abad, tahun), persamaan nasib, kedudukan ekonomi, persamaan pekerjaan, persamaan pemikiran, dan peristiwa yang sama. Dalam praktik penelitian ada dua pendekatan terhadap biografi kolektif, yaitu pendekatan elitis dan pendekatan massa. Pendekatan elitis bertujuan untuk mengungkap kehidupan tokoh-tokoh sejarah yang terkenal, sedangkan pendekatan massa mengungkap kehidupan massa yang tidak dikenal. Penulis disini menggunakan pendekatan elitis yang bertujuan mengungkap kepribadian R.A.A. Danoesuegondo berdasarkan latar belakang lingkungan sosial kultural di mana R.A.A. Danoesuegondo dibesarkan.

Pendekatan kedua yang relevan untuk digunakan dalam penelitian ini adalah peranan sosial yang dikemukakan Erving Goffman. Menurut teori ini, peranan sosial adalah salah satu konsep sosiologi yang paling sentral yang didefinisikan dalam pengertian pola-pola atau norma-norma perilaku yang diharapkan dari orang yang menduduki posisi tertentu dalam struktur sosial.17 Peranan yang dilakukan oleh seseorang dapat dikatakan berhasil apabila memenuhi

17 Peter Burke.2001.

Sejarah dan Teori Sosial, terj. Mestika Zed dan Zulfami (Jakarta:

(26)

unsur yang meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat sebagai organisasi, dan dapat dikatakan sebagai individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.18 Teori tersebut digunakan penulis dalam mengungkapkan peranan yang dilakukan oleh R.A.A. Danoesuegondo sebagai bupati Magelang tahun 1908 sampai 1939.

F. Metode Penelitian

Metode penelitian secara terminologi terdiri dari dua kata metode dan penelitian. Kata metode pada awalnya berasal dari bahasa Yunani yaitu methodos yang berarti cara atau jalan menuju, sedangkan penelitian yaitu suatu proses pengumpulan dan analisis data yang dilakukan secara sistematis guna untuk memperoleh suatu informasi untuk tujuan tertentu. Metode penelitian secara umum menurut Sugiyono19 adalah cara-cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid, dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan, dan dibuktikan menjadi suatu pengetahuan tertentu sehingga dalam gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah. Jadi metode penelitian adalah suatu cara untuk menemukan suatu bukti dan mengolahnya menjadi suatu pengetahuan baru yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademik.

18 Soerjono Soekanto. 2010.

Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: Raja Grafindo Persada).

hlm. 213.

19 Sugiyono.2009.

Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, kualitatif, R&D

(27)

Ilmu sejarah memiliki metode penilitian sendiri. Menurut Gilbert J. Garragan, S.J.20, metode penelitian sejarah yaitu seperangkat asa dan aturan yang sistematik yang di desain guna membantu secara efektif mengumpulkan sumber-sumber sejarah, menilainya secara kritis, dan menyajikan secara sintesis hasil-hasil yang dapatkannya dalam bentuk tertulis.

Metode penelitian itu terdiri dari empat tahap utama yang pertama, yaitu: pengumpulan data (Heuristik), kritik sumber (Verifikasi), analisa (Interpretasi), dan penulisan (Historiografi).21

1. Heuristik

Pengumpulan data atau heuristik merupakan langkah awal dalam melakukan penelitian sejarah. Heuristik adalah teknik untuk memperoleh dan mengumpulkan data-data yang didapat berupa data tertulis. Data sejarah yang berupa data tertulis dapat diperoleh dengan cara dokumentasi. Penulis menggunakan sumber berupa manuskrip, majalah, koran, dokumen-dokumen dan internet yang berkaitan langsung dan tidak langsung, sumber lainnya berupa sember lisan yang dalam penelitian ini masih dapat dijangkau. Dalam hal pencarian sumber penulis mencari ke berbagai perpustakaan diantaranya, Perpustakaan UGM, Perpustakaan Kota Magelang, Perpustakaan dan Arsip Kabupaten Magelang, Perpustaaan IAIN Salatiga, Perpustakaan UIN Yogyakarta

20 Gilbert J. Garragan, S.J. 1957.

A Guide to Historical Method. (New York.Fordham

Univercity Press). hlm. 33.

21

Philippe carrard, 1992. Poetics The New History. Frenchhistorical Discourse From

(28)

, Perpustakaan dan Arsip Jawa Tengah, Perpustakaan dan Arsip Temanggung, penulis juga mencari sumber ke keluarga yang masih berkaitan dengan R.A.A. Danoesuegondo, serta mencari arsip ke daerah Tuguran yang masih mempunyai nasab hingga Danoeningrat I.

Sumber-sumber primer yang didapatkan sebagai berikut:

a. Sumber Tulisan

Sumber Primer :

1. Manuskrip tulisan aksara Jawa R.A.A. Danoesuegondo manuskrip ini menjelaskan situasi dan kondisi Magelang pada masa kedudukan Belanda. Manuskrip ini didapatkan dari salah satu keluarga R.A.A. Danoesuegondo.

2. Majalah Midelpunt Van den tuin Van Java terbitan tahun 1936. Menjelaskan bagaimana kedudukan Belanda di Magelang serta peran bupati Danoeningrat I dalam menjalankan misinya sebagai bupati. Majalah ini penulis dapatkan dari internet yang sudah terdigitalisasi dan dipublikasikan dengan akses bebas dengan alamat web http://colonialarchitecture.eu/islandora/object/uuid%3Afa1be609-cfb6-4a6b-90b7-cceec5cb12fb/datastream/PDF/view. yang diakses pada tanggal 20 Oktober 2017 pukul 19:20.

(29)

diletakkan di beberapa wilayah di Jawa. Majalah ini penulis dapatan dari internet yang sudah terdigitalisasi dan dipublikasikan dengan

akses bebas dengan alamat web

http://colonialarchitecture.eu/islandora/object/uuid%3Adb0935a9-08d5-4ac1-ab39-c8a582fe7c39/datastream/PDF/view yang diakeses pada tanggal 03 Januari 2018 pukul 17:47.

4. Koran terbitan Nedherlandchs doonderdag 15 Agustus 1935. Isi dalam koran adalah menjelaskan bagaimana Raden Ario Adipati Danoesuegondo dalam perjalanan Volkraad di negeri Belanda. Koran ini penulis dapatan dari internet yang sudah terdigitalisasi dan dipublikasikan dengan akses bebas dengan alamat web

http://resolver.kb.nl/resolve?urn=ddd:010226354:mpeg21:pdf yang diakses pada tanggal 20 Desember 2017 pukul 21:40.

5. Majalah Indie Weerbaar terbitan tahun 1917 karya W.V. Remrev. Isi dalam majalah adalah menjelaskan bagaimana peran serta keterkaitan dari perwakilan-perwakilan dari Jawa pada masa sidang Volksraad. Majalah ini penulis dapatan dari internet yang sudah terdigitalisasi dan dipublikasikan dengan akses bebas dengan alamat web

http://lessmuseum.bibliotheekarnhem.nl/books/mppdfbestanden/LM01

274.pdf diakses pada tanggal 20 November 2017 pukul 01:45.

(30)

pada wilayah sehingga pemerintahan kolonial Belanda pada waktu itu memberitakan bahwa R.A.A. Danoesuegondo harus di berhentikan. Koran ini penulis dapatkan dari internet yang sudah terdigitalisasi dan dipublikasikan dengan akses bebas dengan alamat Sumatra Post.13

Februari 1939.

https://www.delpher.nl/nl/kranten/view?query=danoesoegondo+regent

&coll=ddd&page=1&facets%5Bspatial%5D%5B%5D=Nederlands-Indi%C3%AB+%7C+Indonesi%C3%AB&identifier=ddd%3A010227

036%3Ampeg21%3Aa0145&resultsidentifier=ddd%3A010227036%3

Ampeg21%3Aa0145.

28 Maret 2018 16.41 WIB.

7. Majalah Maandblad voor Midden Java terbitan tahun 1935. Majalah ini berisi mengenai pendirian Masjid Magelang yang dilakukan oleh bupati Danoeningrat serta pembahasan mengenai perombakan besar Masjid oleh Danoesuegondo. Majalah ini penulis dapatkan dari Komunitas Kota Tua Magelang.

(31)

Sumber sekunder adalah kesaksian siapapun yang bukan merupakan saksi mata, yakni seseorang yang tidak hadir pada peristiwa yang dikisahkan. Sumber sekunder yang digunakan berupa buku-buku, karya ilmiah dan beberapa sejarawan atau peneliti yang mengadakan pembahasan terhadap masalah yang sama atau mempunyai kedekatan yang sama dengan pendukung. Adapun sumber sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain:

Buku Van Den Berg Hadramaut dan Koloni Arab di Nusantara, buku Hamid Algadri Islam dan Keturunan Arab, buku Karel Steenbrink Orang-orang Katolik di Indonesia 1808-1942, buku Sri Woelan Persudi Sejarah dan Keluarga Danoeningrat, buku Heather Satherland “Notes on Java‟s Regent.

2. Kritik sumber adalah usaha dan upaya penyelidikian apakah jejak-jejak yang ditemukan, setelah heuristik benar adanya, betul–betul dapat dijadikan bahan penulisan. Kritik sumber ada dua macam, yaitu :

a) Kritik Eksternal

Kritik ekstern menurut Helius Sjamsudin22, kritik eksternal adalah melakukan verifikasi atau pengujian terhadap aspek-aspek luar dari sumber sejarah. Apakah fakta peninggalan atau dokumen itu merupakan yang sebenarnya, bukan palsu. Berbagai tes dapat dipergunakan untuk menguji keaslian tersebut, misalnya meneliti otensitas sumber dengan meneliti keaslian buku meliputi sumber tanggal waktu dan pengarangnya. Dari sejauh ini, yang penulis gunakan untuk kritik eksternal itu mepiluti kualitas suatu

22

(32)

sumber dan bentuk serta kondisi suatu sumber secara kasat mata. Dan ada beberapa sumber yang penulis kritik dengan menyamakan data-data arkeologisnya.

b) Kritik Internal

Setelah mendapat suatu dokumen dan dengan diuji melalui kritik eksternal maka selanjutnya dilakukan dengan Kritik internal, menurut Daliman 23 adalah kegiatan menguji jejak-jejak masa lampau sehingga diketahui kebenarannya. Meskipun dokumen itu asli, tetapi apakah mengungkapkan gambaran yang benar, bagaimana mengenai penulis dan penciptanya, apakah ia jujur, adil dan benar-benar memahami faktanya, dan banyak lagi pertanyaan yang bisa muncul seperti diatas. Maka sejarawan bisa memandang data tersebut sebagai bukti sejarah yang sangat berharga untuk ditelaah secara serius. Untuk kritik internal dokumen ini, penulis mengujinya dengan mempertimbangkan aspek isi dari semua sumber yang diperoleh dari lapangan tentang R.A.A. Danoesuegondo serta Islam di Magelang pada masa Belanda. Info tentang R.A.A Danoesoegondo tidak bisa semua terlacak dari sumber primer yang penulis dapatkan. Penulis terpaksa harus menggunakan sumber sekunder diantaranya wawancara dengan informan yang tidak sezaman dengan R.A.A Danoesuegondo. Wawancara dilakukan dengan Wulandari merupakan cicit dari R.A.A Danoesoegondo kemudian wawancara dengan KH Mastur salah satu menantu KH Sirad.

23

(33)

3. Analisis Sumber (Interpretasi)

Tahap ketiga adalah interpretasi atau penafsiran sejarah. Menurut

Daliman, interpretasi adalah menafsirkan atau memberi makna terhadap

fakta-fakta ataupun bukti-bukti sejarah untuk kemudian dilanjutkan ke proses

historiografi.24 Dalam tahap ini dilakukan analisis berdasarkan data-data yang

diperoleh, yang akhirnya dihasilkan suatu sintesis dari seluruh hasil penulisan

yang utuh, atau disebut dengan historiografi. Setelah penulis

mengkomunikasikan hasil penelitiannya, maka disebut tulisan atau karya

sejarah. Interpretasi adalah menafsirkan fakta sejarah dan merangkai fakta

tersebut sehingga menjadi satu kesatuan yang harmonis dan masuk akal. Dari

berbagai fakta yang ada, kemudian perlu disusun agar mempunyai bentuk dan

struktur. Fakta yang ada ditafsirkan, sehingga ditemukan struktur logisnya

berdasarkan fakta yang ada, selanjutnya untuk menghindari suatu penafsiran

yang semena-mena akibat pemikiran yang sempit. Bagi sejarawan akademis,

interpretasi yang bersifat deskriptif saja belum cukup. Dalam perkembangan

terakhir, sejarawan masih dituntut untuk mencari landasan penafsiran yang

digunakan dan berusaha menganalisis peristiwa tersebut. Agar menjadi sebuah

penelitian yang menarik, peneliti harus menyajikannya dengan penelitian

berbasis deskriptif analitis. Setelah peneliti mendapatkan sumber dan

melakukan kritik, semua sumber yang dianggap relevan dengan penelitian

tentang R.A.A. Danoesuegondo ini, peneliti melakukan interpretasi dengan

kaidah-kaidah yang sesuai dengan prosedur. Sebagai contoh setelah

24

(34)

memperoleh majalah Indie Weerbaar peneliti melakukan kritik baik internal maupun eksternal setelah itu melakukan penafsiran dengan berdasarkan

prosedur yang berlaku.

4. Historiografi (Penulisan Sejarah)

Setelah melakukan proses interpretasi dan analisis, proses kerja

mencapai tahap akhir yaitu historiografi atau penulisan sejarah. Proses

penulisan dilakukan agar fakta-fakta yang sebelumnya terlepas satu sama lain

dapat disatukan, sehingga menjadi satu perpaduan yang logis dan sistematis

dalam bentuk narasi kronologis. Menulis sejarah merupakan suatu kegiatan

intelektual dan ini suatu cara yang utama untuk memahami sejarah.25

Historiografi atau penyajian adalah lukisan sejarah, gambaran sejarah tentang peristiwa masa lalu yang disebut sejarah. Penyajian penelitian ini hendaknya mampu memberikan gambaran mengenai proses penelitian dari awal sampai penarikan kesimpulan. Historiografi merupakan tahap akhir dalam penulisan sejarah. Pada tahap ini penulis sejarah memerlukan kemampuan-kemampuan tertentu untuk menjaga standar mutu citera sejarah. Tahap ini merupakan tahap akhir untuk menyajikan semua fakta ke dalam bentuk tulisan skripsi yang berjudul Raden Adipati Ario Danoesuegondo: biografi dan peran keagamaan di Magelang tahun 1876-1939.

25

Paul Veyne, Writing History. 1984. Essay on Epistemology, terj. Bhs. Prancis ,mina

(35)

G. Sistematika Penulisan

Sistematika ini disusun sebagai penjabaran dari daftar isi atau outline. Dalam Bab I peneliti akan menguraikan tentang Latar Belakang Masalah, Batasan dan Rumusan Masalah, Tujuan dan Ruang Lingkup, Kajian Pustaka, Kerangka Konseptual, Metode Penelitian, Sistematika Penulisan. Itu semua merupakan proposal yang berisi gambaran dan penjabaran secara singkat tentang penelitian yang akan peneliti lakukan.

Bab II menguraikan tentang sejarah singkat Magelang, yang meliputi sejarah pembentukan kabupaten Magelang dan bagaimana sejarah Keluarga Danoeningrat dinasti penguasa Magelang.

Bab III memaparkan biografi serta peran R.A.A. Danoesuegondo dari sejak kecil dan masa pendidikan serta menguraikan akhir peranan dalam menjabat sebagai bupati Magelang.

Bab IV menguraikan R.A.A. Danoesuegondo dalam syiar agama Islam. Secara khusus mengenai Islam di Magelang masa sebelum bupati R.A.A. Danoesuegondo dan membahas keterlibatan R.A.A. Danoesuegondo dalam Syiar Islam di Magelang serta menjelaskan peran R.A.A. Danoesuegondo dalam bidang politik dan sosial.

(36)

BAB II

TERBENTUKNYA WILAYAH ADMINISTRATIF KABUPATEN

MAGELANG

A. Awal Mula Pembentukan Kabupaten Magelang

Daerah Magelang saat ini berada di tengah-tengah wilayah provinsi Jawa Tengah.26 Wilayah Magelang berada di bagian tengah kawasan eks Karesidenan Kedu. Pada zaman kolonial daerah ini masih dikelilingi oleh empat Gunung, yaitu Gunung Sindoro, Gunung Sumbing, Gunung Merbabu, Gunung Telomoyo dan dialiri oleh sungai Elo dan sungai Progo sehingga menyajikan pemandangan indah bagi orang-orang asing yang tinggal di daerah ini. Orang-orang Belanda menyebut Magelang dengan sebutan “Mooi Magelang” (Bila diterjemahkan bebas Moi Magelang berarti Magelang indah).27

Pada awal abad ke-17 wilayah Magelang saat itu masih menjadi wilayah Kerajaan Mataram Islam pada masa pemerintahan Panembahan Senopati, kemudian menjadi wilayah Kesultanan Yogyakarta setelah ditandatangani Perjanjian Giyanti yang pada tanggal 13 Februari 1755 M oleh pihak Kolonial Belanda, Paku Buwono III dan Pangeran Mangkubumi. Dalam perjanjian tersebut

26

Pemerintah Kota Magelang.1936. Magelang, Middelpunt van den Tuin van Java, Pemerintah Kota Magelang 1936. hlm. 2.

27

(37)

Kerajaan Mataram dibagi dua, yaitu Kesunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta.28

Istilah Magelang sendiri baru mulai dibicarakan orang pada permulaan abad ke-19 M, dahulu wilayah ini disebut dengan “Kebondalem”29 yang diperintah oleh seorang “Demang” nama Kebondalem masih dapat ditemui di suatu wilayah perkampungan yang ada di kelurahan Petrobangsan. Sisa Kebondalem di antaranya kebun kopi (menjadi kampong Botton Kopen di Kelurahan Magelang), kebun kemiri (menjadi Kampung Kemirikerep di kelurahan Kemirirejo) dan nama (Kampung Megarsari) di kaki Bukit Tidar.30

Pada Januari 1807 Herman Willem Deandels diangkat menjadi Gubernur Jenderal, Herman Willem Deandels dikenal sebagai Gubernur yang keras dan tangan besi sehingga menyebabkan bentrokan dengan Sultan Hamengku Buwono II. Deandels membagi wilayah pemerintahannya dalam wilayah yang dikepalai oleh seorang Residen. Satu wilayah memiliki beberapa kabupaten, yang dikepalai oleh seorang bupati.31

Pada awal tahun 1811 Gubernur Jendral Deandels diserang armada Inggris yang dipimpin oleh Lord Minto yang merupakan Gubernur Jendral Inggris di

28 Indah Tri Lestari.2010.

Pariwisata di Magelang pada Masa Kolonial (1926-1942), Tesis,

Universitas Gajah Mada Yogyakarta. hlm. 17.

29

Kebondalem artinya kebun raja karena wilayah ini merupakan kebun milik raja Susuhunan

Surakarta.

30

Pemerintah Kota Magelang.1936. hlm. 3.

31

(38)

India. Penyerangan ini menimbulkan lahirnya perjanjian Tuntang32 yang isinya pemerintah Kolonial Hindia Belanda menyerahkan wilayah Hindia Belanda kepada pemerintah Kolonial Inggris. Setelah memenangkan perang Lord Minto ditarik kembali ke India dan digantikan oleh Gubernur ahli pemerintahan yaitu Jenderal Thomas Stamford Raffles. Kedatangan Raffles di pulau Jawa mendapat tantangan dari para raja di tanah Jawa. Untuk meredam tantangan dari para raja, Raffles mengeluarkan kebijakan-kebijakan strategis dalam bidang pemerintahan. Seperti wilayah pulau Jawa dibagi menjadi enam belas Karesidenan yang dipimpin seorang Residen (orang asing) dan di bawahnya ada kabupaten-kabupaten yang dikepalai oleh bupati (pribumi), serta kebijakan sewa tanah.33 Kebijakan ini menjadi dasar pengangkatan dan pergantian bupati di beberapa wilayah. bupati era keraton atau versi kerajaan yang tidak mau loyal akan diganti oleh Raffles.

Kebijakan ini ditentang oleh Raja Mataram Sultan Sepuh 34 Hamengkubuwono II yang tidak mau tunduk kepada Inggris, Keraton menyebut perang ini sebagai Geger Sepei yang menimbulkan kekalahan di pihak kesultanan Mataram. Sultan Sepuh pun dibuang Inggris ke Amboina35 dan mengangkat putra

32 Berlangsungya perjanjian itu di desa Tuntang yang saat ini daerah tersebut berada di bawah

kecamatan Tuntang,kabupaten Semarang. Disebut dengan perjanjian Tuntang karena perjanjian itu dilangsungkan di Tuntang. Tempat ini dipilih karena merupakan tempat peristirahatan para pembesar Hindia Belanda.

33 M.C. Riclefs.2008. Sejarah Indonesia Modern, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta). hlm. 243.

34

Yang disebut Sultan Sepuh yaitu Gusti Raden Mas Sundoro atau Sultan Hamengkubuwana II yang memerintah tahun 1812 di periode pertama.

(39)

Sultan Sepuh yaitu Raden Mas Surojo sebagai Sultan di Kesultanan Yogyakarta, dan termasuk Keraton Surakarta yang juga memiliki nasib sama,36 Dimana kraton yang kalah berperang dengan Inggris kompensasinya harus menyerahkan wilayah Magelang ke pemerintahan Inggris.

Pada tahun 1811 Magelang dijadikan sebuah ibu Negara atau disebut Kabupaten. Kepala pemerintahan di wilayah Magelang pun dipilih langsung oleh Inggris. Bupati pertama pada waktu itu adalah Alwi‟ yang merupakan salah satu keturunan dinasti Bach Chaiban dari Hadramaut. Setelah menjabat Alwi mendapat gelar Mas Ngabei Danoekromo.37

Semenjak pengangkatan Danoekromo, maka Kabupaten Magelang telah resmi berdiri di bawah pimpinan Inggris, Inggris menetapkan penguasa dan membagi wilayah-wilayah di Indonesia dengan harapan agar lebih mudah melakukan sistem pengaturan pemerintahan, hal ini telah di jelaskan oleh Petter Carey, Inggris mengalami masalah yang sangat rumit. Berbagai masalah tersebut diantaranya dari kondisi keuangan yang sangat buruk karena budaya yang ditinggalkan oleh Belanda yaitu budaya korupsi, membuat Raffles harus

36 Purwowijoyo.1985.

Babad Ponorogo¸jilid VII, (Ponorogo: Dinas pariwisata dan Seni

Budaya). hlm. 45.

37

(40)

mengubah strategi dari monopoli perdagangan menjadi politik hegemoni dengan mengadakan Cultuurestelsel. 38

Hal itu lah yang sangat menyita waktu Raffles sehingga akhirnya melahirkan pemerintahan baru di bawah karisidenan yang dinamakan sebagai Kabupaten. Kabupaten ini mempunyai sejarah yang sangat panjang karena setelah daerah dibentuk tidak langsung bisa menapalkan seseorang menjadi seorang penguasanya, akan tetapi ada beberapa hal tertentu yang harus diperhitungkan supaya penapalan pemimpin ini tidak menjadi penghambat bagi Inggris dikemudian hari. Penapalan keluarga Danuningrat ini pun juga melewati proses yang sama.

Pada tahun 1812 Kedu diberikan kepada pemerintah Hindia Belanda oleh pemerintah Kolonial Inggris. Pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 30 November 1813 memberikan gelar Raden Tumenggung Danoenoningrat kepada Mas Ngabehi Danoekromo. Penetapan gelar ini tercantum dalam Besluit Goebernemen pada tanggal 30 November 1813.39

Dalam sistem pemerintahan Kolonial Belanda, berlaku sistem yang bersifat dualistik. Seluruh Hindia Belanda dibagi menjadi wilayah-wilayah yang dikepalai oleh seorang Residen. Wilayah dibagi beberapa Afdeeling40 yang masing-masing

38

Cultuurestelsel adalah kebijakan sistem tanam paksa. Peter Carey.2016. Kuasa Ramalan,

Pangeran Diponegoro dan akhir Tatanan Lama di Jawa 1785-1855, (Jakarta: Gramedia). hlm.

442-444.

39

Majalah“Magelang Vooruit”, 1935. hlm.18

40

(41)

meliputi satu kabupaten dan dikepalai oleh Asisten Residen, yang bertugas mengawasi bupati sebagai penguasa pribumi.

B.Keluarga Danoeningrat dinasti penguasa Magelang

Hubungan keturunan Arab dengan keluarga ningrat di Pulau Jawa menimbulkan pertanyaan, untuk memahami keadaan ini perlu diketahui bahwa orang Arab yang pertama datang di kepulauan Indonesia berasal dari Teluk Persia dan pantai Laut Merah. Hubungan antar kepulauan ini yang paling ramai adalah pada zaman Kerajaan Bani Abbas dengan ibu kota Baghdad (sekitar tahun 800-1300 M). Jalur pada waktu itu adalah dari Teluk Persia, Cina, dan Indonesia. Baghdad adalah kota terbesar di dunia pada masa itu; pusat ilmu, kebudayaan, dan perdagangan dunia Islam. Para pedagang yang datang ke kepulauan Indonesia adalah penguasa besar dengan menggunakan kapal-kapal mereka untuk berdagang di pesisir utara pulau Jawa (Semarang). Faktor inilah yang menyebabkan mereka dengan mudah diterima di kalangan ningrat di Indonesia.

Perjalanan hijrah telah mengiringi sejarah manusia. Salah satunya orang hadramaut ke pulau Jawa yang kemudian menetap dan membuat sebuah perkumpulan di suatu tempat yang mereka datangi.41 Dalam hijrahnya orang Hadramaut ke pulau Jawa memiliki peranan yang sangat penting bagi penyebaran agama Islam maupun pembaharuan dalam bidang pemerintahan. Umumnya

41 Al-Habib Alwi bin Thahir al-Haddad.2001.

Sejarah Masuknya Islam di Timur Jawa,

(42)

orang-orang Hadramaut yang melakukan perpindahan, mereka tersebar di berbagai daerah di kepulauan Jawa.

Dalam buku Hamid Algadri Islam dan Keturunan Arab dalam pemberontakan melawan Belanda dikemukakan beberapa contoh asimilasi keluarga Arab yang berasal dari pantai Laut Merah dan Teluk Persia dengan masyarakat pribumi.42 Baaaginya keturunan Arab sudah berasimilasi dengan pribumi sejak berabad-abad. Ditambahkan pula bahwa banyak terjadi perkawinan antara wanita keluarga bupati, seperti di daerah Lasem dan Wiradesa43 dengan keturunan Arab.44 Seperti yang telah dikemukakan di atas, bahwa orang Arab masuk kekepulauan Indonesia melalui jalur perdagangan, hubungan itulah yang menyebabkan banyak kerajaan di pantai utara Jawa didirikan oleh orang keturunan Arab, dan mereka inilah yang memainkan peranan yang sangat penting dalam penyebaran agama Islam.45 Stamford Raffles menjelaskan dalam bukunya History of Java, kebanyakan orang Arab yang bermukim hingga sekarang merupakan perpaduan antara orang Arab dan penduduk asli, dan diantaranya adalah juga pemuka agama atau ulama. Pelabuhan utama tempat kedatangan

42 Hamid Algadri.1996.

Islam dan Keturunan Arab dalam pemberontakan melawan Belanda (

Bandung: Mizan). hlm. 56-57.

43 Daerah Lasem adalah daerah yang saat ini berada di wilayah Rembang sedangkan Wiradesa

adalah daerah yang berada di Pekalongan.

44

Ibid, hlm. 59.

45

(43)

mereka adalah di Gresik tempat ajaran Islam pertama kali masuk ke Jawa. Kebanyakan dari orang-orang Arab sudah bercampur dengan penduduk asli.46

Dalam hubungan yang telah diuraikan di atas, orang-orang Arab membaur di kalangan pribumi dalam melakukan misinya yang dilakukannya dalam berdagang dan menyebarkan agama Islam. Dalam tulisannya van den Berg mengemukakan tentang sejarah keluarga Bach Chaiban. Sayyid47 Abd ar-Rachman bin Muhammad Bach Chaiban datang dari Hadramaut pada abad XVIII ke Cirebon.48 Sayyid Abd ar-Rachman bin Muhammad Bach Chaiban kemudian melakukan perkawinan dengan Ratu Ayu Katiyah putri dari salah seorang sultan Cirebon yaitu Maulana Malik Hidayatullah (Sunan Gunung Jati).49 Tidak lama setelah menikah Sayyid Abd ar-Rahcman Bach Chaiban berpindah ke kota Surabaya untuk mengelola sebuah masjid di Surabaya. Bersama dengan Ratu Ayu Katiyah dan keluarganya, mereka kemudian hijrah ke desa Krapyak yang letaknya tidak jauh dari kota Pekalongan. Di Krapyak Sayyid Abd ar-Rahcman Muhammad Bach Chaiban mengelola sebuah pesantren.50

46 Thomas Stamford Raffles.2015.

History of Java Cet IV (Yogyakarta: Narasi). hlm. 74.

47 Golongan Sayyid adalah keturunan al-Husain, cucu Nabi Muhammad. Kata Sayyid (jamak:

Habaib).

48 Van den Berg.1989.

Hadramaut dan Koloni Arab di Nusantara,(Jakarta:INIS). hlm. 149.

49 Sri Woelan P.1999.

Sejarah dan Silsilah Keluarga Besar Danoeningrat, (Jakarta:Tanpa

penerbit). hlm. 4.

50

(44)

Kiprah dari keluarga Sayyid Abd ar-Rahcman Muhammad Bach Chaiban juga tidak berhenti di desa Krapyak Pekalongan, terbukti keluarga Sayyid Abd ar-Rachman Muhammad Bach Chaiban sebagai ulama di Krapyak mengirim utusan dari salah satu keluarga untuk berlabuh ke Yogyakarta. Sayyid Ahmad putra dari Sayyid Muhammad Said bin Bach Chaiban inilah yang kemudian ditugaskan menjadi guru agama Islam di Keraton Yogyakarta. Setelah beberapa lama bertugas menjadi guru agama Islam di Keraton,51 Sayyid Ahmad bin Muhammad Bach Chaiban menikah dengan putri Raden Adipati Danurejo I yang silsilahnya sampai pada Brawijaya V, sedangkan Sayyid Ahmad silsilahnya sampai pada Sultan Cirebon hingga Nabi Muhammad.52

Pernikahannya dengan putri Raden Adipati Danurejo itu dikaruniai tiga putra, Putra sulung Hasyim, yang diberi gelar Raden Wongsorejo, putra yang kedua „Abd Allah, hanya menambahkan nama gelar di belakangnya serta putra

ketiga Alwi.53 Dari ketiga putra Sayyid Ahmad inilah Alwi yang kemudian hari diangkat oleh pemerintah Kolonial Belanda untuk menjadi bupati Magelang yang sebelumnya menjabat sebagai bupati Kepatihan di Yogyakarta.

Heather Sutherland menguraikan dalam buku Notes on Java‟s Regent Families bahwa, sebelum diangkat menjadi bupati di Magelang, Alwi‟

51 Raden Adipati Danurejo adalah seorang pejabat administrator Kesultanan Yogyakarta. 52 Heather Sutherland,Notes on Java’s Regent Families, part II, hlm. 6-7.

53

(45)

(Danoeningrat I) sempat menjabat sebagai Bupati Kepatihan di Yogyakarta.54 Pada tahun 1813 Alwi‟ diangkat menjadi bupati Magelang oleh pemerintah Kolonial Inggris dengan gelar Danoekromo.55

Sebagai seorang pejabat pemerintah Raden Alwi Bin Muhammad Bach Chaiban (Danoeningrat I) terlibat dalam perang tahun 1825 antara Pangeran Diponegoro dengan pemerintah Hindia Belanda. Sesuai yang diuraikan dalam buku Kabupaten Magelang dari masa ke masa, bahwa pada saat perang Jawa hampir seluruh masyarakat Kedu merupakan pendukung Pangeran Diponegoro. Akan tetapi wilayah Kedu selatan yang dipimpin Danoeningrat I yang pada waktu itu wilayah Kedu berada di bawah kekuasaan Kolonial Belanda. Juga dikatakan bahwa terdapat barisan besar dari arah Kedu yang dipimpin Raden Adipati Danoeningrat I. Akibat dari peristiwa ini pada tanggal 28 September 1825 Raden Adipati Danoeningrat I meninggal dalam pertempuran perang Jawa. Perang ini juga mengakibatkan seorang opsir Belanda bernama Hilmer terluka terkena peluru, termasuk serdadu Belanda tewas. Bupati Magelang Raden Tumenggung Danoeningrat I meninggal dan di makamkan di Kauman Payaman, sebelah utara Magelang.56

54 Dalam buku

Sejarah dan Silsilah Keluarga Besar Danoeningrat Bupati Kepatihan adalah

sebuah jabatan yang tidak sama dengan bupati pada umumnya namun bupati kepatihan adalah gelar pegawai pemerintahan yang ada di Kesultanan Yogyakarta.

55

Heather Sutherland, Notes on Java’s Regent Families. hlm. 5.

56

(46)

Sri Woelan Persudi menuliskan dalam bukunya, pada saat keadaan Magelang masih di bawah kekuasaan pemerintah Kolonial, pemerintah Kolonial selanjutnya mengangkat anak dari „Alwi bin Muhammad Bach Chaiban

(Danoeningrat I), atas pernikahannya dengan R. Ay. Kadar Tawang. Putra pertama dari „Alwi bin Muhammad Bach Chaiban bernama R. Hamdani yang memerintah pada tahun 1825-1862 dengan gelar Raden Tumenggung Danoeningrat II.57 R.A.A. Danoeningrat II menjabat sebagai bupati Magelang ke dua selama kurang lebih 37 tahun terhitung dari sejak 1825-1862. Beberapa tahun kemudian beliau merubah gelar Raden Tumenggung Danoeningrat II menjadi R.A.A (Raden Adipati Ario Danoeningrat II).58 Dalam beberapa sumber yang penulis dapatkan, bupati Danoeningrat II melakukakan pernikahan dengan salah satu putri sulung Raden Tumenggung Wiryodinegoro59, atas pernikahannya itu R.A.A. Danoeningrat II dikaruniai 20 anak60, salah satu putranya bernama Raden Said yang kemudian menjadi bupati Magelang.

57

Sri Woelan P.1999.Sejarah dan Silsilah Keluarga besar Danoeningrat. hlm. 8.

58 R.A.A adalah gelar tertinggi bagi seorang bupati yang menjabat sebagai pejabat pemerintah

waktu kolonial Belanda.

59 Beberapa sumber menyebutkan bahwa Danoeningrat II mempunyai beberapa istri, akan

tetapi penulis hanya mendapatkan bukti bahwa salah satu istri dari Danoeningrat II adalah putri sulung dari bupati Batang ke 3 Raden Tumenggung Wiryodinegoro.

60 Dari ke-20 keturunan itu adalah R. Ayu Danuprawiryo, R.Ay. Danuwikromo (asisten

(47)

Pada tahun 1862 R.A.A. Danoeningrat II mengajukan surat kepada Pemerintah Hindia Belanda yang mana isi dari surat tersebut adalah permohonan berhenti dari jabatannya karena faktor usianya yang sudah tua. Dari surat permohonan tersebut Pemerintah Hindia Belanda menyetujui permohonan yang diajukan oleh R.A.A. Danoeningrat II. Setelah selesai dari masa pengundurannya sebagai bupati Magelang, R.A.A. Danoeningrat II meninggal pada tahun 1867, jenazahnya di makamkan di samping makam Danoeningrat I yang ada di Payaman.61

Seperti yang telah diuraikan di atas, pemerintah Hindia Belanda selanjutnya mengangkat anak dari bupati Magelang yang ke 2 pada tahun 1862. Pengangkatan bupati Magelang berlanjut dengan diangkatnya Raden Said62 dengar gelar Raden Tumenggung Danukusumo. 63 Kemudian setelah Raden Tumenggung Danukusumo menjabat sebagai bupati Magelang gelar beliau dirubah menjadi Raden Adipati Danoeningrat III. Keberhasilannya Danoeningrat

61Silsilah dari keturunan Sayyid „Abd ar-Rahcman bisa dilihat dari buku

Sejarah dan Silsilah

Keturunan Danoeningrat. Sri Woelan P.1999.Sejarah dan Silsilah keluarga besar Danoeningrat. hlm.

8. menjadi bupati kelima, sedangkan Raden Hasan Danoeningrat menjadi bupati di Purworejo.

63 Pengangkatan gelar yang di berikan oleh bupati memiliki kesamaan dengan gelar-gelar para

(48)

III dalam pemerintahan adalah dibangunya kabupaten Magelang dan pembangunan jembatan dijalan raya antara Kota Magelang dan Purworejo.64

Perjalanan Danoeningrat III menjadi bupati Magelang relatif singkat dibandingkan dengan bupati sebelumnya, Danoeningrat III menjabat sebagai bupati Magelang selama 16 tahun. Catatan dalam buku Sejarah dan Silsilah Keluarga Besar Danoeningrat, Akhir dari jabatan bupati Danoeningrat III pada tahun 1878. Pada tahun yang sama itulah Danoeningrat III wafat dan kemudian jabatan bupati selanjutnya berlanjut ke putranya yang bernama Raden Ahmad.

Setelah Danoeningrat III wafat, pemerintah Hindia Belanda mengangkat Raden Ahmad pada tahun 1879 menjadi bupati Magelang. Dalam masa jabatanya sebagai bupati Raden Ahmad bergelar Raden Tumenggung Danoekusumo. Hal ini tidak sama dengan bupati sebelumnya yang menggunakan gelar Danoeningrat.65 Raden Tumenggung Danoekusumo kemudian memperoleh gelar yang ke dua kalinya. Gelar kedua ini Danoekusumo dapatkan sewaktu Danoekusumo masih memerintah sebagai bupati Magelang dengan gelar Raden Adipati Danoekusumo. Masa pemerintahan Danoekusumo sebagai bupati Magelang dari tahun 1879 sampai dengan 1907. 66

64 Sri Woelan P.1999.

Silsilah dan Sejarah keluarga besar Danoeningrat. hlm. 9.

65

Penulis tidak bisa menyebutkan mengapa jabatan bupati keempat tidak lagi menggunakan gelar Danoeningrat, hanya saja dalam catatan beberapa sumber peralihan jabatan bupati sampai dengan bupati kelima masih bernasab sampai Danoeningrat I.

66 Sri Woelan P.1999.

(49)

Jabatan bupati Magelang tidak selesai sampai pada bupati ke 4, pada awal tahun 1811 bupati Magelang di pimpin oleh dinasti Bach Chaiban sampai dengan kepemimpinan Danoekusumo hingga tahun 1907. Akhir dari Danoekusumo sebagai bupati Magelang ternyata di lanjutkan oleh adik dari Danoekusumo yang bernama Raden Muhammad. Dalam buku Sri Woelan, tanggal 6 Desember 1908 pemerintah Hindia Belanda mengangkat Raden Muhammad menjadi bupati Magelang kelima.67 Pengangkatan Raden Muhammad oleh pemerintah Hindia Belanda dianggap sudah luar biasa karena pada saat sebelum menjadi bupati, Raden Muhammad menjabat sebagai asisten Wedono tanpa melalui Wedono dan Patih.68

Beberapa catatan penulis temukan, bahwa pengangkatan bupati terakhir ini memang dipandang baik untuk melanjutkan. Beberapa tahun setelah pengangkatan oleh pemerintah Hindia Belanda Raden Muhammad menjadi bupati, gelar Raden Muhammad diganti oleh pemerintah Hindia Belanda menjadi Raden Adipati Ario Danoesuegondo tanpa melalui gelar Raden Adipati.69 Awal tahun 1908 hingga sampai tahun 1939 R.A.A. Danoesuegondo menjabat sebagai bupati, R.A.A. Danoesuegondo mendapatkan penghargaan dari beberapa pemerintah luar. Catatan Sri Woelan menyebutkan Danoesuegondo mendapatkan

67

Ibid, hlm. 10.

68 Wedono adalah pembantu atau pimpinan wilayah daerah tingkat II (Kabupaten). 69

(50)

gelar dari Kerajaan Thailand.70 Beberapa literatur menyebutkan bahwa R.A.A. Danoesuegondo juga terlibat dalam beberapa kegiatan politik, keagaman dan sosial. Dalam bidang politik R.A.A. Danoesuegondo pernah terlibat dalam Volksraad pengakuan ini tercantum dalam Majalah Commite Indie Weerbaar yang di adakan di Belanda.71

R.A.A. Danoesuegondo dalam masa jabatannya sebagai bupati Magelang kelima dari tahun 1908 sampai tahun 1939 terhitung cukup lama kurun waktu dari masa bupati yang sebelumnya, R.A.A. Danoesuegondo merupakan bupati terakhir dari keluarga besar Danoeningrat, karena R.A.A. Danoesuegondo digantikan oleh orang lain yang bukan dari anggota keluarga besar Danoeningrat. 72 Bupati R.A.A. Danoesuegondo memang tercatat dalam keberhasilannya membangun pemerintahan Magelang dan selalu mementingkan kepentingan rakyat.73

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam arus perjalanan bupati Magelang selama lima periode di pegang oleh dinasti yang masih mempunyai garis keturunan Arab.

Berikut daftar nama bupati Magelang sejak tahun 1810-1939:

70 Catatan tentang gelar yang diberikan oleh Kerajaan Thailand untuk R.A.A. Danoesuegondo

untuk sampai saat ini belum di dapatkan. Sri Woelan P.1999..Silsilah dan Sejarah keluarga besar

Danoeningrat. hlm, 10-11.

71 Remrev, Indie Weerbaar “Comite Indie Weerbaar”, (Nedherland: 1917). hlm. 3. 72 Sri Woelan P.1999.

Silsilah dan Sejarah keluarga besar Danoeningrat. hlm. 10.

73

(51)

1. Raden Alwi bin Sayyid Muhammad Bach Chaiban (R.A.A. Danoeningrat I)

2. Raden Handani bin Alwi Muhammad Bach Chaiban (R.A.A. Danoeningrat II)

3. Raden Said bin Hamdani Muhammad Bach Chaiban (R.A.A. Danoeningrat III)

4. Raden Ahmad bin Said Muhammad Bach Chaiban (R.A.A. Danoekoesoemo IV)

5. Raden Muhammad bin Said Muhammad Bach Chiaban (R.A.A. Danoesuegondo V).74

Dari daftar bupati di atas menunjukan bahwa Keluarga Danuningrat dipandang mampu karena keluarga ini merupakan keluarga yang fleksible dalam artian mudah menerima orang asing dan tidak menutup diri serta kemampuan dalam berbahasa. Selain itu, keluarga Danuningrat memiliki dualisme keturunan artinya keturunan dari Arab dan keturunan dari keluarga bangsawan di Jawa. Sehingga dipandang sangat cocok untuk seorang penguasa di Kabupaten yang baru itu.

74

(52)

BAB III

BIOGRAFI R.A.A.DANOESUEGONDO SANG BUPATI MAGELANG

A. Masa kecil Danoesuegondo

Raden Muhammad adalah nama kecil dari R.A.A Danoesuegondo, lahir di Magelang pada tanggal 21 Agustus 1876 dari pasangan Raden Said dan Raden Ayu Sumirah, bupati Magelang yang ketiga.75 Raden Muhammad kecil yang lahir dan dibesarkan dalam kultur priyayi76 di lingkungan Kabupaten Magelang. Raden Muhammad muda mempelajari sistem pemerintahan dan ilmu ketatanegaraan dari sang ayah. Sang ayah mengajarkan Raden Muhammad bagaimana menjalankan roda pemerintahan dan bagaimana cara bermasyarakat. Saat tumbuh dewasa Raden Muhammad mengawali karirnya dengan diangkat menjadi asisten Wedono sebelum diangkat sebagai bupati.77

Tidak ditemukan tahun berapa Raden Muhammad menikah hanya saja, Raden Muhammad mempunyai empat orang istri78 diantaranya satu dari istri padmi dan tiga orang selir. Menurut Koentjaraningrat padmi adalah istri yang dinikahi dengan segala upacara adat perkawinan meskipun sudah mempunyai

75

Data tentang catatan mengenai kelahiran Danoesuegondo samapi sekarang belum diketaui secara pasti hanya saja peneliti mendapatkan data pada nisan makam Danoesuegondo di kompleks pemakaman Payaman, pada nisan makam tersebut tercatat tanggal kelahiran serta wafat Danoesuegondo.

76

Dilihat dari silsilah keluarga R.A.A. Danoesuegondo termasuk golongan priyayi yang notabenya masih keturunan bagsawan Arab. Dinamakan golongan priyayi karena Danoeningrat I (Kakeknya) melakukan pernikahan dengan anak dari Danurejo I pada waktu itu.

77 Sri Woelan p. Sejarah dan silsilah keluarga besar Danoeningrat. hlm. 10.

78

(53)

beberapa orang selir. Jika dibandingkan dengan upacara perkawinan dengan istri pertama, pernikahan dengan seorang selir jarang dirayakan dengan sesuatu pesta yang meriah.79

Dari keempat istri diantaranya :

a) R. Ay. Sri Rejeki (Istri Padmi) b) Ny. Sutari/Fatimah (Selir), c) Ny. Suti (Selir),

d) Ny. Minah (Selir).

Walaupun Raden Muhammad mempunyai lebih dari satu istri, Raden Muhammad dalam waktu lama belum juga dikarunai keturunan. Kemudian Raden Muhammad mengangkat R. Ay. Sumiyati putri keenam dari Raden Purwokusumo dan Raden Waluyo putra dari bupati R.A.A. Hasan Danoeningrat. Dari putra R.A.A. Hasan Danoeningrat inilah Raden Muhammad memberikan nama Sugondo pada belakang namanya menjadi Raden Waluyo Sugondo.80 Seiring berjalannya waktu Raden Muhammad baru dikaruniai keturunan dari Ny. Sutari/Fatimah (selir) dengan nama Raden Aj. Sidah Sudariyah. Karena Raden Aj. Sidah Sudariyah sering kali mendrita sakit, kemudian Raden Muhammad menggantinya dengan nama Raden Saidah Sudariyah.81

Menurut cicit Raden Muhammad bernama Wulandari bahwa semasa Raden Muhammad belum menjabat sebagai bupati Magelang, beliau aktif melakukan

79 Koentjoroningrat.1984.

Kebudayaan Jawa.(Jakarta: Balai Pustaka). hlm. 265.

80

Sri Woelan p. 1999.Sejarah dan silsilah keluarga besar Danoeningrat. hlm. 11.

81

(54)

pengamatan terhadap isu yang ada di sekitar masyarakat baik itu isu politik, sosial dan agama.82 Dari ungkapan di atas kemungkinan bisa dilihat bahwa semangat Raden Muhammad terbukti pada saat umur ke 32 tahun diangkat menjadi bupati Magelang kelima pada tahun 1908 dengan gelar R.A.A. Danoesuegondo.83

Perjalanan hidupnya dirasa cukup gemilang pada saat pengangkatan menjadi bupati karena jika dilihat dari struktur pemerintahan pada masa kolonial Belanda, karesidenan dibagi menjadi beberapa kabupaten (regentschap). Kabupaten dikepalai seorang Bupati dan diwakili oleh seorang patih. Satu kabupaten dibagi menjadi beberapa kawedanan84 yang dikepalai oleh seorang wedono. Adapun satu kawedanan dibagi menjadi beberapa Asisten atau Onder Distrik (sekarang kecamatan) yang dikepalai oleh seorang asisten wedono (sekarang camat).85

Dari uraian di atas R.A.A. Danoesuegondo pada pengangkatan sebagai bupati Magelang menjadi sebuah peralihan yang bisa dikatakan istimewa karena R.A.A. Danoesuegondo tanpa melalui pangkat Wedono dan Patih bisa menduduki jabatan sebagai bupati.86

82 Wawancara dengan Ibu Wulandari cicit dari R.A.A. Danoesuegondo pada 20 Juli 2017

pukul 14:20.

83 Sri Woelan P.1999.

Sejarah dan silsilah keluarga besar Danoeningrat, hlm. 10.

84 Kawedanan adalah wilayah administrasi pemerintahan yang berada di bawah kabupaten

dan di atas kecamatan yang berlaku pada masa Hindia Belanda dan beberapa tahun setelah Indonesia merdeka yang dipakai di beberapa provinsi. http://id.m.wikipedia.org/wiki/ kawedanan. Diakses tanggal 26 Maret 2018 pada pukul 07:41.

85 Sri Woelan P.1999.

Sejarah dan silsilah keluarga besar Danoeningrat, hlm. 10.

86

(55)

B. Masa Pendidikan

Sejak lahir R.A.A Danoesoegondo hidup dan belajar di lingkup kabupaten. Dari kecil R.A.A Danoesoegondo sudah belajar tentang pemerintahan langsung dari ayahnya. Setiap hari melihat ayahnya menjalankan roda kepememimpinan kabupaten Magelang membuat R.A.A belajar banyak tentang ilmu-ilmu pemerintahan dan politik. Hal tersebut membuat R.A.A semakin tertarik untuk memperdalam ilmunya kepada kakaknya, Raden Ahmad bupati keemat kabupaten Magelang.

Dari sumber yang penulis dapatkan tidak ada yang menerangkan tentang riwayat pendidikan formal yang pernah di tempuh Raden Muhammad, tetapi jika dilihat dari masa hidupnya diperkirakan Raden Muhammad belajar di Hoofden school87. Hoofden School adalah sekolah pendidikan bagi calon pegawai bumi putera pada masa Hindia Belanda tahun 1850an. Setelah lulus mereka dipekerjakan dalam pemerintahan kolonial sebagai pamong praja. Hal tersebut tidak menutup kemungkinan jika Raden Muhammad pernah belajar di sekolah Hoofden School yang saat itu hanya ada di tiga wilayah saja yaitu Bandung, Probolinggo dan Magelang. Jika dilihat dari silsilah keluarganya, R.A.A Danoesoegondo memungkinkan jika pendidikannya berlanjut ke Hoofden School menginggat Raden Muhammad berasal dari keluarga bupati yang mempunyai kesempatan untuk menempuh pendidikan di sekolah tersebut.

87 Hoofden school kemudian bernama OSVIA (Opleiding School Voor Inlandsche

(56)

Setelah ayahnya wafat R.A.A Danoesoegondo belajar kepada seorang kyai besar dari Magelang yang bernama KH Sirad. Dengan KH Sirad R.A.A Danoesoegondo belajar ilmu agama. Menurut sumber yang peneliti dapatkan R.A.A Danoesoegondo selalu meminta KH Sirad untuk datang ke kediamannya. KH. Mastur juga menambahkan bahwa bupati Magelang juga selalu memperdalam pendidikan keagamaanya dengan KH. Sirad yang saat itu termasuk ulama terkemuka di daerah Magelang. Hampir satu minggu sekali R.A.A. Danoesuegondo melakukan belajar ngaji kepada KH. Sirad.88 Hal ini dikarenakan pada saat itu juga R.A.A. Danoesuegondo menjabat sebagai bupati Magelang yang tidak mempunyai cukup waktu untuk selalu melakukan aktivitas belajarnya. 89

C. Masa Menjabat Bupati Magelang

Berbicara keberhasilan R.A.A. Danoesuegondo, tentunya tidak lepas dari silsilah panjang jajaran adipati penguasa Kabupaten Magelang. Menurut catatan Peter Carey90 dijelaskan bahwa Kabupaten Magelang secara resmi dibentuk untuk memudahkan Raffles dalam melakukan perubahan politik dari sistem hegemoni oleh VOC kepada kultur culturestelsle (tanam paksa). Semenjak itu pula

88 KH Sirad merupakan ulama yang dikenal memiliki karomah. KH Sirad pernah belajar di

Mekkah bersama Kyai Dahlar pendiri Ponpes Watucongol Gunungpring Muntilan Magelang, dan KH

Hasyim Asy‟ari pimpinan Ponpes Tebuireng Jombang. Dari pelajaran yang diterima dari KH Sirad, R.A.A Danoesogondo telah menulis sebuah kitab Jawa yang berisi tentang tata cara memelihara ikan menurut hitungan Jawa.

89

Wawancara dengan KH. Mastur salah satu menantu KH Sirad pada tanggal 21 Maret 2018 pukul 15:45.

90 Peter Carey.2016.

Kuasa Ramalan, Pangeran Diponegoro dan akhir Tatanan Lama di Jawa

(57)

kepemimpinan kepenguasaan kabupaten Magelang diserahkan kepada keluarga Danoeningrat.

Pernyataan di atas juga tercatat dalam majalah Magelang Vooruit, bahwa Kabupaten Magelang secara turun temurun dalam lima periode dipimpin dan dikuasai oleh keluarga Danoeningrat. Bupati pertama Raden Alwi memerintah sejak tahun 1813 sampai 1825, kepemimpinan yang kedua dilanjutkan oleh putra dari Raden Alwi yaitu Raden Hamdani yang memerintah dari tahun 1826 hingga tahun 1862, penguasa yang ketiga yaitu Raden Said yang memerintah dari tahun 1862 sampai 1878, setelah Raden Said wafat kepemimpinan Kabupaten Magelang digantikan oleh putra sulungnya yang bernama Raden Ahmad dari tahun 1879-1907. Beberapa tahun kemudian setelah Raden Ahmad wafat, kepemimpinan dilanjutkan oleh adik Raden Ahmad yang bernama Raden Muhammad.91

Sistem kepemimpinan tersebut dalam teori monarki merupakan hal yang biasa, karena seorang penguasa untuk bisa mengamankan kekuasaanya dan mengangkat kesejahteraan keluarganya harus mengangkat pengganti dari putra atau kerabat terdekatnya.92

Setelah diangkat menjadi bupati pada tahun 1908 Raden Muhammad mendapat gelar kehormatan menjadi R.A.A. Danoesuegondo. Pengangkatan ini dipilih secara langsung oleh pemerintah Kolonial Belanda yang ada di

91 Majalah,

Magelang Vooruit. hlm. 2.

92 Riclefs.1991.

Sejarah Indonesia Modern, (Yogyakarta: Gadah Mada University Press),

(58)

Karesidenan Semarang, dengan jabatannya yang baru R..A.A. Danoesuegondo mulai melakukan terobosan-terobosan dan pembangunan-pembangunan di Magelang. Semasa pemerintahan R.A.A. Danoesuegondo kepemimpinannya di wilayah Magelang terbukti secara kongkrit dapat memberikan kemajuan yang sangat luar biasa di daerah Magelang.93

Selain dekat dengan masyarakat, R.A.A Danoesuegondo juga dikenal sebagai seorang pemimpin yang dekat dengan para Kyai dan ulama. R.A.A. Danoesuegondo dalam kiprah kepemimpinannya sebagai bupati Magelang mendapat dukungan dari para kyai terkemuka saat itu, diantaranya Kyai Sirad dan Kyai Dalhar. Selaras dengan apa yang dikatakan oleh Abdul Baqir Zein94 bahwa pada tahun 1930-an bupati magelang R.A.A. Danoesuegondo juga mempunyai hubungan erat dengan Kyai yang ada di sekitar wilayah Magelang. Beberapa kyai tersebut diantaranya KH. Sirad Payaman dan Kyai Dalhar Watucongol. R.A.A. Danoesuegondo dalam karir perjalanan hidupnya sebagai seorang pemimpin membawa peran besar bagi perkembangan Islam, politik, sosial dan lain sebagainya.

Disamping kedekatannya dengan para Kyai R.A.A. Danoesuegondo juga mempunyai hubungan spiritual dengan para Kyai. Oleh karena itu, R.A.A. Danoesuegondo juga menjalin relasi yang baik dalam hal keagamaan serta memperhatikan eksistensi para Kyai-Kyai yang ada di Magelang,

93 Sri Woelan P.1999.

Sejarah dan silsilah keluarga besar Danoeningrat, hlm. 10.

94

Referensi

Dokumen terkait