• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : TERBENTUKNYA WILAYAH ADMINISTRATIF KABUPATEN

B. Keluarga Danoeningrat dinasti Penguasa Magelang

Hubungan keturunan Arab dengan keluarga ningrat di Pulau Jawa menimbulkan pertanyaan, untuk memahami keadaan ini perlu diketahui bahwa orang Arab yang pertama datang di kepulauan Indonesia berasal dari Teluk Persia dan pantai Laut Merah. Hubungan antar kepulauan ini yang paling ramai adalah pada zaman Kerajaan Bani Abbas dengan ibu kota Baghdad (sekitar tahun 800- 1300 M). Jalur pada waktu itu adalah dari Teluk Persia, Cina, dan Indonesia. Baghdad adalah kota terbesar di dunia pada masa itu; pusat ilmu, kebudayaan, dan perdagangan dunia Islam. Para pedagang yang datang ke kepulauan Indonesia adalah penguasa besar dengan menggunakan kapal-kapal mereka untuk berdagang di pesisir utara pulau Jawa (Semarang). Faktor inilah yang menyebabkan mereka dengan mudah diterima di kalangan ningrat di Indonesia.

Perjalanan hijrah telah mengiringi sejarah manusia. Salah satunya orang hadramaut ke pulau Jawa yang kemudian menetap dan membuat sebuah perkumpulan di suatu tempat yang mereka datangi.41 Dalam hijrahnya orang Hadramaut ke pulau Jawa memiliki peranan yang sangat penting bagi penyebaran agama Islam maupun pembaharuan dalam bidang pemerintahan. Umumnya

41 Al-Habib Alwi bin Thahir al-Haddad.2001.

Sejarah Masuknya Islam di Timur Jawa,

orang-orang Hadramaut yang melakukan perpindahan, mereka tersebar di berbagai daerah di kepulauan Jawa.

Dalam buku Hamid Algadri Islam dan Keturunan Arab dalam pemberontakan melawan Belanda dikemukakan beberapa contoh asimilasi keluarga Arab yang berasal dari pantai Laut Merah dan Teluk Persia dengan masyarakat pribumi.42 Baaaginya keturunan Arab sudah berasimilasi dengan pribumi sejak berabad-abad. Ditambahkan pula bahwa banyak terjadi perkawinan antara wanita keluarga bupati, seperti di daerah Lasem dan Wiradesa43 dengan keturunan Arab.44 Seperti yang telah dikemukakan di atas, bahwa orang Arab masuk kekepulauan Indonesia melalui jalur perdagangan, hubungan itulah yang menyebabkan banyak kerajaan di pantai utara Jawa didirikan oleh orang keturunan Arab, dan mereka inilah yang memainkan peranan yang sangat penting dalam penyebaran agama Islam.45 Stamford Raffles menjelaskan dalam bukunya History of Java, kebanyakan orang Arab yang bermukim hingga sekarang merupakan perpaduan antara orang Arab dan penduduk asli, dan diantaranya adalah juga pemuka agama atau ulama. Pelabuhan utama tempat kedatangan

42 Hamid Algadri.1996.

Islam dan Keturunan Arab dalam pemberontakan melawan Belanda (

Bandung: Mizan). hlm. 56-57.

43 Daerah Lasem adalah daerah yang saat ini berada di wilayah Rembang sedangkan Wiradesa

adalah daerah yang berada di Pekalongan.

44

Ibid, hlm. 59.

45

mereka adalah di Gresik tempat ajaran Islam pertama kali masuk ke Jawa. Kebanyakan dari orang-orang Arab sudah bercampur dengan penduduk asli.46

Dalam hubungan yang telah diuraikan di atas, orang-orang Arab membaur di kalangan pribumi dalam melakukan misinya yang dilakukannya dalam berdagang dan menyebarkan agama Islam. Dalam tulisannya van den Berg mengemukakan tentang sejarah keluarga Bach Chaiban. Sayyid47 Abd ar- Rachman bin Muhammad Bach Chaiban datang dari Hadramaut pada abad XVIII ke Cirebon.48 Sayyid Abd ar-Rachman bin Muhammad Bach Chaiban kemudian melakukan perkawinan dengan Ratu Ayu Katiyah putri dari salah seorang sultan Cirebon yaitu Maulana Malik Hidayatullah (Sunan Gunung Jati).49 Tidak lama setelah menikah Sayyid Abd ar-Rahcman Bach Chaiban berpindah ke kota Surabaya untuk mengelola sebuah masjid di Surabaya. Bersama dengan Ratu Ayu Katiyah dan keluarganya, mereka kemudian hijrah ke desa Krapyak yang letaknya tidak jauh dari kota Pekalongan. Di Krapyak Sayyid Abd ar-Rahcman Muhammad Bach Chaiban mengelola sebuah pesantren.50

46 Thomas Stamford Raffles.2015.

History of Java Cet IV (Yogyakarta: Narasi). hlm. 74.

47 Golongan Sayyid adalah keturunan al-Husain, cucu Nabi Muhammad. Kata Sayyid (jamak:

Habaib).

48 Van den Berg.1989.

Hadramaut dan Koloni Arab di Nusantara,(Jakarta:INIS). hlm. 149.

49 Sri Woelan P.1999.

Sejarah dan Silsilah Keluarga Besar Danoeningrat, (Jakarta:Tanpa

penerbit). hlm. 4.

50

Pesantren yang di catatan dalam sumber buku tidak disebutkan nama, hanya saja dalam catatan tersebut Sayyid Abd-ar-Rahman Muhammad bin Bach Chaiban pernah mengelola sebuah pesantren di Krapyak Pekalongan.

Kiprah dari keluarga Sayyid Abd ar-Rahcman Muhammad Bach Chaiban juga tidak berhenti di desa Krapyak Pekalongan, terbukti keluarga Sayyid Abd ar- Rachman Muhammad Bach Chaiban sebagai ulama di Krapyak mengirim utusan dari salah satu keluarga untuk berlabuh ke Yogyakarta. Sayyid Ahmad putra dari Sayyid Muhammad Said bin Bach Chaiban inilah yang kemudian ditugaskan menjadi guru agama Islam di Keraton Yogyakarta. Setelah beberapa lama bertugas menjadi guru agama Islam di Keraton,51 Sayyid Ahmad bin Muhammad Bach Chaiban menikah dengan putri Raden Adipati Danurejo I yang silsilahnya sampai pada Brawijaya V, sedangkan Sayyid Ahmad silsilahnya sampai pada Sultan Cirebon hingga Nabi Muhammad.52

Pernikahannya dengan putri Raden Adipati Danurejo itu dikaruniai tiga putra, Putra sulung Hasyim, yang diberi gelar Raden Wongsorejo, putra yang kedua „Abd Allah, hanya menambahkan nama gelar di belakangnya serta putra ketiga Alwi.53 Dari ketiga putra Sayyid Ahmad inilah Alwi yang kemudian hari diangkat oleh pemerintah Kolonial Belanda untuk menjadi bupati Magelang yang sebelumnya menjabat sebagai bupati Kepatihan di Yogyakarta.

Heather Sutherland menguraikan dalam buku Notes on Java‟s Regent Families bahwa, sebelum diangkat menjadi bupati di Magelang, Alwi‟

51 Raden Adipati Danurejo adalah seorang pejabat administrator Kesultanan Yogyakarta. 52 Heather Sutherland,Notes on Java’s Regent Families, part II, hlm. 6-7.

53

(Danoeningrat I) sempat menjabat sebagai Bupati Kepatihan di Yogyakarta.54 Pada tahun 1813 Alwi‟ diangkat menjadi bupati Magelang oleh pemerintah Kolonial Inggris dengan gelar Danoekromo.55

Sebagai seorang pejabat pemerintah Raden Alwi Bin Muhammad Bach Chaiban (Danoeningrat I) terlibat dalam perang tahun 1825 antara Pangeran Diponegoro dengan pemerintah Hindia Belanda. Sesuai yang diuraikan dalam buku Kabupaten Magelang dari masa ke masa, bahwa pada saat perang Jawa hampir seluruh masyarakat Kedu merupakan pendukung Pangeran Diponegoro. Akan tetapi wilayah Kedu selatan yang dipimpin Danoeningrat I yang pada waktu itu wilayah Kedu berada di bawah kekuasaan Kolonial Belanda. Juga dikatakan bahwa terdapat barisan besar dari arah Kedu yang dipimpin Raden Adipati Danoeningrat I. Akibat dari peristiwa ini pada tanggal 28 September 1825 Raden Adipati Danoeningrat I meninggal dalam pertempuran perang Jawa. Perang ini juga mengakibatkan seorang opsir Belanda bernama Hilmer terluka terkena peluru, termasuk serdadu Belanda tewas. Bupati Magelang Raden Tumenggung Danoeningrat I meninggal dan di makamkan di Kauman Payaman, sebelah utara Magelang.56

54 Dalam buku

Sejarah dan Silsilah Keluarga Besar Danoeningrat Bupati Kepatihan adalah

sebuah jabatan yang tidak sama dengan bupati pada umumnya namun bupati kepatihan adalah gelar pegawai pemerintahan yang ada di Kesultanan Yogyakarta.

55

Heather Sutherland, Notes on Java’s Regent Families. hlm. 5.

56

Sri Woelan Persudi menuliskan dalam bukunya, pada saat keadaan Magelang masih di bawah kekuasaan pemerintah Kolonial, pemerintah Kolonial selanjutnya mengangkat anak dari „Alwi bin Muhammad Bach Chaiban (Danoeningrat I), atas pernikahannya dengan R. Ay. Kadar Tawang. Putra pertama dari „Alwi bin Muhammad Bach Chaiban bernama R. Hamdani yang memerintah pada tahun 1825-1862 dengan gelar Raden Tumenggung Danoeningrat II.57 R.A.A. Danoeningrat II menjabat sebagai bupati Magelang ke dua selama kurang lebih 37 tahun terhitung dari sejak 1825-1862. Beberapa tahun kemudian beliau merubah gelar Raden Tumenggung Danoeningrat II menjadi R.A.A (Raden Adipati Ario Danoeningrat II).58 Dalam beberapa sumber yang penulis dapatkan, bupati Danoeningrat II melakukakan pernikahan dengan salah satu putri sulung Raden Tumenggung Wiryodinegoro59, atas pernikahannya itu R.A.A. Danoeningrat II dikaruniai 20 anak60, salah satu putranya bernama Raden Said yang kemudian menjadi bupati Magelang.

57

Sri Woelan P.1999.Sejarah dan Silsilah Keluarga besar Danoeningrat. hlm. 8.

58 R.A.A adalah gelar tertinggi bagi seorang bupati yang menjabat sebagai pejabat pemerintah

waktu kolonial Belanda.

59 Beberapa sumber menyebutkan bahwa Danoeningrat II mempunyai beberapa istri, akan

tetapi penulis hanya mendapatkan bukti bahwa salah satu istri dari Danoeningrat II adalah putri sulung dari bupati Batang ke 3 Raden Tumenggung Wiryodinegoro.

60 Dari ke-20 keturunan itu adalah R. Ayu Danuprawiryo, R.Ay. Danuwikromo (asisten

residen Krasak), R. Said al. Raden Adipati Danoeningrat III (Bupati Magelang ketiga), R.Ay. Danuwinoto, R. Danuwiryo, R. Danutirto, R.Ay. Danuwijoyo, R.Ay. Danusentono, R.Ay. H.Ali, R.Ay. Danudikromo, R.Ay. Sareb Jen, R.Ay. Danuhadisuryo (istri asisten Wedono Secang), R.Ay. Danuwardoyo, R. Danuatmoko (asisten Wedono Banyumas), R. Danuwilogo (kolektor Karanganyar Kebumen), R. Danudikoro (Lurah Secang), R.Ay. R.T. Wongsodirejo (Istri Bupati Keraton Yogyakarta), R.Ay. Kustiah Sastroamijoyo (asisten Wedono Jetis Parakan), dan keturunan yang terakhir adalah Rr. Saliyatin.

Pada tahun 1862 R.A.A. Danoeningrat II mengajukan surat kepada Pemerintah Hindia Belanda yang mana isi dari surat tersebut adalah permohonan berhenti dari jabatannya karena faktor usianya yang sudah tua. Dari surat permohonan tersebut Pemerintah Hindia Belanda menyetujui permohonan yang diajukan oleh R.A.A. Danoeningrat II. Setelah selesai dari masa pengundurannya sebagai bupati Magelang, R.A.A. Danoeningrat II meninggal pada tahun 1867, jenazahnya di makamkan di samping makam Danoeningrat I yang ada di Payaman.61

Seperti yang telah diuraikan di atas, pemerintah Hindia Belanda selanjutnya mengangkat anak dari bupati Magelang yang ke 2 pada tahun 1862. Pengangkatan bupati Magelang berlanjut dengan diangkatnya Raden Said62 dengar gelar Raden Tumenggung Danukusumo. 63 Kemudian setelah Raden Tumenggung Danukusumo menjabat sebagai bupati Magelang gelar beliau dirubah menjadi Raden Adipati Danoeningrat III. Keberhasilannya Danoeningrat

61Silsilah dari keturunan Sayyid „Abd ar-Rahcman bisa dilihat dari buku

Sejarah dan Silsilah

Keturunan Danoeningrat. Sri Woelan P.1999.Sejarah dan Silsilah keluarga besar Danoeningrat. hlm.

8.

62 Raden Said (Danoeningrat III) mempunyai 5 orang istri. Dari 5 orang istri itulah Raden

Said memiliki 13 orang putra dan putri Masing-masing diantaranya : H. Raden Ali, Raden. Ay.Danudiprojo, Raden Ay. Danuutoyo, R. Purwokusumo, R. Ay. Cokrodiputro, R.A.A. Danoeningrat, Raden Ahmad, Raden Muhammad, Raden Yasir, R. Ay. Johari Joyodiputro, R. Ayu Juwaeriyah (Ibrahim Danusudirjo), R. Ay. Aliyah (R. Moh. Toyib), Raden Husen. Sementara putra Raden Said yang bernama Raden Ahmad menjadi bupati Magelang keempat dan Raden Muhammad menjadi bupati kelima, sedangkan Raden Hasan Danoeningrat menjadi bupati di Purworejo.

63 Pengangkatan gelar yang di berikan oleh bupati memiliki kesamaan dengan gelar-gelar para

bangsawan atau raja-raja Jawa, berbagai catatan penulis temukan dalam beberapa sumber, akan tetapi bukti yang menunjukan pengangkatan gelar, penulis tidak bisa menemukan.

III dalam pemerintahan adalah dibangunya kabupaten Magelang dan pembangunan jembatan dijalan raya antara Kota Magelang dan Purworejo.64

Perjalanan Danoeningrat III menjadi bupati Magelang relatif singkat dibandingkan dengan bupati sebelumnya, Danoeningrat III menjabat sebagai bupati Magelang selama 16 tahun. Catatan dalam buku Sejarah dan Silsilah Keluarga Besar Danoeningrat, Akhir dari jabatan bupati Danoeningrat III pada tahun 1878. Pada tahun yang sama itulah Danoeningrat III wafat dan kemudian jabatan bupati selanjutnya berlanjut ke putranya yang bernama Raden Ahmad.

Setelah Danoeningrat III wafat, pemerintah Hindia Belanda mengangkat Raden Ahmad pada tahun 1879 menjadi bupati Magelang. Dalam masa jabatanya sebagai bupati Raden Ahmad bergelar Raden Tumenggung Danoekusumo. Hal ini tidak sama dengan bupati sebelumnya yang menggunakan gelar Danoeningrat.65 Raden Tumenggung Danoekusumo kemudian memperoleh gelar yang ke dua kalinya. Gelar kedua ini Danoekusumo dapatkan sewaktu Danoekusumo masih memerintah sebagai bupati Magelang dengan gelar Raden Adipati Danoekusumo. Masa pemerintahan Danoekusumo sebagai bupati Magelang dari tahun 1879 sampai dengan 1907. 66

64 Sri Woelan P.1999.

Silsilah dan Sejarah keluarga besar Danoeningrat. hlm. 9.

65

Penulis tidak bisa menyebutkan mengapa jabatan bupati keempat tidak lagi menggunakan gelar Danoeningrat, hanya saja dalam catatan beberapa sumber peralihan jabatan bupati sampai dengan bupati kelima masih bernasab sampai Danoeningrat I.

66 Sri Woelan P.1999.

Jabatan bupati Magelang tidak selesai sampai pada bupati ke 4, pada awal tahun 1811 bupati Magelang di pimpin oleh dinasti Bach Chaiban sampai dengan kepemimpinan Danoekusumo hingga tahun 1907. Akhir dari Danoekusumo sebagai bupati Magelang ternyata di lanjutkan oleh adik dari Danoekusumo yang bernama Raden Muhammad. Dalam buku Sri Woelan, tanggal 6 Desember 1908 pemerintah Hindia Belanda mengangkat Raden Muhammad menjadi bupati Magelang kelima.67 Pengangkatan Raden Muhammad oleh pemerintah Hindia Belanda dianggap sudah luar biasa karena pada saat sebelum menjadi bupati, Raden Muhammad menjabat sebagai asisten Wedono tanpa melalui Wedono dan Patih.68

Beberapa catatan penulis temukan, bahwa pengangkatan bupati terakhir ini memang dipandang baik untuk melanjutkan. Beberapa tahun setelah pengangkatan oleh pemerintah Hindia Belanda Raden Muhammad menjadi bupati, gelar Raden Muhammad diganti oleh pemerintah Hindia Belanda menjadi Raden Adipati Ario Danoesuegondo tanpa melalui gelar Raden Adipati.69 Awal tahun 1908 hingga sampai tahun 1939 R.A.A. Danoesuegondo menjabat sebagai bupati, R.A.A. Danoesuegondo mendapatkan penghargaan dari beberapa pemerintah luar. Catatan Sri Woelan menyebutkan Danoesuegondo mendapatkan

67

Ibid, hlm. 10.

68 Wedono adalah pembantu atau pimpinan wilayah daerah tingkat II (Kabupaten). 69

gelar dari Kerajaan Thailand.70 Beberapa literatur menyebutkan bahwa R.A.A. Danoesuegondo juga terlibat dalam beberapa kegiatan politik, keagaman dan sosial. Dalam bidang politik R.A.A. Danoesuegondo pernah terlibat dalam Volksraad pengakuan ini tercantum dalam Majalah Commite Indie Weerbaar yang di adakan di Belanda.71

R.A.A. Danoesuegondo dalam masa jabatannya sebagai bupati Magelang kelima dari tahun 1908 sampai tahun 1939 terhitung cukup lama kurun waktu dari masa bupati yang sebelumnya, R.A.A. Danoesuegondo merupakan bupati terakhir dari keluarga besar Danoeningrat, karena R.A.A. Danoesuegondo digantikan oleh orang lain yang bukan dari anggota keluarga besar Danoeningrat. 72 Bupati R.A.A. Danoesuegondo memang tercatat dalam keberhasilannya membangun pemerintahan Magelang dan selalu mementingkan kepentingan rakyat.73

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam arus perjalanan bupati Magelang selama lima periode di pegang oleh dinasti yang masih mempunyai garis keturunan Arab.

Berikut daftar nama bupati Magelang sejak tahun 1810-1939:

70 Catatan tentang gelar yang diberikan oleh Kerajaan Thailand untuk R.A.A. Danoesuegondo

untuk sampai saat ini belum di dapatkan. Sri Woelan P.1999..Silsilah dan Sejarah keluarga besar

Danoeningrat. hlm, 10-11.

71 Remrev, Indie Weerbaar “Comite Indie Weerbaar”, (Nedherland: 1917). hlm. 3. 72 Sri Woelan P.1999.

Silsilah dan Sejarah keluarga besar Danoeningrat. hlm. 10.

73

1. Raden Alwi bin Sayyid Muhammad Bach Chaiban (R.A.A. Danoeningrat I)

2. Raden Handani bin Alwi Muhammad Bach Chaiban (R.A.A. Danoeningrat II)

3. Raden Said bin Hamdani Muhammad Bach Chaiban (R.A.A. Danoeningrat III)

4. Raden Ahmad bin Said Muhammad Bach Chaiban (R.A.A. Danoekoesoemo IV)

5. Raden Muhammad bin Said Muhammad Bach Chiaban (R.A.A. Danoesuegondo V).74

Dari daftar bupati di atas menunjukan bahwa Keluarga Danuningrat dipandang mampu karena keluarga ini merupakan keluarga yang fleksible dalam artian mudah menerima orang asing dan tidak menutup diri serta kemampuan dalam berbahasa. Selain itu, keluarga Danuningrat memiliki dualisme keturunan artinya keturunan dari Arab dan keturunan dari keluarga bangsawan di Jawa. Sehingga dipandang sangat cocok untuk seorang penguasa di Kabupaten yang baru itu.

74

Dokumen terkait