BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hasil Penelitian Terdahulu
Telah dilakukan penelitian uji aktivitas antibakteri daun beluntas terhadap bakteri propionibacterium acnes sebagai penyebab jerawat. Penelitian yang dilakukan oleh Rahmi dkk (2015) mengunakan konsep Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan lima perlakuan yang di ulang sebanyak 3 kali. Daun beluntas yang didapat dimaserasi dengan etanol 96% kemudian dengan konsentrasi 1%, 2%, 3%, 4%, dan 5% daun beluntas serta tetrasiklin sebagai kontrol positif dan aquadest sebagai kontrol negatif pada uji aktivitas antibakteri P.acne. Diameter zona hambat yang didapat pada konsentrasi 1% sebesar 9 mm, konsentrasi 2% sebesar 7,67 mm, konsentrasi 3% sebesar 8,67 mm, konsentrasi 4% sebesar 8,83% dan konsentrasi 5% sebesar 9 mm. Sedangkan konsentrasi kontrol positif sebesar 34 mm dan kontrol negatif sebesar 0 mm.
Dari penelitian diatas akan dilakukan pembuatan formulasi sediaan gel serta uji aktivitas nya terhadap bakteri penyebab jerawat yaitu: Propionibacterium acne, Staphylococus aureus, Staphylococus epidermidis.
Konsentrasi daun beluntas yang digunakan adalah 1%, 2% dan 3% yang dimaserasi dengan etanol 96%
B. Landasan Teori
1. Jerawat
Jerawat adalah adanya peradangan dari kelenjar unit polisebaseus
disertai dengan adanya sumbatan keratin pada kulit. Kelenjar unit
polisebaseus adalah tempat keluarnya rambut di kulit beserta kelenjarnya.
Sedangkan yang dimaksud keratin adalah lapisan paling luar dari kulit
ari.
Jerawat biasa disebut akne, yaitu kondisi abnormal kulit yang
gland) yang menyebabkan penyumbatan saluran folikel rambut dan
pori-pori kulit. Jerawat biasanya tumbuh di muka, dada (depan dan belakang)
dan atas lengan. Kulit memerah dan meradang terjadi jika adanya
kelenjar minyak dan pembentukan komedo. Komedo disebabkan adanya
penyumbatan pada saluran kelenjar minyak dan pembentukan komedo.
Komedo disebabkan adanya sumbatan pada pori-pori yang awalnya
berwarna putih pucat yang biasa disebut komedo tertutup. Apabila
sumbatan membesar, komedo menjadi kehitaman yang disebut komedo
terbuka sehingga terjadi interaksi dengan bakteri jerawat (Ayu, 2009).
a. Penyebab Jerawat
Menurut penelitian, ada beberapa faktor yang menyebabkan
jerawat secara umum antara lain :
1) Stres
2) Keturunan dari orang tua (genetik)
3) Aktivitas hormon
4) Adanya kelenjar minyak yang berlebihan
5) Bakteri di pori-pori kulit
6) Iritasi kulit (misalnya jerawat digaruk dengan tangan)
7) Berada dalam lingkungan dengan kadar Chlorine yang tinggi,
yang menyebabkan jerawat serius disebut Chloracne.
8) Adanya penyumbatan saluran pembuangan kelenjar minyak
pada kulit
9) Banyaknya produksi kelenjar minyak
10) Banyaknya bakteri P. acnes atau S. aureus pada saluran kelenjar
sebasea yang didukung dengan kurangnya kebersihan kulit, hal
ini bisa mengakibatkan infeksi/pembengkakan pada jerawat.
Jerawat timbul karena adanya penyumbatan saluran
pembuangan kelenjar minyak. Ini adalah penyebab utamanya.
Karena terjadi penyumbatan itulah kelenjar minyak tidak dapat
tersebut diikuti dengan adanya P. acnes atau S. aureus, maka terjadi
infeksi dan pembengkakan pada jerawat ( Ayu, 2009).
2. Tanaman Beluntas (Pluchea indica Less)
a. Sistematika tanaman
Kingdom : Plantae
Phylum : Magnoliaphyta
Class : Magnoliopsida Ordo : Asterales Family : Asteraceae
Genus : Pluchea Gambar 2.1 Tanaman Beluntas Species : Pluchea indica (L.) Less (Martina, 2012)
b. Deskripsi tanaman
Beluntas merupakan tanaman semak yang bercabang banyak, berusuk halus dan berbulu lembut. Umumnya ditanam sebagai tanaman pagar atau bahkan tumbuhan liar, tingginya bisa mencapai dua hingga tiga meter apabila tidak di pangkas. Beluntas dapat tumbuh di daerah kering pada tanah yang keras dan berbatu, di daerah dataran rendah hingga dataran tinggi pada ketinggian 1000 meter di atas permukaan laut, memerlukan cukup cahaya matahari atau sedikit naungan dan perbanyakannya dapatdilakukan dengan stek pada batang yang sudah cukup tua. Beluntas termasuk tanaman berakar tunggang, akarnya bercabang dan berwarna putih kotor. Batangnya berambut halus, berkayu, bulat, bercabang, pada tumbuhan yang masih muda berwarna ungu dan setelah tua berwarna putih kotor (Nurhalimah, 2015).
banyak bongkol pada terminal hemisferikal atau gundugan aksiler. Bunganya berbentuk tabung dengan panjang mahkota 3,5- 5 mm. Buahnya berbentuk silinder dengan panjang 1 mm dengan biji yang kecil berwarna coklat keputih – putihan (Radjani, 2013)
c. Kandungan Kimia Tanaman Beluntas
Kandungan kimia dalam daun beluntas adalah: Alkaloid, flavonoid, tannin, minyak atsiri, asam chlorogenik, natrium, kalium, aluminium, kalsium, magnesium dan fosfor. Sedangkan akar beluntas mengandung tannin dan flavonoid (Nurhalimah, 2015)
d. Khasiat Tanaman Beluntas
Daun beluntas berbau khas aromatik dan rasanya getir, banyak mengandung zat berkhasiat yang sering digunakan untuk menghilangkan bau badan, bau mulut, mengatasi kurang nafsu makan, mengatasi gangguan pencernaan pada anak, mengobati TBC kelenjar, menghilangkan nyeri pada rematik, nyeri tulang dan sakit pinggang, menurunkan demam, mengobati keputihan dan mengatasi haid yang tidak teratur (Martina, 2012).
3. Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat
larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut
cair. Simplisia yang diekstraksi mengandung senyawa aktif yang dapat
larut dan senyawa yang tidak dapat larut seperti serat, karbohidrat,
protein dan lain – lain (Meilisa, 2009).
Adapun metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut menurut
Meilisa (2009), terdiri dari:
a. Cara dingin 1) Maserasi
Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan
menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau
pengadukan pada temperature kamar. Remaserasi berarti
2) Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu
baru, yang umumnya dilakukan pada temperature ruangan.
Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahapan
maserasi antara tahap perkolasi sebenarnya
(penetasan/penampungan ekstrak), terus menerus sampai
diperoleh perkolat yang jumlahnya 1-5 kali jumlah bahan.
b. Cara panas 1) Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada
temperature pada titik didihnya, selama waktu tertentu dan
jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya
pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses
residu pertama sampai 3-5 kali hingga proses ekstraksi
sempurna.
2) Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi yang umumnya dilakukan
dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan
jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
3) Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (degan pengadukan
kontinu) pada temperature yang lebih tinggi dari temperature
kamar, secara umum dilakukan pada temperature 40-50oC.
4) Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada
temperature 96-98oC selama waktu 15-20 menit di penangas air,
dapat berupa bejana infuse tercelup dalam penangas air
4. Gel
Gel adalah sistem semipadat dimana fase cairnya dibentuk dalam
suatu matriks polimer tiga dimensi ( terdiri dari gom alam atau gom
sintetis) yang tingkat ikatan silang fisik atau kadang-kadang kimianya
tinggi. Polimer-polimer yang biasa digunakan untuk membuat gel - gel
farmasetika meliputi gom alam tragakan, pectin, karagen, agar asam
alginate, serta bahan-bahan sintetis dan semisintetis seperti metilselulosa,
hidroksietilselulosa, karboksimetilselulosa, dan carbopol (Yulianhar,
2009).
Gel adalah sistem dua komponen terbentuk setengah padat yang
banyak mengandung air. Pada gel yang bersifat polar (berasal dari
polimer alam atau sintetik) dalam konsentrasi rendah (< 10%)
membentuk matriks tiga dimensi pada keseluruhan massa hidrofilik.
Karena zat pembentuk gel tidak larut sempurna atau karena membentuk
agregat yang dapat membiaskan cahaya maka sistem ini dapat bersifat
jernih atau keruh. Polimer ini terdiri atas: gom alam, tragakan, karagen,
pektin agar, asam alginat; bahan semisintetik antara lain metil selulosa,
hidroksi etil selulosa, CMC; polimer sintetik antara lain carbopol
(Yulianhar, 2009).
a. Klasifikasi Gel
Klasifikasi gel didasarkan pada pertimbangan karakteristik
dari masing-masing kedua fase gel dikelompokkan pada gel organik
dan anorganik berdasarkan sifat fase koloidal. Gel organik dibagi
menjadi gom alam (seperti gom arab, karagen, dan gom xantan), dan
gom hasil sintesa (seperti hidroksipropil selulosa dan metil
hidroksipropil selulosa). Sifat pelarut akan menentukan apakah gel
merupakan hidrogel (dasar air) atau organogel (dengan pelarut bukan
air). Gel padat dengan konsentrasi pelarut rendah dikenal sebagai
“xero gel”, sering dihasilkan dengan cara penguapan pelarut,
b. Karakteristik
Zat pembentuk gel yang ideal untuk sediaan farmasi dan
kosmetik ialah inert, aman, dan tidak bereaksi dengan komponen
farmasi lain. Pemilihan bahan pembentuk gel dalam setiap formulasi
bertujuan membentuk sifat seperti padatan yang cukup baik selama
penyimpanan yang dengan mudah dapat dipecah bila diberikan daya
pada sistem. Misalnya, dengan pengocokan botol, memencet tube
atau selama aplikasi topical (Amalia, 2012).
c. Senyawa pembentuk gel
Sejumlah polimer digunakan dalam pembentukan struktur berbentuk jaringan (jala) yang merupakan bagian penting dari sistem gel. Termasuk dalam kelompok ini adalah: gom alam, turunan selulosa, dan karbomer.
1) Gom alam
Gom yang digunakan sebagai pembentuk gel dapat mencapai sasaran yang di inginkan dengan cara dispersi sederhana dalam air (misal tragakan) atau melalui cara interaksi kimia (misal Na.alginat dan kalsium). Secara keseluruhannya, keberadaan gel disebabkan karena ikatan sambung silang yang mengikat molekul polisakarida sesamanya, sedangkan sisanya tersolvasi. Beberapa gom alam yang digunakan sebagai pembentuk gel antara lain: alginat, karagen, tragakan, pektin, gom xantan, dan gelatin (Amalia, 2012).
2) Carbomer
3) Turunan selulosa
Turunan selulosa mudah terurai karena reaksi enzimatik dan karena itu harus terlindung dari kontak dengan enzim. Sterilisasi dari sistem dalam air atau penambahan pengawet merupakan cara yang lazim untuk mencegah penurunan viskositas yang disebabkan karena terjadi depolimerisasi akibat pengaruh enzim yang dihasilkan oleh mikroba. Turunan selulosa yang dapat digunakan untuk membentuk gel adalah metilselulosa, Na CMC, hidroksietilselulosa dan hidroksipropilselulosa (larut dalam cairan polar organik) (Amalia, 2012).
d. Bahan yang akan digunakan untuk membuat gel
1) Carbopol
Bahan pembentuk gel yang saat ini juga banyak digunakan dalam bidang farmasi dan kosmetik adalah polimer karboksivinil yaitu karbomer. Karbomer merupakan polimer sintetik dengan berat molekul tinggi dari asam akrilat yang disambung silang dengan alil sukrosa atau alil eter dari pentaeritriol. Contoh grade farmasetika dari karbomer adalah Carbopol®934. (Amalia, 2012).
diisopropanolamin 1,70g, natrium hidroksida 0,42g (Amalia, 2012).
2) Trietanolamin (TEA)
Trietanolamin dapat digunakan sebagai zat pembasa dan zat pengemulsi. Trietanolamin secara luas digunakan dalam sediaan topikal karena dapat membentuk emulsi. TEA juga digunakan pada pembentukan garam untuk sediaan injeksi dan preparat topikal analgesik (Amalia, 2012).
TEA adalah campuran trietanolamina, dietanolamina, dan monoetanolamina. Mengandung tidak kurang dari 99% dan tidak lebih dari 107,4% dihitung terhadap zat anhidrat sebagai TEA N(C2H4OH)3. Pemerian cairan kental, tidak berwarna hingga kuning pucat, bau lemah mirip amoniak, higroskopik. Kelarutan mudah larut dalam air dan dalam etanol, larut dalam kloroform. Fungsinya sebagai zat tambahan dan membantu stabilitas gel dengan basis carbopol (Amalia, 2012).
3) Metilparaben
Metilparaben mengandung tidak kurang dari 99,0 % dan tidak lebih dari 101,0 % C8H8O3. Digunakan sebagai zat tambahan, zat pengawet. Kelarutan: larut dalam 500 bagian air, dalam 20 bagian air mendidih, dalam 3,5 bagian etanol (95%) dan dalam 3 bagian aseton; mudah larut dalam eter dan dalam larutan alkali hidroksida; larut dalam 60 bagian gliserol panas dan dalam 40 bagian minyak lemak nabati panas, jika didinginkan larutan tetap jernih (Anonim, 1979: 378). Penggunaan metilparaben antara 0,02-0,3 % (Amalia, 2012). 4) Gliserin
larut dalam kloroform, dalam eter, dan dalam minyak lemak (Amalia, 2012).
5. Bakteri
Bakteri termasuk kedalam golongan prokariot, yang strukturnya
lebih sederhana dari eukariot. Ciri khas dari golongan prokariota
diantaranya: (1) tidak ada membran internal yang memisahkan nukleus
dari sitoplasma, (2) perkembangbiakan dengan cara pembelahan biner,
dan (3) dinding selnya mengandung mukopeptie, yang memberikan
kekakuan pada sel.(Azis, 2010).
a. Propionibacterium acnes
Propionibacterium acnes adalah organisme utama yang pada
umumnya memberi kontribusi terhadap terjadinya jerawat. Adapun
sistematika bakteri Propionibacterium acnes menurut Martina, M.
(2012) adalah sebagai berikut:
Divisi : Protophyta
Kelas : Schizomycetes
Bangsa : Eubacteriales
Suku : Propionibacteriaceae
Marga : Propionibacterium
Jenis : Propionibacterium acnes
Propionibacterium acnes adalah termasuk gram-positif
berbentuk batang, tidak berspora, tangkai anaerob ditemukan dalam
spesimen-spesimen klinis. Propionibacterium acnes pada umumnya
tumbuh sebagai anaerob obligat, bagaimanapun, beberapa
strain/jenis adalah aerotoleran, tetapi tetap menunjukkan
pertumbuhan lebih baik sebagai anaerob. Bakteri ini mempunyai
kemampuan untuk menghasilkan asam propionat, sebagaimana ia
b. Staphylococcus aureus
Kalsifikasi bakteri Staphylococcus aureus adalah:
Order : Eubacteriales
Family : Micrococcaceae
Genus : Staphylococcus
Spesies : Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang sering
ditemukan sebagai flora normal pada kulit dan selaput lendir
manusia. S.aureus merupakan salah satu dari bakteri Gram positif
berbentuk bulat. Hidup didalam saluran – saluran pengeluaran
lendirdari tubuh manusia dan hewan seperti hidung, mulut, dan
tenggorokan dan dapat dikeluarkan pada waktu batuk atau bersin.
S.aureus memiliki kemampuan untuk mensintesis lipase yang dapat
mengubah sebum trigliserid menjadi asam lemak bebas yang dapat
merangsang inflamasi. Bakteri ini dapat menyebabkan bermacam –
macam infeksi seperti pneumonia, meningitis, empiema,
endokartitis, jerawat, pioderma atau impetigo (Martina, 2012).
c. Staphylococcus epidermidis
Klasifikasi bakteri Staphylococcus epidermidis adalah:
Order : Eubacteriales
Family : Micrococcaceae
Genus : Staphylococcus
Spesies : Staphylococcus epidermidis
Staphylococcus epidermidis merupakan bakteri yang sering
ditemukan flora normal pada kulit dan selaput lendir manusia. S.
epidermidis merupakan salah satu bakteri Gram positif berbentuk
bulat, biasanya tersususn dalam rangkaian tak beraturan seperti
anggur dan bersifat anaerob fakultatif. Bakteri ini merupakan
penyebab infeksi kulit yang ringgan yang disertai abses. Bakteri ini
oleh lipase yang diduga berpengaruh terhadap perkembangan jerawat
(Martina, 2012).
C. Kerangka Konsep
Kerangka konseptual bisa dilihat pada gambar 2.2 dibawah ini:
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
Ekstrak daun beluntas memiliki zona hambat bakteri P.acne pada (Rahmi et al., 2015)
Dibuat Formulasi sediaan gel basis carbopol dengan konsentrasi ekstrak yang berbeda – beda.
Uji Aktivitas Antibakteri Daun Beluntas Terhadap Bakteri Penyebab Jerawat:
-Propionibacterium acnes
- Staphylococus aureus
-Staphylococus epidermidis
D. Hipotesis