• Tidak ada hasil yang ditemukan

Periwayatan hadis bi al ma'na dalam perspektif analisis framing Murray Edelman.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Periwayatan hadis bi al ma'na dalam perspektif analisis framing Murray Edelman."

Copied!
178
0
0

Teks penuh

(1)

PERIWAYATAN HADIS

BI AL-

MA‘NA<DALAM PERSPEKTIF ANALISIS

FRAMING

MURRAY EDELMAN

TESIS

DiajukanUntukMemenuhiSebagianSyarat

MemperolehGelar Magister Dalam Program StudiHadis

Oleh

Ahmad Rohmatullah NIMF18214213

PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika UIN Sunan Ampel Surabaya, yang bertanda tangan di bawah ini, saya:

Nama : Ahmad Rohmatullah

NIM : F18214213

Fakultas/Jurusan : Prodi Ilmu Hadis Pascasarjana

E-mail address : kijangemas83@gmail.com

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya, Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif atas karya ilmiah :

Skripsi Tesis Desertasi Lain-lain (………)

yang berjudul :

Periwayatan Hadis bi al-ma‘na>dalam Perspektif Analisis Framing Murray Edelman

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan Hak Bebas Royalti Non-Ekslus if ini Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya berhak menyimpan, mengalih-media/format-kan, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data (database), mendistribusikannya, dan menampilkan/mempublikasikannya di Internet atau media lain secara full text untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan atau penerbit yang bersangkutan.

Saya bersedia untuk menanggung secara pribadi, tanpa melibatkan pihak Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya, segala bentuk tuntutan hukum yang timbul atas pelanggaran Hak Cipta dalam karya ilmiah saya ini.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Surabaya, 15 Agustus 2017

Penulis

( Ahmad Rohmatullah )

KEMENTERIAN AGAMA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

PERPUSTAKAAN

(6)

ABSTRAK

PERIWAYATAN HADIS BI AL-MA‘NA< DALAM PERSPEKTIF ANALISIS FRAMING MURRAY EDELMAN

Fenomena periwayatan hadis bi al-ma‘na> menyebabkan terjadinya keragaman redaksi hadis. Dalam konsep analisis framing, ragam redaksi pemberitaan merupakan indikasi terjadinya proses framing (pembingkaian). Menurut Murray Edelman, framing merupakan akibat dari kategorisasi. Kategorisasi merupakan fungsi pikiran untuk memahami realitas yang partikular menjadi realitas yang terstruktur. Kategorisasi juga membantu untuk menyederhanakan realitas yang multidimensi menjadi satu dimensi. Berangkat dari latar belakang ini, maka rumusan pembahasan tesis ini adalah tentang penerapan analisis framing menurut Murray Edelman dalam meneliti kategorisasi periwayat dalam meriwayatkan hadis bi al-ma’na>. Selanjutnya penelitian akan dilanjutkan kepada penerapan analisis framing Murray Edelman terhadap ragam redaksi hadis riwayat bi al-ma’na>.

Penelitian tesis ini menggunakan metode penelitian kualitatif analitik. Adapun jenis penelitian tesis ini adalah penelitian pustaka (library research). Dari penelitian ini disimpulkan bahwa periwayat hadis menggunakan kategori framing dalam menyaksikan peristiwa Nabi Muhammad saw. Terjadinya kategori framing dalam periwayatan hadis bisa dibuktikan dengan adanya rubrikasi hadis oleh mukharrij dalam kitab kumpulan hadis. Selain itu, proses kategori framing yang berbeda oleh periwayat hadis bisa dibuktikan dengan adanya hadis riwa>yat bi al-ma‘na>. Semua ini merupakan indikasi yang menunjukkan bahwa periwayat hadis memiliki kategori framing yang berbeda dalam melihat sebuah peristiwa di sekitar Nabi.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman Dalam ... i

Pernyataan Keaslian ... ii

Persetujuan Pembimbing ... iii

Pengesahan Tim Penguji ... iv

Kata Pengantar ... v

Pedoman Transliterasi ... vii

Abstrak ... viii

Daftar Isi ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 7

C. Rumusan Masalah ... 9

D. Tujuan Penelitian ... 9

E. Kegunaan Penelitian ... 9

F. Kerangka Teoritik ... 10

G. Penelitian Terdahulu ... 15

H. Metode Penelitian ... 18

I. Sistematika Pembahasan ... 21

BAB II BIOGRAFI DAN PEMIKIRAN MURRAY EDELMAN A. Biografi Murray Edelman ... 23

1. Latar Belakang Pendidikan ... 25

2. Karya-karya Murray Edelman ... 26

B. Pemikiran Tentang Framing Murray Edelman ... 32

1. Kategori ... 33

2. Rubrikasi ... 38

3. Hubungan Kategorisasi dan Ideologi ... 40

BAB III PERIWAYATAN HADIS A. Normatifitas dan Historisitas Periwayatan Hadis ... 42

1. Normatifitas Periwayatan Hadis ... 42

2. Historisitas Periwayatan Hadis ... 63 B. Variasi Matan Hadis ... 161 1. Periwayatan Hadis Secara Lafal (bi al-lafz}i) ... 161 2. Periwayatan Hadis Secara Makna (bi al-ma‘na>) ... 120 BAB IV ANALISIS TENTANG KONSEP KATEGORI FRAMING MURRAY EDELMAN DALAM PERIWAYATAN HADIS A. Penerapan Konsep Kategori Framing Murray Edelman pada Periwayat Hadis ... 125 1. Kategori Framing Periwayat Hadis ... 132

2. Rubrikasi Periwayat Hadis ... 145

(8)

1. Hadis Tentang Salat Tanpa Membaca Fa>tihat al-Kita>b ... 152 2. Hadis Tentang Etika Mendatangi Salat Jama’ah ... 158

BAB V PENUTUP

(9)

BAB I

PERIWAYATAN HADIS BI AL-MA‘NA< DALAM PERSPEKTIF ANALISIS

FRAMING MURRAY EDELMAN

A. Latar Belakang Masalah

Secara faktual hadis merupakan baya>n (penjelasan) terhadap ayat-ayat

al-Qur’an yang masih mujmal (global), ‘a>m (umum) dan mut}laq (tanpa batasan).

Bahkan secara mandiri hadis dapat berfungsi sebagai penetap (muqarrir) suatu

hukum yang belum ditetapkan oleh al-Qur’an.1 Namun demikian, pada masa

al-Qur’an diwahyukan (‘as}ru al-wah}yi) tidak ada kebijakan resmi dari Nabi kepada

para sahabat untuk melakukan kodifikasi hadis demi tidak menganggu

pemeliharaan al-Qur’an.

Pada masa awal, hadis merupakan pengajaran Nabi (tarbiyya>t al-Nabi>)

kepada para sahabat yang memiliki tingkat ke-iman-an dan pengetahuan agama

berbeda. Adakalanya Nabi memerintahkan untuk mencatat hadis kepada sahabat

tertentu, dan adakalanya Nabi justru melarang mencatatnya. Demikian juga tidak

setiap hadis yang telah ditulis oleh beberapa sahabat telah dievaluasi di hadapan

Nabi. Selain itu hadis tidak selalu terjadi di hadapan banyak orang. Hal inilah

yang menjadi penyebab sebagian besar periwayatan hadis tidak mencapai derajat

mutawa>tir. Pada akhirnya sebagian besar riwayat hadis hanya menempati level

1 Hadis merupakan baya>n al-taqri>r, baya>n al-tafs}i>l, baya>n al-taqyi>d, baya>n al-takhs}i>s},

baya>n al-tashri>‘, dan baya>n al-nasakh daripada al-Qur’an. Hal demikian berdasar kepada

(10)

2

z}anni> al-thubu>t (kebenaran beritanya relatif).

Lebih dari itu, pada babak akhir sejarah masa sahabat dan memasuki era

ta>bi’i>n, ummat Islam memasuki babak sejarah kelam. Pada masa itu ummat Islam

terpecah dalam faksi-faksi politik. Hal ini terjadi setelah peristiwa pembunuhan

Khalifah Uthma>n ra. Sejak saat itu, sejarah peradaban Islam memasuki era fitnat

al-kubra>. Selanjutnya, peristiwa tahkim (arbitrase) antara pihak ‘Ali> bin Abi>

T{a>lib dengan Mu‘a>wiyah di Daumat al-Jandal (jalan utama antara Madinah dan

Damaskus) semakin memperlebar perpecahan di tubuh ummat Islam.2 Sejak masa

fitnat al-kubra> inilah banyak bermunculan hadis palsu. Setiap kelompok

menggunakan teks-teks agama dengan mengatas namakan Nabi demi

mendapatkan legitimasi dalam meraih kepentingan kelompoknya.3

Akibat terjadinya fitnat al-kubra> dan beberapa faktor eksternal lainnya

(seperti semakin berkurangnya para penghafal hadis dan wilayah kekuasaan Islam

yang semakin luas), maka pada tahun 100 H. Khalifah ‘Umar bin ‘Abdul ‘Azi>z

(Khalifah ke-3 dari Bani Umayyah), mengeluarkan kebijakan kodifikasi hadis.

Khalifah memerintahkah Gubernur Madinah, Abu> Bakr bin Muh}ammad bin ‘Amr

bin H{azm (w. 117 H.) untuk melakukan kodifikasi hadis Nabi. Khalifah juga

secara khusus menulis surat kepada seorang ahli, Abu> Bakr Muh}ammad bin

Muslim bin ‘Ubaidilla>h bin Shihab al-Zuhri> (w. 124 H.) untuk mengkodifikasikan

hadis Nabi dari para penghafal.

2 Sebagaimana dikutip Philip K. Hitti dalam History of the Arabs, terj. R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi, (Jakarta: Serambi 2005), 224-235.

(11)

3

Sejak dimaklumatkan kodifikasi hadis oleh Khalifah ‘Umar bin ‘Abdul

‘Azi>z secara resmi maka pembukuan hadis semakin massif. Para kodifikator

melakukan perlawatan ke berbagai penjuru kawasan Islam untuk mengumpulkan

warisan agung dari para penghafal hadis. Ratusan ribu hadis diriwayatkan,

dihafal, kemudian dibukukan.4 Bersama dengan proses perlawatan dan kodifikasi

hadis ini, seleksi hadis dilakukan para kodifikator untuk menghindari hadis palsu.

Dari proses seleksi hadis ini, maka terbentuklah persyaratan-persyaratan dan

kaidah untuk menseleksi riwayat hadis yang dapat diterima dan ditolak.

Persyaratan dan kaidah untuk menseleksi riwayat hadis tersebut

merupakan cikal bakal lahirnya ‘Ulu>m al-H{adi>th. Demikianlah setting history

periwayatan hadis di tengah pusaran intrik politik, menjadikan proyeksi Ulu>m

H{adi>th adalah untuk meneliti otentisitas hadis dari berbagai distorsi. Ulu>m

al-H{adi>th lahir dan berkembang demi meneliti dan menjaga otentisitas hadis Nabi

dari upaya pemalsuan. Bahkan orientasi demi menjaga otentisitas hadis Nabi dari

distorsi tersebut sangat mendominasi kritik hadis hingga saat ini.

Padahal untuk menjadikan hadis Nabi sebagai hujjah dalam Islam tidak

cukup dengan mengetahui otentisitasnya saja. Proses pemahaman terhadap hadis

Nabi merupakan tahapan kedua setelah otentisitasnya dapat dipertanggung

jawabkan. Hal ini penting dilakukan mengingat hadis Nabi berkaitan dengan

kondisi sosial-antropologis. Jika isi al-Qur’an lebih bersifat universal dan abadi—

tidak membicarakan hal-hal yang detil, maka lain halnya dengan hadis. Hadis

(12)

4

bersangkut paut dengan karakter lokal, partikular, dan temporal. Di samping itu,

dalam hadis juga terdapat berbagai hal yang bersifat khusus dan terperinci. Oleh

sebab itu, mengetahui makna hadis yang bersifat khusus dan umum, yang

sementara dan abadi, serta antara yang partikular dan yang universal merupakan

upaya untuk mendapatkan pemahaman hadis secara komprehensif.

Pemahaman terhadap hadis perlu memperhatikan aspek-aspek yang

terkait dengan diri Nabi, sahabat dan suasana yang melatarbelakangi lahirnya

sebuah hadis. Untuk itu, perlu kiranya memahami teori-teori berbagai disiplin

ilmu termasuk ilmu sosial seperti sosiologi, antropologi, psikologi maupun ilmu

sejarah demi membantu memahami hadis Nabi. Dan yang tidak bisa ditinggalkan

juga adalah pengetahuan tentang historisitas teks hadis dengan melihat

unsur-unsur yang sangat terkait dengan penciptaan teks. Dengan bantuan teori-teori

ilmu tersebut, maka akan diperoleh pemahaman hadis yang sesuai dengan

konteksnya.

Di lain pihak, terdapat fenomena periwayatan hadis bi al-ma‘na> (secara

makna).5 Demi memahami hadis secara utuh dan komprehensif, maka fenomena

keragaman redaksi hadis pada riwayat hadis bi al-ma‘na> merupakan hal yang

tidak bisa diacuhkan. Periwayatan hadis bi al-ma‘na> membutuhkan penelitian

lebih lanjut. Yakni meneliti berbagai pertimbangan, motivasi, dan konstruksi

sahabat berikut para periwayat hadis dalam merekam peristiwa Nabi selaku

5 Periwayatan hadis bi al-ma‘nā (semakna) diperbolehkan dengan syarat periwayat memahami maksud dan petunjuk hadis. Baca Muh}ammad bin Muh}ammad Abu> Shahbah, al-Wasi>t}

(13)

5

penjelas al-Qur’an, penetap hukum, dan uswah h}asanah (figur yang baik) bagi

umat Islam.6 Bisa jadi keragaman redaksi pada riwayat hadis bi al-ma‘na>

merupakan indikasi adanya perbedaan konstruksi sahabat dan periwayat hadis

dalam melihat realitas Nabi.

Banyaknya hadis yang sampai kepada kita, menunjukkan intensitas

sahabat dalam berinteraksi dengan Nabi sangat tinggi. Atau, bisa jadi motivasi

sahabat dalam merekam seluruh aktifitas Nabi sangat kuat. Para sahabat telah

meriwayatkan banyak informasi dari Nabi dalam segala urusan, baik yang berat

maupun yang ringan; bahkan seluruh segi kehidupan Nabi yang kadang-kadang

tidak mengandung unsur tashri>‘. Hal demikian merupakan bukti kecintaan dan

antusiasme para sahabat kepada Nabi. Seperti halnya yang diriwayatkan dari

sahabat ‘Umar r.a., bahwa beliau silih berganti dengan tetangganya untuk

singgah di sisi Nabi. Mereka membagi waktu untuk kepentingan hidup mereka

sehari-hari dan waktu untuk membuktikan antusiasme mereka terhadap ilmu dari

Nabi. Maka hasil interaksi salah seorang sahabat bersama Nabi kemudian

ditransmisikan kepada khalayak sahabat yang tidak hadir. 7

Sebelum proses pemberitaan dan transmisi, tentu dokumentasi peristiwa

Nabi dalam memori sahabat melalui proses rekonstruksi. Dalam proses

rekonstruksi inilah faktor individu sahabat mengambil peranan. Bisa jadi

6 Berkaitan dengan posisi Nabi selaku penjelas al-Qur’an dan suri teladan yang baik. Sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an QS: 16: 44, QS: 33: 21, QS: 8: 20, QS: 4: 69 dan 80, serta QS: 7: 157.

(14)

6

peristiwa Nabi yang sama diberitakan dalam redaksi, sudut pandang, bahkan sisi

yang berbeda. Wacana, pengetahuan, dan kondisi sosial-budaya menentukan arah

rekonstruksi peristiwa Nabi. Hal ini merupakan salah satu faktor yang

menyebabkan adanya riwayat hadis dengan beragam redaksi seperti yang kita

jumpai dalam berbagai kitab hadis.

Menurut ahli ilmu politik yang concern dalam penelitian simbol politik,

Murray Edelman, perbedaan konstruksi oleh individu merupakan perbedaan

individu dalam memilih kategori. Kategorisasi dalam pandangan Edelman

merupakan abstraksi dan fungsi dari pikiran. Kategorisasi membantu manusia

dalam memahami realitas yang beragam dan tidak beraturan menjadi realitas

yang mempunyai makna. Namun menurut Edelman kategorisasi bisa menjadi alat

untuk menyederhanakan realitas yang kompleks dan multidimensi, dengan cara

menekankan dimensi tertentu dan meninggalkan dimensi lainnya dari

pengamatan. Oleh karena itu Edelman mensejajarkan kategorisasi dengan proses

pembingkaian (framing).8

Pemikiran Edelman di atas menjadi fondasi berkembangnya sebuah pisau

analisis framing dalam meneliti berita. Analisis framing merupakan perangkat

analisis untuk mengetahui secara lebih radikal proses pembingkaian realitas

(peristiwa, aktor, wacana dan lain-lain) dalam pemberitaan. Menurut Eriyanto,

pembingkaian tersebut melalui proses konstruksi.9 Realitas sosial-politik

8 Murray Edelman, ‚Contestable Categories and Public Opinion‛, Political Communication, vol. 10, no. 03, (1993.), 232.

(15)

7

dipahami dan dikonstruksi dengan makna yang sesuai dengan kepentingan

(interest) tertentu. Analisis framing tidak lagi mempersalahkan validitas sebuah

berita, akan tetapi lebih memfokuskan kajiannya pada konstruksi individu

tentang sebuah peristiwa (level individual frame), konstruksi individu dalam

memberitakan sebuah peristiwa (level media frame), dan efek yang ditimbulkan

oleh proses framing (level audience frame).10

Karena objek kajian analisis framing mengenai pembawa berita, isi berita,

dan efek berita, maka perangkat analisis ini dapat digunakan untuk menganalisis

hadis (berita tentang dan dari Nabi). Hadis memiliki kesamaan dengan berita

media pada empat unsur, pertama hadis merupakan sebuah peristiwa (yang

disandarkan kepada Nabi). Kedua, sahabat merupakan pembawa berita yang

menyaksikan peristiwa yang disandarkan kepada Nabi. Ketiga, teks hadis

merupakan media untuk menginformasikan peristiwa di sekitar Nabi kepada

publik. Keempat, pemahaman hadis yang beragam merupakan efek dari

perbedaan konstruksi dalam periwayatan hadis.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Pembahasan periwayatan hadis dalam perspektif analisis framing

merupakan pembahasan yang sangat luas. Penerapan analisis framing (yang

berasal dari disiplin ilmu komunikasi massa modern) dalam Islamic studies,

terlebih terhadap periwayatan hadis merupakan sesuatu yang baru. Di lain pihak

periwayatan hadis telah berlangsung sejak masa awal Islam. Membahas

KiS, 2002), 10.

(16)

8

perjalanan sejarah hadis sejak masa periwayatan dengan lisan, tulisan, kemudian

termaktub dalam kitab, hingga membahas pemahaman dan pengamalan hadis di

masa kontemporer (living hadis) merupakan pembahasan yang sangat luas. Dari

historisitas hadis yang panjang ini kesemuanya dapat diteliti menggunakan

analisis framing. Adapun beberapa permasalahan yang mungkin untuk dibahas

adalah:

1. Penerapan analisis framing dalam kritik matan hadis.

2. Penerapan analisis framing dalam meneliti kitab Hadis, kitab Fiqih, kitab

Tas}awwuf, dan kitab lain yang memuat hadis.

3. Penerapan analisis framing dalam meneliti siaran televisi, majalah, rubrik

konsultasi agama yang memuat dan mencantumkan hadis.

4. Penerapan analisis framing dalam meneliti pemahaman dan pengamalan

masyarakat terhadap hadis.

Dari beberapa hasil identifikasi permasalahan yang mungkin untuk diteliti

tersebut, penulis memilih untuk membahas: Periwayatan Hadis bi al-Ma‘na>

dalam Perspektif Analisis Framing Murray Edelman. Pembahasan ini dipilih

mengingat terdapat banyak matan hadis beragam namun memiliki makna yang

sama, atau dikenal dengan hadis riwa>yat bi al-ma‘na>. Fenomena perbedaan matan

yang memiliki makna sama tersebut adalah indikasi dari perbedaan konstruksi

para periwayat hadis. Menurut Murray Edelman, perbedaan konstruksi oleh

individu merupakan perbedaan individu dalam memilih kategori atau frame.

(17)

9

framing Murray Edelman tentang kategori dalam meneliti konstruksi individu

(individual frame) terhadap sebuah peristiwa tentang dan dari Nabi. Sudah tentu

pembahasan tentang variasi matan hadis riwa>yat bi al-ma‘na> menjadi titik tolak

pembahasan. Karena variasi matan hadis riwa>yat bi al-ma‘na> merupakan indikasi

serta cara bercerita individu (individual frame) tentang sebuah peristiwa dari dan

tentang Nabi.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah di atas, maka perlu

dirumuskan beberapa masalah yang diajukan dalam bentuk pertanyaan berikut:

1. Bagaimana penerapan analisis framing Murray Edelman dalam meneliti

konstruksi, dan motivasi sahabat dalam merekam peristiwa Nabi?

2. Bagaimana penerapan analisis framing Murray Edelman dalam meneliti

ragam matan hadis yang diriwayatkan secara ma‘na>wi>?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan kegiatan penelitian periwayatan hadis dalam perspektif analisis

framing Murray Eddelman ini antara lain adalah:

1. Mendeskripsikan penerapan analisis framing Murray Edelman dalam meneliti

konstruksi, dan motivasi sahabat dalam merekam peristiwa tentang dan dari

Nabi.

2. Mendeskripsikan penerapan analisis framing Murray Edelman dalam meneliti

(18)

10

E. Kegunaan Penelitian

1. Secara teoritis ilmiah penelitian ini diharapkan mampu memberikan

sumbangan pemikiran bagi perkembangan studi hadis.

2. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada

masyarakat luas berupa pemahaman hadis secara lebih utuh dan

komprehensif.

F. Kerangka Teoritik

Sejarah perkembangan hadis terbagi menjadi tujuh periode sejarah;

pertama, dikenal dengan ‘as}ru al-wah}yi wa al-takwi>n, yaitu masa turunnya

wahyu al-Qur’an dan kelahiran hadis. Periode kedua disebut ‘as}ru at-tathabbut

wa al-iqla>l min al-riwa>yah, yaitu masa pembatasan atau pengetatan riwayat

hadis. Periode ketiga dikenal dengan ‘as}ru al-intisha>r al-riwa>yah ila> al-ams}a>r,

yaitu masa perluasan riwayat hadis ke berbagai penjuru kawasan Islam. Periode

keempat disebut ‘as}ru al-kita>bah wa al-tadwi>n, yaitu masa kodifikasi hadis.

Periode kelima disebut ‘as}ru al-tajri>d wa al-tas}h}}i>h} wa al-tanqi>h}, yaitu masa

penerimaan, pentashihan,dan penyempurnaan. Periode keenam disebut ‘as}ru

at-tahdhi>b wa at-tarti>b wa al-istidra>k wa al-jam‘i, yaitu masa pemeliharaan,

penertiban, penambahan, dan penghimpunan riwayat hadis. Periode ketujuh

disebut ‘as}ru al-sharh}i wa al-jam‘i wa al-takhri>j wa al-bah}th, yaitu masa

pen-sharah-an, penghimpunan, pen-takhrij-an, dan pembahasan.11

Dalam rentang sejarah panjang perkembangan hadis dari masa awal

(19)

11

hingga masa kontemporer, penerapan analisis framing untuk meneliti adanya

unsur pembingkaian (framing) dalam periwayatan hadis tentu menjadi

pembahasan yang sangat panjang. Oleh karena itu penulis membatasi lingkup

pembahasan pada masa periwayatan hadis secara normatif dan historis saja.

Secara normatif periwayatan hadis berarti memindahkan hadis dari seorang guru

kepada orang lain atau membukukannya dalam kitab hadis. Sedangkan

periwayatan hadis secara historis berarti terjadi sejak masa kelahiran hadis atau

‘as}ru al-wah}yi wa al-takwi>n hingga ‘as}ru al-kita>bah wa al-tadwi>n (masa

penulisan dan kodifikasi).

Analisis framing adalah metode analisis teks berita yang berkembang

dalam tradisi studi ilmu komunikasi. Analisis framing merupakan suatu tradisi

dalam ranah studi komunikasi yang mencoba membuka diri terhadap pendekatan

multidisipliner dalam menganalisis teks berita. Analisis framing dipengaruhi

secara epistemologis oleh paradigma konstruksionis dalam ilmu sosiologi dan

teori schemata dalam ilmu psikologi. Dengan menggunakan analisis framing

maka sebuah berita dapat dijelaskan berdasarkan konteks sosiologis dan atau

politis, dan atau budaya yang melingkupinya.12

Menurut paradigma konstruksionis, realitas di luar individu tidak

terbentuk secara alamiah, akan tetapi realitas hadir dari proses konstruksi.

Paradigma konstruksionis menganggap realitas di luar individu adalah produk

yang dialektis, dan memiliki wajah ganda atau plural. Dalam perspektif

(20)

12

konstruksi sosial yang dibangun oleh Peter L. Berger, kenyataan bukanlah

realitas tunggal yang bersifat statis dan final, melainkan bersifat plural, dinamis,

dan dialektis. Manusia terus terbuka untuk proses dialektika dengan realitas.13

Dengan pemahaman seperti ini, maka setiap individu bisa memiliki konstruksi

yang berbeda atas realitas yang dialaminya. Konstruksi atas realitas oleh setiap

individu dipengaruhi oleh pengalaman, latar belakang pendidikan, lingkungan

sosial, prejudice, nilai-nilai, prasangka, dan prinsip hidup.

Secara klasifikatif pengertian framing didefinisikan dalam dua level,

yakni level individual dan level kultural. Pada level individual, pengertian

framing berangkat dari asumsi bahwa setiap individu selalu bertindak dan

mengambil keputusan secara sadar, rasional, dan dengan tujuan yang jelas. Setiap

orang selalu menyertakan pengalaman, wawasan sosial, dan kecenderungan

psikologis dalam menginterpretasikan pesan yang diterimanya. Pengalaman dan

pengetahuan individu pada akhirnya mengkristal membentuk bagan atau schema

of interpretation. Schema individu inilah yang memberi kemampuan kepada

individu sehingga menjadi entitas yang aktif dalam menerima, memetakan,

mengidentifikasi, dan memberi label pada peristiwa atau informasi yang

diterima. Schema individu inilah yang dimaksud sebagai framing dalam level

individual.14

Sedangkan pada level kultural, framing dapat dimaknai sebagai batasan

13 Lihat dalam Margaret M. Poloma, Sosiologi Kontemporer, (Jakarta: CV. Rajawali, 1984), 308-310. Lihat juga, M. Najib Azca, Hegomoni Tentara, (Yogyakarta: :LkiS, 1994), 16-17.

(21)

13

wacana dan elemen konstitutif yang tersebar dalam konstruksi wacana. Dalam

hal ini framing memberi petunjuk elemen isu mana yang relevan untuk

diwacanakan, problem apa yang membutuhkan tindakan politis, solusi apa yang

pantas diambil, serta pihak mana yang legitimate untuk memberi komentar

terhadap wacana yang terbentuk. Dengan demikian, framing dapat disimpulkan

sebagai cara bercerita (story line) yang menghadirkan konstrukni makna atas

peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan objek suatu wacana. Wacana hadir

dengan menggunakan seperangkat package interpretive yang mengandung

konstruksi makna tentang objek wacana. Package merupakan gugusan organisasi

ide-ide yang memberi petunjuk tentang isu yang dibicarakan dan peristiwa mana

yang relevan dengan suatu wacana. 15

Menurut Murray Edelman, realitas yang kita ketahui tergantung pada

bingkai (framing) dan penafsiran yang kita gunakan. Realitas yang sama bisa

menghasilkan pemahaman yang berbeda ketika realitas tersebut dibingkai dengan

frame dan konstruksi yang berbeda.16 Dengan demikian, framing merupakan

proses penggunaan perspektif tertentu, yang diejawantahkan dengan

menggunakan tehnik pemilihan kata dalam pemberitaan yang menandakan

bagaimana fakta atau realitas dipahami.

Murray Edelman mensejajarkan framing dengan kategorisasi.

Kategorisasi merupakan abstraksi dan fungsi dari pikiran yang membantu

manusia dalam memahami realitas yang beragam dan tidak beraturan menjadi

15 Agus Sudibyo, Tinjauan Teoritis Framing, 121.

(22)

14

realitas yang mempunyai makna. kategori bisa menjadi alat untuk

menyederhanakan realitas yang komplek dan multidimensi, dengan menekankan

pada satu sisi atau dimensi tertentu dan meninggalkan dimensi lainnya dari

pengamatan. Karena itu, dalam proses pemberitaan, kategori menjadi alat

bagaimana realitas dipahami dan hadir dalam benak khalayak. Dengan kategori

tertentu makna dapat berubah bahkan terjadi secara radikal. Perubahan makna

tersebut bukan ditentukan oleh perubahan realitas atau peristiwa, melainkan

perubahan dari abstraksi pikiran yang menentukan bagaimana realitas hendak

dipahami.17

Dengan demikian, kategori secara otomatis akan melakukan

pembingkaian (framing) terhadap sebuah peristiwa. Framing terjadi pada psoses

pemilihan peristiwa, yakni menentukan peristiwa yang diberitakan dan tidak

diberitakan. Pembingkaian selanjutnya terjadi pada proses penulisan berita, yakni

dengan mengklasifikasikan jenis berita yang menentukan penempatan berita pada

posisi tertentu dalam rubrikasi, menentukan narasumber untuk diwawancarai,

dan mengilustrasikan dengan gambar pendukung. Menurut analisis framing,

semua unsur tersebut bukan hanya bagian dari tehnik jurnalistik, akan tetapi

menggambarkan bahwa realitas tersebut telah diseleksi dalam makna tertentu

dan dikonstruksi untuk kepentingan tertentu.18

Proses framing dalam pemberitaan akan memberi pengaruh tehadap

pendapat publik. Framing berkaitan dengan bagaimana realitas dilihat dan

(23)

15

dengan cara apa realitas tersebut dilihat. Melihat peristiwa dengan realitas

tertentu, secara tidak langsung memberikan pembenaran dan legitimasi pada sisi

tertentu dari peristiwa atau aktor tertentu yang terlibat dalam peristiwa.

Demikian sebaliknya, framing juga menentukan siapa yang didelegitimasi dan

karena tindakan seperti apa ia disalahkan. Karenanya framing pada berita

memiliki posisi strategis dalam menunjukkan dan mengarahkan pendapat dan

opini publik.19

Dalam penelitian ini, konsep analisis framing Murray Edelman tentang

kategori akan dikontekstualisasikan dalam tema periwayatan hadis riwa>yat bi

al-ma‘na>. Dengan demikian analisis framing akan dijadikan sebagai pisau analisa

dalam mengkaji tema variasi matan hadis (riwa>yat bi al-ma‘na>). Hadis riwa>yat bi

al-ma‘na> bisa jadi disebabkan oleh perbedaan konstruksi sahabat dalam merekam

peristiwa Nabi. Dalam konsep analisis framing, variasi matan hadis merupakan

cara individu sahabat dan periwayat dalam memberitakan realitas di sekitar Nabi.

Konstruksi individu dalam memberitakan realitas dipengaruhi oleh konsep

kategori yang integral dalam pemberitaan.

Kontekstualisasi analisis framing Murray Edelman yang selanjutnya

adalah pada tema konstruksi (kategori) sahabat atau periwayat atas peristiwa

Nabi. Dalam hal ini analisis framing Murray Edelman memiliki kontekstualisasi

pembahasan kategori individu dalam mengkaji keterlibatan sahabat atau

periwayat dalam melihat, menseleksi sekian banyak peristiwa yang terjadi di

(24)

16

sekitar Nabi, untuk selanjutnya mempublikasikannya kepada khalayak.

G. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu dengan menggunakan analisis framing dalam objek

kajian komunikasi massa telah banyak dilakukan. Berikut juga telah banyak

karya tulis skripsi maupun thesis yang menggunakan analisis framing sebagai

pisau analisis untuk meneliti berita—media cetak maupun elektronik. Berkaitan

dengan penelitian dalam Islamic studies, kebanyakan analisis framing masih

digunakan untuk meneliti berita yang berkaitan dengan tema ke-Islam-an saja.

Penulis hanya menemukan satu buah skripsi yang menggunakan analisis framing

dalam studi hadis. Penulis juga belum menemukan penerapan analisis framing

dalam meneliti kitab hadis, kitab Tarikh, kitab Tafsir dan kitab lainnya. Hasil

penelitian tersebut antara lain:

1. Skripsi berjudul: Studi Hadis dalam Pendekatan Analisis Framing, karya

Ahmad Rohmatullah.20

Skripsi ini merupakan wacana awal dari thesis yang penulis teliti.

Dalam skripsi ini Analisis framing diterapkan dalam studi hadis. Studi hadis

dalam penelitian skripsi ini menjadi objek formal, sedangkan materi hadis

menjadi objek material dalam penelitian. Dalam skripsi ini ditemukan

kesimpulan bahwa analisis framing dapat diterapkan dalam tiga materi studi

hadis, yakni periwayat hadis, matan hadis, dan tema living hadis. Analisis

framing memiliki kontekstualisasi dalam meneliti self schema sahabat dalam

(25)

17

melihat, menseleksi, kemudian mempublikasikan hadis. Analisis framing juga

dapat diterapkan dalam meneliti variasi matan hadis yang diriwayatkan bi

al-ma‘na>. Serta kontekstualisasi efek framing dalam tema living hadis.

2. Skripsi berjudul: Analisis Framing Kasus Poligami Abdullah Gymnastiar di

Media Kompas dan Republika, karya Marliana Ngatmin.21

Dalam skripsi ini ditemukan kesimpulan bahwa media Kompas

menggunakan framing dalam memberitakan poligami Abdullah Gymnastiar

sebagai masalah sosial Islam. Framing media Kompas mengarahkan

pembacaan publik kepada gagasan bahwa poligami yang dilakukan Abdullah

Gymnastiar selaku figur publik tidak patut untuk dicontoh.

Sedangkan media Republika membingkai poligami Abdullah

Gymnastiar sebagai masalah hukum Islam. Republika menggunakan sudut

pandang hukum Islam dalam memberitakan poligami Abdullah Gymnastiar.

Dalam hukum Islam Poligami diperbolehkan dengan persyaratan melalui

proses dan ketentuan yang berlaku dalam hukum Islam. Dan poligami yang

dilakukan oleh Abdullah Gymnastiar telah melengkapi proses dan ketetapan

yang diatur dalam hukum Islam.

3. Buku berjudul Hadis dan Politik: Relevansi Perkembangan Politik Dengan

Periwayatan Hadis karya Idri.22

Buku ini mendeskripsikan tentang periwayatan hadis pada masa

21 Marliana Ngatmin, Analisis Framing Kasus Poligami Abdullah Gymnastiar di Media Kompas dan Republika, (skripsi UIN Sunan Kalijaga: 2008)

(26)

18

perkembangan politik Islam di masa awal; Periwayatan hadis sejak masa

Nabi, masa sahabat, masa dinasti Umayyah, dan dinasti Abbasiyah. Dalam

buku ini, deskripsi situasi politik Islam pasca era fitnah sedikit banyak

memiliki pengaruh dalam proses periwayatan hadis. Beberapa hadis

diselewengkan demi kepentingan politik. Namun pada era konflik tersebut

tidak membuat surut proses perlawatan hadis oleh para kodifikator hadis,

berikut juga jumhur Ulama’ hadis justru mampu membangun persyaratan dan

kaedah dalam menerima hadis. Demikianlah persyaratan dan

kaedah-kaedah yang ditetapkan oleh para muhaddith tersebut mampu mengeleminir

fenomena pemalsuan hadis. Terakhir buku ini mengimbuhi dengan dua hadis

tentang politik, berikut kritik danpembahasan atas keduanya.

H. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Adapun jenis penelitian thesis ini adalah penelitian pustaka (library

research). Dengan pengertian menjadikan pustaka sebagai sumber data utama

(primer) dalam melakukan penelitian.23 Dengan demikian, materi

pembahasan didasarkan pada buku, ensiklopedia, majalah dan artikel dalam

jurnal dan surat kabar yang membahas tentang analisis framing, berikut

materi periwayatan hadis sebagai objek yang dikaji.

2. Data dan Sumber Data

Data penelitian dalam thesis ini terbagi dalam dua jenis data, yaitu

(27)

19

data primer dan data sekunder. Adapun data primer yang akan dibahas dalam

penelitian tesis ini adalah data yang mendeskripsikan tentang periwayatan

hadis bi al-ma‘na>, dan data yang membahas tentang analisis framing menurut

Murray Edelman. Sedangkan data sekunder dalam penelitian tesis ini adalah

data yang mendeskripsikan tentang sejarah periwayatan hadis, biografi

Murray Edelman, dan data lain yang berhubungan secara tidak langsung

dengan tema penelitian tesis ini.

Data penelitian dalam thesis ini bersumber dari dua sumber: sumber

data primer dan sumber data sekunder.24 Yang menjadi sumber data primer

dalam penelitian ini adalah dokumen hadis dalam Kutub al-Sittah. Sumber

data primer selanjutnya adalah literatur sejarah periwayatan hadis dalam

al-Sunnah Qabla al-Tadwi>n karya ‘Ajja>j al-Khat}i>b. Juga dalam T{abaqa>t

al-Kubra> karya Abu> ‘Abdulla>h Muh}ammad bin Isma>‘i>l al-Bukha>ri>, al-Is}a>bah fi>

Tamyi>z al-S{ah}a>bah karya Abu> al-Fad}l Ah}mad ibn ‘Ali> ibn H{ajr al-‘Athqalla>ni>

merupakan sumber data primer untuk menemukan gambaran sejarah

periwayat hadis di masa awal.

Sumber data primer selanjutnya adalah literatur yang mengulas

tentang pemikiran Murray Edelman tentang analisis framing, seperti

‚Contestable Categories and Public Opinion‛, dalam jurnal Political

Communication, vol. 10, no. 03, (1993.), The Symbolic Uses of Politics

(1964), Politics as Symbolic Action: Mass Arousal and Quiescence (1971),

(28)

20

Political Language: Words that Succeed and Policies that Fail (1977),

Constructing the Political Spectacle (1988), From Art to Politics: How

Artistic Creation Shape Political Conceptions (1996), dan The Politics

Misinformation (2001).

Sementara data sekunder adalah buku, jurnal, ensiklopedia, majalah,

maupun surat kabar yang menguraikan tentang sejarah periwayatan hadis,

dan tentang biografi berikut pandangan dan pemikiran Murray Edelman

tentang kategori framing.

3. Tehnik Pengumpulan Data

Tehnik pengumpulan data dalam penelitian thesis ini adalah dengan

tehnik dokumentasi. Tehnik pengumpulan data dokumentasi adalah jenis

pengumpulan data dari dokumen berupa catatan peristiwa yang sudah berlalu,

dokumen berupa karya-karya monumental seseorang, berikut catatan sejarah,

biografi, kebijakan, dan peraturan. Selain itu studi dokumen merupakan

tehnik pengumpulan data dengan meneliti berbagai macam dokumen yang

berguna untuk bahan analisis.25

4. Tehnik Analisis Data

Analisis data dalam menyusun thesis ini bersifat deskriptif-analitik.26

Deskriptif yakni data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan

angka-angka. Analitik artinya penyimpulannya dilakukan secukupnya

25 Margono S., Metode Penelitian Pendidikan KOmponen MKDK, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2007), 187.

26 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya,

(29)

21

sehingga dapat dimanfaatkan untuk memperkirakan karakteristik suatu

keutuhan yang kongkrit, namun bukan keutuhan itu sendiri.

Dalam menganalisis data pada penelitian ini penulis juga

menggunakan tehnik analisis isi. Tehnik analisis isi merupakan suatu analisis

mendalam yang dapat menggunakan tehnik kuantitatif maupun kualitatif

terhadap pesan-pesan, dengan menggunakan metode ilmiah dan tidak terbatas

pada jenis-jenis variable yang dapat diukur atau konteks tempat pesan-pesan

diciptakan atau disajikan.27

I. Sistematika Pembahasan

Penulisan penelitian Periwayatan Hadis bi al-Ma‘na> dalam Perspektif

Analisis Framing Murray Edelman dibagi dalam beberapa bab antara lain : Bab

pertama pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, pokok masalah,

tujuan dan kegunaan, telaah pustaka, kerangka teoritik, metode penelitian, dan

sistematika pembahasan. Hal ini dilakukan untuk mengarahkan para pembaca

kepada substansi pembahasan.

Bab dua membahas pemikiran Murray Edelman tentang konsep kategori

dalam framing berita. Dalam bab ini juga akan dikenalkan biografi Edelman

sebagai seorang ahli dalam bidang komunikasi politik yang banyak menulis

tentang bahasa dan simbol politik dalam komunikasi. Tujuan pembahasan dalam

bab ini adalah mendeskripsikan pemikiran Edelman sebagai ahli komunikasi,

berikut kontribusinya dalam membangun fondasi analisis framing.

(30)

22

Bab tiga mendeskripsikan tentang variasi matan hadis riwayat bi

al-ma‘na>. Tentunya semua hadis yang dicantumkan dalam penelitian ini memiliki

kedudukan yang sahih. Berikut juga deskripsi tentang para periwayat hadis yang

terlibat dalam meriwayatkan hadis tersebut. Tujuan pembahasan dalam bab ini

adalah mengeksplorasi data-data yang akan diteliti dengan menggunakan konsep

framing menurut Murray Edelman.

Kemudian dilanjutkan dalam bab empat yang membahas aplikasi konsep

kategori framing menurut Murray Edelman dalam mengkaji kategori dalam

konstruksi dan schema sahabat dan periwayat dalam melihat peristiwa Nabi.

Pembahasan dalam bab ini bertujuan untuk membuktikan bahwa variasi matan

hadis riwayat bi al-ma‘na> merupakan hasil dari perbedaan kategori dalam

konstruksi dan schema sahabat dan periwayat terhadap peristiwa Nabi. Variasi

matan hadis riwayat bi al-ma‘na> adalah sebuah cara sahabat dan periwayat dalam

memberitakan sebuah realitas di sekitar Nabi (story telling).

Dan terakhir adalah bab lima, penutup berisi kesimpulan dan saran.

Dalam bab ini penulis menyimpulkan uraian-uraian yang telah dipaparkan dalam

penelitian. Pada tahap selanjutnya, penulis mencoba menyusun saran-saran yang

(31)

BAB II

BIOGRAFI DAN PEMIKIRAN MURRAY EDELMAN

A. Biografi Murray Edelman

Murray Jacob Edelman adalah seorang ilmuwan politik asal Amerika

yang dikenal karena penelitiannya tentang politik simbol dan psikologi politik. Ia

dilahirkan di Nanticoke, Pennsylvania, United States of America, pada 5

November 1919. Bersama seorang istri yang bernama Bacia Stepner, ia

dikaruniai 3 anak perempuan. Anak pertama Lauren Edelmen, tinggal di

Berkeley, California. Anak kedua Judith Edelman, tinggal di Green, Kfarsava,

Israel. Serta anak ketiga bernama Sarah E. Coyne, tinggal di Madisson. Dari

putri-putrinya tersebut lahir lima orang cucu.1

Setelah menerima gelar akademik pertamanya sebagai seorang sarjana

ilmu sosial dari Bucknell University pada tahun 1941, berbagai gelar kesarjanaan

selanjutnya seperti program Doctoral dan Ph.D. ia tempuh. Kemudian ia

curahkan hidupnya untuk berkarir dalam dunia pengetahuan. Ketertarikannya

kepada ilmu politik menghasilkan banyak temuan penelitian dan karya ilmiah.

Demikian pula berbagai penghargaan ia raih, di antaranya Fulbright Awards dan

Fellowships dari John Simon Guggenheim Memorial Foundation dan National

Endowment for the Humaniora. Selain itu Edelmen memangku banyak jabatan

(32)

24

akademik.2 Pemikirannya tentang politik simbol yang tertuang dalam belasan

karyanya menjadi inspirasi dan kontribusi nyata bagi dunia ilmu politik.

Edelman pensiun dari karir akademiknya pada tahun 1990. Sekalipun ia

pensiun, namun ia tetap melakukan kegiatan-kegiatan penelitian dan penulisan

buku tentang poltik. Ia masih menulis buku ‚From Art to Politics: How Artistic

Creation Shape Political Conceptions‛ yang diselesaikan pada tahun 1996. Karya

terakhir adalah ‚The Politics Misinformation yang selesai menjelang akhir

hayatnya oleh putrinya, seorang sosiolog Lauren Edelman. Akhirnya pada

tanggal 26 Januari 2001, ia mengehembuskan nafas terakhir setelah kurang lebih

25 tahun dokternya memvonis ia memiliki penyakit jantung.3

Murray Edelman meninggalkan warisan sebelas buku dan banyak artikel

yang memuat ide tentang gagasan dan pemikirannya. Bahkan artikelnya dalam

sebuah jurnal politik telah menginspirasi dikembangkannya analisis framing yang

akan digunakan sebagai pisau anlisis dalam penelitian ini. Kesemuanya

merupakan kontribusi kongkrit Edelman dalam dunia ilmiah. Yang lebih penting

lagi adalah warisan hidupnya, yakni para siswanya, kolega dan orang-orang yang

belajar darinya, dimana pekerjaan mereka terus bergantung pada pengajaran dan

gagasan Edelman.4

2 Paul Lewis, ‚Murray Edelman. 81, Professor And Pioneer In Political Science‛, dalam https://mobile.nytimes.com/2001/02/03/nyregion/murray-edelman-81-proffesor-and-pioneer-in-political-science.html, 1, (25 juni 2017).

3 Memorial Committee, "Memorial Resolution of the Faculty, 1.

(33)

25

1. Latar Belakang Pendidikan Murray Edelman

Murray Edelman melangsungkan studinya untuk mendapat gelar

sarjana ilmu sosial di Bucknell University, dan pada tahun 1941 gelar sarjana

ilmu sosial mampu ia raih. Kemudian ia melanjutkan studi masternya dalam

bidang sejarah di University of Chicago, dan mendapatkan gelar master pada

tahun 1942. Tidak selesai di situ, Murray Edelman melanjutkan studinya ke

program doctoral. Akhirnya ia mendapatkan gelar Ph.D. dalam Ilmu Politik

dari University of Illinois pada tahun 1948. Setelah itu ia tetap bergabung

dengan fakultas Universitas Illinois, sampai bergabung dengan fakultas

Universitas Wisconsin - Madison pada tahun 1966.5

Murray Edelman mulai mengasah gagasan dan pemikirannya dengan

melakukan penelitian tentang \kebijakan publik, terutama yang berkenaan

dengan hubungan manajemen buruh. Namun tidak lama kemudian Edelman

segera beralih kepada pembahasan yang menarik baginya, yaitu tentang

politik simbol dan aspek subjektif politik dan kekuasaan. Untuk memenuhi

ketertarikannya terhadap pembahasan politik simbol ini, Edelman

menghabiskan waktunya selama lebih dari empat puluh tahun untuk

mengurai gagasan politik simbol. Selama itu kontribusi Murray Edelman

sangat besar dalam perkembangan ilmu politik. Kontribusi pemikirannya

yang termaktub dalam belasan buku dan banyak artikel menjadi rujukan

(34)

26

banyak orang dalam mengeksplorasi berbagai aspek dari masalah politik

simbol.6

Selama karir akademiknya, Edelman banyak menerima penghargaan,

Termasuk sebagai profesor kehormatan dan profesor tamu di Amerika, di

Austria, serta Italia. Selain itu Edelman juga mendapat penghargaan dari

Fulbright Awards, mendapatkan beasiswa dari Yayasan Gug Genheim dan

National Endowment for the Humanities, serta banyak gelar kehormatan

lainnya. Pada tahun 1971 Edelman dianugerahi ‚kursi‛ Rumah Universitas,

yang ia peruntukkan untuk sebuah nama George Herbert Mead, seorang filsuf

besar dan teoretikus sosial psikologis yang mengilhami sebagian besar

karyanya tentang politik simbol. Kemudian pada tahun 1984 ia diangkat

sebagai seorang Profesor Riset Senior WARF. Dan pada pada tahun 1990 dia

pensiun.7

2. Karya-karya Murray Edelman

Di antara bukunya yang terkenal adalah The Siymbolic Uses of

Politics. (Diterbitkan University of Illionis press, 1964). Dan buku berjudul

Politics as Symbolic Action: Mass Arousal and Quiescence (1971). Dalam

buku karyanya tersebut, dan dalam karya lainnya, Edelman menuangkan

konsep yang menjadi pioner teori postmodern atau teori dekonstruksi dalam

bidang sastra dan budaya, dengan penekanan terhadap interpretasi subyektif,

(35)

27

pendekatannya serupa dengan ilmu politik postmodern.8

a) The Siymbolic Uses of Politics (1964)

Buku yang diterbitkan pertama kali oleh University of Illionis

press, pada 1964 ini merupakan pembuka wacana terhadap gagasan

disiplinnya. Meskipun karya ini klasik, namun ia tetap menjadi referensi

wajib bagi siapa saja yang tertarik pada politik simbol. Setelah karya

pertamanya ini, banyak orang lain yang tertarik untuk mengeksplorasi

berbagai aspek dari masalah politik simbol ini.9

Dalam buku ini, Edelman menerangkan bahwa pemilihan simbol,

tujuan, dan politik terungkap dalam analisis terhadap institusi politik dan

manusia sebagai insan politik. Berbeda dengan studi konvensional

tentang politik yang berhubungan dengan bagaimana orang mendapatkan

barang yang mereka inginkan melalui pemerintahan, buku ini

berkonsentrasi pada bagaimana politik mampu mempengaruhi apa yang

mereka inginkan, apa yang mereka takuti, dan apa yang mereka anggap

mungkin. Dalam meneliti politik sebagai bentuk simbolis, Edelman

memandang manusia dan politik sebagai kesatuan refleksi satu sama

lain.10

b) Politics as Symbolic Action: Mass Arousal and Quiescence (1971)

8 Lewis, ‚Murray Edelman. 81, 1.

(36)

28

Buku ini dan buku yang terbit sebelumnya merupakan dua karya

Edelman yang sangat penting. Fokus buku ini adalah tentang aksi massa

politik dan opini publik di negara-negara demokrasi. Buku ini

berhubungan dengan dinamika perkembangan ancaman politik yang

terkait dengan perilaku politik. Buku ini membahas kondisi di mana

dinamika yang terkait dengan perilaku politik adalah penyebab awal dari

gejolak politik, kekerasan, dan ketenangan. Dalam buku ini Edelman

mengkaji pengaruh aktivitas pemerintah terhadap kepercayaan dan

persepsi orang, serta bagaimana kognisi non-empiris menjadi basis

perubahan yang resisten. Dalam buku ini Edelman juga meneliti

bagaimana fenomena individu dan fenomena kelompok menjadi terkait

melalui pembentukan simbol dan mitos.

Selain itu, buku ini membahas tentang emosi sebagai katalisator

dari ritual politik dan kekerasan politik, sebagaimana disimpulkan dari

teori peran Theodore Sarbin. Penggunaan metafora, bentuk bahasa, dan

ketegangan massa semuanya bisa menjadi proses sosial-psikologis dan

politik yang dapat menyebabkan suatu gairah politik atau sebaliknya

menyebabkan sebuah ketenangan. Buku ini juga menjelaskan tentang

gangguan kekerasan. Utamanya kekerasan terjadi dalam pola yang

mencerminkan organisasi, disorganisasi, dan hal kepemimpinan. Melalui

(37)

29

politik dapat berubah dan persepsi fenomenologis kelompok masyarakat

tertentu dapat mengidentifikasi perilaku politik dengan sistematis.11

c) Political Language: Words that Succeed and Policies that Fail (1977)

Dalam buku ini Edelman membahas tentang ketidaksetaraan yang

terjadi dalam sebagian populasi masyarakat semakin banyak dan kronis.

Buku ini membahas tentang terjadinya kemiskinan dan ketidaksetaraan

dalam masyarakat demokratis seperti Amerika Serikat lebih besar. Buku

ini mengulas masalah kronis dan berbagai kepercayaan yang ditemukan di

masyarakat Amerika, dan juga mencatat tentang persepsi umum terhadap

perbedaan kualitas hidup masyarakat, yang mencakup kekuatan politik

dan otonomi. Buku tersebut kemudian mendefinisikan persepsi

‘penonton’ politik dan menjelaskan generasi asumsi linguistik (menerima

begitu saja), rekonstruksi fakta linguistik (cover-up), dan segmentasi

linguistik politik (berbeda dari dunia biasa). Buku ini kemudian

mengarahkan kepada bahasa penyelidikan, wewenang, partisipasi, dan

perlawanan dengan melakukan penyelidikan dan eksperimen bebas atau

kesetiaan politik.12

11https://books.google.co.id/books?id=dXLBQAAQBAJ&dq=Politics+as+Symbolic+Act ion:+Mass+Arousal+and+Quiescence&hl=id&source=gbs_navlinks_s (20 Juni 2017).

(38)

30

d) Constructing the Political Spectacle (1988)

Interpretasi konvensional menganggap bahwa dengan adanya

berita politik pada saat ini, maka warga negara dapat melindungi dan

mempromosikan kepentingan mereka sendiri dan kepentingan publik

secara lebih efektif. Namun dalam buku ini Murray Edelman menentang

interpretasi politik konvensional tersebut, yang menganggap bahwa kita

hidup di dunia fakta dan orang bereaksi rasional terhadap fakta yang

mereka ketahui. Dengan demikian, Edelman mengeksplorasi secara rinci

cara-cara di mana aspek dominan dari suatu adegan politik adalah

interpretasi yang secara sistematis mendukung ketidaksetaraan, serta

interpretasi yang sudah menyiratkan ideologi politik yang dominan.13

e) From Art to Politics: How Artistic Creation Shape Political Conceptions

(1996)

Dari karya-karya sebelumnya, Edelman dikenal sebagai ahli ilmu

politik yang concern terhadap pengaruh kuat suatu tanda, perspektif, serta

simbol budaya terhadap perilaku politik dan institusi politik. Dalam buku

ini, Edelman melanjutkan pencariannya untuk memahami pengaruh

persepsi terhadap proses politik dengan beralih kepada peran seni. Dia

berpendapat bahwa gagasan, bahasa, dan tindakan politik dapat

digambarkan berdasarkan gambar dan narasi yang kita ambil dari

(39)

31

literatur, lukisan, film, televisi, dan genre lainnya. Edelman percaya

bahwa seni memberi kita model, skenario, narasi, dan gambar yang kita

gunakan untuk memahami peristiwa politik, dan ia mengeksplorasi

berbagai cara seni dapat membentuk persepsi dan tindakan politik untuk

mempromosikan dan menghambat keragaman dan demokrasi.14

f) The Politics Misinformation (2001)

Buku yang ditulis menjelang Edelman meninggal ini merupakan

suatu bentuk investigasi terhadap kekuatan sosial dan ekonomi yang

menghasilkan bahasa politik publik berdasarkan pada citra, samar-samar,

dan menyesatkan, bahkan mengindikasikan kecenderungan tidak

demokratis. Akibatnya, wacana demokrasi publik cenderung populis,

emosional, dan cenderung menekankan gambaran kemajuan daripada

ketidaksetaraan struktural dalam formulasi masalah publik mereka.

Singkatnya, definisi dan solusi sebuah masalah tidak mampu

menghadirkan pemahaman yang benar dan tidak mampu meraih

partisipasi publik dalam politik demokrasi.15

Selain karya-karya di atas, banyak karya Edelman yang lain termasuk

The Licensing of Radio Services in United States, 1927-1947. The Politics of

Wage-Price Decisions, 1946-1963: A Four-Country Analysis, yang ditulis

bersama Robben W. Fleming, juga Political Language and Political Reality

14https://books.google.co.id/books?id=4lcthzR5SNgC&dq=From+art+to+politics:+how+ artistic+creation+shape+political+conceptions&hl=id&source=gbs_navlinks_s, (25 juni 2017).

(40)

32

(1985). Masing-masing karya ini menunjukkan pengamatannya yang akurat,

dan menunjukkan perhatiannya yang besar pada bahasa, serta minat

intelektualnya yang luas.16

B. Pemikiran Murray Edelman tentang Framing

Pada tahun 1960-an hingga 1970-an Murray Edelman merintis sebuah

pendekatan baru tentang ilmu politik. Dengan mengatakan bahwa kepentingan

sebenarnya dari tindakan institusi politik seringkali sangat berbeda dengan apa

yang tampak. Edelman percaya bahwa perkembangan politik publik berlangsung

dalam ruang simbol dan makna yang hanya dapat diketahui dengan penelitian

yang cermat. Selanjutnya Edelman menyatakan bahwa fakta selalu tersirat dalam

suatu bangunan teori dan butuh penafsiran. Sebagai contoh ia memandang bahwa

nilai simbolis dari pemilihan umum merupakan tolak ukur dari kemampuan

politisi untuk meyakinkan pemilih bahwa mereka sebenarnya memiliki pilihan,

padahal kenyataannya tidak seperti itu. Serupa dengan hal itu Edelman

memandang bahwa mekanisme pengadilan yang rumit hanyalah sebagai alat

untuk menegaskan otoritas hakim itu sendiri.17

Menurut Edelman pemerintah berusaha untuk menghapuskan ketidak

adilan hanya untuk mengalihkan fokus masyarakat selagi pemerintah membentuk

birokrasi yang berfungsi untuk mempertahankan masalah daripada

menyelesaikannya. Dan ketika pemerintah berbicara soal ‚krisis‛, mereka hanya

16 http://www.press.uillinois.edu/books/catalog/72shy2en9780252012020.html, (25 juni 2017).

(41)

33

ingin membuka ruang untuk melakukan tindakan-tindakan di luar kebiasaan,

karena mereka merasa berhak untuk melakukannya demi menyelesaikan masalah

luar biasa yang mana masyarakat umum tidak akan bisa memahaminya.18

Adapun pemikiran Edelman tentang framing tertuang dalam tulisannya di

jurnal Political Communication vol. 10, no. 3, yang terbit di England pada tahun

1993. Judul tulisan Edelman yang menginspirasi berkembangnya analisis framing

adalah ‚Contestable Categories and Public Oppinion‛. Dalam tulisan tersebut,

Edelman mencurahkan pemikirannya tentang peranan media dalam komunikasi

politik. Menurut Edelman realitas dipahami dalam bahasa politik tertentu dan

dihadirkan untuk mempengaruhi pemahaman publik atas realitas. Politisi

menggunakan sarana media, dengan menggunakan kata dan kategori tertentu

untuk menarik dukungan publik serta untuk mempengaruhi pendapat umum.

Dengan demikian, pemakaian kata dan kategori tertentu merupakan kreasi dari

para politisi untuk mempengaruhi konsepsi atau persepsi publik.19 Lebih lengkap

tentang gagasan framing Edelman adalah sebagai berikut:

1. Kategori

Kategorisasi merupakan tindakan pikiran berupa penggunaan

perspektif tertentu untuk memahami sebuah realitas. Proses kategorisasi

meniscayakan pemakaian kata-kata tertentu yang dengannya realitas akan

dipahami. Kategorisasi dalam pandangan Edelman, merupakan abstraksi dan

18 Ibid, 1.

(42)

34

fungsi dari pikiran. Berbagai peristiwa, orang, maupun kelompok diberi

makna dalam sebuah kerangka atau skema. Dengan kerangka tersebut

seorang individu meletakkan setiap kejadian, peristiwa, orang, maupun

kelompok dalam alur cerita yang terstruktur dan runtut. Tanpa kerangka itu

maka peristiwa akan tampak kacau, membingungkan, dan tidak bermakna,

dan berbagai peristiwa akan terlihat berdiri sendiri tidak saling berhubungan.

Kategori membantu manusia memahami realitas yang beragam dan tidak

beraturan tersebut menjadi realitas yang mempunyai makna.20

Namun demikian, kategori bisa berarti proses simplifikasi terhadap

sebuah peristiwa. Dengan fungsi pikiran individu menggunakan skema agar

realitas yang kompleks menjadi saling terhubung dan sederhana, serta bisa

dipahami. Realitas yang kompleks dan multidimensi akan disederhanakan

menjadi realitas yang terstruktur dan satu dimensi. Maka tidak heran jika

Edelman mensejajarkan proses kategorisasi dengan proses pembingkaian

(framing). Dalam konsep inilah maka kategori bisa menjadi alat untuk

menyederhanakan berbagai peristiwa yang diamati.21

Selanjutnya, Edelman menyatakan bahwa setiap individu bahkan

media bisa menciptakan framing (bingkai) tertentu. Dengan frame tersebut

individu dan media mampu memposisikan diri dalam sudut pandang kategori

tertentu untuk mengambil pemahaman atas realitas. Untuk mengetahui suatu

20 Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, (Yogyakarta: LKiS, 2007), 156.

(43)

35

realitas dunia, individu membutuhkan bingkai dan tafsir. Dengan demikian,

pengetahuan individu atas realitas dunia tergantung pada bagaimana individu

membingkai dan menafsirkan realitas. Dalam hal ini Edelman mengatakan:

‚What we know about the nature of the social depends upon how we frame

and interpret the cues we recive about the world‛.22

Realitas yang sama bisa jadi akan dipahami dalam konstruksi makna

yang berbeda tergantung pada frame dan sudut pandang yang digunakan.

Peristiwa percobaan nuklir bisa dimakanai sebagai tindakan anti

kemanusiaan, dan dapat juga dikatakan sebagai kemajuan tekhnologi

pengetahuan. Semua pilihan tersebut tidak sekedar tehnik pemakaian

kata-kata, akan tetapi merupakan cara untuk menghadirkan dan menafsirkan

sebuah peristiwa kepada publik. Pemahaman publik atas sebuah realitas

merupakan realitas yang telah diseleksi dengan frame (bingkai) tertentu.

Akhirnya publik diarahkan dan didikte untuk memahami realitas dengan cara

dan frame (bingkai) tertentu. Dengan demikian pemahaman dan persepsi

publik mampu diarahkan sesuai dengan kepentingan tertentu.23

Kategorisasi merupakan kekuatan besar dalam mempengaruhi pikiran

dan kesadaran publik. Menurut Edelman kategori lebih halus dibandingkan

propaganda.24 Sebagai contoh propaganda yang dilakukan dengan

penggunaan kata ‚agresi‛, berbeda dan lebih kasar dibandingkan dengan

22 Edelman, ‚Contestable Categories and Public, 231. 23 Ibid, 232.

(44)

36

pemakaian kategori ‚kebijakan luar negeri‛, atau ‚tindakan militer‛.

Pemakaian kata-kata tersebut tampak lebih halus daripada propaganda yang

memperjelas maksud dari komunikator. Meskipun terlihat lebih halus dan

tidak langsung, akan tetapi pemakaian kategori akan memiliki efek lebih

besar dibandingkan dengan propaganda. Karena kategori lebih menyentuh,

dan masuk ke alam bawah sadar.25

Dalam lapangan politik, berbagai kekuatan poltik saling bersaing

untuk menggunakan kategori masing-masing, dan seringkali berbeda dalam

menggunakan kategori untuk menunjukkan klaim kebenaran masing-masing

pihak. Oleh karena itu Edelman menyatakan bahwa politisi hanya berkutat

pada usaha pemenangan terhadap opini publik daripada menyelesaikan

masalah.26 Dengan kategori tertentu, politisi menggunakan media dengan

menggunakan kata-kata tertentu demi menarik dukungan publik serta untuk

mempengaruhi pendapat umum.27

Sebagaimana dikemukakan di awal, bahwa dalam pandangan Edelman

kategori sebagai fungsi dari pikiran manusia tak ubahnya sebuah frame atau

bingkai yang hampir selalu digunakan untuk melihat sebuah peristiwa.

Dengan proses kategorisasi maka pikiran manusia akan spontan

menggunakan perspektif tertentu untuk memahami sebuah realitas. Dengan

demikian, kategorisasi mampu mengantarkan individu kepada pengetahuan

25 Ibid. Lihat juga Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, 86. 26 Memorial Committee, "Memorial Resolution of the Faculty, 1.

27 Edelman, ‚Contestable Categories and Public, 232. Lihat juga Eriyanto, Analisis

(45)

37

tentang cara untuk mendefinisikan sebuah masalah, untuk membatasi ruang

lingkup masalah, dan memberikan solusi efektif untuk direkomendasikan.

Dalam hal inilah perbedaan atau kesalahan dalam menggunakan kategori

akan berakibat fatal.28

Kesalahan dalam menggunakan kategori akan berakibat terhadap

kesalahan dalam mendefinisikan sebuah masalah, kesalahan dalam

membangun ruang lingkup masalah, dan kesalahan dalam memberikan solusi

atas masalah tersebut. Dalam pemberitaan media, kategorisasi atas sebuah

peristiwa diikuti dengan menentukan nara sumber yang diwawancarai,

pertanyaan yang akan diajukan, kutipan yang diambil, dan dimensi peristiwa

mana yang akan dibuang. Semua ini dilakukan demi mengarahkan fokus

publik kepada kategori tertentu. Seperti halnya konflik yang terjadi di

Sampit, dimana telah terjadi pembunuhan dan pengusiran atas etnis Madura.

Digambarkan oleh media tentang kekejaman suku asli Sampit kepada orang

Madura, dan kesaktian mereka mampu mengusir orang Madura. Semua

gambaran ini merupakan hasil seleksi media dari sekian banyak peristiwa

berikut dimensinya untuk menggambarkan bahwa tragedi tersebut tergolong

dalam kategori konflik etnis.29

Berbeda halnya jika media melihat tragedi tersebut sebagai kegagalan

negara dalam menjamin keamanan warganya. Jika kategori ini digunakan

oleh media dalam melihat tragedi tersebut, maka perhatian media bukan pada

(46)

38

sisi kekejaman suku asli Sampit, melainkan fokus kepada sisi peristiwa atau

kejadian dimana aparat tidak mampu dalam menjaga keamanan. Aparat yang

berjaga-jaga setiap hari tidak sukses dalam menjalankan tugas pengamanan.

Kekejaman yang terjadi bukanlah masalah kekejaman etnis satu atas etnis

lainnya, melainkan masalah ketidak mampuan negara dalam mengelola

konflik. Bahkan bisa jadi konflik tersebut sengaja dimanipulasi untuk

kepentingan politik tertentu.30

2. Rubrikasi

Penggunaan kategori dalam melihat berbagai peristiwa meniscayakan

adanya klasifikasi terhadap berbagai peristiwa yang diamati oleh individu.

Secara tehnis, klasifikasi berhubungan dengan bagaimana suatu peristiwa

dipahami dan dikomunikasikan. Oleh karena itu, Edelman menyatakan bahwa

klasifikasi menentukan tumbuhnya dukungan publik atau bahkan oposisi.

Terjadinya dukungan atau oposisi publik terhadap suatu kebijakan

pemerintah ditentukan oleh cara menyajikan dan mengkomunikasikan suatu

peristiwa kepada publik. Dalam proses menyajikan dan mengkomunikasikan

peristiwa inilah kategorisasi dan klasifikasi bekerja dalam pikiran. Pemakaian

kategori dan klasifikasi tertentu dapat menggiring publik kepada tindakan

mendukung atau bisa jadi menolak.31

Berkaitan dengan penyajian berita, proses kategorisasi dan klasifikasi

yang terjadi dalam pikiran individu wartawan media, meniscayakan adanya

30 Ibid, 161.

(47)

39

proses rubrikasi dalam penulisan berita. Rubrikasi merupakan kegiatan

menempatkan pemberitaan atas sebuah peristiwa dalam rubrik tertentu sesuai

dengan kategori yang diajukan oleh pikiran seorang individu wartawan atau

media. Dalam hal ini, rubrikasi merupakan perwujudan dari proses

kategorisasi pikiran dalam pemberitaan. Maka dari itu, rubrikasi bukan

sekedar persoalan teknis atau prosedur standar tehnik penyampaian berita,

akan tetapi ia merupakan bagian dari proses klasifikasi peristiwa dalam

kategori tertentu. Rubrikasi dapat menentukan cara menjelaskan peristiwa.

Rubrikasi menegaskan adanya proses kategorisasi atas sebuah peristiwa.

Sebuah peristiwa ditempatkan dalam klasifikasi dan rubrik tertentu bukan

dalam klasifikasi dan rubrik lainnya, merupakan indikasi terjadinya unsur

kesengajaan dalam memilih perspektif tertentu dan kategori tertentu.32

Sebagai contoh permasalahan anak jalanan. Anak jalanan bisa

dipahami sebagai masalah sosial seperti ketimpangan dan kesenjangan sosial,

bisa juga dimasukkan dalam kategori permasalahan ekonomi, yakni

kesenjangan pendapatan dan tidak adanya akses ekonomi, bisa juga

diklasifikasikan dalam masalah politik, yakni kurangnya perhatian

pemerintah, bahkan bisa juga digolongkan dalam masalah kriminalitas, yakni

anak jalanan sebagai sumber kejahatan. Semua kategori tersebut dapat dilihat

secara kasat mata dalam proses rubrikasi media dalam pemberitaan. Dengan

demikian pendefinisian media terhadap permasalahan anak jalanan mudah

(48)

40

diketahui dari proses rubrikasi yang mereka lakukan, apakah termasuk dalam

permasalahan politik, ekonomi, sosial, kriminal dan lain sebagainya.33

Terjadinya perbedaan rubrikasi antara satu media dengan lainnya

merupakan indikasi perbedaan media dalam mendefinisikan dan

mengkategorikan sebuah peristiwa. Kategori yang berbeda akan

mengakibatkan rubrikasi yang berbeda pula. Kesalahan dalam

mengkategorisasikan akan menimbulkan kesalahan rubrikasi, dan tentu

berakibat pada kesalahan pemahaman publik terhadap definisi masalah yang

diberitakan. Jika sebuah masalah didefinisikan berbeda bahkan salah, maka

gambaran publik terhadap batasan masalah juga akan berbeda, dan tentu

solusi yang direkomendasikan juga tidak sama bahkan salah.34

3. Hubungan Kategorisasi dan Ideologi

Sebagaimana dijelaskan di awal bahwa kategorisasi merupakan upaya

untuk mengklasifikasikan dan menyederhanakan realitas dunia yang

kompleks menjadi sederhana, runtut, mudah diamati, dan mudah dipahami.

Dalam hal ini peradaban manusia dengan kemampuan berpikirnya telah

membangun berbagai simbol untuk memahami peristiwa dan fenomena yang

dialami. Baik fenomena alam, fenomena manusia sendiri dalam jiwa dan

raganya, bahkan fenomena yang bers

Referensi

Dokumen terkait

Adapun pemahaman dari hadis tersebut, di samping pakaian warna putih sangat dianjurkan Nabi karena redaksinya adalah perintah berbentuk qauly (ucapan), warna ini juga

Surah ini dinamakan Al- Ma&gt;idah (hidangan) karena memuat kisah para pengikut setia Nabi Isa meminta kepada Nabi Isa As agar Allah menurunkan untuk

Maka ini dapat dipercaya bahwa ‘ Abdullah ibn Abba&gt;s bertemu langsung dengan Nabi Muhammad SAW dan menjadikan sanadnya bersambung ( Muttashil ). Melihat analisa sanad

Dari penelitian ini ditarik kesimpulan bahwa Pakaian muslimah perspektif hadis nabi adalah pakaian tersebut menutup seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak

a. Dengan tulisan ini juga dapat diketahui macam-macam bentuk z}ulm sebagaimana yang diperkenalkan oleh Nabi, dengan mengumpulkan dan mengkaji hadis-hadis tentang z}ulm

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: hadis-hadis tentang syair yang diklasifikasikan menjadi dua bagian pada penelitian ini berstatus sahih. Kandungan kedua hadis

Tulisan ini memuat penjelasan tentang aturan syariat persfektif Hadis Nabi Muhammad Saw dalam berinteraksi dengan pihak non Muslim yang dalam pembahasan ini di

i PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis berjudul: Wabah Dalam Perspektif Hadis Studi Analisis Hadis terhadap Kitab Badzl al-M ā‘ūn