PARTISIPASI DAN PERAYAAN IDUL FITRI SUKU TENGGER WONOKERTO SUKAPURA PROBOLINGGO JAWA TIMUR (1994-2015)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Program Strata Satu (S-1) Pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)
Oleh Badrus Samsi NIM: A52212119
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
ix ABSTRAC
This thesis entitled “Partisipasi dan Perayaan Idul Fitri Suku Tengger Wonokerto Sukapura Probolinggo Jawa Timur (1994-2015)”. The statement of the problem which does in this toward this research are; (1) how the common condition of Tengger tribe societies in wonokerto sukapura probolinggo. (2) how the process and celebrition in idul fitri day done by tengger tribe wonokerto sukapura probolinggo. (3) how the respons of hinduism societies toward idul fitri day celebration by tengger tribe wonokerto sukapura probolinggo.
Concerning the statement of the problem, in this research the writer uses approach and framework theories. The method of approach used by writer is cultural approach theory. while, the framework theory is multicultural theory through etnography reserach method.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv
TABEL TRANSLITERASI ... v
HALAMAN MOTTO ... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii
ABSTRAK ... viii
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xii
BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. KegunaanPenelitian ... 5
E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik ... 6
F. Penelitian Terdahulu ... 7
G. Metode Penelitian ... 8
H. Sistematika Bahasan ... 11
BAB II KONDISI UMUM MASYARAKAT SUKU TENGGER WONOKERTO SUKAPURA PROBOLINGGO A. Letak Geografis ... 14
iii
C. Kondisi Sosial ... 20
D. Kondisi Ekonomi ... 21
E. Kondisi Pendidikan... 30
F. Kondisi Keagamaan ... 33
BAB III PERAYAAN IDUL FITRI DI SUKU TENGGER WONOKERTO SUKAPURA PROBOLINGGO A. Islamisasi di Suku Tengger Wonokerto Sukapura Probolinggo ... 35
B. Perayaan Idul Fitri Suku Tengger Wonokerto Sukapura Probolinggo ... 47
BAB IV RESPON MASYARAKAT HINDU TERHADAP PERAYAAN HARI RAYA IDUL FITRI SUKU TENGGER WONOKERTO SUKAPURA PROBOLINGGO A. Representasi Umum Masyarakat Hindu di Desa Wonokerto ... 63
B. Respon Masyarakat Hindu Terhadap Perayaan Hari Raya Idul Fitri ... 64
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 68
B. Saran ... 69
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah bangsa yang komposisi etnisnya sangat beragam.
Begitu pula dengan agama, aliran kepercayaan, bahasa, adat istiadat, orientasi
kultur kedaerahan serta pandangan hidupnya. Jika diurai lebih terinci, bangsa
Indonesia memiliki talenta, watak, karakter, hobi, tingkat pendidikan, warna
kulit, status ekonomi, kelas sosial, pangkat dan kedudukan, varian
keberagamaan, cita-cita, perspektif, orientasi hidup, loyalitas organissasi,
tingkat umur, profesi dan bidang pekerjaan yang berbeda-beda. Tiap-tiap
kategori sosial, masing-masing memiliki “budaya” internal sendiri, sehingga
berbeda dengan kecenderungan “budaya” internal kategori sosial yang lain.
Bila dipetakan secara lebih teoritis, bangsa Indonesia dari segi kultural
maupun struktural memantulkan tingkat keberagaman yang tinggi.1
Kebudayaan bagi ilmu sosial mempunyai arti yang sangat luas
meliputi seluruh kelakuan dan hasil kelakuan manusia, yang teratur oleh tata
kelakuan yang harus didapatkannya dengan belajar yang semuanya tersusun
dalam kehidupan masyarakat.2
1
Riuh Beranda Satu, Peta Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia (Jakarta:Depag RI, 2003), 1.
2
Pengertian kebudayaan berada pada pengertian masyarakat, yaitu
sekelompok orang yang mendiami suatu daerah tertentu dan yang secara
bersama-sama memiliki tradisi kebudayaan yang sama.3 Dalam literatur lain
dijelaskan bahwa budaya adalah sebuah sistem yang mempunyai konferensi
bentuk-bentuk simbolis yang berupa kata benda, sastra, lukisan, nyanyian,
misi, kepercayaan yang berkaitan erat dengan konsep-konsep estemologi dari
sistem pengetahuan masyarakat.4 Selain itu dalam bukunya Soerjono Soekanto
dalam Jaih Mubarak, Metodologi Studi Islam juga dijelaskan bahwa
kebudayaan adalah semua hasil karya, rasa, cipta masyarakat. Karya
masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan yang
diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam dan sekitarnya, agar kekuatan
serta hasilnya dapat diabadikan untuk keperluan masyarakat. Rasa meliputi
jiwa manusia, mewujudkan segala kaidah-kaidah dan nilai-nilai sosial untuk
mengatur masalah-masalah kemasyarakatan dalam arti yang luas. Agama,
ideologi, kebatinan, dan kesenian yang merupakan hasil ekspresi jiwa manusia
yang hidup sebagai anggota masyarakat termasuk di dalamnya.
Indonesia merupakan salah satu bangsa yang memiliki banyak
kebudayaan dan tradisi, baik yang sudah dikenal masyarakat luas atau yang
sama sekali belum dikaji oleh para budayawan. Menurut E.B Taylor, seorang
ahli antropologi kebudayaan adalah keseluruhan yang komplek yang
didalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral,
3
Nur Syam, Madzhab-Madzhab Antropologi (Yogyakarta: PT.LKiS Pelangi Aksara, 2007), 38.
4
Kuntowioyo, Budaya dan Masyarakat (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 1987), xi.
3
hukum, adat istiadat dan kemampuan yang lain, serta kebebasan yang didapat
oleh manusia sebagai anggota masyarakat.5
Sebelum menginjak 1 syawal atau yang dikenal dengan hari raya Idul
Fitri, umat Islam terlebih dahulu melaksanakan ibadah puasa selama 1 bulan
penuh dan hukumnya adalah wajib. Disamping itu, bulan ramadlan juga di isi
dengan berbagai kegiatan seperti tadarus, ṣhalat tarawih dan kegiatan
keagamaan lainnya. Umumya masyarakat Desa Wonokerto kala bulan
ramadhan tiba selain menjalankan aktivitas puasa, tarawih dan tadarus juga
melaksanakan patroli pada malam hari tepatnya pada jam 2 guna
membangunkan warga yang hendak menyiapkan makan sahur. Selain itu, hal
yang khusus adalah ada jamuan antar tetangga di setiap gubuk-gubuk tertentu.
Memasuki tanggal 1 Syawal yaitu mulai berakhirnya puasa bulan
Ramadan, umat muslim diseluruh dunia melaksanakan hari raya yang
namanya Idul Fitri, ditinjau dari segi agama jelas Idul Fitri merupakan hari
besar agama Islam. Hari raya Idul Fitri merupakan hari besar yang
dinanti-nantikan oleh umat Islam di dunia, karena dihari itu adalah hari kemenangan
bagi umat Islam setelah sebulan berpuasa di bulan Ramadhan. Di Indonesia
lebaran sudah merupakan suatu kebiasaan atau adat, dimana masyarakatnya
sibuk menyiapkan berbagai kebutuhan untuk menyambut hari raya Idul Fitri,
seperti makanan-makanan, ketupat, opor ayam, kue-kue kecil dan lain-lain.6
5
William A Haviland, Antropologi (Jakarta: Erlangga, 2008), 332.
6
Zainul arifin, “Makalah Idul Fitri”,dalam
4
Terkait dengan hal ini perayaan Idul Fitri Suku Tengger di Desa
Wonokerto kecamatan Sukapura Probolinggo juga tidak kalah meriah dengan
yang biasanya dilakukan muslim-muslim di daerah lainnya, meski cuaca
disana cukup dingin dan berdekatan dengan orang-orang Hindu tidak
membuat warga Desa Wonokerto kehilangan semangatnya, mereka tetap
semagat untuk beribadah ṣhalat Idul Fitri di salah satu masjid di desa ini,
Faktanya masjid dengan lebar 7 (Tujuh) meter persegi terlihat penuh dengan
jamaah yang hendak melaksanakan ṣhalat Idul Fitri, sejak subuh alunan takbir
bergema di tengah-tengah perbukitan dan gunung Bromo, seakan memecah
keramaian acara warga Suku Tengger yang beragama Hindu.7
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kondisi umum masyarakat Suku Tengger Wonokerto Sukapura
Probolinggo?
2. Bagaimana prosesi dan perayaan Idul Fitri Suku Tengger Wonokerto
Sukapura Probolinggo?
3. Bagaimana respon masyarakat Hindu terhadap perayaan hari raya Idul
Fitri suku Tengger Wonokerto Sukapura Probolinggo Jawa Timur.?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
7
Rahardjo et.al“Warga Desa Wonokerto Sholat Ied di Tengah Tengah Dominasi Umat Hindu
Suku Tengger Probolinggo”, dalam
5
1. Untuk mengetahui kondisi umum masyarakat Suku Tengger Wonokerto
Sukapura Probolinggo.
2. Untuk mengetahui prosesi dan perayaan Idul Fitri Suku Tengger
Wonokerto Sukapura Probolinggo.
3. Untuk mengetahui respon positif dan negatif masyarakat Hindu terhadap
perayaan hari raya Idul Fitri Suku Tengger Wonokerto Sukapura
Probolinggo.
D. Kegunaan Penelitian
Setelah mengadakan kegiatan penelitian sampai dengan disusunnya
penelitian ini, maka penulis berharap agar hasil penelitian ini berguna bagi:
1. Akademik
Adanya penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam
menambah wawasan dan khazanah pengetahuan dalam penelitian ilmu
sejarah kebudayaan Islam. Khususnya terkait dengan Partisipasi perayaan
Idul Fitri suku Tengger Wonokerto Sukapura Probolinggo Jawa Timur
sesuai dengan Metodologi yang sudah dipelajari dalam bangku kuliah
sehinga dapat dijadikan pengalaman yang berharga dalam
penelitian-penelitian selanjutnya.
2. Kegunaan Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
6
a. Untuk mengetahui kondisi umum masyarakat Suku Tengger
Wonokerto Sukapura Probolinggo.
b. Untuk mengetahui prosesi dan perayaan Idul Fitri Suku Tengger
Wonokerto Sukapura Probolinggo Jawa Timur.
c. Untuk mengetahui respon masyarakat Hindu terhadap perayaan hari
raya Idul Fitri Suku Tengger Wonokerto Sukapura Probolinggo Jawa
Timur.
Sehingga hasil dari apa yang telah diteliti oleh penulis dapat
dipahami dengan baik.
E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik
Untuk mengungkap Partisipasi dan perayaan Idul Fitri Suku Tengger
Wonokerto Sukapura Probolinggo Jawa Timur maka peneliti membutuhkan
sebuah pendekatan dan kerangka teori. Pendekatan pertama, penulis
menggunakan pendekatan kebudayaan. Sebagaimana dijelaskan dalam
bukunya Tasmuji yang mengutip dari bukunya Geertz “Mojokuto; Dinamika
Sosial Sebuah Kota di Jawa”, bahwa budaya adalah suatu sistem makna
dan simbol yang disusun dalam pengertian dimana individu-individu
mendefinisikan dunianya, menyatakan perasaannya dan memberikan
penilaian-penilaiannya, suatu pola makna yang ditransmisikan secara
historis, diwujudkan dalam bentuk-bentuk simbolik melalui sarana
7
pengetahuan, karena kebudayaan merupakan suatu sistem simbolik maka
haruslah dibaca, diterjemahkan dan diinterpretasikan.8
Masuk pada analisis penelitian, penulis menggunakan teori multi
kulturalis yang merayakan perbedaan sebagai suatu kerangka kerja yang ada
didalamnya untuk menghargai banyak kelompok dan narasi khas mereka
tentang pengalaman mereka.9
F. Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang suku Tengger sudah ada yang pernah melakukan,
dengan topik yang berbeda-beda diantaranya seperti penelitian-penelitian
sebagai berikut :
1. Siti Zainab, Islamisasi di Tengger Sukapura Probolinggo. Surabaya:
Skripsi Fakultas Adab Jurusan SKI IAIN Sunan Ampel Surabaya, 1994.
Fokus pembahasan pada skripsi ini adalah tentang bagaimana
proses masuknya agama Islam di Tengger Sukapura Probolinggo, dan para
imigran-imigran yang datang untuk menyebarkan islam ke daerah itu.
2. Abdul Jabbar, Makna Teologis Upacara Karo Masyarakat Suku Tengger.
Jakarta: Skripsi Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Jurusan Perbandingan
Agama UIN Syarif Hidayatullah, 2010.
8
Tasmuji, et al Ilmu Alamiah Dasar, Ilmu Sosial Dasar, Ilmu Budaya Dasar (Surabaya: IAIN
Sunan Ampel Press, 2011), 154. 9
Ben Agger, Teori-Teori Sosial Kritis: Kritik Penerapan dan Implikasinya (Yogyakarta: Kreasi
8
Fokus pembahasan pada skripsi ini yaitu pada Upacara Karo, yang
mana Upacara Karo itu adalah salah satu dari tradisinya orang tengger yang
paling besar dari tradisi yang lainnya.
Adapun fokus dari penelitian ini yaitu tentang Partisipasi dan Perayaan
Idul Fitri Suku Tengger Wonokerto Sukapura Probolinggo, yang mana
Perayaan Idul Fitri Suku Tengger Wonokerto Sukapura Probolinggo itu
bukan hanya umat Islam saja yang ikut merayakannya umat Hindu pun juga
ikut merayakannya, dalam artian ikut mendukung kelancaran berjalannya
acara itu.
G. Metode penelitian
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode etnografi karena
etnografi merupakan pekerjaan mendeskripsikan suatu kebudayaan dengan
memahami suatu pandangan hidup dari sudut pandang penduduk asli.10
Adapun langkah-langkah yang dilakukan sebagai berikut:
1. Pengumpulan Data
a. Jenis Data
Jenis data yang akan dikumpulkan adalah jenis data primer dan
skunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari informan dengan
menggunakan wawancara dan pengamatan. Dalam tulisan ini,
informan tersebut terdiri dari masyarakat yang melaksanakan perayaan
Idul Fitri ini dan beberapa masyarakat Hindu yang berada di Desa
Wonokerto Sukapura Probolinggo itu sendiri.
10
Suwardi Endraswara, Metodologi Penelitian Kebudayaan (Yogyakarta: Gajah Mada University
Press, 2006), 50.
9
Sedangkan data skunder adalah data yang diperoleh dari
dokumentasi dan bacaan lainnya yang berkaitan dengan masalah yang
diteliti. Data-data ini biasanya berupa monografi dari Desa Wonokerto
Sukapura Probolinggo dan bisa juga dari buku-buku yang ada
kaitannya dengan judul yang akan dibahas.
b. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data dalam penelitian ini maka peneliti
menggunakan beberapa tehnik diantaranya observasi, wawancara dan
studi pustaka.
1) Obsevasi
Observasi Yaitu suatu pengamatan dan pencatatan dengan
sistematik tentang fenomena-fenomena yang terjadi. Teknik ini
menuntut adanya pengamatan dari peneliti baik secara langsung
maupun tidak langsung terhadap objek peneliti.11
2) Wawancara
Wawancara dilakukan untuk memperoleh data primer
karena data ini diperoleh langsung dari pelaku budayanya. Adapun
pelaku budaya tersebut adalah salah satu masyarakat Desa
Wonokerto Sukapura Probolinggo itu sendiri.
11
Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Desertasi, dan Karya Ilmiah (Jakarta:
10
3) Dokumentasi
Peneliti melakukan dokumentasi yaitu pengumpulan
data-data yang ada dengan menggunakan alat-alat dokumentasi seperti
kamera dan sebagainya yaitu dengan mengambil foto-foto saat
perayaan Idul Fitri di Desa Wonokerto Sukapura Probolinggo
pada tahun 2016.
4) Penelusuran Pustaka
Peneliti juga akan mengumpulkan dan mengkaji data-data
dari sumber tertulis untuk memperkuat data yang diperoleh
dilapangan.
Sumber-sumber tersebut diperoleh dari kelurahan yaitu
data-data tentang kependudukan dalam membantu mengetahui
kondisi sosial, budaya dan keagamaan masyarakat. Selain itu
peneliti juga akan menggunakan literatur-literatur tertulis yang ada
di badan arsip dan perpustakaan Probolinggo.
2. Analisis Data
Data yang terkumpul bukanlah merupakan hasil akhir dari satu
penelitian ilmiah tetapi data-data tersebut masih perlu dianalisis lagi.
Dalam hal ini, peneliti menggunakan metode fenomenologi untuk
menganalisis data yaitu mengungkapkan atau mendeskripsikan makna
11
penelitiannya, fenomenologi dapat mengacu pada tiga hal yaitu
filsafat, sejarah dan pada pengertian yang lebih luas.12
Dalam kaitannya dengan penelitian ini, peneliti menggunakan
acuan yang ketiga karena dianggap paling relevan dengan penelitian
agama Islam dan perspektif ilmu budaya. Metode ini bisa diterapkan
dalam meneliti ajaran-ajaran, kegiatan-kegiatan, tradisi dan symbol
keagamaan.13
3. Penulisan
Setelah langkah oprasional dilakukan maka hasil penelitian ini
ditulis berdasarkan fakta dan data yang diperoleh selama penelitian.14
H. Sistematika Bahasan
Untuk mempermudah pembahasan masalah dalam penelitian ini,
penulis membagi dalam beberapa bab, dan beberapa sub bab yang terdapat
pada setiap babnya. Untuk lebih jelasnya, sistematika dalam pembahasan
dalam penelitian ini sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan
Bab ini bertujuan untuk mengantarkan secara sekilas, yang
meliputi secara global yaitu : latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, pendekatan dan
kerangka teori, penelitian terdahulu, metode penelitian dan
sisitematika bahasan.
12
Deden Ridwan, Tradisi Baru Penelitian Agama Islam: Tnjauan antar Disiplin Ilmu (Bandung:
Nuansa Cendekia, 2001), 220. 13
Ibid., 230
12
BAB II : Kondisi Umum Masyarakat Suku Tengger Wonokerto
Sukapura Probolinggo.
Bab ini menjelaskan tentang kondisi umum masyarakat
suku Tengger Wonokerto Sukapura Probolinggo, dengan sub bab,
a). Letak Geografis b). Kondisi Penduduk. c). Kondisi Sosial d).
Kondisi Ekonomi. e). Kondisi Pendidikan f). Kondisi
Keagamaan.
BAB III : Perayaan Idul Fitri di Suku Tengger Wonokerto Sukapura
Probolinggo
Bab ini menjelaskan mengenai islamisasi dan
dilaksanakannya shalat Idul Fitri di Suku Tengger Wonokerto
Sukapura Probolinggo dengan sub bab, a). Islamisasi di Suku
Tengger Wonokerto Sukapura Probolinggo b). Partisipasi dan
Prosesi pelaksanaan Idul Fitri di Suku Tengger Wonokerto
Sukukapura Probolinggo
BAB IV : Respon Masyarakat Hindu Terhadap Perayaan Hari Raya
Idul Fitri Suku Tengger Wonokerto Sukapura Probolinggo
Bab ini menjelaskan mengenai respon masyarakat Hindu
terhadap perayaan hari raya Idul Fitri suku Tengger Wonokerto
Sukapura Probolinggo, dengan sub bab, a). Representasi Umum
Masyarakat Hindu di Desa Wonokerto b). Respon Masyarakat
13
BAB V : Penutup
Dalam bab ini menjadi bab terakhir yang di dalamnya berisi
tantang kesimpulan dari semua uraian per bab dan juga berisi
14
BAB II
KONDISI UMUM MASYARAKAT SUKU TENGGER WONOKERTO
SUKAPURA PROBOLINGGO
A. Letak Geografis
Jawa Timur adalah sebuah provinsi di bagian timur Pulau Jawa,
Indonesia. Ibukotanya adalah Surabaya. Luas wilayahnya 47.922 km2, dan
jumlah penduduknya 37.070.731 jiwa (2005). Jawa Timur merupakan provinsi
terluas diantara 6 provinsi di Pulau Jawa, dan memiliki jumlah penduduk
terbanyak kedua di Indonesia setelah Jawa Barat. Jawa Timur berbatasan
dengan Laut Jawa di utara, Selat Bali di Timur, Samudra Hindia di selatan,
serta provinsi Jawa Tengah di barat. Wilayah Jawa Timur juga meliputi Pulau
Madura, Pulau Bawean, Pulau Kangean serta sejumlah pulau-pulau kecil di
Laut Jawa dan Samudra Hindia (Pulau Sempu dan Nusabarung). Jawa Timur
dikenal dengan pusat Kawasan Timur Indonesia, dan memiliki signifikansi
perekonomian yang cukup tinggi, yakni berkontribusi 14,85% terhadap
Produk Domestik Bruto (PDB).
Tabel 2.1 Pembagian Wilayah Jawa Timur1
1
Linda Sari, Gunung Bromo dan Keunikan Masyarakat Tengger Sebagai Objek Wisata di Jawa
Timur (Skripsi, Universitas Sumatera Utara Fakultas Sastra, Medan, 2009), 19.
No. Kabupaten/ Kota Ibukota
1 Kabupaten Bangkalan Bangkalan
2 Kabupaten Banyuwangi Banyuwangi
3 Kabupaten Blitar Blitar
14
15
4 Kabupaten Bojonegoro Bojonegoro
5 Kabupaten Bondowoso Bondowoso
6 Kabupaten Gresik Gresik
7 Kabupaten Jember Jember
8 Kabupaten Jombang Jombang
9 Kabupaten Kediri Kediri
10 Kabupaten Lamongan Lamongan
11 Kabupaten Lumajang Lumajang
12 Kabupaten Madiun Madiun
13 Kabupaten Magetan Magetan
14 Kabupaten Malang Kepanjen
15 Kabupaten Mojokerto Mojokerto
16 Kabupaten Nganjuk Nganjuk
17 Kabupaten Ngawi Ngawi
18 Kabupaten Pacitan Pacitan
19 Kabupaten Pamekasan Pamekasan
20 Kabupaten Pasuruan Pasuruan
21 Kabupaten Ponorogo Ponorogo
22 Kabupaten Probolinggo Probolinggo
23 Kabupaten Sampang Sampang
24 Kabupaten Sidoarjo Sidoarjo
16
Probolinggo adalah salah satu kabupaten di provinsi Jawa Timur yang
terletak di kaki Gunung Semeru, Gunung Argopuro dan pegunungan Tengger.
Kabupaten Probolinggo mempunyai banyak obyek wisata, diantaranya
Gunung Bromo, air terjun Madakaripura, Pulau Gili ketapang dengan taman
lautnya, Pantai Bentar, Ranu Segaran dan Sumber Air Panas yang terletak di
Desa Tiris serta Candi Jabung yang mencerminkan kejayaan kejayaan masa
lalu. Selain itu kabupaten Probolinggo juga memiliki berbagai macam seni
budaya khas, diantaranya Kerapan Sapi, Kuda Kencak, tari Galipang dan Tari
Slempang, Tari Pangore dan seni budaya masyarakat Tengger. Selain obyek
wisata dan keseniannya kabupaten Probolinggo juga menghasilkan
buah-buahan, sayur-sayuran serta hasil perkebunan lainnya.
Kabupaten Probolinggo mempunyai semboyan “Prasadja Ngesti
Wibawa”. Makna semboyan : Prasadja Berarti : bersahaja, blaka, jujur, bares,
dengan terus terang, Ngesti Berarti : menginginkan, menciptakan, mempunyai
tujuan, Wibawa Berarti : mukti, luhur, mulia. “Prasadja Ngesti Wibawa”
Berarti : Dengan rasa tulus ikhlas (bersahaja, jujur, bares) menuju kemuliaan.
Kabupaten Probolinggo memiliki luas sekitar 1.696,166 Km persegi,
tepatnya pada 1120 51’ – 1130 30’ Bujur Timur dan 70 40’ – 80 10’ Lintang
26 Kabupaten Sumenep Sumenep
27 Kabupaten Trenggalek Trenggalek
28 Kabupaten Tuban Tuban
17
Selatan, berada pada ketinggian 0-2500 m. Batas wilayah administratif
kabupaten Probolinggo adalah sebagai berikut :
a. Disebelah utara berbatasan dengan selat Madura.
b. Disebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Situbondo dan Kabupaten
Jember.
c. Disebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Pasuruan.
d. Disebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Lumajang dan Kabupaten
Malang.
e. Ditengah-tengah Kabupaten Probolinggo terdapat kota daerah Otonom
yaitu pemerintah Kabupaten Probolinggo.
Penduduk Kabupaten Probolinggo sebagian besar berasal dari suku
Madura karena wilayah Kabupaten Probolinggo adalah daerah pantai yang
sebagian besar hidup sebagai nelayan seperti kecamatan Tongas, Sumberasih,
dringu, Pajarakan, Kraksaan, Paiton. Sedangkan daerah pegunungan potensi
untuk pengembangan sektor perkebunan dengan berbagai komoditinya.
Kata Probolinggo menurut sejarahnya diceritakan bahwa ketika seluruh
Wilayah Nusantara dapat dipersatukan dibawah kekuasaan Majapahit 1357 M
(Th 1279 Saka), mahapatih Gajah Mada telah dapat mewujudkan ikrarnya
dalam sumpah Palapa, menyambut keberhasilan ini, Sang Maha Raja Prabu
Hayam Wuruk berkenan berpesiar berkeliling Negara. Perjalan muhibah ini
terlaksana pada tahun 1359 (Th 1281 Saka). Menyertai perjalanan bersejarah
ini, Empu Prapanca seorang pujangga ahli sastra melukiskan dengan kata-kata,
18
menyaksikan panorama alam yang sangat mempesona di kawassan yang
disinggahi ini. Masyarakatnya ramah tempat peribadatannya anggun dan
tenang memberikan ketentraman dan kedamaian serta mengesankan.
Penyambutannya meriah aneka suguhan disajikan, membuat Baginda
bersantap dengan lahap. Taman dan darma Pasogatan yang elok permai
menyebabkan Sang Prabu terlena dalam kesenangan dan menjadi kerasan.
Ketika rombongan agung ini hendak melanjutkan perjalanan, sang prabu
diliputi rasa sedih karena enggan untuk berpisah. Saat perpisahan diliputi duka
cita bercampur bangga. Karena Sang Prabu Maha Raja junjungannya berkenan
mengunjungi dan singgah berlama-lama ditempat ini. Sejak itu warga disini
menandai tempat ini dengan sebutan Prabu Linggih. Artinya tempat
persinggahan Sang Prabu sebagai tamu Agung. Sebutan Prabu Linggih
selanjutnya mengalami proses perubahan ucap hingga kemudian menjadi
Probo Linggo. Maka sebutan itu kini menjadi Probolinggo.2
Masyarakat Tengger adalah masyarakat yang tinggal di sekitar lereng
gunung Bromo, menempati sebagian wilayah Kabupaten Probolinggo,
Pasuruan, Lumajang dan Malang. Identitas orang Tengger terkesan
problematis dan membuat banyak orang kecele. Mereka bukan suku primitif,
suku terasing, atau suku lain yang berbeda dari Suku Jawa. Jumlah mereka
tidak banyak, yakni sekitar 100.000 dari jumlah penduduk Jawa yang lebih
kurang 100.000.000. Seperti halnya populasi-populasi kecil yang berada di
tengah-tengah masyarakat yang sedang berkembang, Tengger kekurangan
2
Ibid., 20-22.
19
referensi untuk menemukan kembali sejarah mereka. Sebelum munculnya
gerakan reformasi Hindu pada tahun 1980-an, upaya orang Tengger untuk
mendefinisikan kembali warisan leluhurnya dalam kaitannya dengan
masyarakat Jawa hanya besandar pada sumber-sumber budaya setempatnya.3
Sedangkan agama dari masyarakat Tengger sendiri ialah Agama
Hindu, akan tetapi juga terdapat satu desa di Tengger yang mayoritas
masyarakatnya beragama Islam yaitu Desa Wonokerto Kecamatan Sukapura
Kabupaten Probolinggo. Secara geografis Desa Wonokerto berbatasan dengan
Desa Sapikerep disebelah timur dan utara, Desa Ngadas disebelah barat dan
disebelah selatan berbatasan dengan Desa Gadirejo. Desa Wonokerto terletak
di pegunungan Tengger dengan ketinggian 1700 M diatas permukaan laut.
Kondisi bentang alam dengan bukit dan lembah yang curam membuat Desa
Wonokerto memiliki pemandangan alam yang begitu indah.4
B. Kondisi Penduduk
Desa Wonokerto mempunyai 2 (dua) masjid dan 1 (satu) mushalla,
Jumlah penduduk secara keseluruhan yaitu 1324 jiwa, yang terdiri dari 648
laki-laki dan 676 perempuan dengan jumlah KK 465. Desa Wonokerto adalah
satu-satunya desa di tengger yang 99,9% memeluk agama Islam.
Desa Wonokerto mempunyai 3 dusun yaitu Dusun Punjul, Krajan dan
Jurang Perahu yang masing-masing dusun berbeda jumlah penduduknya.
Dusun krajan sebanyak 515 penduduk, laki-laki berjumlah 251 dan perempuan
3
Robert W. Hefner, Hindu Javanese: Tengger Tradition and Islam (Princeton: Princeton
University Press, 1985), 17. 4
Kosim, et al “Perkembangan Agama Islam di Desa Wonokerto Kecamatan Sukapura Kabupaten
20
264, sedangkan di dusun Punjul sebanyak 442 penduduk, laki-laki 218 dan
perempuannya 224. Penduduk yang paling sedikit yaitu di Dusun Jurang
Perahu dengan jumlah 367 penduduk, laki-laki yang berjumlah 179 dan
perempuan 188, berikut tabelnya.5
Tabel 2.2 Jumlah Keseluruhan Warga Desa Wonokerto 6
Dusun Jumlah Penduduk Laki-laki Perempuan
Krajan 515 251 264
Punjul 442 218 224
Jurang perahu 367 179 188
Total 1324 648 676
C. Kondisi Sosial
Secara umum masyarakat suku Tengger diakui sebagai kelompok etnis
yang sangat terbuka dalam mengungkapkan perasaan mereka, selain itu
mereka juga terkenal dengan rasa solidaritasnya yang begitu tinggi, sehingga
dengan adanya rasa saling tolong menolong antar warga adalah suatu
komunitas kecil dalam berbagai macam lapangan kehidupan sosial. Hal itu
berkaitan dengan aktivitas kerja sama antara sejumlah warga yang satu dengan
yang lainnya dalam menyelesaikan suatu proyek tertentu yang dianggap
berguna bagi kepentingan umum.
5
Data ini diperoleh dari Bapak Heri selaku Kepala Desa Wonokerto melalui Data Profil Desa dan Kelurahan Tahun 2015.
6
Ibid.,
21
Desa Wonokerto adalah suatu desa di kawasan Tengger yang mayoritas
penduduknya beragama Islam, yang mana dikala hampir sampai pada
waktunya hari raya Idul Fitri semua masyarakat Wonokerto khususnya
memeriahkan akan kedatangan hari raya Idul Fitri itu, bukan hanya
masyarakat muslim saja yang ikut memeriahkan datangnya hari raya Idul Fitri,
masyarkat Hindu di Tengger pun juga ikut memeriahkannya demi menjaga
kerukunan antar umat beragama.7
D. Kondisi Ekonomi
Orang Tengger dikenal sebagai petani tradisional yang tangguh,
bertempat tinggal berkelompok-kelompok di bukit-bukit yang tidak jauh dari
lahan pertanian mereka. Suhu udara yang dingin membuat mereka betah
bekerja di ladang sejak pagi hingga sore hari. Apabila dipersentasikan jumlah
penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani sangat besar, kurang lebih
sekitar 95%, sedangkan sebagian kecil dari mereka (5%) hidup sebagai
pegawai negeri, pedagang, buruh, dan usaha jasa.8
Desa Wonokerto memiliki tiga jenis lahan seperti Sawah Tadah Hujan
dengan luas 50,25 Ha, Sawah Irigasi Teknis dengan luas 10.00 Ha dan yang
terakhir yaitu Sawah Irigasi 1 2 Teknis dengan luas 10.00 Ha, seperti pada
table berikut :
7
Heri, Wawancara, Wonokerto, 12 Juni 2015.
8
Frans Priyohadi Marianno, et al Dampak Pengembangan Pariwisata terhadapKehidupan Sosial
[image:30.595.132.512.114.552.2]
22
Tabel 2.3 Jenis Lahan Dan Luasnya 9
Jenis Lahan Luas
Sawah Tadah Hujan 50,25 Ha
Sawah Irigasi Teknis 10.00 Ha
Sawah Irigasi 1 2 Teknis 10.00 Ha
Total 70,25 Ha
Adapun bidang jasa yang mereka tekuni antara lain menyewakan kuda
tunggang untuk para wisatawan yang berkunjung kesana baik dari dalam
maupun luar negeri dan ada juga yang menjadi sopir jeep atau hartop, yang
biasanya miliknya sendiri dan banyak juga yang menyewakan kamar
penginapan untuk para wisatawan yang ingin menginap disana.
Perjalanan menuju kawah gunung Bromo dapat ditempuh dengan
berjalan kaki atau mempergunakan kuda sewaan. Disana sudah tersedia
pasukan kuda untuk membawa para tamu mendaki sampai pada kaki tangga
kaki gunung Bromo dengan tarif Rp 20.000,00, bagi yang tidak terbiasa
menunggangi kuda ini sungguh menegangkan.
Untuk penyewa kuda khususnya di Desa Wonokerto itu hanya ada 2
(dua) penyewa kuda yaitu hanya ada di Dusun Krajan saja sedangkan di
Dusun-dusun yang lain itu tidak ada penyewa kuda, mungkin karena
9
23
tempatnya yang terlalu jauh dengan tempat wisatanya atau yang lainnya,
[image:31.595.132.514.184.538.2]berikut tabelnya.
Tabel 2.4 Penyewa Kuda
Dusun Jumlah pemilik
Krajan 2
Punjul 0
Jurang Perahu 0
Total 2
Salah satu atraksi yang paling menarik di atas gunung Bromo adalah
matahari terbit. Gumpalan awan yang menutup langit perlahan-lahan tersibak
oleh bola putih kekuning-kuningan. Cahaya merah merona di ufuk timur,
perlahan-lahan timbullah temberang yang kian membesar hingga membentuk
setengah lingkaran sang surya yang merah menyala. Berangsur-angsur
warnanya berubah menjadi keemasan, dan udara sekitar mulai menerang.
Mulailah suatu hari dan kehidupan yang baru. Semuanya mengingatkan kita
akan kebesaran Tuhan yang Maha Esa, karena keindahan inilah para
wisatawan rela bermalam di penginapan yang telah tersedia di daerah tengger
utamanya di Desa Wonokerto.10
Penyewa penginapan di Desa Wonokerto itu sudah lumayan banyak
dengan jumlah 12 (dua belas) penginapan, di Dusun Krajan sudah berjumlah
10
Sari, Gunung Bromo dan Keunikan Masyarakat Tengger Sebagai Obyek Wisata di Jawa Timur,
24
10 (sepuluh) penginapan, sedangkan di Dusun Punjul itu masih belum ada
mungkin karena tempatnya yang kurang strategis untuk dibuat penginapan,
dan di Dusun Jurang Perahu sudah ada 2 (dua) penginapan.
Umumnya masing-masing penginapan itu menggunakan 3 (Tiga)
bahasa karena para pengunjung yang menginap disana bukan hanya dari
indonesia sendiri akan tetapi juga banyak pendatang-pendatang dari luar negri,
maka dari itu bahasa yang mereka pakai untuk pelayanan di penginapan yaitu
bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan bahasa Perancis.
Para pengunjung dari jauh rela menginap di penginapan yang sudah di
sediakan demi menyaksikan sunrise pada pagi hari. Para tamu mulai di
bangunkan pada jam 04.00 WIB. Bagi tamu yang ingin melihat sunrise
dibangunkan oleh para petugas hotel untuk segera berangkat. Kalau sudah
demikian demi menyaksikan sunrise sudah tidak peduli lagi dengan serangan
[image:32.595.128.513.262.711.2]hawa dingin yang menusuk tulang dan pekatnya kabut dini hari.11
Tabel 2.5 Penyewa Penginapan
Dusun Penginpan
Krajan 10
Punjul 0
Jurang Perahu 2
Total 12
11
Ibid., 37.
25
Sebagian para pemuda di Tengger berprofesi sebagai sopir angkutan
pedesaan yang menghubungkan desa-desa suku Tengger dengan desa lain baik
di kabupaten, kota Probolinggo dan pasuruan. Biasanya mereka menggunakan
kendaraan jenis pick-up dan L300 atau Bison. Sebagian menyediakan jasa
transportasi dan penyewaan kendaraan bagi para wisatawan yang datang ke
gunung Bromo, yaitu jenis kendaraan Jeep/hardtop dan kuda tunggang.
Jasa penyewaan jeep/hardtop itu sudah banyak di desa Wonokerto yang
sudah mencapai 25 jeep, seperti di dusun krajan yang mempunyai jumlah
lebih banyak jasa penyewaan jeep/hartop dengan jumlah 22 pemilik yang
disewakan, sedangkan di Dusun punjul hanya ada 2 (dua) penyewa
jeep/hartop, selain itu di Dusun Jurang Perahu juga ada meskipun hanya 1
[image:33.595.132.513.273.641.2](satu) orang saja, berikut tabelnya
Tabel 2.6 Jasa Penyewaan Jeep/Hartop
Dusun Jumlah pemilik
Krajan 22
Punjul 2
Jurang Perahu 1
Total 25
Pertanian yang ada di Desa Wonokerto itu lebih di utamakan pada sayur
mayur, seperti kubis, kentang, wortel, tomat dan lain sebagainya. Selain itu
26
bandingkan masalah nilai ekonominya antara menanam jagung dan sayur
ternyata lebih besar menanam sayur maka dari itu masyarakat petani Desa
[image:34.595.125.516.220.720.2]Wonokerto lebih memilih ditanami sayuran dari pada jagung.
Tabel 2.6 Tanaman Petani 12
Jenis tanaman petani Luas Produksi (Ton)
Ubi Jalar 0,00 ha 0,00 ton/ha
Cabe 5,00 ha 10,00 ton/ha
Bawang merah 0,00 ha 0,00 ton/ha
Bawang putih 0,00 ha 0,00 ton/ha
Tomat 12,00 ha 5,00 ton/ha
Sawi 9,00 ha 10,00 ton/ha
Kentang 82,00 ha 15, 00 ton/ha
Kubis 106,00 ha 15,00 ton/ha
Mentimun 0,00 ha 0,00 ton/ha
Buncis 2,00 ha 1,00 ton/ha
Kacang kedelai 0,00 ha 0,00 ton/ha
Broccoli 0,00 ha 0,00 ton/ha
Terong 0,00 ha 0,00 ton/ha
Bayam 0,00 ha 0,00 ton/ha
Kangkung 0,00 ha 0,00 ton/ha
12
27
Kacang turis 0,00 ha 0,00 ton/ha
Umbi-umbian lain 0,00 ha 0,00 ton/ha
Talas 0,00 ha 0,00 ton/ha
Wortel 97,00 ha 15, 00 ton/ha
Tumpang sari 2, 00 ha 5,00 ton/ha
Kacang tanah 0,00 ha 0,00 ton/ha
Kacang panjang 0,00 ha 0,00 ton/ha
Kacang mede 0,00 ha 0,00 ton/ha
Kacang merah 0,00 ha 0,00 ton/ha
Padi sawah 0,00 ha 0,00 ton/ha
Padi lading 0,00 ha 0,00 ton/ha
Ubi kayu 0,00 ha 0,00 ton/ha
Meskipun begitu, sebagian lahan pertanian mereka masih ditanami
jagung karena tidak semua orang Tengger mengganti makanan pokoknya
dengan beras. Hanya saja, untuk memanen jagung, orang Tengger harus
menunggu cukup lama, hampir satu tahun. Sampai sekarang nasi aron
Tengger (nasi jagung) masih tercatat sebagai makanan tradisional dalam
khazanah kuliner Nusantara.
Kawasan Tengger di lereng gunung Bromo-semeru ini berhawa sangat
dingin (sekitar 40 C pada malam hari dan sekitar 180 C pada siang hari). Pada
28
Tengger untuk mengambil barang-barang komuditi pertanian tersebut untuk
dijual di pasar kota dan kabupaten Probolinggo, Lumajang, dan Pasuruan.
Tabel 2.6 Jumlah Petani dan Buruh Tani13
Pekerjaan Laki-laki Perempuan
Petani 1115 786
Buruh Tani 827 402
Selain itu para penduduk Desa Wonokerto tidak melewatkan
kesempatan dari tempat wisata Bromo dengan berdagang makanan ringan dan
keperluan pokok keseharian warga desa tersebut. Seperti halnya beberapa
membuka toko bahan pokok, seperti toko bunga, warung makan dan lain
[image:36.595.127.518.215.617.2]sebagainya.
Tabel 2.7 Jumlah Toko Bahan Pokok14
Jenis Toko Jumlah Toko
Toko barang klontong 23 Toko
Toko bunga 5 Toko
Adapun bunga yang tersedia dan di jual hanyalah bunga abadi atau
yang dikenal dengan Edelweis Jawa, yang mana bunga Edelweis Jawa
(Anaphalis javanica) punya posisi penting dalam adat Tengger. Masyarakat
13
Ibid.,
14
Ibid.,
29
Tengger menamainya tanalayu, yang dimaknai mandape wahyu atau turunnya
wahyu. Pada upacara Kasada, Sesanding, dan Entas-entas, tanalayu atau
edelweiss jawa itu menjadi salah satu muatan sesaji. Bunga ini juga menjadi
bahan pokok pembuatan petra, semacam boneka yang berfungsi sebagai
pelinggih atman: tempat mempersemayamkan roh orang meninggal atau
arwah leluhur yang diundang dalam suatu upacara. Dalam berbagai upacara
adat Tengger yang melibatkan unsur mengundang arwah leluhur, selalu ada
petra. Edelweis jawa termasuk tumbuhan yang dilindungi. Manfaat
ekologisnya tak ternilai. Bunganya menjadi sumber makanan bagi sekitar
300-an jenis ser300-angga. Kulit bat300-angnya bercelah d300-an meng300-andung b300-anyak air,
menjadi tempat hidup beberapa jenis lumut. Bagian akarnya yang muncul di
permukaan tanah menjadi tempat hidup cendawan tertentu yang membentuk
mikoriza: kelompok jamur yang bersimbiosis dengan tumbuhan yang
dilekatinya. Cendawancendawan itu mendapat oksigen dan tempat hidup dari
edelweiss, sedangkan edelweiss mendapat unsur hara dari cendawan. Itulah
sebabnya edelweiss jawa mampu hidup di tanah vulkanik muda yang tandus,
menjadi tumbuhan perintis yang berfungsi “menyiapkan lahan” bagi tumbuh
dan tersebarnya tumbuhan-tumbuhan lain.
Sebagai tumbuhan yang dilindungi, tentunya terlarang memetik
edelweis jawa dan apalagi memperdagangkannya. Akan tetapi karena ada
permintaan pasar (demand) dari wisatawan, muncullah penyediaan barang
(supply) oleh masyarakat Tengger. Saat ini kondisi edelweis jawa di Bromo
30
Gunung Batok masih berkisar 936,25 pohon/hektar. Data itu merupakan hasil
penelitian Didik Wahyudi, UIN Malang, pada April–September 2010. Namun,
bukan tak mungkin jika tidak diantisipasi, populasi edelweis jawa akan
[image:38.595.115.502.231.511.2]menurun drastis dalam waktu dekat.15
Tabel 2.8 Jumlah Warung Nasi16
Dusun Jumlah pemilik
Krajan 1 Warung
Jurang prahu 2 Warung
Punjul 6 Warung
Total 9 Warung
E. Kondisi Pendidikan
Mencari ilmu itu wajib hukumya bagi seluruh umat muslim baik
laki-laki ataupun perempuan, maka dari itu pendidikan sangat dibutuhkan dalam
hal mencari ilmu, dengan adanya pendidikan Desa wonokerto merupakan
sebuah desa yang tergolong sudah maju dalam hal pendidikan, karena di Desa
Wonokerto sudah banyak terdapat kelompok-kelompok pendidikan seperti
halnya sekolahan, tempat les TPQ dan lainnya juga sudah ada di Desa
Wonokero Sukapura Probolinggo.
15
Hikayat Wong Tengger Kisah Peminggiran dan Dominasi: Pentingnya Meningkatkan
Keberdayaan Masyarakat Tengger Untuk Melestarikan Kawasan Konservasi Balai Taman Nsional Bromo-Tengger-Semeru, mei 2013.
16
31
Jika dilihat dari tingkat pendidikan penduduk yang paling banyak yaitu
pada tingkat pendidikan tamat SD sejumlah 45 jiwa, laki-laki berjumlah 20
dan perempuannya berjumlah 25, sedangkan penduduk paling sedikit
mengenyam pendidikan Strata 1 dengan jumlah 1 jiwa dan hanya perampuan
saja. Berikut tabel penduduk dilihat menurut tingkat pendidikan dan jenis
[image:39.595.127.517.237.630.2]kelamin:17
Tabel 2.8 Pendidikan Penduduk18
Pendidikan Laki-laki Perempuan
Belum tamat SD 25 25
Tamat SD 20 25
Belum tamat SMP 8 10
Tamat SMP 4 6
Belum tamat SMA 0 0
Tamat SMA 4 2
Akademi 0 3
Strata 1 0 1
Strata 2 0 0
Strata 3 0 0
Kemajuan pada aspek pendidikan yang ada di Desa Wonokerto sudah
tergolong maju, bisa dilihat dari adanya tempat-tempat belajar seperti sekolah
17 Ibid.,
32
dasar yaitu SD Wonokerto I (Satu), SD Wonokerto II (Dua), tempat Les, dan
TPQ, walaupun sebagian besar guru-gurunya bukan asli orang Wonokerto
sendiri, Banyaknya guru beserta murid-muridnya yang mencari ilmu itulah
yang menandakan bahwa masyarakat Wonokerto sudah mulai mementingkan
pendidikan, meskipun untuk sekarang adanya hanya sekolah dasar saja, belum
ada yang namanya MI, SLTP dan lain sebagainya. Jumlah ruang kelas yang
paling banyak adalah di SD Wonokerto II (Dua) sebanyak 16 ruang kelas
dengan jumlah rombongan belajar 172 rombongan. Berikut tabel banyaknya
[image:40.595.134.533.276.677.2]ruang kelas, rombongan belajar :
Tabel 2.9 Jumlah Sekolah19
Jenis sekolah Jumlah sekolah Jumlah siswa dan siswi Jumlah ruang kelas
TK 1 40 2
SD 2 172 12
MI 0 0 0
SLTP 0 0 0
MTS 0 0 0
SMA 0 0 0
SMK 0 0 0
19
Ibid.,
33
F. Kondisi Keagamaan
Mengenai kondisi keagamaan masyarakat Desa Wonokerto hingga
akhirnya memeluk agama Islam, tedapat kekaburan apakah selama ini agama
yang meeka yakini Budha atau Hindu jika dilhat dari segi proses pelaksanaan
ibadahnya. Untuk itulah pada tahun 1971 s/d 1980 pemerintah turun tangan
guna menjembatani ketidak jelasan hingga akhirnya ditetapkanlah bahwa ritus
keagamaan selama ini yang lebih tampak adalah Hindu.20
Seiring perkembangannya, masyarakat Desa Wonokerto berpindah
memeluk Agama Islam secara bertahap dengan didirikannya 1 masjid dan 3
mushalla. Kegiatan-kegiatan keagamaannya pun mulai aktif walaupun dengan
cara menjadikan budaya dalam Agama Hindu yang di islamisasi seperti
tayuban menjadi pengajian.21
Adapun mengenai aktivitas atau ritual keagamaan setelah
perkembangannya, masyarakat Desa Wonokerto di setiap dusun memiliki
aneka ragam kegiatan yang pada dasarnya tetap berpegang teguh pada Islam.
Sebagaimana dalam tabel berikut:
20
Hariono, Wawancara, Kotaanyar, 12 Juni 2015.
[image:42.595.116.504.149.591.2]
34
Tabel 2.10 Kegiatan Rutinan
Dusun Krajan Punjul Jurang Prahu
Nama Musholla Al-Hidayah Baitur Rahim Baitur Rahman
Nama Kegiatan Tayuban ke
Pangajian
setiap hari
Juma’t
Hataman
Qu’an setiap
malam rabu
Sholawatan
setiap malam
senin
Selain kegiatan-kegiatan di atas, Desa Wonokerto juga mengembangkan
proses belajar al-Quran atau yang dikenal sekarang dengan TPQ. TPQ di Desa
Wonokerto hanya ada satu, yaitu TPQ al-Ikhlas. Mengenai waktu dan tempat
yaitu para anak-anak masyarakat Desa Wonokerto hadir setiap jam tiga, dan
bertempat di dusun Krajan.22
22
Parni,Wawancara, Wonokerto, 15 Juni 2015.
35
BAB III
PERAYAAN IDUL FITRI SUKU TENGGER WONOKERTO SUKAPURA
PROBOLINGGO
A. Sejarah Masuknya Islam di Suku Tengger Wonokerto Sukapura
Probolinggo
Penyebaran Islam ke berbagai wilayah, termasuk di Indonesia,
berlangsung sejalan dengan proses transformasi agama tersebut, baik sebagai
doktrin ataupun unsur-unsur budaya masyarakat muslim. Proses ini melalui
berbagai jalur kedatangan, bentang waktu, dan rangkaian proses sosialisasi di
wilayah-wilayah yang menjadi sasaran penyebaran. Di Indonesia fenomena
tersebut bisa dilihat misalnya dari sebaran angka-angka tahun bukti-bukti
tertua kehadiran orang-orang atau komunitas Islam, antara lain di Leran,
Gresik (1082 M), di Barus, Sumatera Utara (1206 M), Pasai, Aceh (1297 M)
dan Troloyo, Mojokerto (1368 M). Sementara itu dari berbagai sumber naskah
kuno juga diketahui proses sosialisasi Islam, seperti di Cirebon (akhir abad
15), Banten (awal abad 16), Banjarmasin (1550), Ternate (akhir abad
ke-14), Kutei (1575), dan Makassar pada 1605/9 M.1
Melihat adanya variasi waktu berlangsungnya proses sosialisasi
Islam di atas, bisa dikatakan disini bahwa penyebaran dan sosialisasi Islam di
Nusantara terjadi melalui rangkaian peristiwa prosesual yang tidak sama di
masing-masing wilayah. Hanya saja, secara umum urutan proses tersebut
1
Hasan Muarif Ambary, Prospek Penelitian Arkeologi Islam Dasawarsa (Jakarta: Depdikbud,
36
dapat digambarkan sebagai berikut; (1) Gujarat. (2) Makkah (3) Persia (4)
Cina (5) Maritim.2
Peneliti Belanda seperti Drewes dan Snouck Hurgronje menyatakan
bahwa Islam datang dari India. Keduanya mendasarkan alasannya pada
adanya kesamaan antara madzhab orang-orang Arab yang ada di Gujarat dan
Malabar dengan madzhab Indonesia, yakni madzhab Syafi’i. kedua, S.Q.
Fatimi menyatakan bahwa Islam datang dari Bengal. Menurutnya, batu nisan
makam Malik al-Saleh yang selama ini diyakini sebagian peneliti sebagai
bukti, sama sekali berbeda dengan batu nisan yang ada di Gujarat. Sebaliknya
batu nisan Fatimah Binti Maimun yang ada di Leran, Gresik, Jawa Timur pada
475 H/ 1082 M justru sama dengan batu nisan yang ada di Bengal, mekipun
diragukan kebenarannya oleh Ricklefs. Ketiga, Thomas W. Arnold meyakini
Islam datang dari Colomander dan Malabar, dengan alasan adanya kesamaan
madzhab antara Indonesia dengan Colomander dan Malabar. Keempat,
Naquib al-Attas menyatakan bahwa Islam datang ke Indonesia berasal dari
Arab. Kelima, Housein Djayadiningrat berteori bahwa Islam datang dari
Persia. Teorinya ini didasarkan pada beberapa kesamaan tradisi antara
Indonesia dan Persia, seperti ajaran Manunggaling Kaula Gusti-nya Syeh Siti
Jenar dengan konsep Wihdat al-Wujud-nya al-Hallaj (Persia), peringatan
Assyura (tanggal 10 Muharram) yang berkaitan dengan peringatan hari
wafatnya Husein bin Ali di Karbala, dan penggunaan bedug di masjid-masjid.3
2
Ahmad Mansur Suryanegara,Api Sejarah, Jilid I (Bandung: Salamadani, 2012), 99-102.
3
Aksin Wijaya, Menusantarakan Islam (Yogyakarta: Nadi Pustaka, 2011), 45-46.
37
Sebagaimana penjelasan di atas bahwa kehadiran Islam di Indonesia
tidak serta-merta hadir begitu saja. Melainkan memiliki proses dan tahapannya
sendiri. Bermula dari pesisir hingga ke pelosok desa. Kenyataan ini
merepresentasikan bahwa Islam bukanlah agama yang stagnan namun terus
mengalami perkembangan. Bukan hanya dalam perihal kuantitas akan tetapi
juga kualitas.
Islam yang terus mengalami perkembangan hingga ke pelosok desa
tidak menutup kemungkinan bahwa diberbagai belahan Indonesia juga
tersentuh oleh nilai-nilai keislaman khususnya Desa Wonokerto yang menjadi
fokus penelitian dalam skripsi ini.
Wilayah Wonokerto yang terletak di dataran tinggi membuat agama
Islam sulit mencapai daerah tersebut. meskipun Agama Islam sudah datang ke
Nusantara itu pada abad ke-7 M, yang ditandai dengan berdirinya
kampung-kampung muslim pada abad ke-2 H/ke-8 M, dan berkembang luas pada abad
ke-13 M.4 Namun daerah pegunungan yang terletak di Perbatasan Malang,
Pasuruan, Lumajang dan Probolinggo itu belum tersentuh oleh keberadaan
agama Islam. Wilayah Wonokerto memiliki kontur tanah berbukit dan lembah
yang curam sehingga akses menuju wilayah tersebut sangat sulit dan terbatas.
Sehingga sulit bagi pendatang (muslim) untuk bisa sampai ke daerah
Wonokerto.
38
Mengenai Islamisasi di Desa Wonokerto juga hampir sama dengan
Islamisasi awal di Indonesia yaitu terdapat beberapa tahapan. Namun dalam
hal ini antara islamisasi dan peranan tokohnya tidak dapat dipisahkan.
Mengingat dalam proses tersebut peranan seorang tokoh erat kaitannya
dengan apa yang menjadi islamisasi itu sendiri. Adapaun tahapan-tahapannya,
yaitu:
1. Ki Dadap Putih: tokoh awal pembawa Islam ke Desa Wonokerto
Ki Dadap Putih terkenal dengan sosok yang memiliki watak keras.
Menurut Hariono, islamisasi yang dilakukan oleh Ki Dadap Putih dapat
dikatakan ekstrim. Karena dalam proses tersebut Ki Dadap Putih
menyebarkan agama Islam dengan cara kekerasan yaitu melalui
peperangan dengan masyarakat yang beragama Hindu di Desa Wonokerto.
Bahkan tidak sedikit masyarakat yang beragama Hindu menginginkan
kehadiran Ki Dadap Putih segera berakhir.
Adapun tahapan pertama ini sangat erat kaitannya dengan
runtuhnya kerajaan Majapahit pada tahun saka 1400 (1478 M), yang
diserang oleh kerajaan Demak Bintoro, setelah Majapahit runtuh
orang-orang Majapahit banyak yang melarikan diri ke daerah Timur utamanya ke
daerah Bali dan ke daerah perbukitan disekitar gunung Bromo, karena
melihat banyaknya tentara Majapahit yang melarikan diri akhirnya tentara
Raden Patahpun melakukan pengejaran terhadap orang Hindu sampai ke
Desa Wonokerto yang dipimpin oleh ki Dadap Putih. Sesampainya di
39
Grinting (Desa Wonokerto) untuk memeluk agama Islam, lalu diajaklah
masyarakat Grinting untuk memeluk agama Islam dari situ terjadilah
pertentangan antara masyarakat Tengger dengan Ki Dada Putih. Ki Dada
Putih selaku penyebar agama baru (Islam) mengalami perseteruan sengit
sehingga tidak sedikit para pejuang Islam yang meninggal dunia waktu itu.
Adapun bukti-bukti usaha Islamisasi pada tahap pertama dapat
dilihat dari arsitektur berupa kuburan yang terdapat di bukit Dadap Putih
yang dulunya kuburan itu berjumlah 50 kuburan. Akan tetapi lambat laun
kuburan yang awalnya berjumlah 50 kuburan kini hanya tertinggal 1
kuburan. Sedangkan kuburan-kuburan yang lainnya sudah dikelola oleh
penduduk Desa Wonokerto sehingga menjadi lahan pertanian oleh
penduduk desa.5
Islam yang dibawa oleh Ki Dadap Putih sebagaimana dijelaskan di
atas, yaitu dengan jalan kekerasan alhasil tidak begitu menancapkan
nilai-nilai keislaman pada masanya. Sehingga, pada waktu itu tidak sedikit
pengikut Ki Dadap Putih yang gugur.
Mengenai waktu terjadi peristiwa islamisasi dengan jalan
kekerasan yang dilakukan oleh Ki Dadap Putih menurut Kosim dkk,
terjadi pada abad ke 20 M.6 Namun, dalam hal ini, dari beberapa
masyarakat yang menjadi informan, tidak ada kepastian waktu peristiwa
itu terjadi.
5
Dani dan Hariono,Wawancara, Wonokerto, 17 Juli 2015.
6
Kosim, et al “Perkembangan Agama Islam di Desa Wonokerto Kecamatan Sukapura Kabupaten
40
2. Raden Samitro dan Samindro: Penyebar Islam Tahap Kedua
Islamisasi yang kedua sangat memiliki perbedaan jika
dibandingkan dengan islamisasi tahapan pertama yang dilakukan oleh Ki
Dadap Putih. Karena tahapan kedua ini Islam dibawa dengan cara baik
yaitu dengan melalui kesenian yang sudah begitu lama dijalankan oleh
masyarakat Desa Wonokerto sendiri sehingga Islam tidak hadir dengan
cara membuang kesenian dalam masyarakat melainkan merangkulnya
artinya Islam disebarkan melalui budaya setempat dengan cara
memasukkan nilai-nilai keislaman dalam budaya lokal untuk
mempermudah proses penyebaran islamisasi itu sendiri.
Sehingga tatacara dakwahnya kepercayaan lama dan adat istiadat
rakyat tidak ditentang dengan begitu saja. Masyarakat awam didekati
dengan cara yang manis dan halus, sehingga dengan senang hati mereka
menerima kehadirannya. Kesenian rakyat yang dimanfaatkan untuk alat
berdakwah, ternyata membawa keberhasilan yang memuaskan yaitu rakyat
jawa disaat itu hampir seluruhnya dapat menerima ajakannya mengenal
Islam.
Adapun penyebar Islam tahapan kedua ini di Desa Wonokerto
yaitu Raden Samitro dan Samindro yang merupakan putra dari Mbah
Raden sosok Mbah Raden sendiri terdapat dua versi ada yang mengatakan
berasal dari kediri dan juga ada yang mengatakan, bahwa Mbah Raden
41
Raden Samitro dan Samindro yang merupakan putra dari Mbah
Raden adalah dua bersaudara yang menyebarkan agama Islam di Desa
Wonokerto. Raden Samitro dan Samindro mereka berdualah yang
menyebarkan Islam di Desa Wonokerto dengan kesenian yang bernama
seni Terbang Jidor. Melalui seni Terbang Jidor itulah nilai-nilai keislaman
diselipkan didalamnya dan akhirnya banyak masyarakat Wonokerto yang
tertarik akan kesenian itu sehingga dengan bertambahnya hari maka
semakin bertambah juga jumlah masyarakat yang ikut dalam kesenian itu,
dan akhirnya Terbang Jidor inilah yang yang saat ini sebagai arsitektur
penyebaran Islam. Terbang Jidor yang menjadi sarana penyebaran Islam
mulai turun-temurun.7
Setelah banyak menarik perhatian Masyarakat Wonokerto, Raden
Samitro dan Samidro mulai mendekati orang-orang yang berpengaruh di
desa itu yaitu kepala Desa Wonokerto yang bernama Bapak Kabit. Bapak
Kabitpun juga tertarik dengan ajaran yang dibawa Raden Samitro dan
Raden Samindro, mungkin karena saking senangnya pada ajaran yang
dibawa oleh Raden Samitro dan Samindro, sampai-sampai anak
perempuan dari bapak Kabit ini dinikahkan dengan Raden Samitro.
Karena ikatan perkawinan merupakan ikatan lahir batin, tempat mencari
kedamaian diantara dua individu. Kedua individu yaitu suami isteri
membentuk keluarga yang justru menjadi inti masyarakat. Dalam hal ini
berarti membentuk masyarakat muslim.
7
Menurut Hariono dan Heri, Kini terbang jidor tersebut dikuasai oleh Bapak Sunarji seseorang
42
Seperti lumrahnya yang ada di masyarakat tidak semua warga desa
yang setuju akan hal-hal yang sifatnya baru, seperti di Desa Wonokerto,
meskipun sudah banyak masyarakat Wonokerto mengikuti ajaran yang
dibawa Raden Samitro dan Raden Samindro untuk memeluk agama Islam
tetap saja ada yang tidak setuju akan hal itu. Salah satu warga Desa
Wonokerto yang tidak mau memeluk agama Islam yaitu seorang dukun
yang bernama Dukun Keti.
Dukun Keti adalah salah seorang yang ada di suku Tengger yang
tinggal di Desa Wonokerto yang kemudian pindah ke Desa Ngadas
Kabupaten Malang karena tidak tertarik untuk memeluk agama Islam.
Sebelum Dukun keti ini pindah ke Desa Ngadas Kabupaten Malang,
terjadi percekcokan mulut antara Dukun Keti dengan Raden samitro dan
samindro, sehingga mendapatkan suatu kesepakatan antara Raden Samitro
dan Raden Samindro dengan Dukun Keti bahwa agama Islam itu hanya
boleh disebarkan sampai di Desa Wonokerto saja, tidak boleh ke desa
yang ada di atasnya seperti Ngadisari dan lainnya. Maka dari itulah hingga
kini Islam hanya boleh disebarkan sampai Desa Wonokerto saja, dan
masih belum ada yang berani untuk melanggar perjanjian tersebut, batas
desa yang tidak diperbolehkan untuk dimasuki Islam yaitu ditandai dengan
adanya gapura. Selain itu di Desa Wonokerto juga terdapat arsitektur yang
43
SD Wonokerto I (satu). Menurut Bapak Hariono kuruban itu adalah
tempat dimakamkannya Raden Samitro dan Samindro.8
3. Hadirnya Para Guru: Masa Perkembangan
Pada tahap ketiga agama Islam disebarkan melalui guru-guru
agama yang kebanyakan orang-orang pendatang tepatnya dimulai pada
tahun 1971 sampai sekarang. Meskipun pada tahap ketiga dimulai dari
tahun 1971 tapi belum mendapatkan dukungan dari pemerintah desa dan
baru mendapatkan dukungan dari pemerintahan desa yaitu pada tahun
1987-2007 yang pada waktu itu bapak Hariono menjadi sekertaris Desa
Wonokerto.9
Proses Islamisasi di Desa Wonokerto terjadi akibat adanya kontak
dengan masyarakat luar yang beragama Islam. Saluran-saluran yang
dilalui dalam proses Islamisasi di Desa Wonokerto antara lain saluran
kesenian, saluran pernikahan, dan saluran pendidikan. Islamisasi melalui
jalur kesenian dilakukan oleh Raden Samitro dan Samindro pada saat
Islam baru masuk ke Desa Wonokerto untuk tahap kedua Raden Samitro
dan Raden Samindro membentuk group kesenian Terbang Jidor yang
beranggotakan masyarakat dari Desa Wonokerto. ketika berkumpul di
kelompok seni Terbang Jidor, Raden Samitro dan Samindro
perlahan-lahan memasukkan ajaran-ajaran Islam.
Penyebaran Islam melalui jalur pernikahan pertama kali dilakukan
oleh Raden Samitro selaku pembawa Islam ke Desa Wonokerto yang
8
Dani, et al Wawancara, Wonokerto, 17 Juli 2015.
44
menikahi putri Bapak Kabit (Kepala Desa). Pada tahap berikutnya, Proses
Islamisasi melalui pernikahan di Desa Wonokerto terjadi apabila salah
satu orang dari Desa Wonokerto menikah dengan orang dari Desa Tengger
lain yang agamanya bukan Islam. Kemudian kedua orang yang menikah,
bertempat tinggal di Desa Wonokerto. Hal itulah yang dialami Bapak
Sumoyo warga Desa Wonokerto yang sebelumnya berasal dari Desa
Ngadas. Ketika Bapak Sumoyo akan menikah dengan Istrinya yang
berasal dari Desa Wonokerto dan hendak bertempat tinggal di Desa
Wonokerto, maka Bapak Sumoyo harus memeluk Agama Islam.
Sedangkan keluarga bapak Sumoyo yang tinggal di Desa Ngadas tetap
beragama Budha (Hindu Tengger). Aturan tersebut juga berlaku bagi
seluruh masyarakat tanpa tekecuali.10
Penyebaran Islam melalui jalur pendidikan pertama kali dilakukan
oleh Modin dengan menyelenggarakan pendidikan informal (mangaji
Al-Quran) yang bertempat di rumahnya. Modin mengajak anak-anak mengaji
di rumahnya karena belum ada fasilitas yang memadai misalnya Masjid,
Mushalla, atau tempat lain yang bisa digunakan sebagai tempat belajar.
Sedangkan Islamisasi melalui pendidikan formal baru terselenggara pada
tahun 1972 di SD Negeri 1 Wonokerto (Dusun Krajan) dan tahun 1983 di
SD Negeri 2 Wonokerto (Dusun Punjul) yaitu sejak adanya guru agama
Islam. 11
10
Kosim, et al “Perkembangan Agama Islam di Desa Wonokerto Kecamatan Sukapura Kabupaten Probolinggo Tahun 1983-2012”. 68-69.
11
Siti Syamsiah, Wawancara, Wonokerto, 9 Agustus 2015.
45
4. Berdirinya Pondok Pesantren Al-Ikhlas Pada Tahun 2013
Berdirinya Pondok Pesantren Al-Ikhlas Pada Tahun 2013 yang
didirikan oleh ustadz Mukhtar. Adapun sejarah berdirinya pondok
pesantren al-Ikhlas ini berangkat dari keinginan seorang muallaf bernama
Sumarjono yang hendak mewakafkan tanahnya di jalan Islam.
Semula Sumarjono beragama Hindu yang hidup di Desa
Wonokerto. Sebagai seorang yang beragama Hindu bukan berarti
Sumarjono tidak tahu sama sekali tentang Islam. Sehingga pada tahun
2011-an Sumarjono memantapkan diri untuk memeluk agama Islam
sekaligus membangun Mushalla dekat rumahnya.
Niat Sumarjono kala membangun Mushalla adalah untuk dijadikan
sebagai tempat ibadah akan tetapi tidak sesuai dengan apa yang dia
inginkan. Mushalla yang dibangunnya sepi jama’ah. Melihat kendala yang
seperti itu akhirnya dia berinisiatif untuk menemui ustadz Mukhtar S. ag
selaku mahasiswa IAIN Sunan Ampel Surabaya alumni Fakultas Adab
jurusan Bahasa dan Sastra Arab yang pernah melaksanakan KKN di Desa
Wonokerto pada tahun 1993.
Setelah bertemu dengan ustadz Mukhtar dan menceritakan
keinginannya yang tidak tersalurkan akhirnya ustadz Mukhtar
melangkahkan kakinya untuk mendirikan Pondok Pesantren Al-Ikhlas
pada tahun 2013.
Berdirinya pondok pesantren juga tidak berbeda jauh dengan
46
yang juga mendorong masyarakat untuk lebih giat memahami dan
menanamkan nilai-nilai keislaman baik bagi dirinya dan juga
anak-anaknya.
Ustadz Mukhtar selaku pengasuh pondok pesantren mendapatkan
dukungan dari pondok pesantren Sidogiri. Sehingga para guru, ustadz dan
ustadzahnya didatangkan dari pesantren Sidogiri guna mendorong
semangat belajar anak-anak masyarakat Desa Wonokerto. Hingga dewasa
inilah, Desa Wonokerto mulai merasakan manfaat akan berdirinya pondok
pesantren Al-Ikhlas berkat Sumarjono dan ustadz Mukhtar. Mulai dari
penanaman akidah, akhlak dan moral kian meningkat dan jumlah
santriwan dan santriwatinyapun pada tahun 2017 sebanyak 30 santri tetap ,
akan tetapi yang terdaftar itu ada 60 santri.
Adapun aktifitas belajar mengajar yang diadakan di pondok
pesantren yang yang diikuti oleh santriwan dan santtiwati ada juga yang
bisa diikuti oleh orang dewasa yaitu pengajian rutin setiap hari jumat
malam sabtu, yang diisi oleh bapak Moh Arif dari Probolinggo sendiri.
Sedangkan pada setiap bulan itu juga dilaksanakan pengajian rutin pada
hari sabtu malam minggu pada akhir bulan.
Mengenai tema yang menjadi bahan kajian sangat berfariasi
disesuaikan dengan keadaan masyarakat setempat, semua masyarakat
kecamatan Sukapura hadir dalam acara tersebut kurang lebih antara
47
Tanah wakaf pemberian bapak Sumarjono seluas 2 hektar
dibangun untuk pondok pesantren dan pertanian yang di kelola oleh ustadz
Mukhtar. Beliau juga membangun penginapan untuk para wisatawan yang
hendak mendaki ke gunung Bromo. Rata-rata para wisatawan baik dari
domestik maupun mancanegara yang ingin menikmati indahnya sun set
dan sun rise di puncak gunung Bromo. Adapun manfaat dari hasil
pertanian dan penginapan itu dijadikan sebagai dana operasional dan
pengembangan pondok pesantren agar lebih berkembang dan maju.12
B. Perayaan Idul Fitri Suku Tengger Wonokerto Sukapura Probolinggo.
Idul Fitri di Desa Wonokerto tidak memiliki perbedaan dengan Idul
Fitri lainnya. Hanya saja, kemasan perayaannya yang berbeda jika ditinjau
dari segi kondisi sosial keagamaan. Masyarakatnya Desa Wonokerto yang
terbelah dari segi agama ternyata tidak menimbulkan efek yang mencerminkan
perpecahan melainkan keharmonisan.
Sebagaimana mestinya, sebelum perayaan Idul Fitri tiba umat Islam
terlebih dahulu melaksanakan ibadah puasa ramadhan selama 1 bulan penuh.
Untuk itulah, ada beberapa rangkaian tersendiri setiap pelaksanaan ibadah
dalam agama Islam. Diantaranya:
48
1. Puasa Ramadhan
Puasa dalam bahasa Arab disebut shaumu. Shaum, secara
etimologi adalah devinisi dari menahan dari segala sesuatu, seperti
menahan tidur (bergadang), menahan bicara, menahan makan dan
sebagainya. Adapun secara Termenologi agama shaum adalah menahan
diri dari makan, minum dan semua perkara yang membatalkan puasa sejak
terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari, dengan syarat-syarat
tertentu. Sebagian ulama mendefinisikannya sebagai: “menahan diri dari
syahwat perut dan syahwat kelamin sepanjang hari disertai niat sebelum
fajar selain waktu haid, nifas, dan hari-hari raya”.
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertakwa”.13
Allah swt. Telah mewajibkan kepada orang-orang yang beriman
sebagaimana dia mewajibkannya kepada umat-umat terdahulu (ahlul
milal). Dibalik kewajiban tersebut didapati beberapa faidah yang besar dan
hikmah yang mulia, yaitu meningkatkan ketaqwaan manusia yang
berpuasa dan menjauhkan dari perbuatan yang diharamkan oleh Allah swt.
Kewajiban puasa yang bertepatan di bulan ramadlan dikarenakan
pada bulan tersebut adalah permulaan diturunkannya Al-Qur’an yang
13
Al-Qur’an, 2 (al-Baqroh): 183.
49
mulia, yang di dalamnya terdapat dasar-dasar hukum yang berlaku
sepanjang zaman, dan diperuntukkan bagi umat Muhammad SAW.
Al-Qur’an adalah cahaya, petunjuk, dan pedoman hidup bahagia bagi orang
yang mau menempuh di jalan Al-Qur’an itu sendiri. Selain itu Allah telah
menurunkan rahmat kepada umatnya di bulan Ramadhan.14
Selain itu dalam surat al-Baqarah ayat 185 juga dijelaskan:
<