• Tidak ada hasil yang ditemukan

Partisipasi dan perayaan Idul Fitri suku Tengger Wonokerto Sukapura Probolinggo Jawa Timur (1994-2015).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Partisipasi dan perayaan Idul Fitri suku Tengger Wonokerto Sukapura Probolinggo Jawa Timur (1994-2015)."

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

PARTISIPASI DAN PERAYAAN IDUL FITRI SUKU TENGGER WONOKERTO SUKAPURA PROBOLINGGO JAWA TIMUR (1994-2015)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Program Strata Satu (S-1) Pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)

Oleh Badrus Samsi NIM: A52212119

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ix ABSTRAC

This thesis entitled “Partisipasi dan Perayaan Idul Fitri Suku Tengger Wonokerto Sukapura Probolinggo Jawa Timur (1994-2015)”. The statement of the problem which does in this toward this research are; (1) how the common condition of Tengger tribe societies in wonokerto sukapura probolinggo. (2) how the process and celebrition in idul fitri day done by tengger tribe wonokerto sukapura probolinggo. (3) how the respons of hinduism societies toward idul fitri day celebration by tengger tribe wonokerto sukapura probolinggo.

Concerning the statement of the problem, in this research the writer uses approach and framework theories. The method of approach used by writer is cultural approach theory. while, the framework theory is multicultural theory through etnography reserach method.

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv

TABEL TRANSLITERASI ... v

HALAMAN MOTTO ... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii

ABSTRAK ... viii

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. KegunaanPenelitian ... 5

E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik ... 6

F. Penelitian Terdahulu ... 7

G. Metode Penelitian ... 8

H. Sistematika Bahasan ... 11

BAB II KONDISI UMUM MASYARAKAT SUKU TENGGER WONOKERTO SUKAPURA PROBOLINGGO A. Letak Geografis ... 14

(8)

iii

C. Kondisi Sosial ... 20

D. Kondisi Ekonomi ... 21

E. Kondisi Pendidikan... 30

F. Kondisi Keagamaan ... 33

BAB III PERAYAAN IDUL FITRI DI SUKU TENGGER WONOKERTO SUKAPURA PROBOLINGGO A. Islamisasi di Suku Tengger Wonokerto Sukapura Probolinggo ... 35

B. Perayaan Idul Fitri Suku Tengger Wonokerto Sukapura Probolinggo ... 47

BAB IV RESPON MASYARAKAT HINDU TERHADAP PERAYAAN HARI RAYA IDUL FITRI SUKU TENGGER WONOKERTO SUKAPURA PROBOLINGGO A. Representasi Umum Masyarakat Hindu di Desa Wonokerto ... 63

B. Respon Masyarakat Hindu Terhadap Perayaan Hari Raya Idul Fitri ... 64

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 68

B. Saran ... 69

(9)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah bangsa yang komposisi etnisnya sangat beragam.

Begitu pula dengan agama, aliran kepercayaan, bahasa, adat istiadat, orientasi

kultur kedaerahan serta pandangan hidupnya. Jika diurai lebih terinci, bangsa

Indonesia memiliki talenta, watak, karakter, hobi, tingkat pendidikan, warna

kulit, status ekonomi, kelas sosial, pangkat dan kedudukan, varian

keberagamaan, cita-cita, perspektif, orientasi hidup, loyalitas organissasi,

tingkat umur, profesi dan bidang pekerjaan yang berbeda-beda. Tiap-tiap

kategori sosial, masing-masing memiliki “budaya” internal sendiri, sehingga

berbeda dengan kecenderungan “budaya” internal kategori sosial yang lain.

Bila dipetakan secara lebih teoritis, bangsa Indonesia dari segi kultural

maupun struktural memantulkan tingkat keberagaman yang tinggi.1

Kebudayaan bagi ilmu sosial mempunyai arti yang sangat luas

meliputi seluruh kelakuan dan hasil kelakuan manusia, yang teratur oleh tata

kelakuan yang harus didapatkannya dengan belajar yang semuanya tersusun

dalam kehidupan masyarakat.2

1

Riuh Beranda Satu, Peta Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia (Jakarta:Depag RI, 2003), 1.

(10)

2

Pengertian kebudayaan berada pada pengertian masyarakat, yaitu

sekelompok orang yang mendiami suatu daerah tertentu dan yang secara

bersama-sama memiliki tradisi kebudayaan yang sama.3 Dalam literatur lain

dijelaskan bahwa budaya adalah sebuah sistem yang mempunyai konferensi

bentuk-bentuk simbolis yang berupa kata benda, sastra, lukisan, nyanyian,

misi, kepercayaan yang berkaitan erat dengan konsep-konsep estemologi dari

sistem pengetahuan masyarakat.4 Selain itu dalam bukunya Soerjono Soekanto

dalam Jaih Mubarak, Metodologi Studi Islam juga dijelaskan bahwa

kebudayaan adalah semua hasil karya, rasa, cipta masyarakat. Karya

masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan yang

diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam dan sekitarnya, agar kekuatan

serta hasilnya dapat diabadikan untuk keperluan masyarakat. Rasa meliputi

jiwa manusia, mewujudkan segala kaidah-kaidah dan nilai-nilai sosial untuk

mengatur masalah-masalah kemasyarakatan dalam arti yang luas. Agama,

ideologi, kebatinan, dan kesenian yang merupakan hasil ekspresi jiwa manusia

yang hidup sebagai anggota masyarakat termasuk di dalamnya.

Indonesia merupakan salah satu bangsa yang memiliki banyak

kebudayaan dan tradisi, baik yang sudah dikenal masyarakat luas atau yang

sama sekali belum dikaji oleh para budayawan. Menurut E.B Taylor, seorang

ahli antropologi kebudayaan adalah keseluruhan yang komplek yang

didalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral,

3

Nur Syam, Madzhab-Madzhab Antropologi (Yogyakarta: PT.LKiS Pelangi Aksara, 2007), 38.

4

Kuntowioyo, Budaya dan Masyarakat (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 1987), xi.

(11)

3

hukum, adat istiadat dan kemampuan yang lain, serta kebebasan yang didapat

oleh manusia sebagai anggota masyarakat.5

Sebelum menginjak 1 syawal atau yang dikenal dengan hari raya Idul

Fitri, umat Islam terlebih dahulu melaksanakan ibadah puasa selama 1 bulan

penuh dan hukumnya adalah wajib. Disamping itu, bulan ramadlan juga di isi

dengan berbagai kegiatan seperti tadarus, ṣhalat tarawih dan kegiatan

keagamaan lainnya. Umumya masyarakat Desa Wonokerto kala bulan

ramadhan tiba selain menjalankan aktivitas puasa, tarawih dan tadarus juga

melaksanakan patroli pada malam hari tepatnya pada jam 2 guna

membangunkan warga yang hendak menyiapkan makan sahur. Selain itu, hal

yang khusus adalah ada jamuan antar tetangga di setiap gubuk-gubuk tertentu.

Memasuki tanggal 1 Syawal yaitu mulai berakhirnya puasa bulan

Ramadan, umat muslim diseluruh dunia melaksanakan hari raya yang

namanya Idul Fitri, ditinjau dari segi agama jelas Idul Fitri merupakan hari

besar agama Islam. Hari raya Idul Fitri merupakan hari besar yang

dinanti-nantikan oleh umat Islam di dunia, karena dihari itu adalah hari kemenangan

bagi umat Islam setelah sebulan berpuasa di bulan Ramadhan. Di Indonesia

lebaran sudah merupakan suatu kebiasaan atau adat, dimana masyarakatnya

sibuk menyiapkan berbagai kebutuhan untuk menyambut hari raya Idul Fitri,

seperti makanan-makanan, ketupat, opor ayam, kue-kue kecil dan lain-lain.6

5

William A Haviland, Antropologi (Jakarta: Erlangga, 2008), 332.

6

Zainul arifin, “Makalah Idul Fitri”,dalam

(12)

4

Terkait dengan hal ini perayaan Idul Fitri Suku Tengger di Desa

Wonokerto kecamatan Sukapura Probolinggo juga tidak kalah meriah dengan

yang biasanya dilakukan muslim-muslim di daerah lainnya, meski cuaca

disana cukup dingin dan berdekatan dengan orang-orang Hindu tidak

membuat warga Desa Wonokerto kehilangan semangatnya, mereka tetap

semagat untuk beribadah ṣhalat Idul Fitri di salah satu masjid di desa ini,

Faktanya masjid dengan lebar 7 (Tujuh) meter persegi terlihat penuh dengan

jamaah yang hendak melaksanakan ṣhalat Idul Fitri, sejak subuh alunan takbir

bergema di tengah-tengah perbukitan dan gunung Bromo, seakan memecah

keramaian acara warga Suku Tengger yang beragama Hindu.7

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana kondisi umum masyarakat Suku Tengger Wonokerto Sukapura

Probolinggo?

2. Bagaimana prosesi dan perayaan Idul Fitri Suku Tengger Wonokerto

Sukapura Probolinggo?

3. Bagaimana respon masyarakat Hindu terhadap perayaan hari raya Idul

Fitri suku Tengger Wonokerto Sukapura Probolinggo Jawa Timur.?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

7

Rahardjo et.al“Warga Desa Wonokerto Sholat Ied di Tengah Tengah Dominasi Umat Hindu

Suku Tengger Probolinggo”, dalam

(13)

5

1. Untuk mengetahui kondisi umum masyarakat Suku Tengger Wonokerto

Sukapura Probolinggo.

2. Untuk mengetahui prosesi dan perayaan Idul Fitri Suku Tengger

Wonokerto Sukapura Probolinggo.

3. Untuk mengetahui respon positif dan negatif masyarakat Hindu terhadap

perayaan hari raya Idul Fitri Suku Tengger Wonokerto Sukapura

Probolinggo.

D. Kegunaan Penelitian

Setelah mengadakan kegiatan penelitian sampai dengan disusunnya

penelitian ini, maka penulis berharap agar hasil penelitian ini berguna bagi:

1. Akademik

Adanya penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam

menambah wawasan dan khazanah pengetahuan dalam penelitian ilmu

sejarah kebudayaan Islam. Khususnya terkait dengan Partisipasi perayaan

Idul Fitri suku Tengger Wonokerto Sukapura Probolinggo Jawa Timur

sesuai dengan Metodologi yang sudah dipelajari dalam bangku kuliah

sehinga dapat dijadikan pengalaman yang berharga dalam

penelitian-penelitian selanjutnya.

2. Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

(14)

6

a. Untuk mengetahui kondisi umum masyarakat Suku Tengger

Wonokerto Sukapura Probolinggo.

b. Untuk mengetahui prosesi dan perayaan Idul Fitri Suku Tengger

Wonokerto Sukapura Probolinggo Jawa Timur.

c. Untuk mengetahui respon masyarakat Hindu terhadap perayaan hari

raya Idul Fitri Suku Tengger Wonokerto Sukapura Probolinggo Jawa

Timur.

Sehingga hasil dari apa yang telah diteliti oleh penulis dapat

dipahami dengan baik.

E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik

Untuk mengungkap Partisipasi dan perayaan Idul Fitri Suku Tengger

Wonokerto Sukapura Probolinggo Jawa Timur maka peneliti membutuhkan

sebuah pendekatan dan kerangka teori. Pendekatan pertama, penulis

menggunakan pendekatan kebudayaan. Sebagaimana dijelaskan dalam

bukunya Tasmuji yang mengutip dari bukunya Geertz “Mojokuto; Dinamika

Sosial Sebuah Kota di Jawa”, bahwa budaya adalah suatu sistem makna

dan simbol yang disusun dalam pengertian dimana individu-individu

mendefinisikan dunianya, menyatakan perasaannya dan memberikan

penilaian-penilaiannya, suatu pola makna yang ditransmisikan secara

historis, diwujudkan dalam bentuk-bentuk simbolik melalui sarana

(15)

7

pengetahuan, karena kebudayaan merupakan suatu sistem simbolik maka

haruslah dibaca, diterjemahkan dan diinterpretasikan.8

Masuk pada analisis penelitian, penulis menggunakan teori multi

kulturalis yang merayakan perbedaan sebagai suatu kerangka kerja yang ada

didalamnya untuk menghargai banyak kelompok dan narasi khas mereka

tentang pengalaman mereka.9

F. Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang suku Tengger sudah ada yang pernah melakukan,

dengan topik yang berbeda-beda diantaranya seperti penelitian-penelitian

sebagai berikut :

1. Siti Zainab, Islamisasi di Tengger Sukapura Probolinggo. Surabaya:

Skripsi Fakultas Adab Jurusan SKI IAIN Sunan Ampel Surabaya, 1994.

Fokus pembahasan pada skripsi ini adalah tentang bagaimana

proses masuknya agama Islam di Tengger Sukapura Probolinggo, dan para

imigran-imigran yang datang untuk menyebarkan islam ke daerah itu.

2. Abdul Jabbar, Makna Teologis Upacara Karo Masyarakat Suku Tengger.

Jakarta: Skripsi Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Jurusan Perbandingan

Agama UIN Syarif Hidayatullah, 2010.

8

Tasmuji, et al Ilmu Alamiah Dasar, Ilmu Sosial Dasar, Ilmu Budaya Dasar (Surabaya: IAIN

Sunan Ampel Press, 2011), 154. 9

Ben Agger, Teori-Teori Sosial Kritis: Kritik Penerapan dan Implikasinya (Yogyakarta: Kreasi

(16)

8

Fokus pembahasan pada skripsi ini yaitu pada Upacara Karo, yang

mana Upacara Karo itu adalah salah satu dari tradisinya orang tengger yang

paling besar dari tradisi yang lainnya.

Adapun fokus dari penelitian ini yaitu tentang Partisipasi dan Perayaan

Idul Fitri Suku Tengger Wonokerto Sukapura Probolinggo, yang mana

Perayaan Idul Fitri Suku Tengger Wonokerto Sukapura Probolinggo itu

bukan hanya umat Islam saja yang ikut merayakannya umat Hindu pun juga

ikut merayakannya, dalam artian ikut mendukung kelancaran berjalannya

acara itu.

G. Metode penelitian

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode etnografi karena

etnografi merupakan pekerjaan mendeskripsikan suatu kebudayaan dengan

memahami suatu pandangan hidup dari sudut pandang penduduk asli.10

Adapun langkah-langkah yang dilakukan sebagai berikut:

1. Pengumpulan Data

a. Jenis Data

Jenis data yang akan dikumpulkan adalah jenis data primer dan

skunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari informan dengan

menggunakan wawancara dan pengamatan. Dalam tulisan ini,

informan tersebut terdiri dari masyarakat yang melaksanakan perayaan

Idul Fitri ini dan beberapa masyarakat Hindu yang berada di Desa

Wonokerto Sukapura Probolinggo itu sendiri.

10

Suwardi Endraswara, Metodologi Penelitian Kebudayaan (Yogyakarta: Gajah Mada University

Press, 2006), 50.

(17)

9

Sedangkan data skunder adalah data yang diperoleh dari

dokumentasi dan bacaan lainnya yang berkaitan dengan masalah yang

diteliti. Data-data ini biasanya berupa monografi dari Desa Wonokerto

Sukapura Probolinggo dan bisa juga dari buku-buku yang ada

kaitannya dengan judul yang akan dibahas.

b. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data dalam penelitian ini maka peneliti

menggunakan beberapa tehnik diantaranya observasi, wawancara dan

studi pustaka.

1) Obsevasi

Observasi Yaitu suatu pengamatan dan pencatatan dengan

sistematik tentang fenomena-fenomena yang terjadi. Teknik ini

menuntut adanya pengamatan dari peneliti baik secara langsung

maupun tidak langsung terhadap objek peneliti.11

2) Wawancara

Wawancara dilakukan untuk memperoleh data primer

karena data ini diperoleh langsung dari pelaku budayanya. Adapun

pelaku budaya tersebut adalah salah satu masyarakat Desa

Wonokerto Sukapura Probolinggo itu sendiri.

11

Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Desertasi, dan Karya Ilmiah (Jakarta:

(18)

10

3) Dokumentasi

Peneliti melakukan dokumentasi yaitu pengumpulan

data-data yang ada dengan menggunakan alat-alat dokumentasi seperti

kamera dan sebagainya yaitu dengan mengambil foto-foto saat

perayaan Idul Fitri di Desa Wonokerto Sukapura Probolinggo

pada tahun 2016.

4) Penelusuran Pustaka

Peneliti juga akan mengumpulkan dan mengkaji data-data

dari sumber tertulis untuk memperkuat data yang diperoleh

dilapangan.

Sumber-sumber tersebut diperoleh dari kelurahan yaitu

data-data tentang kependudukan dalam membantu mengetahui

kondisi sosial, budaya dan keagamaan masyarakat. Selain itu

peneliti juga akan menggunakan literatur-literatur tertulis yang ada

di badan arsip dan perpustakaan Probolinggo.

2. Analisis Data

Data yang terkumpul bukanlah merupakan hasil akhir dari satu

penelitian ilmiah tetapi data-data tersebut masih perlu dianalisis lagi.

Dalam hal ini, peneliti menggunakan metode fenomenologi untuk

menganalisis data yaitu mengungkapkan atau mendeskripsikan makna

(19)

11

penelitiannya, fenomenologi dapat mengacu pada tiga hal yaitu

filsafat, sejarah dan pada pengertian yang lebih luas.12

Dalam kaitannya dengan penelitian ini, peneliti menggunakan

acuan yang ketiga karena dianggap paling relevan dengan penelitian

agama Islam dan perspektif ilmu budaya. Metode ini bisa diterapkan

dalam meneliti ajaran-ajaran, kegiatan-kegiatan, tradisi dan symbol

keagamaan.13

3. Penulisan

Setelah langkah oprasional dilakukan maka hasil penelitian ini

ditulis berdasarkan fakta dan data yang diperoleh selama penelitian.14

H. Sistematika Bahasan

Untuk mempermudah pembahasan masalah dalam penelitian ini,

penulis membagi dalam beberapa bab, dan beberapa sub bab yang terdapat

pada setiap babnya. Untuk lebih jelasnya, sistematika dalam pembahasan

dalam penelitian ini sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan

Bab ini bertujuan untuk mengantarkan secara sekilas, yang

meliputi secara global yaitu : latar belakang masalah, rumusan

masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, pendekatan dan

kerangka teori, penelitian terdahulu, metode penelitian dan

sisitematika bahasan.

12

Deden Ridwan, Tradisi Baru Penelitian Agama Islam: Tnjauan antar Disiplin Ilmu (Bandung:

Nuansa Cendekia, 2001), 220. 13

Ibid., 230

(20)

12

BAB II : Kondisi Umum Masyarakat Suku Tengger Wonokerto

Sukapura Probolinggo.

Bab ini menjelaskan tentang kondisi umum masyarakat

suku Tengger Wonokerto Sukapura Probolinggo, dengan sub bab,

a). Letak Geografis b). Kondisi Penduduk. c). Kondisi Sosial d).

Kondisi Ekonomi. e). Kondisi Pendidikan f). Kondisi

Keagamaan.

BAB III : Perayaan Idul Fitri di Suku Tengger Wonokerto Sukapura

Probolinggo

Bab ini menjelaskan mengenai islamisasi dan

dilaksanakannya shalat Idul Fitri di Suku Tengger Wonokerto

Sukapura Probolinggo dengan sub bab, a). Islamisasi di Suku

Tengger Wonokerto Sukapura Probolinggo b). Partisipasi dan

Prosesi pelaksanaan Idul Fitri di Suku Tengger Wonokerto

Sukukapura Probolinggo

BAB IV : Respon Masyarakat Hindu Terhadap Perayaan Hari Raya

Idul Fitri Suku Tengger Wonokerto Sukapura Probolinggo

Bab ini menjelaskan mengenai respon masyarakat Hindu

terhadap perayaan hari raya Idul Fitri suku Tengger Wonokerto

Sukapura Probolinggo, dengan sub bab, a). Representasi Umum

Masyarakat Hindu di Desa Wonokerto b). Respon Masyarakat

(21)

13

BAB V : Penutup

Dalam bab ini menjadi bab terakhir yang di dalamnya berisi

tantang kesimpulan dari semua uraian per bab dan juga berisi

(22)

14

BAB II

KONDISI UMUM MASYARAKAT SUKU TENGGER WONOKERTO

SUKAPURA PROBOLINGGO

A. Letak Geografis

Jawa Timur adalah sebuah provinsi di bagian timur Pulau Jawa,

Indonesia. Ibukotanya adalah Surabaya. Luas wilayahnya 47.922 km2, dan

jumlah penduduknya 37.070.731 jiwa (2005). Jawa Timur merupakan provinsi

terluas diantara 6 provinsi di Pulau Jawa, dan memiliki jumlah penduduk

terbanyak kedua di Indonesia setelah Jawa Barat. Jawa Timur berbatasan

dengan Laut Jawa di utara, Selat Bali di Timur, Samudra Hindia di selatan,

serta provinsi Jawa Tengah di barat. Wilayah Jawa Timur juga meliputi Pulau

Madura, Pulau Bawean, Pulau Kangean serta sejumlah pulau-pulau kecil di

Laut Jawa dan Samudra Hindia (Pulau Sempu dan Nusabarung). Jawa Timur

dikenal dengan pusat Kawasan Timur Indonesia, dan memiliki signifikansi

perekonomian yang cukup tinggi, yakni berkontribusi 14,85% terhadap

Produk Domestik Bruto (PDB).

Tabel 2.1 Pembagian Wilayah Jawa Timur1

1

Linda Sari, Gunung Bromo dan Keunikan Masyarakat Tengger Sebagai Objek Wisata di Jawa

Timur (Skripsi, Universitas Sumatera Utara Fakultas Sastra, Medan, 2009), 19.

No. Kabupaten/ Kota Ibukota

1 Kabupaten Bangkalan Bangkalan

2 Kabupaten Banyuwangi Banyuwangi

3 Kabupaten Blitar Blitar

14

(23)

15

4 Kabupaten Bojonegoro Bojonegoro

5 Kabupaten Bondowoso Bondowoso

6 Kabupaten Gresik Gresik

7 Kabupaten Jember Jember

8 Kabupaten Jombang Jombang

9 Kabupaten Kediri Kediri

10 Kabupaten Lamongan Lamongan

11 Kabupaten Lumajang Lumajang

12 Kabupaten Madiun Madiun

13 Kabupaten Magetan Magetan

14 Kabupaten Malang Kepanjen

15 Kabupaten Mojokerto Mojokerto

16 Kabupaten Nganjuk Nganjuk

17 Kabupaten Ngawi Ngawi

18 Kabupaten Pacitan Pacitan

19 Kabupaten Pamekasan Pamekasan

20 Kabupaten Pasuruan Pasuruan

21 Kabupaten Ponorogo Ponorogo

22 Kabupaten Probolinggo Probolinggo

23 Kabupaten Sampang Sampang

24 Kabupaten Sidoarjo Sidoarjo

(24)

16

Probolinggo adalah salah satu kabupaten di provinsi Jawa Timur yang

terletak di kaki Gunung Semeru, Gunung Argopuro dan pegunungan Tengger.

Kabupaten Probolinggo mempunyai banyak obyek wisata, diantaranya

Gunung Bromo, air terjun Madakaripura, Pulau Gili ketapang dengan taman

lautnya, Pantai Bentar, Ranu Segaran dan Sumber Air Panas yang terletak di

Desa Tiris serta Candi Jabung yang mencerminkan kejayaan kejayaan masa

lalu. Selain itu kabupaten Probolinggo juga memiliki berbagai macam seni

budaya khas, diantaranya Kerapan Sapi, Kuda Kencak, tari Galipang dan Tari

Slempang, Tari Pangore dan seni budaya masyarakat Tengger. Selain obyek

wisata dan keseniannya kabupaten Probolinggo juga menghasilkan

buah-buahan, sayur-sayuran serta hasil perkebunan lainnya.

Kabupaten Probolinggo mempunyai semboyan “Prasadja Ngesti

Wibawa”. Makna semboyan : Prasadja Berarti : bersahaja, blaka, jujur, bares,

dengan terus terang, Ngesti Berarti : menginginkan, menciptakan, mempunyai

tujuan, Wibawa Berarti : mukti, luhur, mulia. “Prasadja Ngesti Wibawa”

Berarti : Dengan rasa tulus ikhlas (bersahaja, jujur, bares) menuju kemuliaan.

Kabupaten Probolinggo memiliki luas sekitar 1.696,166 Km persegi,

tepatnya pada 1120 51’ – 1130 30’ Bujur Timur dan 70 40’ – 80 10’ Lintang

26 Kabupaten Sumenep Sumenep

27 Kabupaten Trenggalek Trenggalek

28 Kabupaten Tuban Tuban

(25)

17

Selatan, berada pada ketinggian 0-2500 m. Batas wilayah administratif

kabupaten Probolinggo adalah sebagai berikut :

a. Disebelah utara berbatasan dengan selat Madura.

b. Disebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Situbondo dan Kabupaten

Jember.

c. Disebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Pasuruan.

d. Disebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Lumajang dan Kabupaten

Malang.

e. Ditengah-tengah Kabupaten Probolinggo terdapat kota daerah Otonom

yaitu pemerintah Kabupaten Probolinggo.

Penduduk Kabupaten Probolinggo sebagian besar berasal dari suku

Madura karena wilayah Kabupaten Probolinggo adalah daerah pantai yang

sebagian besar hidup sebagai nelayan seperti kecamatan Tongas, Sumberasih,

dringu, Pajarakan, Kraksaan, Paiton. Sedangkan daerah pegunungan potensi

untuk pengembangan sektor perkebunan dengan berbagai komoditinya.

Kata Probolinggo menurut sejarahnya diceritakan bahwa ketika seluruh

Wilayah Nusantara dapat dipersatukan dibawah kekuasaan Majapahit 1357 M

(Th 1279 Saka), mahapatih Gajah Mada telah dapat mewujudkan ikrarnya

dalam sumpah Palapa, menyambut keberhasilan ini, Sang Maha Raja Prabu

Hayam Wuruk berkenan berpesiar berkeliling Negara. Perjalan muhibah ini

terlaksana pada tahun 1359 (Th 1281 Saka). Menyertai perjalanan bersejarah

ini, Empu Prapanca seorang pujangga ahli sastra melukiskan dengan kata-kata,

(26)

18

menyaksikan panorama alam yang sangat mempesona di kawassan yang

disinggahi ini. Masyarakatnya ramah tempat peribadatannya anggun dan

tenang memberikan ketentraman dan kedamaian serta mengesankan.

Penyambutannya meriah aneka suguhan disajikan, membuat Baginda

bersantap dengan lahap. Taman dan darma Pasogatan yang elok permai

menyebabkan Sang Prabu terlena dalam kesenangan dan menjadi kerasan.

Ketika rombongan agung ini hendak melanjutkan perjalanan, sang prabu

diliputi rasa sedih karena enggan untuk berpisah. Saat perpisahan diliputi duka

cita bercampur bangga. Karena Sang Prabu Maha Raja junjungannya berkenan

mengunjungi dan singgah berlama-lama ditempat ini. Sejak itu warga disini

menandai tempat ini dengan sebutan Prabu Linggih. Artinya tempat

persinggahan Sang Prabu sebagai tamu Agung. Sebutan Prabu Linggih

selanjutnya mengalami proses perubahan ucap hingga kemudian menjadi

Probo Linggo. Maka sebutan itu kini menjadi Probolinggo.2

Masyarakat Tengger adalah masyarakat yang tinggal di sekitar lereng

gunung Bromo, menempati sebagian wilayah Kabupaten Probolinggo,

Pasuruan, Lumajang dan Malang. Identitas orang Tengger terkesan

problematis dan membuat banyak orang kecele. Mereka bukan suku primitif,

suku terasing, atau suku lain yang berbeda dari Suku Jawa. Jumlah mereka

tidak banyak, yakni sekitar 100.000 dari jumlah penduduk Jawa yang lebih

kurang 100.000.000. Seperti halnya populasi-populasi kecil yang berada di

tengah-tengah masyarakat yang sedang berkembang, Tengger kekurangan

2

Ibid., 20-22.

(27)

19

referensi untuk menemukan kembali sejarah mereka. Sebelum munculnya

gerakan reformasi Hindu pada tahun 1980-an, upaya orang Tengger untuk

mendefinisikan kembali warisan leluhurnya dalam kaitannya dengan

masyarakat Jawa hanya besandar pada sumber-sumber budaya setempatnya.3

Sedangkan agama dari masyarakat Tengger sendiri ialah Agama

Hindu, akan tetapi juga terdapat satu desa di Tengger yang mayoritas

masyarakatnya beragama Islam yaitu Desa Wonokerto Kecamatan Sukapura

Kabupaten Probolinggo. Secara geografis Desa Wonokerto berbatasan dengan

Desa Sapikerep disebelah timur dan utara, Desa Ngadas disebelah barat dan

disebelah selatan berbatasan dengan Desa Gadirejo. Desa Wonokerto terletak

di pegunungan Tengger dengan ketinggian 1700 M diatas permukaan laut.

Kondisi bentang alam dengan bukit dan lembah yang curam membuat Desa

Wonokerto memiliki pemandangan alam yang begitu indah.4

B. Kondisi Penduduk

Desa Wonokerto mempunyai 2 (dua) masjid dan 1 (satu) mushalla,

Jumlah penduduk secara keseluruhan yaitu 1324 jiwa, yang terdiri dari 648

laki-laki dan 676 perempuan dengan jumlah KK 465. Desa Wonokerto adalah

satu-satunya desa di tengger yang 99,9% memeluk agama Islam.

Desa Wonokerto mempunyai 3 dusun yaitu Dusun Punjul, Krajan dan

Jurang Perahu yang masing-masing dusun berbeda jumlah penduduknya.

Dusun krajan sebanyak 515 penduduk, laki-laki berjumlah 251 dan perempuan

3

Robert W. Hefner, Hindu Javanese: Tengger Tradition and Islam (Princeton: Princeton

University Press, 1985), 17. 4

Kosim, et al “Perkembangan Agama Islam di Desa Wonokerto Kecamatan Sukapura Kabupaten

(28)

20

264, sedangkan di dusun Punjul sebanyak 442 penduduk, laki-laki 218 dan

perempuannya 224. Penduduk yang paling sedikit yaitu di Dusun Jurang

Perahu dengan jumlah 367 penduduk, laki-laki yang berjumlah 179 dan

perempuan 188, berikut tabelnya.5

Tabel 2.2 Jumlah Keseluruhan Warga Desa Wonokerto 6

Dusun Jumlah Penduduk Laki-laki Perempuan

Krajan 515 251 264

Punjul 442 218 224

Jurang perahu 367 179 188

Total 1324 648 676

C. Kondisi Sosial

Secara umum masyarakat suku Tengger diakui sebagai kelompok etnis

yang sangat terbuka dalam mengungkapkan perasaan mereka, selain itu

mereka juga terkenal dengan rasa solidaritasnya yang begitu tinggi, sehingga

dengan adanya rasa saling tolong menolong antar warga adalah suatu

komunitas kecil dalam berbagai macam lapangan kehidupan sosial. Hal itu

berkaitan dengan aktivitas kerja sama antara sejumlah warga yang satu dengan

yang lainnya dalam menyelesaikan suatu proyek tertentu yang dianggap

berguna bagi kepentingan umum.

5

Data ini diperoleh dari Bapak Heri selaku Kepala Desa Wonokerto melalui Data Profil Desa dan Kelurahan Tahun 2015.

6

Ibid.,

(29)

21

Desa Wonokerto adalah suatu desa di kawasan Tengger yang mayoritas

penduduknya beragama Islam, yang mana dikala hampir sampai pada

waktunya hari raya Idul Fitri semua masyarakat Wonokerto khususnya

memeriahkan akan kedatangan hari raya Idul Fitri itu, bukan hanya

masyarakat muslim saja yang ikut memeriahkan datangnya hari raya Idul Fitri,

masyarkat Hindu di Tengger pun juga ikut memeriahkannya demi menjaga

kerukunan antar umat beragama.7

D. Kondisi Ekonomi

Orang Tengger dikenal sebagai petani tradisional yang tangguh,

bertempat tinggal berkelompok-kelompok di bukit-bukit yang tidak jauh dari

lahan pertanian mereka. Suhu udara yang dingin membuat mereka betah

bekerja di ladang sejak pagi hingga sore hari. Apabila dipersentasikan jumlah

penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani sangat besar, kurang lebih

sekitar 95%, sedangkan sebagian kecil dari mereka (5%) hidup sebagai

pegawai negeri, pedagang, buruh, dan usaha jasa.8

Desa Wonokerto memiliki tiga jenis lahan seperti Sawah Tadah Hujan

dengan luas 50,25 Ha, Sawah Irigasi Teknis dengan luas 10.00 Ha dan yang

terakhir yaitu Sawah Irigasi 1 2 Teknis dengan luas 10.00 Ha, seperti pada

table berikut :

7

Heri, Wawancara, Wonokerto, 12 Juni 2015.

8

Frans Priyohadi Marianno, et al Dampak Pengembangan Pariwisata terhadapKehidupan Sosial

(30)

[image:30.595.132.512.114.552.2]

22

Tabel 2.3 Jenis Lahan Dan Luasnya 9

Jenis Lahan Luas

Sawah Tadah Hujan 50,25 Ha

Sawah Irigasi Teknis 10.00 Ha

Sawah Irigasi 1 2 Teknis 10.00 Ha

Total 70,25 Ha

Adapun bidang jasa yang mereka tekuni antara lain menyewakan kuda

tunggang untuk para wisatawan yang berkunjung kesana baik dari dalam

maupun luar negeri dan ada juga yang menjadi sopir jeep atau hartop, yang

biasanya miliknya sendiri dan banyak juga yang menyewakan kamar

penginapan untuk para wisatawan yang ingin menginap disana.

Perjalanan menuju kawah gunung Bromo dapat ditempuh dengan

berjalan kaki atau mempergunakan kuda sewaan. Disana sudah tersedia

pasukan kuda untuk membawa para tamu mendaki sampai pada kaki tangga

kaki gunung Bromo dengan tarif Rp 20.000,00, bagi yang tidak terbiasa

menunggangi kuda ini sungguh menegangkan.

Untuk penyewa kuda khususnya di Desa Wonokerto itu hanya ada 2

(dua) penyewa kuda yaitu hanya ada di Dusun Krajan saja sedangkan di

Dusun-dusun yang lain itu tidak ada penyewa kuda, mungkin karena

9

(31)

23

tempatnya yang terlalu jauh dengan tempat wisatanya atau yang lainnya,

[image:31.595.132.514.184.538.2]

berikut tabelnya.

Tabel 2.4 Penyewa Kuda

Dusun Jumlah pemilik

Krajan 2

Punjul 0

Jurang Perahu 0

Total 2

Salah satu atraksi yang paling menarik di atas gunung Bromo adalah

matahari terbit. Gumpalan awan yang menutup langit perlahan-lahan tersibak

oleh bola putih kekuning-kuningan. Cahaya merah merona di ufuk timur,

perlahan-lahan timbullah temberang yang kian membesar hingga membentuk

setengah lingkaran sang surya yang merah menyala. Berangsur-angsur

warnanya berubah menjadi keemasan, dan udara sekitar mulai menerang.

Mulailah suatu hari dan kehidupan yang baru. Semuanya mengingatkan kita

akan kebesaran Tuhan yang Maha Esa, karena keindahan inilah para

wisatawan rela bermalam di penginapan yang telah tersedia di daerah tengger

utamanya di Desa Wonokerto.10

Penyewa penginapan di Desa Wonokerto itu sudah lumayan banyak

dengan jumlah 12 (dua belas) penginapan, di Dusun Krajan sudah berjumlah

10

Sari, Gunung Bromo dan Keunikan Masyarakat Tengger Sebagai Obyek Wisata di Jawa Timur,

(32)

24

10 (sepuluh) penginapan, sedangkan di Dusun Punjul itu masih belum ada

mungkin karena tempatnya yang kurang strategis untuk dibuat penginapan,

dan di Dusun Jurang Perahu sudah ada 2 (dua) penginapan.

Umumnya masing-masing penginapan itu menggunakan 3 (Tiga)

bahasa karena para pengunjung yang menginap disana bukan hanya dari

indonesia sendiri akan tetapi juga banyak pendatang-pendatang dari luar negri,

maka dari itu bahasa yang mereka pakai untuk pelayanan di penginapan yaitu

bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan bahasa Perancis.

Para pengunjung dari jauh rela menginap di penginapan yang sudah di

sediakan demi menyaksikan sunrise pada pagi hari. Para tamu mulai di

bangunkan pada jam 04.00 WIB. Bagi tamu yang ingin melihat sunrise

dibangunkan oleh para petugas hotel untuk segera berangkat. Kalau sudah

demikian demi menyaksikan sunrise sudah tidak peduli lagi dengan serangan

[image:32.595.128.513.262.711.2]

hawa dingin yang menusuk tulang dan pekatnya kabut dini hari.11

Tabel 2.5 Penyewa Penginapan

Dusun Penginpan

Krajan 10

Punjul 0

Jurang Perahu 2

Total 12

11

Ibid., 37.

(33)

25

Sebagian para pemuda di Tengger berprofesi sebagai sopir angkutan

pedesaan yang menghubungkan desa-desa suku Tengger dengan desa lain baik

di kabupaten, kota Probolinggo dan pasuruan. Biasanya mereka menggunakan

kendaraan jenis pick-up dan L300 atau Bison. Sebagian menyediakan jasa

transportasi dan penyewaan kendaraan bagi para wisatawan yang datang ke

gunung Bromo, yaitu jenis kendaraan Jeep/hardtop dan kuda tunggang.

Jasa penyewaan jeep/hardtop itu sudah banyak di desa Wonokerto yang

sudah mencapai 25 jeep, seperti di dusun krajan yang mempunyai jumlah

lebih banyak jasa penyewaan jeep/hartop dengan jumlah 22 pemilik yang

disewakan, sedangkan di Dusun punjul hanya ada 2 (dua) penyewa

jeep/hartop, selain itu di Dusun Jurang Perahu juga ada meskipun hanya 1

[image:33.595.132.513.273.641.2]

(satu) orang saja, berikut tabelnya

Tabel 2.6 Jasa Penyewaan Jeep/Hartop

Dusun Jumlah pemilik

Krajan 22

Punjul 2

Jurang Perahu 1

Total 25

Pertanian yang ada di Desa Wonokerto itu lebih di utamakan pada sayur

mayur, seperti kubis, kentang, wortel, tomat dan lain sebagainya. Selain itu

(34)

26

bandingkan masalah nilai ekonominya antara menanam jagung dan sayur

ternyata lebih besar menanam sayur maka dari itu masyarakat petani Desa

[image:34.595.125.516.220.720.2]

Wonokerto lebih memilih ditanami sayuran dari pada jagung.

Tabel 2.6 Tanaman Petani 12

Jenis tanaman petani Luas Produksi (Ton)

Ubi Jalar 0,00 ha 0,00 ton/ha

Cabe 5,00 ha 10,00 ton/ha

Bawang merah 0,00 ha 0,00 ton/ha

Bawang putih 0,00 ha 0,00 ton/ha

Tomat 12,00 ha 5,00 ton/ha

Sawi 9,00 ha 10,00 ton/ha

Kentang 82,00 ha 15, 00 ton/ha

Kubis 106,00 ha 15,00 ton/ha

Mentimun 0,00 ha 0,00 ton/ha

Buncis 2,00 ha 1,00 ton/ha

Kacang kedelai 0,00 ha 0,00 ton/ha

Broccoli 0,00 ha 0,00 ton/ha

Terong 0,00 ha 0,00 ton/ha

Bayam 0,00 ha 0,00 ton/ha

Kangkung 0,00 ha 0,00 ton/ha

12

(35)

27

Kacang turis 0,00 ha 0,00 ton/ha

Umbi-umbian lain 0,00 ha 0,00 ton/ha

Talas 0,00 ha 0,00 ton/ha

Wortel 97,00 ha 15, 00 ton/ha

Tumpang sari 2, 00 ha 5,00 ton/ha

Kacang tanah 0,00 ha 0,00 ton/ha

Kacang panjang 0,00 ha 0,00 ton/ha

Kacang mede 0,00 ha 0,00 ton/ha

Kacang merah 0,00 ha 0,00 ton/ha

Padi sawah 0,00 ha 0,00 ton/ha

Padi lading 0,00 ha 0,00 ton/ha

Ubi kayu 0,00 ha 0,00 ton/ha

Meskipun begitu, sebagian lahan pertanian mereka masih ditanami

jagung karena tidak semua orang Tengger mengganti makanan pokoknya

dengan beras. Hanya saja, untuk memanen jagung, orang Tengger harus

menunggu cukup lama, hampir satu tahun. Sampai sekarang nasi aron

Tengger (nasi jagung) masih tercatat sebagai makanan tradisional dalam

khazanah kuliner Nusantara.

Kawasan Tengger di lereng gunung Bromo-semeru ini berhawa sangat

dingin (sekitar 40 C pada malam hari dan sekitar 180 C pada siang hari). Pada

(36)

28

Tengger untuk mengambil barang-barang komuditi pertanian tersebut untuk

dijual di pasar kota dan kabupaten Probolinggo, Lumajang, dan Pasuruan.

Tabel 2.6 Jumlah Petani dan Buruh Tani13

Pekerjaan Laki-laki Perempuan

Petani 1115 786

Buruh Tani 827 402

Selain itu para penduduk Desa Wonokerto tidak melewatkan

kesempatan dari tempat wisata Bromo dengan berdagang makanan ringan dan

keperluan pokok keseharian warga desa tersebut. Seperti halnya beberapa

membuka toko bahan pokok, seperti toko bunga, warung makan dan lain

[image:36.595.127.518.215.617.2]

sebagainya.

Tabel 2.7 Jumlah Toko Bahan Pokok14

Jenis Toko Jumlah Toko

Toko barang klontong 23 Toko

Toko bunga 5 Toko

Adapun bunga yang tersedia dan di jual hanyalah bunga abadi atau

yang dikenal dengan Edelweis Jawa, yang mana bunga Edelweis Jawa

(Anaphalis javanica) punya posisi penting dalam adat Tengger. Masyarakat

13

Ibid.,

14

Ibid.,

(37)

29

Tengger menamainya tanalayu, yang dimaknai mandape wahyu atau turunnya

wahyu. Pada upacara Kasada, Sesanding, dan Entas-entas, tanalayu atau

edelweiss jawa itu menjadi salah satu muatan sesaji. Bunga ini juga menjadi

bahan pokok pembuatan petra, semacam boneka yang berfungsi sebagai

pelinggih atman: tempat mempersemayamkan roh orang meninggal atau

arwah leluhur yang diundang dalam suatu upacara. Dalam berbagai upacara

adat Tengger yang melibatkan unsur mengundang arwah leluhur, selalu ada

petra. Edelweis jawa termasuk tumbuhan yang dilindungi. Manfaat

ekologisnya tak ternilai. Bunganya menjadi sumber makanan bagi sekitar

300-an jenis ser300-angga. Kulit bat300-angnya bercelah d300-an meng300-andung b300-anyak air,

menjadi tempat hidup beberapa jenis lumut. Bagian akarnya yang muncul di

permukaan tanah menjadi tempat hidup cendawan tertentu yang membentuk

mikoriza: kelompok jamur yang bersimbiosis dengan tumbuhan yang

dilekatinya. Cendawancendawan itu mendapat oksigen dan tempat hidup dari

edelweiss, sedangkan edelweiss mendapat unsur hara dari cendawan. Itulah

sebabnya edelweiss jawa mampu hidup di tanah vulkanik muda yang tandus,

menjadi tumbuhan perintis yang berfungsi “menyiapkan lahan” bagi tumbuh

dan tersebarnya tumbuhan-tumbuhan lain.

Sebagai tumbuhan yang dilindungi, tentunya terlarang memetik

edelweis jawa dan apalagi memperdagangkannya. Akan tetapi karena ada

permintaan pasar (demand) dari wisatawan, muncullah penyediaan barang

(supply) oleh masyarakat Tengger. Saat ini kondisi edelweis jawa di Bromo

(38)

30

Gunung Batok masih berkisar 936,25 pohon/hektar. Data itu merupakan hasil

penelitian Didik Wahyudi, UIN Malang, pada April–September 2010. Namun,

bukan tak mungkin jika tidak diantisipasi, populasi edelweis jawa akan

[image:38.595.115.502.231.511.2]

menurun drastis dalam waktu dekat.15

Tabel 2.8 Jumlah Warung Nasi16

Dusun Jumlah pemilik

Krajan 1 Warung

Jurang prahu 2 Warung

Punjul 6 Warung

Total 9 Warung

E. Kondisi Pendidikan

Mencari ilmu itu wajib hukumya bagi seluruh umat muslim baik

laki-laki ataupun perempuan, maka dari itu pendidikan sangat dibutuhkan dalam

hal mencari ilmu, dengan adanya pendidikan Desa wonokerto merupakan

sebuah desa yang tergolong sudah maju dalam hal pendidikan, karena di Desa

Wonokerto sudah banyak terdapat kelompok-kelompok pendidikan seperti

halnya sekolahan, tempat les TPQ dan lainnya juga sudah ada di Desa

Wonokero Sukapura Probolinggo.

15

Hikayat Wong Tengger Kisah Peminggiran dan Dominasi: Pentingnya Meningkatkan

Keberdayaan Masyarakat Tengger Untuk Melestarikan Kawasan Konservasi Balai Taman Nsional Bromo-Tengger-Semeru, mei 2013.

16

(39)

31

Jika dilihat dari tingkat pendidikan penduduk yang paling banyak yaitu

pada tingkat pendidikan tamat SD sejumlah 45 jiwa, laki-laki berjumlah 20

dan perempuannya berjumlah 25, sedangkan penduduk paling sedikit

mengenyam pendidikan Strata 1 dengan jumlah 1 jiwa dan hanya perampuan

saja. Berikut tabel penduduk dilihat menurut tingkat pendidikan dan jenis

[image:39.595.127.517.237.630.2]

kelamin:17

Tabel 2.8 Pendidikan Penduduk18

Pendidikan Laki-laki Perempuan

Belum tamat SD 25 25

Tamat SD 20 25

Belum tamat SMP 8 10

Tamat SMP 4 6

Belum tamat SMA 0 0

Tamat SMA 4 2

Akademi 0 3

Strata 1 0 1

Strata 2 0 0

Strata 3 0 0

Kemajuan pada aspek pendidikan yang ada di Desa Wonokerto sudah

tergolong maju, bisa dilihat dari adanya tempat-tempat belajar seperti sekolah

17 Ibid.,

(40)

32

dasar yaitu SD Wonokerto I (Satu), SD Wonokerto II (Dua), tempat Les, dan

TPQ, walaupun sebagian besar guru-gurunya bukan asli orang Wonokerto

sendiri, Banyaknya guru beserta murid-muridnya yang mencari ilmu itulah

yang menandakan bahwa masyarakat Wonokerto sudah mulai mementingkan

pendidikan, meskipun untuk sekarang adanya hanya sekolah dasar saja, belum

ada yang namanya MI, SLTP dan lain sebagainya. Jumlah ruang kelas yang

paling banyak adalah di SD Wonokerto II (Dua) sebanyak 16 ruang kelas

dengan jumlah rombongan belajar 172 rombongan. Berikut tabel banyaknya

[image:40.595.134.533.276.677.2]

ruang kelas, rombongan belajar :

Tabel 2.9 Jumlah Sekolah19

Jenis sekolah Jumlah sekolah Jumlah siswa dan siswi Jumlah ruang kelas

TK 1 40 2

SD 2 172 12

MI 0 0 0

SLTP 0 0 0

MTS 0 0 0

SMA 0 0 0

SMK 0 0 0

19

Ibid.,

(41)

33

F. Kondisi Keagamaan

Mengenai kondisi keagamaan masyarakat Desa Wonokerto hingga

akhirnya memeluk agama Islam, tedapat kekaburan apakah selama ini agama

yang meeka yakini Budha atau Hindu jika dilhat dari segi proses pelaksanaan

ibadahnya. Untuk itulah pada tahun 1971 s/d 1980 pemerintah turun tangan

guna menjembatani ketidak jelasan hingga akhirnya ditetapkanlah bahwa ritus

keagamaan selama ini yang lebih tampak adalah Hindu.20

Seiring perkembangannya, masyarakat Desa Wonokerto berpindah

memeluk Agama Islam secara bertahap dengan didirikannya 1 masjid dan 3

mushalla. Kegiatan-kegiatan keagamaannya pun mulai aktif walaupun dengan

cara menjadikan budaya dalam Agama Hindu yang di islamisasi seperti

tayuban menjadi pengajian.21

Adapun mengenai aktivitas atau ritual keagamaan setelah

perkembangannya, masyarakat Desa Wonokerto di setiap dusun memiliki

aneka ragam kegiatan yang pada dasarnya tetap berpegang teguh pada Islam.

Sebagaimana dalam tabel berikut:

20

Hariono, Wawancara, Kotaanyar, 12 Juni 2015.

(42)

[image:42.595.116.504.149.591.2]

34

Tabel 2.10 Kegiatan Rutinan

Dusun Krajan Punjul Jurang Prahu

Nama Musholla Al-Hidayah Baitur Rahim Baitur Rahman

Nama Kegiatan Tayuban ke

Pangajian

setiap hari

Juma’t

Hataman

Qu’an setiap

malam rabu

Sholawatan

setiap malam

senin

Selain kegiatan-kegiatan di atas, Desa Wonokerto juga mengembangkan

proses belajar al-Quran atau yang dikenal sekarang dengan TPQ. TPQ di Desa

Wonokerto hanya ada satu, yaitu TPQ al-Ikhlas. Mengenai waktu dan tempat

yaitu para anak-anak masyarakat Desa Wonokerto hadir setiap jam tiga, dan

bertempat di dusun Krajan.22

22

Parni,Wawancara, Wonokerto, 15 Juni 2015.

(43)

35

BAB III

PERAYAAN IDUL FITRI SUKU TENGGER WONOKERTO SUKAPURA

PROBOLINGGO

A. Sejarah Masuknya Islam di Suku Tengger Wonokerto Sukapura

Probolinggo

Penyebaran Islam ke berbagai wilayah, termasuk di Indonesia,

berlangsung sejalan dengan proses transformasi agama tersebut, baik sebagai

doktrin ataupun unsur-unsur budaya masyarakat muslim. Proses ini melalui

berbagai jalur kedatangan, bentang waktu, dan rangkaian proses sosialisasi di

wilayah-wilayah yang menjadi sasaran penyebaran. Di Indonesia fenomena

tersebut bisa dilihat misalnya dari sebaran angka-angka tahun bukti-bukti

tertua kehadiran orang-orang atau komunitas Islam, antara lain di Leran,

Gresik (1082 M), di Barus, Sumatera Utara (1206 M), Pasai, Aceh (1297 M)

dan Troloyo, Mojokerto (1368 M). Sementara itu dari berbagai sumber naskah

kuno juga diketahui proses sosialisasi Islam, seperti di Cirebon (akhir abad

15), Banten (awal abad 16), Banjarmasin (1550), Ternate (akhir abad

ke-14), Kutei (1575), dan Makassar pada 1605/9 M.1

Melihat adanya variasi waktu berlangsungnya proses sosialisasi

Islam di atas, bisa dikatakan disini bahwa penyebaran dan sosialisasi Islam di

Nusantara terjadi melalui rangkaian peristiwa prosesual yang tidak sama di

masing-masing wilayah. Hanya saja, secara umum urutan proses tersebut

1

Hasan Muarif Ambary, Prospek Penelitian Arkeologi Islam Dasawarsa (Jakarta: Depdikbud,

(44)

36

dapat digambarkan sebagai berikut; (1) Gujarat. (2) Makkah (3) Persia (4)

Cina (5) Maritim.2

Peneliti Belanda seperti Drewes dan Snouck Hurgronje menyatakan

bahwa Islam datang dari India. Keduanya mendasarkan alasannya pada

adanya kesamaan antara madzhab orang-orang Arab yang ada di Gujarat dan

Malabar dengan madzhab Indonesia, yakni madzhab Syafi’i. kedua, S.Q.

Fatimi menyatakan bahwa Islam datang dari Bengal. Menurutnya, batu nisan

makam Malik al-Saleh yang selama ini diyakini sebagian peneliti sebagai

bukti, sama sekali berbeda dengan batu nisan yang ada di Gujarat. Sebaliknya

batu nisan Fatimah Binti Maimun yang ada di Leran, Gresik, Jawa Timur pada

475 H/ 1082 M justru sama dengan batu nisan yang ada di Bengal, mekipun

diragukan kebenarannya oleh Ricklefs. Ketiga, Thomas W. Arnold meyakini

Islam datang dari Colomander dan Malabar, dengan alasan adanya kesamaan

madzhab antara Indonesia dengan Colomander dan Malabar. Keempat,

Naquib al-Attas menyatakan bahwa Islam datang ke Indonesia berasal dari

Arab. Kelima, Housein Djayadiningrat berteori bahwa Islam datang dari

Persia. Teorinya ini didasarkan pada beberapa kesamaan tradisi antara

Indonesia dan Persia, seperti ajaran Manunggaling Kaula Gusti-nya Syeh Siti

Jenar dengan konsep Wihdat al-Wujud-nya al-Hallaj (Persia), peringatan

Assyura (tanggal 10 Muharram) yang berkaitan dengan peringatan hari

wafatnya Husein bin Ali di Karbala, dan penggunaan bedug di masjid-masjid.3

2

Ahmad Mansur Suryanegara,Api Sejarah, Jilid I (Bandung: Salamadani, 2012), 99-102.

3

Aksin Wijaya, Menusantarakan Islam (Yogyakarta: Nadi Pustaka, 2011), 45-46.

(45)

37

Sebagaimana penjelasan di atas bahwa kehadiran Islam di Indonesia

tidak serta-merta hadir begitu saja. Melainkan memiliki proses dan tahapannya

sendiri. Bermula dari pesisir hingga ke pelosok desa. Kenyataan ini

merepresentasikan bahwa Islam bukanlah agama yang stagnan namun terus

mengalami perkembangan. Bukan hanya dalam perihal kuantitas akan tetapi

juga kualitas.

Islam yang terus mengalami perkembangan hingga ke pelosok desa

tidak menutup kemungkinan bahwa diberbagai belahan Indonesia juga

tersentuh oleh nilai-nilai keislaman khususnya Desa Wonokerto yang menjadi

fokus penelitian dalam skripsi ini.

Wilayah Wonokerto yang terletak di dataran tinggi membuat agama

Islam sulit mencapai daerah tersebut. meskipun Agama Islam sudah datang ke

Nusantara itu pada abad ke-7 M, yang ditandai dengan berdirinya

kampung-kampung muslim pada abad ke-2 H/ke-8 M, dan berkembang luas pada abad

ke-13 M.4 Namun daerah pegunungan yang terletak di Perbatasan Malang,

Pasuruan, Lumajang dan Probolinggo itu belum tersentuh oleh keberadaan

agama Islam. Wilayah Wonokerto memiliki kontur tanah berbukit dan lembah

yang curam sehingga akses menuju wilayah tersebut sangat sulit dan terbatas.

Sehingga sulit bagi pendatang (muslim) untuk bisa sampai ke daerah

Wonokerto.

(46)

38

Mengenai Islamisasi di Desa Wonokerto juga hampir sama dengan

Islamisasi awal di Indonesia yaitu terdapat beberapa tahapan. Namun dalam

hal ini antara islamisasi dan peranan tokohnya tidak dapat dipisahkan.

Mengingat dalam proses tersebut peranan seorang tokoh erat kaitannya

dengan apa yang menjadi islamisasi itu sendiri. Adapaun tahapan-tahapannya,

yaitu:

1. Ki Dadap Putih: tokoh awal pembawa Islam ke Desa Wonokerto

Ki Dadap Putih terkenal dengan sosok yang memiliki watak keras.

Menurut Hariono, islamisasi yang dilakukan oleh Ki Dadap Putih dapat

dikatakan ekstrim. Karena dalam proses tersebut Ki Dadap Putih

menyebarkan agama Islam dengan cara kekerasan yaitu melalui

peperangan dengan masyarakat yang beragama Hindu di Desa Wonokerto.

Bahkan tidak sedikit masyarakat yang beragama Hindu menginginkan

kehadiran Ki Dadap Putih segera berakhir.

Adapun tahapan pertama ini sangat erat kaitannya dengan

runtuhnya kerajaan Majapahit pada tahun saka 1400 (1478 M), yang

diserang oleh kerajaan Demak Bintoro, setelah Majapahit runtuh

orang-orang Majapahit banyak yang melarikan diri ke daerah Timur utamanya ke

daerah Bali dan ke daerah perbukitan disekitar gunung Bromo, karena

melihat banyaknya tentara Majapahit yang melarikan diri akhirnya tentara

Raden Patahpun melakukan pengejaran terhadap orang Hindu sampai ke

Desa Wonokerto yang dipimpin oleh ki Dadap Putih. Sesampainya di

(47)

39

Grinting (Desa Wonokerto) untuk memeluk agama Islam, lalu diajaklah

masyarakat Grinting untuk memeluk agama Islam dari situ terjadilah

pertentangan antara masyarakat Tengger dengan Ki Dada Putih. Ki Dada

Putih selaku penyebar agama baru (Islam) mengalami perseteruan sengit

sehingga tidak sedikit para pejuang Islam yang meninggal dunia waktu itu.

Adapun bukti-bukti usaha Islamisasi pada tahap pertama dapat

dilihat dari arsitektur berupa kuburan yang terdapat di bukit Dadap Putih

yang dulunya kuburan itu berjumlah 50 kuburan. Akan tetapi lambat laun

kuburan yang awalnya berjumlah 50 kuburan kini hanya tertinggal 1

kuburan. Sedangkan kuburan-kuburan yang lainnya sudah dikelola oleh

penduduk Desa Wonokerto sehingga menjadi lahan pertanian oleh

penduduk desa.5

Islam yang dibawa oleh Ki Dadap Putih sebagaimana dijelaskan di

atas, yaitu dengan jalan kekerasan alhasil tidak begitu menancapkan

nilai-nilai keislaman pada masanya. Sehingga, pada waktu itu tidak sedikit

pengikut Ki Dadap Putih yang gugur.

Mengenai waktu terjadi peristiwa islamisasi dengan jalan

kekerasan yang dilakukan oleh Ki Dadap Putih menurut Kosim dkk,

terjadi pada abad ke 20 M.6 Namun, dalam hal ini, dari beberapa

masyarakat yang menjadi informan, tidak ada kepastian waktu peristiwa

itu terjadi.

5

Dani dan Hariono,Wawancara, Wonokerto, 17 Juli 2015.

6

Kosim, et al “Perkembangan Agama Islam di Desa Wonokerto Kecamatan Sukapura Kabupaten

(48)

40

2. Raden Samitro dan Samindro: Penyebar Islam Tahap Kedua

Islamisasi yang kedua sangat memiliki perbedaan jika

dibandingkan dengan islamisasi tahapan pertama yang dilakukan oleh Ki

Dadap Putih. Karena tahapan kedua ini Islam dibawa dengan cara baik

yaitu dengan melalui kesenian yang sudah begitu lama dijalankan oleh

masyarakat Desa Wonokerto sendiri sehingga Islam tidak hadir dengan

cara membuang kesenian dalam masyarakat melainkan merangkulnya

artinya Islam disebarkan melalui budaya setempat dengan cara

memasukkan nilai-nilai keislaman dalam budaya lokal untuk

mempermudah proses penyebaran islamisasi itu sendiri.

Sehingga tatacara dakwahnya kepercayaan lama dan adat istiadat

rakyat tidak ditentang dengan begitu saja. Masyarakat awam didekati

dengan cara yang manis dan halus, sehingga dengan senang hati mereka

menerima kehadirannya. Kesenian rakyat yang dimanfaatkan untuk alat

berdakwah, ternyata membawa keberhasilan yang memuaskan yaitu rakyat

jawa disaat itu hampir seluruhnya dapat menerima ajakannya mengenal

Islam.

Adapun penyebar Islam tahapan kedua ini di Desa Wonokerto

yaitu Raden Samitro dan Samindro yang merupakan putra dari Mbah

Raden sosok Mbah Raden sendiri terdapat dua versi ada yang mengatakan

berasal dari kediri dan juga ada yang mengatakan, bahwa Mbah Raden

(49)

41

Raden Samitro dan Samindro yang merupakan putra dari Mbah

Raden adalah dua bersaudara yang menyebarkan agama Islam di Desa

Wonokerto. Raden Samitro dan Samindro mereka berdualah yang

menyebarkan Islam di Desa Wonokerto dengan kesenian yang bernama

seni Terbang Jidor. Melalui seni Terbang Jidor itulah nilai-nilai keislaman

diselipkan didalamnya dan akhirnya banyak masyarakat Wonokerto yang

tertarik akan kesenian itu sehingga dengan bertambahnya hari maka

semakin bertambah juga jumlah masyarakat yang ikut dalam kesenian itu,

dan akhirnya Terbang Jidor inilah yang yang saat ini sebagai arsitektur

penyebaran Islam. Terbang Jidor yang menjadi sarana penyebaran Islam

mulai turun-temurun.7

Setelah banyak menarik perhatian Masyarakat Wonokerto, Raden

Samitro dan Samidro mulai mendekati orang-orang yang berpengaruh di

desa itu yaitu kepala Desa Wonokerto yang bernama Bapak Kabit. Bapak

Kabitpun juga tertarik dengan ajaran yang dibawa Raden Samitro dan

Raden Samindro, mungkin karena saking senangnya pada ajaran yang

dibawa oleh Raden Samitro dan Samindro, sampai-sampai anak

perempuan dari bapak Kabit ini dinikahkan dengan Raden Samitro.

Karena ikatan perkawinan merupakan ikatan lahir batin, tempat mencari

kedamaian diantara dua individu. Kedua individu yaitu suami isteri

membentuk keluarga yang justru menjadi inti masyarakat. Dalam hal ini

berarti membentuk masyarakat muslim.

7

Menurut Hariono dan Heri, Kini terbang jidor tersebut dikuasai oleh Bapak Sunarji seseorang

(50)

42

Seperti lumrahnya yang ada di masyarakat tidak semua warga desa

yang setuju akan hal-hal yang sifatnya baru, seperti di Desa Wonokerto,

meskipun sudah banyak masyarakat Wonokerto mengikuti ajaran yang

dibawa Raden Samitro dan Raden Samindro untuk memeluk agama Islam

tetap saja ada yang tidak setuju akan hal itu. Salah satu warga Desa

Wonokerto yang tidak mau memeluk agama Islam yaitu seorang dukun

yang bernama Dukun Keti.

Dukun Keti adalah salah seorang yang ada di suku Tengger yang

tinggal di Desa Wonokerto yang kemudian pindah ke Desa Ngadas

Kabupaten Malang karena tidak tertarik untuk memeluk agama Islam.

Sebelum Dukun keti ini pindah ke Desa Ngadas Kabupaten Malang,

terjadi percekcokan mulut antara Dukun Keti dengan Raden samitro dan

samindro, sehingga mendapatkan suatu kesepakatan antara Raden Samitro

dan Raden Samindro dengan Dukun Keti bahwa agama Islam itu hanya

boleh disebarkan sampai di Desa Wonokerto saja, tidak boleh ke desa

yang ada di atasnya seperti Ngadisari dan lainnya. Maka dari itulah hingga

kini Islam hanya boleh disebarkan sampai Desa Wonokerto saja, dan

masih belum ada yang berani untuk melanggar perjanjian tersebut, batas

desa yang tidak diperbolehkan untuk dimasuki Islam yaitu ditandai dengan

adanya gapura. Selain itu di Desa Wonokerto juga terdapat arsitektur yang

(51)

43

SD Wonokerto I (satu). Menurut Bapak Hariono kuruban itu adalah

tempat dimakamkannya Raden Samitro dan Samindro.8

3. Hadirnya Para Guru: Masa Perkembangan

Pada tahap ketiga agama Islam disebarkan melalui guru-guru

agama yang kebanyakan orang-orang pendatang tepatnya dimulai pada

tahun 1971 sampai sekarang. Meskipun pada tahap ketiga dimulai dari

tahun 1971 tapi belum mendapatkan dukungan dari pemerintah desa dan

baru mendapatkan dukungan dari pemerintahan desa yaitu pada tahun

1987-2007 yang pada waktu itu bapak Hariono menjadi sekertaris Desa

Wonokerto.9

Proses Islamisasi di Desa Wonokerto terjadi akibat adanya kontak

dengan masyarakat luar yang beragama Islam. Saluran-saluran yang

dilalui dalam proses Islamisasi di Desa Wonokerto antara lain saluran

kesenian, saluran pernikahan, dan saluran pendidikan. Islamisasi melalui

jalur kesenian dilakukan oleh Raden Samitro dan Samindro pada saat

Islam baru masuk ke Desa Wonokerto untuk tahap kedua Raden Samitro

dan Raden Samindro membentuk group kesenian Terbang Jidor yang

beranggotakan masyarakat dari Desa Wonokerto. ketika berkumpul di

kelompok seni Terbang Jidor, Raden Samitro dan Samindro

perlahan-lahan memasukkan ajaran-ajaran Islam.

Penyebaran Islam melalui jalur pernikahan pertama kali dilakukan

oleh Raden Samitro selaku pembawa Islam ke Desa Wonokerto yang

8

Dani, et al Wawancara, Wonokerto, 17 Juli 2015.

(52)

44

menikahi putri Bapak Kabit (Kepala Desa). Pada tahap berikutnya, Proses

Islamisasi melalui pernikahan di Desa Wonokerto terjadi apabila salah

satu orang dari Desa Wonokerto menikah dengan orang dari Desa Tengger

lain yang agamanya bukan Islam. Kemudian kedua orang yang menikah,

bertempat tinggal di Desa Wonokerto. Hal itulah yang dialami Bapak

Sumoyo warga Desa Wonokerto yang sebelumnya berasal dari Desa

Ngadas. Ketika Bapak Sumoyo akan menikah dengan Istrinya yang

berasal dari Desa Wonokerto dan hendak bertempat tinggal di Desa

Wonokerto, maka Bapak Sumoyo harus memeluk Agama Islam.

Sedangkan keluarga bapak Sumoyo yang tinggal di Desa Ngadas tetap

beragama Budha (Hindu Tengger). Aturan tersebut juga berlaku bagi

seluruh masyarakat tanpa tekecuali.10

Penyebaran Islam melalui jalur pendidikan pertama kali dilakukan

oleh Modin dengan menyelenggarakan pendidikan informal (mangaji

Al-Quran) yang bertempat di rumahnya. Modin mengajak anak-anak mengaji

di rumahnya karena belum ada fasilitas yang memadai misalnya Masjid,

Mushalla, atau tempat lain yang bisa digunakan sebagai tempat belajar.

Sedangkan Islamisasi melalui pendidikan formal baru terselenggara pada

tahun 1972 di SD Negeri 1 Wonokerto (Dusun Krajan) dan tahun 1983 di

SD Negeri 2 Wonokerto (Dusun Punjul) yaitu sejak adanya guru agama

Islam. 11

10

Kosim, et al “Perkembangan Agama Islam di Desa Wonokerto Kecamatan Sukapura Kabupaten Probolinggo Tahun 1983-2012”. 68-69.

11

Siti Syamsiah, Wawancara, Wonokerto, 9 Agustus 2015.

(53)

45

4. Berdirinya Pondok Pesantren Al-Ikhlas Pada Tahun 2013

Berdirinya Pondok Pesantren Al-Ikhlas Pada Tahun 2013 yang

didirikan oleh ustadz Mukhtar. Adapun sejarah berdirinya pondok

pesantren al-Ikhlas ini berangkat dari keinginan seorang muallaf bernama

Sumarjono yang hendak mewakafkan tanahnya di jalan Islam.

Semula Sumarjono beragama Hindu yang hidup di Desa

Wonokerto. Sebagai seorang yang beragama Hindu bukan berarti

Sumarjono tidak tahu sama sekali tentang Islam. Sehingga pada tahun

2011-an Sumarjono memantapkan diri untuk memeluk agama Islam

sekaligus membangun Mushalla dekat rumahnya.

Niat Sumarjono kala membangun Mushalla adalah untuk dijadikan

sebagai tempat ibadah akan tetapi tidak sesuai dengan apa yang dia

inginkan. Mushalla yang dibangunnya sepi jama’ah. Melihat kendala yang

seperti itu akhirnya dia berinisiatif untuk menemui ustadz Mukhtar S. ag

selaku mahasiswa IAIN Sunan Ampel Surabaya alumni Fakultas Adab

jurusan Bahasa dan Sastra Arab yang pernah melaksanakan KKN di Desa

Wonokerto pada tahun 1993.

Setelah bertemu dengan ustadz Mukhtar dan menceritakan

keinginannya yang tidak tersalurkan akhirnya ustadz Mukhtar

melangkahkan kakinya untuk mendirikan Pondok Pesantren Al-Ikhlas

pada tahun 2013.

Berdirinya pondok pesantren juga tidak berbeda jauh dengan

(54)

46

yang juga mendorong masyarakat untuk lebih giat memahami dan

menanamkan nilai-nilai keislaman baik bagi dirinya dan juga

anak-anaknya.

Ustadz Mukhtar selaku pengasuh pondok pesantren mendapatkan

dukungan dari pondok pesantren Sidogiri. Sehingga para guru, ustadz dan

ustadzahnya didatangkan dari pesantren Sidogiri guna mendorong

semangat belajar anak-anak masyarakat Desa Wonokerto. Hingga dewasa

inilah, Desa Wonokerto mulai merasakan manfaat akan berdirinya pondok

pesantren Al-Ikhlas berkat Sumarjono dan ustadz Mukhtar. Mulai dari

penanaman akidah, akhlak dan moral kian meningkat dan jumlah

santriwan dan santriwatinyapun pada tahun 2017 sebanyak 30 santri tetap ,

akan tetapi yang terdaftar itu ada 60 santri.

Adapun aktifitas belajar mengajar yang diadakan di pondok

pesantren yang yang diikuti oleh santriwan dan santtiwati ada juga yang

bisa diikuti oleh orang dewasa yaitu pengajian rutin setiap hari jumat

malam sabtu, yang diisi oleh bapak Moh Arif dari Probolinggo sendiri.

Sedangkan pada setiap bulan itu juga dilaksanakan pengajian rutin pada

hari sabtu malam minggu pada akhir bulan.

Mengenai tema yang menjadi bahan kajian sangat berfariasi

disesuaikan dengan keadaan masyarakat setempat, semua masyarakat

kecamatan Sukapura hadir dalam acara tersebut kurang lebih antara

(55)

47

Tanah wakaf pemberian bapak Sumarjono seluas 2 hektar

dibangun untuk pondok pesantren dan pertanian yang di kelola oleh ustadz

Mukhtar. Beliau juga membangun penginapan untuk para wisatawan yang

hendak mendaki ke gunung Bromo. Rata-rata para wisatawan baik dari

domestik maupun mancanegara yang ingin menikmati indahnya sun set

dan sun rise di puncak gunung Bromo. Adapun manfaat dari hasil

pertanian dan penginapan itu dijadikan sebagai dana operasional dan

pengembangan pondok pesantren agar lebih berkembang dan maju.12

B. Perayaan Idul Fitri Suku Tengger Wonokerto Sukapura Probolinggo.

Idul Fitri di Desa Wonokerto tidak memiliki perbedaan dengan Idul

Fitri lainnya. Hanya saja, kemasan perayaannya yang berbeda jika ditinjau

dari segi kondisi sosial keagamaan. Masyarakatnya Desa Wonokerto yang

terbelah dari segi agama ternyata tidak menimbulkan efek yang mencerminkan

perpecahan melainkan keharmonisan.

Sebagaimana mestinya, sebelum perayaan Idul Fitri tiba umat Islam

terlebih dahulu melaksanakan ibadah puasa ramadhan selama 1 bulan penuh.

Untuk itulah, ada beberapa rangkaian tersendiri setiap pelaksanaan ibadah

dalam agama Islam. Diantaranya:

(56)

48

1. Puasa Ramadhan

Puasa dalam bahasa Arab disebut shaumu. Shaum, secara

etimologi adalah devinisi dari menahan dari segala sesuatu, seperti

menahan tidur (bergadang), menahan bicara, menahan makan dan

sebagainya. Adapun secara Termenologi agama shaum adalah menahan

diri dari makan, minum dan semua perkara yang membatalkan puasa sejak

terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari, dengan syarat-syarat

tertentu. Sebagian ulama mendefinisikannya sebagai: “menahan diri dari

syahwat perut dan syahwat kelamin sepanjang hari disertai niat sebelum

fajar selain waktu haid, nifas, dan hari-hari raya”.











“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu

bertakwa”.13

Allah swt. Telah mewajibkan kepada orang-orang yang beriman

sebagaimana dia mewajibkannya kepada umat-umat terdahulu (ahlul

milal). Dibalik kewajiban tersebut didapati beberapa faidah yang besar dan

hikmah yang mulia, yaitu meningkatkan ketaqwaan manusia yang

berpuasa dan menjauhkan dari perbuatan yang diharamkan oleh Allah swt.

Kewajiban puasa yang bertepatan di bulan ramadlan dikarenakan

pada bulan tersebut adalah permulaan diturunkannya Al-Qur’an yang

13

Al-Qur’an, 2 (al-Baqroh): 183.

(57)

49

mulia, yang di dalamnya terdapat dasar-dasar hukum yang berlaku

sepanjang zaman, dan diperuntukkan bagi umat Muhammad SAW.

Al-Qur’an adalah cahaya, petunjuk, dan pedoman hidup bahagia bagi orang

yang mau menempuh di jalan Al-Qur’an itu sendiri. Selain itu Allah telah

menurunkan rahmat kepada umatnya di bulan Ramadhan.14

Selain itu dalam surat al-Baqarah ayat 185 juga dijelaskan:















<

Gambar

TABEL TRANSLITERASI ................................................................................
Tabel 2.1 Pembagian Wilayah Jawa Timur1
Tabel 2.2 Jumlah Keseluruhan Warga Desa Wonokerto 6
Tabel 2.3 Jenis Lahan Dan Luasnya 9
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kontribusi Hukum Pidana Adat berupa penyelesaian perkara di luar pengadilan atau mediasi penal yang dilakukan masyarakat