• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV RESPON MASYARAKAT HINDU TERHADAP

B. Respon Masyarakat Hindu Terhadap Perayaan Hari Raya

Manusia dengan keterbatasannya mempunyai masalah yang serba kompleks dan penuh dinamik dalam menjalin interaksi sosial. Dalam memelihara keharmonisan hubungan antara sesamanya belum tentu berjalan lancar. Untuk memelihara keharmonisan hubungan ini, Tuhan menurunkan agama yang mengandung pedoman dasar dalam mengatur hubungan antara sesama manusia itu sendiri.

Mewujudkan kerukunan dan toleransi dalam pergaulan hidup antar umat beragama merupakan bagian usaha menciptakan kemaslahatan umum serta kelancaran hubungan antara manusia yang berlainan agama, sehingga setiap golongan antar umat beragama dapat melaksanakan bagian dari tuntutan agama masing-masing.

Kerukunan yang berpegang kepada prinsip masing-masing agama menjadi setiap golongan antar umat beragama sebagai golongan terbuka, sehingga memungkinkan dan memudahkan untuk saling berhubungan. Bila anggota dari suatu golongan umat beragama telah berhubungan baik dengan anggota dari golongan agama-agama lain, akan terbuka kemungkinan untuk mengembangkan hubungan dalam berbagai bentuk kerjasama dalam

bermasyarakat dan bernegara.2

Dalam perayaan hari-hari besar baik itu dari agama Islam atau dari agama Hindu di Desa Wonokerto berjalan dengan sangat khidmat dan lancar seperti perayaan-perayaan hari besar agama pada umumnya. Hari-hari yang

2

Said Agil Husin Al Munawar, Fikih Hubungan Antar Agama (Jakarta, Ciputat Press, 2005), 22.

65

menyentuh hati, perasaan dan sekaligus menyenangkan adalah pada saat-saat kita menunggu datangnya hari raya atau hari besar agama, begitu juga yang dirasakan oleh masyarakat Desa Wonokerto. Sudah pasti setiap insan yang beriman merasakan indahnya hari raya, dunia terasa damai dan tentram. Anak- anak menyanyi, menari dan tertawa riang gembira. Begitu juga para remaja,

pemuda dan pemudi.3

Pada tanggal 1 Syawal mulai berakhirnya puasa pada bulan Ramadhan, umat muslim diseluruh dunia utamanya masyarakat Tengger Wonokerto melaksanakan hari raya yang namanya Idul Fitri. Jika ditinjau dari segi agama jelas Idul Fitri merupakan hari besar agama Islam yang memang di tunggu- tunggu kehadirannya oleh umat muslim, karena di hari itu adalah merupakan hari kemenangan bagi seluruh umat muslim setelah sebulan penuh melaksanakan puasa ramadhan. Sejak subuh gema takbiran sudah mulai terdengar di daerah perbukitan Gunung Bromo, meskipun cuacanya sangat dingin tidak dapat mematahkan semangat masyarakat Wonokerto untuk tetap

melaksanakan ṣhalat Idul Fitri di Masjid.

Masing-masing keluarga berbondong-bondong berjalan menuju Masjid

untuk melaksanakan ṣhalat Idul Fitri di Masjid dengan pakaian yang serba

baru dan harum, dari kalangan anak-anak, remaja dan orang tua. Di masjid Wonokerto tidak hanya di isi oleh masyarakat desa setempat, melainkan juga dari desa tetangga.

3

Setyo pamungkas,”mengatur kerukunan Beragama”

https://setyopamungkas.wordpress.com2013/07/24/mengaturkerukunan beragama/, (senin, 7 Maret

66

Disamping itu, para jamaah ṣhalat Idul Fitri masjid Al-Hidayah Desa

Wonokerto juga berasal dari luar kota yakni mereka yang juga melakukan penelitian ataupun sekedar ingin tahu saja seperti apa kondisi perayaan Idul Fitri di Desa Wonokerto di mana secara fundamental masyarakatnya terbagi menjadi dua jika ditinjau dari segi keagamaannya.

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa Desa Wonokerto masyarakatnya ada yang memeluk agama Islam dan Hindu. Bagi masyarakat yang beragama Hindu hari raya Idul Fitri bukanlah problema. Sebagaimana

dikatakan oleh bapak Satris bahwa, hari raya orang Islam (Idul Fitri)

merupakan bagian dari kami dalam artian dengan adanya hari raya tersebut kami (masyarakat yang beragama Hindu) juga turut menjalin keharmonisan

dengan mereka (umat Islam).4

Keikutsertaan umat Hindu kala hari raya Idul Fitri yaitu turut menyumbangkan sebagian hartanya agar hari kemenangan itu berjalan dengan lancar Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam Islam juga diajarkan bahwa umat Islam untuk memberikan sebagian hartanya kepada sasama yang disebut dengan zakat fitrah.

Hal lain adalah adanya sikap saling memaafkan yang dilakukan dengan jabat tangan (silaturrahmi). Menurut bapak Dani, “ kami tidak hanya berjabat tangan (saling memaafkan) antar umat Islam saja melainkan juga dengan mereka yang beragama Hindu. Tentunya, sebagai manusia kita tidak terlepas dari salah dan dosa. Apalagi hidup berdampingan dengan agama lain.

4

Satris, Wawancara, Wonokerto, 1 Agustus 2015.

67

Sehingga adanya sikap saling memaafkan itu perlu kiranya juga dengan orang yang tidak seagama dalam satu desa. Ini semua kami lakukan guna menjalin

kerukunan antar umat beragama”.5

Selain silaturrahmi yang dilakukan oleh umat Islam pada pagi harinya di Desa Wonokerto, umat Hindu pun tidak melewatkan momen silaturrahmi pada malam harinya pada saudara mereka yang beragama Islam. Kenyataan ini cukup aneh kirinya, namun kenyataannya demikian adanya bahwa meskipun terdapat perbedaan perihal agama. Lagi, selama satu minggu mereka yang beragama Hindu mengunjungi saudara-saudaranya guna menjalin kerukunan yang dikemas dengan kebersamaan. Sebagaimana seorang tamu, meskipun beragama Hindu yang hadir kala momen hari raya tidak ada batasan

kala menjamu para tamu-tamunya. 6 Kenyataan ini menandakan bahwa

pikiran-pikiran negatif antara umat Hindu dan Islam tidak tampil kepermukaan. Dengan kata lain, memperat tali silaturrahmi lebih penting dan bukan karena perbedaan status.

5

Dani, Wawancara, Wonokerto,1 Agustus 2015.

68

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah peneliti deskripsikan pada bab sebelumnya serta rumusan masalah yang menjadi fokus penelitian ini, maka penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Secara garis besar kondisi umum Desa Wonokerto Sukapura Probolinggo

penduduknya terbagi dua jika ditinjau dari segi keagamaan, yaitu agama Islam dan Hindu. Penduduknya berjumlah 1324 jiwa, yang terdiri dari 648 laki-laki dan 676 perempuan dengan jumlah KK 465. Apabila dilihat dari kondisi sosial mereka memiliki rasa solidaritas yang begitu tinggi. Selain itu mereka juga dikenal sebagai petani tradisional yang tangguh. Sedangkan dari kondisi pendidikan tergolong sudah maju karena di Desa Wonokerto sudah banyak terdapat lembaga pendidikan yang cukup menunjang seperti, Pendidikan formal atau pun non formal.

2. Shalat Idul Fitri yang dilaksanakan di Desa Wonokerto tidak memiliki

perbedaan dengan ṣhalat Idul Fitri yang dilaksanakan desa-desa lain.

Namun, ada yang menarik disini yaitu keikutsertaan umat Hindu yang ada di Desa Wonokerto kala hari raya Idul Fitri dengan turut berpartisipasi menyumbangkan sebagian hartanya agar hari kemenangan itu berjalan dengan lancar.

69

3. Respon masyarakat hindu ketika hari raya umat Islam (Idul Fitri) tiba tidak

menunjukkan sikap acuh, melainkan sikap antusias dan solidaritas. Karena, bagi masyarakat Hindu perayaan Idul Fitri merupakan suatu momen yang digunakan untuk menjalin tali silaturrahmi serta keharmonisan untuk tetap menjaga kerukunan antar umat beragama.

B. Saran

Semoga yang esensial tidak terlupakan ditengah keharmonisan antara agama Islam dan Hindu di Desa Wonokerto dapat menjadi cermin bagi kita semua. Karena pada dasarnya agama mengajarkan kebaikan. Akhirnya, dengan segala kemampuan dan keterbatasan, penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan untuk mencapai kesempurnaan untuk itulah kritik dan saran untuk membangun kesempurnaan sangat diharapkan.

DAFTAR PUSTAKA

Library Resech

Agger, Ben. Teori-Teori Sosial Kritis: Kritik Penerapan dan Implikasinya.

Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2012.

Ambary, Hasan Muarif Prospek Penelitian Arkeologi Islam Dasawarsa, Jakarta:

Depdikbud, 1979.

Aziz, Syaikh Zainuddin Abdul. Fathul Mu’in, Surabaya : Haromen Jaya, 2002.

Abdurrahman, Dudung. Metode Penelitian Sejarah. Jakarta: Logos Wacana Ilmu,

1999.

Endraswara, Suwardi. Metodologi Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta: Gajah

Mada University Press, 2006.

Harsojo. Pengantar Antropologi.Bandung: Binacipta, 1966.

Haviland, William A. Antropologi. Jakarta: Erlangga, 2008.

Hefner, Robert W. Hindu Javanese: Tengger Tradition and Islam. Princeton:

Princeton University Press, 1985.

Kuntowioyo, Budaya dan Masyarakat. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 1987.

Noor, Juliansyah. Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Desertasi, dan Karya

Ilmiah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012.

Nur Syam, Madzhab-Madzhab Antropologi.Yogyakarta: PT LKiS Pelangi Aksara,

2007.

Ridwan, Deden. Tradisi Baru Penelitian Agama Islam : Tnjauan antar Disiplin

Ilmu. Bandung: Nuansa Cendekia, 2001.

Satu, Riuh Beranda. Peta Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia. Jakarta:

Depag RI, 2003.

Suryanegara, Ahmad Mansur. Api Sejarah, Jilid I. Bandung: Salamadani, 2012.

Tasmuji, Dkk, Ilmu Alamiah Dasar, Ilmu Sosial Dasar, Ilmu Budaya Dasar.

Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2011.

Slamet, Muljana. Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa Dan Timbulnya Negara-

Munawar, Said Agil Husin Al. Fikih Hubungan Antar Agama. Jakarta: Ciputat

Press, 2005.

Wijaya, Aksin. Menusantarakan Islam. Yogyakarta: Nadi Pustaka, 2011.

Karya Ilmiah

Sari, Linda. “Gunung Bromo dan Keunikan Masyarakat Tengger Sebagai Objek

Wisata di Jawa Timur”, (Skripsi Fakultas Sastra Universitas Sumatera

Utara, Medan, 2009).

Kosim dkk, Perkembangan Agama Islam di Desa Wonokerto Kecamatan

Sukapura Kabupaten Probolinggo Tahun 1983-2012, Vol.2, 2013

Marianno, Frans Priyohadi dkk, Dampak Pengembangan Pariwisata terhadap

Kehidupan Sosial di Daerah Provinsi Jawa Timur. Surabaya: Jarahnitra

Depdikbud Jatim, 1993/1994.

Hikayat Wong Tengger Kisah Peminggiran dan Dominasi: Pentingnya Meningkatkan Keberdayaan Masyarakat Tengger Untuk Melestarikan Kawasan Konservasi Balai Taman Nsional Bromo-Tengger-Semeru, mei 2013

Website

Setyo pamungkas, ”mengatur kerukunan Beragama”

https://setyopamungkas.wordpress.com2013/07/24/mengaturkerukunan beragama/, (senin, 7 Maret 2016,19.30)

Zainul arifin,“Makalah Idul Fitri”, dalam

http:/zahralja69.blogspot.co.id/2013/03/makalah-idul-fitri.html (30 Maret 2016)

Alfan Candra Setiawan, “ http://alfancandras2301.blogspot.co.id/2016/06/tugas- makalah-tentang-hari-raya-besar.html” (20 maret 2006)

Danzo Yakuza, “http://daniearabas.blogspot.co.id/2013/10/makalah-surat- attaubah-ayat-103.html (10 Oktober 2013)

Rahardjo et.al, “Warga Desa Wonokerto Sholat Ied di Tengah Tengah Dominasi

Umat Hindu Suku Tengger Probolinggo”, dalam

http://www.penanusantara.net/warga-desa-wonokerto-sholat-ied-di- tengah-tengah-dominasi-umat-hindu-suku-tengger-probolinggo/ (1 Oktober 2015)

Al-Qur’an dan Hadist

Al-Qur’an, 9 (al-Taubah) Al-Qur’an, 2 (al-Baqarah)

Imam Khafidz bin Ali As-Syafi’i, Bulughul Maram (Darul Kutub Al-Islamiyah)

Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Asqolani, Darul Ma’rifah, 1379, 2/446. Syaikh Al Albani dalam Tamamul Minnah (354) mengatakan bahwa sanad riwayat ini shahih.

Data Desa

Data Profil Desa dan Kelurahan Tahun 2015

Wawancara

Heri, Wawancara, Wonokerto, 12 Juni 2015.

Hariono, Wawancara, Kotaanyar, 12 Juni 2015

Parni, Wawancara, Wonokerto, 15 Juni 2015

Satris Wawancara, Wonokerto, 1 Agustus 2015

Dani Wawancara, Wonokerto1 Agustus 2015

Siti Syamsiah, Wawancara, Wonokerto, 9 Agustus 2015

Masyhur, Wawancara, Wonokerto, 9 Agustus 2015

Hidayat, Wawancara, Wonokerto, 8 Agustus 2016.

Dokumen terkait