• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dimensi teologi dalam ritual sedekah bumi masyarakat Made.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dimensi teologi dalam ritual sedekah bumi masyarakat Made."

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

DIMENSI TEOLOGI DALAM RITUAL SEDEKAH BUMI

MASYARAKAT MADE

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat

Memperoleh Gelar Magister dalam Program Studi Dirasah Islamiyah

Oleh

Hassan Nugroho

NIM. F020915178

PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

(2)

ii

PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertandatangan dibawah ini saya:

Nama : Hassan Nugroho, S.Kom.I

NIM : F020915178

Program : Magister (S2) Dirasah Islamiyah

Institusi : Pascasarjana Universitas Islan Negeri Sunan Ampel Surabaya

Dengan sungguh-sungguh menyatakan bahwa TESIS ini secara keseluruhan adalah adalah hasil penelitian atau karya saya sendiri, kecuali pada bagian-bagian yang dirujuk sumbernya.

Surabaya, 16 Juni 2017

Saya yang menyatakan

(3)

PENGESAHAN TIM PENGUJI

Tesis Hassan Nugroho ini telah diuji

Pada Tanggal 24 Juli 2017

Tim Penguji

1. Prof. Dr. H. Ma’shum, M.Ag. ………..

2. Dr. H. Amir Maliki, M. Ag. ………..

3. Prof. Dr. H. Syafiq A. Mugni, M.A. ………..

Surabaya, 24 Juli 2017 Direktur

(4)

iv

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Tesis Hassan Nugroho ini telah disetujui

pada tanggal 3 Juli 2017

Tesis Hassan Nugroho ini telah disetujui

Pada tanggal 16 Juni 2017

Oleh

Pembimbing

(5)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika UIN Sunan Ampel Surabaya, yang bertanda tangan di bawah ini, saya:

Nama : Hassan Nugroho

NIM : F020915178

Fakultas/Jurusan : Pascasarjana/Dirasah Islamiyah

E-mail address : p4ng5s4ntr1@gmail.com

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya, Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif atas karya ilmiah :

Skripsi Tesis Desertasi Lain-lain (………)

yang berjudul :

Dimensi Teologi dalam Ritual Sedekah Bumi Masyarakat Made

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan Hak Bebas Royalti Non-Ekslusif ini Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya berhak menyimpan, mengalih-media/format-kan, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data (database), mendistribusikannya, dan menampilkan/mempublikasikannya di Internet atau media lain secara fulltextuntuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan atau penerbit yang bersangkutan.

Saya bersedia untuk menanggung secara pribadi, tanpa melibatkan pihak Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya, segala bentuk tuntutan hukum yang timbul atas pelanggaran Hak Cipta dalam karya ilmiah saya ini.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Surabaya, 11 Agustus 2017

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

PERPUSTAKAAN

(6)

vii

Abstrak

Penelitian ini berangkat dari fenomena tradisi sedekah bumi di Kelurahan Made, Kecamatan Sambikerep, Kota Surabaya. Tradisi sedekah bumi yang umumnya dilakukan oleh masyarakat desa (pertanian) di Jawa, ternyata tetap dipertahankan hingga kini oleh masyarakat Made. Saat ini masyarakat Made bukan lagi masyarakat pertanian, tetapi sudah menjadi bagian dari masyarakat modern Surabaya. Umumnya kegiatan sedekah bumi, dilakukan oleh masyarakat pertanian sebagai wujud syukur kepada Zat Ghaib yang dianggap menguasai pertanian dan menentukan keberhasilan dan kegagalan panen. Menjadi menarik karena dalam keadaan demikian ritual sedekah bumi tetap dilakukan masyarakat Made. Dengan kata lain nilai-nilai teologis dalam ritual sedekah bumi memiliki dimensi sedemikian rupa agar sejalan dengan perkembangan realitas sosial. Tujuan dari penelitian ini adalah: (a) mendeskripsikan realitas masyarakat Made, (b) mendeskripsikan praktik tradisi sedekah bumi dalam masyarakat Made, (c) mendsekripsikan dimensi-dimensi teologis yang terkandung dalam ritual sedekah bumi masyarakat Made.

Metodologi dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, dengan pengumpulan data melalui wawancara, observasi dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (a) masyarakat Made mulanya adalah masyarakat pertanian, karena pengaruh pembangunan (perluasan kota) kini telah menjadi masyarakat modern, namun unsur pertanian masih dipertahankan sebagian kecil melalui pelaksanaan urban farming; (b) sedekah bumi sudah menjadi tradisi yang turun temurun di masyarakat Made. Tujuannya tidak hanya sekedar bersyukur dan memohon keselamatan bagi masyarakat Made, tetapi juga menghargai bumi dan membangun persaudaraan sesama warga. Prosesi inti dalam ritual sedekah bumi, yaitu tumpeng/gunungan yang kemudian dikumpulkan di punden, dan doa bersama. Tumpeng memiliki makna filosofis bentuk gunung sebagai simbol bumi, simbol kehidupan. Sedangkan acara seliannya berfungsi sebagai penyemarak seperti seni gulat okol, wayang kulit, ludruk, dan sebagainya; (c) dimensi-dimensi teologis dalam ritual sedekah bumi dikembangkan sedemikian rupa agar sejalan dengan situasi realitas sosial yang melingkupinya, yaitu perkembangan masyarakat Made modern, secara umum terdiri atas tiga hal yaitu: (1) kepercayaan terhadap Zat Ghaib yang diistilahkan dengan Tuhan YME; (2) nilai-nilai menghargai bumi (alam). Hal tersebut sejalan dengan perubahan realitas kealaman di wilayah Made, yang mengindikasikan menuju kerusakan; (3) nilai-nilai untuk hidup rukun dan berdampingan. Hal tersebut sejalan dengan realitas sosial masyarakat Made yang plural.

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………...….……… i

PERNYATAAN KEASLIAN ……….………….. ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ……….……… iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ……….... iv

PEDOMAN TRANSLITERASI ……….…… v

MOTTO ………. vi

ABSTRAK ……… vii

UCAPAN TERIMA KASIH ………. viii

DAFTAR ISI ……… x

Bab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……… 1

B. Rumusan Masalah ………..……. 7

C. Tujuan Penelitian ………. 7

D. Manfaat Penelitian ……… 8

E. Penelitian Terdahulu ……… 8

F. Metodologi Penelitian ……… 10

1. Jenis Penelitian ……… 10

2. Subjek Penelitian ………. 13

3. Sumber Data ………. 13

4. Metode Pengumpulan Data ……….. 15

5. Metode Triangulasi Data ……….. 17

(8)

xi

7. Sistematika Pembahasan ……….. 20

Bab II DIMENSI TEOLOGI DAN SEDEKAH BUMI A. Dimensi Teologi ………..…….. 23

1. Pengertian Teologi ………..…….. 23

2. Teologi dalam Islam dan Perkembangannya ……….. 25

3. Dimensi Teologi dalam Masyarakat Modern ………. 28

B. Sedekah Bumi 1. Pengertian Sedekah Bumi ……….. 31

2. Sedekah Bumi sebagai Kegiatan Ritual ………..……… 32

3. Sedekah Bumi sebagai Kegiatan Kebudayaan ……… 35

Bab III MASYARAKAT MADE DAN TRADISI SEDEKAH BUMI A. Masyarakat Made ………..……… 38

1. Sejarah dan Asal Usul Desa Made …………..……… 38

2. Kondisi Geografis, Sosiologis dan Demografis ……….. 45

3. Keberagaman Agama dan Kerukunan ……….………… 52

B. Tradisi Sedekah Bumi Masyarakat Made ………….……… 56

1. Asal Mula dan Perkembangan Tradisi Sedekah Bumi Masyarakat Made …….……… 56

2. Tujuan Sedekah Bumi Masyarakat Made …….……… 62

(9)

Bab IV DIMENSI TEOLOGI RITUAL SEDEKAH BUMI MASYARAKAT

MADE

A. Kondisi Masyarakat Made saat ini ……… 73

B. Praktek Ritual Sedekah Bumi Mayarakat Made ……… 75

C. Dimensi Teologi Ritual Sedekah Bumi Masyarakat Made ……… 77

1. Dimensi Pertama: Kepercayaan terhadap Zat yang Ghaib

…….……… 79

2. Dimensi Kedua: Nilai-Nilai untuk Menghargai Bumi (Alam)

……… 85

3. Dimensi Ketiga: Nilai-Nilai untuk Hidup Rukun/Berdampingan

……..……….……… 90

Bab V PENUTUP

A. Kesimpulan ……..……… 96

B. Saran ……… 102

(10)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Teknik Triangulasi Data: Metode Validasi Data ... 18

Gambar 1.2. Teknik Triangulasi Data: Metode Validasi

Teknik

... 19

Gambar 1.3. Siklus Tahapan Analisis Model Miles dan

Huberman

... 20

Gambar 3.1. Peta Citra Sateliti Kelurahan Made ... 46

Gambar 3.2. Poster Promosi Acara Sedekah Bumi oleh

Pemerintah Kota Surabaya

... 71

Gambar 4.1. Dimensi-Dimensi Teologi Ritual Sedekah Bumi

Masyarakat Modern Made

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Surabaya adalah kota metropolitan, dimana perekonomian tidak lagi

mengandalkan hasil alam yang berasal dari pertanian, perternakan atau perikanan.

Pendidikan di kota Surabaya sudah maju, sehingga secara umum seluruh sektor

kehidupan di kota Surabaya sudah modern dan profesionalisme. Tetapi didalam

kemajuan kota Surabaya yang sudah menjadi kota metropolitan dengan kultur

secara umum menjadi masyarakat modern. Dibalik kemajuan kota Surabaya

seakan-akan masyarakatnya tidak lagi menjaga tradisi atau kegiatan – kegiatan adat

istiadat yang biasanya dilakukan oleh masyarakat pedesaan.

Masyarakat Indonesia secara umum dan Jawa khususnya, memiliki tradisi

yang sudah dilakukan dari nenek moyang terdahulu. Tradisi yang masih dilakukan

adalah seperti tradisi yang berkaitan dengan peristiwa kelahiran, kematian dan

perkawinan, serta berbagai peristiwa lain. Berbagai tradisi khususnya masyarakat

Jawa secara turun temurun dilestarikan dengan berbagai motivasi dan tujuan yang

tidak lepas dari pandangan hidup masyarakat Jawa pada umumnya. Menurut

Mulder, masyarakat Jawa memiliki pandangan hidup yang menekankan pada

ketenteraman batin, keselarasan, dan keseimbangan. Pandangan hidup masyarakat

Jawa adalah bentuk atas sikap menerima terhadap segala peristiwa yang terjadi

(12)

2

alam. Individu memiliki tanggung jawab berupa hak dan kewajiban terhadap

masyarakat, dan masyarakat mempunyai kewajiban terhadap alam.2

Tradisi mencari berkah di suatu tempat yang dianggap bisa mengabulkan

berbagai keinginan ternyata masih ditemukan di berbagai wilayah Indonesia dan

masyarakat Jawa pada umumnya. Sedekah bumi atau bersih desa adalah suatu ritual

budaya peninggalan nenek moyang sejak ratusan tahun lalu. Dalam sejarah bangsa

indonesia pada masa Hindu terdapat sistem ritual. Dan ritual yang dilaksanakan

oleh nenek moyang dahulu disebut dengan upacara sesaji bumi/ laut. Pada masa

Wali Songo (500 tahun yang lalu), ketika agama Islam masuk, ternyata sistem

upacara ritual budaya sesaji bumi tersebut tidak dihilangkan, akan tetapi dipakai

sebagai sarana untuk melestarikan/mensyiarkan ajaran Allah yaitu ajaran tentang

iman dan takwa atau didalam bahasa jawa diistilahkan eling lan waspodo yang

artinya tidak mempersekutukan Allah dan selalu tunduk dan patuh mengerjakan

perintah dan menjauhi larangan AIIah. Untuk mensyiarkan dan melestarikan ajaran

iman dan takwa, maka para Wali menumpang ritual budaya sesaji bumi/laut yang

dulunya untuk alam diubah namanya menjadi sedekah bumi yang diberikan kepada

manusia khususnya anak yatim dan fakir miskin tanpa membedakan suku, agama,

ras, atau golongan.3

Berbagai upacara ritual dalam tradisi budaya yang dilaksanakan secara

Islami di Jawa, dalam sejarah telah menambah dan memperkokoh eksistensi ajaran

Islam di tengah masyarakat Jawa. Tradisi yang dilaksanakan oleh masyarakat yang

2 Niels Mulder, Kepribadian Jawa dan Pembangunan Nasional, ( Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press, 1981), 65

(13)

3

beragama Islam yang kemudian berkembang hampir keseluruh pelosok tanah air,

bahkan di desa - desa lain dimana komunitas orang - orang muslim Jawa juga

berkembang. Sebaliknya, ajaran Islam justru menjadi kuat ketika ia telah mentradisi

dan membudaya di tengah - tengah kehidupan masyarakat setempat.

Budaya atau adat istiadat memiliki kecenderungan akan hilang seiring

dengan masuknya akulturasi budaya. Secara umum budaya asli akan hilang ketika

budaya dari luar telah mampu mempengaruhi budaya asli. Dari cara berbicara,

berpakaian atau bagaimana cara masyarakat melakukan interaksi sosial, masyarakat

kota akan memiliki kecenderungan menjadi indidualistik satu sama lainnya. Sikap

toleransi seakan akan hilang seiring dengan tingkat kemajuan masyarakat, seperti

halnya yang ada pada negara – negara maju.

Akan tetapi bukan hanya masyarakat desa masih peduli pada pelaksanaan

upacara-upacara adat, mereka masih meyakini akan manfaat dari pelaksanaan

upacara adat yang sudah terselenggara sejak zaman dahulu. Yang kemudian

menarik perhatian penulis untuk mengetahui bagaimana masyarakat kota Surabaya

masih mempertahankan tradisi sedekah bumi itu secara tturun menurun. Dan yang

menjadi menarik lagi adalah tidak hanya satu daerah saja yang melaksanakan tradisi

sedekah bumi. Ada sekitar 7 daerah atau kelurahan yang mengadakan tradisi

sedekah bumi, dengan berbagai cara dan lama pengadaannya. Secara umum

kegiatan sedekah bumi ada pertunjukkan rakyat yaitu wayang kulit dan kegiatan

yang bermaksud menjalin kebersamaan, dan diakhiri dengan pengajian umum.

Di tengah gemerlapnya kehidupan masyarakat kota Surabaya dengan

(14)

4

menjadi masyarakat metropolis atau modern. Justru ada sebagian kecil daerah yang

masih tetap menyelenggarakan tradisi sedekah bumi. Salah satunya adalah desa

Made yang berada dikawasan Surabaya Barat, ada sekitar 12 RT didalamnya.

Kawasan yang hanya sekitar 800 meter dari Waterpark Ciputra itu memang tampak

berbeda dibandingkan kelurahan lain di Surabaya. Banyak bangunan rumah

penduduk yang bergaya arsitektur Jawa, namun mengandung sentuhan rumah adat

Bali. Karena itu, sampai ada orang yang menyebut kawasan tersebut sebagai

kampung Bali di Surabaya.

Dalam Islam bersyukur yang sekarang diwujudkan dalam bentuk sedekah

bumi merupakan bentuk rasa syukur masyarakat kepada Allah. Bersyukur atau

syukuran merupakan ibadah kepada Allah SWT., syukuran merupakan ibadah,

seperti firman Allah dalam surat 14 ayat 7 yang berbunyi :

ۡ ذإو

ۡ

ۡ ٞديدشلۡيباذعۡنإۡ مت ر كۡنئلوۡۖ مكنديزَۡ مت ركشۡنئلۡ مكبرۡنذأت

٧

Artinya : Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika

kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih"4

Kegiatan sedekah bumi ini sudah memasukkan kegiatan yang mengandung

unsur keagamaan seperti kegiatan istiqosah dan pengajian umum. Menjadi menarik

perhatian peneliti mengapa sistem upacara sedekah bumi yang secara umum

dilakukan oleh masyarakat desa, masih ada dan dilestarikan oleh orang kota.

Masyarakat kota secara umum memiliki ciri-ciri yaitu (a). kehidupan masayarakat

kota dalam hal keagamaan memiliki kecenderungan berkurang bila dibandingkan

4

(15)

5

dengan kehidupan keagamaan di desa; (b). orang kota pada umumnya dapat

mengurus dirinya sendiri atau lebih terlihat individualisme; (c). Secara umum

masyarakat kota lebih rasional sehingga interaksi yang terjadi lebih pada faktor

kepentingan dari pada faktor pribadi.

Dari kehidupan masyarakat kota yang begitu individualisme dan lebih

modern secara kebudayaan dan sosialnya, serta secara teknologi yang begitu maju,

masyarakat Made masih mampu mempertahnkan dan melestarikan upacara sedekah

bumi. Sedekah bumi yang diadakan masyarakat Made menjadi perhatian tersendiri

karena mampu menghilangkan sifat-sifat masyarakat kota yang cenderung

individualisme dan semangat keberagamaan yang cenderung menurun. Dengan

adanya sedekah bumi yang diadakan pada tiap tahunnya mampu menumbuhkan

semangat kerberagamaan dengan bersyukur kepada Tuhan atas limpahan rejeki

yang diberikan kepada masyarakat. Dengan upacara sedekah bumi mampu

menumbuhkan rasa gotong royong atau persaudaraan antar masyarakat, sehingga

hubungan sosial terjalin dengan baik. Sedekah bumi masyarakat Made juga

memberikan pengetahuan kepada anak keturunan meraka untuk meneruskan

budaya sedekah bumi sebagai bukti rasa bersyukur dan berterima kasih atas kasih

sayang Tuhan kepada meraka.

Sedekah bumi sebagai kegiatan ritual memiliki nilai-nilai teologis yang

menjadi tujuan, sesuai dengan kepercayaan atau agama yang dianut masyarakat

setempat. Umumnya kegiatan sedekah bumi, dilakukan oleh masyarakat pertanian

sebagai wujud syukur kepada Zat Ghaib yang dianggap menguasai pertanian dan

(16)

6

sedekah bumi memiliki dimensi teologis, yang terkandung dalam tujuan, nilai-nilai

maupun tata cara pelaksanaan ritual sedekah bumi. Dalam konteks masyarakat

Made yang saat ini tidak lagi menjadi masyarakat murni pertanian (agraris) tetapi

sudah menjadi masyarakat kota/modern, sekalipun posisi geografisnya di pinggiran

Surabaya. Namun perkembangan nyata terlihat di wilayah Made, dimana tidak

hanya ada pemukiman penduduk, tetapi juga perumahan elit, sarana hiburan,

pendidikan, perkantoran dan sebagainya. Singkatnya masyarakat Made kini adalah

masyarakat modern. Menjadi menarik karena dalam keadaan demikian ritual

sedekah bumi tetap dilakukan masyarakat Made modern. Nilai-nilai teologis yang

dibawa dalam tradisi sedekah bumi masyarakat Made modern juga mengalami

penyesuaian-penyesuaian dengan keadaan aktual dan berbagai paduan dalam acara

sedekah bumi.

Teologi dalam perkembangannya perlu dikonstruksikan agar sejalan dengan

perkembangan realitas sosial. Karena agama juga merupakan realitas sosial, maka

akan selalu hidup dan termanifestasikan dalam masyarakat. Dengan demikian

konstruksi teologi agama selayaknya mengakar kepada dinamika sosial dengan

segala keprihatinan dan keajaibannya atau meminjam istilah Azyumardi Azra,5

perlu adanya akomodasi budaya dalam berteologi agar teologi agama-agama yang

terbangun tidak berbenturan dengan realitas sosial yang selalu berubah.6 Maka

demikianlah yang terjadi dalam tradisi sedekah bumi masyarakat Made. Sehingga

dalam tradisi sedekah bumi masyarakat modern Made memiliki dimensi-dimensi

5 Azyumardi Azra, Konteks Berteologi di Indonesia, Pengalaman Islam, (Bandung, Mizan, 1999),

11.

(17)

7

teologis yang khas, dan perlu digali lebih dalam sebagai suatu pemikiran teologis

dalam masyarakat modern Made.

1.2. Rumusan Masalah

Dari batasan identifikasi masalah diatas, dan melihat Surabaya

sudah jauh dari kehidupan masyarakat yang bercorak pedesaan, sekarang

surabaya sudah menjadi masyarakat kota metropolis. Penduduk Surabaya

sudah menjadi masyarakat modern, dari kondisi Surabaya seperti itu tapi

masih menjaga kegiatan sedekah bumi, sehingga peneliti ingin mengetahui

:

1. Bagaimanakah realitas masyarakat Made (saat ini)?

2. Bagaimanakah praktik ritual sedekah bumi masyarakat Made saat ini?

3. Bagaimanakah dimensi teologis yang terdapat dalam ritual sedekah

bumi masyarakat Made modern (saat ini)?

1.3. Tujuan Penelitian.

1. Mendeskripsikan realitas masyarakat Made saat ini dalam konteks

sebagai masyarakat modern.

2. Mendeskripsikan tata cara/praktik dalam ritual sedekah bumi

masyarakat modern Made saat ini.

3. Mendeskripsikan dimensi-dimensi teologis yang terdapat dalam ritual

(18)

8

1.4. Manfaat Penelitian. Manfaat teoritis.

1. Dapat dijadikan tambahan wawasan dalam khasanah ilmu pengetahuan

2. Dapat memperkaya kajian teologi dalam praktek keagamaan pada

masyarakat modern

Manfaat praktis.

1. Sebagai persyaratan peneliti untuk menyelesaikan studi pasca sarjana

2. Penelitian ini dapat menjadi referensi atau sumbangan pemikiran

tentang bagaimana pemaknaan masyarakat modern terhadap tradisi

ritual, dengan begitu praktek keagamaan dapat dipahami dengan benar.

1.5. Penelitian Terdahulu.

1. Penelitian Bayu Dwi Nurwicaksono, Mahasiswa Universitas

Pendidikan : Penelitian yang dilakukan oleh peneliti mengunakan

metode etnografis, dengan dua tahap yaitu antropologi sastra dengan

pendekatan semiotik dan hermeneutik dan etnopedagogi yaitu

mengetahui dengan pendekatan fungsional berdasarkan

psikososial-sosiokultural untuk mengetahui nilai dan norma yang ada dalam

tradisi sedekah bumi. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk

mendeskripsikan proses pelaksanaan tradisi lisan RB adalah

tradisi-tradisi budaya pendukungnya seperti bancakan hajat, uyon-uyon,

campursarian, wayangan, ludruk, permainan okol, dan pengajian.

(19)

9

ko-teks dan konteks atas tradisi rupa bumi atau sedekah bumi.

Penelitian juga mengeksplorasi nilai budaya dan pendidikan

karakter berbasis kearifan lokal yang terkandung di dalamnya. Dari

hasil penelitian yang dilakukan diorientasikan untuk membuat

rancangan revitalisasi nilai budaya dan pendidikan berbasis kearifan

lokal itu melalui implementasi kurikulum 2013 dan program

agrowisata.

2. ROBERT TAJUDDIN : Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu

Sosial Universitas Negeri Surabaya, dengan judul PERUBAHAN

TRADISI RITUAL SEDEKAH BUMI DI KOTA

METROPOLITAN SURABAYA: ANALISA PERUBAHAN

TRADISI RITUAL SEDEKAH BUMI DI DUSUN JERUK

KELURAHAN JERUK KECAMATAN LAKARSANTRI KOTA

SURABAYA TAHUN 1990-2014,

Penelitian yang dilakukan lebih menekankan studi historis

atau sejarah atas perubahan – perubahan pada praktek ritual sedekah

bumi yang ada didusun jeruk. Penelitian ini menunjukkan

bagaimana proses perkembangan tradisi ritual sedekah bumi di

Dusun Jeruk dipengaruhi oleh kondisional di wilayah Surabaya

Barat yang terus berkembang mulai tahun awal-awal tahun 1990an.

Mendeskripsikan pelaksanaan tradisi ritual sedekah bumi serta

(20)

10

pelaksanaan teknis ritual (prosesi), dan penyediaan sesaji sedekah

bumi. Penelitian ini memberikan gambaran ternyata juga

mendatangkan keuntungan ekonomi bagi sosial masyarakat Dusun

Jeruk dari kegiatan pelaksanaan tradisi ritual sedekah bumi.

3. M. Nasikhul Amin, 2014. KONSTRUKSI SEDEKAH BUMI (Studi

Konstruksi Masyarakat Dalam Mewujudkan Kesejahteraan

Keluarga Desa Pucangtelu Kecamatan Kalitengah Kabupaten

Lamongan). Skripsi Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik UIN Sunan Ampel Surabaya. Peneliti bertujuan

mendeskripsikan bagaimana konstruksi atau bentuk pelaksanaan

praktek tradisi ritual sedekah bumi yang dilakukan oleh masyarakat

Desa Pucangtelu yang dilaksanakan secara turun menurun dari

nenek moyang. Penelitian ini hendak mendeskripsikan apa yang

diharapkan oleh masyarakat atas tradisi ritual sedekah bumi yang

dilaksanakan.

1.6. Metodologi Penelitian. 1.6.1. Jenis Penelitian

Berdasarkan cara kerja penelitian dan jenis data yang dikumpulkan

maka penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif.

Penjelasan ini sesuai dengan pengertian penelitian kualitatif yang

(21)

11

merupakan serangkaian kegiatan menyaring informasi dari suatu objek,

dihubungkan dengan pemecahan suatu masalah baik dari sudut pandang

praktis atau teoritis. Informasi yang diperoleh tersebut akan dipelajari dan

di tafsirkan dengan usaha memahami maknanya sesuai dengan sudut

pandang sumber data.7

Karakeristik riset kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini

adalah menjelaskan fenomena sedalam-dalamnya melalui pengumpulan

data sedalam-dalamnya. Periset dalam penelitian kualitatif adalah bagian

integral dari data yang secara aktif menjadi instrument untuk terjun

kelapangan secara mendalam.8

Dalam buku yang lain dikatakan bahwa penelitian kualitatif

digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah (bukan

eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, teknik

pengumpulan daya dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisa data

dilakukan bersifat induktif dan hasil penelitian lebih menekankan makna

daripada generalisasi9.

Ciri-ciri penelitian kualitatif pada penelitian ini bisa dilihat pada

beberapa hal, diantaranya: subyek yang diteliti adalah dimensi, dimana

cara memperoleh datanya dengan menggali sedalam-dalamnya dan tanpa

eksperimen (rekayasa) terhadap obyek penelitian, dan peneliti terlibat

7 Hadri Nawawi dan M. Matini Nawawi, Instrumen Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakata : Gajah

Mada University Press,1992), 209.

8 Rachmat Krisyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi : Disertai Contoh Praktis Riset Media,

Public Relation, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran, (Jakarta : Kencana, 2010), 57.

(22)

12

interaksi langsung dengan subyek penelitian, data yang diperoleh juga

berupa kata-kata bukan angka, dan proses analisa data melibatkan tafsiran

peneliti berdasarkan data yang diperoleh di lapangan.

Berdasarkan tujuannya, penelitian ini dapat di klasifikasikan ke

dalam penelitian deskriptif. Ciri-ciri penelitian deskriptif dalam buku

Metode Penelitian Dakwah yaitu bertujuan mengumpulkan data atau

informasi untuk disusun, dijelaskan, dan dianalisa secara mendalam.

Penelitian yang bersifat deskripsi ini biasanya tanpa hipotesis.10 Penelitian

deskriptif menekankan pada penggambaran situasi dan sifat populasi

secara cermat.11

Burhan Bungin menyampaikan bahwa penelitian deskriptif

bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi,

berbagai situasi atau berbagai variabel yang timbul di masyarakat yang

menjadi objek penelitian itu. Kemudian menarik ke permukaan sebagai

suatu ciri atau gambaran tentang kondisi, situasi maupun variabel

tertentu.12

Ciri-ciri penelitian deskriptif pada penelitian ini bisa dilihat pada

beberapa hal diantaranya: dalam penyusunan rumusan masalah tanpa

menggunakan hipotesa dan hasil akhir yang ingin peneliti dapatkan adalah

10Asep Saeful Muhtadi dan Agus Ahmad Safei, Metode Penelitian Dakwah, (Bandung : Pustaka

Setia, 2003), 128.

11Ibid, 126

12 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial : Format-Format Kuantitatif Dan Kualitatif,

(23)

13

gambaran secara utuh dan detail terkait dinamika perubahan pemikiran

mengenai konsep Teologi pada tatacara upacara sedekah bumi.

1.6.2. Subjek Penelitian.

Yang menjadi subjek penelitian adalah anggota masyarakat Made

saat ini yang mengetahui secara mendalam perihal pelaksanaan kegiatan

ritual sedekah bumi masyarakat Made, di antaranya adalah para sesepuh

desa, tokoh dan warga.

1.6.3. Sumber Data.

Penelitian ini menggunakan sumber data primer dan sekunder.

Untuk sumber data primer adalah para informan yang menjadi subjek

penelitian, yaitu:

a. Mbah Seniman

Beliau adalah sesepuh masyarakat Made yang sejak kecil telah

tinggal di Made serta mengikuti kegiatan tradisi sedekah bumi.

Beliau pernah menjadi salah satu pengurus RT di wilayah Made dan

juga merupakan pemimpin pelaksanaan kegiatan sedekah bumi

masyarakat modern Made hingga kini.

b. Bapak Sadi

Bapak Sadi merupakan salah satu warga asli Made, sejak kecil

hingga sekarang tinggal di Made, sehingga mengetahui keadaan

(24)

14

yang modern. Bapak Sadi juga selalu mengikuti kegiatan ritual

sedekah bumi, bahkan tidak jarang beliau turut berpartisipasi dalam

kegiatan tersebut, misalnya sebagai pengisi salah satu acara

kesenian gulat okol.

c. Saudari Nia

Saudari Nia merupakan warga asli Made yang hidup dalam konteks

masyarakat Made. Saudari Nia merupakan mahasiswi di salah satu

Universitas Negeri di Surabaya. Dia juga mengetahui keadaan riel

masyarakat modern Made saat ini dan mengikuti pelaksanaan

kegiatan ritual sedekah bumi.

Adapun sumber data sekunder berupa dokumen-dokumen terkait, baik

dalam bentuk dokumen narasi, laporan kegiatan, laporan penelitian, foto-foto

kegiatan, berita media masa, dan sebagainya, di antaranya adalah:

1. Dokumen-dokumen dari informan;

2. Buku-buku terkait sejarah kota Surabaya;

3. Laporan-laporan penelitian baik dalam bentuk skripsi, thesis, dan

sejenisnya yang mengulas keadaan masyarakat Made dan ritual sedekah

bumi;

4. Laporan berita tentang ritual sedekah bumi masyarakat Made yang

disyiarkan oleh media cetak maupun elektronik;

5. Laporan kegiatan dari website Pemerintah Kota Surabaya, terkait

(25)

15

1.6.4. Metode Pengumpulan Data.

Karena data yang dibutuhkan bersifat kualitatif yaitu mengetahui

bagaimana kontruk pemaknaan masyarakat Made terhadap pratek tradisi

sedekah bumi, maka peneliti mengunakan metode pengumpulan data

melalui wawancara atau interview dengan sumber data primer, observasi

lapangan dan pengumpulan dokumentasi.

1. Teknik Wawancara

Proses wawancara dilakukan dalam rangka memperoleh keterangan

yang lengkap dan utuh terkait masalah penelitian dengan cara tanya jawab,

sambil bertatap muka antara pewawancara (interviewer) dengan informan

dengan menggukana panduan wawancara (interview guide).13 Proses

wawancara ini akan dilakukan kepada orang yang menjadi sumber data

primer dan sekunder terkait permasalahan penelitian tradisi sedekah bumi

pada masyarakat desa Made.

Teknik wawancara dilakukan secara mendalam dan semi terstruktur.

Artinya peneliti sejak awal tidak membuat daftar pertanyaan rinci yang akan

disajikan ke narasumber secara ketat, tetapi peneliti membuat panduan

instrumen yang bersifat umum sebagai pedoman ketika wawancara. Dalam

proses wawancara, peneliti lebih banyak membiarkan narasumber berbicara

secara mengalir sehingga secara urutan pertanyaan dan jawaban tidak sesuai

13 Shofyan Affandy, Manajemen Organisasi Dakwah BerbasisTalentMangement, (Surabaya: UIN

(26)

16

dengan urutan dalam panduan instrumen, tetapi secara pokok keseluruhan

item-item yang hendak ditanyakan bisa didapatkan data-datanya.

2. Teknik Observasi

Untuk metode observasi dilakukan dalam rangka menggali data-data

tambahan yang terkait masalah penelitian untuk mendukung data utama

yang didapatkan dari proses wawancara. Metode observasi ini dilakukan

dengan cara peneliti mengamati apa yang dikerjakan, mendengarkan apa

yang diucapkan subyek dan ikut dalam aktifitas mereka.14 Pada penelitian

ini metode observasi dilakukan dengan mengamati dan mencatat hal-hal

penting dari beberapa hal, yaitu: (a) realitas riel keadaan masyarakat Made

secara penampakan alam, (b) kondisi warganya, (c) kegiatan ritual sedekah

bumi masyarakat Made. Selain itu dalam proses wawancara dengan

narasumber utama, peneliti juga mengamati lingkungan sekitar,

artifak-artifak yang dimiliki sesepuh desa, serta perilaku sesepuh desa.

3. Teknik Dokumentasi

Metode ini digunakan untuk mencari data mengenai hal-hal berupa

catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat,

legger, agenda dan sebagainya.15 Metode ini digunakan untuk

mendapatkan data-data atau dokumen-dokumen yang dapat

14 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung : Cv. Alfabeta, 2012),

227.

15 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta,

(27)

17

dipertanggungjawabkan atas kebenarannya dan untuk memperoleh data

yang tidak dapat diperoleh dari metode lain. Adapun teknik dokumentasi

yang digunakan dalam penelitian ini adalh dengan mengumpulkan

berbagai dokumen-dokumen penting terkait keadaan masyarakat Made

dan pelaksanaan ritual sedekah bumi masyarakat Made. Dari

dokumen-dokumen yang terkumpul, kemudian dilakukan pembacaan, mencatat

hal-hal penting, dan mengklasifikasi data yang didapatkan dari dokumen

sesuai kategorisasi data yang dicari.

1.6.5. Metode Triangulasi Data.

Untuk menguji kevalidan data yang diperoleh dalam lapangan

penelitian, maka peneliti harus melakukan proses triangulasi data, metode

yang dapat digunakan dalam proses triangulasi data bisa berbagai macam.

Sedangkan dalam penelitian ini menggunakan 2 metode triangulasi data:

1). metode validasi data dan 2). metode validasi teknik penggalian data.

Metode validasi data yaitu metode yang digunakan untuk

mendapatkan data yang valid dengan cara melihat konsistensi jawaban

yang berasal dari narasumber yang sama atau bisa juga dengan

membandingkan data yang diperoleh dari narasumber yang berbeda

dengan teknik pengalian data yang sama. Untuk mendapatkan data yang

valid dalam penelitian ini maka peneliti akan menggunakan instrument

(28)

18

para sesepuh desa Made yang dipercaya memimpin dan melakukan

upacara sedekah bumi.

Gambar.1.1.

Teknik Triangulasi Data: Metode Validasi Data

Metode validasi teknik yaitu metode yang digunakan untuk

mendapatkan data yang valid dengan cara membandingkan data yang

diperoleh dari teknik pengalian data yang satu dengan teknik yang lain

dari sumber yang sama.16

16 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, 241.

Narasumber 1

(29)

19

Gambar.1.2.

Teknik Triangulasi Data: Metode Validasi Teknik

1.6.6. Teknik Analisa Data.

Teknik analisa data yang peneliti gunakan adalah teknik analisa data

model Miles dan Huberman yaitu berupa siklus dengan melalui tahapan

reduksi data, penyajian data, verifikasi data dan kesimpulan.17

Penjelasan lebih detail metode analisa Mile dan Huberman sebagai

berikut:

a. Reduksi data (data reduction), cara bekerja reduksi data adalah data

yang diperoleh dalam lapangan jumlahnya banyak, untuk itu maka

perlu dicatat secara teliti dan rinci. Kemudian dilakukan analisa data

dengan mereduksi data melalui merangkum, memilih hal yang pokok,

memfokuskan pada hal yang penting.

b. Penyajian data (data display), hasil dari data yang telah direduksi

maka meghasilkan data yang penting dan terkait dengan masalah

17 Ibid, 246.

Wawancara

(30)

20

penelitian, maka setelah itu data siap untuk disajikan. Penyajian data

bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan dan bentuk lain.

c. Verifikasi dan kesimpulan (conclusion drawing), dari data yang

disajikan bersifat data sementara yang valid, namun akan berubah jika

ditemukan bukti-bukti lain yang kuat dan mendukung. Tetapi jika

kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh

bukti-bukti yang valid dan konsisten saat penelitian kembali ke lapangan

mengumpulkan data maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan

kesimpulan yang final.

Gambar. 1.3.

Siklus Tahapan Analisis Model Miles dan Huberman

1.7. Sistematika Pembahasan.

(31)

21

Bab I: menjelaskan latar belakang, permasalahan, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, kerangka teoritik, penelitian sebelumnya, metodologi atau cara

kerja penelitian, dan sistematika.

Bab II: menjelaskan kajian teori yaitu teori-teori teologi dan sedekah bumi

yang akan digunakan untuk memahami realitas persoalan yang diteliti

berdasarkan temuan data di lapangan.

Bab III: pertama, menjelaskan tentang keadaan wilayah Made, yaitu

menerangkan tentang geografis dan demografi, struktur sosial masyarakat

Made yang kini telah berubah menjadi masyarakat modern, dan

keberagaman masyarakat Made (pluralitas) sebagai salah satu ciri

modernitas dalam masyarakat Made. Kedua, menjelaskan tentang tata cara

ritual sedekah bumi masyarakat Made, termasuk didalamnya adalah asal

usul tradisi, tujuan, prosesi ritual sedekah bumi masyarakat Made hingga

keterlibatan Pemerintah Kota Surabaya dalam kegiatan tersebut.

Bab IV: menjelaskan dimensi teologis dalam ritual sedekah bumi

masyarakat Made modern. Bab ini merupakan analisis dimensi teologis

berdasarkan fenomena masyarakat Made yang berubah menjadi masyarakat

modern dan orientasi serta tata cara dalam ritual sedekah bumi masyarakat

Made. Bagaimana realitas sosial yang ada membuat aspek-aspek teologis

(32)

22

agar lebih sesuai dengan kebutuhan masyarakat Made modern. Sehingga

dari situ dapat diketahui dimensi-dimensi teologis yang terkandung dalam

ritual sedekah bumi masyarakat modern Made.

Bab V: merupakan kesimpulan dan saran. Dalam kesimpulan akan

dijelaskan secara keseluruhan hasil temuan dalam penelitian ini terkait

keadaan masyarakat Made modern, tata cara ritual sedekah bumi dan teologi

konstruktif yang terkandung dalam ritual sedekah bumi tersebut. Saran

didasarkan atas hasil kesimpulan, terkait saran-saran praktis dan teoritis

(33)

BAB II

DIMENSI-DIMENSI TEOLOGI DAN SEDEKAH BUMI

2.1. Dimensi-Dimensi Teologi 2.1.1. Pengertian Teologi

Teologi memiliki arti leksikal yang terdiri dari dua kata, yaitu

“theos” yang bermakna Tuhan dan “Logos” yang bermakna Ilmu18. Jadi

teologi adalah ilmu yang membahas tentang Tuhan atau ketuhanan. Dan

secara terminologi, teologi adalah ilmu yang membahas tentang Tuhan dan

segala sesuatu yang terkait dengannya, juga membahas hubungan Tuhan

dengan manusia dan hubungan manusia dengan Tuhan.19 Dalam Bahasa

Arab, ajaran dasar agama itu disebut dengan usul al-din dan oleh karena itu

buku yang membahas soal-soal teologi dalam Islam selalu diberi nama kitab

ushul al-din oleh pengarangnya. Ajaran-ajaran dasar itu disebut juga ‘aqaid,

credos atau keyakinan. Teologi dalam Islam disebut juga ilmu al-tauhid.

Kata tauhid mengandung arti satu atau esa, dan keesaan dalam pandangan

Islam disebut sebagai agama monotheisme merupakan sifat yang terpenting

diantara segala sifat Tuhan. Selanjutnya teologi Islam disebut juga ‘ilmu al

-kalam.20

18Jaya. Hanafi, A,Pengantar Theology Islam.Cet. V. (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1989), 11 19Amsal Bachtiar, Filsafat Agama, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,1997), 18

20Harun Nasution,Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta: UI Press,

(34)

24

Kalam di dalam Islam memiliki pengertian ilmu atau seni.21 Kalam

dalam pengertiannya adalah “perkataan atau percakapan”, dalam pengertian

teologis kalam disebut sebagai kata-kata (firman) Tuhan, maka teologi

dalam Islam disebut ‘ilmu al-kalam, karena kaum teolog Islam bersilat

dengan kata-kata dalam mempertahankan pendapat dan pendirian

masing-masing. Teolog dalam Islam memang diberi nama mutakallimin, yaitu ahli

debat yang pintar memakai kata-kata. Menurut Amin Abdullah, Teologi

adalah ilmu yang membahas tentang keyakinan, yaitu sesuatu yang sangat

fundamental dalam kehidupan bergama, yakni suatu ilmu pengetahuan yang

paling otoritatif, dimana semua hasil penelitian dan pemikiran harus sesuai

dengan alur pemikiran teologis, dan jika terjadi perselisihan, maka

pandangan keagamaan yang harus dimenangkan.22

Perkataan teologi sebenarnya tidak berasal dari khazanah dan tradisi

Islam. Teologi merupakan istilah yang diambil dari agama lain, yaitu dari

khazanah dan tradisi gereja Kristiani. Namun istilah tersebut sudah umum

digunakan sebagaiman pemaknsaan di atas. Pendekatan Teologi merupakan

bagian yang tak terpisahkan dari kegiatan penelitian agama. Hal ini

dilakukan untuk menjawab persoalan apakah agama dapat diteliti.

Sementara ahli dan ulama, menurut Noeng Muhadjir, bahwa ilmu dan

wahyu itu memiliki otonomi dibidangnya masing-masing. Ekstremitasnya

21 Muhammad Abed al-Jabiri, Nalar Filsafat dan Teologi Islam: Upaya Membentengi Pengetahuan

dan Mempertahankan Kebebasan Berkehendak, terj.Aksin Wijaya, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2003), 22

22 Amin Abdullah, Studi Agama:Normativitas atau Historisitas,(Yogjakarta:Pustaka Pelajar,1999),

(35)

25

menimbulkan filsafat di antara para ulama, dan menabukan non empirik dan

non sensual diantara para ilmuan. Apapun alasan yang dikemukakan, adalah

bahwa pendekatan teologi dalam penelitian agama dimaksudkan untuk

menjembatani para pakar ilmu agama (ulama) dengan ilmuan lainnya,

karena pendekatan teologi dalam penelitian agama berada di kawasan naqli

atau wahyu dan ada yang aqli atau produk budaya manusia.23

2.1.2. Teologi dalam Islam dan Perkembangannya

Teologi Islam yang diajarkan di Indonesia pada umumnya adalah

teologi dalam bentuk ilmu kalam/ilmu tauhid. Ilmu tauhid biasanya kurang

mendalam dalam pembahasannya dan kurang bersifat filosofis. Selanjutnya,

ilmu tauhid biasanya memberi pembahasan sepihak dan tidak

mengemukakan pendapat dan paham dari aliran-aliran atau

golongan-golongan lain yang ada dalam teologi Islam. Dan ilmu tauhid yang diajarkan

dan dikenal di Indonesia pada umumnya adalah ilmu tauhid menurut aliran

Asy’ariah, sehingga timbullah kesan di langan sementara umat islam

Indonesia bahwa itulah satu-satunya teologi yang ada dalam Islam.24 Dalam

Islam sebenarnya terdapat lebih dari satu aliran teologi. Ada aliran yang

bersifat liberal, ada yang bersifat tradisional, ada pula yang bersifat antara

liberal dan tradisional. Hal ini mungkin ada hikmahnya. Bagi orang yang

bersifat tradisional mungkin lebih sesuai dengan jiwanya teologi tradisional,

23 Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi IV Cet. I, (Yoyakata: Rake Sarasin,

2000), 255.

(36)

26

sedangkan orang yang bersifat liberal dalam pemikirannya lebih dapat

menerima ajaran -ajaran teologi liberal. Kedua corak tersebut tidak

bertentangan dengan ajaran-ajaran dasar Islam

Memperhatikan sejarah dan perkembangan ilmu kalam (teologi

Islam) sebagai pelopor pengkajian terma-terma ketuhanan, maka tidak dapat

disangkal bahwa hal ini antara lain muncul pada masa saat menggemanya

filsafat Yunani sebagai salah satu manifestasi pengejahwantahan akal dan

atau rasio nomor wahid. Di satu sisi, meskipun pengaruh Yunani dalam

memperkaya khazanah budaya dan peradaban Islam cukup signifikan,

namun di sisi yang lain, baik secara implisit maupun eksplisit, telah

menjauhkan umat dari semangat membela dan mengaktualisasikan

al-Qur'an secara utuh. Ironisnya, ia hanya dijadikan tidak lebih dari sekedar

alat legitimasi, pembelaan diri terhadap kebenaran kelompok

masing-masing.25

Pembacaan pemikiran teologis seperti yang telah tergambarkan

tersebut yang menjadi problem utama kali ini. Konsep penerapan teologi

tidak pernah termanifestasikan dalam tataran praksis. Persoalan yang

diangkat Mutakallimun hampir tidak menyentuh aspek kehidupan nyata

manusia sehari-hari, seperti masalah demokrasi, Hak-hak Asasi Manusia,

ketidakadilan, konflik agama dan pluralitas, terorisme dan sebagainya.

Menyadari kondisi objektif ini, sudah saatnya diskursus teologi Islam

25 M. Amin Syakur dkk., Teologi Islam Terapan (Upaya Antisipatif terhadap Hedonisme Kehidupan

(37)

27

beralih pada paradigma baru yang memaknai Tuhan dengan berbagai

atributnya dalam konteks ke'bumi'an.26

Teologi Islam bisa didekati secara beragam, sebagaimana umat

Islam memahaminya dalam jenis dan gaya ilmu kalam. Salah satu di antara

yang cenderung antropologis adalah teologi Islam fungsional. Menurut

Abdullah Hadziq, teologi Islam yang hanya mempersoalkan keimanan dan

kekafiran seseorang adalah konsep teologi mubazir. Idealnya, teologi harus

punya nilai guna bagi kehidupan sosial praktis umat yang makin lama makin

menantang dan makin kaya masalah.27

Nilai teologis dalam konteks Islam terakumulasi dalam‚ konsep

tauhid. Di mana dalam konsep ini, nilai teologis berfungsi sebagai

pandangan dunia (world view) yang meliputi seluruh tatanan nilai yang ada

dalam Islam. Konsep tauhid pada dasarnya merupakan suatu konsep tentang

sistem keyakinan kepada Tuhan, namun tauhid juga sekaligus menjadi nilai

dalam Islam.28 Tauhid sebagai esensi nilai teologis berangkat dari kesadaran

manusia terhadap eksistensi Tuhan (teologis) sebagai tempat bergantung

(Allâh al-Shamad), kesadaran terhadap dirinya sendiri (antropologis)

sebagai individu (‘abd) dan mandataris Tuhan (khalîfah) yang mengemban

amanah Tuhan di bumi serta alam jagad raya (kosmologis) sebagai wadah

bagi manusia untuk men-jalankan missi Tuhan tersebut.

26 Alwi Bani Rakhman, “Teologi Sosial - Keniscayaan Keberagamaan yang Islami Berbasis

Kemanusiaan” Jurnal ESENSIA Vol. XIV No. 2 (Oktober 2013), 163.

27 Abdullah Hadziq dalam Amin Syukur, Teologi Islam Terapan, (Jakarta: Tiga Serangkai Pustaka

Mandiri, 2003), 37.

28Amrullah Achmad, “Kerangka Dasar Masalah Paradigma Pendidikan Islam,” dalam Muslih USA

(38)

28

2.1.3. Dimensi-Dimensi Teologi dalam Masyarakat Modern

Seorang Sosiolog Barat Peter L Berger, yang menulis tentang Kabar

Angin dari Langit Makna Teologi dalam Masyarakat Modern,29

memandang bahwa dunia manusia ditandai dengan keterbukaan, sehingga

perilaku manusia hanya sedikit saja dipengaruhi oleh naluri. Oleh karenanya

manusia harus membentuk sendiri perilakunya melalui pengaturan dan

penertiban yang berlangsung secara terus menerus.30 Ini menandakan bahwa

perilaku manusia merupakan manifestasi dari fenomena dialektika antar

manusia yang saling mempengaruhi satu sama lain dalam suatu masyarakat

tertentu. Pola kausalitas dalam kenyataan sosial digambarkan Berger dalam

uraiannya bahwa masyarakat adalah suatu gejala dialektik, yaitu suatu hasil

manusia dan tak lain adalah hasil manusia, tetapi terus menerus

mempengaruhi hasil itu. Masyarakat adalah hasil produk manusia. Ia tak

lain adalah aktifitas dan kesadaran manusia. Tidak ada kenyataan sosial

lepas dari manusia, tapi dapat juga dikatakan bahwa manusia adalah hasil

dari masyarakat. Biografi setiap individu adalah suatu episode dalam sejarah

masyarakat yang mendahului dan melestarikannya. Masyarakat sudah ada

sebelum individu dilahirkan dan tetap ada sesuadah individu itu mati.31

Kejelian Berger dalam melihat relasi manusia dengan masyarakat

sebagai yang berinteraksi secara dialektis, dengan demikian menyangkal

29 Peter L berger, Kabar Angin dari Langit Makna Teologis dalam Masyarakat Modern, (Jakarta:

LP3ES, 1997).

30James Davison Hunter, Stephan C. Ainly, “Introduction” dalam Making Sense of Modern Time,

Peter L. Berger and the Vision of Interpretatif Sosiologi, Roudledge & Kegan Paul, (London, 1986) 1-8.

(39)

29

suatu determinisme sepihak yang mengganggap individu dibentuk oleh

struktur sosial yang tidak memililiki peran dalam menentukan struktur

lainnya. Dengan kata lain Berger ingin menegaskan bahwa manusia

dibentuk oleh struktur sosial, bersamaan itu pula manusia juga

mempengaruhi untuk mengubah institusi dan struktur sosialnya.

Menurut Sastraprateja, fungsi legitimasi adalah kognitif dan

sekaligus normatif. Kognitif karena menjelaskan mengenai makna realitas

sosial dan normatif dalam arti akan memberi pedoman bagaimana seseorang

harus berlaku dalam kehidupan riil. Legitimasi memiliki tujuan

mempertahankan realitas. Ada beberapa tingkat legitimasi yang bisa

mewujud pada kata-kata mutiara, legenda, perumpamaan, perintah-perintah

moral, sistem simbol sampai pada perkembangan yang paling mutakhir dan

sistematis yakni teori ilmiah. Sheingga agama merupakan satu satu bentuk

legitimasi yang paling efektif. Karena agama yang paling komprehensif

membicarakan tentang realitas seperti tragedi, penderitaan, ketidakadilan

dan kematian.32 Dalam konteks itulah, teologi sebagai bagian dari agama

relevan dalam perkembangan masyarakat modern.

Dalam dialektikanya, antara iman dan komunitasnya ada interaksi

yang begitu kuat dan berkelanjutan secara terus menerus. Macquarrie

menegaskan bahwa teologi mensyaratkan adanya partisipasi dan refleksi

dalam suatu komunitas iman dan berusaha menyatakan inti iman itu dalam

32 M. Sastraprateja, dalam Pengantar, Peter L. Berger, Kabar dari Langit, Makna Teologis Dalam

(40)

30

bahasa yang sejelas mungkin.33 Teologi juga merupakan suatu keterputusan

lantaran melalui teologi iman dirumuskan dalam suatu pandangan (thought),

sehingga teologi juga sebagai suatu ekspresi.34 Karena agama juga

merupakan realitas sosial, maka akan selalu hidup dan termanifestasikan

dalam masyarakat. Dengan demikian konstruksi teologi agama selayaknya

mengakar kepada dinamika sosial dengan segala keprihatinan dan

keajaibannya. Maka cukup beralasan kalau Bevans secara tegas menilai,

suatu teologi bisa disebut teologi apabila dia kontekstual.35 Azyumardi

Azra mengistilahkannya bahwa perlu adanya akomodasi budaya dalam

berteologi,36 agar teologi agama-agama yang terbangun tidak berbenturan

dengan realitas sosial yang selalu berubah.

Masyarakat modern ialah masyarakat profesional, masyar akat yang

bergelimang dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Teologi dalam

konteks masyarakat modern perlu untuk dikonstruksikan atau disebut

teologi konstruktif, melalui proses dialektika, akomodasi maupun

kolaborasi sesuai dengan konteks sosial, kebudayaan dan kealaman yang

melingkupinya. Sehingga teologi memiliki makna secara praksis sekaligus

sebagai legitimasi yang kuat dalam kehidupan masyarakat modern. Dengan

demikian terdapat dimensi-dimensi teologis dalam suatu kegiatan ritual

33 John Macquarrie, Principle of Christian Theology, (London, SCM Press, 1966) 1-3.

34 John A. Titaley, Th.D, Menuju Teologi Agama-agama yang Kontektual, Pidato Pengukuhan

Jabatan Fungsional Akademik Guru Besar Ilmu Teologi, Universitas Satya Wacana, Salatiga, 29 Nopember 2001, 4-5.

35 Stephan B. Bevans, Model of Contextual Theology, Faith and Cultures Series, (Maryknoll-New

York: 1996), 33.

36 Azyumardi Azra, Konteks Berteologi di Indonesia, Pengalaman Islam, (Bandung, Mizan, 1999),

(41)

31

masyarakat modern. Dimana dimensi-dimensi teologis tersebut sejalan

dengan kebutuhan dan keadaan masyarakat modern.

2.2. Sedekah Bumi

2.2.1. Pengertian Sedekah Bumi

Sedekah Bumi adalah salah satu upacara tradisional untuk

mengungkapkan rasa syukur kepada Sang Pencipta. Upacara sedekah bumi

ini masih banyak kita jumpai pada masyarakat terutama pada masyarakat

daerah pedesaan. Upacara Sedekah Bumi ini menjadi sarana perwujudan

syukur atau ucapan terima kasih warga setempat kepada Tuhan Yang Maha

Esa atas segala karunia yang diberikan pada diri atau masyarakat. Upacara

sedekah bumi akan diikuti oleh seluruh penduduk desa mereka akan

berkumpul dengan penuh suka cita untuk mengungkapkan rasa terima kasih

mereka melalui berbagai kegiatan ritual keagamaan dan pesta rakyat. Pada

masyarakat Jawa khususnya masyarakat yang bermata pencaharian seperti

petani, tradisi sedekah bumi bukan sekedar rutinitas atau ritual yang sifatnya

tahunan. Akan tetapi, tradisi sedekah bumi mempunyai makna yang

mendalam. Selain mengajarkan rasa syukur, tradisi sedekah bumi juga

mengajarkan pada kita bahwa manusia harus hidup harmonis dengan alam

semesta.

Ritual sedekah bumi adalah bentuk ritual tradisional masyarakat

pulau Jawa yang sudah berlangsung secara turun-temurun dari nenek

(42)

32

sedekah bumi tapi sedekah laut. Tradisi sedekah bumi adalah bentuk

perwujudan dari rasa syukur dalam bentuk selametan oleh masyarakat yang

dilaksanakan satu tahun sekali. Latar belakang Ritual ini dilihat oleh Geertz

sebagai penjagaan individu dari roh-roh halus agar tidak mengganggu

dirinya. Dalam pelaksanaannya tidak ada perlakuan yang berbeda antara

satu individu dengan individu yang lainnya. Semua orang berkedudukan

sama dengan orang lain dengan pendasaran emosionalitas yang merata

diantara sesama pendatang dalam pelaksanaan selamatan tersebut.37

2.2.2. Sedekah Bumi sebagai Kegiatan Ritual

Sedekah atau slametan diyakini sebagai sarana spiritual yang

mampu menjembatani kegelisahan manusia serta keinginannya dengan

berharap bisa mendatangkan berkah bagi manusia. Adapun objek yang

dijadikan sarana pemujaan dalam slametan adalah ruh nenek moyang yang

dianggap memiliki kekuatan magis. Di samping itu, slametan juga sebagai

sarana mengagungkan, menghormati, dan memperingati roh leluhur, yaitu

para nenek moyang.38

Sebagai suatu prosesi ritual, upacara adat dapat dipandang sebagai

kehendak untuk memperoleh pengharapan lebih baik dihari mendatang.

Prosesi ritual menurut Clifford Geertz dapat dikategorikan sebagai

slametan. Menurut Geertz, slametan dilbagi ke dalam empat kategori:

37 Clifford Geertz, Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa, ter., Aswab Mahasin, (Jakarta:

Pustaka Jaya, 1989), 17

38 Karkono Kamajaya, Kebudayaan Jawa: Perpaduan dengan Islam, (Yogyakarta: Ikatan Penerbit

(43)

33

pertama, slametan yang berkaitan dengan masalah krisis kehidupan, seperti

kelahiran, pernikahan, dan kematian. Kedua, slametan yang berkaitan

dengan perayaan hari-hari besar Islam, seperti Maulud Nabi, 'idul fitri, 'idul

adha, dan sebagainya. Ketiga, slametan yang berkaitan dengan integrasi

sosial desa, seperti misalnya bersih desa, dan keempat, slametan yang

bersifat aksidental, yaitu slametan yang terkait dengan peristiwa-peristiwa

yang tidak tetap waktunya, tergantung pada kejadian luar biasa yang dialami

seseorang, seperti sakit, melakukan perjalanan jauh, dan sebagainya.39

Kosmologi Jawa adalah wawasan masyarakat Jawa terhadap

makrokosmos dan mikrokosmos. Alam kosmis dibatasi oleh kiblat papat

lima pancer, yaitu arah wetan (timur), kidul (selatan), kulon (barat), lor

(utara), dan pancer (tengah). Tengah adalah pusat kosmis masyarakat Jawa,

yang dapat memberikan penghidupan, keseimbangan, dan kestabilan,

penghubung dengan dunia atas. Pandangan orang Jawa demikian itu biasa

disebut Kawula lan Gusti, yaitu pandangan yang beranggapan bahwa

kewajiban moral manusia adalah mencapai harmoni dengan kekuatan

terakhir dan pada giliran terakhir itulah manusia menyerahkan diri secara

total selaku kawula (hamba) terhadap Gustinya/SangPencipta.40

Masyarakat Jawa menemukan kepekaan terhadap dimensi gaib

dalam berbagai cara, seperti dalam ritual rakyat yang berkaitan dengan

39 Clifford Geertz, Santri, Abangan, Priyayi dalam Masyarakat Jawa, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1983),

125-130

40 Suwardi Endaswara, Mistik Kejawen; Sinkretik, Simbolisme, dan Sufisme dalam Budaya

Spiritual

(44)

34

mitos-mitos sekitar asal-usul suku, keselarasan dan gangguannya,

perkawinan, kesuburan, dan tanam padi. Ritual memberi kesempatan

kepada masyarakat desa untuk mengambil bagian dalam dimensi adikodrati

yang dihadirkan dalam kesatuan mistik masyarakat dan kosmos yang

meskipun mengalami berbagai konflik tetap tampaklah eksistensinya.

Kesatuan masyarakat dan alam adikodrati dicerminkan orang Jawa dalam

sikap hormat terhadap nenek moyang (danyang). Orang mengunjungi

makam nenek moyang untuk memohon berkah, untuk minta kejelasan

sebelum membuat keputusan penting, atau memohon kenaikan pangkat, dan

sebagainya.41

Sedekah bumi merupakan tradisi masyaratkat Jawa yang telah

dilakukan secara turun temurun. Sebagai salah satu ritual khas masyarakat

Jawa, tradisi sedekah bumi dilakukan setiap tahunnya oleh masyarakat Jawa

sebagai bentuk ucapan syukur atas nikmat yang diberikan dari hasil

bercocok tanam. Dalam ritual terdapat simbol-simbol berupa sesaji, tumbal

dan ubarambe yang menghubungkan dengan warga masyarakat karena

dalam kehidupan sehari-hari tanpa disadari menggunakan simbol, seperti

simbol dari bahasa dan gerak-gerik. Karena simbol berkaitan erat dengan

kohesi sosial dan transformasi sosial.42

Simbol-simbol yang disajikan dan diperlihatkan dalam ritual

dikaitkan dengan mitos tentang dunia, meringkas kualitas kehidupan

41 Frans Magnis Suseno, Etika Jawa; Sebuah Analisa Filsafat Tentang Kebijaksanaan Hidup Jawa

(Jakarta : Gramedia, 2003), 87.

(45)

35

emosional dengan bertindak atau aktif dalam penyelenggaraannya.

Simbol-simbol sacral menghubungkan ontologi, kosmologi dengan estetika dan

moralitas. Kekuatan khas simbol-simbol itu berasal dari kemampuan warga

masyarakat untuk mengidentifikasikan fakta dengan nilai fundamental

untuk sesuatu yang bersifat faktual murni pada muatan normatif yang

komprehensif. Simbol-simbol sacral yang terjalin menjadi sebuah

keseluruhan yang teratur itu membentuk sebuah sistem religius.43 Ritual

sedekah bumi dalam masyarakat Jawa kental akan keberadaan simbol yang

digunakan dalam pelaksanaanya, seperti tumpeng dan sesajen.

2.2.3. Sedekah Bumi sebagai Kegiatan Kebudayaan

Sedekah bumi adalah salah satu tradisi masyarakat Jawa yang masih

eksis dan menjadi kegiatan rutin masyarakat Jawa hingga kini, sedekah

bumi diwariskan secara turun temurun dari nenek moyang terdahulu dan

kebanyakan ritual ini dilakukan oleh masyarakat agraris.44 Masyarakat dan

kebudayaan adalah hal yang tidak dapat dipisahkan. Masyarakat adalah

kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja bersama cukup lama,

sehingga mereka dapat mengatur hidup mereka dan menganggap diri

mereka sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas – batas yang sudah

dirumuskan.45

43 Geertz, Abangan, Santri, Priyai dalam Masyarakat Jawa, ., 51.

44 Widodo, dkk, Kamus Ilmiah Populer; dilengkapi EYD dan Pembentukan Istilah (Yogyakarta:

Absolut, 2002), 723.

(46)

36

Kebudayaan berasal dari kata sansekerta buddhayah bentuk jamak

dari buddhi yang berarti budi atau akal, sehingga menurutnya kebudayaan

dapat diartikan sebagai hal- hal yang bersangkutan dengan budi dan akal,

ada juga yang berpendapat sebagai suatu perkembangan dari majemuk budi-

daya yang artinya daya dari budi atau kekuatan dari akal.46 Edward B.

Taylor mengatakan bahwa budaya/kultur adalah keseluruhan yang

kompleks termasuk didalamnya pengetahuan, kepercayaan, kesenian,

moral, hukum adat dan segala kemampuan dan kebiasaan lain yang

diperoleh manusia sebagai seorang anggota masyarakat.47 Kebudayaan

dapat diartikan juga sebagai seperangkat nilai, gagasan vital, dan keyakinan

yang menguasai dan menjadi pedoman bagi terwujudnya pola-pola tingkah

laku anggota masyarakat yang bersangkutan. Oleh karena itu kebudayaan

mencakup segala cara berfikir, merasakan dan bertindak. Seperti yang

dikemukakan oleh Peursen yang menyatakan bahwa kebudayaan meliputi

segala perbuatan manusia, misalnya cara manusia menghayati kematian dan

membuat upacara-upacara untuk menyambut peristiwa penting, demikian

juga mengenai kelahiran.48

Sedekah bumi juga merupakan hasil cipta, ras, dan karsa manusia.

Didalamnya terkandung unsur kepercayaan dan acara ritual, sebagai

implikasi dari hasil kepercayaan dan pemikiran manusia. Dalam hal ini

adalah untuk menyambut peristiwa penting yaitu keberhasilan dalam

46 Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan, (Jakart: Gramedia Pustaka

Utama, 1993), 9.

(47)

37

pertanian. Mereka (masyarakat Jawa) percaya bahwa keberhasilan pertanian

tidaklah ditentukan oleh mereka sendiri, tetapi ada kekuatan lain (kekuatan

ghaib) yang menentukan itu semua, sehingga perlu kiranya dibuat satu

sistem untuk mempertahankan pandangan dan keberhasilan tersebut melalui

(48)

BAB III

MASYARAKAT MADE DAN TRADISI SEDEKAH BUMI

Bab ini akan membahas dua hal yaitu masyarakat Made sebagai subjek

penelitian yang melaksanakan tradisi sedekah bumi dan tradisi sedekah bumi itu

sendiri yang dilaksanakan oleh masyarakat Made. Pembahasan mengenai

masyarakat Made meliputi: sejarah masyarakat Made, keadaan geografis,

sosiologis, demografis dan keagamaan masyarakat Made. Pembahasan tersebut

penting sebagai asumsi pijakan untuk menganalisis sejauh mana keadaan-keadaan

yang melingkupi masyarakat Made memengaruhi pemaknaan terhadap tradisi

sedekah bumi. Sedangkan pembahasan tradisi sedekah bumi meliputi: sejarah

tradisi sedekah bumi masyarakat Made, tata cara sedekah bumi masyarakat Made,

tradisi sedekah bumi masyarakat Made dalam konteks modern.

3.1.Masyarakat Made

Masyarakat Made yang dimaksud merujuk pada seklompok warga atau

masyarakat yang secara administratif tinggal di Kelurahan Made, Kecamatan

Sambi Kerep, yang terletak di kawasan Surabaya Barat.

3.1.1. Sejarah dan Asal Usul Desa Made

Kelurahan Made terbentuk dari penyatuan pedukuhan Watulawang,

Ngemplak, dan Made. Kelurahan Made berbatasan dengan Kabupaten

(49)

39

dari perkampungan lain di Surabaya, sebab wilayahnya yang berada di

pinggiran kota. Terlebih, akses menuju Made saat itu masih berupa jalan

tanah atau makadam.49 Lebih jauh lagi, Sejarahwan Surabaya, Dukut Imam

Widodo, menceritakan bahwa tempo dulu, Karisidenan Soerabaia

(Surabaya) terdiri dari District (Kecamatan) Soerabaja, District Jabakota,

District Bawean, dan District Gunung Kendeng. Desa Made dulunya masuk

dalam wilayah District Gunung Kendeng, kalau sekarang Lakarsantri.50

Mengenai sejarah dan asal usul Made terdapat beberapa versi.

Pertama, menurut Bambang Sugijarto, selaku Lurah Made tahun 2007,

Kampung Made dulu bernama Tawangsari. Penggunaan nama Made

dilakukan untuk menghormati jasa pejuang revolusi I Made Suganda yang

pernah tinggal di kawasan rawa-rawa di kawasan tersebut. I Made Suganda

begitu karismatis dan mengundang simpati warga. Bahkan, kemudian

sejumlah warga memeluk agama Hindu seperti yang dianut I Made

Suganda. Tidak diketahui secara pasti kapan perubahan nama

kampung/desa itu terjadi. Oleh warga setempat, I Made Suganda mendapat

panggilan akrab Wak Made. Dia digambarkan sangat mewarnai kehidupan

masyarakat di situ. Di antaranya, mampu menata daerah Made yang dulu

gersang menjadi hijau subur. Rumahnya kemudian difungsikan sebagai

punden dan tak pernah sepi dikunjungi warga. Rumah tersebut diberi nama

49Dedy H Syahrul, “Kelurahan Made, Kampung Bali di Surabaya - Adakan Ritual Bersama, Rukun

meski Beda Agama,”Harian Jawa Pos, 20 September 2007.

50 Dukut Imam Widodo, Hikajat Soerabaia Tempo Doeloe, Buku II, (Surabaya: Dukut Publishing,

Gambar

Gambar 1.3. Siklus Tahapan Analisis Model Miles dan
Gambar. 1.3.
Gambar 3.1. – Peta Citra Satelit Kelurahan Made dari Google Map
Gambar 3.2. – Poster Promosi Acara Sedekah Bumi Desa Made oleh Pemerintah Kota Surabaya
+2

Referensi

Dokumen terkait

Sedekah bumi ialah sebuah kegiatan tradisi yang bertujuan untuk mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan kelimpahan sumber penghidupan

Berdasarkan observasi awal di desa Plaosan terkait ritual tari tayub dalam pelaksanaan sedekah bumi di desa Plaosan, kecamatan Cluwak Kabupaten Pati dapat dilihat