• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKNA RITUAL SEDEKAH BUMI DAN RESPON MASYARAKAT DESA PANCUR KECAMATAN TEMAYANG KABUPATEN BOJONEGORO.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MAKNA RITUAL SEDEKAH BUMI DAN RESPON MASYARAKAT DESA PANCUR KECAMATAN TEMAYANG KABUPATEN BOJONEGORO."

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

MAKNA RITUAL SEDEKAH BUMI DAN RESPON MASYARAKAT DESA PANCUR KECAMATAN TEMAYANG KABUPATEN BOJONEGORO

TESIS

Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat

Memperoleh Gelar Magister dalam progam Studi Filsafat Agama

Oleh:

Mohammad Thoriqul Huda NIM: F01213004

PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

Judul : Makna Ritual Sedekah Bumi Dan Respon Masyarakat Desa Pancur Kecamatan Temayang Kabupaten Bojonegoro

Penulis : Mohammad Thoriqul Huda

Kata Kunci : Sedekah bumi, Makna, Nilai dan Respon

Problematika yang diangkat dalam penelitian ini adalah: (1), bagaimana prosesi ritual tradisi sedekah bumi yang dilaksanakan masyarakat desa Pancur, (2), bagaimana makna tradisi sedekah bumi bagi masyarakat desa Pancur, (3), bagaimana respon masyarakat desa Pancur terhadap pelaksanaan tradisi sedekah bumi. penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui prosesi sedekah bumi, makna serta respon dari masyarakat desa Pancur terhadap pelaksanaan tradisi sedekah bumi.

(6)

DAFTAR ISI

(7)

(8)

(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

(10)

Mengadakan upacara pada momen-momen tertentu seperti perkawinan, larung sesaji dan sedekah laut, adalah kegiatan yang berlangsung dari dahulu kala sampai zaman sekarang ini. Upacara-upacara ini dalam agama dinamakan tindakan religi atau ritual, yang mempunyai tempat tersendiri dan menggunakan sesuatu yang dianggap sakral3. Bagi Durkheim menimbulkan suatu dampak kewajiban untuk berprilaku keagamaan,4 sedangkan menurut koentjaraningrat implikasi pengalaman terhadap yang suci tersebut menimbulkan tindakan-tindakan religi.5 Tindakan keagamaan ini rutin dilakukan oleh manusia dalam rangka menjaga hubungan baik dengan yang dianggap suci, Rudlf Otto mengatakan bahwa yang suci tersebut adalah kekuatan tertinggi. Apa yang terlihat didalamnya adalah sesuatu yang tak terselami dan mengatasi semua mahluk, sehingga menimbulkan implikasi ketidak berdayaan bagi penganutnya6

Di Jawa banyak ditemukan upacara atau ritual yang didasari akan adanya rasa tanggung jawab dalam memelihara hubungan baik dengan yang ghaib. seperti acara sedekah bumi di Keraton Yogyakarta dan Surakarta berupa tapa bisu sambil mengarak pusaka keraton. Khusus di Surakarta, barisan pembuka kirab pusaka keraton adalah seekor kerbau, kebo bule bernama Kiai Slamet, yang dikeramatkan

3

Bustanuddin Agus, Agama dalam kehidupan Manusia,Pengantar Antropologi Agama (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007).

4

Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi; Pokok – Pokok Etnografi (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), 201.

5

Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antrpologi (Jakarta : Rineka Cipta, 1990), 377.

6

(11)

dan dipercaya dapat mendatangkan berkah. Ritual ini menjadi tontonan warga masyarakat sekitar keraton.7

Di desa Pancur terdapat ritual masyarakat yang masih dijaga secara turun- temurun, yakni ritual sedekah bumi. Sedekah bumi dalam tradisi masyarakat jawa merupakan salah satu bentuk untuk menuangkan serta mencurahkan rasa syukur kepada Tuhan atas nikmat dan berkah yang telah diberikan-Nya. Sehingga seluruh masyarakat jawa bisa menikmatinya. Sedekah bumi pada umumnya dilakukan sesaat setelah masyarakat yang mayoritas agraris menuai panen raya. Sebab tradisi sedekah bumi hanya berlaku bagi mereka yang kebanyakan masyarakat agraris dan dalam memenuhi kebutuhannya dengan bercocok tanam.

Ritual sedekah bumi inilah yang menurut masyarakat, sebagai salah satu simbol yang paling dominan bagi masyarakat Jawa khususnya para petani untuk menunjukan rasa cinta, kasih sayang dan sebagai penghargaan manusia atas bumi yang telah memberi kehidupan bagi manusia. Sehingga dengan begitu maka tanah yang dipijak tidak akan pernah marah seperti tanah longsor dan banjir dan bisa bersahabat bersandingan dengan masyarakat yang menempatinya.

Akan tetapi individu mempunyai respon terhadap pelaksanaan sedekah bumi yang berbeda sesuai dengan keyakinan/kepercayaan dan latar belakang keagamaan atau organisasi keagamaan. Ada warga masyarakat yang berpandangan bahwa

7

(12)

sedekah bumi adalah ungkapan penghormatan kepada nenek moyang (danyang)8 yang telah berhasil membuat desa nyaman untuk dihuni. Bentuk penghormatan itu adalah dengan datang ke sendang desa9, untuk berdoa dengan tujuan yang dapat berbeda sesuai kebutuhan. Sementara itu warga masyarakat yang tidak mendukung penyelenggaraan sedekah bumi mengungkapkan suara sumbang karena ketidakyakinannya tentang keberadaan danyang.

Perbedaan tanggapan di kalangan warga masyarakat Desa Pancur menunjukkan masing-masing kelompok masyarakat dan individu mempunyai pemaknaan sendiri sesuai dengan keyakinannya. Mereka mempunyai pandangan sendiri dan bersedia menerima konsekuensinya.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Penelitian ini akan menfokuskan pembahasannya pada makna dan prosesi ritual sedekah bumi serta respon dari kalangan masyarakat desa Pancur yang masih kental dengan nuansa animisme dinamisme, kemudian terjadinya perubahan konsep upacara sedekah bumi ke arah santri seiring dengan semakin menguatnya nilai-nilai ke Islaman pada masyarakat Jawa, sehingga dalam hal ini peneliti tidak terlalu menfokuskan pada pembahasan di luar konsepsi pelaksanaan ritual sedekah bumi.

8

Danyang adalah orang yang berjasa sebagai pendiri desa, sehingga mereka dianggap sebagai orang yang patut dihormati dan dikabulkan tiap keinginannya juga danyang dianggap sebagai roh pelindung desa. Clifford Geertz Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa (Jakarta: Pustaka Jaya, 1983) 32-33.

9

(13)

Penelitian ini juga akan berusaha menjelaskan secara rinci berbagai kalangan masyarakat yang telah merespon pelaksanaan ritual sedekah bumi, khususnya dari kalangan agamawan. Kemudian dari factor wilayah penelitian, akan peneliti batasi pada wilayah Desa Pancur Kecamatan Temayang Kabupaten Bojonegoro. Sehingga yang menjadi fokus adalah masyarakat Desa Pancur.

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana prosesi ritual pelaksanaan sedekah bumi di Desa Pancur Kecamatan Temayang Kabupaten Bojonegoro?

2. Apa makna sedekah bumi bagi masyarakat yang melakukannya?

3. Bagaimanakah respon masyarakat Desa Pancur terhadap pelaksanaan ritual sedekah bumi?

D. Tujuan Penelitian

1. Untuk menemukan tata cara prosesi ritual pelaksanaan sedekah bumi di Desa Pancur Kecamatan Temayang Kabupaten Bojonegoro.

2. Untuk mengetahui makna sedekah bumi bagi masyarakat yang melakukannya. 3. Untuk mengetahui respon kalangan masyarakat Desa Pancur terhadap

pelaksanaan ritual sedekah bumi.

E. Manfaat Penelitian

(14)

1. Manfaat secara teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu mengembangkan keilmuan di progam studi Filsafat Agama progam Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya khusunya dalam materi agama dan budaya, serta dengan adanya penelitian ini nanti diharapkan hasilnya mampu menambah daftar refrensi keilmuan terkait budaya dan menjadi rujukan bagi penelitian yang sebelumnya. 2. Manfaat secara praktis

a. Penelitian ini untuk memenuhi tugas akhir dalam menyelesaikan program Magister (S-2) progam studi Filsafat Agama progam pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya.

b. Berharap bisa dijadikan refrensi warga Desa Pancur, Bahwa selama ini ritual sedekah bumi ini tidak di pahami banyak orang, kecuali hanya dikenal sebagai ritual budaya dan makna-maknanya tidak dipahami. F. Definisi Operasional

(15)

Sedekah bumi adalah suatu upacara adat yang melambangkan rasa syukur manusia terhadap Tuhan yang maha esa yang telah memberikan rezeki melalui tanah/bumi berupa segala bentuk hasil bumi. Upacara ini sebenarnya sangat populer di Indonesia khususnya Pulau Jawa namun dengan berbagai versi dan cara. Ini merupakan ucapan rasa syukur kepada rezeki yang sudah di terima, dan permohonan rasa harap akan rezeki yang melimpah pada masa depan.10 Adapun pengertian lain dari sedekah bumi adalah salah satu tradisi masyarakat Jawa yang masih eksis dan menjadi kegiatan rutin masyarakat Jawa hingga kini, sedekah bumi diwariskan secara turun temurun dari nenek moyang terdahulu dan kebanyakan ritual ini dilakukan oleh masyarakat agraris.11 Sebagai bentuk syukur atas hasil panen yang baik sehingga mereka bisa hidup dengan bahagia dan mempunyai sandang pangan yang cukup. Oleh karena itu sedekah bumi dianggap penting untuk dilakukan.12

Sedekah bumi dilaksanakan oleh masyarakat Jawa dalam kaitannya untuk memberikan persembahan kepada arwah leluhur atau penguasa jagat. Dalam tradisi Jawa-Hindu tradisi sedekah bumi merupakan persembahan terhadap Dewi Sri atau dewa kesuburan. Ketika Islam datang tradisi tersebut menndapat pengaruh dari ajaran Islam.13

Suryo Negoro, Upacara Tradisional dan Ritual Jawa (Surakarta: Buana Jaya, 2001), 43.

13

(16)

Sedangkan pengertian respon masyarakat adalah pendapat masyarakat desa, dalam melihat pelaksanaan tradisi sedekah bumi, beberapa kalangan masyarakat meresponnya dengan tidak ikut pelaksanaan kegiatan tersebut, namun beberapa kelompok masyarakat mengikuti dengan rutin pelaksanaan kegiatan sedekah bumi. Respon dari masyarakat ini, akan digali oleh peneliti dalam memberikan penjelasan terhadap judul yang dalam kajian tesis ini.

Dan desa Pancur kecamatan Temayang Kabupaten Bojonegoro, merupakan salah satu desa yang berada disebelah tenggara kota Bojonegoro, desa Pancur memiliki lahan yang subur, sehingga sebagian besar masyarakatnya bercocok tanam, berbagai tanaman dihasilakn dari hasil bercocok tanam warga, diantaranya jagung, padi, kedelai, dan tembakau. Selain sebagai desa yang memiliki lahan pertanian yang subur, desa Pancur juga memiliki berbagai bentuk tradisi yang dijalankan secara turun temurun.

Dari berbagai pengertian tersebut, dapat peneliti sampaikan bahwa kajian dalam tesis ini akan menjelaskan dan melihat respon dari masyarakat desa Pancur terhadap pelaksanaan kegiatan sedekah bumi, selain itu juga melihat proses atau tata cara pelaksanaan tradisi sedekah bumi.

G. Penelitian Terdahulu

(17)

XVII, ketika para teolog dan pemerintah kolonial Belanda mengalami kesulitan memahami dan mengawasi masyarakat Islam Jawa, Sumatera, dan Indonesia bagian timur. Dalam konteks kepentingan misionaris dan kolonialis tersebut. Woodward mencatat munculnya beberapa sarjana dan teolog awal pelopor tradisi orientalisme seperti Andrian Reland, Edward Gibbon, J. F. C. Gericke hingga Snouck Hurgronje, Rassers, dan Pigeaud. Pada era pasca kolonial kajian terhadap Islam Indonesia terus berlangsung melalui karya-karya berpengaruh seperti dilakukan Clifford Geertz dan Ben Anderson. Kedua karya sarjana tersebut diakui atau tidak telah mampu membentuk suatu paradigma bagi kajian Islam di Indonesia.14

(18)

Karya Mark R. Woodward berjudul Islam Jawa: Kesalehan Normatif Versus Kebatinan16 merupakan terjemahan dari edisi Inggris Islam in Java: Normative Piety and Misticism in The Sultanate of Yogyakarta (1989). Dalam karya tersebut Woodward menyebutkan dan menyimpulkan bahwa Kecenderungan penafsiran legal menghasilkan karakteristik religiusitas Islam bercorak normatif (keshalihan normatif), sementara penafsiran mistik menghasilkan Islam bercorak Jawa/kebatinan/kejawen. Tetapi yang menarik dari tesis Woodward ini adalah kedua corak religiusitas tersebut dikatakan sama-sama Islam. Bahkan berdasarkan pada tesis ini pula Woodward dengan sangat berani menyatakan bahwa slametan merupakan ritus Islam.17 Meski studi Woodward dengan segala tesis yang dikemukakan juga tidak lepas dari kritik yang bersifat mendasar, namun sesungguhnya ia telah menunjukkan perspektif lain dalam mengkaji Islam Jawa dalam bingkai pertarungan penafsiran antara yang bercorak legal dan mistik.18

Karya Nur Syam yang berjudul Islam Pesisir19 adalah satu dari beberapa karyanya yang sudah diterbitkan menjadi buku. Sebelumnya Nur Syam juga menulis buku berjudul Agama pelacur, Pembangkangan kaum Tarekat. Dari hasil penelitian ini Nur Syam ingin memberikan corak terbaru dalam kajian ke Islaman. Jika sebelumnya para antropolog hanya cenderung pada pemahaman tentang Islam

16

Mark R. Woodward, Islam Jawa Kesalehan Normatif Versus Kebatinan.

17

(19)

sinkretik, Islam akulturatif, Islam normative dan Islam rakyat maka dari hasil penelitian ini Nur Syam menyuguhkan corak baru yakni Islam kolaboratif. Penelitian ini sekaligus merevisi beberapa kajian terdahulu yang cenderung hanya mempermasalahkan dan berkutik pada pembahasan Islam akulturatif dan Islam sinkretik.

Sedangkan dalam penelitian tradisi tutup layang pernah dilakukan oleh Budi Ashari di Desa Brondong yang menghasilkan penemuan bahwa suasana harmonis, toleran, saling kerjasama, dan tidak terlalu menghiraukan perbedaan ideologis adalah karena hadirnya sebuah ritual yang berfungsi integratif dengan mengakomodir semua kepentingan elemen masyarakat. Tutup layang adalah ritual yang dapat menciptakan kehidupan sosial yang saling menghormati dan kerjasama dalam kehidupan sehari-hari. Keharmonisan sosial sehari-hari tercipta melalui kerjasama, toleransi, dan akomodasi yang terjadi dalam ritual Tutup layang. Ritual ini menjadi alat untuk meneguhkan ikatan sosial masyarakat.20

Selanjutnya penelitian di pantai Parangkusumo, Yogyakarta, ribuan orang tumpah ruah tiap malam menjelang 1 Suro untuk menabur bunga dan membakar kemenyan seraya memanjatkan doa. Lewat juru kunci, mereka memohon limpahan rejeki, enteng jodoh, atau lainnya. Pantai ini dianggap keramat karena dipercaya menjadi tempat pertemuan Raja Mataram dengan Nyi Roro Kidul. Di Kaliurang,

20

(20)

Kabupaten Sleman, Yogyakarta, ritual dilakukan dengan tapa bisu sambil mengarak benda-benda pusaka milik sesepuh warga masyarakat setempat. Kirab dilakukan untuk laki-laki dan perempuan dengan menggunakan pakaian adat Jawa. Untuk menciptakan suasana khusuk seluruh alat penerangan dipadamkan dan sebagai gantinya digunakan obor. Semua peserta kirab menyucikan diri dengan air yang diambil dari tujuh sumber mata air di lereng gunung Merapi.21

Selain itu Luqman dalam penelitiannya tentang pergseran budaya dari Hindu ke Islam dalam ritual manganan perahu di Desa Palang Kabupaten Tuban juga menyebutkan bahwa tradisi senantiasa berubah, seperti yang terjadi pada tradisi manganan perahu yang mengalami pergeseran makna dalam prakteknya dari ke Hinduan menuju ke Islaman, hal ini disebabkan oleh proses islamisasi dalam kehidupan bermsyarakat yang semakin intens dari waktu ke waktu.22

Sedangkan dalam penelitian ini nanti akan coba untuk dikaji tentang pelaksanaan sedekah bumi di desa Pancur dengan melihat respon dari masyarakatnya. Pandangan dari masyarakat ini nanti yang akan disuguhkan dalam penelitian ini. Bahkan dalam penelitian yang sudah dilakukan pada saat acara sedekah bumi ada beberapa masyarakat yang tidak ikut serta dalam pelaksanaan acara tersebut.

H. Metode Penelitian

(21)

Penelitian ini merupakan penelitian etnografi. Menurut Kaplan dan Manner23 dalam penelitian etnografi harus berusaha untuk mereproduksi realitas budaya berdasarkan pada pandangan, penataan, dan penghayatan suatu masyarakat Penelitian harus mencakup semua aturan, kaidah, dan kategori yang dikenal oleh suatu masyarakat untuk memahami dan bertindak secara tepat dalam berbagai situasi sosial dalam kehidupan sehari-hari.

Pendekatan yang akan digunakan adalah menentukan satuan analisis, satuan pengamatan, dan sumber informasi. Satuan analisis adalah semua para pelaku ritual sedekah bumi, sedangkan satuan pengamatannya adalah sama dengan satuan analisisnya, sumber informasi segi-segi penting dalam ritual sedekah bumi yang melibatkan para pelaku ritual sedekah bumi baik yang meyakini ritual itu maupun mereka yang tidak setuju atau menolak ritual tersebut.24

Penelitian dilakukan di Desa Pancur, Kecamatan Temayang, Kabupaten Bojonegoro. Selama penelitian, peneliti tinggal di rumah Pak Kades (Kepala Desa) untuk melihat tahapan-tahapan serta mempermudah peneliti untuk menggali respon masyarakat terhadap pelaksanaan ritual sedekah bumi. Peneliti berpartisipasi aktif secara langsung mengamati prosesi ritual sedekah bumi dan dinamika kehidupan warga masyarakat Desa Pancur.

23

Kaplan, David dan Robert A. Manner, Teori Budaya. Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 1999), 251.

24

(22)

Tujuannya agar mampu mengungkap beragam realitas di lapangan dan mencermati keunikan-keunikan selama persiapan ritual dan sesudahnya. 2. Jenis dan Sumber Data

a. Sumber Data

(23)

(24)

sumber, seperti kepala desa, aparatur pemerintahan desa, tokoh masyarakat, pemuda desa, serta berbagai masyarakat yang ada. Sedangkan untuk melihat respon masyarakat maka menggunakan data hasil wawancara terhadap masyarakat, baik yang mengikuti prosesi sedekah bumi atau yang tidak ikut serta dalam kegiatan tersebut.

c. Teknik Pengumpu lan Data

Untuk memperoleh data di lapangan dalam rangka mendiskripsikan dan menjawab permasalahan yang diteliti, maka teknik yang digunakan dalam pengumpulan data ini adalah antara lain:

1. Teknik Observasi

Observasi yaitu suatu teknik pengumpulan data dimana penulis mengadakan pengamatan dan pencatatan dengan sistematis tentang fenomena- fenomena yang diselidiki25.

Metode ini merupakan teknik pengumpulan data yang digunakan dengan cara pengamatan atas perilaku seseorang atau objek penelitian26. Sedangkan pengertian observasi lebih sempit yaitu mengamati dan mendengar perilaku seseorang selama beberap waktu tanpa melakukan manipulasi atau pengendalian, serta mencatat

25

Sutrisno Hadi, Metodologi Research II ( Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM, 1980), 136.

26

(25)

penemuan yang memungkinkan atau memenuhi syarat untuk digunakan kedalam tingkat penafsiran analisis.27

Metode ini peneliti gunakan dengan alasan untuk bisa mengetahui prosesi pelaksanaan tradisi sedekah bumi di lapangan secara langsung, dengan cara melakukan pengamatan terhadap pelaksanaan sedekah bumi oleh masyarakat Desa Pancur Kecamatan Temayang Kabupaten Bojonegoro, dengan tujuan untuk mengetahui prosesi pelaksanaan tradisi sedekah bumi secara langsung.

2. Teknik Wawancara

Wawancara adalah teknik penelitian yang paling sosiologis dari semua teknik penelitian sosial, wawancara disebut juga dengan interview yaitu suatu teknik mendapatkan keterangan secara lisan dari responden dengan bercakap-cakap berhadapan muka secara langsung28.

Alasan memilih menggunakan teknik wawancara adalah supaya peneliti bisa berinteraksi secara langsung, dan menggali berbagai informasi untuk menjawab persoalan penelitian dari informan di lapangan, dengan cara melakukan Tanya jawab terhadap beberapa masyarakat desa Pancur yang ikut serta dalam pelaksanaan maupun yang tidak ikut serta dalam pelaksanaan tradisi sedekah bumi, dengan

27

Black James, Metode dan Masalah Penelitian Sosial (Jakarta:Refika Aditama, 1999), 285

28

(26)

tujuan untuk mengetahui secara langsung makna tradisi sedekah bumi bagi mereka serta respon terhadap pelaksanaan tradisi tersebut.

3. Teknik Dokumentasi

Yaitu mencari dan mengumpulkan data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan transkip, buku, surat kabar, majalah, notulen rapat, agenda dan sebagainya29.

Dokumentasi merupakan bahan atau data tertulis atau film yang diperoleh dari lapangan, dokumentasi diperlukan dalam penelitian karena banyak hal yang dapat dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan bahkan juga dijadikan sebuah bukti untuk suatu pengujian30.

Alasan menggunakan teknik ini adalah untuk memberikan bukti akan adanya pelaksanaan tradisi sedekah bumi yang sedang diteliti. Metode ini sebagai pengambilan data dengan menggunakan dokumen yang di lokasi. Kemudian metode ini digunakan untuk melengkapi data yang diperoleh dari observasi.

3. Teknik Analisa Data

29

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktek) (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), 236.

30

(27)

Analisa data adalah proses penyusunan data agar data tersebut dapat ditafsirkan31, analisis data merupakan upaya untuk mencapai dan menata secara sistematis catatan hasil observasi, wawancara dan lainnya, untuk meningkatkan pemahaman. Penelitian tentang kasus yang diteliti dan menyajikannya sebagai temuan bagi orang lain. Sedangkan untuk meningkatkan pemahaman tersebut, analisis kritis perlu dilanjutkan dengan berupaya mencari makna (meaning) dengan cara terlibat langsung dalam keseharian responden dalam jangka waktu yang lama, serta mencoba untuk mengkomparasikannya dengan sumber lain yang berkaitan32. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah,

a. Penyajian data

Miles mengemukakan bahwa yang dimaksud penyajian data adalah menyajikan sekumpulan informasi yang jelas dan singkat yang memberi kemungkinan adanya kesimpulan dan pengambilan tindakan.33 Penyajian data secara jelas dan singkat ini bertujuan agar dapat melihat gambaran keseluruhan dari hasil penilitian atau bagian-bagian tertentu dari hasil penilitian tersebut. Setelah penyajian data

31

Anas Sudjono, Pengantar Statistik Pendidikan (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), 40-41.

32

Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, 104.

33

(28)

langkah selanjutnya adalah penyesuaian dengan teori, dalam langkah ini data dari lapangan di sesuaikan dengan teori yang ada.34

Setelah data direduksi data kemudian disajikan dalam bentuk gambaran dan deskripsi tentang makna ritual sedekah bumi dan respon masyarakat Desa Pancur secara terperinci agar diperoleh pemahaman yang baik.

b. Reduksi data

Data yang didapat dari lapangan langsung ditulis dengan rapi dan terinci serta sistematis stiap mengumpulkan data. Tulisan atau laporan tersebut perlu direduksi yaitu dengan memilih hal-hal pokok yang sesuai dengan fokus penelitian.35 Reduksi data merupakan suatu bentuk analitis yang menajamkan, menggolongkan mengarahkan membuang yang tidak perlu dan mengorganisasikan data. Data-data yang telah direduksi memberikan gambaran yang lebih tajam tentang hasil pengamatan sehingga kesimpulan-kesimpulan fianalnya dapat ditarik dan diverifikasi.36

Pada tahap reduksi data ini, data yang diperoleh peniliti dari observasi, wawancara dan dokumentasi segerah dipilah-pilah yang penting dan yang tidak penting, untuk yang tidak penting data tersebut dibuang.

34

Imam Suprayogo, Metodologi Penilitian Sosial-Agama (Bandung: Remaja Rosda Karya,2001), 134

35

Ibid, 194.

36

(29)

Hal itu dilakukan agar hasil yang didapat atau data yang akan di sajikan terfokus pada suatu arah yaitu makna ritual sedekah bumi dan respon masyarakat Desa Pancur.

c. Penarikan kesimpulan

Penarikan kesimpulan didasarkan atas rumusan masalah yang difokuskan lebih sepesifik dalam hipotesa yang telah ditetapkan sebelumnya. Hasil analisis merupakan jawaban dari persoalan penilitian yang telah ditetapkan.37

Setelah data tentang makna ritual sedekah bumi dan respon masyarakat Desa Pancur telah di deskripsikan dengan jelas maka akan dapat ditarik kesimpulan yang didasarkan pada rumusan masalah penilitian.

I. Sistematika Pembahasan

Sajian dalam tesis ini, di bagi dalam lima bab:

Bab pertama berisi latar belakang, permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teoritik, penelitian sebelumnya, metodologi atau cara kerja penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab kedua menjelaskan tentang kajian teori yaitu teori-teori yang akan digunakan untuk menganalisa data yang didapatkan.

37

(30)

Bab ketiga menjelaskan tentang keadaan wilayah Desa Pancur, yaitu menerangkan tentang geografis dan demografi, mengenai organisasi sosial masyarakat Pancur, dan danyang sebagai pendiri dan penjaga desa.

Bab keempat menerangkan tentang sedekah bumi di kalangan masyarakat Desa Pancur yang terdiri dari prosesi sedekah bumi. Bab ini juga membahas tentang makna sedekah bumi bagi yang meyakini dan yang tidak meyakini. Bagi yang meyakini memunculkan adanya fungsi dari sedekah bumi. Bagi yang tidak meyakini memunculkan komentar atau argumen tentang sedekah bumi.

(31)

BAB II

TRADISI SEDEKAH BUMI

Bab II ini menfokuskan pada kajian teori yang menjadi acuan konseptual dan praktis dalam tesis ini. Teori yang dikaji dalam bab ini adalah teori yang berkaitan dengan ritual sedekah bumi desa dengan segala aspeknya serta respon dari kalangan masyarakat desa. Tradisi sedekah bumi hingga sampai sekarang masih dipertahankan oleh warga masyarakat Pancur, sehingga memunculkan pandangan dan pemahaman terhadap pelaksanaan ritual tersebut. Tradisi sedekah bumi memiliki pandangan kosmologi dan juga memiliki simbol terhadap apa yang digunakan dalam prosesi pelaksanaan tradisi tersebut.

(32)

bersumber dan berlandaskan pada kebudayaan masyarakat yang bersangkutan. Pola yang kedua ini menjadi bahan kajian bagi sebagian besar tokoh antropologi, penelitian sedekah bumi masyarakat desa Pancur merupakan bagian dari golongan yang kedua, yang melihat kompleksitas tradisi sedekah bumi di desa Pancur secara deskriptif dan komperhensif.

A. Sedekah Bumi Sebagai Kebudayaan

Sedekah bumi adalah suatu upacara adat yang melambangkan rasa syukur manusia terhadap Tuhan yang maha esa yang telah memberikan rezeki melalui tanah/bumi berupa segala bentuk hasil bumi. Upacara ini sebenarnya sangat populer di Indonesia khususnya Pulau Jawa, namun dengan berbagai versi dan cara. Sedekah bumi merupakan ucapan rasa syukur kepada rezeki yang sudah di terima, dan permohonan rasa harap akan rezeki yang melimpah pada masa depan.2 Pengertian lain dari sedekah bumi adalah salah satu tradisi masyarakat Jawa yang masih eksis dan menjadi kegiatan rutin masyarakat Jawa hingga kini, sedekah bumi diwariskan secara turun temurun dari nenek moyang terdahulu dan kebanyakan ritual ini dilakukan oleh masyarakat agraris.3

(33)

(34)

perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari. Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. Budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan perilaku orang lain. Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri.

(35)

(36)

unsur yang digunakan dalam kehidupannya. Banyak suku bangsa yang tidak dapat bertahan hidup apabila mereka tidak mengetahui dengan teliti pada musim-musim apa berbagai jenis ikan pindah ke hulu sungai. Selain itu, manusia tidak dapat membuat alat-alat apabila tidak mengetahui dengan teliti ciri ciri bahan mentah yang mereka pakai untuk membuat alat-alat tersebut. Tiap kebudayaan selalu mempunyai suatu himpunan pengetahuan tentang alam, tumbuh-tumbuhan, binatang, benda, dan manusia yang ada di sekitarnya.

3. Organisasi Sosial

Organisasi Sosial adalah sekelompok masyarakat yang anggotanya merasa satu dengan sesamanya. Sistem kemasyarakatan atau organisasi sosial yang meliputi: kekerabatan, asosiasi dan perkumpulan, sistem kenegaraan, sistem kesatuan hidup, perkumpulan. Unsur budaya berupa sistem sosial merupakan usaha antropologi untuk memahami bagaimana manusia membentuk masyarakat melalui berbagai kelompok sosial. Tiap kelompok masyarakat kehidupannya diatur oleh adat istiadat dan aturan-aturan mengenai berbagai macam kesatuan di dalam lingkungan di mana dia hidup dan bergaul dari hari ke hari.

4. Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi

(37)

berdasarkan unsur teknologi yang dipakai suatu masyarakat berupa benda-benda yang dijadikan sebagai peralatan hidup dengan bentuk dan teknologi yang masih sederhana. Dengan demikian, bahasan tentang unsur kebudayaan yang termasuk dalam peralatan hidup dan teknologi merupakan bahasan kebudayaan fisik.

5. Sistem Mata Pencaharian Hidup

Mata pencaharian atau aktivitas ekonomi suatu masyarakat menjadi fokus kajian penting etnografi. Penelitian etnografi mengenai sistem mata pencaharian mengkaji bagaimana cara mata pencaharian suatu kelompok masyarakat atau sistem perekonomian mereka untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.

6. Sistem Religi

asal mula permasalahan fungsi religi dalam masyarakat adalah adanya pertanyaan mengapa manusia percaya kepada adanya suatu kekuatan gaib atau supranatural yang dianggap lebih tinggi daripada manusia dan mengapa manusia itu melakukan berbagai cara untuk berkomunikasi dan mencari hubungan-hubungan dengan kekuatan-kekuatan supranatural tersebut.

7. Kesenian

(38)

Penulisan etnografi awal tentang unsur seni pada kebudayaan manusia lebih mengarah pada teknik - teknik dan proses pembuatan benda seni tersebut. Selain itu, deskripsi etnografi awal tersebut juga meneliti perkembangan seni musik, seni tari, dan seni drama dalam suatu masyarakat.8

Sementara Selo Soemardjan dan Soeleman Soemardi merumuskan kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan atau kebudayaan jasmaniah yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam sekitarnya agar kekuatan serta hasilnya dapat diabadikan untuk keperluan masyarakat.9

Kebudayaan dapat diartikan juga sebagai seperangkat nilai, gagasan vital, dan keyakinan yang menguasai dan menjadi pedoman bagi terwujudnya pola-pola tingkah laku anggota masyarakat yang bersangkutan. Oleh karena itu kebudayaan mencakup segala cara berfikir, merasakan dan bertindak. Seperti yang dikemukakan oleh Peursen yang menyatakan bahwa kebudayaan meliputi segala perbuatan manusia, misalnya cara manusia menghayati kematian dan membuat upacara-upacara untuk menyambut peristiwa penting, demikian juga mengenai kelahiran.10

(39)

dalam pengertian dimana individu- individu mendefinisikan dunianya, menyatakan perasaannya dan memberikan penilaian- penilaiannya, suatu pola makna yang ditransmisikan secara historis, diwujudkan dalam bentuk- bentuk simbolik melalui sarana dimana orang- orang mengkomunikasikan, mengabdikan, dan mengembangkan pengetahuan, karena kebudayaan merupakan suatu sistem simbolik maka haruslah dibaca, diterjemahkan dan diinterpretasikan11.

(40)

Kosmologi merupakan cara pandang (world view) atau sistem keyakinan yang sangat mendasar pada manusia. Kosmologi ada pada tiap individu dan komunitas. Kosmologi mengacu pada persepsi tentang alam semesta dan manusia serta relasi dengan Tuhannya. 13

(41)

Mircea Eliade memandang kosmologi lewat pribadi petani di India yang berhubungan dengan dunia Yang Sakral dan Yang Profan. Petani menurut Eliade memandang dunia sebagai lingkaran yang tidak akan dapat diputuskan oleh hidup, mati, dan reinkarnasi. Petani melihat sesuatu yang sakral dalam misteri pertanian. Dalam pandangan Eliade, masyarakat primitif adalah sebuah kehidupan yang berada di antara dua wilayah yang berbeda/terpisah, wilayah Yang Sakral dan Yang Profan. Yang Profan adalah bidang kehidupan sehari-hari yang dilaksanakan secara teratur, acak, dan dianggap tidak terlalu penting. Jika Yang Profan mudah hilang, terlupakan, dan hanya bayangan, sebaliknya Yang Sakral itu abadi, penuh substansi dan riil. Yang Profan adalah tempat di mana manusia berbuat salah, selalu mengalami perubahan, dan kadang-kadang chaos. Yang Sakral adalah tempat di mana keteraturan dan kesempurnaan berada, tempat berdiamnya roh para leluhur, para satria, dan dewa-dewi16.

Kosmologi Jawa adalah wawasan masyarakat Jawa terhadap makrokosmos dan mikrokosmos. Alam kosmis dibatasi oleh kiblat papat lima pancer, yaitu arah wetan (timur), kidul (selatan), kulon (barat), lor (utara), dan pancer (tengah). Tengah adalah pusat kosmis masyarakat Jawa, yang dapat memberikan penghidupan, keseimbangan, dan kestabilan, penghubung dengan dunia atas. Pandangan orang Jawa demikian itu biasa disebut Kawula lan Gusti, yaitu pandangan yang beranggapan bahwa kewajiban moral manusia adalah mencapai harmoni dengan

16

(42)

kekuatan terakhir dan pada giliran terakhir itulah manusia menyerahkan diri secara total selaku kawula (hamba) terhadap Gustinya/SangPencipta.17

Sebelum mengenal peradaban, masyarakat Jawa telah mengenal dan meyakini kekuatan lain di luar dirinya. Kekuatan itu adalah kegaiban alam semesta yang akan membantunya berbuat baik terhadap alam, atau sebaliknya akan mencelakakan bila tidak berbuat baik terhadap alam18. Masyarakat Jawa berusaha menyatukan alam semesta (makrokosmos) dengan dirinya sendiri (mikrokosmos). Mereka yakin alam semesta ada pada diri mereka karena manusia adalah miniatur alam semesta. Perpaduan makrokosmos (jagad gedhe) dan mikrokosmos (jagad cilik) dapat terlaksana apabila manusia mampu menjalankan tahapan-tahapan, yaitu ngangkah (berniat dengan sungguh-sungguh), ngukut (menghentikan pakartinya jiwa dan raga), ngiket (mengikat dengan memusatkan jiwa pada satu tujuan), dan ngruket triloka, kakulut, (yaitu bagaimana merangkul dan memegang erat-erat tiga alam semesta svarga loka, endra loka, jana loka)19.

Masyarakat Jawa bertumpu pada animisme dan dinamisme, yaitu bahwa dunia ini juga didiami oleh roh-roh halus termasuk roh nenek moyang dan kekuatan-kekuatan gaib. Masyarakat percaya dapat mengadakan hubungan langsung untuk minta bantuan atau untuk menguasai roh-roh dan daya gaib bagi kepentingan duniawi dan rohani mereka. Hubungan dengan roh dan daya gaib ini dilakukan dengan

17

Suwardi Endaswara, Mistik Kejawen; Sinkretik, Simbolisme, dan Sufisme dalam Budaya Spiritual Jawa (Yogyakarta : Narasi, 2003), 41.

18

Ibid, 49.

19

(43)

berbagai ritual yang berupa misalnya sesaji, pembacaan mantra mantra, dan melibatkan juru kunci20.

Beatty mengemukakan empat pandangan untuk melihat hubungan Tuhan dan manusia sebagai hubungan makro dan mikro kosmos, yaitu:

1. Dalam pengertian puitis, tubuh manusia adalah cermin dari dunia. Manusia mengandung laut agungnya sendiri-sendiri, sumber cahaya (mata). Tokoh historis dan kultural dicerminkan dalam konstitusi manusia. menandakan panas dan cahaya, dan air untuk cairan.

4. Dunia dan manusia eksis bersama-sama21

Menurut Rudolf Otto yang dikutip oleh Koentjaraningrat, semua sistem religi atau agama dan kepercayaan di dunia berpusat kepada suatu konsep tentang hal yang gaib (misterius) yang dianggap maha dahsyat (tremendum) dan keramat (sacer) oleh

20

Simuh, Islam dan Pergumulan Jawa (Jakarta : Teraju, 2003), 43.

21

(44)

manusia. Sifat dari hal yang gaib serta keramat adalah maha abadi, maha dasyat, tak terlihat, tak berubah dan tak terbatas. Dalam masyarakat dan kebudayaan manusia, hal yang gaib dan keramat tersebut menimbulkan sikap kagum terpesona, yang selalu akan menarik perhatian masyarakat dan mendorong timbulnya hasrat untuk menghayati rasa bersatu dengannya22.

Masyarakat Jawa menemukan kepekaan terhadap dimensi gaib dalam berbagai cara, seperti dalam ritual rakyat yang berkaitan dengan mitos-mitos sekitar asal-usul suku, keselarasan dan gangguannya, perkawinan, kesuburan, dan tanam padi. Ritual memberi kesempatan kepada masyarakat desa untuk mengambil bagian dalam dimensi adikodrati yang dihadirkan dalam kesatuan mistik masyarakat dan kosmos yang meskipun mengalami berbagai konflik tetap tampaklah eksistensinya. Kesatuan masyarakat dan alam adikodrati dicerminkan orang Jawa dalam sikap hormat terhadap nenek moyang (danyang). Orang mengunjungi makam nenek moyang untuk memohon berkah, untuk minta kejelasan sebelum membuat keputusan penting, atau memohon kenaikan pangkat, dan sebagainya23.

C. Sedekah Bumi Sebagai Ritual Masyarakat Jawa

Sedekah bumi merupakan tradisi masyaratkat Jawa yang telah dilakukan secara turun temurun. Sebagai salah satu ritual khas masyarakat Jawa, tradisi sedekah bumi dilakukan setiap tahunnya oleh masyarakat Jawa sebagai bentuk ucapan syukur atas nikmat yang diberikan dari hasil bercocok tanam.

22

Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa (Jakarta : Pustaka Jaya, 1984), 4.

23

Frans Magnis Suseno, Etika Jawa; Sebuah Analisa Filsafat Tentang Kebijaksanaan Hidup Jawa

(45)

Sedangkan ritual mengingatkan manusia tentang eksistensi dan hubungannya dengan lingkungan. Melalui ritual warga masyarakat dibiasakan untuk menggunakan simbol dari berbagai acara sosial dalam kehidupan sehari-hari. Ritual juga merupakan pengetahuan tentang bagaimana seseorang bertindak dan bersikap terhadap gejala yang diperolehnya lewat proses belajar dari generasi sebelumnya dan kemudian diwariskan kepada generasi berikutnya24.

Selain itu, ritual keagamaan merupakan unsur kebudayaan yang universal, sulit diubah dan sulit dipengaruhi oleh kebudayaan lain, ritual lebih menunjukkan perilaku tertentu yang bersifat formal yang dilakukan secara berskala, bukan sekedar rutinitas yang bersifat teknis namun didasari keyakinan religius terhadap kekuasaan atau kekuatan mistis25.

Dalam ritual terdapat simbol-simbol berupa sesaji, tumbal dan ubarambe yang menghubungkan dengan warga masyarakat karena dalam kehidupan sehari-hari tanpa disadari menggunakan simbol, seperti simbol dari bahasa dan gerak-gerik. Karena simbol berkaitan erat dengan kohesi sosial dan transformasi sosial26.

Catherine Bell mendefinisikan ritual sebagai ide untuk mengekspresikan keyakinan/agama secara simbolik dengan tujuan berkelanjutan/continue27. Dhavamony mengutip Susanne Langer bahwa ritual sebagai ungkapan yang bersifat logis daripada bersifat psikologis, yaitu pengobyekan simbol-simbol. Simbol-simbol

24

Gilbert Lewis, Day Of Shining Red; An Essay Understanding Ritual (New York : Cambridge University Press, 1980), 50.

25

Victor Turner, Simbol in Ndembu Ritual, in Victor Turner, The Forest of Simbol: Aspect of Ndembu Ritual (Ithica : Cornell University Press, 1967), 19.

26

Dillistone, Daya Kekuatan Simbol (Yogyakarta : Kanisius, 2002), 2.

27

(46)

ini mengungkapkan perilaku dan perasaan, serta membentuk disposisi pribadi para pemuja yang mengikuti modelnya masing-masing. Pengobyekan ini penting untuk kelanjutan dan kebersamaan dalam kelompok dalam melaksanakan pemujaan28.

Simbol-simbol yang disajikan dan diperlihatkan dalam ritual dikaitkan dengan mitos tentang dunia, meringkas kualitas kehidupan emosional dengan bertindak atau aktif dalam penyelenggaraannya. Simbol-simbol sacral menghubungkan ontologi, kosmologi dengan estetika dan moralitas. Kekuatan khas simbol-simbol itu berasal dari kemampuan warga masyarakat untuk mengidentifikasikan fakta dengan nilai fundamental untuk sesuatu yang bersifat faktual murni pada muatan normatif yang komprehensif. Simbol-simbol sacral yang terjalin menjadi sebuah keseluruhan yang teratur itu membentuk sebuah sistem religius29.

Ritual yang sering kita temui dimasyarakat Jawa seperti sedekah bumi kental akan keberadaan simbol yang digunakan dalam pelaksanaanya, seperti tumpeng dan sesajen.

(47)

BAB III

DESA PANCUR SEBAGAI OBJEK PENELITIAN

Dalam bab III ini akan membahas kondisi objek penelitian yang menjadi tempat penelit melakukan pengamatan secara mendalam tentang pelaksanaan tradisi sedekah bumi. Dari uraian di bab III ini akan tercermin bagaimana kondisi demografi, sosial, agama dan kebudayaan masyarakat desa Pancur.

A. Geografis Desa Pancur 1. Sejarah Desa Pancur

(48)

Sendang tersebut juga beralih fungsi, dari yang dulunya sebagai sumber mata air dan tempat kumpulnya warga untuk membahas masalah desa, sekarang menjadi tempat yang dikeramatkan warga sekitar. Hal ini karena warga Pancur masih percaya bahwa di sendang tersebut ada danyang penunggu sendang.

Sendang panji, menurut warga, sendang ini merupakan tempat untuk mencari pesugihan. Namun, itu hanya mitos bagi warga sekitar. Dikatakan, bahwasanya banyak sekali warga dari tetangga sebelah yang hendak mencari pesugihan di sendang tersebut.

(49)

(angger mapan, ancur). Artinya ketika sudah menjadi kaya, pasti hancur. Ini bermula dari sebuah cerita pasangan suami istri yang bernama mbah Muridin dan mbah Tira. Mereka termasuk keluarga kaya, tak lama berselang keluarga tertimpa musibah, rumahnya terbakar habis. Setelah itu, banyak sekali warga mengalami kejadian serupa. Sejak itulah warga menyebut desanya dengan nama Pancur.2 Kemudian Jasmadi membenarkan cerita bahwa nama Pancur berasal dari cerita tentang mbah Muridin dan mbah Tira, kemudian ditambahkan bahwa cerita mbah Muridin dan mbah Tira menjadi pelajaran bersama bahwa ketika sudah kaya hendaknya selalu bersedekah agar dijauhkan dari bahaya.3

(50)

Di desa ini ada tiga sendang, tetapi sumber air mengalir hanya satu, yang dua sudah tidak bersumber kembali. Masing-masing sendang mempunyai nama, pertama sendang gedhe yaitu sendang utama yang ada makam orang yang pertama bermukim dan membuka desa ini, dinamakan sendang gedhe karena dahulu disendang ini terdapat sumber air yang besar dan mampu untuk mengairi sawah warga. Di sendang inilah yang nantinya akan di adakan ritual adat setiap tahunnya (sedekah bumi). Yang ke dua ada sendang panji, di sini ada pohon besar yang bernama pohon panggang. Pohon panggang merupakan pohon yang berumur puluhan bahkan ratusan tahun yang lalu. Di sini sudah tidak ada sumber mata airnya. Yang ke tiga ada sendang teplok. Dinamakan sendang teplok karena tempatnya yang berada di perbatasan antara desa pancur dengan desa Panemon.

2. Kondisi Geografis

(51)

Pancur ditempuh kurang lebih 8 km atau dengan 25 menit naik sepeda motor. Sepanjang perjalanan dari kecamatan Temayang menuju desa Pancur diiringi bentangan sawah sebelah kanan dan kiri jalan. Jalur kedua melalui kecamatan Sukosewu dengan jarak tempuh dari kota Bojonegoro sekitar 20 km, dengan akses jalan yang sudah bagus, perjalanan menggunakan sepeda motor bisa ditempuh dengan waktu kurang lebih 50 menit. Masuk kecamatan Sukosewu sepanjang jalan berdampingan dengan aliran sungai pacal yang biasanya dipergunakan warga beraktifitas mandi, dan berbagai keperluan lainnya. Ada beberapa kendala tentang akses keluar masuk desa tersebut, seperti tidak adanya kendaraan umum atau angkutan roda empat, roda dua (ojek), maupun becak sehingga memaksa warganya untuk memiliki kendaraan pribadi untuk melakukan aktivitas di luar.

Geografi Pancur sebelah utara berbatasan dengan desa Semawot, kecamatan Sukosewu yang hanya dibatasi oleh papan kayu. Di sebelah selatan berbatasan dengan desa Penemon, kecamatan Sugihwaras. Sebelah barat berbatasan dengan desa Buntalan, kecamatan Temayang, dan sebelah timur berbatasan dengan desa Jatitengah, kecamatan Sugihwaras.

(52)

(53)

RT 2, RT 3 /RW I, RT 8/ RW I, dan RT 9/RW II. Brang Wetan terdiri dari RT 4, RT 5, RT 6, dan RT 7/RW II.

Berikut ini daftar struktur pemerintahan desa Pancur 2015 - 2020:

No Nama Jabatan

1. Tulus Kepala Desa

2. Sanusi Sekertaris Desa

3. Budi Wantoro Kepala Dusun

4. Suto Hadi Kepala Pembangunan

5. Sayit KAUR Umum

(54)

17. Parman Ketua RW 01

(55)

Selain itu di desa Pancur struktur masyarakatnya terdiri dari berbagai tipe masyarakat, selain menjadi petani, beberapa masyarakat desa Pancur menjadi peternak kambing, selain itu ada juga yang menjadi pedagang kayu, dan juga pengajar.

Kegiatan perekonomian diberbagai bidang ini, terus dilakukan dalam rangka mensejahterakan kehidupan masyarakat desa Pancur, baik dalam bidang pertanian atau perdagangan, hal ini sesuai dengan visi misi desa Pancur yakni:

Visi : Terwujudnya desa Pancur yang subur dan makmur Misi : 1. Meningkatkan pertanian

2. Pengembangan Peternakan

3. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia 4. Meningkatkan pelayanan masyarakat

5. Pengembangan ekonomi masyarakat

6. Meningkatkan sarana dan prasarana bidang infrastruktur5 3. Kondisi Penduduk

Mayoritas penduduk desa Pancur suku Jawa. Ada pendatang yang kemudian menetap. Warga pendatang yang menetap umumnya disebabkan oleh factor perkawinan, dan ada juga yang disebabkan oleh tuntutan tugas, seperti penugasan mengajar. Pada tahun ini di desa Pancur ada 557 KK

5

(56)

(Kepala keluarga). Jumlah rumah di desa Pancur adalah 499 rumah. Dengan jumlah perempuan 930, dan jumlah laki-laki 980. Semua warga desa Pancur beragama Islam.

Berikut ini rincian keberadaan warga desa Pancur berdasarkan tata letak RT :

No RT Laki Laki Perempuan Jumlah

RT 01 138 122 260

RT 02 118 89 207

RT 03 133 146 279

RT 04 94 101 195

RT 05 74 77 151

RT 06 79 82 161

RT 07 57 72 129

RT 08 118 105 223

RT 09 126 136 262

4. Kondisi Pendidikan

(57)

Pegetahuan umum untuk bekal di dunia dan pengetahuan agama untuk bekal di akherat kelak. Dalam hal ini di desa pancur sudah tersedia sekolah formal seperti TK, SDN Pancur 1 dan SD Inpres maupun sekolah non formal seperti TPQ.

Selain bersekolah di desa Pancur yang hanya terdapat TK dan SDN, anak-anak desa Pancur juga ada yang bersekolah di luar desa Pancur. Hal ini karena antara wilayah Pancur timur dan Pancur barat dipisah oleh sungai yang sampai saat ini masih belum dibangun jembatan sebagai sarana penghubung antara keduanya, sementara SDN Pancur 1 terdapat pada wilayah Pancur Selatan. Sehingga anak-anak Pancur Timur cenderung sekolah di desa sebelah yaitu desa Panemon yang lebih dekat dengan Pancur Timur. Bagi yang ingin melanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi maka harus bersekolah di kecamatan atau kota.

(58)

Adanya kesenjangan tingkat pendidikan antara yang tamat SD dan yang tamat SLTP dan SLTA maupun ketingkat yang lebih tinggi itu dikarenakan beberapa hal, diantaranya sekolahnya berada diluar desa Pancur yaitu berada di kecamatan atau kota yang lumayan jauh dari desa Pancur, sedangkan desa Pancur sendiri belum ada trasportasi umum masuk, jadi untuk bisa terus melanjutkan sekolah anak-anak desa Pancur harus mempunyai kendaraan sendiri.

5. Kondisi Perekonomian

Kehidupan masyarakat desa Pancur dalam hal perekonomiannya untuk menghidupi keluarga sehari - hari disasarkan pada beberapa mata pencaharian, ada beberapa mata pencaharian yang menjadi tumpuan perekonomian masyarakat desa Pancur adalah pertanian, peternakan, perdagangan, dan industri mebel kayu.

1. Pertanian

(59)

Struktur tanah desa Pancur terbilang baik, desa Pancur merupakan desa yang sebagian luas wilayahnya adalah lahan pertanian. Hal ini bisa dilihat dari jumlah luas area keseluruhan lahan sekitar 134 ha, yang merupakan lahan pertanian berupa sawah tadah hujan, ladang, tegal. Dari lahan pertanian inilah warga bisa menanam berbagai macam tanaman seperti, padi, jagung, kedelai, dan tembakau. Selain lahan pertanian, masyarakat juga memanfaatkan lahan di pesisir sungai pada musim kemarau yang sudah kering sebagai lahan tanam. Dengan lahan yang sangat tergantung pada cuaca, masayarakat Pancur menanam tanaman sesuai dengan musimnya.

Dalam penanamanya, warga menyesuaikan dengan pergantian musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Pergantian musim tersebut berpengaruh pada kondisi tanah. Curah hujan di desa Pancur sangat tinggi, terlebih pada tahun ini kondisi cuaca tidak menentu, Pada musim hujan warga menanami lahannya dengan tanaman padi karena pada musim itulah persediaan air cukup banyak.

(60)

mendapat hasil lebih tinggi daripada selanjutnya yang merupakan musim apitan (panca roba).

Biaya perawatan, pembelian bibit dan pupuk yang tinggi sering kali tidak seimbang dengan hasil petani Pancur. Bagi warga Pancur meski mengeluarkan tenaga, waktu dan pikiran ekstra serta tidak mendapat keuntungan berarti mereka merasa cukup asal mampu mengembalikan modal dan hasil pertanian digunakan oleh warga untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari terutama beras sebagai kebutuhan pokok. Umumnya masyarakat menyimpan hasil panen untuk dipergunakan sendiri dan dijual sedikit demi sedikit ke toko-toko demi pemenuhan kebutuhan yang lain.6

Selain padi, lahan subur Pancur juga memiliki beberapa komoditas lain seperti tembakau, jagung, dan kedelai. Dengan lahan pertanian yang tadah hujan, komoditas yang sangat menjanjikan adalah tembakau yang biasanya ditanam diladang dapat pula ditanam di sawah sebagai alternatif pengganti padi dimusim kemarau dan sebagai komoditas kedua warga Pancur yang biasanya ditanam pada musim kemarau pada bulan Mei untuk kemudian dipanen pada bulan september. Sebagai tanaman yang tidak banyak membutuhkan pengairan, tembakau memang ditanam di ladang, walaupun menurut sebagian petani hasil lebih baik jika tembakau ditanam disawah pasca panen padi. Sebagai kebalikan padi, hasil terbaik

6

(61)

(62)

tegalan. masa tanam jagung juga disesuaikan dengan masa curah hujan yang terjadi, biasanya terjadi pada bulan November warga mulai menanam jagung. Hasil dari tanam jagung biasanya langsung dijual oleh masyarakat kepada tengkulak yang sudah menunggu hasil panen masyarakat, jagung dijual dalam kondisi kering sehingga nilai jualnya juga menjadi lebih tinggi.

(63)

Selain menjadi petani, beberapa orang menjadi buruh panen, buruh panen ini bergerak berkelompok, jadi ketika masa panen padi tiba, kelompok buruh panen ini menawarkan diri kepada pemilik sawah untuk memanen padi , dengan sistem bayar menggunakan padi atau uang tergantung kesepakatan pemilik sawah dengan kelompok buruh panen.

(64)

ternak tersebut bisa dijadikan harta tambahan, sekaligus bisa dimanfaatkan kapanpun untuk dijual jika kondisi ekonomi petani sedang sulit.

2. Peternakan

Tidak banyak masyarakat desa Pancur yang menjalani pekerjaan sebagai seorang peternak, yang ada hanya peternak kambing, pak Jatmiko adalah seorang peternak kambing yang ada di desa Pancur, pak jatmiko menuturkan bahwa pekerjaan sebagai peternak kambing ini sudah dijalani secara turun temurun dari ayahnya9. Beberapa orang tidak melakukan ternak jual beli kambing dikarenakan pasar jual beli kambing cukup jauh, yakni mendekati kota Bojonegoro sehingga membuat masyarakat tidak tertarik pada usaha jual beli kambing.

Masyarakat desa Pancur pada umunya melakukan ternak hewan hanya sebagai pekerjaan sampingan saja, bukan dijadikan sebagai mata pencaharian utama sebagai seorang peternak, semisal mempunyai mata pencaharian petani tapi juga mempunyai hewan ternak dirumah, hal ini yang lumarh terjadi pada kondisi mata pencaharian masyarakat desa Pancur.

3. Perdagangan

9

(65)

Aktifitas perdagangan di desa Pancur meliputi dua bagian usaha perdagangan, yang pertama adalah perdagangan barang dan yang kedua perdagangan jasa.

a. Perdagangan barang

(66)

biasanya juga kalangan tua juga ikut kumpul di warung kopi, jumlah warung kopi di desa Pancur berjumlah 5 warung kopi, warung kopi biasanya rame setelah subuh sampai jam 6 pagi, kemudian mulai rame lagi menjelang malam atau jam 8 malam.

(67)

kecamatan semawot yang sengaja datang ke pasar kayu karena ingin membeli kayu sesuai kebutuhannya. Kayu jati yang masih berbentuk gelondongan kecil rata-rata dihargai sekitar Rp. 100.000 per gelondong.10

(68)

(69)

(70)

masyarakat desa Pancur, berbagai kegiatan keagamaan dilaksanakan di musholla ataupun masjid desa.

(71)

Muslimin dibawah pimpinan bapak Muhaimin yang berada di Pancur brang wetan. Ketiga TPQ tersebut keberadaannya tersebar di desa Pancur, sehingga memudahkan warga untuk mengakses pendidkan keagamaan.12

(72)

a. Tahlil, dirikan tahun 2000. Terdapat tiga kelompok tahlil, pertama brang wetan atau timur, kedua di brang kulon bagian utara, dan ketiga di brang kulon bagian selatan.

(73)

shohibul bait untuk minggu selanjutnya berdasarkan urutan anggota kelompok jamaah tahlil.

Kegiatan tahlil ini berlangsung kurang lebih selama 1 jam, terkadang bisa lebih lama, jika shohibul bait adalah orang kaya atau mampu, maka jamaah tahlil akan dikasi makan.

Jadwal tahlil berbeda di setiap kelompoknya, Tahlil di Pancur brang wetan di selenggarakan pada hari senin jam 12.00, siang hari, karena jarak dan lokasinya jauh dan terpisah oleh greng (hutan bambu).

(74)

(75)

(76)

tedhak sithen, aqiqohan, lamaran, nikahan dan kematian. Upacara pokok lingkaran hidup menjadi rutin dilakukan oleh maysarakat desa Pancur.

(77)

yang dilakukan di depan rumah. Calon ibu disiram menggunakan air yang didalamnya sudah diberi berbagai macam bunga, dicampur jadi satu di dalam baskom besar. Calon ibu duduk di kursi dan mulai disiram, yang pertama melakukan siraman adalah calon nenek, kemudian calon kakek dan dilanjutkan oleh calon bapak dari bayi. Siraman ini bertujuan untuk mensucikan ibu dan calon bayi yang sedang dikandung baik lahir maupun batin. Setelah acara siraman selesai calon ibu kemudian diajak masuk kedalam rumah untuk berganti pakaian kembali. Acara kemudian dilanjutkan dengan pembagian berkat atau makanan yang sudah disiapkan oleh shohibul bait untuk dibawah pulang oleh para undangan.

(78)

(79)

(80)

(81)

berbagai kelengkapan yang dipakai perempuan, berbagai perlengkapan seserahan lamaran tersebut kemudian dibawa kerumah mempelai perempuan. Dalam proses melamar tidak hanya memprioritaskan membawa jajan, namun juga menbicarakan bahwa tujuan kedatangan ke rumah adalah untuk meminta restu terhadap orang tuanya.

(82)

7. Kematian, upacara kematian dilakukan ketika salah seorang warga desa

Pancur meninggal dunia. Tradisi yang dilakukan seperti hal nya tradisi di daerah lain ketika ada warga yang meninggal, yakni melakukan rawat jenazah dengan memandikan jenazah, mengkafani, mensholati, dan mengkubur jenazah.

(83)

BAB IV

MAKNA DAN RESPON MASYARAKAT

A. Sedekah Bumi Masyarakat Desa Pancur

Tradisi sedekah bumi erat kaitannya dengan kepercayaan masyarakat desa

Pancur terhadap keberadaan danyang sebagai penunggu sendang yang dipercaya

mengalirkan air dan menjaga sawah masyarakat, untuk tetap mendapatkan air

sehingga proses bercocok tanam berjalan dengan lancar. Seperti yang sudah

dijelaskan di awal bahwa keberadaan desa Pancur erat kaitannya dengan sendang

desa yang disebut sebut sebagai cikal bakal sejarah nama desa Pancur itu sendiri.

1. Awal Mula Timbulnya Tradisi Sedekah Bumi

Tradisi sedekah bumi, merupakan salah satu bentuk ritual tradisional

masyarakat di pulau Jawa yang sudah berlangsung secara turun-temurun

dari nenek moyang orang jawa terdahulu. Ritual sedekah bumi, biasanya

dilakukan oleh masyarakat yang berprofesi sebagai petani, yang

menggantunggkan hidupnya dari mengais rizqi dan memanfaatkan

kekayaan alam yang ada di bumi. Bagi masyarakat jawa khususnya para

petani, tradisi ritual tahunan semacam sedekah bumi bukan hanya sebagai

rutinitas belaka, akan tetapi mempunyai makna yang lebih dari itu, yakni

sebagai bentuk penghormatan kepada Tuhan yang memberikan rizqi lewat

(84)

Secara umum, Menurut cerita dari nenek moyang orang jawa, tanah

merupakan pahlawan yang cukup besar bagi kehidupan manusia di muka

bumi. Maka dari itu tanah harus diberi penghargaan yang layak dan besar.

Sedekah bumi, menurut mereka adalah salah satu simbol paling dominan

untuk menunjukkan rasa cinta sebagai manusia atas bumi yang telah

memberi kehidupan bagi manusia. Dengan begitu maka tanah yang dipijak

tidak akan pernah marah, seperti longsor dan banjir.

Selain itu, Sedekah bumi juga merupakan salah satu bentuk syukur

kepada Tuhan atas nikmat dan berkah yang telah diberikan-Nya. Sedekah

bumi pada umumnya dilakukan sesaat setelah masyarakat habis menuai

panen raya.

Permulaan sedekah bumi di desa Pancur tidak ada yang tahu sejak

kapan dimulainya, karena mereka hanya menerima dari nenek moyang

secara turun menurun. Masyarakat hanya tahu dari tradisi nenek

moyangnya saja, tidak tahu asal muasal pelaksanaannya dulu bagaimana.1

Namun dari beberapa penjelasan, mengungkapkan bahwa masyarakat

Pancur masa dulu, selalu mendapatkan hasil panen yang melimpah, karena

sawah yang mereka tanami mendapatkan aliran air dari sendang desa.

Akan tetapi seiring dengan berjalannya waktu sendang desa tersebut

berhenti tidak lagi mengeluarkan air. Hal ini, kemudian memberikan

inisiatif kepada warga desa untuk melakukan penghormatan serta

1

(85)

pemberian ucapan terimakasih kepada roh- roh penjaga sendang yang

telah memberikan aliran air untuk sawah- sawah mereka2, tradisi ini

kemudian berlangsung setiap tahun setelah masyarakat selesai melakukan

panen raya. Pada tahun ini dilaksanakan pada tanggal 1 April 2015.

Sedekah bumi dimulai dengan melakukan pembakaran sesaji di

sendang desa, sinkretisme jawa ke hindu an terasa kental dalam

pelaksanaannya. Hal ini berlangusng secara turun – temurun dari nenek

moyang masyarakat desa.

Namun pada tahun 1980an nilai- nilai keislaman masyarakat desa

Pancur semakin menguat. Intensitas penguatan nilai- nilai keislaman

tersebut tampak dalam kehidupan masyarakat, baik secara pribadi maupun

secara umum, misalnya dengan semakin besarnya perhatian masyarakat

untuk membangun tempat ibadah, Masjid, serta musholla, serta semakin

banyaknya masyarakat yang malakukan aktifitas peribadatan di masjid.

Selain itu juga tampak pada adanya lembaga – lembaga pendidikan yang

berbasis Islam, serta organisasi- organisasi yang berorientasi pada

pengembanganan dan penguatan nilai keislaman.

Penguatan nilai- nilai keislaman tersebut berdampak pada tata niat dan

tata nilai prosesi pelaksanaan budaya sedekah bumi. Tujuan tujuan awal

mempersembahkan syukuran untuk para roh yang ada di sendang berubah

menjadi niatan mengucapkan syukur ata pemberian Tuhan dari hasil bumi,

2

(86)

sekalipun pelaksanaannya tetap dilaksanakan di sendang, untuk

menghormati tradisi, meskipun ada juga beberapa masyarakat yang masih

percaya terhadap keberadaan roh di sendang yang perlu untuk dikirimi

do’a dan sesajen.

Masyarakat yakin adanya Allah, yakin bahwa Muhammad adalah

utusan Allah, yakin adanya Nabi-Nabi lain, yakin adanya tokoh-tokoh

Islam yang keramat, namun mereka juga yakin adanya roh- roh tertentu

yang menguasai bagian-bagian dari alam semesta, yakin adanya makhluk-

makhluk halus penjelmaan nenek moyang atau orang yang sudah

meninggal, yakin adanya roh-roh penjaga tempat tertentu.3

Oleh karena itu masyarakat tetap melaksanakan prosesi sedekah bumi

yang sudah menjadi tradisi turun temurun, selain sebagai bentuk

penghormatan dan penghargaan terhadap para sesepuh desa, pelaksanaan

sedekah bumi yang digelar di sendang juga sebagai bentuk usaha untuk

melestarikan keberadaan sendang yang menjadi awal sejarah adanya cerita

desa Pancur.

2. Prosesi Tradisi Sedekah Bumi

a. Acara Pra Sedekah Bumi (Bersih bersih Sendang Desa)

Sendang- sendang desa yang akan menjadi tempat pelaksanaan

acara sedekah bumi terlebih dahulu dibersihkan oleh perangkat desa

beserta warga sekitar, tepatnya sehari sebelum dilaksanakan upcara

3

(87)

pelaksanaan sedekah bumi, hal ini dimaksudkan agar nantinya

pelaksanaan ritual sedekah bumi menjadi lebih nyaman.

b. Rangkaian Acara Sedekah Bumi 1. Bakar Sesaji di Sendang Desa

Melakukan pembakaran menyan di sendang disertai dengan

menaruh ayam bakar dan nasi. Pemberian sesaji ini dilakukan pada

malam hari di atasa jam 12 malam, yang tidak diikuti oleh semua

masyarakat desa. Prosesi ini dipimpin oleh kepala desa beserta

beberapa orang pemuda untuk membantu membawa berbagai

keperluan sesaji.

Peneliti yang ikut dalam kegiatan tersebut secara langsung

melihat bagaimana menyan dibakar di sendang panji dan sendang

gedhe, kemudian seorang modin yang ikut bersama kita mendoakan

sesaji tersebut dalam bahasa arab, sebelum ahirnya sesaji yang berupa

ayam bakar dan nasi tersebut dimakan bersama sama oleh para

pemuda. Dan sebagian dari sesaji tersebut disisakan di sendang

sebelum ditinggal pulang.

Ini adalah prosesi bakar menyan tahap pertama yang tidak

(88)

2. Membawa Tumpeng, Polo Pendem dan Merang ke Sendang Desa

Salah satu bentuk kebersamaan dalam pelaksanaan ritual

sedekah bumi adalah saat prosesi pelaksanaan ritual, bahwa setiap

rumah di desa Pancur membuat tumpeng, terdiri dari nasi dan ayam

bakar, polo pendem dan merang. Tumpeng- tumpeng, polo pendem

dan merang dibawa ke sendang pada saat pagi mejelang pelaksanaan

atau sekitar pukul 6 pagi.

Tumpeng, terdiri dari nasi putih berbentuk kerucut yang

menyerupai gunungan dimaksudkan untuk memberi sedekah dan

sekaligus sebagai ucapan syukur atas rizki bumi yang melimpah yang

telah diberikan Tuhan kepada warga desa, sehingga panen berjalan

lancar serta hasilnya memberikan manfaat bagi warga desa.

Polo Pendem merupakan istilah makanan dari tumbuh –

tumbuhan yang berkembang di dalam tanah, mulai dari kacang, ubi-

ubian, singkong dan lainnya yang berkembang di dalam tanah, polo

pendem di bawah menuju sendang sebagai symbol bahwa tanaman

tersebut merupakan hasil dari bercocok tanam, dan Merang merupakan

batang padi yang habis dipanen, yang dibakar bersama kemenyan

untuk menimbulkan asap yang menjulang tinggi sehingga menjadikan

(89)

Semua kumpulan tumpeng dan berbagai hasil bumi yang lain

dikumpulkan jadi satu di sendang wedok. Kemudian masyarakat yang

hadir berada di sekitar kumpulan tumpeng dan berbagai hasil bumi

tersebut sembari menunggu didoakan oleh modin desa.

Tumpeng berada di tengah warga yang sudah siap untuk

berdo’a, hadir dalam acara ini seluruh perangkat desa, modin, pemuda

desa serta warga. Kepala desa beserta jajarannya berada disebelah

barat tumpeng dan duduk diatas kursi sambil memakan jajan yang

sudah disediakan, pembawa acara berada disebelah selatan tumpeng

sambil berdiri untuk membacakan susunan acara yang akan

dilaksanakan pada prosesi sedekah bumi, para pemuda desa berada

disebelah utara tumpeng sedangkan para ibu – ibu berada disebelah

timur tumpeng.

3. Isi Acara Sedekah Bumi

Setelah semua warga dan tumpeng dikumpulkan menjadi satu

di area sekitar sendang, pembawa acara kemudian maju membuka

acara sedekah bumi serta membacakan agenda kegiatan sedekah bumi,

acara dimulai dengan sambutan yang disampaikan oleh kepala desa,

dalam sambutannya kepala desa menyampaikan bahwa acara sedekah

bumi merupakan bentuk rasa syukur, atas nikmat yang telah diberikan

kepada warga desa, sambil harap, kedepannya selalu diberikan

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan status gizi dengan kebugaran jasmani atlet bulutangkis serta menganalisis hubungan asupan

Hasil uji Mann Whitney juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan perubahan skor sikap antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol (p=0,001) yang berarti

Berdasarkan pada rumusan masalah pada penelitian ini tentang penerapan prinsip-prinsip GCG pada Kantor Pusat PT Bank Rakyat Indonesia, maka hasil penelitian ini membuktikan

Dari beberapa istilah dan pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa antar pelaksanaan gaya kepemimpinan dan motivasi kerja guru sangat erat kaitannya, karena

2 tanggal 3 Juli 2018 Dasar Hukum pemberhentian Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) tanggal 12 Mei 2020 yang telah dilembagakan dalam Akta Notaris Ashoya Ratam

Secara umum bayi BBLR ini berhubungan dengan usia kehamilan yang belum cukup bulan (Prematur) disamping itu juga disebabkan dismaturitas artinya bayi lahir cukup bulan (usia

Luka hati tidak hanya dapat membentuk kepribadian yang buruk saja namun juga memiliki sifat yang destruktif, karena setiap luka batin yang dialami seseorang akan cenderung

Pencarian jarak terjauh yang dapat dideteksi dilakukan pada objek bola warna hijau dengan bahan sebanyak 40 frame seperti terlihat pada Lampiran 5.1 Dari hasil