• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan hukum pidana Islam terhadap putusan nomor 393/Pid.B/PN.Pdg tentang penerapan sanksi tindak pidana asusila (layanan phone sex).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan hukum pidana Islam terhadap putusan nomor 393/Pid.B/PN.Pdg tentang penerapan sanksi tindak pidana asusila (layanan phone sex)."

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN NOMOR 393/Pid.B/2014/PN.Pdg TENTANG PENERAPAN SANKSI TINDAK

PIDANA ASUSILA (LAYANAN PHONE SEX)

SKRIPSI

Oleh

Alvy Ni’ma Chasanah NIM: C03213007

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syariah dan Hukum Jurusan Hukum Publik Islam Prodi Hukum Pidana Islam

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Skripsi ini adalah hasil dari penelitian kepustakaan tentang “Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Putusan Nomor 393/Pid.B/2014/PN.Pdg Tentang Penerapan Sanksi Tindak Pidana Asusila (Layanan Phone Sex), penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan: bagaimana pertimbangan hukum Hakim terhadap putusan Nomor 393/Pid.B/2014/PN/Pdgtentang penerapan sanksi tindak pidana asusila (layanan phone sex)? Bagaimana tinjauan hukum pidana Islam terhadap putusan Nomor 393/Pid.B/2014PN/Pdg tentang penerapan sanksi tindak pidana ausila (layanan phone sex)?

Data penelitian ini diperoleh dari Putusan Pengadilan Negeri Padang yang merupakan obyek dari penelitian. Sedangkan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dokumentasi dan kepustakaan kemudian dianalisis dengan metode deskriptif analisis, yaitu teknik analisis yang menggambarkan data sesuai dengan apa adanya, kemudian dianalisis dan diverifikasi dengan teori hukum pidana Islam kemudian dilanjutkan dengan menggunakan metode pola pikir deduktif, yaitu metode yang membahas persoalan yang dimulai dengan memaparkan hal-hal yang bersifat umum berupa dalil, kaidah fikih, kemudian ditarik suatu kesimpulan yang bersifat khusus dari hasil penelitian tersebut.

Penelitian ini menyimpulkan bahwa, pertimbangan hukum hakim Pengadilan Negeri Padang terhadap penerapan sanksi tindak pidana asusila (layanan phone sex) pada putusan Nomor 393/Pid.B/2014/PN.Pdg terlebih dahulu mempertimbangkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang menuntut terdakwa dengan dakwaan alternatif, tetapi majelis hakim menetapkan dalam satu dakwaan yaitu tanpa hak dengan sengaja mentransmisikan dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan berdasarkan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 27 ayat 1 jo Pasal 36 jo Pasal 45 Undang-undang No. 11 Tahun 2008. Bentuk hukumannya adalah penjara paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak 1 milyar rupiah. Dalam hukum pidana Islam perbuatan tersebut dikategorikan dalam jari>mahtakzi>r karena unsur-unsur dalam jari>mah h}ad dan qisas diyat tidak terpenuhi secara sempurna. Akan tetapi sanksi yang diterapkan dalam putusan Nomor 393/Pid.B/2014/PN.Pdg berupa penjara selama 10 (sepuluh) bulan dan dikurangkan seluruhnya pada saat penangkapan dan penahanan yang telah dijalani selama 6 (enam) bulan sehingga masa berlaku hukuman pidana hanya 4 (empat) bulan yang dalam hukum pidana Islam disebut dengan al-habsu (penjara).

(7)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN... iv

MOTTO ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TRANSLITERASI ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 9

C. Batasan Masalah ... 9

D. Rumusan Masalah... 10

E. Kajian Pustaka ... 10

F. Tujuan Penelitian ... 16

G. Kegunaan Penelitian ... 17

H. Definisi Operasional ... 17

I. Metode Penelitian ... 18

J. Sistematika Pembahasan ... 22

BAB II KAJIAN TEORITIS TERHADAP TINDAK PIDANA ASUSILA (LAYANAN PHONE SEX) SEBAGAI JARIMAH TAKZIR DALAM PENERAPAN SANKSI HUKUM PIDANA ISLAM A. Pengertian Takzir ... 24

B. Dasar Hukum Jarimah Takzir ... 27

C. Pembagian Takzir ... 29

(8)

BAB III PUTUSAN PENGADILAN NEGERI PADANG NOMOR 393/Pid.B/2014/PN/Pdg TENTANG TINDAK PIDANA ASUSILA (LAYANAN PHONE SEX)

A. Kasus Putusan Pengadilan Negeri Padang Tentang Asusila

(Layanan Phone Sex) ... 46

B. Pertimbangan Hukum Yang Dipakai Hakim Pengadilan Negeri Padang dalam Menyelesaikan Perkara Tindak Pidana Asusila (Layanan Phone Sex) ... 56

C. Amar Putusan Pengadilan Negeri Pdanag Dalam Menyelesaikan Perkara Tindak Pidana Asusila (Layanan Phone Sex) ... 61

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI PADANG NOMOR 393/Pid.B/2014/PN/Pdg TENTANG TINDAK PIDANA ASUSILA (LAYANAN PHONE SEX) A. Analisis Pertimbangan Hukum Hakim Pengadilan Negeri Padang Terhadap Putusan Nomor 393/Pid.B/2014/PN.Pdg Tentang Penerapan Sanksi Tindak Pidana Asusila (Layanan Phone Sex) ... 63

B. Analisis Hukum Pidana Islam Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Padang Nomor 393/Pid.B/2014/PN/Pdg Tentang Penerapan Sanksi Tindak Pidana Asusila (Layanan Phone Sex) ... 69

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 75

B. Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA ... 78

(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kemajuan teknologi semakin berkembang pesat, keberadaan

teknologi yang canggih dan modern sengaja diciptakan oleh manusia

untuk mempermudah dalam mengerjakan pekerjaan maupun mengakses

segala informasi dan ilmu pengetahuan, sehingga dalam pekerjaannya

manusia dapat menyelesaikannya dalam waktu singkat.

Seluas apapun jagad raya manusia dapat dengan mudahnya

mengakses berbagai macam informasi yang ada di belahan dunia ini.1

Meskipun terpisah oleh jarak dan ruang, dengan menggunakan teknologi

yang canggih manusia mampu melakukan interaksi dengan manusia lain.

Telepon seluler pun yang awalnya hanya dapat digunakan untuk telepon

dan berkirim pesan saja, sekarang dapat digunakan untuk foto, browsing

atau mengakses internet.

Kecanggihan teknologi komunikasi kini dimanfaatkan manusia

untuk memenuhi berbagai macam kebutuhannya. Telepon selular

misalnya, merupakan teknologi yang berfungsi sebagai alat komunikasi

yang menghubungkan manusia satu dengan manusia lain yang terpisah

oleh jarak, namun tetap mampu melakukan komunikasi atau interaksi

secara langsung. Fungsi yang dimiliki telepon selular kini dijadikan

1

(10)

2

manusia untuk berkomunikasi dengan pasangannya yang berada di tempat

berbeda atau terpisah jarak yang sangat jauh, sehingga ketika muncul

hasrat untuk berhubungan seksual, telepon selulerpun bisa jadi

perantaranya.

Aktifitas seks melalui telepon selular kini sudah menjamur di

tengah masyarakat. Menurut Neng Djubaedah, layanan seks ini disebut

dengan erotic line, menurutnya erotic line itu muncul sejak sarana

pelayanan telepon lebih memasyarakat.2 Kegiatan melakukan seks melalui

telepon selular ini lebih sering dinamakan phone sex oleh beberapa masyarakat yang menggunakan media sosial karena dari pengambilan kata

telepon yaitu phone dan seksualitas yang dilakukan yaitu sex.

Telepon seks (Phone Sex) adalah jenis virtual seks yang lebih merujuk ke seksual eksplisit percakapan antara dua orang atau lebih

melalui telepon, tujuannya adalah membuatorang yang melakukan

aktivitas tersebut atau pasangan seks dapat mengalami masturbatsi atau

melakukan fantasi seksual. Dapat dikatakan masing-masing pasangan

phone sex sebenarnya melakukan seks anal atau oral seks. Jadi keduanya tidak berhubungan intim secara langsung, melainkan mereka saling

mengutarakan kata-kata yang membuat nafsu birahi manusia memuncak

dengan melalui suara-suara erotis yang didengar dari telepon selular yang

mampu membangkitkan hasrat biologis seseorang.

2

(11)

3

Penggunaan phone sex kini tidak lagi pada fungsinya. Jika digunakan secara benar, sebenarnya phone sex ini bermanfaat bagi sepasang manusia atau pasutri yang tidak dapat bertemu secara langsung

karena tugas atau pekerjaannya, dan phone sex dapat dijadikan alternatif untuk melepaskan libido tersebut.3 Meskipun dalam hubungan seks

melalui telepon ini manfaat yang diperoleh lebih sedikit karena kegiatan

berhubungan melalui telepon dapat menyebabkan kecanduan dan memiliki

efek negatif bagi sebuah hubungan, meskipun dia memiliki hubungan

suami istri.

Namun, kini banyak pasangan pranikah yang memanfaatkan

keberadaan phone sex. Bahkan, pada saat ini phone sex tidak hanya dipergunakan sebagai alternatif untuk melepaskan libido saja melainkan di

jadikan sebuah bisnis online dan diperjual belikan dalam bentuk jasa.

Parahnya diantara mereka bahkan tidak saling mengetahui wajah atau

tidak pernah kenal dan bertemu secara langsung sebelumnya dengan

pasangan phone sex mereka.

Para pelaku phone sex hanya menjual suara erotis mereka yang membuat lawan jenisnya beroral sex dengan membayangkan mereka

sedang melakukan hubungan intim layaknya suami istri, layanan phone sex ini bahkan sangat mudah untuk ditemukan di internet dan juga sosial media, maraknya layanan phone sex ini sayangnya kurang diperhatikan oleh pihak berwajib. Meskipun adanya peraturan perundang-undangan

3

(12)

4

yang mengatur tetapi tidak adanya batasan-batasan pelanggaran yang jelas

karena komunikasi melalui telepon hanya diketahui oleh mereka saja yang

saling berhubungan dan tidak diketahui oleh pihak lain.

Aktifitas seks seperti ini termasuk dalam pornografi karena yang

didengar dapat mengakibatkan dilakukannya masturbasi atau onani

ditempat umum oleh pengguna telepon.Dalam undang-undang pornografi

nomor 44 tahun 2008 “gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi,

gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk

pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau

pertunjukan dimuka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi

seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.”

Pelanggaran penyebarluasan pornografi, termasuk melalui internet,

diatur dalam pasal 4 ayat (1) Undang-Undang pornografi, yaitu “Setiap

orang dilarang memproduksi, menyiarkan, mengimpor, mengekspor,

menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan

pornografi yang secara eksplisit memuat:

a. Persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang

b. Kekerasan seksual

c. Masturbasi atau onani

d. Ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan

e. Alat kelamin, atau

[image:12.595.139.513.278.555.2]
(13)

5

Pelanggaran pasal 4 ayat (1) ini diancam dengan pidana penjara

paling singkat enam bulan dan paling lama 12 tahun dan atau dendan

paling sedikit Rp.250 juta dan paling banyak Rp.6 miliar (pasal 29

Undang-Undang Pornografi).

Sementara pengertian pornografi sendiri dalam kamus besar bahasa

indonesia adalah penggambaran tingkah laku secara erotis dengan lukisan

atau tulisan utuk membangkitkan nafsu birahi, bahan bacaan yang dengan

sengaja dan semata mata dirancang untuk membangkitkan nafsu birahi

dalam seks.4

Saat ini layanan seks melalui telepon dapat diperoleh melalui

pelayanan telepon tertentu dengan nomor layanan tertentu yang khusus

menyediakan sarana layanan jawaban dengan suara erotis dan sensual dari

operator bagi penelepon yang menghubungi dan menginginkan

berkomunikasi, mendengarkan suara, kata kata atau kalimat erotis dan

sensual.5

Dalam hukum Islam perbuatan-perbuatan tersebut telah

didefinisikan secara jelas dan tidak mengambang tentang pornografi

karena Islam telah mengatur cara berpakaian dan kode tingkah laku6 yang

berlandaskan pada surat Al-Ahzab: 59,7yaitu:

4

Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, (Jakarta:Balai Pustaka, 2005), 889. 5

Neng Djubaedah, Pornografi dan Pornoaksi ditinjau dari Hukum Islam, 163. 6

Istibsjaroh, Menimbang Hukum Pornografi dan Pornoaksi dalam Perspektif Islam, (Surabaya: Sunan Ampel Press, 2007), 13.

(14)

6

ينِ ِبيِبَٰلجينِمينِ يَلعينِن يينِِمؤ ْلٱيِءاسِن يكِتا ب يكِجٰ َأِليْلَقي ِب لٱا يَأاٰي

ا يِحريار ُفَغيهَللٱيَناَك ينيَؤيياَلَفينْفرعينَأيٰ ندَأيكِلَٰ

artinya, “hai nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mu’min: “hendaklah mereka

mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka” yang demikian itu

supaya mereka lebih mudah dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan allah adalah maha pengampun lagi maha penyanyang.

Syariat menuntut perempuan secara keseluruhan secara khusus

perempuan muslim akan menjaga kesucian diri diatas segala-galanya.

Syariat menuntut untuk mengekspresikan dalam perilaku lahir dengan

menutup tubuh, cara berbicara, berjalan, dan isyarat secara umum.8 Hal ini

sesuai dengan firman Allah dalam surah al-Ahzab: 32,9

ييِفي ِ َلايع ْطيَفيِل َقْلاِبينعض تياَلَفينتيَقتايِنِيِءاسِلاينِمي حَأَكينتسَليِيِب لايَءاسِنياي

اًف رعمياًل َقينْلُق ي رميِهِبْلَق

Artinya: “hai isteri-isteri nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertaqwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam

hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik.”

Islam tidak cukup hanya melarang jangan berzina, tetapi di larang

juga mendekati zina. Semua dijelaskan dalam ayat al-Our’an diatas dan

apa yang dikenal oleh orang banyak sebagai perbuatan yang dapat

membangkitkan syahwat, adalah termasuk kalimat fa>hisyah (kotor/keji). Bahkan dapat menggerakkan dan mendorong orang untuk berbuat kotor.10

Fahisyah sendiri dalam Islam memiliki beberapa pengertian, diantaranya:

1. Dalam surah an-Nisa’ ayat 21 kata fa>hisyah adalah ucapan dan

perbuatan yang tidak sejalan dengan tuntutan agama, dan akal sehat,

khususnya yang telah ditetapkan sanksi duniawinya seperti zina,

8

Istibsjaroh, Menimbang Hukum Pornografi dan Pornoaksi dalam Perspektif Islam, 18. 9Al-qur’an, al-Ahzab:32

10

(15)

7

pembunuhan, dan pencemaran nama baik dalam bentuk menuduh

zina.11

2. Dalam surah al-Isra’ ayat 32 kata fa>hisyah adalah suatu perbuatan keji

yang melampaui batas dalam ukuran apapun dan suatu jalan yang

buruk dalam menyalurkan kebutuhan biologis, dalam ayat ini merujuk

pada perbuatan zina atau perkara yang mendekati zina.12

3. Dalam surah Yusuf ayat 24 kata fa>hisyah pada ayat ini dijelaskan

seorang wanita yang sengaja menjebak dan ingin mengajak Nabi

Yusuf a.s untuk melakukan berbuatan mungkan dan keji (zina).13

4. Dalam surah ali-Imran ayat 135-136 kata fa>hisyah pada ayat ini

titujukan kepada mereka yang apabila mengerjakan dengan sengaja

atau tidak sadar suatu perbuatan keji yakni dosa besar, seperti

membunuh, berzina, korupsi dan mencuri, atau menganiaya diri

sendiri dengan dosa atau pelanggaran apapun.14

5. Dalam surah al-A’raf ayat 28 kata fa>hisyah berarti perbuatan keji yang

mana pada ayat ini ditujukan pada kaum musyrikin Mekkah yang

sering kali thawaf dalam keadaan tanpa buasana.15

6. Dalam surah al-Baqarah ayat 168-169 kata fa>hisyah dalam surah ini

lebih membahas tentang makanan yang halal.16

11

M Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Volume 9, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), 309. 12

M Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Volume 7, 456. 13

M Quraish Shihah, Tafsir Al-Misbah Volume 6, 57. 14

M Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Volume 2, 208. 15

M Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Volume 4, 78. 16

(16)

8

Islam sebagaimana kita maklumi apabila mengkharamkan sesuatu

maka ditutuplah jalan-jalan yang akan membawa kepada perbuatan haram

itu,17 oleh karena itu allah berfirman dalam surat al-Isra’ ayat 3218, yaitu:

يانِزلايا برْقتياَل

ۖ

ييياًليِبسَءاس ًةشِحاَفناَكيهنِ

Artinya, “janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk”.

Islam sangat membenci zina dan karenanya memerintahkan kaum

muslimin agar menjauhkan diri dari semua godaan syaitan yang akan

mendorong seseorang berbuat zina. Langkah pertama menuju zina dimulai

dengan pandangan nafsu terhadap seorang wanita.19

Adapun sanksinya menurut kepastian hukum Islam seperti apa

yang telah ditetapkan dalam UU Pornografi yang tertuang dalam Pasal

4-12 bahwa hukuman bagi pelaku tindak pidananya dapat diancam dengan

hukuman ta'zir atau merupakan hak 'ulil amri dengan standar ukurnya

dapat melihat beberapa asas yang sudah ditetapkan dalam al-Qur'an dan

hadis, seperti asas keadilan, legalitas dan sebagainya.

Pengambilan hukum tindak pidana pornografi dan sanksinya dalam

pandangan hukum Islam diqiyaskan dengan kajahatan berbagai macam

tindak pidana, bisa dihukum dengan hukumanan zina hudud, ta'zir, qisas

dan sebagainya. Karena kejahatan pornografi, tidak ada secara langsung

yang mengatur hukumnya dalam hukum Islam. Maka diambil hukumnya

melalui qiyas dengan mengambil hukum-hukum dengan berlandaskan

nash yang atau hukum yang sudah ada.

17

Yusuf Qoradhawi, Halal dan Haram, 158. 18Al-qur’an, al-Isra’:32.

19

(17)

9

Dengan demikian kepastian hukum dalam hukum Islam terhadap

pelaku tindak pidana pornografi adalah hak ulil amri dan masyarakat harus

mematuhinya.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan pemaparan diatas, maka penulis dapat mengetahui

masalah yang dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Pengertian tindak pidana asusila (layanan phone sex).

2. Model tindak pidana asusila (layanan phone sex).

3. Sanksi tindak pidana asusila (layanan phone sex).

4. Tinjauan hukum pidana Islam terhadap tindak pidana asusila (layanan

phone sex).

5. Aturan-aturan terhadap tindak pidana asusila (layanan phone sex).

C. Batasan Masalah

Agar penelitian ini tetap mengarah kepada permasalahan dan tidak

menyimpang dari pokok pembahasan, maka penulis membatasi

permasalahan dalam penelitian ini, yaitu:

1. Pertimbangan hukum hakim terhadap putusan nomor

393/Pid.B/2014/PN.Pdg tentang penerapan sanksi tindak pidana

(18)

10

2. Analisis hukum pidana Islam terhadap putusan nomor

393/Pid.B/2014/PN.Pdg tentang penerapan sanksi tindak pidana

asusila (layanan phone sex)?

D. Rumusan masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis mengambil

beberapa permasalahan yang dirumuskan dalam bentuk

pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut.

1. Bagaimana pertimbangan hukum hakim terhadap putusan nomor

393/Pid.B/2014/PN.Pdg tentang penerapan sanksi tindak pidana

asusila (layanan phone sex)?

2. Bagaimana analisis hukum pidana Islam terhadap putusan nomor

393/Pid.B/2014/PN.Pdg tentang penerapan sanksi tindak pidana

asusila (layanan phone sex)?

E. Kajian Pustaka

Upaya penelitian tinjauan hukum pidana Islam terhadap tindak

pidana asusila (layanan phone sex) dilakukan dengan cara menganalisis

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Padang Nomor

393/Pid.B/2014/PN.Pdg.

Tidak bisa dipungkiri bahwa dalam penulisan skripsi ini selain

menggunakan berkas-berkas perkara yang terdapat pada putusan serta

(19)

11

penerapan sanksi bagi tindak pidana asusila (layanan phone sex) sebagai rujukan, penulis juga menggunakan hasil karya ilmiah yang sudah pernah

ditulis oleh penulis-penulis sebelumnya, diantaranya :

1. Skripsi yang berjudul “Analisis Hukum Islam Terhadap Layanan Phone Sex” dibahas oleh Vidia Fitri Hidayati pada tahun 2015,

penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) model layanan phone sex : layanan phone sex atau telepon seks merupakan layanan berjenis virtual seks yang merujuk ke percakapan seksual eksplisit. Kemudian

yang melakukan percakapan tersebut berfantasi seksual. Layanan ini

bertujuan untuk menstimulasi gairah seksual hingga mencapai titik

orgasme. Phone sex biasa dijadikan ajang penggunanya berfantasi

seks saat melakukan masturbasi. (2) analisis hukum Islam terhadap

layanan phone sex : bahwa layanan phone sex menurut analisis Islam adalah haram. Statusnya menyediakan wadah untuk berzina pada

telingga, lidah dan hati. Selain itu, dalam Al-Qur’an surah

al-Isra’telah dijelaskan untuk tidak mendekati zina. Mudarat yang

terkandung dalam layanan phone sex lebih besar ketimbang maslahah

yang bisa didapat. Telepon seks dalam maqasid ash-shari’ah kategori memelihara akal dan jiwa dapat merusak akal dan jiwa penggunanya.

Akal sehat manusia tidak akan pernah menerima perlakuan yang

merendahkan martabat kemanusiaannya demi kesenangan sesaat

(20)

12

ataupun nikmat yang diridhai Allah. Phone sex merupakan perbuatan atau nikmat yang bersifat sementara bagi sebagian manusia dan

merendahkan kehormatan dirinya serta melepaskan dirinya pula dari

aqidah, shariat, dan akhlaq (Islami).20

2. Skripsi yang berjudul “Sanksi Pidana Pornografi Di Tinjau Dari Segi Hukum Pidana Dan Hukum Islam (Studi Perbandingan Hukum)

dibahas oleh Samsul Bahri Asy’ary pada tahun 2002, penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui (1) deskriptif pornografi menurut KUHP

dan hukum Islam : pornografi adalah bahan tulisan, lukisan atau

gambar serta gerakan-gerakan tubuh yang erotik serta sengaja

membuka aurat yang semata-mata ditunjukkan untuk membangkitkan

nafsu birahi. Atau dengan artian bahwa pornografi adalah perusakan

rasa kesusilaan yang dilakukan dihadapan umum. Sedangakan

menurut Islam pornografi adalah membuka aurat yang dilakukan

untuk menarik perhatian lawan jenisnya, sekalipun hal itu dilakukan

hanya dengan membunyikan gelang kaki atau menunjukkan perhiasan

yang ada pada dirinya. Pornografi dalam KUHP dirumuskan pada

pasal 281 dan 283 serta pasal pendukung yaitu pasal 532 dan 533.

Pornografi dimasukkan dalam pasal delik pelanggaran

kesusilaan/kesopanan. Sedangkan dalam hukum Islam pornografi

diterangkan dalam surat an-Nur ayat 30-31, didalamnya terdapat

keharusan muslim dan muslimat untuk menjaga pandangan dan

20

[image:20.595.135.517.214.533.2]
(21)

13

farjinya. (2) perspektif KUHP dan hukum Islam mengenai sanksi

tindak pidana pornografi : hukuman yang diberikan bagi pelanggar

delik pornografi, dalam KUHP diterangkan bahwa maksimal di

hukum dua tahun delapan bulan dan denda Rp. 3.000.000,-.

Sedangkan dalam pers dikenakan denda Rp.7.00.000.000,-. Dalam

hukum Islam sanksi yang diberikan kepada pelanggar delik pornografi

tidak disebutkan secara jelas, karena nash yang jelas tidak ditemukan.

Dan penentuan sanksi hukumannya masih bersifat ta’zir. Karena tidak

adanya nash yang mengatur perbuatan/pelanggaran delik kesusilaan.

Namun, yang ditekankan adalah hukuman bagi akibat yang

ditimbukan oleh pornografi tersebut yaitu had zina.21

3. Skripsi yang berjudul “Studi Analisis Tentang Pornografi Ditinjau Dari Hukum Positif Dan Hukum Negatif ” dibahas oleh Indra Tony

Syayuti pada tahun 2004, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

(1) bentuk-bentuk bisnis pornografi di Indonesia : bentuk bisnis

pornografi amat beragam antara lain bisnis pornografi dalam bentuk

tulisan, bisnis pornografi dalam bentuk gambar, dan bisnis pornografi

dalam bentuk suara. (2) faktor-faktor yang mempengaruhi bisnis

pornografi : faktor penyebab maraknya bisnis pornografi, sikap

masyarakat Indonesia secara keseluruhan yang meski menentang tapi

bersikap pasif. Sensivitas masyarakat dalam hal pornografi belum

menggembirakan. Ketentuan mengenai pelanggaran susila itu ada di

21Samsul Bahri Asy’ary,

Sanksi Pidana Pornografi Di Tinjau Dari Segi Hukum Pidana Dan

Hukum Islam (Studi Perbandingan Hukum). Surabaya: Skrpsi Pada Fakultas Syariah dan Hukum

(22)

14

KUHP , tapi penegakkan hukumnya memang masih lemah. Maraknya

pornografi tidak terlepas dari adanya permintaan dari masyarakat. (3)

tinjauan hukum positif dan hukum Islam terhadap batasan-batasan

bisnis pornografi dan sanksi hukumnya : tinjauan hukum Islam

terhadap batasan-batasan bisnis pornografi yaitu segala macam bentuk

perbuatan yang mengarah pada perbuatan zina termasuk tindak pidana

bisnis pornografi. Dan hukum Islam melarang keras bisnis pornografi

beserta berbagai macam praktek bisnis pornografi. Sanksi hukumnya

adalah ta’zir. Sementara tinjauan hukum positif terhadap batasan

-batasan bisnis pornografi yaitu segala aktifitas baik suara, gambar,

tulisan yang dirancang secara sengaja untuk membangkitkan birahi

seks dan hukum positif melarang keras bisnis pornografi. Sanksi

hukumnya adalah hukuman penjara satu tahun empat bulan.22

4. Skripsi yang berjudul “Sanksi Prostitusi Online Melalui Media Sosial Perspektif Hukum Positif dan Hukum islam” dibahas oleh Ria

Zumaroh pada tahun 2016, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

(1) sanksi prostitusi online menurut hukum positif : prostitusi merupakan bentuk penyimpangan sosial, yang menyimpang dari nilai

sosial, agama dan moral bangsa Indonesia. Sedangkan prostitusi

online merupakan bentuk dari kegiatan prostitusi yang dilakukan melalui media sosial maupun internet. Pengaturan tindak pidana

dalam hukum positif di Indonesia terhadap sanksi prostitusi online

22Indra Tony Syayuti, “

Studi Analisis Tentang Pornografi Ditinjau Dari Hukum Positif Dan

Hukum Negatif ”. (Surabaya: Skripsi Pada Fakultas Syariah dan Hukun Islam IAIN Sunan Ampel,

(23)

15

dapat dijerat dengan menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana yang terdapat dalam pasal 296 dan 506 bagi seorang mucikari

kemudian mengenai seorang PSK Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana menyebutkannya sebagai pesenggamaan atas dasar suka sama

suka, yang dilakukan oleh seseorang dengan orang yang telah

bersuami atau beristri (pernikahan) sebagaimana yang terdapat dalam

pasal 284 KUHP. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2018 tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik yang didalamnya telah diatur pada

pasal 27 ayat 1 hanya membatasi larangan bagi penyedia layanan seks

komersial dan pemilik website semata. Dan menurut penulis skripsi ini bahwa sanksi tersebut masih kurang berat, sebab denda maksimal Rp.

1 miliar yang masih relatif kecil jika dibandingkan dengan keuntungan

yang dapat diperoleh dalam mengelola jaringan prostitusi online

tersebut. (2) sanksi prostitusi online menurut hukum Islam : dalam hukum Islam sanksi bagi seorang PSK adalah dihukum dengan

hukuman rajam (dilempari batu sampai meninggal dengan disaksikan

banyak orang) jika muhsan. Jika ia ghairu mushan, maka ia dihukum cambuk 100 kaili. Dan telah dijelaskan bahwasannya dalam surat

an-Nur ayat 33 tidak diatur secara jelas tentang sanksi terhadap mucikari,

meskipun demikian, tidak berarti bagi para mucikari tidak ada

hukumnya. Sanksi terhadap mereka dapat ditentukan melalui lembaga

ta’zir, karena bahwa setiap perbuatan maksiat yang tidak dapat

(24)

16

dikualifikasikan sebagai jarimah ta’zir. Dengan ukuran dan jenis

sanksi yang preventif, agar mereka jera dan tidak berusaha

mengulangi perbuatan maksiat itu lagi. (3) persamaan dan perbedaan

terhadap sanksi prostitusi online menurut hukum positif dan hukum Islam : mengenai persamaan dan perbedaan sanksi prostitusi online

menurut hukum positif dan hukum Islam, yang mana persamaannya

terletak pada sama-sama diberi sanksi pidana bagi pelaku prostitusi

online, kemudian mengenai perbedaannya terletak pada berat ringannya hukuman yang diberikan kepada pelaku prostitusi online

tersebut.23

F. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang hendak dicapai penulisan dalam karya tulis

ilmiah ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pertimbangan hukum hakim terhadap putusan

nomor 393/Pid.B/2014/PN.Pdg tentang penerapan sanksi tindak

pidana asusila (layanan phone sex).

2. Untuk mengetahui analisis hukum pidana Islam terhadap putusan

nomor 393/Pid.B/2014/PN.Pdg tentang penerapan sanksi tindak

pidana asusila (layanan phone sex)?

23Ria Zumaroh,“

Sanksi Prostitusi Online Melalui Media Sosial Perspektif Hukum Positif dan

Hukum islam”. (Surabaya: Skripsi Pada Fakultas Syariah dan Hukum Islam UIN Sunan

(25)

17

G. Kegunaan Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam hal.

1. Dari aspek keilmuan (teoritis), sebagai khasanah ilmu pengetahuan

tentang penerapan sanksi tindak pidana asusila (layanan phone sex). 2. Dari segi praktis hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan

acuan melakukan penelitian yang akan datang tentang penerapan

sanksi tindak pidana asusila (layanan phone sex) dalam hukum pidana Islam.

H. Definisi Operasional

Adapun untuk mempermudah gambaran yang jelas dan konkrit

tentang permasalahan yang terkandung dalam konsep penelitian ini, maka

perlu dijelaskan makna yang terdapat dalam penelitian ini, “Tinjauan

Hukum Pidana Islam Terhadap Putusan Nomor 393/Pid.B/2014/PN.Pdg

Tentang Penerapan Sanksi Tindak Pidana Asusila (Layanan Phone Sex)”

dan definisi operasional dari judul tersebut adalah:

1. Hukum Pidana Islam : syariat Allah yang mengatur

tindakan-tindakan kejahatan atau pelanggaran yang dapat mengganggu

ketentraman umum, yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadist.

Dalam penelitian ini penulis lebih mengkhususkan pada hukum

(26)

18

2. Penerapan sanksi : sebuah hukuman atau tindakan memaksa yang

wajib dipertanggung jawabankan dari suatu tindak pidana yang telah

dilakukan seseorang.

3. Tindak pidana asusila : suatu perbuatan pidana yang menyimpang

dari norma norma atau kaidah kesopanan yang dapat dijatuhi

hukuman.

4. Layanan phone sex : suatu pelayanan atau pemberian jasa dari alat komunikasi telepon yang bermuatan pornografi yang menyebabkan

dilakukannya masturbasi atau onani.

I. Metode Penelitian

1. Data Yang Dikumpulkan

Data yang dikumpulkan adalah data yang dihimpun dan

dikumpulkan untuk menjawab pertanyaan dalam rumusan masalah,

yakni, data-data yang berkaitan dengan tinjauan hukum pidana Islam

terhadap penerapan sanksi tindak pidana asusila (layanan phone sex) 2. Sumber Data

Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penulisan skripsi

ini digunakan tiga sumber data, yaitu :

a. Sumber primer

Sumber primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat,24

yaitu:Direktori Putusan Pengadilan Negeri Nomor

24

(27)

19

393/Pid.B/2014/PN.Pdg tentang tindak pidana asusila (layanan

phone sex). b. Sumber sekunder

Sumber sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer,25 meliputi:

1) Jurnal Hukum yang membahas tentang penerapan sanksi dan

tinjauan hukum pidana Islam terhadap tindak pidana asusila

(layananphone sex).

2) Penelitian ilmiah yang membahas tentang penerapan sanksi

dan tinjauan hukum pidana Islam terhadap tindak pidana

asusila (layananphone sex).

3) Buku–buku yang membahastentangpenerapan sanksi dan

tinjauan hukum pidana Islam terhadap tindak pidana asusila

(layananphone sex).

4) Berbagai tulisan tentang penerapan sanksi dan tinjauan

hukum pidana Islam terhadaptindak pidana asusila

(layananphone sex). c. Sumber data tersier

Sumber data tersier adalah sumber data penunjang dimana

bahan hukum yang menunjang dengan pembahasan skripsi.

Misalnya media cetak dan internet.26

25

Ibid., 106. 26

(28)

20

3. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah:

a. Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang tidak langsung

ditunjukkan pada subyek penelitian, namun melalui dokumen, atau

dilakukan melalui berkas yang ada.27 Dokumen yang diteliti adalah

direktori putusan Pengadilan Negeri Padang tentang tinjauan hukum

pidana Islam terhadap penerapan sanksi bagi pelaku tindak pidana

asusila (layanan phone sex) dalam putusan nomor 393/Pid.B/2014/PN.Pdg.

b. Pustaka, yaitu penggalian bahan-bahan yang berasal dari buku-buku

kepustakaan yang berhubungan dengan bahasan tinjauan hukum

pidana Islam terhadap penerapan sanksi bagi pelaku tindak pidana

asusila (layanan phone sex). Bahan-bahan pustaka yang digunakan disini adalah buku-buku atau tulisan lain yang relevan, ditulis oleh

para pakar atau ahli hukum terutama dalam bidang hukum pidana.28

4. Teknik Pengelolaan Data

Data yang didapat dari dokumen dan sudah terkumpulkan

dilakukan analisa, berikut tahapan-tahapannya:

a. Editing : Melakukan pemeriksaan kembali terhadap data-data yang diperoleh secara cermat baik dari sumber primer atau sumber

sekunder, mengenai penerapan sanksi dan tinjauan hukum pidana

27

Usman Husain, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), 73. 28

(29)

21

Islam terhadap tindak pidana asusila (layanan phone sex) dalam putusan nomor 393/Pid.B/2014/PN.Pdg.29

b. Organizing : Menyusun data secara sistematis mengenai penerapan sanksi dan tinjauan hukum pidana Islam terhadap tindak pidana

asusila (layanan phone sex) dalam putusan nomor 393/Pid.B/2014/PN.Pdg.

c. Analizing : Tahapan analisis terhadap data mengenai penerapan sanksi dan tinjauan hukum pidana Islam terhadap tindak pidana

asusila (layanan phone sex) dalam putusan nomor 393/Pid.B/2014/PN.Pdg.30

5. Teknik Analisis Data

Teknik analisa data penelitian ini menggunakan teknik analisa

deskriptif dengan pola pikir deduktif.

Deskriptif analisis adalah teknik analisa dengan cara memaparkan

dan menjelaskan data apa adanya. Dalam hal ini data tentang penerapan

sanksi tindak pidana asusila (layanan phone sex) dalam direktori putusan kemudian dianalisa dengan menggunakan teori hukum pidana Islam yaitu

teori jarimah ta’zir.31

Pola fikir deduktif adalah pola pikir yang berangkat dari variabel

yang bersifat umum, dalam hal ini teori jarimah ta’zir kemudian

diaplikasikan kedalam variabel yang bersifat khusus yaitu penerapan

29

Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), 77. 30

Moh Kasiram, Metodologi Penelitian Kualitatif-Kuantitatif, (Malang: UIN Maliki Press, 2010), 353.

31

(30)

22

sanksi dalam direktori putusan tindak pidana asusila (layanan phone sex).32

J. Sistematika Pembahasan

Dalam menyusun skripsi yang berjudul “Tinjauan Hukum Pidana

Islam Terhadap Direktori Putusan Nomor 393/Pid.B/2014/PN.Pdg

Tentang Penerapan Sanksi Bagi Pelaku Tindak Pidana Asusila (Layanan

Phone Sex)” diperlukan adanya suatu sistematika pembahasan, sehingga

dapat diketahui kerangka skripsi ini adalah sebagai berikut:

Bab pertama merupakan pendahuluan, merupakan gambaran umum

yang terdiri dari beberapa sub bab yang meliputi Latar Belakang,

Identifikasi Masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah, Kajian

Pustaka, Tujuan Penelitian, Kegunaan Hasil Penelitian, Definisi

Operasional, Metode Penelitian, dan Sistematika Pembahasan.

Bab dua merupakan kajian teoritis menurut hukum pidana Islam

tentang penerapan sanksi tindak pidana asusila (layanan phone sex)tentang

jarimah ta’zir yang meliputi: definisi takzir, dasar hukum disyariatkannya

takzir, pembagian takzir dan sanksi takzir.

Bab tiga merupakan deskripsi mengenai data hasil penelitian yang

terdiri atas kronologi kejadian tindak pidana Asusila (layanan phone sex). Landasan hukum pengadilan negeri padang dan sanksi yang diterima oleh

pelaku tindak pidana dalam putusan Nomor : 393/Pid.B/2014/PN.Pdg.

32

(31)

23

Bab empat membahas tentang analisis putusan Pengadilan Negeri

Padang Nomor : 393/Pid.B/2014/PN.Pdg tentang service phone sex. Bab lima merupakan penutup yang berisi kesimpulan sebagai

jawaban dari pertanyaan pokok yang telah dikemukakan sebelumnya dan

(32)

BAB II

KAJIAN TEORITIS TERHADAP TINDAK PIDANA ASUSILA (LAYANAN PHONE SEX) SEBAGAI JARIMAH TAKZIR DALAM

PENERAPAN SANKSI HUKUM PIDANA ISLAM

A. Pengertian Takzir

Secara etimologis kata takzir berasal dari kata „azzara yang

sinonimnya adalah

در يع م

(mencegah dan menolak),

دَأ

(mendidik),

يمَ ع

يرَق

(mengagungkan dan menghormati), dan

ر ن ي ِ َق يَناعَأي

(membantu,

menguatkan, dan menolong).1 Dalam al-Qur’an kata ta„zir disebutkan

dalam beberapa ayat, di antaranya dalam surah al-Fath: 9

طأليِصَأ يًرْ بي حبست ي رَق ت ي رزعت يِهِل سر يِهاِبيا ِمؤتِل

Supaya kalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, menguatkan (agama)-Nya, membesarkan-Nya dan bertasbih kepada-Nya di waktu pagi

dan petang”2

Dalam surah al-A’raf: 157

يم يكِعل ُأ عميَلِزنُأي ِ َلار لا عبتا ي ر ن ي رزع يِهِبا م ينيِ َلاَف

َن حِلْف ْلا

“Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (al-Qur’an), mereka itulah orang-orang yang beruntung”3

1

Sahid, Pornografi Dalam Kajian Fiqh Jinayah, (Surabaya: Sunan Ampel Press, 2011), 15. 2Al-qur’an, al-Fath: 9.

3

(33)

25

Dan dalam surah al-Maidah:12

يمتضرْقَأ يم ترزع ييِلسرِبيمت م يََاكزلايمتْت يَآ لايمت َقَأينَِليمُ عمييِنِايُهيَلَق

ين َفرَا نَأْلاَا ِتحتينِمي ِر تي ا جيم َلِخدُأَل يمُ ِتَا يسيمُ عيَنرَفَكُأَليا سحياضرَقيَها

يييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييِليِبسلاَءا سَلض َقَفيمُ ِميكِلَ عبرَفَك

Dan allah berfirman: “Sesungguhnya Aku beserta kalian, sesungguhnya jika kalian mendirikan salat, menunaikan zakat, beriman kepada rasul-rasul-Ku, kalian bantu mereka dan kalian pinjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka sesungguhnya Aku akan menutupi dosa-dosa kalian. Sesungguhnya kalian akan Kumasukkan ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai. Barang siapa yang kafir di antara

kalian sesudah itu, sesungguhnya ia telah tersesat dari jalan yang lurus”.4

Sedangkan secara terminologis takzir adalah bentuk hukuman yang

tidak disebutkan ketentuan kadar hukumnya oleh syara’ dan menjadi

kekuasaan waliyyul amri atau hakim.5 Menurut Al-Mawardi, takzir didefinisikan sebagai berikut:

د ُحايَا يِفي ِرشتيمَليِ نيُي لعي يديَأتيريِزعتلا

Artinya: Takzir adalah hukuman yang bersifat pendidikan atas perbuatan dosa yang hukumannya belum ditentukan oleh syara.

Sebagian ulama mengartikan takzir sebagai hukuman yang

berkaitan dengan pelanggaran terhadap hak Allah dan hak hamba yang

tidak ditentukan oleh Al-Qur’an dan Hadist. Takzir berfungsi memberikan

pengajaran kepada pelaku dan sekaligus mencegah untuk tidak

mengulangi perbuatan tersebut.6 Beberapa definisi yang dikemukakan

diatas, jelaslah bahwa takzir adalah suatu istilah untuk hukuman atas

jarimah-jarimah yang hukumnya belum ditetapkan oleh syara. Dikalangan

4

Ibid., al-Maidah: 12. 5

Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah 10, (Bandung: Alma’arif, 1987), 151.

6

(34)

26

fuqaha jarimah-jarimah yang hukumannya belum ditetapkan oleh syara

dinamakan jarimah takzir. Jadi istilah takzir bias digunakan untuk

hukuman dan biasa juga untuk jarimah atau tindak pidana.

Takzir sering juga dapat dipahami bahwa jarimah takzir terdiri atas

perbuatan-perbuatan maksiat yang tidak dikenakan hukuman had atau

kiffarat.7Ketika menetapkan hukuman takzir penguasa memiliki

wewenang untuk memberikan ketentuan hokum anter sebut dengan

ketentuan maksimal dan minimal, dan memberikan wewenang pada

pengadilan untuk menentukan batasan hukuman antara maksimal dan

minimal.8Dengan demikian, syariah mendelegasikan kepada hakim untuk

menentukan bentuk-bentuk dan hukuman kepada pelaku jarimah, dan agar

mereka (hakim) dapat mengatur masyarakat dan memelihara

kepentingan-kepentingannya, serta bias menghadapi sebaik-baiknya terhadap keadaan

yang mendadak.

Dari uraian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa takzir yaitu

sebuah sanksi yang diberikan kepada pelaku tindak pidana atau jarimah

yang melakukan perbuatan melanggar atas hak Allah atau pun individu,

dan diluar kategori jarimah hudud atau kaffarat. Ini menjadikan

kompetensi bagi penguasa setempat dalam memutuskan jenis dan ukuran

sanksi takzir, harus tetap memperhatikan petunjuk nass secara teliti karena

menyangkut kepentingan umum.9

7

A Djazuli, Fiqh Jinayah (UpayaMenanggulangiKejahatanDalam Islam), (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2000), 165.

8

Al-Asymawi Muhammad Said, NalarKritisSyari’ah, (Yogyakarta: Lkis Group, 2012), 148. 9

(35)

27

B. DasarHukumJarimahTakzir

Dasar hokum disyariatkannya takzir terdapat dalam beberapa

hadist Nabi saw, dan tindakan sahabat. Hadist-hadist tersebut antara lain

sebagai berikut:

1. HadistNabi yang diriwayatkanolehBahzibn Hakim:10

يِ جينعيِهيِبَأ عيميِ حيِنناِز بينعي

ي,

ييِة تلايِىي بحيمَلسي يِهيَلعيُهاي لصي ِب لانَأ

ي(

مكياحايهححصي ي ق يبا يئياس لاي ي ي ميرتلاي يد ايدي بياي يا ر

َ

Artinya: Dari Bahz ibn Hakim dari ayahnya dari kakeknya, bahwa Nabi saw. menahan seseorang karena disangka melakukan kejahatan.

(hadist diriwayatkan oleh Abu Dawud, Turmudzi, Nasa’i, dan

Baihaqi, serta di shahihkan oleh Hakim).

Hadist ini menjelaskan tentang tindakan Nabi yang menahan

seseorang yang diduga melakukan tindak pidana, dengan tujuan untuk

memudahkan penyelidikan. Apabila tidak dilakukan penahanan,

dikhawatirkan orang tersebut melarikan diri dan menghilangkan barang

bukti yang sudah ada, atau mengulangi perbuatan melanggar tindak

pidananya.11

2. Hadist Nabi yang diriwayatkan oleh Burdah:12

يُل ُقييمَلسي يِهيَلعيُهاي َلصيِهايَل سيريعِ سيهنَأيه عيُهاي ِضرياِ نَأْلايًدربيِىَأينع

ي:

ي َلاعتيِهايِد حينِميٍ حي ِفاَلِأي ا سَأيَرشعي َفي َلجيياَل

(

هيلعي فتم

)

Artinya: Dari Abi Burdah Al-Anshari ra. Bahwa ia mendengar

Rasulullah saw. bersabda: “Tidak boleh dijilid diatas sepuluh cambuk

kecuali di dalam hukuman yang telah ditentukan oleh Allah ta’ala”.

(muttafaq alaih).

10

Lidwa Pustaka, Kitab Hadis 9 Imam, Sunan Tirmidzi, Kitab Diyat, Bab menahan diri untuk tidak menuduh, no. Hadis 1337.

11

Nurul Irfan, Fiqh Jinayah, 141. 12

(36)

28

Hadist kedua ini menjelaskan tentang batas hukuman takzir yang

tidak boleh lebih dari sepuluh kali cambukan, untuk membedakan dengan

jarimah hudud.13 Dengan demikian hukuman takzir ini keadaannya lebih

ringan dari jarimah hudud, hal ini agar dapat membedakan mana yang

termasuk jarimah hudud dan mana yang termasuk jarimah takzir. Karena

orang yang melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum

syariat yang telah jelas hukumannya, misalnya; gadis yang berzina dengan

lelaki (yaitu dicambuk 100 kali), peminum-minuman keras (sebanyak 40

kali) dan lainnya adalah termasuk melakukan pelanggaran syariat yang

disebut hudud (hukum Allah). Adapun yang lebih ringan disebut takzir

yang dilakukan menurut pertimbangan hakim muslim.14

3. Hadist Nabi yang diriwayatkan oleh „Aisyah:15

يَلاَقيمَلس يِهيَلعيُهاي َلصي ِب لايَنَأيا عيُهاي ِضريَةشِئياعينع

ي:

ي ِ َيا ُليِقَأ

يد حْلاياَلِأيمِ ِتيارَثعيِ اَي ْلا

(

ق يبلا يئاس لا يد اد بأ ي مأي ا ر

َي

Artinya: Dari Aisyah ra. Bahwa Nabi saw, bersabda: “Ringankanlah hukuman bagi orang-orang yang tidak pernah melakukan kejahatan atas perbuatan mereka, kecuali dalam jarimah-jarimah hudud.

(Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, Nasa’i, dan Baihaqi)

Maksutnya, bahwa orang baik, orang besar,

orang-orang ternama kalau tergelincir di dalam sesuatu hal, ampunkanlah, karena

biasanya mereka tidak sengaja kecuali jika mereka telah berbuat sesuatu

yang seharusnya di dera maka janganlah diampunkan mereka. Pada hadist

ketiga ini mengatur tentang teknis pelaksanaan hukuman takzir yang bisa

13

Nurul Irfan, Fiqh Jinayah, 141. 14

Hussein Khallid Bahreisj, Himpunan Hadist Shahih Muslim, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1987), 241-242.

15

(37)

29

berbeda antara satu pelaku dan pelaku lainnya, tergantung kepada setatus

merekadan kondisi-kondisi lain yang menyertainya.16

Secara umum ketiga hasist tersebut menjelaskan tentang eksistensi

takzir dalam syariat Islam, adapun tindakan sahabat yang dapat dijadikan

dasar hukum untuk jarimah dan hukuman takzir antara lain tindakan

Sayyidina Umar bin Khattab ketika ia melihat seseorang yang

menelentangkan seekor kambing untuk disembelih, kemudian ia mengasah

pisaunya. Khalifah Umar memukul orang tersebut dengan cambuk dan ia

berkata: “asah dulu pisau itu!”17

C. Pembagian Takzir

Pembagian jenis tindak pidana takzir tidak dapat ditentukan

banyaknya, sedangkan pada tindak pidana hudud dan kisas sudah

ditentukan jumlah dan jenisnya. Hukum Islam hanya menentukan sebagian

tindak pidana takzir, yaitu perbuatan-perbuatan yang selamanya akan tetap

dianggap sebagai tindak pidana, seperti riba, menghianati janji, memaki

orang, menyuap dan sebagainya.18

Ulama fikih membagi takzir menjadi dua bentuk, yaitu:19 (1)

at-takzir ala al-ma’asi merupakan takzir terhadap perbuatan maksiat dan (2)

at-takzir li al-maslahah al-„ammah merupakan takzir untuk kemaslahatan

16

Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, 253. 17

Ibid., 253. 18

Abdul Qodir Audah, Ensiklopedia Hukum Pidana Islam I, (Jakarta: PT Kharisma Ilmu, 2007), 100.

19

(38)

30

umum. Perbedaan kedua bentuk takzir ini terletak pada hukum tindak

pidana tersebut. Tindak pidana dalam at-takzir ala al-ma’asi hukumnya

haram selamanya dan bersifat maksiat, sedangkan tindak pidana dalam

at-takzir li al-maslahah al’ammah hukumnya dilarang apabila memenuhi

syarat-syarat tertentu, karena pada dasarnya tindakan itu sendiri tidak

bersifat maksiat.

Menurut ahli fikih20 terhadap at-takzir ala al-ma’asi terhadap

maksiat adalah melakukan perbuatan yang diharamkan oleh syarak dan

meninggalkan perbuatan yang diwajibkan oleh syarak. Perbuatan maksiat

ini tidak hanya menyangkut terhadap hak-hak Allah SWT, melainkan juga

yang menyangkut hak-hak pribadi, misalnya syarak menentukan bahwa

salat itu wajib, sedang memakan bab dan meminum-minuman keras adalah

haram. Apabila seseorang memakan babi, meminum-minuman keras dan

tidak mengerjakan salat, maka ketiga perbuatan itu disebut sebagai

perbuatan maksiat, dan pelakunya dikenakan hukuman takzir.

Sedangkan, menurut ulama ahli fikih21 terhadap at-takzir

al-maslahah al-„ammah pada prinsipnya jarimah takzir tersebut adalah

perbuatan-perbuatan yang bersifat maksiat atau perbuatan yang di

haramkan . Sifat yang membuat keharaman itu adalah terkait dengan

gangguan, kemaslahatan, dan keamanan masyarakat negara.

20

Ibid., 1773. 21

(39)

31

Abdul Aziz Amir membagi jarimah takzir secara rinci menjadi

beberapa bagian, yaitu:22

a. Jarimah takzir yang berkaitan dengan pembunuhan

Pembunuhan diancam dengan hukuman mati, apabila hukuman

mati dimaafkan maka hukumannya diganti dengan diat, apabila

hukuman diat dimaafkan juga maka ulil amri berhak menjatuhkan

hukuman takzir apabila hukuman tersebut dipandang lebih maslahat.23

Kasus lain yang berkaitan dengan pembunuhan yang diancam

dengan takzir adalah percobaan pembunuhan apabila percobaan

tersebut dapat dikategorikan kepada maksiat.

b. Jarimah takzir yang berkaitan dengan pelukaan24

Menurut Imam Malik, hukuman takzir dapat digabungkan dengan

qisas dalam jarimah pelukaan, karena qisas merupakan hak adami,

sedangkan takzir sebagai imbalan atas hak masyarakat. Di samping itu

takzir juga dapat dikenakan terhadap jarimah pelukaan apabila qisasya

dimaafkan atau tidak bisa dilaksanakan karena suatu sebab yang

dibenarkan oleh syara’.

Menurut mazhab Hanafi, Syafi’i dan Hanbali, takzir juga dapat

dijatuhkan terhadap orang yang melakukan jarimah pelukaan dengan

berulang-ulang, di samping dikenakan hukuman qisas.

22

Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), 255. 23

Ibid,. 256. 24

(40)

32

c. Jarimah takzir yang berkaitan dengan kejahatan terhadap kehormatan

dan kerusakan akhlak

Jarimah takzir yang berkaitan dengan kejahatan terhadap

kehormatan dan kerusakan akhlaq ini berkaitan dengan jarimah zina,

menuduh zina, dan penghinaan. Di antara kasus perzinaan yang

diancam dengan takzir adalah perzinaan yang tidak memenuhi syarat

untuk dikenakan had, atau terdapat syubhat dalam pelakunya,

perbuatannya, atau tempatnya.25

Demikian kasus percobaan zina dan perbuatan-perbuatan prazina,

seperti meraba-raba, berpelukan dengan wanita atau lelaki yang bukan

muhrimnya, tidur bersama tanpa hubungan seksual, dan sebagainya.

Penuduhan zina yang dikategorikan kepada takzir adalah apabila

orang yang dituduh itu bukan orang mukhshan. Kriteria mukhshon menurut para ulama adalah berakal, baligh, Islam, dan iffah (bersih

dari zina). Apabila seseorang tidak memiliki syarat syarat tersebut

maka ia termasuk ghairu muhshon termasuk juga terhadap takzir, penuduhan terhadap sekelompok orang yang sedang berkumpul

dengan tuduhan zina, tanpa menjelaskan orang yang dimaksud.

Demikian pula tuduhan zina dengan kinayah (sindiran), menurut pendapat Imam Abu Hanifah termasuk dalam takzir bukan hudud

25

(41)

33

Adapun tuduhan tuduhan selain tuduhan zina digolongkan kepada

penghinaan dan statusnya masuk dalam takzir, seperti tuduhan

mencuri, mencaci maki, dan sebagainya.

d. Jarimah takzir yang berkaitan dengan harta

Jarimah yang berkaitan dengan harta adalah jarimah pencurian

dan perampokan. Apabila kedua ja>rimah tersebut telah terpenuhi syarat syaratnya maka pelaku dikenakan hukuman had. Akan tetapi,

apabila syarat untuk dikenakannya hukuman h}ad tidak terpenuhi maka pelaku tidak dikenakan hukuman had, melainkan hukuman takzir.26

Jarimah yang termasuk dalam kedua jenis ini antara lain seperti

percobaan pencurian, pencopetan, meng-ghasab. Termasuk juga

kedalam kelompok takzir pencurian karna danya syubhat, seperti

pencurian oleh keluarga dekat.

e. Jarimah takzir yang berkaitan dengan kemaslahatan individu

Jarimah takzir yang termasuk dalam kelompok ini, antara lain

seperti saksi palsu, berbohong ( tidak memberikan keterangan yang

benar) di depan sidang pengadilan, dll.27

f. Jarimah takzir yang berkaitan dengan keamanan umun

Jarimah takzir yang termasuk dalam kelompok ini adalah,28

1) Jarimah yang mengganggu keamanan negara atau pemerintah

2) Suap

26

Ibid., 256. 27

Ibid,. 257. 28

(42)

34

3) Tindakan melampaui batas dari pegawai atau pejabat atau lalai

dalam menjalankan kewajiban.

4) Pelayanan yang buruk dari aparatur pemerintah terhadap

masyarakat.

5) Melawan petugas pemerintah dan membangkang terhadap

peraturan pemerintah.

6) Melepaskan nara pidana dan menyembuyikan burunan (penjahat)

7) Pemalsuan tanda tangan dan stempel

8) Kejahatan yang berkaitan dengan ekonomi seperti mengurangi

timbangan dan takaran.

D. Jenis-Jenis Sanksi Takzir

Hukum Islam tidak menentukan macam-macam hukuman untuk

tiap-tiap tindak pidana takzir, tetapi hanya menyebutkan sekumpulan

hukuman, dari yang paling ringan hingga hukuman yang paling berat.

Dalam hal ini hakim diberi kebebasan untuk memilih hukuman-hukuman

yang sesuai dengan macam tindak pidana takzir serta keadaan sipelaku.29

Abdul Qodir Audah, Abdul Aziz Amir, dan Ahmad Fathi Bahnasi,

ketiganya adalah pakar hukum pidana Islam, mengemukakan beberapa

bentuk hukuman takzir yang terdapat dalam nas, yaitu:30

29

Abdul Qodir Audah, Ensiklopedia Hukum Pidana Islam I, 100. 30

(43)

35

1. Hukuman peringatan, ancaman hardikan, dera, dan pukul.

2. Hukuman penjara baik yang bersifat sementara ataupun sebagai

hukuman tetap.

3. Hukuman penyaliban

4. Hukuman pembunuhan.

5. Hukuman pembuangan.

6. Hukuman penyebarluasan berita tindak pidana.

7. Hukuman pemisahan tembat tidur bagi istri yang nusyus.

8. Hukuman melepaskan jabatan.

9. Hukuman berupa ketidaklayakkan seseorang dalam suatu hak.

10.Hukuman penyitaan harta.

11.Hukuman denda

Hukuman takzir jenisnya beragam namun secara garis besar dapat

dikelompokkan menjadi empat kategori, yaitu:

1. Hukuman takzir yang mengenai badan, seperti hukuman mati dan jilid

(dera).

a. Hukuman Mati

Sebagaimana diketahui, takzir mengandung arti mendidik

dan pengajaran. Dari pengertian itu, dapat kita pahami bahwa

tujuan takzir adalah mengubah si pelaku menjadi orang yang baik

kembai dan tidak melakukan kejahatan yang sama di waktu yang

lain.31

31

(44)

36

Dengan maksud pendidikan tersebut, keberadaan sipelaku

setelah melakukan suatu jarimah harus dipertahankan, si pelaku

harus tetap hidup setelah hukuman dijatuhkan agar tujuan

pendidikan dapat tercapai. Oleh karena itu, hukuman yang

diberikan kepada si pembuat jarimah tidaklah sampai

membinasakan pelaku jarimah, tujuan mendidik untuk kembali

kejalan yang benar, tidak akan tercapai. Namun demikian apabila

hal ini tidak mampu memberantas kejahatan, si pelaku mengulangi

lagi kejahatan yang sama atau mungkin lebih variatif jenis

kejahatannya. Dalam hal ini satu-satunya cara untuk mencegah

kejahatan tersebut adalah melenyapkan si pelaku agar dampak

negatifnya tidak terus bertambah dan mengancam kemaslahatan

yang lebih luas lagi.

Hukuman ini juga berlaku bagi mereka yang melakukan

kejahatan yang dapat membahayakan bangsa dan negara,

membocorkan rahasia negara yang sangat penting untuk

kepentingan musuh negara atau mengedarkan atau

menyelundupkan barang-barang berbahaya yang dapat merusak

generasi bangsa seperti narkoba dan sejenisnya.

Dari uraian tersebut jelas bahwa hukuman mati untuk

jarimah takzir,hanya dilakukan dalam jarimah-jarimah yang sangat

berat dan berbahaya dengan syarat-syarat sebagai berikut:32

32

(45)

37

1) Bila pelaku adalah residivis yang tidak pernah jera dengan

hukuman-hukuman hudud selain hukuman mati.

2) Harus dipertimbangkan betul-betul dampak kemaslahatan

terhadap masyarakat dan pencegahan terhadap kerusakan yang

menyebar di muka bumi.

Adapun alat yang digunakan untuk melaksanakan

hukuman mati sebagai takzir tidak ada keterangan yang pasti. Ada

yang mengatakan boleh denagn pedang dan ada pula yang

mengatakan boleh dengan alat listrik, seperti kursi listrik. Namun

kebanyakan ulama memilih pedang sebagai alat eksekusi, karena

pedang mudah digunakan dan tidak menganiaya terhukum, karena

kematian terhukum dengan menggunakan pedang akan lebih

cepat.33

b. Hukuman Jilid

Hukuman jilid (cambuk) merupakan hukuman pokok dalam

syariat Islam. Untuk jarimah hudud hanya ada beberapa jarimah

yang dikenakan hukuman jilid seperti, zina, qadhaf, dan minum

khamer, sedang untuk jarimah-jarimah takzir jumlahnya tidak

ditentukan. Meskipun demikian, untuk jarimah-jarimah takzir yang

berbahaya, hukuman jilid lebih diutamakan dikarenakan:34

1) Hukuman jilid lebih banyak berhasil dalam memberantas para

penjahat yang telah biasa melakukan tindak pidana

33

Ibid., 260. 34

(46)

38

2) Hukuman jilid mempunyai dua batas, yaitu batas tertinggi dan

batas terendah, sehingga hakim dapat memilih jarimah jilid

yang ada di antara dua hukuman

3) Biaya pelaksanaannya tidak merepotkan keuangan negara. Di

samping itu hukuman tersebut, tidak mengganggu kegiatan

usaha terhukum, sehingga keluarga tidak terlantar, karena

hukuman jilid dapat dilakukan seketika dan setelah itu

terhukum bisa bebas

4) Dengan hukuman jilid, pelaku dapat terhindar dari

akibat-akibat buruk hukuman penjara seperti rusaknya akhlaq dan

kesehatan

Alat yang digunakan untuk hukuman jilid ini adalah

cambuk yang pertengahan (sedang, tidak terlalu besar dan tidak

terlalu kecil) atau tongkat. Pendapat ini juga dikemukakan oleh

Imam Ibn Taimiyah, dengan alasan sebaik-baiknya perkara adalah

pertengahan.

Adapun sifat atau cara pelaksanaan hukuman jilid masih

diperselisihkan oleh para fuqaha. Menurut hanafiyah, jilid sebagai

takzir harus dicambukkan lebih keras dari pada jilid dalam

hukuman had agar dengan hukuman takzir terhukum akan menjadi

jera, di sampinga karena jumlahnya lebih sedikit dari pada dalam

had. Alasan yang lain adalah bahwa semakin keras cambukan itu

(47)

39

Hanafiyah menyamakan sifat jilid dalam takzir dengan sifat takzir

dalam h}udud.35

Apabila yang dihukum takzir itu laki-laki maka baju yang

menghalangi sampainya cambuk ke kulit harus dibuka. Akan tetapi

apabila terhukum itu seorang perempuan maka bajunya tidak boleh

dibuka, karena jika demikian akan terbukalah auratnya. Pukulan

atau cambukan tidak boleh diarahkan ke muka, farji, dan kepala,

melainkan diarahkan ke bagian punggung, hal ini didasarkan pada

atsar sahabat Umar yang mengatakan kepada eksekutor jilid36

رَفلا ي ْأرلاي ِرضتيْنَأي ايِأ

“Hindarilahuntuk memukul kepala dan farji”

Imam Abu Yusuf menambahkan tidak boleh mencambuk

pada bagian dada dan perut, karena pukulan pada bagian tersebut

bisa membahayakan terhukum. Dari uraian tersebut, dapat

dipahami bahwa hukuman jilid tidak boleh sampai menimbulkan

cacat dan membahayakan organ-organ tubuh orang yang di hukum.

2. Hukuman yang berkaitan dengan kemerdekaan seseorang

a. Hukuman penjara

Dalam hukum Islam berbeda dengan hukum positif.

Menurut hukum Islam, penjara dipandang bukan sebagai hukuman

utama, tetapi hanya dianggap sebagai hukuman kedua atau

35

Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, 260. 36

(48)

40

hukuman pilihan. Hukuman pokok dalam syariat Islam bagi

perbuatan yang tidak diancam dengan hukuman hadd adalah

hukuman jilid. Biasanya hukuman ini hanya dijatuhkan bagi

perbuatan yang dinilai ringgan saja atau yang sedang-sedang

saja.Dalam syariat Islam hukuman penjara hanya dipandang

sebagai alternatif dari hukuman jilid. Karena hukuman itu pada

hakikatnya untuk mengubah terhukum menjadi lebih baik. Dengan

demikian, apabila dengan pemenjaraan, tujuan tersebut tidak

tercapai, hukumannya harus diganti dengan yang lainnya yaitu

hukuman jilid. Hukuman penjara dibagi menjadi dua jenis yaitu

hukuman penjara terbatas dan hukuman penjara tidak terbatas.37

Hukuman penjara terbatas yaitu hukuman yang dibatasai

lamannya hukuman yang dijatuhkan dan harus dilaksankan

terhukum, sedangkan hukuman penjara tidak terbatas adalah dapat

berlaku sepanjang hidup, sampai mati atau sampai si terhukum

bertaubat seperti pembunuhan, homoseksual, pencurian. Jadi pada

prinsipnya penjara seumur hidup itu hanya dikenakan bagi tindak

pidana yang berat-berat.

b. Hukuman Pengasingan

Hukuman pengasingan termasuk dalam hukuman had yang

diterapkan untuk pelaku tindak pidana hirabah (perampokan) yang

berdasarkan pada surah al-Maidah ayat 33, meskipun hukuman

37

(49)

41

pengasingan had, namun dalam praktiknya hukuman tersebut

ditetapkan juga sebagai hukuman takzir.38

Hukuman pengasingan ini dijatuhkan kepada pelaku

jarimah yang dikhawatirkan berpengaruh kepada orang lain

sehingga pelakunya harus dibuang (diasingkan) untuk

menghindarkan pengaruh-pengaruh tersebut, seperti, orang yang

berperilaku mukhannats (waria), yang pernah dilakukan oleh Nabi

dengan mengasingkannya ke luar Madinah.

Adapun lamanya pengasingan tidak memiliki batasan, akan

tetapi menurut Syafi’i dan Hanabilah masa pengasingan tidak

boleh lebih dari satu tahun agar tidak melebihi masa pengasingan

dalam jarimah zina yang merupakan hukuman had.

c. Larangan menikah, umar melaksanakan cara ini kepada seorang

wanita yang ingin menggauli budak laki-lakinya.39

3. Hukuman takzir yang berkaitan dengan harta, seperti denda,

penyitaan/perampasan harta, dan penghancuran barang.

Para ulama berbeda pendapat tentang dibolehkannya hukuman

takzir dengan cara mengambil harta. Menurut Imam Abu Hanifah,

hukuman takzir dengan cara mengambil harta tidak dibolehkan.

Pendapat ini diikuti oleh muridnya, yaitu Muhammad ibn Hasan,

tetapi muridnya yang lain, yaitu Imam Abu Yusuf membolehkannya

38

Ibid,. 264.

39 Muhammad Rawwas Qal’ahji,

Ensiklopenia Fiqih Umar bin Khathab ra, (Jakarta: PT Raja

(50)

42

apabila dipandang membawa kemaslahatan. Pendapat ini diikuti oleh

Imam Malik, Imam Syafii, dan Imam Hanbali.40

4. Hukuman-hukuman lain

a. Ancaman

Imam Abburrazak meriwayatkan bahwa ada seorang

laki-laki pernah menghina suatu kaum, kemudian ada seorang laki-laki-laki-laki

dari mereka datang dan Umar berkata “Lidahnya untuk kalian”.

Selanjutnya Umar memanggil orang tersebut dan berkata

“Janganlah kalian laksanakan apa yang saya katakan tadi, saya

mengatakan hal itu kepada semua orang agar apa yang telah

dilakukannya itu tidak diulangi lagi.41

b. Peringatan keras

Hukuman ini dapat dilakukan diluar sidang pengadilan

dengan mengutus seseorang yang dipercaya oleh hakim yang

menyampaikannya kepada pelaku, hal itu dilakukan karena hakim

memandang bahwa perbuatan yang dilakukan oleh pelaku tidak

berbahaya.42

c. Dihadirkan di hadapan sidang

Apabila pelaku membangkang atau berbuat cukup

membahayakan maka pelaku dapat dipanggil ke hadapan sidang

untuk diberi peringatan keras, yang secara langsung disampaikan

oleh hakim, bagi orang tertentu hukuman ini sudah cukuo efektif

40

Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, 265. 41 Muhammad Rawwas Qal’ahji,

Ensiklopenia Fiqih Umar bin Khathab ra, 581.

42

(51)

43

karena sebagian orang ada yang merasa cukup takut dan gemetar

dalam menghadapi meja hijau.43

d. Nasihat

Hukuman ini di dasarkan kepada firman Allah dalam surah

an-Nisaa’ ayat 34 yang artinya “wanita-wanita yang kamu

khawatirkan nusyuznya maka nasihatilah mereka”, Nusyus-nya

istri yang tidak taat kepada suami merupakan perbuatan maksiat

yang tidak dikenakan hukuman had dan tidak pula kafarat, oleh

karenanya dikenakan hukuman takzir.44

e. Celaan

Dasar hukum untuk celaan sebagi hukuman takzir bahwa

suatu ketika seorang hamba sahaya yang berkulit hitam

mengadukan Abdurrahman ibn Auf kepada Nabi saw, karena

pengaduan itu Abdurrahman ibn Auf marah dan menghina hamba

tersebut dengan kata

َءاد سلا بااي

, yang artinya “wahai anak yang

hitam kelam!”. Mendengar kata-kata itu Rasulullah saw sangat

marah dan mengangkat tangannya sambil bersabda:

ييييييييييييييييييِ حْلا

Gambar

gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk
gambar serta gerakan-gerakan tubuh yang erotik serta sengaja

Referensi

Dokumen terkait

PERENCANAAN ULANG TIMBUNAN OPRIT DAN ABUTMENT JEMBATAN PLASMA BATU TUGU- PLASMA TANJUNG KURUNG, PALEMBANG (YANG MENGALAMI KERUNTUHAN SEBELUMNYA PADA SAAT PELAKSANAAN).. RIF’

Hal ini relevan dengan elemen komunikasi pemasaran yakni penjualan perorangan merupakan salah satu bentuk komunikasi secara langsung antara penjualan dengan calon

sehingga tidak bisa menyatakan semangat kepada diri sendiri. 4) Konseli menganggap tugas- tugas yang ada adalah beban sehingga sering mengeluh dan mengerjakan

Penelitian ini menggunakan peneltian hukum empiris dan hasil penelitian menyatakan bahwa di masyarakat Dusun Waung Desa Sonoageng Kecamatan Prambon Kabupaten

Telah banyak riset yang membuktikan bahwa rokok sangat menyebabkan ketergantungan, di samping menyebabkan banyak tipe kanker, penyakit jantung, penyakit pernapasan,

Berdasarkan indeks tersebut diketahui bahwa tanah di lahan pasir pantai Samas yang telah ditambah tanah lempung dan pupuk kandang, dan digunakan sebagai lahan pertanian selama

Berdasarkan delapan dimensi yang mewakili variansi tingkat kejadian bencana alam di Indonesia (71.2%), dapat diringkas empat kelompok provinsi-provinsi dengan tipikal

Algoritma K-Nearest Neighbor dapat diterapkan dalam sistem pendukung keputusan seleksi Paskibraka untuk melakukan klasifikasi dalam menentukan status diterima atau tidak