TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN NOMOR 393/Pid.B/2014/PN.Pdg TENTANG PENERAPAN SANKSI TINDAK
PIDANA ASUSILA (LAYANAN PHONE SEX)
SKRIPSI
Oleh
Alvy Ni’ma Chasanah NIM: C03213007
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syariah dan Hukum Jurusan Hukum Publik Islam Prodi Hukum Pidana Islam
ABSTRAK
Skripsi ini adalah hasil dari penelitian kepustakaan tentang “Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Putusan Nomor 393/Pid.B/2014/PN.Pdg Tentang Penerapan Sanksi Tindak Pidana Asusila (Layanan Phone Sex), penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan: bagaimana pertimbangan hukum Hakim terhadap putusan Nomor 393/Pid.B/2014/PN/Pdgtentang penerapan sanksi tindak pidana asusila (layanan phone sex)? Bagaimana tinjauan hukum pidana Islam terhadap putusan Nomor 393/Pid.B/2014PN/Pdg tentang penerapan sanksi tindak pidana ausila (layanan phone sex)?
Data penelitian ini diperoleh dari Putusan Pengadilan Negeri Padang yang merupakan obyek dari penelitian. Sedangkan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dokumentasi dan kepustakaan kemudian dianalisis dengan metode deskriptif analisis, yaitu teknik analisis yang menggambarkan data sesuai dengan apa adanya, kemudian dianalisis dan diverifikasi dengan teori hukum pidana Islam kemudian dilanjutkan dengan menggunakan metode pola pikir deduktif, yaitu metode yang membahas persoalan yang dimulai dengan memaparkan hal-hal yang bersifat umum berupa dalil, kaidah fikih, kemudian ditarik suatu kesimpulan yang bersifat khusus dari hasil penelitian tersebut.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa, pertimbangan hukum hakim Pengadilan Negeri Padang terhadap penerapan sanksi tindak pidana asusila (layanan phone sex) pada putusan Nomor 393/Pid.B/2014/PN.Pdg terlebih dahulu mempertimbangkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang menuntut terdakwa dengan dakwaan alternatif, tetapi majelis hakim menetapkan dalam satu dakwaan yaitu tanpa hak dengan sengaja mentransmisikan dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan berdasarkan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 27 ayat 1 jo Pasal 36 jo Pasal 45 Undang-undang No. 11 Tahun 2008. Bentuk hukumannya adalah penjara paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak 1 milyar rupiah. Dalam hukum pidana Islam perbuatan tersebut dikategorikan dalam jari>mahtakzi>r karena unsur-unsur dalam jari>mah h}ad dan qisas diyat tidak terpenuhi secara sempurna. Akan tetapi sanksi yang diterapkan dalam putusan Nomor 393/Pid.B/2014/PN.Pdg berupa penjara selama 10 (sepuluh) bulan dan dikurangkan seluruhnya pada saat penangkapan dan penahanan yang telah dijalani selama 6 (enam) bulan sehingga masa berlaku hukuman pidana hanya 4 (empat) bulan yang dalam hukum pidana Islam disebut dengan al-habsu (penjara).
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN... iv
MOTTO ... v
ABSTRAK ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TRANSLITERASI ... xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 9
C. Batasan Masalah ... 9
D. Rumusan Masalah... 10
E. Kajian Pustaka ... 10
F. Tujuan Penelitian ... 16
G. Kegunaan Penelitian ... 17
H. Definisi Operasional ... 17
I. Metode Penelitian ... 18
J. Sistematika Pembahasan ... 22
BAB II KAJIAN TEORITIS TERHADAP TINDAK PIDANA ASUSILA (LAYANAN PHONE SEX) SEBAGAI JARIMAH TAKZIR DALAM PENERAPAN SANKSI HUKUM PIDANA ISLAM A. Pengertian Takzir ... 24
B. Dasar Hukum Jarimah Takzir ... 27
C. Pembagian Takzir ... 29
BAB III PUTUSAN PENGADILAN NEGERI PADANG NOMOR 393/Pid.B/2014/PN/Pdg TENTANG TINDAK PIDANA ASUSILA (LAYANAN PHONE SEX)
A. Kasus Putusan Pengadilan Negeri Padang Tentang Asusila
(Layanan Phone Sex) ... 46
B. Pertimbangan Hukum Yang Dipakai Hakim Pengadilan Negeri Padang dalam Menyelesaikan Perkara Tindak Pidana Asusila (Layanan Phone Sex) ... 56
C. Amar Putusan Pengadilan Negeri Pdanag Dalam Menyelesaikan Perkara Tindak Pidana Asusila (Layanan Phone Sex) ... 61
BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI PADANG NOMOR 393/Pid.B/2014/PN/Pdg TENTANG TINDAK PIDANA ASUSILA (LAYANAN PHONE SEX) A. Analisis Pertimbangan Hukum Hakim Pengadilan Negeri Padang Terhadap Putusan Nomor 393/Pid.B/2014/PN.Pdg Tentang Penerapan Sanksi Tindak Pidana Asusila (Layanan Phone Sex) ... 63
B. Analisis Hukum Pidana Islam Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Padang Nomor 393/Pid.B/2014/PN/Pdg Tentang Penerapan Sanksi Tindak Pidana Asusila (Layanan Phone Sex) ... 69
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 75
B. Saran ... 77
DAFTAR PUSTAKA ... 78
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemajuan teknologi semakin berkembang pesat, keberadaan
teknologi yang canggih dan modern sengaja diciptakan oleh manusia
untuk mempermudah dalam mengerjakan pekerjaan maupun mengakses
segala informasi dan ilmu pengetahuan, sehingga dalam pekerjaannya
manusia dapat menyelesaikannya dalam waktu singkat.
Seluas apapun jagad raya manusia dapat dengan mudahnya
mengakses berbagai macam informasi yang ada di belahan dunia ini.1
Meskipun terpisah oleh jarak dan ruang, dengan menggunakan teknologi
yang canggih manusia mampu melakukan interaksi dengan manusia lain.
Telepon seluler pun yang awalnya hanya dapat digunakan untuk telepon
dan berkirim pesan saja, sekarang dapat digunakan untuk foto, browsing
atau mengakses internet.
Kecanggihan teknologi komunikasi kini dimanfaatkan manusia
untuk memenuhi berbagai macam kebutuhannya. Telepon selular
misalnya, merupakan teknologi yang berfungsi sebagai alat komunikasi
yang menghubungkan manusia satu dengan manusia lain yang terpisah
oleh jarak, namun tetap mampu melakukan komunikasi atau interaksi
secara langsung. Fungsi yang dimiliki telepon selular kini dijadikan
1
2
manusia untuk berkomunikasi dengan pasangannya yang berada di tempat
berbeda atau terpisah jarak yang sangat jauh, sehingga ketika muncul
hasrat untuk berhubungan seksual, telepon selulerpun bisa jadi
perantaranya.
Aktifitas seks melalui telepon selular kini sudah menjamur di
tengah masyarakat. Menurut Neng Djubaedah, layanan seks ini disebut
dengan erotic line, menurutnya erotic line itu muncul sejak sarana
pelayanan telepon lebih memasyarakat.2 Kegiatan melakukan seks melalui
telepon selular ini lebih sering dinamakan phone sex oleh beberapa masyarakat yang menggunakan media sosial karena dari pengambilan kata
telepon yaitu phone dan seksualitas yang dilakukan yaitu sex.
Telepon seks (Phone Sex) adalah jenis virtual seks yang lebih merujuk ke seksual eksplisit percakapan antara dua orang atau lebih
melalui telepon, tujuannya adalah membuatorang yang melakukan
aktivitas tersebut atau pasangan seks dapat mengalami masturbatsi atau
melakukan fantasi seksual. Dapat dikatakan masing-masing pasangan
phone sex sebenarnya melakukan seks anal atau oral seks. Jadi keduanya tidak berhubungan intim secara langsung, melainkan mereka saling
mengutarakan kata-kata yang membuat nafsu birahi manusia memuncak
dengan melalui suara-suara erotis yang didengar dari telepon selular yang
mampu membangkitkan hasrat biologis seseorang.
2
3
Penggunaan phone sex kini tidak lagi pada fungsinya. Jika digunakan secara benar, sebenarnya phone sex ini bermanfaat bagi sepasang manusia atau pasutri yang tidak dapat bertemu secara langsung
karena tugas atau pekerjaannya, dan phone sex dapat dijadikan alternatif untuk melepaskan libido tersebut.3 Meskipun dalam hubungan seks
melalui telepon ini manfaat yang diperoleh lebih sedikit karena kegiatan
berhubungan melalui telepon dapat menyebabkan kecanduan dan memiliki
efek negatif bagi sebuah hubungan, meskipun dia memiliki hubungan
suami istri.
Namun, kini banyak pasangan pranikah yang memanfaatkan
keberadaan phone sex. Bahkan, pada saat ini phone sex tidak hanya dipergunakan sebagai alternatif untuk melepaskan libido saja melainkan di
jadikan sebuah bisnis online dan diperjual belikan dalam bentuk jasa.
Parahnya diantara mereka bahkan tidak saling mengetahui wajah atau
tidak pernah kenal dan bertemu secara langsung sebelumnya dengan
pasangan phone sex mereka.
Para pelaku phone sex hanya menjual suara erotis mereka yang membuat lawan jenisnya beroral sex dengan membayangkan mereka
sedang melakukan hubungan intim layaknya suami istri, layanan phone sex ini bahkan sangat mudah untuk ditemukan di internet dan juga sosial media, maraknya layanan phone sex ini sayangnya kurang diperhatikan oleh pihak berwajib. Meskipun adanya peraturan perundang-undangan
3
4
yang mengatur tetapi tidak adanya batasan-batasan pelanggaran yang jelas
karena komunikasi melalui telepon hanya diketahui oleh mereka saja yang
saling berhubungan dan tidak diketahui oleh pihak lain.
Aktifitas seks seperti ini termasuk dalam pornografi karena yang
didengar dapat mengakibatkan dilakukannya masturbasi atau onani
ditempat umum oleh pengguna telepon.Dalam undang-undang pornografi
nomor 44 tahun 2008 “gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi,
gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk
pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau
pertunjukan dimuka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi
seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.”
Pelanggaran penyebarluasan pornografi, termasuk melalui internet,
diatur dalam pasal 4 ayat (1) Undang-Undang pornografi, yaitu “Setiap
orang dilarang memproduksi, menyiarkan, mengimpor, mengekspor,
menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan
pornografi yang secara eksplisit memuat:
a. Persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang
b. Kekerasan seksual
c. Masturbasi atau onani
d. Ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan
e. Alat kelamin, atau
[image:12.595.139.513.278.555.2]
5
Pelanggaran pasal 4 ayat (1) ini diancam dengan pidana penjara
paling singkat enam bulan dan paling lama 12 tahun dan atau dendan
paling sedikit Rp.250 juta dan paling banyak Rp.6 miliar (pasal 29
Undang-Undang Pornografi).
Sementara pengertian pornografi sendiri dalam kamus besar bahasa
indonesia adalah penggambaran tingkah laku secara erotis dengan lukisan
atau tulisan utuk membangkitkan nafsu birahi, bahan bacaan yang dengan
sengaja dan semata mata dirancang untuk membangkitkan nafsu birahi
dalam seks.4
Saat ini layanan seks melalui telepon dapat diperoleh melalui
pelayanan telepon tertentu dengan nomor layanan tertentu yang khusus
menyediakan sarana layanan jawaban dengan suara erotis dan sensual dari
operator bagi penelepon yang menghubungi dan menginginkan
berkomunikasi, mendengarkan suara, kata kata atau kalimat erotis dan
sensual.5
Dalam hukum Islam perbuatan-perbuatan tersebut telah
didefinisikan secara jelas dan tidak mengambang tentang pornografi
karena Islam telah mengatur cara berpakaian dan kode tingkah laku6 yang
berlandaskan pada surat Al-Ahzab: 59,7yaitu:
4
Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, (Jakarta:Balai Pustaka, 2005), 889. 5
Neng Djubaedah, Pornografi dan Pornoaksi ditinjau dari Hukum Islam, 163. 6
Istibsjaroh, Menimbang Hukum Pornografi dan Pornoaksi dalam Perspektif Islam, (Surabaya: Sunan Ampel Press, 2007), 13.
6
ينِ ِبيِبَٰلجينِمينِ يَلعينِن يينِِمؤ ْلٱيِءاسِن يكِتا ب يكِجٰ َأِليْلَقي ِب لٱا يَأاٰي
ا يِحريار ُفَغيهَللٱيَناَك ينيَؤيياَلَفينْفرعينَأيٰ ندَأيكِلَٰ
artinya, “hai nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mu’min: “hendaklah mereka
mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka” yang demikian itu
supaya mereka lebih mudah dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan allah adalah maha pengampun lagi maha penyanyang.
Syariat menuntut perempuan secara keseluruhan secara khusus
perempuan muslim akan menjaga kesucian diri diatas segala-galanya.
Syariat menuntut untuk mengekspresikan dalam perilaku lahir dengan
menutup tubuh, cara berbicara, berjalan, dan isyarat secara umum.8 Hal ini
sesuai dengan firman Allah dalam surah al-Ahzab: 32,9
ييِفي ِ َلايع ْطيَفيِل َقْلاِبينعض تياَلَفينتيَقتايِنِيِءاسِلاينِمي حَأَكينتسَليِيِب لايَءاسِنياي
اًف رعمياًل َقينْلُق ي رميِهِبْلَق
Artinya: “hai isteri-isteri nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertaqwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam
hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik.”
Islam tidak cukup hanya melarang jangan berzina, tetapi di larang
juga mendekati zina. Semua dijelaskan dalam ayat al-Our’an diatas dan
apa yang dikenal oleh orang banyak sebagai perbuatan yang dapat
membangkitkan syahwat, adalah termasuk kalimat fa>hisyah (kotor/keji). Bahkan dapat menggerakkan dan mendorong orang untuk berbuat kotor.10
Fahisyah sendiri dalam Islam memiliki beberapa pengertian, diantaranya:
1. Dalam surah an-Nisa’ ayat 21 kata fa>hisyah adalah ucapan dan
perbuatan yang tidak sejalan dengan tuntutan agama, dan akal sehat,
khususnya yang telah ditetapkan sanksi duniawinya seperti zina,
8
Istibsjaroh, Menimbang Hukum Pornografi dan Pornoaksi dalam Perspektif Islam, 18. 9Al-qur’an, al-Ahzab:32
10
7
pembunuhan, dan pencemaran nama baik dalam bentuk menuduh
zina.11
2. Dalam surah al-Isra’ ayat 32 kata fa>hisyah adalah suatu perbuatan keji
yang melampaui batas dalam ukuran apapun dan suatu jalan yang
buruk dalam menyalurkan kebutuhan biologis, dalam ayat ini merujuk
pada perbuatan zina atau perkara yang mendekati zina.12
3. Dalam surah Yusuf ayat 24 kata fa>hisyah pada ayat ini dijelaskan
seorang wanita yang sengaja menjebak dan ingin mengajak Nabi
Yusuf a.s untuk melakukan berbuatan mungkan dan keji (zina).13
4. Dalam surah ali-Imran ayat 135-136 kata fa>hisyah pada ayat ini
titujukan kepada mereka yang apabila mengerjakan dengan sengaja
atau tidak sadar suatu perbuatan keji yakni dosa besar, seperti
membunuh, berzina, korupsi dan mencuri, atau menganiaya diri
sendiri dengan dosa atau pelanggaran apapun.14
5. Dalam surah al-A’raf ayat 28 kata fa>hisyah berarti perbuatan keji yang
mana pada ayat ini ditujukan pada kaum musyrikin Mekkah yang
sering kali thawaf dalam keadaan tanpa buasana.15
6. Dalam surah al-Baqarah ayat 168-169 kata fa>hisyah dalam surah ini
lebih membahas tentang makanan yang halal.16
11
M Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Volume 9, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), 309. 12
M Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Volume 7, 456. 13
M Quraish Shihah, Tafsir Al-Misbah Volume 6, 57. 14
M Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Volume 2, 208. 15
M Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Volume 4, 78. 16
8
Islam sebagaimana kita maklumi apabila mengkharamkan sesuatu
maka ditutuplah jalan-jalan yang akan membawa kepada perbuatan haram
itu,17 oleh karena itu allah berfirman dalam surat al-Isra’ ayat 3218, yaitu:
يانِزلايا برْقتياَل
ۖ
ييياًليِبسَءاس ًةشِحاَفناَكيهنِ
Artinya, “janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk”.
Islam sangat membenci zina dan karenanya memerintahkan kaum
muslimin agar menjauhkan diri dari semua godaan syaitan yang akan
mendorong seseorang berbuat zina. Langkah pertama menuju zina dimulai
dengan pandangan nafsu terhadap seorang wanita.19
Adapun sanksinya menurut kepastian hukum Islam seperti apa
yang telah ditetapkan dalam UU Pornografi yang tertuang dalam Pasal
4-12 bahwa hukuman bagi pelaku tindak pidananya dapat diancam dengan
hukuman ta'zir atau merupakan hak 'ulil amri dengan standar ukurnya
dapat melihat beberapa asas yang sudah ditetapkan dalam al-Qur'an dan
hadis, seperti asas keadilan, legalitas dan sebagainya.
Pengambilan hukum tindak pidana pornografi dan sanksinya dalam
pandangan hukum Islam diqiyaskan dengan kajahatan berbagai macam
tindak pidana, bisa dihukum dengan hukumanan zina hudud, ta'zir, qisas
dan sebagainya. Karena kejahatan pornografi, tidak ada secara langsung
yang mengatur hukumnya dalam hukum Islam. Maka diambil hukumnya
melalui qiyas dengan mengambil hukum-hukum dengan berlandaskan
nash yang atau hukum yang sudah ada.
17
Yusuf Qoradhawi, Halal dan Haram, 158. 18Al-qur’an, al-Isra’:32.
19
9
Dengan demikian kepastian hukum dalam hukum Islam terhadap
pelaku tindak pidana pornografi adalah hak ulil amri dan masyarakat harus
mematuhinya.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan pemaparan diatas, maka penulis dapat mengetahui
masalah yang dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1. Pengertian tindak pidana asusila (layanan phone sex).
2. Model tindak pidana asusila (layanan phone sex).
3. Sanksi tindak pidana asusila (layanan phone sex).
4. Tinjauan hukum pidana Islam terhadap tindak pidana asusila (layanan
phone sex).
5. Aturan-aturan terhadap tindak pidana asusila (layanan phone sex).
C. Batasan Masalah
Agar penelitian ini tetap mengarah kepada permasalahan dan tidak
menyimpang dari pokok pembahasan, maka penulis membatasi
permasalahan dalam penelitian ini, yaitu:
1. Pertimbangan hukum hakim terhadap putusan nomor
393/Pid.B/2014/PN.Pdg tentang penerapan sanksi tindak pidana
10
2. Analisis hukum pidana Islam terhadap putusan nomor
393/Pid.B/2014/PN.Pdg tentang penerapan sanksi tindak pidana
asusila (layanan phone sex)?
D. Rumusan masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis mengambil
beberapa permasalahan yang dirumuskan dalam bentuk
pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut.
1. Bagaimana pertimbangan hukum hakim terhadap putusan nomor
393/Pid.B/2014/PN.Pdg tentang penerapan sanksi tindak pidana
asusila (layanan phone sex)?
2. Bagaimana analisis hukum pidana Islam terhadap putusan nomor
393/Pid.B/2014/PN.Pdg tentang penerapan sanksi tindak pidana
asusila (layanan phone sex)?
E. Kajian Pustaka
Upaya penelitian tinjauan hukum pidana Islam terhadap tindak
pidana asusila (layanan phone sex) dilakukan dengan cara menganalisis
Direktori Putusan Pengadilan Negeri Padang Nomor
393/Pid.B/2014/PN.Pdg.
Tidak bisa dipungkiri bahwa dalam penulisan skripsi ini selain
menggunakan berkas-berkas perkara yang terdapat pada putusan serta
11
penerapan sanksi bagi tindak pidana asusila (layanan phone sex) sebagai rujukan, penulis juga menggunakan hasil karya ilmiah yang sudah pernah
ditulis oleh penulis-penulis sebelumnya, diantaranya :
1. Skripsi yang berjudul “Analisis Hukum Islam Terhadap Layanan Phone Sex” dibahas oleh Vidia Fitri Hidayati pada tahun 2015,
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) model layanan phone sex : layanan phone sex atau telepon seks merupakan layanan berjenis virtual seks yang merujuk ke percakapan seksual eksplisit. Kemudian
yang melakukan percakapan tersebut berfantasi seksual. Layanan ini
bertujuan untuk menstimulasi gairah seksual hingga mencapai titik
orgasme. Phone sex biasa dijadikan ajang penggunanya berfantasi
seks saat melakukan masturbasi. (2) analisis hukum Islam terhadap
layanan phone sex : bahwa layanan phone sex menurut analisis Islam adalah haram. Statusnya menyediakan wadah untuk berzina pada
telingga, lidah dan hati. Selain itu, dalam Al-Qur’an surah
al-Isra’telah dijelaskan untuk tidak mendekati zina. Mudarat yang
terkandung dalam layanan phone sex lebih besar ketimbang maslahah
yang bisa didapat. Telepon seks dalam maqasid ash-shari’ah kategori memelihara akal dan jiwa dapat merusak akal dan jiwa penggunanya.
Akal sehat manusia tidak akan pernah menerima perlakuan yang
merendahkan martabat kemanusiaannya demi kesenangan sesaat
12
ataupun nikmat yang diridhai Allah. Phone sex merupakan perbuatan atau nikmat yang bersifat sementara bagi sebagian manusia dan
merendahkan kehormatan dirinya serta melepaskan dirinya pula dari
aqidah, shariat, dan akhlaq (Islami).20
2. Skripsi yang berjudul “Sanksi Pidana Pornografi Di Tinjau Dari Segi Hukum Pidana Dan Hukum Islam (Studi Perbandingan Hukum)”
dibahas oleh Samsul Bahri Asy’ary pada tahun 2002, penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui (1) deskriptif pornografi menurut KUHP
dan hukum Islam : pornografi adalah bahan tulisan, lukisan atau
gambar serta gerakan-gerakan tubuh yang erotik serta sengaja
membuka aurat yang semata-mata ditunjukkan untuk membangkitkan
nafsu birahi. Atau dengan artian bahwa pornografi adalah perusakan
rasa kesusilaan yang dilakukan dihadapan umum. Sedangakan
menurut Islam pornografi adalah membuka aurat yang dilakukan
untuk menarik perhatian lawan jenisnya, sekalipun hal itu dilakukan
hanya dengan membunyikan gelang kaki atau menunjukkan perhiasan
yang ada pada dirinya. Pornografi dalam KUHP dirumuskan pada
pasal 281 dan 283 serta pasal pendukung yaitu pasal 532 dan 533.
Pornografi dimasukkan dalam pasal delik pelanggaran
kesusilaan/kesopanan. Sedangkan dalam hukum Islam pornografi
diterangkan dalam surat an-Nur ayat 30-31, didalamnya terdapat
keharusan muslim dan muslimat untuk menjaga pandangan dan
20
[image:20.595.135.517.214.533.2]
13
farjinya. (2) perspektif KUHP dan hukum Islam mengenai sanksi
tindak pidana pornografi : hukuman yang diberikan bagi pelanggar
delik pornografi, dalam KUHP diterangkan bahwa maksimal di
hukum dua tahun delapan bulan dan denda Rp. 3.000.000,-.
Sedangkan dalam pers dikenakan denda Rp.7.00.000.000,-. Dalam
hukum Islam sanksi yang diberikan kepada pelanggar delik pornografi
tidak disebutkan secara jelas, karena nash yang jelas tidak ditemukan.
Dan penentuan sanksi hukumannya masih bersifat ta’zir. Karena tidak
adanya nash yang mengatur perbuatan/pelanggaran delik kesusilaan.
Namun, yang ditekankan adalah hukuman bagi akibat yang
ditimbukan oleh pornografi tersebut yaitu had zina.21
3. Skripsi yang berjudul “Studi Analisis Tentang Pornografi Ditinjau Dari Hukum Positif Dan Hukum Negatif ” dibahas oleh Indra Tony
Syayuti pada tahun 2004, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
(1) bentuk-bentuk bisnis pornografi di Indonesia : bentuk bisnis
pornografi amat beragam antara lain bisnis pornografi dalam bentuk
tulisan, bisnis pornografi dalam bentuk gambar, dan bisnis pornografi
dalam bentuk suara. (2) faktor-faktor yang mempengaruhi bisnis
pornografi : faktor penyebab maraknya bisnis pornografi, sikap
masyarakat Indonesia secara keseluruhan yang meski menentang tapi
bersikap pasif. Sensivitas masyarakat dalam hal pornografi belum
menggembirakan. Ketentuan mengenai pelanggaran susila itu ada di
21Samsul Bahri Asy’ary,
Sanksi Pidana Pornografi Di Tinjau Dari Segi Hukum Pidana Dan
Hukum Islam (Studi Perbandingan Hukum). Surabaya: Skrpsi Pada Fakultas Syariah dan Hukum
14
KUHP , tapi penegakkan hukumnya memang masih lemah. Maraknya
pornografi tidak terlepas dari adanya permintaan dari masyarakat. (3)
tinjauan hukum positif dan hukum Islam terhadap batasan-batasan
bisnis pornografi dan sanksi hukumnya : tinjauan hukum Islam
terhadap batasan-batasan bisnis pornografi yaitu segala macam bentuk
perbuatan yang mengarah pada perbuatan zina termasuk tindak pidana
bisnis pornografi. Dan hukum Islam melarang keras bisnis pornografi
beserta berbagai macam praktek bisnis pornografi. Sanksi hukumnya
adalah ta’zir. Sementara tinjauan hukum positif terhadap batasan
-batasan bisnis pornografi yaitu segala aktifitas baik suara, gambar,
tulisan yang dirancang secara sengaja untuk membangkitkan birahi
seks dan hukum positif melarang keras bisnis pornografi. Sanksi
hukumnya adalah hukuman penjara satu tahun empat bulan.22
4. Skripsi yang berjudul “Sanksi Prostitusi Online Melalui Media Sosial Perspektif Hukum Positif dan Hukum islam” dibahas oleh Ria
Zumaroh pada tahun 2016, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
(1) sanksi prostitusi online menurut hukum positif : prostitusi merupakan bentuk penyimpangan sosial, yang menyimpang dari nilai
sosial, agama dan moral bangsa Indonesia. Sedangkan prostitusi
online merupakan bentuk dari kegiatan prostitusi yang dilakukan melalui media sosial maupun internet. Pengaturan tindak pidana
dalam hukum positif di Indonesia terhadap sanksi prostitusi online
22Indra Tony Syayuti, “
Studi Analisis Tentang Pornografi Ditinjau Dari Hukum Positif Dan
Hukum Negatif ”. (Surabaya: Skripsi Pada Fakultas Syariah dan Hukun Islam IAIN Sunan Ampel,
15
dapat dijerat dengan menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana yang terdapat dalam pasal 296 dan 506 bagi seorang mucikari
kemudian mengenai seorang PSK Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana menyebutkannya sebagai pesenggamaan atas dasar suka sama
suka, yang dilakukan oleh seseorang dengan orang yang telah
bersuami atau beristri (pernikahan) sebagaimana yang terdapat dalam
pasal 284 KUHP. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2018 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik yang didalamnya telah diatur pada
pasal 27 ayat 1 hanya membatasi larangan bagi penyedia layanan seks
komersial dan pemilik website semata. Dan menurut penulis skripsi ini bahwa sanksi tersebut masih kurang berat, sebab denda maksimal Rp.
1 miliar yang masih relatif kecil jika dibandingkan dengan keuntungan
yang dapat diperoleh dalam mengelola jaringan prostitusi online
tersebut. (2) sanksi prostitusi online menurut hukum Islam : dalam hukum Islam sanksi bagi seorang PSK adalah dihukum dengan
hukuman rajam (dilempari batu sampai meninggal dengan disaksikan
banyak orang) jika muhsan. Jika ia ghairu mushan, maka ia dihukum cambuk 100 kaili. Dan telah dijelaskan bahwasannya dalam surat
an-Nur ayat 33 tidak diatur secara jelas tentang sanksi terhadap mucikari,
meskipun demikian, tidak berarti bagi para mucikari tidak ada
hukumnya. Sanksi terhadap mereka dapat ditentukan melalui lembaga
ta’zir, karena bahwa setiap perbuatan maksiat yang tidak dapat
16
dikualifikasikan sebagai jarimah ta’zir. Dengan ukuran dan jenis
sanksi yang preventif, agar mereka jera dan tidak berusaha
mengulangi perbuatan maksiat itu lagi. (3) persamaan dan perbedaan
terhadap sanksi prostitusi online menurut hukum positif dan hukum Islam : mengenai persamaan dan perbedaan sanksi prostitusi online
menurut hukum positif dan hukum Islam, yang mana persamaannya
terletak pada sama-sama diberi sanksi pidana bagi pelaku prostitusi
online, kemudian mengenai perbedaannya terletak pada berat ringannya hukuman yang diberikan kepada pelaku prostitusi online
tersebut.23
F. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang hendak dicapai penulisan dalam karya tulis
ilmiah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pertimbangan hukum hakim terhadap putusan
nomor 393/Pid.B/2014/PN.Pdg tentang penerapan sanksi tindak
pidana asusila (layanan phone sex).
2. Untuk mengetahui analisis hukum pidana Islam terhadap putusan
nomor 393/Pid.B/2014/PN.Pdg tentang penerapan sanksi tindak
pidana asusila (layanan phone sex)?
23Ria Zumaroh,“
Sanksi Prostitusi Online Melalui Media Sosial Perspektif Hukum Positif dan
Hukum islam”. (Surabaya: Skripsi Pada Fakultas Syariah dan Hukum Islam UIN Sunan
17
G. Kegunaan Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam hal.
1. Dari aspek keilmuan (teoritis), sebagai khasanah ilmu pengetahuan
tentang penerapan sanksi tindak pidana asusila (layanan phone sex). 2. Dari segi praktis hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan
acuan melakukan penelitian yang akan datang tentang penerapan
sanksi tindak pidana asusila (layanan phone sex) dalam hukum pidana Islam.
H. Definisi Operasional
Adapun untuk mempermudah gambaran yang jelas dan konkrit
tentang permasalahan yang terkandung dalam konsep penelitian ini, maka
perlu dijelaskan makna yang terdapat dalam penelitian ini, “Tinjauan
Hukum Pidana Islam Terhadap Putusan Nomor 393/Pid.B/2014/PN.Pdg
Tentang Penerapan Sanksi Tindak Pidana Asusila (Layanan Phone Sex)”
dan definisi operasional dari judul tersebut adalah:
1. Hukum Pidana Islam : syariat Allah yang mengatur
tindakan-tindakan kejahatan atau pelanggaran yang dapat mengganggu
ketentraman umum, yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadist.
Dalam penelitian ini penulis lebih mengkhususkan pada hukum
18
2. Penerapan sanksi : sebuah hukuman atau tindakan memaksa yang
wajib dipertanggung jawabankan dari suatu tindak pidana yang telah
dilakukan seseorang.
3. Tindak pidana asusila : suatu perbuatan pidana yang menyimpang
dari norma norma atau kaidah kesopanan yang dapat dijatuhi
hukuman.
4. Layanan phone sex : suatu pelayanan atau pemberian jasa dari alat komunikasi telepon yang bermuatan pornografi yang menyebabkan
dilakukannya masturbasi atau onani.
I. Metode Penelitian
1. Data Yang Dikumpulkan
Data yang dikumpulkan adalah data yang dihimpun dan
dikumpulkan untuk menjawab pertanyaan dalam rumusan masalah,
yakni, data-data yang berkaitan dengan tinjauan hukum pidana Islam
terhadap penerapan sanksi tindak pidana asusila (layanan phone sex) 2. Sumber Data
Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penulisan skripsi
ini digunakan tiga sumber data, yaitu :
a. Sumber primer
Sumber primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat,24
yaitu:Direktori Putusan Pengadilan Negeri Nomor
24
19
393/Pid.B/2014/PN.Pdg tentang tindak pidana asusila (layanan
phone sex). b. Sumber sekunder
Sumber sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer,25 meliputi:
1) Jurnal Hukum yang membahas tentang penerapan sanksi dan
tinjauan hukum pidana Islam terhadap tindak pidana asusila
(layananphone sex).
2) Penelitian ilmiah yang membahas tentang penerapan sanksi
dan tinjauan hukum pidana Islam terhadap tindak pidana
asusila (layananphone sex).
3) Buku–buku yang membahastentangpenerapan sanksi dan
tinjauan hukum pidana Islam terhadap tindak pidana asusila
(layananphone sex).
4) Berbagai tulisan tentang penerapan sanksi dan tinjauan
hukum pidana Islam terhadaptindak pidana asusila
(layananphone sex). c. Sumber data tersier
Sumber data tersier adalah sumber data penunjang dimana
bahan hukum yang menunjang dengan pembahasan skripsi.
Misalnya media cetak dan internet.26
25
Ibid., 106. 26
20
3. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah:
a. Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang tidak langsung
ditunjukkan pada subyek penelitian, namun melalui dokumen, atau
dilakukan melalui berkas yang ada.27 Dokumen yang diteliti adalah
direktori putusan Pengadilan Negeri Padang tentang tinjauan hukum
pidana Islam terhadap penerapan sanksi bagi pelaku tindak pidana
asusila (layanan phone sex) dalam putusan nomor 393/Pid.B/2014/PN.Pdg.
b. Pustaka, yaitu penggalian bahan-bahan yang berasal dari buku-buku
kepustakaan yang berhubungan dengan bahasan tinjauan hukum
pidana Islam terhadap penerapan sanksi bagi pelaku tindak pidana
asusila (layanan phone sex). Bahan-bahan pustaka yang digunakan disini adalah buku-buku atau tulisan lain yang relevan, ditulis oleh
para pakar atau ahli hukum terutama dalam bidang hukum pidana.28
4. Teknik Pengelolaan Data
Data yang didapat dari dokumen dan sudah terkumpulkan
dilakukan analisa, berikut tahapan-tahapannya:
a. Editing : Melakukan pemeriksaan kembali terhadap data-data yang diperoleh secara cermat baik dari sumber primer atau sumber
sekunder, mengenai penerapan sanksi dan tinjauan hukum pidana
27
Usman Husain, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), 73. 28
21
Islam terhadap tindak pidana asusila (layanan phone sex) dalam putusan nomor 393/Pid.B/2014/PN.Pdg.29
b. Organizing : Menyusun data secara sistematis mengenai penerapan sanksi dan tinjauan hukum pidana Islam terhadap tindak pidana
asusila (layanan phone sex) dalam putusan nomor 393/Pid.B/2014/PN.Pdg.
c. Analizing : Tahapan analisis terhadap data mengenai penerapan sanksi dan tinjauan hukum pidana Islam terhadap tindak pidana
asusila (layanan phone sex) dalam putusan nomor 393/Pid.B/2014/PN.Pdg.30
5. Teknik Analisis Data
Teknik analisa data penelitian ini menggunakan teknik analisa
deskriptif dengan pola pikir deduktif.
Deskriptif analisis adalah teknik analisa dengan cara memaparkan
dan menjelaskan data apa adanya. Dalam hal ini data tentang penerapan
sanksi tindak pidana asusila (layanan phone sex) dalam direktori putusan kemudian dianalisa dengan menggunakan teori hukum pidana Islam yaitu
teori jarimah ta’zir.31
Pola fikir deduktif adalah pola pikir yang berangkat dari variabel
yang bersifat umum, dalam hal ini teori jarimah ta’zir kemudian
diaplikasikan kedalam variabel yang bersifat khusus yaitu penerapan
29
Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), 77. 30
Moh Kasiram, Metodologi Penelitian Kualitatif-Kuantitatif, (Malang: UIN Maliki Press, 2010), 353.
31
22
sanksi dalam direktori putusan tindak pidana asusila (layanan phone sex).32
J. Sistematika Pembahasan
Dalam menyusun skripsi yang berjudul “Tinjauan Hukum Pidana
Islam Terhadap Direktori Putusan Nomor 393/Pid.B/2014/PN.Pdg
Tentang Penerapan Sanksi Bagi Pelaku Tindak Pidana Asusila (Layanan
Phone Sex)” diperlukan adanya suatu sistematika pembahasan, sehingga
dapat diketahui kerangka skripsi ini adalah sebagai berikut:
Bab pertama merupakan pendahuluan, merupakan gambaran umum
yang terdiri dari beberapa sub bab yang meliputi Latar Belakang,
Identifikasi Masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah, Kajian
Pustaka, Tujuan Penelitian, Kegunaan Hasil Penelitian, Definisi
Operasional, Metode Penelitian, dan Sistematika Pembahasan.
Bab dua merupakan kajian teoritis menurut hukum pidana Islam
tentang penerapan sanksi tindak pidana asusila (layanan phone sex)tentang
jarimah ta’zir yang meliputi: definisi takzir, dasar hukum disyariatkannya
takzir, pembagian takzir dan sanksi takzir.
Bab tiga merupakan deskripsi mengenai data hasil penelitian yang
terdiri atas kronologi kejadian tindak pidana Asusila (layanan phone sex). Landasan hukum pengadilan negeri padang dan sanksi yang diterima oleh
pelaku tindak pidana dalam putusan Nomor : 393/Pid.B/2014/PN.Pdg.
32
23
Bab empat membahas tentang analisis putusan Pengadilan Negeri
Padang Nomor : 393/Pid.B/2014/PN.Pdg tentang service phone sex. Bab lima merupakan penutup yang berisi kesimpulan sebagai
jawaban dari pertanyaan pokok yang telah dikemukakan sebelumnya dan
BAB II
KAJIAN TEORITIS TERHADAP TINDAK PIDANA ASUSILA (LAYANAN PHONE SEX) SEBAGAI JARIMAH TAKZIR DALAM
PENERAPAN SANKSI HUKUM PIDANA ISLAM
A. Pengertian Takzir
Secara etimologis kata takzir berasal dari kata „azzara yang
sinonimnya adalah
در يع م
(mencegah dan menolak),دَأ
(mendidik),يمَ ع
يرَق
(mengagungkan dan menghormati), danر ن ي ِ َق يَناعَأي
(membantu,menguatkan, dan menolong).1 Dalam al-Qur’an kata ta„zir disebutkan
dalam beberapa ayat, di antaranya dalam surah al-Fath: 9
طأليِصَأ يًرْ بي حبست ي رَق ت ي رزعت يِهِل سر يِهاِبيا ِمؤتِل
“
Supaya kalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, menguatkan (agama)-Nya, membesarkan-Nya dan bertasbih kepada-Nya di waktu pagidan petang”2
Dalam surah al-A’raf: 157
يم يكِعل ُأ عميَلِزنُأي ِ َلار لا عبتا ي ر ن ي رزع يِهِبا م ينيِ َلاَف
َن حِلْف ْلا
“Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (al-Qur’an), mereka itulah orang-orang yang beruntung”3
1
Sahid, Pornografi Dalam Kajian Fiqh Jinayah, (Surabaya: Sunan Ampel Press, 2011), 15. 2Al-qur’an, al-Fath: 9.
3
25
Dan dalam surah al-Maidah:12
يمتضرْقَأ يم ترزع ييِلسرِبيمت م يََاكزلايمتْت يَآ لايمت َقَأينَِليمُ عمييِنِايُهيَلَق
ين َفرَا نَأْلاَا ِتحتينِمي ِر تي ا جيم َلِخدُأَل يمُ ِتَا يسيمُ عيَنرَفَكُأَليا سحياضرَقيَها
يييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييييِليِبسلاَءا سَلض َقَفيمُ ِميكِلَ عبرَفَك
Dan allah berfirman: “Sesungguhnya Aku beserta kalian, sesungguhnya jika kalian mendirikan salat, menunaikan zakat, beriman kepada rasul-rasul-Ku, kalian bantu mereka dan kalian pinjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka sesungguhnya Aku akan menutupi dosa-dosa kalian. Sesungguhnya kalian akan Kumasukkan ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai. Barang siapa yang kafir di antara
kalian sesudah itu, sesungguhnya ia telah tersesat dari jalan yang lurus”.4
Sedangkan secara terminologis takzir adalah bentuk hukuman yang
tidak disebutkan ketentuan kadar hukumnya oleh syara’ dan menjadi
kekuasaan waliyyul amri atau hakim.5 Menurut Al-Mawardi, takzir didefinisikan sebagai berikut:
د ُحايَا يِفي ِرشتيمَليِ نيُي لعي يديَأتيريِزعتلا
Artinya: Takzir adalah hukuman yang bersifat pendidikan atas perbuatan dosa yang hukumannya belum ditentukan oleh syara.
Sebagian ulama mengartikan takzir sebagai hukuman yang
berkaitan dengan pelanggaran terhadap hak Allah dan hak hamba yang
tidak ditentukan oleh Al-Qur’an dan Hadist. Takzir berfungsi memberikan
pengajaran kepada pelaku dan sekaligus mencegah untuk tidak
mengulangi perbuatan tersebut.6 Beberapa definisi yang dikemukakan
diatas, jelaslah bahwa takzir adalah suatu istilah untuk hukuman atas
jarimah-jarimah yang hukumnya belum ditetapkan oleh syara. Dikalangan
4
Ibid., al-Maidah: 12. 5
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah 10, (Bandung: Alma’arif, 1987), 151.
6
26
fuqaha jarimah-jarimah yang hukumannya belum ditetapkan oleh syara
dinamakan jarimah takzir. Jadi istilah takzir bias digunakan untuk
hukuman dan biasa juga untuk jarimah atau tindak pidana.
Takzir sering juga dapat dipahami bahwa jarimah takzir terdiri atas
perbuatan-perbuatan maksiat yang tidak dikenakan hukuman had atau
kiffarat.7Ketika menetapkan hukuman takzir penguasa memiliki
wewenang untuk memberikan ketentuan hokum anter sebut dengan
ketentuan maksimal dan minimal, dan memberikan wewenang pada
pengadilan untuk menentukan batasan hukuman antara maksimal dan
minimal.8Dengan demikian, syariah mendelegasikan kepada hakim untuk
menentukan bentuk-bentuk dan hukuman kepada pelaku jarimah, dan agar
mereka (hakim) dapat mengatur masyarakat dan memelihara
kepentingan-kepentingannya, serta bias menghadapi sebaik-baiknya terhadap keadaan
yang mendadak.
Dari uraian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa takzir yaitu
sebuah sanksi yang diberikan kepada pelaku tindak pidana atau jarimah
yang melakukan perbuatan melanggar atas hak Allah atau pun individu,
dan diluar kategori jarimah hudud atau kaffarat. Ini menjadikan
kompetensi bagi penguasa setempat dalam memutuskan jenis dan ukuran
sanksi takzir, harus tetap memperhatikan petunjuk nass secara teliti karena
menyangkut kepentingan umum.9
7
A Djazuli, Fiqh Jinayah (UpayaMenanggulangiKejahatanDalam Islam), (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2000), 165.
8
Al-Asymawi Muhammad Said, NalarKritisSyari’ah, (Yogyakarta: Lkis Group, 2012), 148. 9
27
B. DasarHukumJarimahTakzir
Dasar hokum disyariatkannya takzir terdapat dalam beberapa
hadist Nabi saw, dan tindakan sahabat. Hadist-hadist tersebut antara lain
sebagai berikut:
1. HadistNabi yang diriwayatkanolehBahzibn Hakim:10
يِ جينعيِهيِبَأ عيميِ حيِنناِز بينعي
ي,
ييِة تلايِىي بحيمَلسي يِهيَلعيُهاي لصي ِب لانَأ
ي(
مكياحايهححصي ي ق يبا يئياس لاي ي ي ميرتلاي يد ايدي بياي يا ر
َ
Artinya: Dari Bahz ibn Hakim dari ayahnya dari kakeknya, bahwa Nabi saw. menahan seseorang karena disangka melakukan kejahatan.
(hadist diriwayatkan oleh Abu Dawud, Turmudzi, Nasa’i, dan
Baihaqi, serta di shahihkan oleh Hakim).
Hadist ini menjelaskan tentang tindakan Nabi yang menahan
seseorang yang diduga melakukan tindak pidana, dengan tujuan untuk
memudahkan penyelidikan. Apabila tidak dilakukan penahanan,
dikhawatirkan orang tersebut melarikan diri dan menghilangkan barang
bukti yang sudah ada, atau mengulangi perbuatan melanggar tindak
pidananya.11
2. Hadist Nabi yang diriwayatkan oleh Burdah:12
يُل ُقييمَلسي يِهيَلعيُهاي َلصيِهايَل سيريعِ سيهنَأيه عيُهاي ِضرياِ نَأْلايًدربيِىَأينع
ي:
ي َلاعتيِهايِد حينِميٍ حي ِفاَلِأي ا سَأيَرشعي َفي َلجيياَل
(
هيلعي فتم
)Artinya: Dari Abi Burdah Al-Anshari ra. Bahwa ia mendengar
Rasulullah saw. bersabda: “Tidak boleh dijilid diatas sepuluh cambuk
kecuali di dalam hukuman yang telah ditentukan oleh Allah ta’ala”.
(muttafaq alaih).
10
Lidwa Pustaka, Kitab Hadis 9 Imam, Sunan Tirmidzi, Kitab Diyat, Bab menahan diri untuk tidak menuduh, no. Hadis 1337.
11
Nurul Irfan, Fiqh Jinayah, 141. 12
28
Hadist kedua ini menjelaskan tentang batas hukuman takzir yang
tidak boleh lebih dari sepuluh kali cambukan, untuk membedakan dengan
jarimah hudud.13 Dengan demikian hukuman takzir ini keadaannya lebih
ringan dari jarimah hudud, hal ini agar dapat membedakan mana yang
termasuk jarimah hudud dan mana yang termasuk jarimah takzir. Karena
orang yang melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum
syariat yang telah jelas hukumannya, misalnya; gadis yang berzina dengan
lelaki (yaitu dicambuk 100 kali), peminum-minuman keras (sebanyak 40
kali) dan lainnya adalah termasuk melakukan pelanggaran syariat yang
disebut hudud (hukum Allah). Adapun yang lebih ringan disebut takzir
yang dilakukan menurut pertimbangan hakim muslim.14
3. Hadist Nabi yang diriwayatkan oleh „Aisyah:15
يَلاَقيمَلس يِهيَلعيُهاي َلصي ِب لايَنَأيا عيُهاي ِضريَةشِئياعينع
ي:
ي ِ َيا ُليِقَأ
يد حْلاياَلِأيمِ ِتيارَثعيِ اَي ْلا
(
ق يبلا يئاس لا يد اد بأ ي مأي ا ر
َي
Artinya: Dari Aisyah ra. Bahwa Nabi saw, bersabda: “Ringankanlah hukuman bagi orang-orang yang tidak pernah melakukan kejahatan atas perbuatan mereka, kecuali dalam jarimah-jarimah hudud.
(Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, Nasa’i, dan Baihaqi)
Maksutnya, bahwa orang baik, orang besar,
orang-orang ternama kalau tergelincir di dalam sesuatu hal, ampunkanlah, karena
biasanya mereka tidak sengaja kecuali jika mereka telah berbuat sesuatu
yang seharusnya di dera maka janganlah diampunkan mereka. Pada hadist
ketiga ini mengatur tentang teknis pelaksanaan hukuman takzir yang bisa
13
Nurul Irfan, Fiqh Jinayah, 141. 14
Hussein Khallid Bahreisj, Himpunan Hadist Shahih Muslim, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1987), 241-242.
15
29
berbeda antara satu pelaku dan pelaku lainnya, tergantung kepada setatus
merekadan kondisi-kondisi lain yang menyertainya.16
Secara umum ketiga hasist tersebut menjelaskan tentang eksistensi
takzir dalam syariat Islam, adapun tindakan sahabat yang dapat dijadikan
dasar hukum untuk jarimah dan hukuman takzir antara lain tindakan
Sayyidina Umar bin Khattab ketika ia melihat seseorang yang
menelentangkan seekor kambing untuk disembelih, kemudian ia mengasah
pisaunya. Khalifah Umar memukul orang tersebut dengan cambuk dan ia
berkata: “asah dulu pisau itu!”17
C. Pembagian Takzir
Pembagian jenis tindak pidana takzir tidak dapat ditentukan
banyaknya, sedangkan pada tindak pidana hudud dan kisas sudah
ditentukan jumlah dan jenisnya. Hukum Islam hanya menentukan sebagian
tindak pidana takzir, yaitu perbuatan-perbuatan yang selamanya akan tetap
dianggap sebagai tindak pidana, seperti riba, menghianati janji, memaki
orang, menyuap dan sebagainya.18
Ulama fikih membagi takzir menjadi dua bentuk, yaitu:19 (1)
at-takzir ala al-ma’asi merupakan takzir terhadap perbuatan maksiat dan (2)
at-takzir li al-maslahah al-„ammah merupakan takzir untuk kemaslahatan
16
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, 253. 17
Ibid., 253. 18
Abdul Qodir Audah, Ensiklopedia Hukum Pidana Islam I, (Jakarta: PT Kharisma Ilmu, 2007), 100.
19
30
umum. Perbedaan kedua bentuk takzir ini terletak pada hukum tindak
pidana tersebut. Tindak pidana dalam at-takzir ala al-ma’asi hukumnya
haram selamanya dan bersifat maksiat, sedangkan tindak pidana dalam
at-takzir li al-maslahah al’ammah hukumnya dilarang apabila memenuhi
syarat-syarat tertentu, karena pada dasarnya tindakan itu sendiri tidak
bersifat maksiat.
Menurut ahli fikih20 terhadap at-takzir ala al-ma’asi terhadap
maksiat adalah melakukan perbuatan yang diharamkan oleh syarak dan
meninggalkan perbuatan yang diwajibkan oleh syarak. Perbuatan maksiat
ini tidak hanya menyangkut terhadap hak-hak Allah SWT, melainkan juga
yang menyangkut hak-hak pribadi, misalnya syarak menentukan bahwa
salat itu wajib, sedang memakan bab dan meminum-minuman keras adalah
haram. Apabila seseorang memakan babi, meminum-minuman keras dan
tidak mengerjakan salat, maka ketiga perbuatan itu disebut sebagai
perbuatan maksiat, dan pelakunya dikenakan hukuman takzir.
Sedangkan, menurut ulama ahli fikih21 terhadap at-takzir
al-maslahah al-„ammah pada prinsipnya jarimah takzir tersebut adalah
perbuatan-perbuatan yang bersifat maksiat atau perbuatan yang di
haramkan . Sifat yang membuat keharaman itu adalah terkait dengan
gangguan, kemaslahatan, dan keamanan masyarakat negara.
20
Ibid., 1773. 21
31
Abdul Aziz Amir membagi jarimah takzir secara rinci menjadi
beberapa bagian, yaitu:22
a. Jarimah takzir yang berkaitan dengan pembunuhan
Pembunuhan diancam dengan hukuman mati, apabila hukuman
mati dimaafkan maka hukumannya diganti dengan diat, apabila
hukuman diat dimaafkan juga maka ulil amri berhak menjatuhkan
hukuman takzir apabila hukuman tersebut dipandang lebih maslahat.23
Kasus lain yang berkaitan dengan pembunuhan yang diancam
dengan takzir adalah percobaan pembunuhan apabila percobaan
tersebut dapat dikategorikan kepada maksiat.
b. Jarimah takzir yang berkaitan dengan pelukaan24
Menurut Imam Malik, hukuman takzir dapat digabungkan dengan
qisas dalam jarimah pelukaan, karena qisas merupakan hak adami,
sedangkan takzir sebagai imbalan atas hak masyarakat. Di samping itu
takzir juga dapat dikenakan terhadap jarimah pelukaan apabila qisasya
dimaafkan atau tidak bisa dilaksanakan karena suatu sebab yang
dibenarkan oleh syara’.
Menurut mazhab Hanafi, Syafi’i dan Hanbali, takzir juga dapat
dijatuhkan terhadap orang yang melakukan jarimah pelukaan dengan
berulang-ulang, di samping dikenakan hukuman qisas.
22
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), 255. 23
Ibid,. 256. 24
32
c. Jarimah takzir yang berkaitan dengan kejahatan terhadap kehormatan
dan kerusakan akhlak
Jarimah takzir yang berkaitan dengan kejahatan terhadap
kehormatan dan kerusakan akhlaq ini berkaitan dengan jarimah zina,
menuduh zina, dan penghinaan. Di antara kasus perzinaan yang
diancam dengan takzir adalah perzinaan yang tidak memenuhi syarat
untuk dikenakan had, atau terdapat syubhat dalam pelakunya,
perbuatannya, atau tempatnya.25
Demikian kasus percobaan zina dan perbuatan-perbuatan prazina,
seperti meraba-raba, berpelukan dengan wanita atau lelaki yang bukan
muhrimnya, tidur bersama tanpa hubungan seksual, dan sebagainya.
Penuduhan zina yang dikategorikan kepada takzir adalah apabila
orang yang dituduh itu bukan orang mukhshan. Kriteria mukhshon menurut para ulama adalah berakal, baligh, Islam, dan iffah (bersih
dari zina). Apabila seseorang tidak memiliki syarat syarat tersebut
maka ia termasuk ghairu muhshon termasuk juga terhadap takzir, penuduhan terhadap sekelompok orang yang sedang berkumpul
dengan tuduhan zina, tanpa menjelaskan orang yang dimaksud.
Demikian pula tuduhan zina dengan kinayah (sindiran), menurut pendapat Imam Abu Hanifah termasuk dalam takzir bukan hudud
25
33
Adapun tuduhan tuduhan selain tuduhan zina digolongkan kepada
penghinaan dan statusnya masuk dalam takzir, seperti tuduhan
mencuri, mencaci maki, dan sebagainya.
d. Jarimah takzir yang berkaitan dengan harta
Jarimah yang berkaitan dengan harta adalah jarimah pencurian
dan perampokan. Apabila kedua ja>rimah tersebut telah terpenuhi syarat syaratnya maka pelaku dikenakan hukuman had. Akan tetapi,
apabila syarat untuk dikenakannya hukuman h}ad tidak terpenuhi maka pelaku tidak dikenakan hukuman had, melainkan hukuman takzir.26
Jarimah yang termasuk dalam kedua jenis ini antara lain seperti
percobaan pencurian, pencopetan, meng-ghasab. Termasuk juga
kedalam kelompok takzir pencurian karna danya syubhat, seperti
pencurian oleh keluarga dekat.
e. Jarimah takzir yang berkaitan dengan kemaslahatan individu
Jarimah takzir yang termasuk dalam kelompok ini, antara lain
seperti saksi palsu, berbohong ( tidak memberikan keterangan yang
benar) di depan sidang pengadilan, dll.27
f. Jarimah takzir yang berkaitan dengan keamanan umun
Jarimah takzir yang termasuk dalam kelompok ini adalah,28
1) Jarimah yang mengganggu keamanan negara atau pemerintah
2) Suap
26
Ibid., 256. 27
Ibid,. 257. 28
34
3) Tindakan melampaui batas dari pegawai atau pejabat atau lalai
dalam menjalankan kewajiban.
4) Pelayanan yang buruk dari aparatur pemerintah terhadap
masyarakat.
5) Melawan petugas pemerintah dan membangkang terhadap
peraturan pemerintah.
6) Melepaskan nara pidana dan menyembuyikan burunan (penjahat)
7) Pemalsuan tanda tangan dan stempel
8) Kejahatan yang berkaitan dengan ekonomi seperti mengurangi
timbangan dan takaran.
D. Jenis-Jenis Sanksi Takzir
Hukum Islam tidak menentukan macam-macam hukuman untuk
tiap-tiap tindak pidana takzir, tetapi hanya menyebutkan sekumpulan
hukuman, dari yang paling ringan hingga hukuman yang paling berat.
Dalam hal ini hakim diberi kebebasan untuk memilih hukuman-hukuman
yang sesuai dengan macam tindak pidana takzir serta keadaan sipelaku.29
Abdul Qodir Audah, Abdul Aziz Amir, dan Ahmad Fathi Bahnasi,
ketiganya adalah pakar hukum pidana Islam, mengemukakan beberapa
bentuk hukuman takzir yang terdapat dalam nas, yaitu:30
29
Abdul Qodir Audah, Ensiklopedia Hukum Pidana Islam I, 100. 30
35
1. Hukuman peringatan, ancaman hardikan, dera, dan pukul.
2. Hukuman penjara baik yang bersifat sementara ataupun sebagai
hukuman tetap.
3. Hukuman penyaliban
4. Hukuman pembunuhan.
5. Hukuman pembuangan.
6. Hukuman penyebarluasan berita tindak pidana.
7. Hukuman pemisahan tembat tidur bagi istri yang nusyus.
8. Hukuman melepaskan jabatan.
9. Hukuman berupa ketidaklayakkan seseorang dalam suatu hak.
10.Hukuman penyitaan harta.
11.Hukuman denda
Hukuman takzir jenisnya beragam namun secara garis besar dapat
dikelompokkan menjadi empat kategori, yaitu:
1. Hukuman takzir yang mengenai badan, seperti hukuman mati dan jilid
(dera).
a. Hukuman Mati
Sebagaimana diketahui, takzir mengandung arti mendidik
dan pengajaran. Dari pengertian itu, dapat kita pahami bahwa
tujuan takzir adalah mengubah si pelaku menjadi orang yang baik
kembai dan tidak melakukan kejahatan yang sama di waktu yang
lain.31
31
36
Dengan maksud pendidikan tersebut, keberadaan sipelaku
setelah melakukan suatu jarimah harus dipertahankan, si pelaku
harus tetap hidup setelah hukuman dijatuhkan agar tujuan
pendidikan dapat tercapai. Oleh karena itu, hukuman yang
diberikan kepada si pembuat jarimah tidaklah sampai
membinasakan pelaku jarimah, tujuan mendidik untuk kembali
kejalan yang benar, tidak akan tercapai. Namun demikian apabila
hal ini tidak mampu memberantas kejahatan, si pelaku mengulangi
lagi kejahatan yang sama atau mungkin lebih variatif jenis
kejahatannya. Dalam hal ini satu-satunya cara untuk mencegah
kejahatan tersebut adalah melenyapkan si pelaku agar dampak
negatifnya tidak terus bertambah dan mengancam kemaslahatan
yang lebih luas lagi.
Hukuman ini juga berlaku bagi mereka yang melakukan
kejahatan yang dapat membahayakan bangsa dan negara,
membocorkan rahasia negara yang sangat penting untuk
kepentingan musuh negara atau mengedarkan atau
menyelundupkan barang-barang berbahaya yang dapat merusak
generasi bangsa seperti narkoba dan sejenisnya.
Dari uraian tersebut jelas bahwa hukuman mati untuk
jarimah takzir,hanya dilakukan dalam jarimah-jarimah yang sangat
berat dan berbahaya dengan syarat-syarat sebagai berikut:32
32
37
1) Bila pelaku adalah residivis yang tidak pernah jera dengan
hukuman-hukuman hudud selain hukuman mati.
2) Harus dipertimbangkan betul-betul dampak kemaslahatan
terhadap masyarakat dan pencegahan terhadap kerusakan yang
menyebar di muka bumi.
Adapun alat yang digunakan untuk melaksanakan
hukuman mati sebagai takzir tidak ada keterangan yang pasti. Ada
yang mengatakan boleh denagn pedang dan ada pula yang
mengatakan boleh dengan alat listrik, seperti kursi listrik. Namun
kebanyakan ulama memilih pedang sebagai alat eksekusi, karena
pedang mudah digunakan dan tidak menganiaya terhukum, karena
kematian terhukum dengan menggunakan pedang akan lebih
cepat.33
b. Hukuman Jilid
Hukuman jilid (cambuk) merupakan hukuman pokok dalam
syariat Islam. Untuk jarimah hudud hanya ada beberapa jarimah
yang dikenakan hukuman jilid seperti, zina, qadhaf, dan minum
khamer, sedang untuk jarimah-jarimah takzir jumlahnya tidak
ditentukan. Meskipun demikian, untuk jarimah-jarimah takzir yang
berbahaya, hukuman jilid lebih diutamakan dikarenakan:34
1) Hukuman jilid lebih banyak berhasil dalam memberantas para
penjahat yang telah biasa melakukan tindak pidana
33
Ibid., 260. 34
38
2) Hukuman jilid mempunyai dua batas, yaitu batas tertinggi dan
batas terendah, sehingga hakim dapat memilih jarimah jilid
yang ada di antara dua hukuman
3) Biaya pelaksanaannya tidak merepotkan keuangan negara. Di
samping itu hukuman tersebut, tidak mengganggu kegiatan
usaha terhukum, sehingga keluarga tidak terlantar, karena
hukuman jilid dapat dilakukan seketika dan setelah itu
terhukum bisa bebas
4) Dengan hukuman jilid, pelaku dapat terhindar dari
akibat-akibat buruk hukuman penjara seperti rusaknya akhlaq dan
kesehatan
Alat yang digunakan untuk hukuman jilid ini adalah
cambuk yang pertengahan (sedang, tidak terlalu besar dan tidak
terlalu kecil) atau tongkat. Pendapat ini juga dikemukakan oleh
Imam Ibn Taimiyah, dengan alasan sebaik-baiknya perkara adalah
pertengahan.
Adapun sifat atau cara pelaksanaan hukuman jilid masih
diperselisihkan oleh para fuqaha. Menurut hanafiyah, jilid sebagai
takzir harus dicambukkan lebih keras dari pada jilid dalam
hukuman had agar dengan hukuman takzir terhukum akan menjadi
jera, di sampinga karena jumlahnya lebih sedikit dari pada dalam
had. Alasan yang lain adalah bahwa semakin keras cambukan itu
39
Hanafiyah menyamakan sifat jilid dalam takzir dengan sifat takzir
dalam h}udud.35
Apabila yang dihukum takzir itu laki-laki maka baju yang
menghalangi sampainya cambuk ke kulit harus dibuka. Akan tetapi
apabila terhukum itu seorang perempuan maka bajunya tidak boleh
dibuka, karena jika demikian akan terbukalah auratnya. Pukulan
atau cambukan tidak boleh diarahkan ke muka, farji, dan kepala,
melainkan diarahkan ke bagian punggung, hal ini didasarkan pada
atsar sahabat Umar yang mengatakan kepada eksekutor jilid36
رَفلا ي ْأرلاي ِرضتيْنَأي ايِأ
“Hindarilahuntuk memukul kepala dan farji”
Imam Abu Yusuf menambahkan tidak boleh mencambuk
pada bagian dada dan perut, karena pukulan pada bagian tersebut
bisa membahayakan terhukum. Dari uraian tersebut, dapat
dipahami bahwa hukuman jilid tidak boleh sampai menimbulkan
cacat dan membahayakan organ-organ tubuh orang yang di hukum.
2. Hukuman yang berkaitan dengan kemerdekaan seseorang
a. Hukuman penjara
Dalam hukum Islam berbeda dengan hukum positif.
Menurut hukum Islam, penjara dipandang bukan sebagai hukuman
utama, tetapi hanya dianggap sebagai hukuman kedua atau
35
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, 260. 36
40
hukuman pilihan. Hukuman pokok dalam syariat Islam bagi
perbuatan yang tidak diancam dengan hukuman hadd adalah
hukuman jilid. Biasanya hukuman ini hanya dijatuhkan bagi
perbuatan yang dinilai ringgan saja atau yang sedang-sedang
saja.Dalam syariat Islam hukuman penjara hanya dipandang
sebagai alternatif dari hukuman jilid. Karena hukuman itu pada
hakikatnya untuk mengubah terhukum menjadi lebih baik. Dengan
demikian, apabila dengan pemenjaraan, tujuan tersebut tidak
tercapai, hukumannya harus diganti dengan yang lainnya yaitu
hukuman jilid. Hukuman penjara dibagi menjadi dua jenis yaitu
hukuman penjara terbatas dan hukuman penjara tidak terbatas.37
Hukuman penjara terbatas yaitu hukuman yang dibatasai
lamannya hukuman yang dijatuhkan dan harus dilaksankan
terhukum, sedangkan hukuman penjara tidak terbatas adalah dapat
berlaku sepanjang hidup, sampai mati atau sampai si terhukum
bertaubat seperti pembunuhan, homoseksual, pencurian. Jadi pada
prinsipnya penjara seumur hidup itu hanya dikenakan bagi tindak
pidana yang berat-berat.
b. Hukuman Pengasingan
Hukuman pengasingan termasuk dalam hukuman had yang
diterapkan untuk pelaku tindak pidana hirabah (perampokan) yang
berdasarkan pada surah al-Maidah ayat 33, meskipun hukuman
37
41
pengasingan had, namun dalam praktiknya hukuman tersebut
ditetapkan juga sebagai hukuman takzir.38
Hukuman pengasingan ini dijatuhkan kepada pelaku
jarimah yang dikhawatirkan berpengaruh kepada orang lain
sehingga pelakunya harus dibuang (diasingkan) untuk
menghindarkan pengaruh-pengaruh tersebut, seperti, orang yang
berperilaku mukhannats (waria), yang pernah dilakukan oleh Nabi
dengan mengasingkannya ke luar Madinah.
Adapun lamanya pengasingan tidak memiliki batasan, akan
tetapi menurut Syafi’i dan Hanabilah masa pengasingan tidak
boleh lebih dari satu tahun agar tidak melebihi masa pengasingan
dalam jarimah zina yang merupakan hukuman had.
c. Larangan menikah, umar melaksanakan cara ini kepada seorang
wanita yang ingin menggauli budak laki-lakinya.39
3. Hukuman takzir yang berkaitan dengan harta, seperti denda,
penyitaan/perampasan harta, dan penghancuran barang.
Para ulama berbeda pendapat tentang dibolehkannya hukuman
takzir dengan cara mengambil harta. Menurut Imam Abu Hanifah,
hukuman takzir dengan cara mengambil harta tidak dibolehkan.
Pendapat ini diikuti oleh muridnya, yaitu Muhammad ibn Hasan,
tetapi muridnya yang lain, yaitu Imam Abu Yusuf membolehkannya
38
Ibid,. 264.
39 Muhammad Rawwas Qal’ahji,
Ensiklopenia Fiqih Umar bin Khathab ra, (Jakarta: PT Raja
42
apabila dipandang membawa kemaslahatan. Pendapat ini diikuti oleh
Imam Malik, Imam Syafii, dan Imam Hanbali.40
4. Hukuman-hukuman lain
a. Ancaman
Imam Abburrazak meriwayatkan bahwa ada seorang
laki-laki pernah menghina suatu kaum, kemudian ada seorang laki-laki-laki-laki
dari mereka datang dan Umar berkata “Lidahnya untuk kalian”.
Selanjutnya Umar memanggil orang tersebut dan berkata
“Janganlah kalian laksanakan apa yang saya katakan tadi, saya
mengatakan hal itu kepada semua orang agar apa yang telah
dilakukannya itu tidak diulangi lagi.41
b. Peringatan keras
Hukuman ini dapat dilakukan diluar sidang pengadilan
dengan mengutus seseorang yang dipercaya oleh hakim yang
menyampaikannya kepada pelaku, hal itu dilakukan karena hakim
memandang bahwa perbuatan yang dilakukan oleh pelaku tidak
berbahaya.42
c. Dihadirkan di hadapan sidang
Apabila pelaku membangkang atau berbuat cukup
membahayakan maka pelaku dapat dipanggil ke hadapan sidang
untuk diberi peringatan keras, yang secara langsung disampaikan
oleh hakim, bagi orang tertentu hukuman ini sudah cukuo efektif
40
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, 265. 41 Muhammad Rawwas Qal’ahji,
Ensiklopenia Fiqih Umar bin Khathab ra, 581.
42
43
karena sebagian orang ada yang merasa cukup takut dan gemetar
dalam menghadapi meja hijau.43
d. Nasihat
Hukuman ini di dasarkan kepada firman Allah dalam surah
an-Nisaa’ ayat 34 yang artinya “wanita-wanita yang kamu
khawatirkan nusyuznya maka nasihatilah mereka”, Nusyus-nya
istri yang tidak taat kepada suami merupakan perbuatan maksiat
yang tidak dikenakan hukuman had dan tidak pula kafarat, oleh
karenanya dikenakan hukuman takzir.44
e. Celaan
Dasar hukum untuk celaan sebagi hukuman takzir bahwa
suatu ketika seorang hamba sahaya yang berkulit hitam
mengadukan Abdurrahman ibn Auf kepada Nabi saw, karena
pengaduan itu Abdurrahman ibn Auf marah dan menghina hamba
tersebut dengan kata
َءاد سلا بااي
, yang artinya “wahai anak yanghitam kelam!”. Mendengar kata-kata itu Rasulullah saw sangat
marah dan mengangkat tangannya sambil bersabda:
ييييييييييييييييييِ حْلا