• Tidak ada hasil yang ditemukan

QUR’ANIC HEALING SEBAGAI PSIKOTERAPI DALAM MENANGANI DEPRESI PADA LANSIA DI PANTI TRESNA WERDHA HARGO DEDALI SURABAYA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "QUR’ANIC HEALING SEBAGAI PSIKOTERAPI DALAM MENANGANI DEPRESI PADA LANSIA DI PANTI TRESNA WERDHA HARGO DEDALI SURABAYA."

Copied!
135
0
0

Teks penuh

(1)

QUR’ANIC HEALING SEBAGAI PSIKOTERAPI DALAM MENANGANI DEPRESI PADA LANSIA DI PANTI TRESNA WERDHA HARGO

DEDALI SURABAYA

Skripsi

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh:

Mutawally

NIM. B53212085

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM

JURUSAN DAKWAH

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

Abstrak

Mutawally (B53212085), Qur’anic Healing Sebagai Psikoterapi Dalam Menangani Depresi pada Lansia di Panti Tresna Werdha Hargo Dedali Surabaya

Depresi merupakan gangguan psikopatologis yang dapat menyerang setiap orang, muda maupun tua. Gangguan ini biasanya ditandai dengan adanya indikasi-indikasi depresif, seperti menarik diri dari lingkungan, gangguan tidur, dan lain-lain. Pada umumnya gangguan ini merupakan jenis penyakit mental yang seringkali dialami oleh individu di periode akhir perkembangan , yaitu di usia lanjut. Usia lanjut dikenal sebagai usia yang rentan terhadap terjadinya depresi, mengingat pada usia tersebut individu memasuki puncak dari kehidupan yang dipenuhi dengan kompleksitas masalah, mulai dari masalah kesehatan, ekonomi, sosial, psikologis dan lain-lain, bahkan parahnya sampai dengan permasalahan kekhawatiran dan ketidaksiapan mengalami kematian. Untuk itu perlu adanya sebuah terapi penyembuhan untuk masalah-masalah di atas sebagaimana terapi yang dijelaskan dalam penelitian ini dengan menggunakan qur’anic healing

(penyembuan qur’ani) untuk mengatasi masalah depresi pada lansia akibat meninggalnya anak angkatnya dan akibat dimasukkan ke dalam panti jompo bukan atas dasar keinginan klien sendiri.

Penelitian ini berangkat dari beberapa rumusan permasalahan, yaitu: (1) Bagaimana bentuk depresi yang terjadi pada lansia di Panti Tresna Werdha Hargo Dedali Surabaya? (2) Bagaimana proses pelaksanaan qur’anic healing dalam menangani depresi pada lansia di Panti Tresna Werdha Hargo Dedali Surabaya? (3) Sejauh mana hasil akhir dari pelaksanaan qur’anic healing dalam menangani depresi lansia di Panti Tresna Werdha Hargo Dedali Surabaya? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus yang datanya diperoleh dari hasil wawancara dengan beberapa informan, observasi, dan dokumentasi. Dalam menganalisa data, peneliti menggunakan metode kualitatif deskripif analisis, yaitu dengan cara intepretasi data kemudian data tersebut dianalisa dari awal hingga akhir penelitian. Adapun hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) Bentuk depresi yang terjadi pada lansia di Panti Tresna Werdha Hargo Dedali Surabaya adalah kategori sedang, (2) Metode dari terapi ini berdasarkan tahapan-tahapan

konseling dan metode dan teknik penyembuhan qur’ani yang terdiri dari pra -terapi, proses -terapi, dan akhir -terapi, (3) Adapun hasil akhir dari terapi qur’ani ini (qur’anic healing) adalah dengan predikat “cukup berhasil” hal ini disebabkan

70% dari indikator masalah dapat teratasi dengan metode penyembuhan qur’ani

(qur’anic healing).

(7)

DAFTAR ISI

JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Definisi Konsep ... 9

F. Metode Penelitian ... 11

G. Sistematika Pembahasan ... 19

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

d) Qur’anic Healing Sebagai Psikoterapi ... 39

2. Depresi ... 43

a) Pengertian Depresi ... 43

b) Macam-Macam Depresi ... 45

c) Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Depresi ... 47

d) Ciri-Ciri dan Gejala Depresi ... 51

3. Lansia ... 54

a) Pengertian lansia ... 54

b) Batasan-Batasan Lansia ... 55

c) Karakteristik Lansia ... 56

d) Penyakit yang Sering Dijumpai pada Lansia ... 57

e) Permasalahan yang terjadi pada Lansia ... 57

(8)

BAB III : PENYAJIAN DATA

A. Deskripsi Umum Obyek Penelitian ... 63

1. Gambaran Lokasi Penelitian ... 63

2. Deskripsi Konselor ... 71

3. Deskripsi Klien ... 72

4. Deskripsi Masalah ... 75

B. Deskripsi Hasil Penelitian ... 76

1. Bentuk-Bentuk Depresi yang Terjadi pada Lansia di Panti Tresna Werdha Hargo Dedali Surabaya ... 76

2. Proses Pelaksanaan Qur’anic Healing Dalam Menangani Terjadinya Depresi pada Lansia ... 80

3. Hasil Akhir Qur’anic Healing Dalam Mengatasi Depresi pada Lansia di Panti Tresna Werdha Hargo Dedali Surabaya ... 105

BAB IV : ANALISIS DATA A. Analisis Tentang Bentuk-Bentuk Depresi yang Terjadi pada Lansia di Panti Tresna Werdha Hargo Dedali Surabaya ... 108

B. Analisis Tentang Proses Pelaksanaan Qur’anic Healing Dalam Menangani Depresi pada Lansia ... 112

C. Analisis Tentang Hasil Akhir Qur’anic Healing Dalam Menangani Depresi pada Lansia ... 115

BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ... 118

B. Saran ... 119

(9)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Qur’an merupakan kitab teragung yang diturunkan di muka bumi ini, salah satu bentuk keagungannya terletak pada keindahan, keserasian, dan keseimbangan kata-katanya, ditambah lagi isyarat-isyarat ilmiahnya yang sungguh mengagumkan ilmuwan masa kini.1 Kemuliaan al-Qur’an tidak semata-mata ditunjukkan oleh isi kandungan ajarannya yang tidak dapat ditandingi oleh jin dan manusia, namun karena keotentikannya yang berasal dari Allah SWT, yang ditujukan bagi manusia dan semesta. Sehingga demikian, al-Qur’an telah memberi nafas baru dan warisan panutan untuk diikuti bagi seluruh manusia.2

Al-Qur’an diturunkan oleh Allah dan memperkenalkan dirinya sebagai Hu-dan li

al-nas (petunjuk bagi seluruh manusia). Kehadirannya dijelaskan dalam al-Qur’an untuk

memberi putusan dan jalan keluar terbaik bagi problem-problem kehidupan manusia.3 Inilah fungsi utama kehadirannya, sebagai upaya mewujudkan kehidupan manusia yang bahagia baik di dunia maupun di akhirat nanti.4

Untuk mewujudkan kehidupan manusia yang bahagia, al-Qur’an hadir dengan berbagai macam fungsi dan keistimewaan. Di antara salah satu keistimewaannya adalah al-Qur’an sebagai syifa’ (penyembuh).5 Al-Qur’an dapat berfungsi sebagai syifa’ bagi orang-orang yang beriman atas berbagai macam penyakit baik fisiologis maupun

1

Quraish Shihab, Lentera al-Qur’an (Jakarta: Mizan, 2008), hal. 23.

2

Irfan Ramadhan, menyingkap Jin dan Dukun”Hitam Putih” Indonesia, Cet I (Surabaya: Halim Jaya, 2011), hal. 393.

3

QS 2: 213

4

Quraish Shihab, Lentera al-Qur’an (Jakarta: Mizan, 2008), hal. 26.

5

(10)

2

psikologis, dan bagi orang yang mengetahui dan mengamalkannya dapat berfungsi sebagai syifa’ dari penyakit kebodohan.6

Lewat beberapa ayat-Nya, Allah SWT telah mengisyaratkan bahwa al-Qur’an merupakan obat penyembuh dan penawar atas berbagai macam penyakit, baik itu penyakit yang bersumber dari jasmani maupun ruhani. Allah SWT berfirman:

orang-orang yang zalim selain kerugian.”(QS. Al-Isra’: 82)7



“Hai manusia, Sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk

serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Yunus: 57)8

Di samping dasar-dasar dari doktrin al-Qur’an, terdapat beberapa hadith Nabi SAW yang menjadi dasar keabsahan penyembuhan qur’ani (qur’anic healing). Ibnu

A’bbas meriwayatkan bahwa seorang wanita datang dengan membawa anaknya kepada

Rasulullah SAW. dan berkata:

Artinya:

“Telah menceritakan kepada kami Yazid telah mengabarkan kepada kami

Hammad bin Salamah dari Farqad As Sabakhi dari Sa'id bin Jubair dari Ibnu 'Abbas; bahwa seorang perempuan datang dengan anaknya kepada

6

Aswadi, Konsep Syifa’ dalam al-Qur’an (Jakarta: Direktorat pendidikan Tinggi Islam, Direktorat Jendral Pendidilan Tinggi Islam, Kementrian Agama RI, 2012), hal. 5.

7

Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya (Semarang: CV Toha Putra, 1989), hal. 429.

8

(11)

3

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan berkata; "Ya Rasulullah sesungguhnya ia memiliki penyakit gila dan (penyakit) itu menyerangnya saat dia makan, sehingga dia merusak makanan kami." Ibnu 'Abbas berkata; "Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengusap dadanya dan berdoa. Maka anak itu pun muntah lalu keluar dari tubuhnya seperti anak

anjing berwarna hitam lalu ia sembuh." (HR. Imam Ahmad)9

Secara implisit ayat dan hadith di atas menjelaskan tentang kedudukan al-Qur’an maupun Hadith sebagai media yang berfungsi sebagai penyembuh (Syifa’). Sebagaimana ayat al-Qur’an di atas menyebutkan bahwa al-Qur’an disamping sebagai rahmat juga sebagai petunjuk untuk penyembuhan atau obat.10 Quraish Shihab ketika menafsirkan - dalam tafsir al-Misbah QS. Yunus [10] : 57 di atas, mengemukakan bahwa al-Qur’an adalah Syifaun Lima fi as-Shudur (obat bagi yang terdapat dalam dada). Penyebutan kata “dada” yang diartikan dengan hati menunjukkan bahwa wahyu-wahyu Ilahi itu

berfungsi menyembuhkan penyakit-penyakit ruhani (psikologis), seperti ragu, dengki, takabbur, dan semacamnya.11

Al-Qur’an tidak hanya dapat dipersepsi sebagai sebuah teks suci yang berisi petunjuk dan hukum-hukum normatif saja, atau sebagai sebuah kemukjizatan pada aspek ilmu balaghah dan ilmu kalamnya, akan tetapi di sana terkandung mukjizat pengobatan, yaitu khasiat yang telah ditetapkan oleh Allah di dalam ayat-ayat kitab-Nya.12

Penyembuhan dengan menggunakan ayat-ayat al-Qur’an atau disebut juga dengan

penyembuhan qur’ani, sumber utama kekuatannya adalah sebentuk doa yang dalam

bahasa arab biasa disebut sebagai ruqyah.13

Ruqyah adalah doa dan bacaan-bacaan dari al-Qur’an dan sunnah yang

mengandung permintaan tolong dan perlindungan kepada Allah SWT, dengan harapan

9

Ahmad bin Muhammad bin Hambal bin Hilal bin Asad Al Marwazi Al Baghdadi, Musnad al-Imam Ahmad bin Hambal, Nomor Hadith 2026 (Beirut: Darul Fikr, tt)

10

Basri Iba Asghary, Solusi al-Qur’an (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), hal. 1.

11

M Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah (Jakarta: Lentera Hati, 2007), hal. 103.

12

Abdeddaem Kaheel, Obati dirimu dengan al-Qur’an, terjemahan Moh Syairozi (Tanggerang Selatan: Iniperbesa, 2015), hal. 26.

13

(12)

4

menjadi ikhtiar untuk pencegahan dan kesembuhan dari berbagai macam penyakit fisik, psikis, gangguan jin dan sihir serta pembentengan diri dari segala marabahaya.14 Bentuk pengobatan terapi al-Qur’an ini adalah menggunakan bacaan dari ayat-ayat dan doa-doa yang ma’tsur (diajarkan oleh Rasulullah SAW) kepada diri sendiri maupun orang lain.15

Dalam masyarakat Islam di Indonesia, praktek pelaksanaan terapi qur’ani

(ruqyah) mengalami perkembangan yang cukup signifikan dalam beberapa tahun

terakhir. Minat masyarakat untuk mengikuti pengobatan alternatif ini cukup tinggi terutama untuk mengobati penyakit yang diakibatkan oleh kesurupan jin, santet, dan sihir. Bahkan sejumlah TV swasta ternama ikut mensosialisasikan dan menayangkannya. Gencarnya praktek pengobatan Islam ini dibuktikan dengan banyaknya pendirian pengobatan Islam (ruqyah) di beberapa kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Semarang, Medan, Purwakerto, dan beberapa kota besar lainnya.

Sungguhpun metode pengobatan qur’ani menunjukkan kecenderungan yang positif

untuk pengobatan, akan tetapi kecenderungan metode ini belum mampu mengubah pola berpikir masyarakat untuk mau menerima pengobatan dan menggunakan metode ini secara total. Pada beberapa kasus misalnya, beberapa orang lebih memilih menggunakan pengobatan konvensional yang jauh lebih modern daripada menggunakan metode pengobatan alternatif ini. Padahal metodologis qur’anic healing (ruqyah) ini telah dikuatkan lewat penelitian yang dilakukan Dr. Al-Qadhi di Klinik Akbar kota Florida, Amerika Serikat, yang dikutip Malik Badri, membuktikan bahwa orang yang mendengarkan al-Qur’an baik yang paham bahasa arab, maupun tidak. Seorang Muslim akan merasakan perubahan psikologis dan fisiologis terhadap dirinya. Di antara perubahan psikologis yang ditemukan adalah berupa penurunan tingkat kecemasan dan kegelisahan di satu pihak, dan munculnya rasa bahagia, stabilitas emosi, kejernihan

14

Perdana Ahmad, Self Healing dengan Energi Ruqyah. (Jakarta: Adamssein media group, 2015), hal. 2.

15

(13)

5

fikiran, perasaan puas, dan damai di pihak lain. Sedangakan perubahan fisiologis yang ditemukan sebagai efek dari mendengarkan ayat-ayat al-Qur’an adalah berupa menurunnya tekanan darah, menurunnnya detak jantung, dan meningkatnya kekebalan terhadap berbagai jenis penyakit. Dalam keseluruhannya, hasil eksperiment yang dilakukan Dr. Al-Qadhi menunjukkan bahwa 97% dari keseluruhan kasus, ternyata

al-Qur’an membawa pengaruh pada hadirnya perasaan tenang yang nyata.16

Berdasarkan banyaknya hasil penelitian yang telah dilakukan dan banyaknya ayat maupun hadith Nabi yang menjelaskan kedudukan al-qur’an sebagai obat penyembuhan yang sempurna, maka sebagai bentuk realisasi dari isyarat kesempurnaan itu, kemudian muncul upaya dari penulis untuk menspesifikkan bagian dari cakupan penyembuhan

qur’ani ini, yaitu sebagai penyembuhan bagi gangguan depresi yang bersifat

psikopatologis.

Depresi adalah suatu kelainan alam perasaan berupa hilangnya minat atau kesenangan dalam aktivitas-aktivitas yang biasa dilakukan sehari-hari dan pada waktu yang lampau.17 Depresi sendiri dapat digolongkan sebagai gangguan emosional (afektif, mood) yang bersifat tertekan, sedih, tidak berharga, tidak mempunyai semangat dan pesimis terhadap hidup mereka.18

Depresi merupakan gangguan psikologis yang paling umum terjadi pada tahun-tahun terakhir kehidupan individu. Blazer menyatakan bahwa salah satu golongan yang sangat berpotensi mengalami gangguan ini adalah golongan lanjut usia.19 Hal ini diakibatkan bahwa pada usia lanjut terjadi berbagai perubahan fisik ataupun adanya penurunan fungsi kognitif pada individu tersebut. Sehingga adanya penurunan fungsi

16

Malik Badri, Fikih Tafakkur: Dari perenungan menuju Kesadaran sebuah Pendekatan Psikoterapi Islam (Solo: Era Intermedia, 2001), hal. 82.

17

MC Towsend, Diagnosa Keperawatan pada Pasien Psikiatri Edisi 3 (Jakarta: ECG, 1998), hal. 98.

18

Kusumawardhani, dkk. Buku Ajar : Psikiatri. (Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. 2010). Hal.

19

(14)

6

fisiologis yang sering dialami oleh lansia tersebut dapat menyebabkan timbulnya berbagai gangguan misalnya adalah gangguan depresi.

Banyaknya fenomena depresi di akhir-akhir kehidupan lansia merupakan sebuah realitas sosial yang tidak bisa dipungkiri keberadaannya. Keadaan tersebut telah mendorong banyak pihak untuk melakukan penelitian, dan di antara banyaknya hasil penelitaian disimpulkan bahwa terjadinya depresi pada lansia pada umumnya disebabkan oleh pelbagai masalah, yaitu masalah ekonomi, masalah sosial, masalah kesehatan, dan masalah psikologis. Pada masalah psikologis misalnya, para lansia diliputi kesepian, keterasingan dari lingkungan, ketidakberdayaan, perasaan tidak berguna, kurang percaya diri, ketergantungan, post power syndrom dan berkurangnya dukungan keluarga dan lingkungan. Belum lagi ditambah dengan persoalan kematian, sehingga faktor ketidaksiapan dan rasa takut terkadang menjadi indikator terjadinya kecemasan dan ketidakdamaian hati dan tidak jarang berujung pada depresi.

Berdasarkan penjelasan di atas, tentang masalah depresi pada lansia, penulis menemukan fenomena banyaknya lansia yang depresi di Panti Tresna Werdha Hargo Dedali Surabaya, dalam data pustaka dan lapangan yang penulis peroleh menyebutkan bahwa 53% dari jumlah penghuni panti yang berjumlah 30 orang tersebut mengalami gangguan depresi dengan 3 kategori, yaitu kategori ringan 10 orang, sedang 3 orang dan berat 4 orang.20

Berangkat dari latar belakang dan fenomena di atas, penulis memilih kaum lansia dan Panti Tresna Werdha Hargo Dedali Surabaya sebagai subjek dan objek penelitan yang telah penulis lakukan. Adapun judul pembahasan penulis dalam skripsi ini adalah “Qur’anic Healing sebagai Psikoterapi dalam Menangani Depresi pada Lansia di

Panti Tresna Werdha Hargo Dedali Surabaya.”

20

(15)

7

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dipaparkan diatas, maka rumusan penelitian ini adalah:

1. Bagaimana bentuk depresi yang terjadi pada lansia di Panti Tresna Werdha Hargo Dedali Surabaya?

2. Bagaimana proses pelaksanaan qur’anic healing dalam menangani depresi pada lansia di Panti Tresna Werdha Hargo Dedali Surabaya?

3. Sejauh mana hasil akhir dari pelaksanaan qur’anic healing dalam menangani depresi pada lansia di Panti Tresna Werdha Hargo Dedali Surabaya?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian merupakan suatu pernyataan yang menggambarkan apa yang harus dicapai dari suatu aktivitas penelitian.21 Maka dalam penelitian ini sejalan dengan rumusam pokok masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui bentuk depresi pada lansia di Panti Tresna Werda Hargo Dedali Surabaya.

2. Mengetahui bagaimana proses pelaksanaan terapi penyembuhan qur’ani (qur’anic

healing) dalam menangani depresi pada lansia di Panti Tresna Werda Hargo Dedali

Surabaya.

3. Mengetahui Sejauh mana hasil akhir dari pelaksanaan terapi penyembuhan qur’ani (qur’anic healing) dalam menangani depresi pada lansia di Panti Tresna Werda

Hargo Dedali Surabaya.

21

(16)

8

D. Manfaat Penelitian

Dalam peneltian ini, penulis mendeskripsikan dengan sistematis dasar dan pelaksanaan qur’anic healing dalam penyembuhan depresi pada Lansia di Panti Tresna Werda Hargo Dedali Surabaya. Hal ini diharapkan bermanfaat:

1. Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan teori Bimbingan dan Konseling Islam, dan sebagai bahan rujukan bagi peneliti-peneliti berikutnya dalam melengkapi materi kajian tentang qur’anic healing untuk mengatasi depresi pada lansia.

2. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai acuan bagi para konselor atau terapis Islam dalam mengembangkan praktek dan pelaksanaan konseling untuk menyembuhkan penyakit-penyakit jiwa dan mental, terkhsuus bagi lansia yang depresi.

E. Definisi Konsep

1. Pengertian Qur’anic Healing, Psikoterapi, Depresi, Lansia

a. Qur’anic Healing (Ruqyah)

Qur’anic healing adalah istilah dari ayat-ayat al-Qur’an yang dibacakan

pada orang yang sakit yang ditambahkan dengan doa-doa ma’tsurah, yang kita ulang-ulangi beberapa kali sehingga terjadi kesembuhan atas izin Allah.22

Sedangkan yang dimaksud dengan qur’anic healing pada pembahasan penelitian skripsi ini sebagaimana dengan pengertian di atas, yaitu penyembuhan dengan menggunakan bacaan ayat-ayat al-Qur’an dan doa-doa ma’tsurah dengan ikhtiar dapat menjadi kesembuhan bagi lansia yang mengalami depresi.

22

(17)

9

b. Psikoterapi

Psikoterapi adalah metode penyembuhan dari gangguan-gangguan peyakit jiwa.23 Sehingga yang dimaksud dari qur’anic healing sebagai psikoterapi di sini adalah qur’anic healing sebagai metode penyembuhan bagi gangguan depresi pada lansia.

c. Depresi

Depresi adalah suatu kelainan alam perasaan berupa hilangnya minat atau kesenangan dalam aktivitas-aktivitas yang biasa dilakukan sehari-hari dan pada waktu yang lampau.24 Depresi menurut klasifikasi organisasi kesehatan dunia WHO, depresi berdasarkan tingkat penyakitnya dibagi menjadi tiga bagian, yaitu depresi ringan, sedang, dan berat.25

Adapun depresi yang dimaksud pada penelitian skripsi ini adalah depresi yang tingkatannya masuk dalam tingkatan depresi ringan dan sedang.

d. Lansia

Lansia atau usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu suatu periode di mana seseorang telah “beranjak jauh” dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan, atau beranjak dari waktu yang penuh dengan manfaat.26

Menurut badan kesehatan sedunia (WHO) membagi masa usia lanjut (lansia) sebagai berikut:

45-60 tahun, disebut middle age (setengah baya, wredau madya) 60-75 tahun, disebut elderly (usia lanjut atau wreda tama)

23

Kartini Kartono, Patologi Sosial 3 (Jakarta: Rajawali Press, 2014), hal. 267.

24

MC Towsend, Diagnosa Keperawatan pada Pasien Psikiatri Edisi 3 (Jakarta: ECG, 1998), hal. 98.

25

Namora Lumongga Lubis, Depresi: Tinjauan Psikologis. Cetakan pertama (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2009), hal, 35-36.

26

(18)

10

75-90 tahun, disebut old (tua atau wreda prawasana)

>90 tahun, disebut very old (tua sekali atau wreda wasana)27

Sedangkan yang dimaksud dengan usia lanjut dalam pembahasan penelitan skripsi ini adalah lansia yang berusia 60 tahun ke atas di Panti Tresna Werdha Hargo Dedali Surabaya sebagai objek penelitian.

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitan

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif sebagai pendekatan penelitan untuk mengahasilkan data deskriptif-holistik dari fenomena yang terjadi. Seperti yang dikemukakan oleh Bogdan dan Taylor, metode kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari prilaku seseorang yang dapat diamati.28

Adapun jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian studi kasus. Studi kasus adalah uraian dan penjelasan komprehensif mengenai berbagai aspek seorang individu, suatu kelompok, suatu organisasi, suatu progran, atau suatu situasi sosial.29

Jadi dalam penelitan ini, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus yang mana dalam penelitian ini mengumpulkan data yang erat hubungannya dengan keadaan panti, bentuk depresi, proses pelaksanaan qur’anic healing, dan hasil akhir pelaksanaan qur’anic healing dalam menangani depresi pada lansia. Data yang terkumpul dari penelitian ini berupa kata-kata, tabel, gambar, dan bukan angka-angka (kuantitatif).

27

Dadang Hawari, Al-Qur’an, Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa (Yogyakarta: Dhana Bhakti Primayasa, 1999), hal. 289.

28

Lexy J Moelong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1990), hal. 3.

29

(19)

11

2. Sasaran dan Lokasi Penelitian

Adapun yang akan menjadi sasaran dan lokasi penelitian dalam penelitian ini adalah:

a. Sasaran dari penelitian ini adalah lansia yang mengalami gangguan depresi. b. Lokasi penelitian ini adalah Panti Tresna Werdha Hargo Dedali Surabaya.

3. Jenis dan Sumber Data

Jenis dan sumber data yang diambil penulis untuk menyelesaikan skripsi ini terbagi menjadi dua jenis, yaitu data primer dan sekunder.

a. Sumber Data Primer

Sumber data ini merupakan sumber rujukan utama dalam penelitian ini. Adapun sumber rujukan pertama dapat diperoleh dari; pengurus Panti Tresna Werdha Hargo Dedali Surabaya dan penghuni panti (lansia yang mengalami depresi)

b. Sumber Sekunder

Selanjutnya yang dimaksud dengan sumber data ini adalah sumber pendukung yang dijadikan rujukan dalam penelitian. Sumber ini didapatkan referensi-referensi mengenai qur’anic healing, ruqyah, psikoogi perkembangan lansia, depresi, psikoterapi, beck depression inventory, dan lain-lain.

4. Tahap-Tahap Penelitan

Tahap-tahap penelitian yang digunakan peneliti dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap, yaitu:

(20)

12

terdahulu yang relavan, membuat rumusan permasalahan, memilih Panti Tresna Werdha Hargo Dedali Surabaya sebagai tempat penelitian, menjajaki Panti Tresna Werdha Hargo Dedali sebagai tempat rencana penelitian, mengurus surat izin penelitian di Prodi untuk diserahkan ke pihak panti, menyiapkan pedoman wawancara untuk beberapa informan (pengurus panti, klien, tetangga klien, dan teman sekamar klien), dan menyiapkan diri sepenuhnya untuk melakukan penelitian.

b. Pengumpulan data, pada tahap ini peneliti melakukan pengumpulan data secara umum, melakukan observasi dan wawancara mendalam kepada sasaran penelitian, yaitu pengurus panti, klien, tetangga klien, dan beberapa teman sekamar klien. Hal ini peneliti lakukan untuk memperoleh informasi yang luas mengenai hal-hal yang umum, selain itu peneliti juga mengumpulkan data lewat dokumentasi-dokumentasi yang ada pada Panti Tresna Werdha Hargo Dedali Surabaya terlebih perihal studi kelembagaan yang dijalankannya. Di samping itu, peneliti juga mulai dengan menentukan sumber data pendukung lainnya, yaitu buku-buku yang berkaitan dengan penelitian, seperti buku-buku ruqyah, psikologi umum, psikologi perkembangan lansia, depresi, psikoterapi, dan lain-lain.

(21)

13

dan sejauh mana hasil akhir dari pelaksanaan qur’anic healing dalam menangani depresi pada lansia di Panti Tresna Werdha Hardodedali Surabaya.

5. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh ketepatan data dan keakuratan informasi yang akan mendukung penelitian ini, penulis melakukan pengumpulan data melalui:

a. Observasi

Teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan bila penelitian berkenaan dengan prilaku manusia , proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang doamati tidak terlalu besar.30

Pelaksanaan observasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah peneliti mengamati langsung keadaan klien sebelum dan sesudah melakukan terapi, keadaan panti, dan keadaan teman-teman se kamar klien. Ketika melakukan pengamatan, peneliti menemukan banyaknya indikator depresif pada diri klien baik itu yang nampak langsung oleh pengamatan peneliti maupun lewat informasi dari para pengurus panti. Proses pengamatan setelah melakukan peneltian, peneliti melakukan observasi yang berjenjang dan berkesinambungan, yaitu melakukan 3 tahapan observasi setelah melaksanakan terapai penyembuhan

qur’ani guna mengetahui secara mendalam perubahan yang terjadi pada klien.

b. Wawancara

Interview sering juga disebut dengan wawancara atau kuesioner lisan adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara.31

Pelaksanaan wawancara yang dilakukan penelitian ini adalah peneliti melakukan wawancara langsung dengan beberapa informan yang terpusat di

30

Sugiyono, Metode penelitian kuantitatif &kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2010), hal. 145

31

(22)

14

Panti Tresna Werdha Hargo Dedali Surabaya, diantaranya peneliti mewawancarai klien, teman sepanti klien, tetangga klien di rumah, dan pengurus panti. Tujuan dari wawancara dengan berbagai informan ini adalah agar peneliti memperoleh data yang objektif dan akurat.

c. Dokumentasi

Ketika memasuki proses akhir pengumpulan data, penulis merasa data yang penulis hasilkan tentang lansia dan panti kurang memadai, sehingga penulis meminta ke pengurus panti untuk menunjukkan dokumentasi panti yang berupa arsip dan laporan kegiatan Panti Tresna Werdha Hargo Dedali Surabaya. Adapun data yang penulis dapatkan melalui studi dokumentasi, yaitu profil dan sejarah Panti Tresna Werdha Hargo Dedali Surabaya, identitas para klien, jumlah penghuni panti, fasilitas, dan lain-lain. Studi dokumentasi yang peneliti lakukan ini bertujuan untuk menggali dan mengelolah data non insani.

d. Instrumen Tes

Untuk mengetahui bentuk dan gejala depresi yang dialami klien, peneliti selanjutnya menggunakan sebuah instrument tes psikologi A. T beck “Beck

Depression Inventory” untuk menentukan bentuk dan skala adepresi yang

dialami klien.

Pada teknik ini peneliti menyiapkan instrumen tes (Bec Depression

Inventory) yang memuat 21 daftar pertanyaan yang berindikasi depresif untuk

(23)

15

6. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri dan orang lain.32

Model analisis data dalam penelitian ini mengikuti konsep yang diberikan Miles and Huberman. Miles dan Huberman mengungkapkan bahwa aktifitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus pada setiap tahap penelitian sehingga sampai tuntas. Komponen dalam analisis data:33

a. Reduksi Data

Pada tahap awal, proses dari analisis data penulis mulai dengan menelaah kembali seluruh data yang penulis peroleh dari berbagai sumber, yaitu dari wawancara yang dilakukan dengan para informan ( klien lansia, pengurus panti, tetangga, dan teman klien), hasil observasi klien yang meliputi gerak-gerik dan aktifitas sehari-hari yang dilakukan klien, serta data yang penulis peroleh lewat dokumentasi dan arsip di Panti Tresna Werdha Hargo Dedali Surabaya. Data-data yang penulis dapatkan dari berbabagi sumber di atas tersebut tak lain adalah kesimpulan kata-kata mentah yang masih perlu dibaca, dipelajari, dan ditelaah lebih lanjut. Sehingga dari sekian banyak data yang penulis peroleh tentang klien dan sebagainya, lansia dan depresi, serta qur’anic healing, maka penulis kemudian mereduksi data-data tersebut dengan cara mengurangi data-data yang

32

Sugiyono, Metode penelitian kuantitatif &kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2010), hal. 244.

33

(24)

16

tidak perlu dan mengorganisasikan data sedemikian rupa untuk bahan penarikan kesimpulan.

b. Penyajian Data

Setelah proses reduksi selesai, yaitu setelah ditemukannya hasil olahan data mentah hadir dalam bentuk kalimat yang mudah dicerna, selanjutnya penulis menganalisa kasus depresi yang terjadi pada lansia tersebut, mulai dari bagaimana bentuk depresi pada lansia, bagaimana proses pelaksanaan qur’anic

healing pada lansia, serta sejauh mana hasil akhir dari qur’anic healing tersebut

dalam kaitannya dengan penanganan depresi pada lansia di panti Tresna Werdha Hargo Dedali Surabaya. Dalam melakukan analisis data, peneliti melakukan analisa dengan mengombinasikan berbagai permasalahan dengan idealitas yang selanjutnya hasil dari kombinasi tersebut data tersebut dijadikan panduan untuk menjawab semua pertanyaan yang terdapat pada perumusan masalah dengan cara menganalisisnya dalam bentuk narasi yang bersifat deskriptif sehingga tujuan dari penelitian ini dapat terjawab.

c. Verifikasi atauPenyimpulan Data

Pada tahap akhir, setelah data hasil analisis yang berisi jawaban atas rumusan masalah penelitian kualitatif yang diuraikan secara singkat, penulis dapat menyimpulkan mengenai bentuk depresi yang terjadi pada lansia, proses pelaksaan qur’anid healing, hasil akhir dari pelaksanaan qur’anic healing sebagai psikoterapi dalam menangani depresi pada lansia di Panti TresnaWerdha Hargo Dedali Surabaya.

7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

(25)

17

kembali data yang telah dikumpulkan. Hal ini dilakukan untuk menghindari kesalahan dan ketidakbenaran data, dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Perpanjangan Keikutsertaan

Keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam pengumpulan data. Keikutsertaan tersebut tidak hanya dilakukan dalam waktu singkat, tetapi memerlukan perpanjangan keikutsertaan peneliti pada latar penelitian.34

Dalam konteks ini, dalam upaya menggali data atau informasi yang berkaitan dengan permasalahan penelitian, peneliti beberapa kali mengikut sertakan diri dalam kegiatan-kegiatan panti sekaligus ikut mendampingi aktivitas yang dilakukan oleh klien seperti menemani selama makan, ketika beristrahat, dan aktivitas lainnya.

b. Ketekunan Pengamatan

Ketekunan pengamatan dilakukan dengan maksud untuk menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci.35

Dalam konteks ini, peneliti dengan tekun dan teliti mengamati unsur-unsur prilaku klien apakah prilaku yang selama ini ditunjukkan oleh klien bersifat dan mengindikasikan gejala depresi atau tidak, seperti klien mengalami gangguan makan, sering marah, dan lain-lain.

c. Triangulasi

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Norman K. Denkin (1978), membedakan empat

34

Sugiyono, Metode penelitian kuantitatif &kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2010), hal. 175.

35

(26)

18

macam triangulasi, yaitu tringulasi metode, tringulasi antar peneliti, tringulasi sumber data, tringulasi teori.36

Dalam konteks ini, peneliti membadingkan data dan informasi yang peneliti peroleh dari bebrapa informan yang berbeda guna memperoleh kebenaran informasi. Dalam hal ini peneliti memulai dengan membandingkan data yang penulis peroleh dari klien dengan data yang peneliti peroleh dari pengurus dan penghuni panti lainnya tentang keadaan klien, seperti klien mengakui kalau dirinya aktif mengikuti kegiatan dan lain-lain.

G. Sistematika Pembahasan

Dalam skripsi ini, penulis menyusun sistematika pembahasan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Membahas tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi konsep, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

a. Kajian Teoritik

Membahas tentang sejarah qur’anic healing, pengertian qur’anic

healing, metode qur’anic healing, qur’anic healing sebagai psikoterapi,

pengertian depresi, macam-macam depresi, faktor penyebab terjadinya depresi, pengertian lansia, batasan-batasan lansia, karakteristik lansia, teori penuaan usia lanjut, penyakit yang sering terjadi pada lansia, permasalahan-permasalahan yang terjadi pada lansia.

36

(27)

19

b. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Membahas tentang hasil penelitian sebelumnya yang ada hubungannya dengan penelitian yang akan penulis lakukan.

BAB III PENYAJIAN DATA

a. Deskripsi Umum Objek Penelitian

Membahas tentang sejarah dan profil Panti Tresna Werdha Hargo Dedali Surabaya, visi-misi dan tujuan, sarana dan prasarana, bentuk dan kegiatan, sumber pendanaan, struktur organisasi panti, deskripsi konselor, deskripsi klien, kepribadian klien, latarbelakang pendidikan dan pekerjaan kien, keadaan sosial, budaya, dan agama klien, keadaan ekonomi klien, dan alasan klien masuk ke panti.

b. Deskripsi Hasil Penelitian

Membahas tentang bagaimana bentuk depresi pada klien, proses terapi, dan hasil akhir terapi penyembuhan qur’ani (qur’anic healing) yang penulis lakukan.

BAB IV ANALISIS DATA

Membahas tentang analisis bentuk depresi pada klien, bagaimana

proses terapi, dan analisis hasil akhir dari pelaksanaan terapi qur’ani (qur’anic

healing) pada lansia yang depresi.

BAB V PENUTUP

(28)

1

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teoritik

1. Qur’anic Healing (Ruqyah)

a. Sejarah Qur’anic Healing (Ruqyah)

Sebelum kedatangan Islam, ruqyah telah dikenal di kalangan masyarakat Arab. Ruqyah merupakan warisan bangsa Arab dalam rangka mendapatkan berkah dan permohonan kepada Allah SWT.

Ruqyah berasal dari agama-agama samawi, kemudian diselewengkan

oleh orang-orang sesat lalu dimasukkan ke dalam sihir dan pengobatan. Mereka mencampur adukkan dengan ucapan-ucapan yang bisa jadi mereka sendiri tidak memahami artinya. Dalam praktiknya juga ditambah dengan suatu benda seperti bebatuan, atau potongan-potongan tulang dan rambut hewan. Akhirnya bercampur aduklah perkara ruqyah di kalangan masyarakat jahiliah. Setelah Islam datang, ruqyah digunakan untuk terapi dengan menggunakan ayat-ayat al-Qur’an dan bacaan-bacaan doa yang ma’thur melalui sarana doa.1

Oleh karena itu setelah Islam datang para sahabat saling bertanya tentang mantra atau ruqyah yang pernah dipraktekkan pada

masa jahiliah. ‘Auf bin Malik al-Asja’I menceritakan:

1

(29)

2

Artinya:

“Telah menceritakan kepadaku Abu Ath Thahir; Telah

mengabarkan kepada kami Ibnu Wahb; Telah mengabarkan kepadaku Mu'awiyah bin Shalih dari 'Abdur Rahman bin Jubair dari Bapaknya dari 'Auf bin Malik Al Asyja'i dia berkata; "Kami biasa melakukan mantera pada masa jahiliyah. Lalu kami bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam; 'Ya Rasulullah! bagaimana pendapat Anda tentang mantera? ' Jawab beliau: 'Peragakanlah manteramu itu di hadapanku. Mantera itu tidak ada salahnya selama

tidak mengandung syirik.”(H.R Muslim No 2200).

Memang istilah ruqyah pada zaman jahiliah diartikan sebagai mantra dan jampi-jampi, yakni kalimat yang berpotensi mendatangkan daya ghaib atau susunan kata yang berunsur puisi yang dianggap mengundang kekuatan ghaib. Mantra atau jampi-jampi dibaca oleh orang-orang yang mempercayainya guna meminta bantuan kekuatan yang melebihi kekuatan natural, guna meraih manfaat atau menolak bahaya. Dalam pengertian ini ruqyah dianggap bisa menyembuhkan karena kekuatan ruqyah itu sendiri atau bantuan dari jin dan sebagainya.3 Sehingga karena pemahaman demikian itu Nabi SAW melarang ruqyah.

2

Muslim Bin al-Hajjaj Abu al-Husayn al-Qusyairi al-Naysaburi, Sahih Muslim, Vol. IV, Ed. Muhammad Fuad ‘Abd al-Baqi, Nomor 2200 (Bayrut: Darul Ihya al-Turath al-‘Arabi, t.th), 1772.

3

(30)

3

Artinya:

Dari „Abdullah bin Mas’ud ra, ia berkata bahwasanya ia telah mendengar Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya segala ruqyah, tamimah, dan tiwalah adalah syirik.” ( HR. Ahmad No. 3615)

Nabi SAW pernah melarang ruqyah, tetapi tidak berlaku pada semua jenis ruqyah. Ruqyah yang dilarang Nabi SAW hanyalah

ruqyah yang di dalamnya terdapat unsur syirik seperti yang pernah

dilakukan orang-orang jahiliah. Sehingga selama ruqyah tidak dimasuki unsur syirik maka dibolehkan.5

Rasulullah SAW, suatu ketika sedang melaksanakan shalat malam, tiba-tiba tangannya tersengat kalajengking. Setelah itu Nabi SAW mengambil air yang dicampurkan dengan garam kemudian dituangkan ke tangan yang terkena sengatan tadi sambil dibacakan

al-Qur’an surat al-Kafirun, al-Falaq, dan an-Nas. Peristiwa ini

dijelaskan dalam sebuah Hadith Nabi SAW:

Artinya:

“Ali bin Abi Thalib berkata, “ketika Rasulullah sedang shalat, beliau disengat kalajengking. Setelah selesai shalat, beliau bersabca, “Semoga Allah Swt melaknat kalajengking yang tidak membiarkan orang yang sedang shalat atau yang

4

Ahmad bin Muhammad bin Hambal bin Hilal bin Asad Al Marwazi Al Baghdadi, Musnad al-Imam Ahmad bin Hambal, Nomor Hadith 3615 (Beirut: Darul Fikr, tt)

5

(31)

4

lainnya,” lalu beliau mengambil sewadah air dan garam. Kemudian beliau usap bagian anggota badan yang disengatkalajengking, seraya membaca surat kafirun,

al-Falaq, dan an-Nas.” (HR. Thabrani).

Berdasarkan hadith di atas dapat diketahui Bahwa Nabi SAW pernah melakukan ruqyah dengan al-Qur’an (terapi qur’ani) dikombinasikan dengan air dan garam, yakni dengan mencampurkan air dan garam tadi ke dalam sebuah wadah kemudian diusapkan ke bagian tangan yang tersengat kalajengking sambil membacakan

al-Qur’an, yakni surat al-kafirun, al-Falaq, dan an-Nas.7

Di kalangan sahabat Nabi SAW sendiri, sebelum masuk Islam, banyak yang mempunyai keahlian melakukan ruqyah. Tetapi mereka mengalami kebimbangan ketika Nabi SAW melarang ruqyah. Di

antara mereka itu adalah keluarga ‘Amr bin Hazm. Suatu ketika

mereka menemui Rasulullah SAW untuk menanyakan perihal larangan ruqyah. Mereka lalu memperhatikan kepada Nabi SAW bagaimana cara melakukan ruqyah dari sengatan kalajengking atau gigitan ular berbisa. Setelah memperhatikan cara-cara memperhatikan cara-cara mereka melakukan ruqyah, Nabi SAW kemudian

mengatakan “saya kira tidak ada masalah dengan ruqyah yang kalian

6

Sulaiman bin Ahmad bin Ayyub Abu al-Qasim al-Tabhrani¸al-Mu’jam al-Shagir, Vol. II, Nomor 830 (Bayrut: al-Maktab al-Islami, 1985), hal. 87.

7

(32)

5

lakukan. Barang siapa di antara kalian yang bisa menolong

saudaranya, maka lakukanlah.”8

Jadi, ruqyah telah ada sejak sebelum kedatangan Islam. tetapi

ruqyah yang dikenal saat itu adalah sebagai mantra dan jampi-jampi

yang kental dengan muatan syirik, karena dalam prakteknya permohonan penyembuhan bukan dengan menggunakan ayat dan

doa-doa masturah serta bukan meyakini keberadaan Allah SWT sebagai

pemberi penyembuham, melainkan kepada selainnya, yaitu jin dan sebagainya. Maka ketika Islam datang, maka intrik-intrik yang berbau kesyirikan dalam praktek ruqyah diganti dengan memasukkan dan menggunakan ayat-ayat al-Qur’an sebagimana yang dipraktekkan oleh Nabi SAW ketika meruqyah dirinya, keluarga, dan kerabatnya.

b. Pengertian Qur’anic Healing (Ruqyah)

Secara etimologi, kata ruqyah dapat ditemukan dalam berbagai kamus dengan pengertian sebagai berikut: dalam kamus

Arab-Indonesia karya Mahmud Yunus disebutkan bahwa kata ruqyah

bermakna jimat, azimat, tangkal.9 Dalam kamus Al-Munawwir kata

ruqyah memiliki makna mantra, guna-guna, jampi-jampi, jimat.10

8

Imam Muslim ibn al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi, Shahih Muslim, juz 7 (Bayrut: Darul kutub al-A’lamiah, 2008), hal. 383.

9

Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia (Jakarta:Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir al-Qur’an, 1973), hal. 146.

10

(33)

6

Sedangkan dalam Kamus Bahasa Indonesiaruqyah berari segala yang berhubungan dengan pesona, guna-guna, sihir.11

Jadi, secara etimologi qur’anic healing atau ruqyah memiliki

arti menangkal segala sesuatu (segala macam bala’, bencana dan

segala bentuk penyakit, baik psikis maupun fisik) yang dapat membahayakan diri manusia dengan berpegang teguh pada al-Qur’an dan as-Sunnah.12

Menurut terminologi, terdapat berbagai rumusan pengertian tentang qur’anic healing atau ruqyah. Ini sebagaiamana yang tertulis

dalam penegasan judul yaitu suatu istilah dari ayat-ayat al-Qur’an yang dibacakan pada orang yang sakit yang ditambahkan dengan

doa-doa ma’tsurah, yang kita ulang-ulangi beberapa kali sehingga terjadi

kesembuhan atas izin Allah SWT.13

Syamsul Haq al-Azhim Abadi mengatakan bahwa qur’anic

healing (ruqyah) adalah memohon perlindungan atau memohon

kesembuhan dengan doa dan bacaan-bacaan mulia.14

Abdullah Abdul Aziz al-Aidan mengatakan bahwa qur’anic

healing atau yang biasa disebut ruqyah adalah kumpulan ayat-ayat

al-Qur’an, dzikir-dzikir perlindungan dan doa-doa yang diriwayatkan

dari Nabi SAW yang dibaca seorang muslim pada dirinya, anaknya

11

Wahya dkk, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Ruang Kata, 2013),hal. 534.

12

Muhammad Arifin Ilham, Panduan Dzikr dan Doa (Jakarta: Intuisi Press, 2005), hal. 31. 13

Abdeddaem Kaheel, Obati dirimu dengan al-Qur’an, terjemahan Moh Syairozi (Tanggerang Selatan: Iniperbesa, 2015), hal. 29.

14

(34)

7

atau keluarganya guna mengobati gangguan kejiwaan yang menimpa, atau kejahatan mata manusia dan jin, atau kesurupan setan, atau sihir atau berbagai penyakit fisik yang menyerang.15

Syaikh Al-Bani mengatakan bahwa qur’anic healing atau

ruqyah adalah pembacaan doa-doa untuk memohon kesembuhan

berupa ayat-ayat al-Qur’an serta hadits Nabi SAW. Sementara kebiasaan banyak orang yang mempergunakan kalimat-kalimat bersajak atau kalimat-kalimat lain yang tidak jelas maknanya, harus dihindari karena sering kali mengandung kekafiran dan kesyirikan.16

Bila dilihat dari definisi beberapa tokoh di atas dapat disimpulkan bahwa qur’anic healing atau biasa disebut ruqyah adalah bacaan-bacaan syar’i yang diambil dari al-Qur’an dan Hadith Nabi SAW yang dibacakan kepada orang yang sakit dengan tujuan memohon baginya kesembuhan dan keselamatan atas penyakit dan gangguan-gangguan yang sedang menimpanya, baik itu penyakit fisik, rohani maupun gangguan-gangguan jin sihir, azimat, dan sebagainya. Sementara dalam melakukannya peruqyah harus meninggalkan kalimat-kalimat yang tidak memiliki kejelasan makna sebab yang demikian itu kadang-kadang mengandung keyirikan dan kekufuran.

Jadi, menurut syariat Islam, qur’anic healing atau ruqyah adalah bacaan yang terdiri dari ayat-ayat al-Qur’an dan Hadith-Hadith Shahih

15

Abdullah Abdul Aziz Al-Aidan, Obati Sakitmu dengan Al-Qur’an. Terjemahan oleh Abu Fawwaz (Solo: Zamzam, 2015), hal. 27.

16

(35)

8

untuk memohon kesembuhan kepada Allah SWT bagi orang yang sakit.17

c. Metode Terapi Qur’anic Healing (Ruqyah)

Metode dalam pengertiannnya adalah “jalan yang harus dilalui”

untuk mencapai suatu tujuan, karena kata metode berasal dari dua suku kata yaiu dari kata “meta” yang berarti melalui dan “hedos” yang berarti jalan atau tujuan.18 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “metode” adalah “cara yang teratur dan terpikir baik-baik

untuk mencapai maksud”.19

Namun pengertian sebenarnya adalah segala sasaran yang digunakan untuk mencapai sebuah tujuan yang diinginkan.20

Merujuk pada pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa metode merupakan suatu cara atau jalan yang teratur dan terencana yang dipergunakan seorang peruqyah dalam melakukan terapi qur’anic healing pada pasien agar tujuan ruqyah yang direncanakan

dapat tercapai dengan disertai perubahan fisik dan psikis pasien qur’anic healing (ruqyah).

Dengan demikian, dalam penerapan terapi penyembuhan

qur’ani tersebut terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan oleh terapis

17

Hasan Basri, 53 Penjelasan Lengkap tentang Ruqyah (Jakarta: Ghaib Pustaka, 2005), hal. 17.

18

M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hal. 61.

19

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), hal. 652.

20

(36)

9

maupun pasien, baik syarat-syarat terapi, maupun proses pelaksanaan qur’anic haling yang mencakup bacaaan dan doa-doa ruqyah.

Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan untuk mencapai tuuan dari pelaksanaan qur’anic healing (ruqyah) yaitu:

1) Terapi penyembuhan qur’ani atau ruqyah menggunakan kalam Allah SWT (ayat-ayat al-Qur’an, atau nama-nama dan sifat-saifat-Nya, atau berupa doa yang diriwayatkan dari Nabi SAW.

2) Menggunakan bahasa Arab yang fasih atau bahasa yang dapat dipahami.

3) Terapis meyakini bahwa ruqyah tidak memberikan efek sendirinya, melainkan dengan takdir Allah SWT.

4) Penyembuhan qur’ani atau ruqyah tidak dilakukan dengan cara yang dilarang. Contohnya, meruqyah dalam kondisi junub (berhadats besar), atau peruqyah memerintahkan pasien berada dalam kondisi junub.

5) Terapi ruqyah tidak dilakukan oleh dukun, atau paranormal. 6) Kalimat-kalimat atau bacaan-bacaan ruqyah tidak mengandung

ungkapan-ungkapan atau simbol-simbol yang diharamkan.21

Muhamad Arifin menambahkan tentang hal-hal yang perlu

diperhatikan sebelum melakukan terapi penyembuhan qur’ani atau

ruqyah, yaitu:

1) Menyiapkan suasan yang kondusif sebelum melakukan terapi.

21

(37)

10

2) Membersihkan tempat terapi dari hal-hal yang melanggar sya’riat. 3) Memberikan konseling ataupun taushiyah kepada pasien tentang

solusi pengobatan, bimbingan, pelajaran dan pedoman agama agar pasien dapat mengembangkan akalnya, dan keimanannya.

4) Sunnah berwudhu pagi pasien dan terapis.

5) Menutup aurat bagi perempuan yang hendak diterapi. 6) Berdoa kepada Allah agar diberi pertolongan. 22

Perdana Ahmad dalam bukunya qur’anic healing thecnology mengatakan bahwa hal-hal yang perlu dilakukan sebelum melakukan terapi, yaitu:

1) Berwudhu sebelum melakukan terapi penyembuhan qur’ani atau

ruqyah.

2) Memberikan konseling.

3) Mendengarkan nasehat-nasehat agama dan petunjuk pelaksanaan

terapi penyembuhan qur’ani atau ruqyah,

4) Berbaring atau duduk degan mengmbil sikap relaksasi tubuh yang enak dan nyaman dan relaksasi fikiran. 23

Selain berbagai syarat di atas yang perlu dilakukan sebelum

melakukan terapi penyembuhan qur’ani atau ruqyah, terdapat

beberapa hal yang perlu dilakukan oleh terapis maupun pasien dalam pelaksanaan terapi ruqyah (penyembuhan qur’ani), yaitu:

22

Muhammad Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama, cetakan ke 5(Jakarta: PT Golden Terayes Press, ), hal. 43.

23

(38)

11

1) Pasien mendengarkan lantunan ayat suci al-Qur’an dengan khusyuk

2) Terapis meminta pasien untuk merasakan sensasi yang terjadi selama proses mendengarkan lantunan ayat suci al-Qur’an

3) Terapis membacakan ayat-ayat suci al-Qur’an dengan fasih dan suara yang merdu

4) Terapis meletakan tangannya pada tubuh pasien yang dirasa sakit. Adapun ayat-ayat yang menjadi bacaan ruqyah, yaitu:24

1) Isti’adzah

Yang merupakan permohonan perlindungan kepada Allah Swt juga merupakan bacaan sebelum memulai bacaan al-Qur’an. meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk”. (Q.S. An-Nahl: 98)25

2) Lafadz basmalah

“Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang”.26

Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya (Semarang: CV Toha Putra, 1989), hal. 409.

26

(39)

12

3) Surat al-Fatihah ayat 1-7

“Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. yang menguasai di hari Pembalasan. Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan. Tunjukilah Kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat”.27

4) Surat al-Baqarah ayat 255, dan 284-286

mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. tiada yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. dan Allah tidak

27

(40)

“Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehandaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan Kami taat." (mereka berdoa): "Ampunilah Kami Ya Tuhan Kami dan kepada Engkaulah tempat kembali. Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (mereka berdoa): "Ya

28

(41)

14

Tuhan Kami, janganlah Engkau hukum Kami jika Kami lupa atau Kami tersalah. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau bebankan kepada Kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau pikulkan kepada Kami apa yang tak sanggup Kami memikulnya. beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong Kami, Maka

tolonglah Kami terhadap kaum yang kafir."29

5) Surat al-A’raf ayat 54-56 menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang

(masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah,

menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha suci Allah, Tuhan semesta alam. Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah Amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.”30

29

Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya (Semarang: CV Toha Putra, 1989), hal. 67-68

30

(42)

15

6) Surat al-Mukminun ayat 115-118

“Maka Apakah kamu mengira, bahwa Sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada kami? Maka Maha Tinggi Allah, raja yang sebenarnya; tidak ada Tuhan selain Dia, Tuhan (yang mempunyai) 'Arsy yang mulia. Dan Barangsiapa menyembah Tuhan yang lain di samping Allah, Padahal tidak ada suatu dalilpun baginya tentang itu, Maka Sesungguhnya perhitungannya di sisi Tuhannya. Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tiada beruntung. Dan Katakanlah: "Ya Tuhanku berilah ampun dan berilah rahmat, dan Engkau adalah pemberi rahmat yang paling baik."31

7) Surat as-Shaffat ayat 1-10

“Demi (rombongan) yang ber shaf-shaf dengan sebenar-benarnya. Dan demi (rombongan) yang melarang dengan

31

(43)

16

sebenar-benarnya (dari perbuatan-perbuatan maksiat). Dan demi (rombongan) yang membacakan pelajaran. Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Esa. Tuhan langit dan bumi dan apa yang berada di antara keduanya dan Tuhan tempat-tempat terbit matahari. Sesungguhnya Kami telah menghias langit yang terdekat dengan hiasan, Yaitu bintang-bintang. Dan telah memeliharanya (sebenar-benarnya) dari Setiap syaitan yang sangat durhaka. Syaitan syaitan itu tidak dapat mendengar-dengarkan (pembicaraan) Para Malaikat dan mereka dilempari dari segala penjuru. Untuk mengusir mereka dan bagi mereka siksaan yang kekal. Akan tetapi Barangsiapa (di antara mereka) yang mencuri-curi (pembicaraan); Maka ia

dikejar oleh suluh api yang cemerlang.32

8) Surat ar-Rahmah ayat 33-36

lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? Kepada kamu, (jin dan manusia) dilepaskan nyala api dan cairan tembaga Maka kamu tidak dapat menyelamatkan diri (dari padanya). Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu

dustakan?33

32

Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya (Semarang: CV Toha Putra, 1989), hal. 707-708.

33

(44)

17

9) Surat al-Hasyr ayat 21-25

(45)

18

Sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu. jika kamu benar-benar keluar untuk berjihad di jalan-Ku dan mencari keridhaan-Ku (janganlah kamu berbuat demikian). kamu memberitahukan secara rahasia (berita-berita Muhammad) kepada mereka, karena rasa kasih sayang. aku lebih mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. dan Barangsiapa di antara kamu yang melakukannya, Maka

Sesungguhnya Dia telah tersesat dari jalan yang lurus.”34

10) Surat al-Ikhlas adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan.

Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia."35

11) Surat al-Falaq

“Katakanlah: "Aku berlindung kepada Tuhan yang

menguasai subuh. Dari kejahatan makhluk-Nya. Dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita. Dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul. Dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki."36

34

Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya (Semarang: CV Toha Putra, 1989), hal. 909.

35

Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya (Semarang: CV Toha Putra, 1989), hal. 1092.

36

(46)

“Katakanlah: "Aku berlidung kepada Tuhan (yang

memelihara dan menguasai) manusia. Raja manusia. Sembahan manusia. Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi. Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia. Dari (golongan) jin dan

manusia.”37

Sementara bacaan-bacaan dari hadith yang dapat digunakan untuk

penyembuhan qur’ani ini adalah:

Artinya:

“Dengan nama Allah aku meruqyahmu dari segala sesuatu yang mengganggumu, dari kejahatan setiap jiwa atau mata yang hasad, Allah menyembuhkanmu, dengan nama Allah aku meruqyahmu.” (HR. Muslim)38

Artinya:

"

Aku berlindung pada kemuliaan Allah dan kekuasaan-Nya dari keburukan yang aku rasakan dan aku takutkan.” (HR. Imam Ahmad)39

37

Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya (Semarang: CV Toha Putra, 1989), hal. 1094.

38

Imam Muslim ibn al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi, Shahih Muslim, Nomor 4056 (Bayrut: Darul kutub al-A’lamiah, tt),

39

(47)

20

Artinya:

“Ya Allah Rabb manusia, hilangkanlah bahaya. Sembuhkan ia, Engkaulah sang penyembuh, tidak ada kesembuhan kecuali kesembuhan dari-Mu, dengan satu kesembuhan yang tidak menyisakan sakit.” (HR. Muslim)40

Artinya:

“Aku berlindung pada kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari setiap setan dan binatang berbisa dan dari setiap mata

yang menimpakan keburukan.” (HR. Bukhari)41

d. Qur’anic Healing (Ruqyah) Sebagai Psikoterapi

Di dalam al-Qur’an maupun Hadith Nabi SAW terdapat banyak ayat dan hadith yang menegaskan bahwa al-Qur’an adalah penyembuh atas penyakit-penyakit. Di antaranya firman Allah SWT:



“Hai manusia, Sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta

rahmat bagi orang-orang yang beriman”. (QS. Yunus: 57)42

Ayat di atas menjelaskan bahwa al-Qur’an adalah 

, obat bagi penyakit-penyakit yang terdapat di dalam dada,

sedangkan kata dada atau hati berkaitan dengan mental dan jiwa

40

Imam Muslim ibn al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi, Shahih Muslim, Nomor 4061 (Beirut: Darul Kutub al-A’lamiah, tt)

41

Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah bin Bardizbah Al-Ju’fiy Al-Bukhari, Shahih Bukhari, Nomor 3120 (Beirut: Darul Fikri, tt)

42

(48)

21

(psikologis). Sehingga menurut Quraish Shihab ketika menafsirkan ayat ini menjelaskan bahwa al-Qu’ran berfungsi menyembuhkan penyakit-penyakit ruhani (psikologis).43

Penyembuhan atau pengobatan qur’ani telah dikenal sejak

zaman Nabi SAW. Penyembuhan dengan ayat-ayat al-Qur’an ini disebut dengan ruqyah. Ruqyah atau terapi penyembuhan Qur’ani adalah ilmu dan seni penyembuhan, pembentengan dan perlawanan dari penyakit fisik, gangguan jin dan sihir serta segala marabahaya.44

Dari sekian banyak ayat-ayat al-Qur’an dan Hadith Nabi SAW yang membicarakan tentang eksistensi al-Qur’an sebagai Syifa’ dan rahmat bagi orang-orang yang hatinya dipenuhi keimanan, ditambah lagi dengan bayaknya penelitian ilmiah yang mengonfirmasi kebenaran wahyu tersebut sehingga bukan hal yang mustahil apabila al-Qur’an diposisikan sebagai sebenar-benarnya media penyembuhan bagi manusia-manusia yang muslimin sekarang ini. Tapi lagi-lagi yang menjadi faktor ketidakterimaan sebagian orang pada pengobatan dengan al-Qur’an adalah minimnya pengetahuan tentang al-Qur’an dan minimnya dasar ilmiah yang materil pada metode penyembuhan ini.45

Tentang apakah Rasulullah SAW pernah mengalami penyembuhan ini, dalam sebuah riwayat hadith diceritakan bahwa

43

M Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah (Jakarta: Lentera Hati, 2007), hal. 103.

44

Perdana Ahmad, Qur’anic Healing Technology (Jakarta: Pustaka Tarbih Smesta, 2014), hal. hal. 3.

45

(49)

22

pada suatu hari malaikat Jibril datang mengahampiri Rasulullah SAW,

lalu ia bertanya, “wahai Muhammad, apakah engkau sakit?”Beliau

menjawab,”Ya. Kemudian Malaikat Jibril meruqyahnya dengan

berkata:

Artinya:

Dengan nama Allah aku meruqyahmu dari segala sesuatu

yang mengganggumu, dari kejahatan setiap jiwa atau mata yang hasad. Allah menyembuhkanmu. Dengan nama Allah aku

meruqyahmu.46

Kalimat “dari segala apa yang mengganggumu” menunjukkan

bahwa metode penyembuhan qur’ani ini mampu menyembuhkan

penyakit apa saja baik psikis maupun fisik.47

Lantas bagaimana posisi qur’anic healing (ruqyah) dalam penyembuhan? Dalam al-Qur’an maupun Hadith-Hadith Shahih Nabi SAW telah banyak menjelaskan posisi qur’anic healing sebagai alternatif penyembuhan terhadap berbagai macam gangguan fisik maupun psikis.

Terhadap manusia yang mengalami gangguan kejiwaan (gangguan psikis) selain mendapatkan pertolongan dari psikiater dan ahli jiwa sangat dianjurkan pula untuk melakukan qur’anic healing atau ruqyah, sebab ayat-ayat al-qur’an dapat memberikan pengaruh positif terhadap penggiatan kerja jantung, menstabilkannya, dan

46

Imam Muslim ibn al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi, Shahih Muslim, juz 7 (Bayrut: Darul kutub al-A’lamiah, 2008), hal. 359.

47

(50)

23

menghilangkan kegelisahan serta kegundahannya, sehingga dapat menenangkan jantung . Hal ini adalah sesuatu yang dapat berdampak pada kerja anggota-anggota tubuh lainnya.48

Maka dari uraian singkat di atas dan berdasarkan beberapa ayat dan penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli bahwa qur’anic

healing (ruqyah) adalah metode pengobatan di samping untuk

fisioterapi, juga sebagai psikoterapi yang dapat digunakan oleh semua kalangan, terkhusus para muslimin.

B. Depresi

1. Pengertian Depresi

Istilah depresi sudah sangat mengakar dalam kehidupan masyarakat dan semua orang sudah mengetahuinya. Akan tetapi, arti sebenarnya dari istilah depresi itu sukar didefinisikan secara tepat. Para ahli psikologi maupun medis telah mendefinisikannya dengan berbagai macam pandangan, di antaranya:

Menurut Departemen Kesehatan RI, depresi adalah suatu perasaan kesedihan yang psikopatologis, berupa kehilangan minat dan kegembiraan, berkurangngnya energi yang berakibat mudah lelah setelah bekerja walaupun sedikit dan berkurangnya aktivitas.49

Menurut Dadang Hawari, depresi adalah salah satu bentuk gangguan kejiwaan pada alam perasaan (affective/mood disorder),

48

Abdeddaem kaheel, Obati dirimu dengan al-Qur’an, terjemahan Moh Syairozi (Tanggerang Selatan: Iniperbesa, 2015), hal. 27.

49

Gambar

Tabel II. 1
Tabel III. 1
Tabel III. 2
Tabel III. 3
+4

Referensi

Dokumen terkait

Kemampuan memahami cerita pendek adalah kemampuan siswa dalam mengetahui atau mengerti isi suatu karya sastra (khususnya cerpen) dengan keterlibatan jiwa, yaitu memahami masalah

Mengingat banyaknya masalah yang diteliti serta terbatasnya kemampuan waktu dan dana yang tersedia, maka penulis membatasi masalah ini dengan hanya membahas masalah

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik morfometrik dan mengetahui ukuran dominan ikan baronang lingkis ( Siganus canaliculatus ) hasil tangkapan nelayan

Ketertarikan penulis terhadap Sandiwara Amal dalam penelitian ini, pertama; bahwa bentuk pementasan Sandiwara Amal bisa disebutkan sebagai seni pementasan yang khas milik

Dari penelitian yang telah dilakukan dan masalah-masalah yang telah ditemukan, ada beberapa saran dari penulis yang diharapkan membangun serta dapat dijadikan masukan

Namun Peran Pemerintah Daerah Dalam Mengembangkan Obyek Wisata Istana Sayap Di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009-2011 Pengembangan potensi pariwisata itu sendiri juga

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh yang positif dan signifikan antara aktivitas belajar terhadap minat berwirausaha siswa kelas X SMK Negeri 1 Ambal

Untuk membantu keunggulan kompetitif perusahaan jangka panjang yang pada gilirannya dapat meningkatkan nilai perusahaan atau memaksimumkan pemilik perusahaan, sebaliknya jika calon