• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERHITUNG DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA DOT CARDS PADA ANAK AUTIS KELAS I DI SLB MUHAMMADIYAH GAMPING.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENINGKATAN KEMAMPUAN BERHITUNG DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA DOT CARDS PADA ANAK AUTIS KELAS I DI SLB MUHAMMADIYAH GAMPING."

Copied!
210
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERHITUNG DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA DOT CARDS

PADA ANAK AUTIS KELAS I DI SLB MUHAMMADIYAH GAMPING

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Tri Astuti Nawang Sari NIM. 09103241023

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR BIASA JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

“sungguh Allah tidak akan mengubah (nasib) satu kaum jika mereka tidak

mengubah keadaannya sendiri....” (terjemahan Al Quran surat Ar Ra’ad : 11)

Kamu tidak akan pernah mencapai finish jika memulainya saja tidak.

Penulis

Jangan pernah lelah untuk menghitung karena hidup didunia ini

penuh dengan perhitungan.

(6)

PERSEMBAHAN

(7)

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERHITUNG DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA DOT CARDS PADA ANAK AUTIS KELAS I DI SLB MUHAMMADIYAH GAMPING

Oleh

Tri Astuti Nawang Sari NIM 09103241023

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berhitung dengan menggunakan media dot cards pada anak autis kelas I di SLB Muhammadiyah Gamping. Penelitian ini merupakan penilitian tinadakan kelas (classroom action research) dengan pendekatan kuantitatif.

Subyek dalam penelitian ini adalah dua siswa autis kelas I di SLB Muhammadiyah Gamping. Obyek penelitian ini adalah kemampuan berhitung yang meliputi mengenal bilangan bentuk lisan, mengenal dan membaca bilangan, mengurutkan lambang bilangan dan membilang. Tempat penelitian di SLB Muhammadiyah Gamping. Metode yang digunakan dalam mengumpulkan data yaitu dengan tes kemampuan berhitung, observasi dan wawancara. Adapun metode yang digunakan untuk menganalisis data yakni deskriptif kuantitatif dengan persentase.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa media dot cards dapat meningkatkan kemampuan berhitung pada siswa autis kelas I SDLB di SLB Muhammadiyah Gamping. Peningkatan pada siklus I yaitu subyek 1 sebesar 26,67%; subyek 2 sebesar 20%. Peningkatan siklus II yaitu subyek 1 sebesar 43,33%, , subyek 2 sebesar 40%,. Peningkatan tersebut diperoleh dengan memberikan waktu yang lebih banyak untuk praktek, pemberian reward dan motivasi, pendampingan khusus kepada subyek yang belum mencapai kriteria keberhasilan serta memberikan kesempatan lebih banyak untuk berhitung menggunakan media dot cards. Hasil siklus II telah memenuhi kriteria keberhasilan sebesar 65%.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Peningkatan Kemampuan Berhitung Dengan Menggunakan

Media Dot Cards Pada Anak Autis Kelas I Di SLB Muhammadiyah Gamping”

dengan baik dan lancar. Penulisan skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana pendidikan di Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta. Penulis menyadari bahwa keberhasilan ini bukan keberhasilan individu semata namun berkat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta atas kesempatannya untuk menimba ilmu di Universitas Negeri Yogyakarta.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta atas ijin penelitiannya.

3. Ketua Jurusan Pendidikan Luar Biasa Fakultas Ilmu Pendidikan atas arahan dan bimbingannya.

4. Ibu Tin Suharmini, M.Si selaku Dosen Pembimbing I Tugas Akhir Skripsi yang telah bersedia menyediakan waktu untuk memberi bimbingan serta memberi saran pada penyusunan Tugas Akhir Skripsi.

(9)

6. Seluruh bapak dan ibu dosen PLB FIP UNY yang telah membimbing dan memberikan ilmu untuk menangani ABK.

7. Bapak Muhaimin, S. Ag, M. Pd, selaku kepala sekolah SLB Muhammadiyah Gamping yang telah memberi ijin penelitian.

8. Bapak Muhammad Badawi Anwar S.Pd, selaku guru kelas di SLB Muhammadiyah Gamping atas bantuan dalam memberi arahan, informasi dan kerjasamanya.

9. Kedua subyekku, terima kasih atas kesempatan mengajar dan belajar dari kalian. Kalian adalah anak-anak yang istimewa dan luar biasa.

10.Kedua orang tuaku Bapak Slamet, M.Pd dan Ibu Haryanti, serta mba Novi dan mas Agung, terimakasih atas kerja keras, kasih sayang dan dukungan yang diberikan.

11.Teman sepanjang hidupku, mas Aan yang selalu menemani, memberikan bantuan dan dukungan agar segera cepat selesai. Terima kasih untuk segalanya.

12.Sahabat terbaikku, Rere, Septi, Putri dan Ragil, terima kasih atas semua dukungan, perhatian dan sandaran yang nyaman untuk berkeluh kesah selama ini.

13.Teman-teman seperjuangan di Pendidikan Luar Biasa 2009 yang telah memberi dukungan dan masukan. Terima kasih telah mewarnai perjalanan hidupku dengan belajar bersama kalian di kampus tercinta ini.

(10)
(11)

DAFTAR ISI

Hal

HALAMAN JUDUL... ... i

HALAMAN PERSETUJUAN... ... ii

HALAMAN SURAT PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... . iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Batasan Masalah ... 7

D. Rumusan masalah... 7

E. Tujuan Penelitian.. ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 7

G. Definisi Operasional... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian tentang Anak Autis 1. Pengertian Anak Autis ... ... 10

(12)

3. Masalah yang Dihadapi Anak Autis ... 15

B. Kajian tentang kemampuan Berhitung 1. Hakekat Berhitung... 19

2. Pengertian Kemampuan Berhitung ... 24

C. Kajian tentang Media Pembelajaran 1. Pengertian Media Pembelajaran ... .. 25

2. Klasifikasi Media Pembelajaran ... 28

3. Fungsi dan Manfaat Media Pembelajaran ... 33

D. Kajian tentang Media Dot Cards 1. Media Dot Cards... ... 36

2. Penggunaan Media Dot Cards.. ... 37

3. Kelebihan Media Dot Cards.. ... 38

E. Kerangka Berfikir ... ... 39

F. Hipotesis Tindakan... ... 40

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian... ... 41

B. Desain Penelitian... ... 42

C. Subjek Penelitian... ... 47

D. Tempat dan Waktu Penelitian ... ... 48

E. Variable Penelitian ... ... 49

F. Teknik Pengumpulan Data ... ... 49

G. Instrumen Penelitian dan Teknik Pengembangannya... ... 51

H. Teknik Analisis Data... ... 57

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Dekripsi Lokasi Penelitian... ... 59

B. Deskripsi Subyek Penelitian... ... 60

C. Deskripsi Kemampuan Awal tentang Kemampuan Berhitung... 63

(13)

E. Deskripsi Data Hasil Tindakan Siklus I Peningkatan

Berhitung dengan Media Dot Cards... 77 F. Hasil Refleksi Tindakan Siklus I... 80 G. Deskripsi Pelaksanaan Tindakan Siklus II Peningkatan

Kemampuan Berhitung dengan Media Dot Cards... 88 H. Deskripsi Data Hasil Tindakan Siklus II Peningkatan

Kemampuan Berhitung dengan Media Dot Cards... 95 I. Hasil Refleksi Tindakan Siklus II... ... 98 J. Analisis Data Peningkatan Kemampuan Berhitung

Siswa Autis dengan Menggunakan Media Dot Cards... 102 K. Uji Hipotesis Tindakan... .... 107 L. Pembahasan Hasil Penelitian Peningkatan Kemampuan

Berhitung dengan Menggunakan Media Dot Cards... 108 M. Keterbatasan Penelitian... ... 112 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

(14)

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 1. KI dan KD Mata Pelajaran Matematika Kelas 1 SDLB Autis.. 44

Tabel 2. Rincian Kegiatan Penelitian... 49

Tabel 3. Kisi-kisi Instrumen Tes Kemampuan Berhitung... 52

Tabel 4. Kategori Hasil Pengamatan Terhadap Siswa Autis Tentang Kemampuan Berhitung. ... 55

Tabel 5. Kisi-kisi Instrumen Observasi Kemampuan Berhitung.... ... 55

Tabel 6. Kisi-kisi Instrumen Wawancara... 56

Tabel 7. Kemampuan Awal tentang Kemampuan Berhitung 1-5 Siswa Autis... . 63

Tabel 8. Kemampuan Berhitung Siswa Autis Siklus I... 80

Tabel 9. Kemampuan Berhitung Siswa Autis Siklus II... ... 98

Tabel 10. Kemampuan Berhitung Siswa Autis Siklus I dan Siklus II... 103

(15)

DAFTAR GAMBAR

Hal Gambar 1. Model Desain Kemmis dan MC Taggart ... 42 Gambar 2. Histogram Kemampuan Awal tentang Kemampuan Berhitung

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

Lampiran 1. Instrumen Tes Kemampuan Berhitung 1-5 Pre Test.. ... 120

Lampiran 2. Instrumen Tes Kemampuan Berhitung 1-5 Post Test I.... .. 124

Lampiran 3. Instrumen Tes Kemampuan Berhitung Post Test II ... 128

Lampiran 4. Pedoman Observasi ... 132

Lampiran 5. Panduan Wawancara Guru ... 134

Lampiran 6. Hasil Pre Test Kemampuan Berhitung ... 136

Lampiran 7. Penghitungan Skor Pre Test ... 144

Lampiran 8. Hasil Tes Kemampuan Post Test I ... 145

Lampiran 9. Penghitungan Skor Tes Siklus I ... 153

Lampiran 10. Hasil Tes Kemampuan Siklus II ... 154

Lampiran 11. Penghitungan Skor Siklus II ... 162

Lampiran 12. Hasil Observasi Siklus I ... 163

Lampiran 13. Penghitungan Skor Hasil Observasi Siklus I ... 165

Lampiran 14. Hasil Observasi Siklus II ... 166

Lampiran 15. Penghitungan Skor Hasil Observasi Siklus II... 168

Lampiran 16. Hasil Wawancara ... 169

Lampiran 17. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I... 171

Lampiran 18. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II ... 181

Lampiran 19. Foto Kegiatan ... 190

(17)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Secara etimologis kata “autisme” berasal dari kata “auto” dan “isme”.

Auto memiliki arti diri sendiri, sedangkan isme memiliki arti suatu aliran atau paham. Dengan demikian kata autisme dapat diartikan sebagai suatu paham yang hanya tertarik pada dunianya sendiri. Sedangkan menurut Sutadi (Dalam Yosfan Azwandi, 2005 : 15) autisme adalah gangguan perkembangan neorobiologis berat yang mempengaruhi cara seseorang untuk berkomunikasi dan berhubungan dengan orang lain.

Autisme merupakan sebuah gangguan perkembangan neurobiologis berat yang ditandai dengan adanya gangguan pada ketiga aspek, yaitu aspek komunikasi, perilaku dan interaksi sosial. Selain mengalami gangguan pada aspek komunikasi, perilaku, dan interaksi sosial anak autis juga disertai dengan karakteristik defisit pada kemampuan kognitifnya. Hallahan, Kauffman & Pullen (2009 : 425) mengemukakan bahwa “although not

specifically noted in the IDEA definition, autism is also characterized by severe cognitive deficits”.

(18)

mengalami kesulitan dalam beberapa hal seperti kesulitan untuk mengingat, menghafal, mengurutkan dan mengasosiasikan.

Pelajaran matematika diberikan untuk anak autis kelas dasar dengan tujuan memberikan pengetahuan mengenai konsep berhitung. Secara bertahap anak autis akan belajar membilang, mengenal angka, dan berhitung sehingga anak dapat belajar menghubungkan objek nyata maupun gambar dengan simbol angka. Pengetahuan dasar tentang materi matematika pokok bahasan berhitung berguna bagi anak autis, karena dapat mempermudah dalam beraktifitas dan memecahkan masalah sederhana didalam kehidupan sehari-hari.

(19)

Media pembelajaran menurut Schramm dan Briggs (dalam Yosfan Azwandi, 2007 : 90) sebagai teknologi pembawa informasi yang dapat dimanfaatkan untuk proses belajar mengajar, sedangkan Briggs mendefinisikannya sebagai sarana fisik untuk menyampaikan bahan ajar. Sementara itu Hamidjojo (Azhar Arsyad, 2006 : 4) memberi batasan media sebagai semua bentuk perantara yang digunakan oleh manusia untuk menyampaikan atau menyebar ide, gagasan, atau pendapat sehingga ide, gagasan atau pendapat yang dikemukakan itu sampai kepada penerima yang dituju. Penggunaan media pembelajaran dalam kegiatan belajar dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Siswa dengan lebih mudah memahami materi dan menyerap materi tersebut kedalam ingatannya.

Guru hendaknya mampu menerapkan dan menggunakan media yang sesuai dengan kemampuan siswa dan daya tarik siswa sehingga dapat menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan, mengaktifkan siswa serta menumbuhkan rasa ingin tahu guna mendukung keberhasilan pembelajaran matematika tentang berhitung. Jika sebagian anak autis menganggap belajar matematika terutama berhitung itu sulit maka guru harus mampu menggunakan media pembelajaran yang bervariasi dan menarik agar siswa merasa senang belajar berhitung dan tidak merasa kesulitan.

(20)

menghitung jumlah benda 1 – 5, serta menghubungkan atau memasangkan lambang bilangan. Keseluruhan siswa autis ini mampu menirukan pengucapan angka 1 – 5, namun ketika diminta untuk mengucapkan kembali hasilnya terbalik-balik sedangkan dalam membilang maupun menghitung benda sesuai angkanya siswa autis ini masih mengalami kesulitan. Mereka belum mampu menghitung dan membilang sesuai dengan angka yang ditetapkan.

Metode yang digunakan guru untuk mengajar sudah mampu menarik perhatian siswa autis di kelas yaitu menggunakan metode demonstrasi dengan cara memberi contoh berhitung 1 sampai 5 menggunakan lego, hanya saja media yang digunakan belum menarik perhatian siswa autis kelas satu sehingga penyampaian materi berhitung 1 – 5 belum maksimal. Media lain yang digunakan oleh guru kelas untuk mengajar berhitung adalah kartu angka, dan balok-balok kayu,. Dalam proses pembelajaran media-media yang digunakan oleh guru belum mampu menarik perhatian siswa secara menyeluruh. Siswa menggunakan balok-balok kayu dan lego untuk bermain sesuai keinginannya, bukan untuk belajar berhitung 1 sampai 5 dengan guru sehingga materi tidak tersampaikan dengan baik.

(21)

benda. Kedua subyek juga sangat menyukai bentuk lingkaran, mereka antusias mengikuti pembelajaran jika guru memberikan soal yang berhubungan dengan lingkaran. Kedua subyek sudah mampu membuat lingkaran secara mandiri. Setiap pembelajaran ketika guru meminta siswa untuk menebalkan tulisan, mereka malah asyik membuat lingkaran dilembar tugas yang diberikan.

Penanganan guru di sekolah belum maksimal, guru belum menggunakan media pembelajaran yang tepat untuk menyampaikan materi berhitung bagi anak autis kelas satu. Media pembelajaran yang digunakan masih belum mampu menarik perhatian siswa untuk fokus belajar sehingga kegiatan pembelajaran menjadi kurang efektif. Siswa menggunakan media pembelajaran yang diberikan oleh guru dengan tujuan bermain bukan belajar. Ketika guru meminta media tersebut agar tidak untuk bermain, siswa autis marah dan menangis. Guru kelas juga belum mampu membangun suasana belajar yang menyenangkan, aktif dan interaktif di kelas. Guru masih berperan dominan sehingga siswa kurang aktif dan mudah merasa bosan saat pembelajaran.

(22)

siswa autis kelas I di SLB Muhammadiyah Gamping. Media dot cards merupakan sebuah media pembelajaran berbentuk kartu yang bergambarkan lingkaran pada sisi kiri dan bertuliskan angka pada sisi kanan. Gambar lingkaran yang ada didalam kartu sesuai dengan bilangan angka yang tertera pada sisi kartu sebelah kanan.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan maka permasalahan dalam penelitian ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut :

1. Sebagian siswa autis mengalami kekurangan dalam kemampuan kognitif sehingga mengalami kesulitan dalam pembelajaran akademik.

2. Media pembelajaran yang digunakan guru kurang menarik perhatian siswa. Siswa lebih senang menggunakan media pembelajaran tersebut untuk bermain sehingga kegiatan belajar menjadi kurang efektif dan nilai pelajaran Matematika, khususnya kemmapuan berhitung 1 sampai 5 tidak mencapai standar KKM.

3. Guru masih menjadi dominan dan belum mampu menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, aktif dan interaktif.

(23)

C. Batasan Masalah

Dalam penelitian ini, peneliti membatasi permasalahan pada upaya untuk meningkatkan kemampuan berhitung 1 – 5 dengan menggunakan media dot cards pada anak autis kelas dasar I di SLB Muhammadiyah Gamping.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana meningkatkan kemampuan

berhitung dengan menggunakan media dot cards pada anak autis kelas dasar I di SLB Muhammadiyah Gamping ?”

E. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah meningkatkan kemampuan berhitung dengan menggunakan media dot cards pada anak autis kelas dasar I di SLB Muhammadiyah Gamping.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis. Manfaat tersebut antara lain :

1. Manfaat Teoritis

(24)

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu a. Bagi Guru

1) Sebagai pertimbangan guru untuk memanfaatkan media dot cards dalam proses peningkatan kemampuan berhitung pada anak autis. 2) Membantu guru menciptakan pembelajaran yang lebih interaktif,

aktif dan menyenangkan. b. Bagi siswa

1) Siswa merasakan kegiatan belajar menjadi lebih menyenangkan sehingga minat belajar dan daya konsentrasi siswa dalam pproses pembelajaran mengalami peningkatan.

2) Meningkatnya kemampuan berhitung 1-5 sehingga siswa mampu mengurutkan, membilang dan menghitung jumlah benda dengan benar.

G. Definisi Operasional Penelitian

(25)

tes yang digunakan yaitu tes tertulis yang berupa 15 butir soal menjodohkan dan 5 butir soal essay sederhana.

2. Media dot cards adalah salah satu media yang terdiri dari kartu gambar memuat gambar lingkaran sebanyak 1 sampai 5 dan kartu simbol bilangan (angka) yang memuat bilangan 1 sampai 5 terbuat dari kertas karton atau sejenisnya yang dilapisi plastik. Kartu ini digunakan sebagai media pembelajaran untuk mengenalkan bilangan, mengurutkan lambang bilangan, membilang serta berhitung.

(26)

BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian tentang Anak Autis

1. Pengertian Anak Autis

Istilah “autisme” pertama kali diperkenalkan ke masyarakat umum

oleh Leo Kanner pada tahun 1943. Istilah “autisme” ini dicetuskan oleh

Leo Kanner setelah melakukan penelitian pada 11 orang anak-anak yang menjadi pasiennya. Semua anak yang menjadi pasiennya menunjukkan persamaan gejala-gejala aneh dan perilaku yang sangat menonjol yaitu asyik dengan dirinya sendiri, seolah-olah ia hidup dalam dunianya sendiri. Istilah “autisme” ini sendiri dapat diartikan orang yang hidup dalam

dunianya sendiri.

Yosfan Azwandi (2005 : 13), menyampaikan bahwa “secara

etimologis kata “autisme” berasal dari kata “auto” dan “isme”. Auto

memiliki arti diri sendiri, sedangkan isme memiliki arti suatu aliran atau paham. Dengan demikian kata autisme dapat diartikan sebagai suatu paham yang hanya tertarik pada dunianya sendiri”. Berdasarkan pendapat

(27)

Treatment and Educational of Autistik and Communication Handicapped Children Program (TEACCH), (dalam Hasdianah : 2013) menuliskan : utism is a lifelong developmental disability that prevents individuals front understanding what they see, hear and otherwise sense. This result in severe problem of sosial relationships, communication and behavior. Autistik dipahami sebagai gangguan perkembangan neurobiologis yang berat sehingga gangguan tersebut mempengaruhi bagaimana anak belajar, berkomunikasi, keberadaan anak dalam lingkungan dan hubungan dengan orang lain.

Leaf & Eachin juga mengemukakan bahwa “ Autism is severe discruption of the normal developmental processes that occurs in the first two years of life. It lead to impaired language, play, cognitive, social, and adaptive functioning, causing children to fall farther and farther behind their peers as they grow older. The cause is unknown, but evidence points to physiological cause such as neurological abnormalities to certain areas of the brain”. (Yosfan Azwandi, 2007 : 25).

Kriteria yang sering digunakan dalam menentukan gangguan autis adalah dengan menggunakan kriterian berdasarkan DSM-IV (Diagnostic Statistical Manual). Menurut kriteria DSM-IV (Dalam Handojo, 2006 : 17) definisi gangguan autis adalah sebagai berikut :

a. Harus ada sedikitnya 6 gejala dari (1), (2), dan (3), dengan minimal 2 gejala dari (1) dan masing-masing 1 gejala dari (2) dan (3).

(28)

a) Tidak mampu menjalin interaksi sosial yang cukup memadai : kontak mata sangat kurang, ekspresi muka kurang hidup, gerak-gerik yang kurang tertuju.

b) Tak bisa bermain dengan teman sebaya.

c) Tak dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain,

d) Kurangnya hubungan sosial dan emosional yang timbal balik 2) Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi seperti ditunjukkan

oleh minimal satu dari gejala-gejala dibawah ini :

a) Bicara terlambat atau bahkan sama sekali tak berkembang (dan tak ada usaha untuk mengimbangi komunikasi dengan cara yang lain tanpa bicara)

b) Bila bisa bicara, bicaranya tidak dipakai untuk komunikasi c) Sering menggunakan bahasa yang aneh dan diulang-ulang d) Cara bermain kurang variatif, kurang imajinatif dan kurang bisa

meniru

3) Suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dari perilaku, minat dan kegiatan. Sedikitnya harus ada satu dari gejala dibawah ini :

a) Mempertahankan satu minat atau lebih, dengan cara yang sangat khas dan berlebih-lebihan

b) Terpaku pada suatu kegiatan yang ritualistik atau rutinitas yang tak ada gunanya

(29)

d) Seringkali sangat terpukau pada bagian-bagian benda

b. Sebelum umur 3 tahun tampak adanya keterlambatan atau gangguan dalam bidang :

1) Interaksi sosial 2) Bicara dan berbahasa

3) Cara bermain yang kurang variatif

c. Bukan disebabkan oleh Sindroma Rett atau Gangguan Disintegratif Masa Kanak.

Berbagai definisi yang telah dijabarkan oleh para ahli, dapat disimpulkan bahwa autisme merupakan suatu gangguan perkembangan yang muncul sebelum anak berusia tiga tahun yang disebabkan oleh abnormalitas neurobiologis dalam otak yang ditandai dengan adanya gangguan perkembangan pada 3 aspek yaitu perilaku, interaksi sosial dan komunikasi. Gangguan perkembangan pada ketiga aspek ini secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi proses belajar anak autis baik dalam bidang akademik maupun non akademik.

2. Karakteristik Penyandang Autisme

Penyandang autisme memiliki karakteristik yang berbeda dengan anak berkebutuhan khusus lainnya. Karakteristik penyandang autisme dapat ditinjau dari segi interaksi sosial, komunikasi dan pola bermain, serta aktivitas dan minat.

(30)

2) Tidak mengangkat kedua lengannya bila diajak untuk digendong 3) Ada gerakan pandangan mata yang abnormal

4) Gagal menunjukkan suatu objek kepada orang lain

5) Sebagian anak autistik acuh dan tidak bereaksi terhadap pendekatan orangtuanya, sebagian lainnya merasa terlalu cemas bila berpisah dan melekat pada orangtuanya.

6) Gagal dalam mengembangkan permainan bersama teman-teman sebayanya, mereka lebih suka menyendiri.

7) Keinginan untuk menyendiri sering tampak pada masa kanak-kanak dan akan makin berkurang sejalan dengan bertambahnya usia. 8) Tidak mampu memahami aturan-aturan yang berlaku dalam

interaksi sosial.

9) Tidak mampu untuk memahami ekspresi wajah orang ataupun untuk mengekspresikan perasaannya baik dalam bentuk vokal ataupun dalam ekspresi wajah.

b. Karakteristik dari segi komunikasi dan pola bermain

1) Mengalami tahap perkembangan bicara yang berbeda dengan anak normal pada umumnya

2) Mengalami keterlambatan dan abnormalitas dalam berbahasa dan berbicara.

(31)

4) Sering mengulang kata-kata yang baru saja mereka dengar atau yang pernah ia dengar sebelumnya tanpa maksud digunakan untuk berkomunikasi, sering berbicara sendiri serta sering menirukan potongan lagu atau iklan televisi dan diucapkan berulang-ulang dalam suasana yang tidak sesuai.

5) Gaya bicara yang monoton, kaku dan menjemukan. Penyandang autisme sukar mengatur volume dan intonasi suaranya.

6) Sukar dalam mengekspresikan perasaan atau emosi melalui komunikasi verbal maupun non verbal.

c. Karakteristik dari segi aktivitas dan minat

1) Memperlihatkan perilaku-perilaku yang aneh seperti stereotipi, hand flapping, mengulang-ulang suatu gerakan dalam waktu yang lama.

2) Menggunakan alat mainan tidak sesuai dengan fungsinya. 3) Menolak adanya perubahan lingkungan dan rutinitas baru. 4) Lekat pada sebuah benda (Yosfan Azwandi, 2005 : 27-30).

3. Masalah yang dihadapi anak autis

(32)

a. Gangguan kognitif

Ditemukan 75-80 % anak autis mengalami retardasi mental, dengan derajat retardasinya rata-rata sedang. Namun ada beberapa penyandang autisme yang menunjukkan kemampuan memecahkan masalah yang sangat luar biasa, seperti mempunyai daya ingat yang sangat baik seperti mampu mengingat dan menghafal reklame di televisi dengan sangat baik. Selain dari pada itu ada juga mereka yang memiliki kemampuan membaca diatas penampilan kemampuan intelektualnya (hiperleksia). Sekitar 50% dari mereka tergolong idiot savants, yaitu mereka yang retardasi mental tetapi menunjukkan kemampuan luar biasa dalam satu bidang, misalnya menghitung kalender, memainkan satu lagu hanya dari satu kali mendengar, mengingat nomor-nomor telepon yang ia baca dari buku telepon.

b. Gangguan pada perilaku motorik

Kebanyakan penyandang autis menunjukkan danya stereoptipi, seperti bertepuk-tepuk tangan, menggoyang-goyang tubuh. Ada diantara mereka yang menunjukkan perilaku motorik berlebihan (hyperactive) atau perilaku yang kurang (hypoactive). Beberapa anak autis juga memperlihatkan gangguan pemusatan perhatian, impulsivitas serta koordinasi motorik yang terganggu seperti kesulitan mengikat tali sepatu, menyikat gigi, memotong makanan, serta mengancingkan baju.

(33)

Beberapa anak autis menunjukkan hipersensitivitas terhadap suara (hiperakusis), mereka akan menutup telinganya bila mendengar suara yang keras seperti gonggongan anjing, sirine mobil, tetapi ada juga yang tertarik dengan bunyi jam tangan atau suara remasan kertas. Mereka mungkin sangat sensiti terhadap sentuhan, memakai baju yang terbuat dari serat yang kasar atau baju dengan label yang masih menempel, semuanya itu dapat membuat mereka temper tantrums.

Nugroho (Dalam Yosfan Azwandi : 32) menjelaskan bahwa ditemukan pula anak autis yang hanya menggunakan satu sistem sensorisnya (mono channel) untuk merespon rangsangan yang ada. Seperti anak yang tidak dapat menggunakan sistem pendengaran dan penglihatan pada waktu yang bersamaan. Sebaliknya anak autis mengalami “multi channel” maksudnya adalah bahwa anak tersebut

membutuhkan input sensori lebih dari satu sumber atau modalitas supaya proses datangnya informasi dapat diterima dengan akurat. d. Gangguan afek dan mood serta emosi

Anak autis menunjukkan perubahan mood yang tiba-tiba, misalnya menangis atau tertawa tanpa alasan. Mereka sering nampak tertawa sendiri, takut pada objek tertentu yang sebenarnya tidak menakutkan serta cemas yang berlebihan.

(34)

anak autistik (Rutter, Bailey, et.al., 1994 dalam Bandi Delphie, 2009 : 15). Hasil penemuan penelitian lebih terfokuskan pada empat area fungsi kognitif. Empat area tersebut adalah fungsi eksekutif, pengategorian dan daya ingat, pemahaman sosial, serta teori berpikir.

a. Fungsi eksekutif

Seseorang dengan sindrom autistik mempunyai hambatan yang cukup besar dalam melakukan pemecahan masalah, mengambil inisiatif dalam perencanaan, melakukan kontrol dalam gerak hati, mempertahankan perhatian, melakukan kontrol terhadap penampilan perilaku, dan berperilaku tidak pantas yang dapat menghambat dirinya sendiri.

b. Pengategorian dan Daya Ingat

Seseorang dengan sindrom autistik mempunyai kesulitan dalam pembentukan konsep-konsep baru dan pada saat dirinya berupaya untuk memahami informasi. Mereka juga berkecenderungan kearah defisit daya ingat untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini dapat terjada karena adanya ketidakberfungsian dalam amygdala dan hippo campus.

c. Pemahaman Sosial

(35)

disekeliling mereka. Mereka juga mempunyai permasalahan dalam memahami emosi dan ekspresi wajah orang lain disekitarnya.

d. Teori Berpikir

Anak-anak dengan sindrom autistik tidak memahami keberadaannya berkaitan dengan keadaan mental sebenarnya, seperti perilaku untuk percaya atau menyatakan keinginannya. Oleh karena itu, ia tidak dapat memperkirakan dan memahami bentuk tindakan dirinya untuk berperilaku sesuai dengan keadaan mental sebenarnya.

B. Kajian tentang Kemampuan Berhitung 1. Hakekat Berhitung

Berhitung adalah salah satu cabang matematika. Hal ini sejalan dengan pendapat Moris Kline (dalam Munawir Yusuf : 2005) yang menyatakan bahwa hampir semua cabang matematika yang berjumlah delapan puluh cabang besar selalu ada berhitung. Ilmu hitung adalah suatu bahasa yang digunakan untuk menjelaskan hubungan antara berbagai proyek, kejadian, dan waktu. Bahasa itu terbentuk oleh lambang /simbol yang mempunyai arti, bersifat konsisten dan deduktif. Dengan simbol yang sangat sederhana, misalnya “+”, dikandung makna yang sama bagi

(36)

Operasi hitung menurut J. Tombokan Runtukahu (1996 : 78) memiliki beberapa keterampilan dasar yang harus dilewati anak, keterampilan dasar tersebut meliputi :

a. Keterampilan pra-hitung

Keterampilan pra-hitung adalah proses kemampuan dari siswa untuk kesiapan belajar berhitung. Kemampuan itu harus dilatih sebelumnya untuk mampu belajar berhitung sesungguhnya. Kesiapan belajar berhitung ditunjukkan oleh kemampuan anak mulai menhitung tanpa makna, dan hal itu melalui berlatih menghubungkan angka dengan suatu susunan objek tertentu, akhirnya siswa mampu mengenal ,makna angka-angka yang berbeda dan menulisnya.

Hal yang paling terpenting dalam keterampilan pra-hitung bahwa siswa membutuhkan perolehan suatu pengetahuan hubungan/keterkaitan satu-per satu. Ide itu setiap satu diperlihatkan, dapat dimatchkan/dijodohkan pada sesuatu yang lain. Mengajarkan satu ke satu secara berhubungan (correspondence) mulai dengan mengajak siswa mencocokkan objek yang sama dengan ide/maknanya satu. Selanjutnya, belajar ini dapat ditingkatkan ketingkat yang lebih sulit dengan pengubahan dimensi-dimensi objeknya yang dimatchkan/dijodohkan.

b. Keterampilan numeral

(37)

1) Mengenal dan membaca bilangan. Simbol-simbol matematika yang digunakan untuk menyatakan bilangan (angka atau numeral) meliputi tiga bentuk : lisan “tujuh”, simbol abstrak “7”, simbol tertulis “tujuh”. Bentuk lisan merupakan bentuk pertama yang

dikenal murid. Setelah meniru mengucapkan bilangan-bilangan, tahap selanjutnya adalah mengenal dan membaca bilangan.

2) Menulis angka. Belajar menulis angka dimulai dari praktek menulis angka diudara untuk latihan motorik sebelum menggunakan pensil, kemudian beralih pada menjiplak angka, baru dengan kegiatan menulis angka. Latihan menulis dapat dilaksanakan dengan menulis angka yang sama dengan contoh yang sempurna, kemudian dengan angka yang tidak begitu jelas dan tugas selanjutnya adalah mengikutinya dengan pensil. Praktek menulis dilanjutkan dengan menulis angka pada kertas yang dibatasi oleh dua garis.

3) Pengenalan bilangan kardinal dan ordinal. Bilangan kardinal sangat berguna bagi murid untuk menghitung jumlah objek. Bilangan kardinal biasanya berhubungan dengan pertanyaan “Berapa banyak

obyek ?”. Sedangkan bilangan ordinal berhubungan dengan

pertanyaan “Yang mana?”atau “yang keberapa ?”. Kata-kata seperti “pertama, kedua, dan terakhir” merupakan contoh bilangan ordinal.

(38)

kemampuan pengelompokan kembali obyek-obyek yang akan dihitung.

c. Keterampilan membilang. Proses membilang menyangkut dua kegiatan yaitu murid dapat menyebut seri bilangan mulai dari satu dan murid dapat menunjuk pada obyek-obyek yang berbeda sementara ia menghitung. Hunting (dalam Tombokan Runtukahu, 1996 : 94) mengemukakan enam tingkatan membilang yaitu

1) Tahap membilang hafalan.

Membilang hafalan merupakan bahasa dasar atau prasyarat untuk menghitung. Murid-murid biasanya menggunakan hitung hafalan sampai sepuluh atau mungkin lebih sedikit, akan tetapi mereka tidak selalu mengikuti urutan bilangan yang tepat.

2) Tahap membilang sinkron.

Membilang sinkron adalah membilang dengan memasangkan nama bilangan yang diucapkan dengan menunjuk atau mengangguk. Membilang sinkron bukan membilang rasional. Anak menyentuh obyek-obyek dan sementara itu ia menyebut bilangan yang dihafalnya dengan tidak teratur atau menyebut nama bilangan yang benar tetapi mengulangi obyek atau melompat obyek.

3) Tahap membilang dengan menunjuk

(39)

saja atau adanya korespondensi 1 – 1 antara obyek dan bilangan. Kegiatan membilang dasar dimulai dengan membilang sekumpulan obyek dimulai dari 1 sampai 3 obyek, dilanjutkan dengan 4 – 6 obyek, kemudian 7 – 10 obyek. Keterampilan membilang 1 – 10 merupakan dasar membilang lanjutan.

4) Membilang dengan unit

Dalam cara membilang ini, murid untuk pertama kalinya membilang obyek-obyek khayalan atau berupa simbol (misalnya jari tangan) untuk menjadi obyek yang akan dihitung.

5) Membilang kardinal

Kegiatan membilang kardinal menyangkut membilang semua obyek konkrit, baik yang secara fisik maupun secara mental. 6) Membilang ordinal

Membilang ordinal merupakan keterampilan yang dibutuhkan dalam penjumlahan, misalnya 3 + ... = 7 .

d. Operasi bilangan bulat. Reys dkk (dalam Tombokan Runtukahu, 1996 : 97) mengemukakan bahwa dalam mengadakan operasi bilangan dibutuhkan beberapa prasyarat tertentu. Tiga syarat utama operasi bilangan adalah keterampilan membilang, pengalaman konkrit, dan kemampuan bahasa. Operasi bilangan mencakup penjumlahan, pengurangan, pembagian dan perkalian.

(40)

Beberapa model yang sering digunakan dalam mengajarkan bilangan pecah adalah panjang, himpunan dan daerah.

2. Pengertian Kemampuan Berhitung

Kemampuan berhitung adalah salah satu diantara materi pembelajaran matematika. Hal itu dikemukakan Polloway & Patton (Dalam Mumpuniarti : 2007) “... teaching specific math skills. It is

organized inti three sections : computational skills, applied math skills,

and problem solving and reasoning skills.” Pendapat itu mengemukakan

(41)

Kemampuan berhitung permulaan menurut Susanto (2011: 98) adalah kemampuan yang dimiliki setiap anak untuk mengembangkan kemampuannya, karakteristik perkembangannya dimulai dari lingkungan yang terdekat dengan dirinya, sejalan dengan perkembangan kemampuanya anak dapat dapat meningkat ke tahap pengertian mengenai jumlah, yang berhubungan dengan penjumlahan dan pengurangan.

C. Kajian tentang Media Pembelajaran 1. Pengertian Media Pembelajaran

Media pembelajaran memiliki peranan yang sangat penting dalam proses kegiatan belajar mengajar. Dengan menggunakan media pembelajaran yang beraneka ragam maka proses penyampaian informasi kepada siswa menjadi lebih mudah serta siswa pun lebih cepat untuk memahami. Kata media itu sendiri berasal dari bahasa Latin medius dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Gerlach & Ely mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. ( Azhar Arsyad, 2006 : 3).

(42)

menyampaikan pesan atau informasi. Gagne (Arif S. Sadiman, 2006 : 6) menyatakan bahwa media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar. Sementara itu Hamidjojo (Azhar Arsyad, 2006 : 4) memberi batasan media sebagai semua bentuk perantara yang digunakan oleh manusia untuk menyampaikan atau menyebar ide, gagasan, atau pendapat sehingga ide, gagasan atau pendapat yang dikemukakan itu sampai kepada penerima yang dituju. Dari berbagai batasan yang telah dikemukakan para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa media adalah segala bentuk perantara yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi yang berupa ide, gagasan atau pendapat agar pesan atau informasi yang diberikan itu sampai kepada penerima yang dituju serta dapat memberikan stimulus untuk belajar.

(43)

mengandung maksud-maksud pengajaran serta dapat digunakan untuk merangsang fikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa sehingga dapat terjadi proses pembelajaran.

Pemilihan media pembelajaran menurut Nana Sudjana & Ahmad Rivai (2002 : 4) untuk kepentingan pengajaran sebaiknya memperhatikan kriteria-kriteria sebagai berikut :

a. Ketepatannya dengan tujuan pengajaran; artinya media pengajaran dipilih atas dasar tujuan-tujuan instruksional yang telah ditetapkan. Tujuan-tujuan instruksional yang berisikan unsur pemahaman, apikasi, analisis, sintesis lebih memungkinkan digunakannya media pembelajaran.

b. Dukungan terhadap isi bahan pelajaran; artinya bahan pelajaran yang sifatnya fakta, prinsip, konsep dan generalisasi sangat memerlukan bantuan media agar lebih mudah dipahami siswa.

c. Kemudahan memperoleh media; artinya media yang diperlukan mudah diperoleh, setidak-tidaknya mudah dibuat oleh guru pada waktu mengajar. Media grafis umumnya dapat dibuat guru tanpa biaya yang mahal, disamping sederhana dan praktis penggunaannya.

(44)

e. Tersedia waktu untuk menggunakannya; sehingga media tersebut dapat bermanfaat bagi siswa selama pengajaran berlangsung.

f. Sesuai dengan taraf berpikir siswa; memilih media untuk pendidikan dan pengajaran harus sesuai dengan taraf berpikir siswa, sehingga makna yang terkandung didalamnya dapat dipahami oleh para siswa. 2. Klasifikasi Media Pembelajaran

Media pembelajaran menurut Arif S. Sadiman (2006 : 11) dibagi menjadi beberapa jenis, diantaranya adalah :

a. Media Grafis

Media grafis termasuk media visual yang berfungsi untuk menyalurkan pesan dari sumber ke penerima pesan. Saluran yang dipakai menyangkut indera penglihatan. Pesan yang akan disampaikan dituangkan kedalam simbol-simbol komunikasi visual. Secara khusus media grafis berfungsi untuk menarik perhatian, memperjelas sajian ide, mengilustrasikan atau menghiasi fakta yang mungkin akan cepat dilupakan atau diabaikan bila tidak digrafiskan. Beberapa contoh media pembelajaran yang termasuk kedalam jenis media grafis adalah :

1) Gambar/foto. Media pembelajaran yang sering dipakai adalah gambar/foto. Gambar/foto ini sifatnya konkret, dapat mengatasi batasan ruang dan waktu, serta mudah didapat dan harganya murah. 2) Sketsa. Sketsa adalah gambar sederhana, atau draft kasar yang

(45)

sketsa selain untuk menarik perhatian murid, juga digunakan untuk menghindari verbalisme dan dapat memperjelas penyampaian pesan, harganya pun tak perlu dipersoalkan sebab media ini dibuat langsung oleh guru.

3) Diagram. Diagram merupakan suatu gambar sederhana yang menggunakan garis-garis dan simbol-simbol, diagram atau skema menggambarkan struktur dari objek secara garis besar. Diagram menunjukkan hubungan yang ada antar komponennya atau sifat-sifat proses yang ada didalamnya.

4) Bagan/Chart. Bagan/chart memiliki fungsi pokok menyajikan ide-ide atau konsep-konsep yang sulit bila hanya disampaikan secara tertulis atau lisan secara visual. Bagan juga mampu memberikan ringkasan butir-butir penting dari suatu presentasi.

5) Grafik. Grafik adalah gambar sederhana yang menggunakan titik-titik, garis atau gambar. Fungsi grafik adalah untuk menggambarkan data kuantitatif secara teliti, menerangkan perkembangan atau perbandingan suatu objek atau peristiwa yang saling berhubungan secara singkat dan jelas.

(46)

7) Poster. Poster tidak saja penting untuk menyampaikan kesan-kesan tertentu tetapi dia mampu pula untuk mempengaruhi dan memotivasi tingkah laku orang yang melihatnya. Poster dapat dibuat dari kertas, kain, batang kayu,maupun seng.

8) Peta dan globe. Pada dasarnya peta dan globe berfungsi untuk menyajikan data-data lokasi. Peta dan globe sangat penting untuk mengkonkretkan pesan-pesan yang abstrak.

9) Papan flanel/flannel board. Papan flannel adalah media grafis yang efektif sekali untuk menyajikan pesan tertentu kepada sasaran tertentu pula. Gamabar-gambar yang akan disajikan dapat dipasang dan dicopot dengan mudah sehingga dapat dipakai berkali-kali. 10)Papan buletin. Papan buletin berbeda dengan papan flanel, papan

buletin tidak dilapisi dengan kain flanel tetapi langsung ditempel gambar-gambar atau tulisan. Fungsinya selain menerangkan sesuatu, papan buletin dimaksudkan untuk memberitahukan kejadian dalam waktu tertentu.

b. Media Audio

Media audio berkaitan dengan indera pendengaran. Pesan yang akan disampaikan dituangkan kedalam lambang-lambang auditif, baik verbal (kedalam kata-kata/bahasa lisan) maupun non verbal. Ada beberapa jenis media audio, diantaranya adalah :

(47)

mengembangkan daya imajinasi anak, merangsang partisipasi aktif mendengar serta radio dapat memusatkan perhatian siswa pada kata-kata yang digunakan, pada bunti dan artinya.

2) Alat perekam pita magnetik. Nama lain dari alat perekam pita magnetik adalah tape recorder. Ada dua macam rekaman dalam tape recorder yaitu sistem full track recording dan double track recording. Alat perekam pita magnetik ini memiliki fungsi ganda yang efektif sekali untuk merekam, menampilkan rekaman, dan menghapusnya. Playback dapat segera dilakukan setelah rekaman selesai.

3) Laboratorium bahasa. Laboratorium bahasa adalah alat untuk melatih siswa mendengar dan berbicara dalam bahasa asing dengan cara menyajikan materi pelajaran yang disiapkan sebelumnya. Media yang dipakai adalah alat perekam.

c. Media Proyeksi Diam

Media proyeksi diam memiliki persamaan dengan media grafik dalam arti menyajikan rangsangan-rangsangan visual. Selain itu, bahan-bahan grafis banyak digunakan dalam media proyeksi diam. Perbedaan antara media proyeksi diam dengan media grafis adalah pada media grafis dapat secara langsung berinteraksi dengan pesan media, sedangkan pada media proyeksi, pesan tersebut harus diproyeksikan dengan proyektor agar dapat dilihat oleh sasaran.

(48)

1) Film bingkai. Film bingkai adalah film berukuran 35mm, yang biasanya dibungkus bingkai berukuran 2x2 inci terbuat dari karton atau plastik. Film bingkai ini merupakan media yang relatif sederhana/mudah, baik cara membuatnya maupun cara menggunakannya, dibandingkan dengan TV atau film.

2) Film rangkai. Berbeda dengan film bingkai, gambar (frame) pada film rangkai berurutan merupakan satu kesatuan. Film rangkai bisa tanpa suara maupun dengan suara. Suara yang menyertai film rangkai dimaksudkan untuk menjelaskan isi. Selain dengan suara yang direkam, penjalasan dapat disampaikan dalam bentuk buku pedoman atau narasi tulis dibawah gambar yang dibacakan oleh guru atau oleh siswa itu sendiri..

3) Media transparansi. Media transparasi atau overhead transparency (OHT) sering kali disebut dengan nama perangkat kerasnya yaitu OHP (Overhead Projector). Medria transparansi adalah media visual proyeksi yang dibuat atas bahan transparan, biasanya film acetate atau plastik. Bahan transparan yang berisi pesan-pesan tersebut memerlukan alat khusus untuk memproyeksikannya, yaitu OHP.

(49)

5) Televisi. Televisi adalah media yang menyampaikan pesan-pesan pembelajaran secara audio-visual dengan disertai unsur gerak. 6) Video. Video sebagai media audio-visual semakin populer di

masyarakat. Pesan yang disajikan bisa bersifat fakta (kejadian/peristiwa penting, berita) maupun fiktif (cerita), bisa bersifat informatif, edukatif, maupun isntruksional.

7) Permainan dan simulasi. Permainan adalah setiap kontes antara para pemain yang berinteraksi satu sama lain dengan mengikuti aturan-aturan tertentu untuk mencapai tujuan tertentu pula. Sedangkan simulasi adalah suatu model hasil penyederhanaan suatu realitas. Selain harus mencerminkan situasi yang sebenarnya, simulasi harus bersifat operasional.

3. Fungsi dan Manfaat Media Pembelajaran

Media dalam pendidikan memiliki berbagai manfaat dan fungsi. Sehingga setiap media yang akan diciptakan atau digunakan harus memiliki nilai kebermaknaan baik bagi guru, maupun bagi siswa terutama dalam mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Hujair AH Sanaky (2010 : 36) fungsi media pembelajaran adalah :

a. Memperjelas sajian dan tidak terlalu bersifat verbalistik dalam bentuk kata- kata tertulis dan lisan belaka.

(50)

1) Obyek yang terlalu besar bisa digantikan dengan realitas, gambar, film bingkai, film dan model

2) Obyek yang kecil dapat dibantu dengan projector mikro, film bingkai, film dan gambar

3) Kejadian atau peristiwa yang terjadi dimasa lampau dapat ditampilkan lagi lewat rekaman film, video, film bingkai, foto maupun verbal

4) Obyek yang terlalu kompleks (mesin-mesin) dapat disajikan dengan model, diagram, dan lan-lain

5) Konsep yang terlalu luas, seperti gunung berapi, gempa bumi, iklim, dan lain-lain dapat dividualisasikan dalam bentuk film, film bingkai dan gambar

c. Dengan menggunakan media pembelajaran secara tepat dan bervariasi dapat mengatasi sikap pasif dari anak. Dalam hal ini media pembelajaran berguna untuk :

1) Menimbulkan kegairahan belajar

2) Memungkinkan interaksi langsung antara pembelajar dengan lingkungan kenyataan

3) Memungkinkan pembelajar dapat belajar sendiri menurut kemampuan dan minatnya.

(51)

a. Pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar,

b. Bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh siswa dan memungkinkannya menguasai dan mencapai tujuan pembelajaran

c. Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi kalau guru mengajar pada setiap jam pelajaran

d. Siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, memerankan, dan lain-lain.

Encyclopedia of Educational Research dalam Azhar Arsyad (1996 : 25) merincikan manfaat media pendidikan sebagai berikut :

a. Meletakkan dasar-dasar yang konkret untuk berpikir, oleh karena itu mengurangi verbalisme

b. Memperbesar perhatian siswa

c. Meletakkan dasar-dasar yang penting untuk perkembangan belajar, oleh karena itu membuat pelajaran lebih mantap

d. Memberikan pengalaman nyata yang dapat menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri dikalangan siswa

(52)

f. Membantu tumbuhnya pengertian yang dapat membantu perkembangan kemampuan berbahasa

g. Memberikan pengalaman yang tidak mudah diperoleh dengan cara lain, dan membantu efisiensi dan keragaman yang lebih banyak dalam belajar.

D. Kajian tentang Media Dot Cards 1. Media Dot Cards

Media dot cards merupakan salah satu media yang berbentuk kartu. H. Hudojo (Mia Eka, 2009 : 11) mengemukakan bahwa media kartu didalam pengajaran matematika merupakan suatu media yang memuat instruksi-instruksi berupa pertanyaan dan latihan yang digunakan untuk mempelajari ide mereka dalam bentuk kartu angka. Dot cards dilihat arti kata didalam kamus bahasa Inggris adalah dot berarti titik, cards berarti kartu, jadi dot cards adalah kartu titik.

(53)

Media dot cards dapat dibuat sendiri oleh guru dengan disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik siswanya. Media ini bisa berisi gambar-gambar maupun berbentuk lingkaran berwarna. Dot cards bergambar digunakan untuk siswa yang sudah mampu mengoperasikan bilangan, sedangkan untuk anak yang sedang mengenal angka dan belajar membilang menggunakan media dot cards yang berupa lingkaran berwarna. Hal ini dimaksudkan agar kosentrasi anak tidak dibuyarkan dengan adanya gambar-gambar yang menarik perhatian.

2. Penggunaan Media Dot Cards

Media dot cards terdiri dari dua bagian, bagian yang pertama adalah kartu gambar yang berisi lingkaran berwarna merah, dan bagian yang kedua adalah kartu angka. Media ini dibuat dari kertas karton yang tebal agar tidak mudah sobek dan rusak kemudian dilapisi plastik. Adapun cara penggunaan media dot cards untuk pembelajaran berhitung adalah sebagai berikut :

a. Langkah yang pertama adalah mengenalkan media dot cards kepada siswa dengan menjelaskan bagian-bagian dari media tersebut.

b. Menghitung jumlah lingkaran merah bersama siswa dengan cara bertahap mulai dari 1-2, 1-3, 1-4, 1-5.

(54)

dilakukan sampai angka 5. Kemudian guru mengambil kartu angka dengan acak, siswa diminta untuk menyebutkan angkanya.

d. Memasangkan kartu bergambar dengan kartu angka secara bertahap mulai dari 1-2. Guru mengambil satu kartu bergambar kemudian siswa diminta untuk menghitungnya . Cara ini dilakukan sampai anak paham bilangan 1-2, setelah itu dilanjutkan dengan tahap berikutnya.

e. Jika siswa sudah menguasai berhitung 1-5 maka langkah selanjutnya adalah membilang 1-5. Guru menyebutkan satu angka dengan menunjukkan kartu angka, siswa diminta untuk memasangkan dengan kartu bergambar. Cara ini diulang sampai siswa paham membilang 1-5.

3. Kelebihan Media Dot Cards

Kelebihan menggunakan media dot cards sebagai media untuk pembelajaran berhitung bagi anak adalah :

a. Bentuk medianya sangat sederhana dan guru mampu membuatnya secara mandiri

b. Warna dan bentuknya sering dijumpai oleh anak dalam kehidupan sehari-hari sehingga memudahkan untuk pembelajaran

c. Mudah untuk digunakan dan dipelajari oleh anak

d. Dot cards sangat aman bagi anak. Dalam penggunaannya tidak akan membuat anak lecet ataupun tergores.

(55)

f. Cara penggunaannya sangat mudah sehingga anak mampu belajar berhitung di rumah dengan dibantu oleh orang tua.

E. Kerangka Berpikir

Anak autis memiliki gangguan dalam bidang kognitifnya. Sebagian besar dari mereka disertai retardasi mental dengan derajat retardasinya rata-rata sedang. Dengan adanya gangguan dalam bidang kognitif mengakibatkan anak autis sulit menerima pembelajaran secara akademik. Dalam pembelajaran akademik terutama mata pelajaran matematika anak cenderung diharuskan untuk mengingat, menghafal, mengurutkan, mencoba, mengasosiasikan serta mengkomunikasikan. Sedangkan anak autis cenderung mengalami kesulitan dalam beberapa hal seperti kesulitan untuk mengingat, menghafal, mengurutkan dan mengasosiasikan.

Pelajaran matematika diberikan untuk anak autis kelas dasar dengan tujuan memberikan pengetahuan mengenai konsep bilangan. Secara bertahap anak autis akan belajar membilang, mengenal angka, dan berhitung sehingga anak dapat belajar menghubungkan objek nyata maupun gambar dengan simbol angka. Pengetahuan dasar tentang materi matematika pokok bahasan berhitung berguna bagi anak autis, karena dapat mempermudah dalam beraktifitas dan memecahkan masalah sederhana didalam kehidupan sehari-hari.

(56)

matematika lebih lanjut disekolah dasar, seperti pengenalan konsep bilangan, dan lambang bilangan melalui berbagai jenis media dalam kegiatan bermain yang menyenangkan. Berhitung juga diperlukan untuk membentuk sikap logis, kritis, cermat, disiplin pada diri anak (Depdiknas, 2000;1).

Melalui media dot cards siswa mampu mempelajari materi berhitung 1-5 dengan lebih mudah dari pada menggunakan media yang lainnya seperti lego atau balok-balok kayu. Seperti yang telah dijabarkan diatas bahwa pengenalan konsep bilangan dan lambang bilangan melalui berbagai jenis media dengan penyampaian yang menyenangkan akan lebih mudah dipahami oleh siswa.

F. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kerangka berpikir sebagaiman yang diuraikan di atas maka dirumuskan hipotesis tindakan dalam penelitian ini, yaitu “Media dot

(57)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK) dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian Tindakan Kelas ((PTK) adalah penelitian tindakan (classroom action research) yang dilakukan dengan tujuan memperbaiki mutu praktik pembelajaran di kelas ( Suharsimi Arikunto, 2008:58). Grindy dan Kemmis (Suwarsih Madya, 1994 : 12 ) menyebutkan bahwa tujuan penelitian tindakan kelas adalah peningkatan praktek, peningkatan atau pengembangan profesional, pemahaman praktek oleh praktisnya dan peningkatan situasi tempat pelaksanaan praktek. Penelitian tindakan kelas yang dilakukan berkolaborasi dengan guru kelas di sekolah SLB Muhammadiyah Gamping. Kolaborasi dilakukan mulai dari perencanaan hingga penilaian. Pada tahap perencanaan, peneliti dan guru kolaborator melakukan diskusi bersama dalam menetapkan masalah dan menentukan tindakan yang akan diberikan kepada siswa. Tahap tindakan, peneliti dan guru melakukan kolaborasi untuk memberikan contoh bagi guru dalam mempraktekkan tindakan yang akan diberikan kepada siswa kemudian guru mempraktekkannya serta peneliti membantu guru mengatur jalannya pembelajaran berhitung menggunakan dot cards. Pada tahap penilaian, guru sebagai penilai dan peneliti sebagai pengamat.

(58)

siswa autis dengan memperbaiki pembelajaran Matematika melalui media dot cards.

B. Desain Penelitian

[image:58.595.236.381.333.512.2]

Jenis desain yang akan digunakan adalah model Kemmis dan Mc Taggart. Model ini menggunakan empat komponen penelitian dalam setiap siklus (perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi). Model desain penelitian tindakan kelas menurut Kemmis dan Mc Taggart dijelaskan melalui gambar dibawah ini :

Gambar 1. Model Desain Kemmis dan MC Taggart

(59)

Media yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan berhitung dalam pelajaran Matematika adalah media dot cards. Urutan kegiatannya adalah sebagai berikut :

1. Perencanaan

Tahap perencanaan meliputi kegiatan : a. Menyusun soal tes kemampuan awal

b. Mengkonsultasikan soal tes kemampuan awal dengan guru kolaborasi. Soal tes kemampuan awal ini dijadikan sebagai alat untuk mengetahui hasil belajar kemampuan berhitung siswa autis sebelum dilaksanakan tindakan.

c. Melakukan diskusi dengan guru kolaborator mengenai penggunaan media dot cards sebagai media dalam pembelajaran berhitung pada mata pelajaran matematika.

d. Mengukur kemampuan berhitung siswa dengan melakukan tes kemampuan awal. Tes kemampuan awal ini dilakukan satu kali untuk mengetahui kemampuan awal siswa autis kelas 1 SDLB dalam hal kemampuan berhitung.

(60)

Tabel 1. KI dan KD Mata pelajaran Matematika Kelas I SDLB Autis

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar

3.Memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati [mendengar, melihat, membaca] dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah dan di sekolah

3.1 Mengenal lambang bilangan dan mendeskripsikan kemunculan bilangan dengan bahasa yang sederhana

3.2 Mengenal bilangan asli sampai 5 dengan menggunakan benda-benda yang ada di sekitar rumah, sekolah, atau tempat bermain 3.3 Mengenal dan memprediksi

pola-pola bilangan sederhana meng-gunakan gambar-gambar / benda konkrit

4. Menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas dan logis, dalam karya yang estetis, dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang mencerminkan perilaku anak beriman dan berakhlak mulia

4.1 Menuliskan lambang bilangan dan mendeskripsikan kemunculan bilangan dengan bahasa yang sederhana

4.2 Menggunakan benda-benda yang ada disekitar rumah, sekolah, atau tempat bermain untuk menelusuri bilangan asli sampai 5

4.3 Membentuk pola-pola bilangan sederhana menggunakan gambar-gambar/ benda konkrit

f. Membuat lembar observasi untuk mengamati aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran.

g. Menyiapkan media pembelajaran yang berupa dot cards untuk siswa. h. Memberikan arahan kepada guru kolaborator tentang cara penggunaan

[image:60.595.155.523.118.524.2]
(61)

2. Pelaksanaan Tindakan

Mengadakan observasi dan tindakan dengan melakukan penerapan media dot cards dalam pembelajaran Matematika sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan berhitung 1 sampai 5 pada siswa autis. Berikut ini adalah pokok-pokok kegiatan yang akan dilaksanakan dalam pembelajaran :

a. Tahap persiapan

Peneliti dengan berkolaborasi dengan guru mengenalkan media dot cards kepada subjek dan menjelaskan cara penggunaannya dalam belajar berhitung.

b. Tahap pelaksanaan

1) Subjek belajar berhitung menggunakan media dot cards dengan dibantu oleh guru. Subjek melakukan praktik langsung berhitung dari angka 1-5 secara bertahap dengan menghitung jumlah lingkarannya kemudian mencocokkan dengan angkanya.

2) Pengamatan terhadap jalannya pembelajaran. Saat proses pembelajaran, peneliti mengamati proses belajar mengajar yang dilakukan oleh guru dan subjek. Peneliti membantu guru jika dalam proses belajar mengajar tersebut materi yang disampaikan tidak sesuai dengan tujuan pembelajaran.

(62)

c. Tahap Penutupan

1) Guru mengulang kembali materi yang telah diberikan kepada siswa. 2) Siswa menjawab pertanyaan-pertanyaan singkat yang diajukan oleh

guru 3. Observasi

Pengamatan dilakukan untuk mengamati jalannya kegiatan pembelajaran berhitung dengan menggunakan media dot cards untuk meningkatkan kemampuan berhitung pada siswa. Pengamatan dilakukan dengan instrumen pedoman observasi. Terdapat tiga data yang diungkap antara lain:

a. Kemampuan siswa dalam menyebutkan dan mengurutkan bilangan 1 – 5 yang akan dihitung dari perolehan skor.

b. Kemampuan pemahaman konsep tentang membilang 1-5 dengan menggunakan media dot cards.

c. Keterampilan guru dalam memberikan pembelajaran berhitung dengan menggunakan media dot cards yang dapat diukur dari pemerolehan skor.

4. Refleksi

(63)

a. Penerapan media dot cards dalam meningkatkan kemampuan berhitung siswa autis pada mata pelajaran Matematika.

b. Merencanakan tindakan yang akan dilaksanakan selanjutnya apabila hasil tindakan yang dilaksanakan belum sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.

c. Melaksanakan tindakan pada siklus selanjutnya jika hasil yang dicapai belum memenuhi kriteria.

C. Subjek Penelitian

Subyek penelitian adalah segala sumber benda, hal atau orang tempat data untuk variabel penelitian yang dipermasalah[kan melekat. Subjek penelitian ini adalah siswa autis kelas 1 SDLB di SLB Muhammadiyah Gamping yang berjumlah dua orang. Kriteria kedua subjek yang dipilih adalah sebagai berikut :

1. Siswa autis kelas 1 SDLB yang pada saat penelitian sedang menempuh pembelajaran tema satu yaitu Diri Sendiri yang didalamnya mencakup pelajaran Matematika kemampuan berhitung 1 sampai 5.

2. Siswa autis sudah memiliki sifat patuh terhadap guru.

3. Siswa autis tipe verbal yang sudah dapat mengeluarkan kata-kata serta dapat menirukan apa yang diajarkan oleh guru.

(64)

5. Siswa autis dalam pelajaran Matematika belum memiliki kemampuan yang optimal dalam aspek berhitung, khususnya dalam membilang dan mengurutkan angka.

D. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SLB Muhammadiyah Gamping yang terletak di Jalan Wates km 5,5 Bodeh, Ambarketawang, Gamping, Sleman. Pemilihan sekolah SLB Muhammadiyah Gamping sebagai tempat penelitian karena terdapat permasalahan dalam pembelajaran matematika khususnya dalam kemampuan berhitung 1-5 pada siswa autis kelas 1. Nilai yang diperoleh siswa belum mencapai KKM yang telah ditentukan yaitu sebesar 65%.

(65)

2. Waktu Penelitian

[image:65.595.142.513.304.441.2]

Waktu penelitian selama 2 bulan yang diawali dengan mengurus perijinan, pelaksanaan tindakan, kegiatan setelah tindakan dan pengolahan data hasil tindakan. Apabila siswa masih belum memenuhi kriteria yang ditentukan yaitu 65 % pada kegiatan setelah tindakan siklus I sehingga perlu dilanjutkan dengan tindakan pada siklus II. Adapun rincian kegiatannya adalah sebagai berikut :

Tabel 2. Rincian Kegiatan Penelitian

Alokasi Waktu Kegiatan

Minggu I Mengurus perijinan Minggu II Melakukan observasi Minggu III Menyusun instrumen

Minggu IV Melaksanakan tindakan siklus I Minggu V Merefleksikan tindakaan siklus I Minggu VI Melaksanakan tindakan siklus II Minggu VII Merefleksikan tindakaan siklus II

E. Variable Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah :

1. Penggunaan media dot cards sebagai variabel tindakan 2. Kemampuan berhitung sebagai variabel masalah.

F. Teknik Pengumpulan data

(66)

1. Tes hasil belajar

Tes hasil belajar adalah “tes yang digunakan untuk menilai hasil-hasil

pelajaran yang telah diberikan guru kepada peserta didiknya dalam jangka waktu tertentu” (Harjanto, 2005: 278). Tes hasil belajar digunakan untuk mengetahui tingkat pemahaman konsep siswa autis. Jenis tes yang digunakan yaitu tes tulisan yang berupa menjodohkan dan uraian sederhana. Jumlah soal tes yaitu 20 butir terdiri dari 15 butir menjodohkan, 5 jawab singkat. Skor 1 untuk jawaban benar dan 0 untuk jawaban salah pada menjodohkan sedangkan skor 2 untuk jawaban benar dan skor 0 untuk jawaban salah pada soal jawab singkat. Hasil skor pada tes pemahaman akan dihitung secara persentase dan diharapkan mencapai KKM yang ditentukan yaitu 65%. Perhitungan skor tes secara persentase yaitu:

Nilai siswa = Skor betul x 100% Skor maksimal

2. Teknik Observasi

Observasi adalah “teknik mengumpulkan data dengan cara mengamati

(67)

belajar dengan menggunakan media dot cards. Lembar observasi berbentuk checklist dan diisi dengan menggunakan tanda cek (v). Selain checklist, untuk mengumpulkan data peneliti menggunakan lembaran catatan tentang hal-hal yang muncul dan teramati pada saat proses belajar mengajar menggunakan media dot cards sedang berlangsung.

3. Teknik Wawancara

Wawancara adalah “teknik mengumpulkan data dengan menggunakan

bahasa lisan baik secara tatap muka ataupun melalui saluran media tertentu” (Wina Sanjaya, 2009:96). Teknik wawancara digunakan untuk

mencari data pelengkap agar lebih akurat. Data pelengkap diperoleh melalui wawancara dengan guru. Pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan kepada guru kolaborator sebelumnya disusun terlebih dahulu. Wawancara dengan guru kolabolator ini dimaksudkan untuk menggali informasi mengenai keadaan siswa secara menyeluruh serta kesan dan pesan guru terhadap penerapan media dot cards dalam peningkatan kemampuan berhitung siswa autis.

G. Instrumen Penelitian dan Teknik Pengembangannya 1. Jenis Instrumen

(68)

a. Tes Kemampuan Berhitung

Tes yang diberlakukan adalah tes kemampuan awal dan tes paska tindakan siklus I dan tes paska tindakan siklus II. Tes tidak hanya dijelaskan dengan angka-angka, akan tetapi berupa deskripsi juga. Data yang diperoleh berupa angka-angka diubah menjadi persentasi yang kemudian dijelaskan dengan narasi. Berikut kisi-kisi paanduan tes kemampuan berhitung :

Tabel 3. Kisi-Kisi Instrumen Tes Kemampuan Berhitung

Variabel Sub

Variabel Aspek Indikator Jumlah

[image:68.595.149.515.307.739.2]

Berhitung Mengenal bilangan asli sampai 5 a. Mengenal lambang bilangan dan mendeskripsi kan kemunculan bilangan b. Mengenal dan memprediksi pola-pola bilangan sederhana meng-gunakan gambar-gambar / benda

konkrit

a. Mengenal tulisan angka 1-3

(69)

sebanyak 4 e. Menghitung banyak lingkaran sebanyak 5 f. Membuat lingkaran sebanyak 1 g. Membuat lingkaran sebanyak 2 h. Membuat lingkaran sebanyak 3 i. Membuat lingkaran sebanyak 4 j. Membuat lingkaran sebanyak 5 1 1 1 1 1 1

Instrumen tes yang digunakan berupa tulisan dengan jenis soal menjodohkan dan jawab singkat. Soal menjodohkan berjumlah 15 butir dengan setiap jawaban betul mendapat skor 1 dan jawaban salah mendapat skor 0, sedangkan soal jawab singkat berjumlah 5 butir dengan skor setiap jawaban benar 3 dan skor 0 untuk jawaban salah. Skor maksimal yang didapatkan yaitu 30. Adapun penskoran yang digunakan menurut Ngalim Purwanto (2006: 102) yaitu:

N= R x 100 SM

N = Nilai yang dicari

(70)

Perhitungan skor tes yang dilakukan dalam penelitian ini berupa persentase. Hasil hitungan tes berupa persentase kemudian dimasukkan dalan kategori penilaian. Pencapaian penguasaan materi siswa diharapkan mencapai KKM sebesar 65, hal ini berarti peningkatan pemahaman siswa meningkat ditandai dengan hasil nilai tes tentang berhitung minimal 65% dan kategorinya baik. Kategori penilaian hasil tes pemahaman dibuat sendiri oleh peneliti. Langkah-langkah penyusunan teknik penskoran pada hasil tes pemahaman yaitu:

1) Menentukan rentang skor (skor maksimal-skor minimal),

2) Menentukan jumlah kelas kategori (kelas kategori dibagi dalam lima kategori yaitu amat baik, baik, cukup, kurang, sangat kurang),

3) Menghitung interval skor sesuai rumus (menurut Sudjana, 2005: 47) yakni:

P = rentang Jumlah kelas

Hitungan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut : Skor maksimal : 30

Skor minimal : 0 Jumlah kategori : 5

Interval (p) : ( 30-0 ) = 6 5

4) Mengubah skor tes ke dalam bentuk persentase.

Adapun kriteria keberhasilannya adalah sebagai berikut :

Tabel 4. Kategori Hasil Pengamatan Terhadap Siswa Autis Tentang Kemampuan Berhitung

Skor Persentase Kategori

Gambar

gambar dibawah ini :
gambar/ benda konkrit
Tabel 2. Rincian Kegiatan Penelitian
gambar-gambar / c. Menghitung banyak
+7

Referensi

Dokumen terkait