• Tidak ada hasil yang ditemukan

18515 22563 1 PB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan " 18515 22563 1 PB"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

ISSN : 2301-9085

PROFIL KOMPLEKSITAS SOAL YANG DIBUAT SISWA DALAM PENGAJUAN MASALAH Deny Agus Dwianto

Pendidikan Matematika, FMIPA, Universitas Negeri Surabaya, e-mail : denydwianto@mhs.unesa.ac.id

Tatag Yuli Eko Siswono

Pendidikan Matematika, FMIPA, Universitas Negeri Surabaya, e-mail : tatagsiswono @unesa.ac.id

Abstrak

Kemampuan matematika diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk menyelesaikan berbagai permasalahan. Untuk meningkatkan kemampuan matematika siswa dapat dilakukan melalui pengajuan masalah. Kemampuan matematika siswa yang berbeda-beda dalam pengajuan masalah akan mempengaruhi kompleksitas soal yang dibuat.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas VIII-C SMPN 3 Tuban tahun ajaran 2015/2016 sebanyak 27 siswa dengan memilih 6 siswa sebagai subjek wawancara. Untuk mendeskripsikan profil kompleksitas soal yang dibuat siswa dalam pengajuan masalah maka peneliti memberikan tes kemampuan matematika dan tes pengajuan masalah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompleksitas soal yang dibuat siswa berkemampuan matematika tinggi; mampu membuat 10 soal dan diselesaikan dengan tepat, dalam membuat soal cenderung menambahkan informasi baru, ditinjau dari semantik soal yang dibuat mampu menggunakan 1-hubungan sebanyak 9,3%, 2-hubungan sebanyak 7,4%, dan 4-hubungan sebanyak 40%, ditinjau dari sintaksis soal yang dibuat mampu menggunakan proposisi penugasan sebanyak 6,5%, hubungan sebanyak 11,1%, dan pengandaian sebanyak 33,3%, ditinjau dari tingkat kesulitan soal mampu dikategorikan sebagai soal sedang sebanyak 8,2%, soal tinggi sebanyak 40%, dan soal yang dibuat dapat dikatakan kompleks. Kompleksitas soal yang dibuat siswa berkemampuan matematika sedang; mampu membuat 39 soal dan diselesaikan dengan tepat, dalam membuat soal cenderung menambahkan informasi baru atau hanya mengubah bilangan, ditinjau dari semantik soal yang dibuat mampu menggunakan 1-hubungan sebanyak 30,2,%, 2-hubungan sebanyak 38,9%, 3-hubungan sebanyak 100% dan 4-hubungan sebanyak 60%, ditinjau dari sintaksis soal yang dibuat mampu menggunakan proposisi penugasan sebanyak 25,8%, hubungan sebanyak 52,8%, dan pengandaian sebanyak 66,7%, ditinjau dari tingkat kesulitan soal mampu dikategorikan sebagai soal mudah sebanyak 100%, soal sedang sebanyak 35,7%, soal tinggi sebanyak 60%, dan soal yang dibuat dapat dikatakan kompleks. Kompleksitas soal yang dibuat siswa berkemampuan matematika rendah; mampu membuat 55 soal dan diselesaikan dengan tepat, dalam membuat soal cenderung menambahkan informasi baru, ditinjau dari semantik soal yang dibuat mampu menggunakan 1-hubungan sebanyak 60,5% dan 2-hubungan sebanyak 53,7%, ditinjau dari sintaksis soal yang dibuat mampu menggunakan proposisi penugasan sebanyak 67,7% dan hubungan sebanyak 36,1%, ditinjau dari tingkat kesulitan soal mampu dikategorikan sebagai soal sedang sebanyak 56,1% dan soal yang dibuat dapat dikatakan kurang kompleks.

Kata Kunci: kompleksitas, pengajuan masalah, semantik, sintaksis, tingkat kesulitan soal.

Abstract

Mathematics ability are needed in daily life to solve other problems. To increase students mathematical abilities can be done by using problem posing. The differences of students mathematical abilities in problem posing will be evoke the problem complexity that were created.

This research is qualitative descriptive research. This research is conducted on the students of class VIII-C in Junior High School of 3 Tuban in the year 2015/2016 for 27 students by selecting 6 students as the subject of the interview. To describe profile of problem complexity that created by students in problem posing then researcher gave a mathematical abilities test and problem posing test.

(2)

level of problem difficulties able to used average problem is 8,2%, high problem is 40%, and the problem was created can be said complex. Problem complexity that created by students with average mathematical abilities ; able to create 39 problems and solvable, in creating problems liable to add new informations or just change the number, based on semantic relations, able to used 1-relation is 30,2%, 2-relations are 38,9%, 3-relations are 100% and 4-relations are 60%, based on syntactic, able to used assignment proposition is 25,8%, relational proposition is 52,8%, and conditional proposition is 66,7%, based on the level of problem difficulties able to used low problem is 100%, average problem is 35,7%, high problem is 60%, and the problem was created can be said complex. Problem complexity that created by students with low mathematical abilities; able to create 55 problems and solvable, in creating problems liable to not adding new informations, based on semantic relations, able to used 1-relation is 60,5%, 2-relations are 53,7%, based on syntactic, able to used assignment proposition is 67,7%, relational proposition is 36,1%, based on the level of problem difficulties able to used average problem is 56,1%, and the problem was created can be said less complex.

(3)

PENDAHULUAN

Matematika merupakan salah satu pelajaran yang dianggap sulit oleh sebagian siswa. Salah satu kesulitan dalam belajar matematika adalah kurangnya pemahaman konsep serta kesulitan dalam menyelesaikan permasalahan matematika (Herawati, 2010). Selain kesulitan tersebut, adapula anggapan siswa bahwa matematika mengandung ide-ide dan konsep-konsep yang abstrak. Meskipun hal tersebut sesuai dengan pengertian matematika yaitu ide-ide abstrak yang diberi simbol-simbol yang tersusun secara hierarkis dan penalarannya deduktif, sehingga belajar matematika merupakan kegiatan mental yang tinggi (Hudojo, 1998). Ide-ide, konsep-konsep yang abstrak serta kegiatan mental yang tinggi dalam matematika bukan berarti bahwa matematika merupakan pelajaran yang sulit, melainkan matematika ada untuk menyelesaikan berbagai permasalahan. Dengan demikian, pemahaman konsep serta prinsip-prinsip dalam matematika dapat melatih siswa untuk dapat berpikir kritis, logis, rasional, kreatif, dan sistematis dalam menyelesaikan berbagai permasalahan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Kesulitan-kesulitan yang dialami dalam belajar matematika antara siswa satu dengan siswa lain akan berbeda-beda. Perbedaan kemampuan siswa akan mempengaruhi tingkat pemahaman konsep yang berbeda-beda. Dalam hal ini pemahaman konsep perlu ditanamkan kepada siswa untuk melatih mereka dalam menyelesaikan berbagai permasalahan matematika terutama dalam hal pemecahan masalah. Pemecahan masalah sendiri merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki siswa dalam matematika (NCTM, 2004). Kesulitan dalam pemecahan masalah yang sering dialami siswa adalah soal cerita. Hal ini sesuai dengan pernyataan Raharjo (2008) yang menyebutkan bahwa kesulitan siswa dalam soal cerita adalah kurangnya keterampilan siswa dalam menerjemah kalimat sehari-hari ke dalam kalimat matematika.

Perbedaan kemampuan matematika siswa akan mempengaruhi segala tindakan mereka dalam hal memahami soal, menafsirkan soal dan memecahkan soal. Kemampuan matematika siswa tinggi akan jauh berbeda dengan kemampuan matematika siswa rendah. Untuk mengatasi kesulitan-kesulitan tersebut dan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam matematika, diperlukan suatu cara untuk melatih mereka dalam menyelesaikan soal-soal atau permasalahan matematika. Dengan demikian perlu dikembangkan suatu keterampilan untuk memahami, menafsirkan dan memecahkan soal. Menurut Cars (dalam Siswono, 1999) menyebutkan bahwa salah satu cara yang dapat

digunakan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah dalam bentuk soal cerita adalah setiap siswa diminta membuat soal atau pertanyaan. Berdasarkan pendapat tersebut, salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah adalah pengajuan masalah (problem posing).

Menurut Huda (2013:276) pengajuan masalah (problem posing) merujuk pada strategi yang menekankan pemikiran kritis demi tujuan pembebasan. Pengajuan masalah memberikan kebebasan kepada siswa untuk membuat soal-soal atau pertanyaan-pertanyaan berdasarkan materi yang sudah dipelajari atau informasi yang diberikan. Dalam hal ini siswa mengajukan atau membuat soal mengenai informasi yang diberikan kemudian siswa diberikan kesempatan untuk menyelesaikan soal yang mereka buat. Pengajuan masalah dalam hal ini dapat mendorong siswa untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan dapat meningkatkan pemahaman konsep yang telah mereka dapatkan.

Adapun beberapa kelebihan dari pengajuan masalah (problem posing) yaitu (1) membentuk siswa bersikap aktif, kritis dan kreatif, (2) membantu siswa dalam belajar menganalisis suatu masalah dan (3) dapat meningkatkan kemampuannya dalam pemecahan masalah. Melalui pengajuan masalah ini diharapkan diberikan kepada siswa untuk mengajukan atau membuat soal matematika dan menyelesaikannya. Dalam kegiatan pengajuan masalah tersebut, informasi yang diberikan oleh guru harus diproses terlebih dahulu sedemikian hingga dihasilkan beberapa soal matematika.

Kemampuan matematika siswa yang berbeda-beda dalam pengajuan masalah akan mempengaruhi kualitas soal yang dibuat. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Tyas (2013), yakni kemampuan pengajuan masalah siswa berkemampuan matematika tinggi lebih baik dari pada siswa berkemampuan matematika sedang maupun rendah. Kualitas soal yang dibuat dalam pengajuan masalah dapat pula diamati berdasarkan kompleksitas soal (kerumitan soal) yang dibuat dari masing-masing kemampuan matematika siswa.

(4)

struktur bahasa (sintaksis) dan kompleksitas yang berhubungan dengan struktur matematikanya (semantik). Selain itu, menurut Lin dan Leng (2010) kompleksitas soal dapat pula dianalisis berdasarkan tingkat kesulitan soal. Dalam penelitian ini kompleksitas soal diartikan sebagai kerumitan soal yang meliputi struktur bahasa (sintaksis), struktur matematika (semantik) dan tingkat kesulitan soal. Perbedaan kemampuan matematika siswa dalam pengajuan masalah juga akan dipertimbangkan dalam pemilihan tempat pengambilan data. Berdasarkan hal tersebut, tempat pengambilan data dilakukan dengan mempertimbangkan siswa-siswi yang berada pada tingkat sedang dalam hal penyerapan dan penguasaan materi.

Pada penelitian ini, peneliti tertarik untuk mendeskripsikan profil kompleksitas soal yang dibuat siswa berkemampuan matematika tinggi, sedang, dan rendah dalam pengajuan masalah. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah materi perbandingan. Materi ini dipilih karena materi ini sering di jumpai dalam kehidupan sehari-hari sehingga siswa akan mudah untuk memahami konteks soal atau informasi yang diberikan. Dari uraian latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “PROFIL KOMPLEKSITAS SOAL YANG DIBUAT SISWA DALAM PENGAJUAN MASALAH ”.

Pengajuan Masalah

Suryanto (1998) mengartikan bahwa kata problem

diartikan sebagai masalah atau soal, sehingga pengajuan masalah dipandang sebagai suatu tindakan merumuskan masalah atau soal dari situasi yang diberikan. Adapun pendapat pengajuan masalah menurut Stoyanova dan Ellerton (1996) adalah proses yang didasari berdasarkan pengalaman matematika kemudian mengkonstruksi penafsirannya sendiri terhadap situasi konkrit dan merumuskannya menjadi masalah matematika yang berarti. Dalam penelitian ini pengajuan masalah didefinisikan sebagai tugas yang diberikan kepada siswa untuk mengajukan atau membuat soal dan menyelesaikannya.

Pengajuan masalah diaplikasikan menjadi beberapa bentuk aktivitas kognitif. Menurut Silver (dalam Siswono, 2008: 40) menjelaskan bahwa pengajuan masalah dapat diaplikasikan dalam tiga bentuk aktivitas kognitif matematika, yakni sebagai berikut.

a. Pengajuan pre-soal solusi (Pre-solution Posing) Pengajuan pre-soal solusi yaitu seorang siswa membuat soal berasal dari situasi atau informasi yang diberikan. Pada aktivitas kognitif ini siswa membuat

atau mengajukan soal berdasarkan informasi pada tugas yang diberikan.

b. Pengajuan didalam solusi (Within Solution Posing) Pengajuan didalam solusi yaitu seorang siswa merumuskan atau membuat ulang soal seperti yang telah diselesaikan. Jadi diharapkan siswa mampu membuat sub-sub pertanyaan (soal) baru dari sebuah soal yang ada.

c. Pengajuan setelah solusi (Post-solution Posing)

Pengajuan setelah solusi yaitu seorang siswa memodifikasi tujuan atau kondisi soal yang sudah diselesaikan untuk membuat soal yang baru yang sejenis. Jadi diharapkan siswa membuat soal baru yang serupa dengan soal yang telah diselesaikan. Dalam penelitian ini akan digunakan dua aktivitas kognitif menurut Silver dan Cai (1996). Adapun pengajuan pre-soal solusi (pre-solution posing) dalam penelitian ini siswa diberikan tugas yang berisi informasi berupa pernyataan kemudian siswa membuat atau mengajukan soalberdasarkan informasi tersebut dan menyelesaikannya. Dipilih tipe pre-solution posing

karena untuk mengetahui kemampuan pemahaman konsep tentang materi yang telah mereka dapatkan. Selain itu adapun pengajuan setelah solusi (post solution posing) dalam penelitian ini siswa diberikan tugas yang berisi informasi berupa soal yang harus diselesaikan oleh siswa, kemudian dari soal yang diberikan tersebut siswa membuat soal baru yang sejenis dan menyelesaikannya. Dalam membuat soal baru yang sejenis siswa dapat memodifikasi tujuan atau kondisi soal tersebut. Dipilih tipe post-solution posing karena untuk melatih dan meningkatkan kemampuan siswa dalam pemecahan masalah.

Kompleksitas Soal

Kompleksitas soal terdiri dari dua kata yaitu “kompleksitas” dan “soal”. Menurut kamus besar bahasa Indonesia kompleksitas yaitu kerumitan, kesukaran, sedangkan soal yaitu hal yang harus dipecahkan atau

1. Kompleksitas yang berhubungan dengan struktur bahasa (Sintaksis).

(5)

dirumuskan oleh siswa. Menurut Mayer (dalam Silver dan Cai, 1996) menyatakan tiga proposisi yang ada dalam soal cerita matematika yaitu sebagai berikut. a. Proposisi penugasan (assignment proposition)

adalah pertanyaan (soal) yang memuat tugas untuk dikerjakan.

b. Proposisi hubungan (relational proposition) adalah pertanyaan (soal) yang memuat tugas untuk membandingkan.

c. Proposisi pengandaian (conditional proposition) adalah pertanyaan (soal) yang menggunakan informasi tambahan.

Untuk mengindikasikan kompleksitas soal dari struktur bahasa (sintaksis), Mayer (dalam Silver dan Cai, 1996) menyatakan bahwa “the presence of conditional or relational propositions can be taken as an indication of problem complexity”. Artinya bahwa adanya proposisi pengandaian dan proposisi hubungan dapat dijadikan sebagai suatu indikasi dari kompleksitas soal. Berdasarkan pendapat tersebut soal yang mengandung proposisi pengandaian dan proposisi hubungan cenderung lebih rumit (kompleks) dibandingkan dengan soal yang hanya mengandung proposisi penugasan.

2. Kompleksitas yang berhubungan dengan struktur matematikanya (Semantik).

Menurut Kadir (2009) untuk menganalisis tingkat kompleksitas yang berkaitan dengan struktur matematika (semantik) dapat dilakukan dengan cara melihat hubungan struktur semantiknya. Marshall (dalam Silver dan Cai, 1996) menggunakan skema klasifikasi masalah untuk megelompokkan pertanyaan atau soal yang dibuat siswa dilihat dari segi struktur semantiknya. Adapun penjelasan setiap kategori menurut Rahman (dalam Sasongko, 2013) adalah sebagai berikut.

a. Mengubah (Change)

Suatu pertanyaan (soal) dikatakan memiliki ciri mengubah jika soal yang diajukan menggunakan data yang berbeda dengan informasi yang diberikan. mengandung unsur pembanding dengan data atau informasi awal.

d. Menyatakan kembali (Restate)

Suatu pertanyaan (soal) dikatakan memiliki ciri menyatakan kembali jika soal yang diajukan hanya mengandung data yang sudah ada dalam

Menurut Silver dan Cai (dalam Marshall, 1996) menyebutkan bahwa “Problems involving a greater number of semantic relations are considered to be semantically more complex than those involving fewer relations”. Artinya soal yang melibatkan banyaknya hubungan semantik dapat dikatakan kompleks dari pada soal yang melibatkan sedikit hubungan semantik. Dengan demikian suatu masalah atau soal dilihat dari struktur matematikanya (semantik) akan lebih rumit (kompleks) bila melibatkan banyak hubungan semantik.

Selain kompleksitas (kerumitan) soal yang ditinjau dari struktur bahasa (sintaksis) dan struktur matematika (semantik), Silver dan Cai (dalam Lin dan Leng, 2010) yang menyatakan bahwa kompleksitas soal dapat pula diidentifikasi berdasarkan tingkat kesulitan soal. Dalam penelitian ini kompleksitas soal juga akan dianalisis menyelesaikannya tidak hanya langsung menggunakan data yang ada, tetapi diolah terlebih dahulu atau ditambah data lain dan untuk menyelesaikannya menggunakan satu prosedur penyelesaian saja.

3. Soal Tinggi

Soal dikatakan tinggi, bila untuk menyelesaikannya tidak hanya menggunakan data/informasi yang ada, tetapi diolah lebih dahulu atau ditambah data/syarat lain dan untuk mencarinya dengan beberapa prosedur penyelesaian.

(6)

kerumitan soal yang meliputi struktur bahasa (sintaksis), struktur matematika (semantik) dan tingkat kesulitan soal. Sintaksis meliputi proposisi penugasan, proposisi pengandaian, proposisi hubungan. Semantik meliputi mengubah, menyatakan kembali, membandingkan, mengelompokkan, memvariasikan. Tingkat kesulitan soal meliputi soal mudah, soal sedang dan soal tinggi. Dalam penelitian ini, kompleksitas soal akan dianalisis berdasarkan semantik, sintaksis dan tingkat kesulitan soal yang dibuat siswa dalam pengajuan masalah.

METODE

Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data pada penelitian ini yaitu 27 siswa kelas VIII-C SMPN 3 Tuban pada semester genap tahun ajaran 2015/2016. Subjek dari penelitian ini yaitu 27 siswa dengan memilih 6 siswa sebagai subjek untuk diwawancarai.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Tes Kemampuan Matematika

Tes kemampuan matematika dalam penelitian ini adalah tes tentang materi yang sudah pernah diterima siswa. Soal-soal yang peneliti gunakan dalam tes ini adalah soal-soal essai yang dipilih dari Ujian Nasional (UN) matematika SMP tahun 2012 – 2014. Tes kemampuan ini terdiri dari 5 soal essai dan alokasi waktu pengerjaannya adalah kurang lebih 60 menit. 2. Tes Pengajuan Masalah

Tes pengajuan masalah dalam penelitian ini berupa Lembar Tugas Pengajuan Masalah (LTPM) yang akan diberikan kepada siswa dan dikerjakan secara individu. Tugas pengajuan masalah ini terdiri dari 2 soal matematika materi perbandingan yaitu soal pertama pengajuan masalah tipe pre-solution posing

yaitu diberikan suatu informasi kemudian siswa waktu pengerjaannya adalah kurang lebih 60 menit. 3. Pedoman Wawancara

Pedoman wawancara berpandu pada kemampuan matematika siswa serta hasil jawaban pada lembar tugas pengajuan masalah. Tujuan dari wawancara ini adalah menginformasi jawaban subjek penelitian atas soal tes pengajuan masalah yang telah peneliti berikan, serta menelusuri tahapan membuat soal dan untuk mengecek keabsahan data penelitian.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Analisis Tes Kemampuan Matematika

Data hasil tes kemampuan matematika dianalisis dengan cara menghitung skor semua jawaban untuk masing-masing siswa berdasarkan pedoman penskoran yang telah peneliti buat. Setelah dilakukan penskoran kemudian menentukan kelompok tingkat kemampuan matematika siswa yang berkemampuan matematika tinggi, sedang, dan rendah sebagai berikut.

Kemampuan Matematika Siswa

Rendah

0

≤ skor tes ≤60

Sedang

60<

skor tes≤

80

Tinggi

80

<

skor tes≤

100

(Ratumanan & Laurens, 2006)

2. Analisis Tes Pengajuan Masalah

Hasil soal yang dibuat siswa dalam pengajuan masalah kemudian dianalisis sebagai berikut.

a. Klasifikasi Soal

Jika soal yang dibuat siswa berupa pernyataan, bukan soal matematika atau soal matematika yang tidak dapat diselesaikan dan soal matematika yang memiliki jawaban salah maka dalam penelitian ini soal tersebut “tidak dikategorikan”. Dalam penelitian ini soal matematika yang dapat diselesaikan yang akan dikategorikan. Soal matematika yang dapat diselesaikan kemudian dianalisis berdasarkan kompleksitas soal yang meliputi struktur matematika (semantik), struktur bahasa (sintaksis) dan tingkat kesulitan soal. b. Analisis Berdasarkan Struktur Matematika

(Semantik)

Untuk menganalisis kompleksitas dari struktur matematika (semantik) dilakukan dengan cara melihat kelima hubungan semantik yaitu mengubah, mengelompokkan, membandingkan, menyatakan kembali, dan memvariasikan. Kemudian dilakukan analisis terhadap banyaknya hubungan semantik yang digunakan dalam membuat soal, yaitu meliputi 1-hubungan, 2-hubungan, 3-2-hubungan, dan 4-hubungan.

c. Analisis Berdasarkan Struktur Bahasa (Sintaksis) Untuk menganalisis kompleksitas dari struktur bahasa (sintaksis) dilakukan dengan melihat proposisinya. Proposisi tersebut meliputi proposisi penugasan, proposisi hubungan, proposisi pengandaian.

(7)

3. Analisis Wawancara

Analisis data hasil wawancara dilakukan sebagai berikut.

a. Reduksi Data

Dalam mereduksi data memfokuskan pada hal-hal yang penting, dan membuang yang tidak perlu. Dengan demikian, data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang jelas.

b. Penyajian Data

Penyajian data dapat dilakukan dengan mendeskripsikan data hasil wawancara yang telah dikumpulkan dalam uraian singkat. Adapun yang dilakukan pada saat penyajian data yaitu menyajikan data hasil wawancara yang diberikan kemudian dilakukan pemeriksaan data untuk menentukan kekonsistenan informasi yang diberikan subjek penelitian sehingga diperoleh data penelitian yang valid

c. Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan didasarkan pada hasil pembahasan terhadap data yang terkumpul. Data yang terkumpul diperoleh dari hasil tes kemampuan matematika, tes pengajuan masalah dan hasil wawancara. Penarikan kesimpulan dalam pembahasan ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan profil kompleksitas soal yang dibuat siswa berkemampuan matematika rendah, sedang, dan tinggi dalam pengajuan masalah.

HASIL DAN PEMBAHASAN untuk memberikan tes pengajuan masalah dan pertemuan pertemuan ke tiga digunakan untuk pelaksanaan wawancara.

Adapun hasil deskripsi soal yang dihasilkan seluruh siswa berdasarkan kemampuan matematika sebagai berikut. matematika tinggi mampu membuat 10 soal dan seluruh soal yang dibuat dapat dikategorikan. Sedangkan siswa berkemampuan matematika sedang dapat membuat 52 soal yang dapat dikategorikan sebanyak 39 soal dan tidak dikategorikan sebanyak 13 soal. Sedangkan siswa berkemampuan matematika rendah mampu membuat 91 soal dengan rincian dapat dikategorikan sebanyak 55 soal dan tidak dikategorikan sebanyak 36 soal. Dalam hal ini, meskipun siswa berkemampuan matematika tinggi mampu membuat sedikit soal namun seluruh soal yang dibuat dapat dikategorikan.

(8)

Sedang 39 16 19 4

Berdasarkan tabel di atas, ditinjau dari struktur bahasa (sintaksis) siswa berkemampuan matematika tinggi mampu mebuat soal dengan menggunakan ketiga 66,7%. Siswa berkemampuan matematika rendah hanya mampu membuat dua proposisi yaitu proposisi penugasan sebanyak 67,7% dan hubungan sebanyak 36,1%. Selain itu, adapaun hasil soal yang dibuat seluruh siswa ditinjau dari tingkat kesulitan soal sebagai berikut.

Kemampuan Banyak kesulitan soal, siswa berkemampuan matematika tinggi mampu membuat soal dengan tingkat kesulitan soal sedang sampai tinggi yaitu soal sedang sebanyak 8,2% dan soal tinggi sebanyak 40%. Siswa berkemampuan matematika sedang mampu membuat soal dengan tingkat kesulitan soal mudah sampai tinggi yaitu soal mudah sebanyak 100%, sedang sebanyak 35,7% dan soal tinggi sebanyak 60%. Siswa berkemampuan matematika rendah mampu membuat soal dengan tingkat kesulitan sedang sebanyak 56,1%.

Berdasarkan hasil analisis kompleksitas soal yang dibuat siswa, siswa berkemampuan matematika tinggi mampu membuat 10 soal dan dapat diselesaikan dengan jawaban yang benar. Ditinjau dari struktur matematika

kategori soal yang termasuk tinggi. Hal tersebut sesuai dengan teori yang diungkapkan Marshall (dalam Silver dan Cai, 1996) bahwa soal yang melibatkan banyaknya hubungan semantik dapat dikatakan kompleks dari pada soal yang melibatkan sedikit hubungan semantik. Selain itu Mayer (dalam Silver dan Cai, 1996) mengatakan bahwa adanya proposisi pengandaian dan proposisi hubungan dapat dijadikan sebagai suatu indikasi dari kompleksitas soal. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa soal yang dibuat oleh siswa berkemampuan matematika tinggi dapat dikatakan kompleks.

Sedangkan untuk siswa berkemampuan matematika sedang mampu membuat 39 soal dan dapat diselesaikan dengan jawaban yang benar. Ditinjau dari struktur matematika (semantik) telah mampu membuat soal dengan menggunakan sampai empat hubungan semantik. Ditinjau dari struktur bahasa (sintaksis) telah mampu membuat soal dengan menggunakan proposisi pengandaian atau proposisi hubungan. Ditinjau dari tingkat kesulitan soal mampu membuat soal dengan kategori soal yang termasuk tinggi. Hal tersebut sesuai dengan teori yang diungkapkan Marshall (dalam Silver dan Cai, 1996) bahwa soal yang melibatkan banyaknya hubungan semantik dapat dikatakan kompleks dari pada soal yang melibatkan sedikit hubungan semantik. Selain itu Mayer (dalam Silver dan Cai, 1996) mengatakan bahwa adanya proposisi pengandaian dan proposisi hubungan dapat dijadikan sebagai suatu indikasi dari kompleksitas soal. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa soal yang dibuat oleh siswa berkemampuan matematika sedang dapat dikatakan kompleks.

(9)

Selain analisis berdasarkan kompleksitas soal, adapun berkemampuan matematika tinggi cenderung memperhatikan informasi berupa angka, jenis buah dan perbandingan,kemudian menambahkan suatu informasi baru yang sesuai dengan informasi yang diberikan.

Matematika Sedang

Dalam membuat soal siswa berkemampuan matematika sedang cenderung memperhatikan informasi berupa angka ,jenis buah dan berkemampuan matematika rendah cenderung memperhatikan informasi berupa angka, jenis buah dan perbandingan, kemudian langsung membuat soal tanpa menambahkan cenderung memperhatikan informasi, kemudian menambahkan suatu informasi baru yang sesuai dengan informasi yang diberikan. Ditinjau dari struktur matematikanya (semantik), soal yang dibuat mampu menggunakan 1 hubungan sebanyak 9,3%, 2 hubungan sebanyak 7,4%, dan 4 hubungan sebanyak 40%. Ditinjau dari struktur bahasa (sintaksis) soal yang dibuat mampu menggunakan proposisi penugasan sebanyak 6,5%, proposisi hubungan sebanyak 11,1% dan proposisi pengandaian sebanyak 33,3%. Selain itu tingkat kesulitan soal yang dibuat mampu dikategorikan sebagai soal sedang sebanyak 8,2%, dan soal tinggi sebanyak 40%. Dengan demikian soal yang dibuat dapat dikatakan kompleks. mengubah bilangan dari informasi yang diberikan. Ditinjau dari struktur matematikanya (semantik), soal yang dibuat mampu menggunakan 1 hubungan sebanyak 30,2%, 2 hubungan sebanyak 38,9%, 3 hubungan sebanyak 100% dan 4 hubungan sebanyak 60%. Ditinjau dari struktur bahasa (sintaksis) soal yang dibuat mampu menggunakan proposisi penugasan sebanyak 25,8%, proposisi Dengan demikian soal yang dibuat dapat dikatakan kompleks.

3. Profil kompleksitas soal yang dibuat siswa berkemampuan matematika rendah; Siswa mampu membuat 55 soal dan dapat diselesaikan dengan jawaban yang tepat. Dalam membuat soal cenderung memperhatikan informasi kemudian langsung membuat soal tanpa menambahkan suatu informasi baru. Ditinjau dari struktur matematikanya (semantik), soal yang dibuat mampu menggunakan 1 hubungan sebanyak 60,5% dan 2 hubungan sebanyak 53,7%. Ditinjau dari struktur bahasa (sintaksis) soal yang dibuat mampu menggunakan proposisi penugasan sebanyak 67,7% dan proposisi hubungan sebanyak 36,1%. Selain itu tingkat kesulitan soal yang dibuat mampu dikategorikan sebagai soal sedang sebanyak 56,1%. Dengan demikian soal yang dibuat dapat dikatakan kurang kompleks.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan simpulan, maka peneliti dapat mengemukakan beberapa saran sebagai berikut.

1. Kompleksitas soal yang dibuat oleh siswa berkemampuan matematika rendah masih kurang kompleks sehingga siswa masih perlu dilatih dengan tugas pengajuan masalah.

(10)

membuat soal sehingga diperoleh data yang lebih lengkap.

DAFTAR PUSTAKA

Herawati, Oktiana Dwi Putra. Pengaruh Pembelajaran Problem Posing Terhadap Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 6 Palembang. Tesis tidak diterbitkan. Palembang: PPs Unsri.

Huda, Miftahul. 2013. Model-model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR.

Kwek, M. Lin. 2015. “Using Problem Posing as a Formative Assessment Tool”. Dalam Florence Mihaela Singer, Nerida F. Ellerton dan Jinfa Cai (Ed). 2015. Mathematical Problem Posing : From Research to Effective Practice. New York : Springer.

Raharjo, Marsudi. 2008. Pembelajaran Soal Cerita Berkaitan Penjumlahan dan Pengurangan SD. Yogyakarta: PPPPTK MATEMATIKA.

Ratumanan dan Laurens. 2006. Evaluasi Belajar Yang Relevan dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Surabaya: YP31T dan Unesa University Press.

Sasongko, Dimas Femy. 2013. Kreativitas Siswa dalam Pengajuan Soal Matematika Ditinjau dari Gaya Kognitif Field-Independent (FI) dan Field Dependent (FD). Tesis tidak diterbitkan. Surabaya: PPs UNESA.

Silver, Edward A. 1994. “On Mathematical Problem Posing”. For the Learning of Mathematics. Vol. 14 (1): pp 19—28.

Silver, E, & Cai, J. 1996. “An Analysis of Arithmetic Problem Posing by Middle School Students”. Journal for Research in Mathematics Education. Vol. 27 (5): pp: 521—539.

Silver, E. A. 1997. Fostering Creativity through Instruction Rich in Mathematical Problem Solving and Thinking in Problem Posing, (Online), (http://www.emis.de/journals/ZDM/zdm973a3.pdf

, diakses 20 November 2015).

Siswono, Tatag Y.E. 1999. Metode Pemberian Tugas Pengajuan Soal (Problem Posing) dalam Pembelajaran Matematika Pokok Bahasan Perbandingan di MTs Negeri Rungkut Surabaya. Tesis tidak diterbitkan. Surabaya: PPs UNESA.

Siswono, Tatag Y.E. 2008. Model Pembelajaran Matematika berbasis Pengajuan dan Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif. Surabaya : Unesa university press.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Den- gan adanya revolusi industri 4.0 memungkinkan banyaknya informasi tersimpan dalam suatu sistem data yang mudah untuk diakses oleh peserta didikSeiring dengan pentingnya

63 DINAS BINA MARGA PINLAK

Pengungkapan CSR dalam laporan keuangan memperkuat citra perusahaan dan menjadi salah satu pertimbangan yang diperhatikan investor memilih tempat untuk berinvestasi

Pada prinsipnya untuk tahanan di laut bergelombang, perhatian lebih terfokuskan pada nilai rata-rata, dimana nilai ini dapat diperoleh dengan merata-ratakan perubahan tahanan

Pada saat harga pasar saham lebih rendah dari exercise price , maka opsi beli bernilai nol, dan call bolder tidak akan menggunakan haknya, karena ia akan mengalami kerugian

Berdasarkan hasil observasi, angket dan wawancara yang telah dilakukan di SMA A, diungkapkan bahwa dengan adanya kegiatan praktikum di laboratorium maka peserta didik

Berdasarkan analisis multivariate memperlihatkan bahwa persepsi perawat yang kurang baik berpeluang untuk tidak melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan 11,454

Variasi suhu pencampuran 125 o C, 135 o C, 145 o C, 155 o C, 160 o C lapisan AC-WC gradasi halus batas tengah dengan kadar aspal 5,7%, pada temperatur pencampuran 125 o C