I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Wilayah kerja Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Remu Ransiki mencakup seluruh provinsi Papua Barat dengan luas mencapai
126.093 Km² (12.609.300 ha). Wilayah ini adalah kawasan yang memiliki ± 85 % hutan yang masih utuh dan tergolong sebagai wilayah
yang memiliki keanekaragaman jenis (biodiversity) yang tinggi.
Selain kawasan hutan yang luas, keanekaragaman jenis yang tinggi, Papua Barat juga memiliki keanekaragamn etnis yang banyak,
dengan hak-hak atas sumber daya secara adat yang beragam pula. Oleh karena itu pembangunan sumber daya alam dan ekonomi di
wilayah Papua Barat tidak dapat berdiri terpisah dengan pembangunan manusianya.
Balai Pengelolaan DAS Remu Ransiki sebagai unit pelaksana teknis Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial (RLPS)
di provinsi Papua Barat mempunyai tugas melaksanakan pembangunan kehutanan dibidang Rehabilitasi Hutan dan Lahan(RHL) baik di
dalam maupun di luar kawasan hutan. Keberhasilan pembangunan kehutanan dibidang RHL juga tidak terlepas dari peranan masyarakat
adat setempat. Sulitnya menumbuhkan kesadaran masyarakat adat untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan RHL adalah tantangan
terberat, hal ini dikarenakan kegiatan RHL belum menjadi suatu kebutuhan yang mendesak dan umumnya masyarakat Papua cenderung
Statistik Pembangunan BPDAS Remu Ransiki Tahun 2008 ____________________________________________________________________________________________________________________
2
Namun kendala-kendala di atas bukan merupakan suatu halangan untuk terus melaksanakan tugas pembangunan kehutanan dibidangRLPS. Untuk pelaksanaan tugas dimaksud, maka ketersediaan data dan informasi kegiatan pembangunan bidang RLPS yang akurat,
tepat waktu, relevan, konsisten dan lengkap sangat diperlukan dalam proses perencanaan/perumusan kebijakan, monitoring, dan evaluasi
kebijakan. Dalam upaya pencapaian penyediaan data dan informasi yang akurat, tepat waktu, relevan, konsisten dan lengkap, ternyata
masih banyak kendala yang harus dihadapi. Mulai dari sulitnya aksesibilitas wilayah yang menghambat penyampaian data/laporan dari
kabupaten/kota, kurangnya koordinasi antar instansi, hingga keterbatasan SDM dan teknologi informasi yang kurang memadai.
Dalam upaya mengingat dan menginventarisir kegiatan pembangunan bidang RLPS yang dilakukan setiap tahun dan pada umumnya terdiri
dari kegiatan yang bersifat incremental (data dapat dijadikan time series) serta kegiatan insidentil (berupa data parsial), maka agar dapat
didokumentasikan secara tertib dan informatif perlu dibuat kedalam Buku Statistik.
B. Maksud dan Tujuan
Pembuatan Buku Statistik Pembangunan Balai Pengelolaan DAS Remu Ransiki Tahun 2008 dimaksudkan untuk memberikan data dan
informasi pembangunan bidang RLPS yang dilaksanakan dalam wilayah kerja BPDAS Remu Ransiki (Provinsi Papua Barat) secara time
series selama kurun waktu lima tahun terakhir (s.d. tahun 2007 merupakan kegiatan/dalam wilayah BPDAS Memberamo). Sedangkan
tujuannya supaya hasil pembangunan RHL dapat terdokumentasikan dengan baik.
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup Buku Statistik Pembangunan Balai Pengelolaan DAS Remu Ransiki Tahun 2008 memuat organisasi BPDAS Remu Ransiki,
Kondisi umum wilayah kerja, kepegawaian, perencanaan bidang RLPS dan pelaksanaan kegiatan pembangunan dibidang rehabilitasi lahan
II. ORGANISASI
A. Visi dan Misi V i s i
Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Remu Ransiki memiliki visi ”Terselenggaranya fasilitasi bagi pencapaian kondisi DAS yang
optimal.
M i s i
Misi yang diemban oleh Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Remu Ransiki adalah :
1. Mengupayakan tersedianya tenaga profesional dalam jumlah memadai.
2. Menyediakan data dan informasi pengelolaan DAS yang akurat dan mutakhir secara mudah dan cepat.
3. Membangun jejaring kerja/net working dengan para pihak terkait.
4. Menyiapkan petunjuk teknis Pengelolaan DAS.
5. Menyiapkan rencana tahunan dan Master Plan (5 th).
6. Fasilitasi Kegiatan RHL bagi Dinas terkait.
B. Tugas Pokok dan Fungsi
Sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan nomor : P.15/Menhut-II/2007 tanggal 4 Mei 2007, tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit
Pelaksana Teknis Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Remu Ransiki mempunyai tugas
Statistik Pembangunan BPDAS Remu Ransiki Tahun 2008 ____________________________________________________________________________________________________________________
4
C. Struktur Organisasi
Balai Pengelolaan DAS Remu Ransiki berkedudukan di Manokwari merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) dibidang Rehabilitasi Hutan
dan Lahan (RHL) yang dibawah dan bertanggung jawab kepada Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial (RLPS).
Kepala BPDAS secara fungsional dibina oleh para Direktur lingkup RLPS dan secara fungsional dibina oleh Sekretaris Direktorat Jenderal
RLPS dan di provinsi Papua Barat dikoordinasikan oleh Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih Manokwari.
Dalam menyelenggarakan tugas pokok dan fungsinya, BPDAS Remu Ransiki terdiri dari beberapa seksi/bagian yaitu :
a. Sub Bagian Tata Usaha
b. Seksi Program dan Kelembagaan DAS
c. Seksi Evaluasi DAS
d. Kelompok Jabatan Fungsional.
KEPALA BALAI
SUB BAGIAN TATA USAHA
SEKSI PROGRAM DAN KELEMBAGAAN DAS
SEKSI EVALUASI DAS
KELOMPOK FUNGSIONAL
D. Sumber Daya Manusia
Personil BPDAS Remu Ransiki hingga akhir tahun 2007 berjumlah 8 orang yang terdiri dari 3 (tiga) orang ber-status PNS dan 5 (lima) orang
ber-status CPNS. Personil BPDAS Remu Ransiki juga memiliki heteregonitas baik dari umur, pengalaman kerja, latar belakang pendidikan,
dan lain-lain. Untuk itulah diperlukan adanya kesamaan persepsi dan peningkatan kemampuan bagi seluruh pegawai. Untuk lebih jelasnya
Statistik Pembangunan BPDAS Remu Ransiki Tahun 2008 ____________________________________________________________________________________________________________________
6
Tabel 1. Jumlah Personil BPDAS Remu Ransiki berdasarkan golongan dan teknis pendidikan.Tabel 2. Jumlah Personil BPDAS Remu Ransiki Berdasarkan Tingkat Pendidikan.
Tingkat pendidikan pegawai BPDAS Remu Ransiki sangat bervariasi mulai dari SLTA 75 %; Sarjana 12,5 %, dan Pasca Sarjana 12,5 %.
Ke-depan diharapkan komposisi pegawai dapat berimbang antar tingkat pendidikan, sehingga dapat berpengaruh terhadap peningkatan
Statistik Pembangunan BPDAS Remu Ransiki Tahun 2008 ____________________________________________________________________________________________________________________
8
III. KEADAAN UMUM WILAYAH KERJA
A. Letak dan Luas
Provinsi Papua Barat yang menjadi wilayah kerja BPDAS Remu Ransiki merupakan provinsi pemekaran dari Provinsi Papua, dengan luas
wilayah mencapai 126.093 km² . Wilayah ini secara geografis terletak pada 0°34’ LS – 4°01’ LS dan 129°08” BT – 135°02” BT. Letak dan
luas daratan yang terbagi dalam beberapa DAS di masing-masing kabupaten/kota dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Letak dan Luas Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat.
No. Kabupaten / Kota DAS Luas (Ha)
Statistik Pembangunan BPDAS Remu Ransiki Tahun 2008 ____________________________________________________________________________________________________________________
10
Kab. Kaimana Total 1.591.045
4 Raja Ampat Batanta 50.479
Kofiau 21.554
Misol 224.565
Salawati 116.953
Waigeo 369.787
Kab. Raja Ampat Total 783.338
No. Kabupaten / Kota DAS Luas (Ha)
Kab. Sorong Total 1.240.608
Sorong Selatan Animenru 6.486
Kab. Sorong Selatan Total 925.244
Statistik Pembangunan BPDAS Remu Ransiki Tahun 2008 ____________________________________________________________________________________________________________________
12
Kab. Teluk Bintuni Total 2.030.595
8 Teluk Wondama Aramasa 149.697
Baue 2.054
Kab. Teluk Wondama Total 375.075
9 Kota Sorong Beraur 9.399
Sorong/Remu 39.291
Warsamson 15.061
Kota Sorong Total 63.751
TOTAL 9.527.543
B. Penggunaan dan Penutupan Lahan
Penutupan lahan di Provinsi Papua Barat relatif masih baik yakni 8.383.052 hektar atau 85 % dari luas wilayah daratan Papua Barat.
Bagian terluas dari penutupan vegetasi ini adalah hutan lahan kering primer seluas 2.267.475 hektar (23,21%), diikuti dengan hutan lahan
kering skunder 1.877.937 hektar (19,22%), hutan rawa seluas 614.864 hektar (6,29%), hutan mangrove seluas 481.715 hektar (4,93%),
savana 198.450 hektar (2,03%) dan sisanya berupa penutupan lahan lainnya.
C. Kekritisan Lahan / DAS
Berdasarkan analisa SIG (oleh Dishut prov. Papua Barat tahun 2007), luas lahan kritis Provinsi Papua Barat seluas 1.044.546,387 hektar.
Sepintas nampak angka-angka tersebut cukup mengkhawatirkan, tetapi jika ditelaah lebih dalam, nampak bahwa tingkat lahan kritis dengan
tingkatan sangat kritis relatif kecil yaitu 101.238,813 hektar atau 1,04 % dari luas daratan Papua Barat. Sedangkan tingkat agak kritis dan
potensial kritis seluas 479.219,511 hektar atau 4,91 %. Besarnya tingkat agak kritis dan potensial kritis bukan disebabkan bukaan lahan,
tetapi oleh faktor topografi lahan yang berat dengan lereng-lereng yang curam. Namun demikian angka-angka ini memberikan indikasi
potensi terciptanya lahan kritis yang masif jika pembukaan lahan pada wilayah-wilayah tersebut dilakukan secara tidak bijaksana. Pada
Statistik Pembangunan BPDAS Remu Ransiki Tahun 2008 ____________________________________________________________________________________________________________________
14
Tabel 4. Luas Lahan Kritis di Provinsi Papua BaratTingkat Kekritisan No. Kabupaten / Kota
Sangat Kritis Kritis Agak Kritis Potensial Kritis
Total
1 Manokwari 18.693,210 131.404,079 48.689,916 13.004,089 211.791,294
2 Fakfak 6.029,221 63.646,896 31.431,449 96.431,422 197.538,988
3 Kaimana 1.808,410 25.649,749 19.059,430 41.070,176 87.587,765
4 Raja Ampat 9.982,155 31.629,652 12.553,277 26.288,265 80.453,349
5 Sorong 32.501,037 67.586,443 35.162,582 29.605,884 164.855,946
6 Sorong Selatan 24.525,966 77.002,640 26.933,400 3.248,397 131.710,403
7 Teluk Bintuni 5.304,183 60.663,130 19.071,649 42.473,161 127.512,123
8 Teluk Wondama 1.099,956 3.796,159 3.453,534 16.827,289 25.176,938
9 Kota Sorong 1.294,675 2.709,315 13.915,591 - 17.919,581
Total 101.238,813 464.172,270 210.270,828 268.948,683 1.044.546,387
Sumber : Analisa GIS tahun 2007 (Dishut Prov. Papua Barat).
Dari tabel di atas terlihat bahwa lahan kritis dengan tingkat kekritisan sangat kritis terdapat pada seluruh kabupaten di provinsi Papua Barat
dengan jumlah kawasan sangat kritis seluas 101.238,813 hektar. Kabupaten yang memiliki lahan sangat kritis terluas adalah kabupaten
IV. PELAKSANAAN PEMBANGUNAN REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL
DALAM LIMA TAHUN TERAKHIR (TAHUN 2003 S.D. TAHUN 2007)
Pelaksanaan kegiatan Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial (RLPS) di wilayah provinsi Papua Barat dibiayai dari sumber dari dana
Gerhan, DAK-DR serta APBD Kabupaten. Kegiatan RLPS yang telah dilaksanakan dalam 5 (lima) tahun terakhir (2003 s.d. 2007) merupakan
kegiatan dalam pelayanan BPDAS Memberamo yang diwarisi BPDAS Remu Ransiki denganuraian sebagai berikut :
• Kegiatan pembangunan bidang RLPS meliputi kegiatan pokok dan kegiatan pendukung, kegiatan pokok berupa pembuatan tanaman
reboisasi pada hutan lindung dan hutan produksi, pembuatan hutan rakyat, reboisasi hutan mangrove dan pembuatan hutan kota.
Sedangkan kegiatan pendukung berupa pengembangan kelembagaan, pelatihan petani kader, kepeloporan TNI, penyelenggaraan
pendampingan, penyuluhan, sosialisasi kegiatan gerhan. Kegiatan pendukung lainnya berupa pengawasan dan pengendalian.
• Kegiatan RLPS di dalam kawasan hutan yang dilaksanakan di provinsi Papua Barat selama 5 tahun terakhir meliputi reboisasi seluas
4.664 hektar, dan rehabilitasi hutan magrove seluas 998 hektar.
• Kegiatan RLPS di luar kawasan hutan yang dilaksanakan di provinsi Papua Barat selama 5 tahun terakhir meliputi pembangunan hutan
kota, pembuatan UP Usaha Pertanian Menetap seluas 100 hektar, hutan rakyat seluas 1.520 hektar, rehabilitasi hutan magrove diluar
kawasan hutan seluas 125 hektar.
Semua kegiatan di atas masih jauh dari memadai jika dibandingkan dengan luasan lahan kritis yang ada di Papua Barat. Kondisi ini diperburuk
lagi dengan rendahnya tingkat keberhasilan kegiatan yang sudah dilaksanakan karena berbagai penyebab. Faktor penyebab utama adalah
bahwa kegiatan rehabilitasi hutan ini masih dipandang sebagai kegiatan keproyekan, bukan sebuah gerakan, sehingga ketersediaan anggaran
dalam suatu dokumen sangat berpengaruh terutama apabila tidak dijumpainya anggaran pemeliharaan. Faktor lainnya adalah rendahnya