• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ayat-ayat tentang air dalam al-Qur’an: studi tematik tafsir al-Jawahir fi tafsir al-Qur’an al-Karim karya Tantawi Jawhari.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Ayat-ayat tentang air dalam al-Qur’an: studi tematik tafsir al-Jawahir fi tafsir al-Qur’an al-Karim karya Tantawi Jawhari."

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

AYAT-AYAT TENTANG AIR DALAM AL-

QUR’AN

(Studi Tematik Tafsi>r al-Jawa>hir fi> Tafsi>r al-Qur’a>n al-Kari>m Karya T{ant}awi> Jawhari>)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Megister dalam Program Studi

Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

Oleh Mohammad Subhan

F1.521.223.5

PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Mohammad Subhan. 2016. Ayat-ayat Tentang Air Dalam Al-Qur’a>n (Studi Tematik Tafsi>r al-Jawa>hir fi> Tafsi>r al-Qur’a>n al-Kari>m Karya T{ant}a>wi> Jawhari>). Pembimbing: Prof. Dr. H. Burhan Djamaludin, MA.

Kata kunci: Tafsir Tematik, al-Ma’ (ءاملا), T{ant}a>wi> Jawhari>, Jawa>hir fi> Tafsi>r al-Qur’a>n al-Kari>m.

Perjalanan ilmu pengetahuan atau dikenal dengan istilah sains mengalami kemajuan yang sangat pesat. Salah satu temuan yang terkini adalah keajaiban air. Air sebagai salah satu makhluk ciptaan Allah, memiliki banyak keunikan dan keistimewaan. Banyak ilmuan menemukan keajaiban di balik fenomena air. Namun di balik temuan-temuan baru itu, al-Qur’a>n yang diturunkan kurang lebih 16 abad yang lalu telah mengungkapnya walaupun secara tidak langsung. Penelitian dan kajian yang dilakukan terhadap Al-Qur’a>n belum pernah ditemukan kontradiksi dengan perkembangan teknologi.

Penelitian ini merumuskan tiga masalah besar yang penting untuk dikaji, yaitu: 1. Bagaimanakah klasifikasi ayat-ayat tentang air dalam al-Qur’a>n .

2. Bagaimanakah memahami makna air dan yang semakna dengan air dalam al-Qur’a>n

3. Bagaimanakah penafsiran ayat-ayat tentang air menurut T{ant}a>wi> Jawhari> dalam kitabnya, al-Jawa>hir fi> Tafsi>r al-Qur’a>n al-Kari>m.

Dari rumusan masalah tersebut, penulis menggunakan metode tematik atau mawd{u>’i> dalam menganalisa permasalahan. Peneliti mengambil sumber dari kitab al-Jawa>hir fi> Tafsi>r al-Qur’a>n al-Kari>m sebagai referensi utama dilengkapi dengan berbagai literatur lainnya yang terkait dengan pembahasan.

Penelitian ini menyimpulkan bahwa:

1. Kata air ( ءاملا ) dalam al-Qur’a>n ditemukan 62 kali, diantaranya 21 kali disebutkan dalam bentuk ma’rifat dan 41 kali dalam bentuk nakirah. Disamping kata ءاملا , al-Qur’a>n menyebut air dengan kata lainnya seperti sungai (56 kali), laut (53 kali), mata air ({66 kali), hujan (14 kali).

2. Air dalam al-Qur’a>n mempunyai makna senada dengan perspektif sains, namun dalam al-Qur’a>n air disebutkan sebagai perumpamaan, balasan, dan ibrah bagi yang mengkajinya.

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv

TRANSLITERASI ... v

ABSTRAK... vi

UCAPAN TERIMA KASIH ... vii

DAFTAR ISI ... ix

BAB I :PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Identifikasi dan Batasan Masalah ... 12

C.Rumusan Masalah ... 14

D.Tujuan Penelitian ... 14

E. Signifikansi Penelitian ... 14

F. Penelitian Terdahulu ... 16

G.Metode Penelitian...19

H.Sistematika Pembahasan... . 21

BAB II TAFSI<R MAWD{U<’I><, T{ANT{AWI JAWHARI< DAN TAFSI<R AL-JAWA<HIR FI< TAFSI<R AL-QUR’A<N AL-KARI<M ... 23

A. Metode Mawd}u>’i> ...23

1. Definisi Tafsir Mawd}u>’iy ...25

2. Sejarah Perkembangan Tafsi>r Mawd}u>’iy ... 27

3. Macam-macam Tafsi>r Mawd{u>’iy ... 29

4. Metode Tafsi>r Mawd}u>’iy ... 31

5. Keistimewaan Tafsi>r Mawd}u>’iy ... 33

6. Perbedaan Tafsi>r Mawd}u>’iy dengan Tafsir Lain ...34

B.T{ant}a>wi> Jawhari> ...35

(8)

2. Pendidikan ...39

3. Karya ...41

C. Kitab al-Jawa>hir Fi> Tafsi>r al-Qur’a>n al-Kari>m ...43

1. Latar Belakang ...43

2. Corak dan Metode ...44

3. Tanggapan Ulama Tentang Jawa>hir Fi> Tafsi>r Qur’a>n al-Kari>m ...47

BAB III : AYAT-AYAT TENTANG AIR DALAM AL-QUR’A>N ... 50

A. Definisi Air ... 50

B. Ungkapan ءاملا Dalam al-Qur’a>n ... 53

C. Kata ءاملا Dalam Bentuk Ma’rifat...60

D. Kata ءاملا Dalam Bentuk Nakirah...65

E. Kata Yang Identik Dengan Makna Air...85

1. Sungai...86

2. Laut...87

3. Mata Air...88

4. Hujan...89

BAB IV : AIR MENURUT TAFSIR T{ANT{AWI JAWHARI. ... 92

A.Air Sebagai Sumber Kehidupan ... 92

1. Manusia ... 95

2. Hewan ... 99

3. Tumbuhan ... 100

B. Macam-macam Air ... 101

1. Air Dalam Tanah ... 101

2.Air Permukaan Tanah ... 104

3. Air Di Atas Tanah ... 107

C. Manfaat dan Bahaya Air ... ..110

D. Keajaiban Air ... ..118

BAB V :PENUTUP ... 121

A. Kesimpulan ... 121

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Al-Qur’a>n adalah kitab Allah yang diturunkan sebagai penyempurna kitab -kitab terdahulu sekaligus penutup wahyu Ilahi. Sejak pertama kali diturunkan hingga saat ini, al-Qur’a>n tidak mengalami perubahan sama sekali dalam redaksinya. Keberadaannya di tengah perkembangan zaman membuat banyak ilmuan dan pemikir dari kalangan muslim maupun non muslim semakin penasaran terhadap keistimewaan dan kehebatan al-Qur’a>n. Mereka berlomba-lomba membedah kandungan al-Qur’a>n dengan melakukan riset yang mendalam. Bagi

umat muslim, dengan bekal keyakinan dan keimanan, tidak terlalu risau apalagi merasa khawatir dengan keberadaan al-Qur’a>n yang selalu terjaga. Hal ini sesuai dengan penegasan Allah dalam firmanNya:

ظفاحل هل اَنإ ركذلا ا ل َ ن حن اَنإ

ۚ

Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan al-Qur’a>n, dan pasti Kami (pula)

yang memeliharanya.1

Pemikir barat yang diwakili oleh komunitas

non muslim sangat tertarik untuk selalu menelusuri eksistensi al-Qur’a>n

yang terkenal banyak memiliki keajaiban. Sebagian dari mereka bahkan terkadang lebih obyektif dalam mengamati kandungan al-Qur’a>n walaupun tanpa dibekali

fondasi keimanan.

Jaminan autentitas dan eksistensi al-Qur’a>n sepanjang masa dari Allah Swt

ini, terkadang menjadikan umat muslim lengah dan hanya bisa membanggakan

(10)

2

diri tanpa sedikitpun berusaha mengkaji dan meneliti kandungannya yang terus berkembang. Seharusnya akademisi muslim yang menjunjung idealisme akan selalu tertantang dengan relevansi kebenaran al-Qur’a>n yang s}a>lih} fi> kulli zama>n wa maka>n. Para intelektual dan akademisi memiliki tugas dan misi untuk berusaha mempertanggungjawabkan argumen-argumen itu dengan bukti empiris dan dalil ilmiah.

Pada masa lalu metodologi dakwah dan pendekatan religi kepada masyarakat cukup dengan ceramah-ceramah normatif. Masyarakat yang berbasis tradisional merasa cukup dan menerima dengan puas serta tidak menuntut terlalu banyak dalil ilmiah. Kondisi sosio-kultural masyarakat sekarang berbeda dengan situasi waktu itu. Mereka sekarang semakin kritis dan cerdas dalam menanggapi ideology ataupun doktrin yang baru. Oleh karena itu, para ilmuan muslim dituntut lebih inovatif dalam meramu metodologi agar sesuai dengan perkembangan zaman yang semakin dinamis.

(11)

3

Salah satu tema besar yang menarik perhatian berbagai kalangan, khususnya para pegiat al-Qur’a>n dalam rangka menjawab tantangan zaman globalisasi adalah tentang ayat-ayat kawniyyah2. Sebenarnya ayat-ayat tersebut sudah eksis seperti halnya ayat-ayat lain, namun para mufassir belum banyak menemukan sisi

kemu’jizatan karena pada saat itu perkembangan ilmu pengetahuan dan kecanggihan teknologi masih belum begitu nampak. Seiring berputarnya waktu, dengan arah kemajuan teknologi yang pesat menjadikan pola penafsiran mengalami up-to-date menyesuaikan tuntutan zaman.

Ayat kawniyyah sangat berkaitan dengan corak tafsir ilmi. Muhammad Husen al-Dzahabi (w.1977 M) menegaskan bahwa kehadiran ayat-ayat yang berkenaan dengan fenomena alam seperti penciptaan langit, bumi, gunung, air dan semacamnya dikategorikan pada corak penafsiran ilmi. Ia meneliti kembali ayat-ayat yang membahas tentang alam semesta karena di penghujung zaman ini, muncul beberapa corak penafsiran yang kurang bisa diterima di kalangan ‘ulama.

Diantara corak penafsiran yang kontroversial adalah munculnya penafsiran madhhabiy, penafsiran Ilh}adiy, dan corak sosio-kultur lainnya.3

Kajian saintis dari ayat-ayat kawniyyah yang notabene mengulas tentang alam semesta sangat menarik dan selalu berkembang dinamis. Para ilmuan terus berusaha meneliti dan mengamati kejadian dan peristiwa di alam ini. Namun karena luasnya obyek pembahasan, penulis hanya konsentrasikan penelitian pada ciptaan Allah yang berupa air dan semakna dengannya. Sekilas nampak biasa dan

2 Ayat kawniyyah adalah ayat-ayat al-Qur’a>n yang berbicara tentang alam semesta, baik dalam bentuk

khabari (deskriptif) atau insha’i (non-deskriptif) sebagaimana dijelaskan dalam buku metode tafsir ayat-ayat sains dan sosial karya Andi Rosadisastra, 158.

3 Muhammad Husein al-Dhahabi, Al-Tafsi>r wa al-Mufassiru>n, Vol. 2 (Cairo: Da>r al-H{adi>th, 2005),

(12)

4

sederhana, tapi memiliki keistimewaan yang luar biasa. Bahkan semua makhluk hidup bergantung padanya.

Air merupakan sumber kehidupan setiap makhluk hidup. Para ahli menyimpulkan air merupakan sesuatu yang mutlak diperlukan bagi kehidupan dan kelangsungan hidup. Tidak ada satu pun interaksi kimia yang terjadi dalam tubuh tanpa melibatkan peran air. Bila ada pertanyaan kapankah kehidupan mulai ada, al-Qur’a>n telah memberi jawaban yang tegas, bahwa kehidupan bermula saat alam semesta tercipta.4

Penjelasan di atas sesuai dengan firman Allah Swt dalam surat al-Anbiya>’

ayat 30:

ري مل أ

امها ت ف اً ت اتناك ض ْا ا امَسلا َ أ ا ر ك يذَلا

ۚ

َ ك ءاملا م ا لعج

ح ء ش

ۚ

م ي َفأ

ۚ

Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?5

Demikian pula penciptaan manusia juga berasal dari air, dengan bentuk dan susunan yang luar biasa, yakni air sperma yang mengandung jutaan sel yang siap membuahi sel telur. Al-Qur’a>n menyinggungnya pada surat al-Furqa>n 54:

ا ًرهص اًبسن هلعجف ا ًرشب ءاملا م لخ ذَلا ه

Dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air lalu Dia jadikan manusia itu (punya) keturunan dan mushaharah.6

Bahkan menariknya, binatang dan tumbuh-tumbuhan juga banyak disebut dalam al-Qur’a>n yang mengindikasikan penciptaannya berawal dari air, seperti dalam:

4 Lajnah Pentashihan al-Qur’a>n Badan Litbang & Diklat Kementrian Agama RI dengan LIPI, Tafsir

ilmi, Mengenal ayat-ayat sains dalam al-Qur’>an,( Jakarta : Widya cahaya, 2015) vol.1, 5

(13)

5

Surat al-Nu>r 45:

َ ك لخ ََا

ءاَم م َبا

ۚ

يلج ٰ لع شمي َم مه م ه طب ٰ لع شمي َم مه مف

عب أ ٰ لع شمي َم مه م

ۚ

ءاشي ام ََا ل ي

ۚ

ريد ء ش ك ٰ لع ََا َ إ

ۚ

Dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan dari air, maka sebagian dari hewan itu ada yang berjalan di atas perutnya dan sebagian berjalan dengan dua kaki sedang sebagian (yang lain) berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya, sesungguhnya Allah maha kuasa atas segala sesuatu.7

… Surat Ta>ha> 53:

هب ا جرخأف ًءام ءامَسلا م نأ ًَبس اهيف م ل كلس اًدهم ض ْا م ل عج ذَلا

ابَن م اًجا أ

ٰ َتش

Yang telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan yang telah menjadikan bagimu di bumi itu jalan-jalan dan menurunkan dari langit air hujan. Maka Kami tumbuhkan dengan air hujan itu berjenis-jenis dari tumbuh-tumbuhan yang bermacam-macam.8

Masih dalam kaitan sumber kehidupan, api tenyata bisa menyala karena adanya pengaruh air. Walaupun secara kasat mata, dua benda tersebut kontradiksi, dari kajian sains, nyala api disebabkan adanya oksigen (O2) yang notabene berasal dari unsur air. Dalam kajian sains, air memiliki karakteristik yang unik. Air adalah satu-satunya benda yang bisa berubah bentuk menjadi padat dan gas, disamping sifat aslinya cair. Es adalah bentuk padat dari air yang membeku, sedangkan udara atau oksigen adalah bentuk gas dari air yang menguap.

Penulis mengambil tema ayat-ayat tentang air ini karena perkembangan zaman semakin menuntut untuk menjawab tantangan dan perkembangan global. Kebenaran i>ma>niyah harus dikuatkan dengan kebenaran ilmiah. Al-Qur’a>n dengan

keistimewaan sebagai kala>m Alla>h seharusnya bisa diterjemahkan dalam bahasa manusia. Penjelasan al-Qur’a>n yang memberikan petunjuk pada segala sesuatu disebutkan dalam salah satu firmanNya:

(14)

6

ء ش م ات لا ف ا ط َرف اَم

Tidak ada sesuatu pun yang kami luputkan didalam Kitab.9

harus dibuktikan dengan nalar ilmiyah, sehingga pandangan orientalis dan barat tidak lagi menganggap al-Qur’a>n sebagai kitab pedoman yang dogmatis dengan pemahaman-pemahaman yang sesat dan pragmatis.

Sejarah perjalanan ilmu pengetahuan mencatat bahwa hakikat ilmu sejatinya telah muncul sejak manusia tercipta. Ilmu dalam kacamata filosofis telah eksis bersamaan dengan eksistensi manusia karena manusia tercipta memiliki keistimewaan akal dan potensi naluri untuk berfikir. Dari sinilah menurut para filosof, bahwa ilmu ada sejak penciptaan manusia. Hal itu dibuktikan dengan argumen yang kuat dari al-Qur’a>n sendiri, seperti dalam firman Allah:

ل ٰه ءامسأب ن بنأ ا ف ئَملا لع مهضرع َمث اهَلك ءامسْا آ مَلع

مت ك إ ء

ي اص

Dan Dia ajarkan kepada Adam nama-nama (benda) semuanya, kemudian

Dia perlihatkan kepada para malaikat, seraya berfirman, ‚sebutkan kepada-Ku nama semua (benda) ini jika kamu yang benar!‛10

Sejak Nabi Adam tercipta, Allah telah memberi anugerah dengan bekal ilmu dalam mengarungi kehidupannya sebagai khalifat Alla>h fi> al-ard{. Sejarah mencatat pada masa 3000 tahun SM., Fir’aun dengan kecongkakannya mampu

menciptakan peradaban yang maju dengan membangun piramida yang fenomenal. Seiring dengan perjalanan waktu, kisah para nabi berikutnya juga telah mengalami proses transformasi keilmuan. Ini menunjukkan bahwa paradigma keilmuan telah mengalir sepanjang perjalanan manusia di muka bumi ini. Aktifitas dan dinamika kehidupan manusia tak terlepas dari proses keilmuan. Aspek budaya pun tak kalah

(15)

7

berpacu. Dahulu kala di wilayah Timur Tengah cara berpakaian orang Badui (Suku Nomaden) berbeda dengan kaum kota. Pergeseran waktu dan percampuran etnis dari kalangan badui dan modernis membuat kaum nomaden merubah penampilan demi penyesuaian kaum kota yang semakin borjuis.11

Agama dan ilmu dalam pandangan obyektif selalu dinamis dan seirama. Namun dalam lika-liku perjalanannya, wilayah agama sering menjadi momok bagi kemajuan ilmu. Agama dalam pandangan para ilmuan non muslim dikiaskan sebagai penghambat kemajuan zaman. Peradaban dan budaya sebelum munculnya Islam, seperti agama Kristen membatasi ruang gerak pemikir yang progresif. Pertentangan antara kaum intelek dan religi yang terjadi pada abad 18 merupakan bentuk kongkrit yang menyebabkan dikotomi sosial.

Penemuan-penemuan baru yang bertolak belakang dengan pandangan ‘kitab suci’ dalam hal ini agama Kristen, dianggap melenceng dan tak segan para penemu teori-teori tersebut bernasib tragis oleh kekejaman otoritas gereja. Hal itu berakibat pada tidak sedikit dari para ahli ilmu pengetahuan yang menjadi korban hasil penemuannya, seperti Galileo, Arius, Bruno, George Van Paris dan lain sebagainya. Seorang Galileo dengan teorinya yang mengatakan bahwa bumi ini berbentuk bulat semi oval, harus berhadapan dengan mahkamah pengadilan dengan tuduhan menentang ajaran resmi dari otoritas Kristen yang mengatakan bahwa bumi itu terhampar luas seperti tikar. Hal ini mempertegas bahwa ilmu pengetahuan bertentangan dengan agama.12 Seakan agama hanya membelenggu progresifitas nalar manusia yang saat itu sedang berkembang, sehingga terjadilah apa yang disebut sebagai dark age (masa kelam) dunia intelektual oleh kekuasan dan otoritas agama.

(16)

8

Nabi Muhammad menerima wahyu berupa al-Qur’a>n sebagai awal kebangkitan dan harapan baru peradaban manusia. Al-Qur’a>n menghapus

kepercayaan-kepercayaan kuno dan ritual-ritual pendahulu yang sangat primitif dan dikenal sebagai kaum jahili. Peradaban mereka belum tersentuh aspek keilmuan yang bisa diterima nalar sehingga turunlah ayat demi ayat yang akrab dengan kondisi sosial masyarakat khususnya suku Arab pada waktu itu. Pesan dan misi al-Qur’a>n serta merta banyak diterima masyarakat sebagai wacana baru dan harapan cerah dalam kehidupan mereka. Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan yang pesat membuat dinamika kehidupan masyarakat semakin global. Perkembangan dan kemajuan itu menjadikan al-Qur’a>n yang sekilas dalam

redaksi maupun teksnya stagnan dituntut relevan dengan kemajuan zaman dan konteksnya.

(17)

9

Sampai pada suatu hari ia bertemu dengan seorang profesor muslim, kemudian menceritakan fenomena ganjil itu. Profesor itu teringat ayat Al-Quran tentang bertemunya dua lautan pada QS. Ar-Rahman ayat 19-20 dan QS. Al-Furqan ayat 53. Terpesonalah Mr. Costeau mendengar ayat-ayat Al Qur’an itu,

melebihi kekagumannya melihat keajaiban pemandangan yang pernah dilihatnya

di lautan yang dalam. Al Qur’an ini mustahil disusun oleh Nabi Muhammad yang hidup di abad ke tujuh, pada zaman belum ada peralatan selam yang canggih untuk mencapai lokasi yang jauh terpencil di kedalaman samudera.

Benar-benar suatu mukjizat, berita tentang fenomena ganjil 14 abad yang silam akhirnya terbukti pada abad 21. Mr. Costeau pun berkata bahwa Al-Qur’a>n

memang sesungguhnya kitab suci yang berisi firman Allah, yang seluruh kandungannya mutlak benar. Dengan seketika dia pun memeluk Islam. Mr. Costeau mendapat hidayah melalui fenomena teknologi kelautan. Maha Benar Allah yang Maha Agung.

Begitu pula, penemuan mutakhir seorang ilmuan dari Jepang Masaru Emoto dari Universitas Yokohama bahwa semua air dimanapun di dunia adalah materi netral. Dengan kenetralannya, air bisa membentuk kristal berbeda-beda yang mewakili setiap sugesti atau dibacakan kata-kata yang berbeda pula. Jika sugesti itu baik, akan membentuk kristal yang indah, sebaliknya akan menjadi buruk jika diberikan sugesti yang buruk.13 Itulah sebabnya air zam-zam memantulkan tekstur kristal yang paling indah dari sekian air yang dia temukan di dunia, karena kandungan pada air zam-zam sangat berkualitas. Meski sudah berumur ribuan tahun, kualitas rasa dan debitnya tetap stabil.

13 Lutvil Kirom Az-Zumaro, Ajaibnya Pengobatan Air Yang Didoakan, (Yogyakarta: Semesta Indah,

(18)

10

Bertolak dari pemaparan ini penulis menjadi tertarik untuk mengangkat tema ayat-ayat tentang air. Menurut hemat penulis, fenomena air mampu menjembatani teks al-Qur’a>n yang nampak stagnan terhadap kemajuan paradigma

masyarakat yang dinamis. Disamping itu, penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam hakikat dan esensi air secara kritis, karena bersinggungan langsung dengan kehidupan sehari-hari manusia, air sangat dibutuhkan oleh hewan dan

tumbuh-tumbuhan. Manfaat air langsung dirasakan oleh segenap makhluk hidup. Penulis juga mengurai melalui pandangan mufassir kontemporer yang ahli di

bidang sains dan fisika yang dapat mengkolaborasikan keahliannya dengan metode penafsiran al-Qur’a>n. Salah satu kitab tafsir tersebut adalah kitab tafsir

karya T{ant}a>wi Jauhari. Dalam pengantar kitabnya tersebut, ayat-ayat tentang ciptaan Allah atau disebut ayat kawniyyah mencapai 750 ayat lebih, yang artinya sangat besar porsi pembahasan dalam al-Qur’a>n dibanding ayat-ayat pembahasan lainnya. Penulis uraikan riwayat kehidupan T{ant}a>wi> Jawhari beserta penjelasan kitab tafsirnya pada bab dua.

Penulis mengambil beberapa ayat yang berkaitan dengan keajaiban penciptaan makhluk berupa air, komposisi dan fungsi air bagi keberlangsungan hidup sehingga tepat pada sasaran yang dituju yakni keluasan al-Qur’a>n dalam

menjawab problematika aktual, sesuai dengan penegasan Allah dalam salah satu firman-Nya:

ا تايآ مهير س

حلا هَنأ مهل َيبتي ٰ َتح مهس نأ ف اف ا ف

Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda kebesaran Kami di segenap penjuru dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa itu adalah benar.14

(19)

11

Disamping itu, pemilihan tema ini sangat membantu dalam pengembangan kajian intelektual sebagai wujud kepekaan akademisi terhadap kemajuan zaman. Penelitian ini sangat strategis dilakukan karena mampu menghasilkan gagasan yang sesuai dengan tujuan dan sifat al-Qur’a>n, yakni sebagai petunjuk kepada manusia dengan segala tuntutan umat manusia pada semua zaman. Juga sebagai suplemen dalam meningkatkan spirit baru dalam tujuan hidup manusia yang bersifat elastis, tidak kaku dan tak terbatas, sesuai dengan ayat berikut:

ء ش ل اًنايبت ات لا كيلع ا ل َ ن

Dan Kami turunkan kepadamu Kitab (al-Qur’a>n) untuk menjelaskan segala sesuatu.15

Sisi lain pemilihan judul di atas oleh penulis berawal dari kesamaan tujuan dengan yang telah dituangkan oleh sang pengarang Syekh T{ant}a>wi> Jawhari. Ia berusaha mengkolaborasikan pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi dengan berbagai perangkat bidang keilmuannya, seperti fisika, kimia, anatomi, geologi dan ilmu-ilmu lain yang berkaitan erat dengan pengetahuan alam, sehingga keberadaan al-Qur’a>n menjadi relevan dan up to date pada setiap perkembangannya. Hal ini senada dengan istilah Rosadisastra yang menyebutnya sebagai Qur’anisasi ilmu pengetahuan, yang berarti memahami ayat-ayat

al-Qur’a>n yang terkait dengan realitas atau ilmu pengetahuan dengan mengoptimalkan filsafat ilmu, dengan pola dan metodologi tafsir ilmi (al-Manhaj fi> al-Tafsi>r al-‘Ilmiy).16

B.Identifikasi dan Batasan Masalah

Dari latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:

15 Ibid., 377.

(20)

12

1. Keluasan ayat-ayat al-Qur’a>n dalam menjelaskan ciptaan Allah menjadi

semakin nyata dan faktual.

2. Kejelasan ayat-ayat yang berkaitan dengan term air dalam al-Qur’a>n secara

komprehensif.

3. Perlu pemetaan ayat-ayat pada term air (ءاملا) dalam al-Qur’a>n perspektif para

mufassir.

4. Penting mendalami ayat-ayat yang berkaitan dengan air dari berbagai sudut pandang mufassir terdahulu dalam konteks kekinian dengan perangkat metodologi yang sesuai dengan perkembangan zaman.

5. Perlu memahami kesamaan dan perbedaan sudut pandang para mufassir klasik maupun kontemporer dalam menafsirkan ayat-ayat yang bertema air.

6. Perlu mengenal lebih jauh sosok pengarang kitab Tafsi>r T{ant}a>wi> Jawhari> beserta metode penafsirannya.

7. Perlu mengenal lebih mendalam kitab al-Jawa>hir fi> Tafsi>r al-Qur’a>n al-Kari>m karya T{ant}a>wi> Jawhari>.

8. Dibutuhkan analisa lebih tajam penafsiran ayat-ayat kawniyyah khususnya tema air perspektif T{ant}a>wi> Jawhari>.

9. Penting menguasai wawasan keilmuan al-Qur’a>n melalui tema air dalam konteks modernitas.

10. Perlu penguatan kualitas intelektual akademisi dalam mengungkap sisi i’ja>z ‘ilmi> dari al-Qur’a>n khususnya yang berkaitan dengan seputar air.

(21)

13

1. Perlu mengetahui sejauh mana pandangan T{ant}a>wi> Jawhari dalam kitab tafsirnya al-Jawa>hir fi> Tafsi>r al-Qur’a>n al-Kari>m khususnya pada tema air dalam al-Qur’a>n.

2. Perlu memetakan dan memaparkan klasifikasi term air dalam al-Qur’a>n

agar memudahkan pemahaman pembaca.

3. Mengetahui perbandingan pandangan mufassir lain dalam tema air supaya dapat memahami makna secara komprehensif.

4. Perlu adanya dinamisasi konteks wawasan aktual dan kontemporer terkait term air terhadap pemahaman teks al-Qur’a>n yang luas.

C.Rumusan Masalah

Mengacu dari pemaparan identifikasi dan batasan masalah tersebut, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah klasifikasi ayat-ayat tentang air dalam al-Qur’a>n al-Kari>m? 2. Bagaimanakah term air dan term lain yang semakna dalam al-Qur’a>n beserta

kaitannya dengan ilmu pengetahuan?

3. Bagaimanakah penafsiran ayat-ayat tentang air menurut T{ant}a>wi> Jawhari dalam kitabnya al-Jawa>hir fi> Tafsi>r al-Qur’a>n al-Kari>m?

D.Tujuan Penelitian

Sesuai rumusan masalah-masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui klasifikasi ayat-ayat tentang air dalam al-Qur’a>n al-Kari>m? 2. Untuk memperdalam pemahaman terkait makna ayat-ayat tentang air dan yang

(22)

14

3. Untuk mengenal lebih dalam penafsiran ayat-ayat tentang air menurut T{ant}a>wi> Jawhari> dalam kitabnya al-Jawa>hir fi> Tafsi>r al-Qur’a>n al-Kari>m.

E. Signifikansi Penelitian

Pemaparan poin-poin penelitian ini terbagi atas kegunaan yang bersifat teoritis dan yang bersifat praktis. Di antara poin penting penelitian ini dari sisi teoritis adalah:

1. Memberikan sumbangan kajian pemikiran ilmiah dari ayat-ayat tentang air khususnya perspektif T{ant}a>wi> Jawhari> kepada para pembaca agar memiliki wawasan dan kepekaan terhadap perkembangan teknologi dan sains.

2. Memperluas kajian penafsiran al-Qur’a>n tentang ayat-ayat semesta alam, khususnya tentang air secara konseptual dan metodologis.

3. Turut berkontribusi ilmiah dalam disiplin ilmu-ilmu al-Qur’a>n, karena ilmu

al-Qur’a>n bukanlah disiplin ilmu yang mati dan terbatas untuk jangkauan masa lampau saja, akan tetapi juga mengakomodir perkembangan baru sesuai dengan pemahaman manusia dalam setiap zamannya.

4. Kajian ini dapat memberikan arah bagi penelitian-penelitian serupa yang lebih intensif di masa yang akan datang, sehingga terjadi keterkaitan dan kesinambungan antara satu penelitian dengan penelitian yang lain.

5. Selain itu juga meminimalisir tumpang tindihnya informasi, serta bisa menjadi koreksi bagi penelitian terdahulu sebagai jawaban atas problematika terkini dan aktual.

(23)

15

1. Mengetahui penafsiran T{ant}a>wi> Jawhari> dalam ayat-ayat semesta alam khususnya tentang air, semakin mendekatkan diri kepada yang maha kuasa atas ciptaan-Nya yang sempurna.

2. Memperdalam penelitian ini semakin bernilai ibadah di hadapan Allah SWT, karena memanfaatkan anugerah akal untuk kepentingan yang bermanfaat khususnya sebagai sarana mendekatkan diri kepada sang Pencipta.

3. Memperkuat al-Qur’a>n sebagai landasan dan pedoman kehidupan dalam tataran pengembangan intelektual dan mengasah kemampuan akal dalam menyikapi keberadaan air.

4. Menolak tuduhan orientalis yang mengatakan bahwa Islam agama yang dogmatif dan terjadi pemisahan agama dan peradaban sains dengan mengkombinasikan keduanya dalam satu kekuatan yang saling melengkapi.

F. Penelitian Terdahulu

Dalam literatur ilmu-ilmu keislaman belum begitu banyak penelitian yang berkaitan dengan air secara komprehensif. Hal itu jika dibandingkan dengan banyaknya porsi ayat yang berkaitan dengan alam semesta dengan perbandingan ayat-ayat yang berhubungan dengan syari’ah atau ayat hukum-hukum dalam Islam, meskipun akhir-akhir ini sudah semakin pesat buku-buku atau penelitian yang berkaitan dengan pembahasan tentang air karena tidak terlepas dari tuntutan zaman yang semakin pesat dalam ilmu pengetahuan dan teknologi.

(24)

16

dalam ilmu tentang air. Sementara penelitian penulis lebih fokus pada penafsiran T{ant}a>wi> Jawhari dalam kitabnya al-Jawa>hir fi> Tafsi>r al-Qur’a>n al-Kari>m.

Salah satu tujuan penelitian dari kitab tersebut adalah membedah dari perspektif sains dengan menguak sisi i’jaz ilmy dalam al-Qur’a>n dikaitkan dengan penelitiannya pada air dalam rangka menguatkan pondasi keimanan seorang muslim. Kitab ini banyak menguraikan isyarat-isyarat ilmiyah yang berkaitan dengan seputar air, seperti penciptaan sungai, laut, angin, uap dan sebagainya. Ia juga menyebut ayat-ayat secara detail dalam al-Qur’a>n melalui kolom jadwal ayat-ayat yang bertemakan air.

Menurut penulis al-Miya>h fi> al-Qur’a>n, Ahmad Amir Dulaimy, dalam

al-Qur’a>n setidaknya terdapat 538 ayat yang mengindikasikan tentang air. Dari sekian ayat, ia hanya mengambil 265 ayat yang terbagi dalam 13 topik besar. Satu ayat bisa dibahas dalam beberapa topik yang berbeda, sehingga bisa terjadi pengulangan ayat. Di samping itu ayat yang dibahas tidak hanya dari term air saja, namun semua ayat-ayat yang mengindikasikan pada tema terkait. Di antara topik pembahasannya adalah tentang air yang berasal dari langit, air yang berada di permukaan bumi, air yang di dalam bumi, air dan tumbuh-tumbuhan, siklus air di alam semesta, lautan, manfaat air, air sebagai sumber kehidupan, keistimewaan air dan lain sebagainya.

Di antara hal yang membedakan penelitian ini dengan kitab Miya>h fi>

al-Qur’a>n adalah dari sudut pandangnya terhadap analisis tentang air dalam

(25)

17

sehingga al-Dulaimy tidak menyebutkan sama sekali asbab nuzul atau munasabat ayat dalam kitabnya. Dari sisi kesamaan, penelitian ini senada dengan kitab al-Miya>h fi> al-Qur’a>n dalam topik pembahasan, misalkan penyebutan kata-kata yang menyerupai makna air, seperti sungai ( اهنلا ), lautan ( رحبلا ) dan hujan ( رطملا ).

Kitab lain yang membahas tentang air adalah karya Syekh Abdullah Syakhatah berjudul ‚A<ya>t Allah fi Kawn, Tafsir Ayat Kawniyyah bi

al-Qur’a>n al-Karim‛. Ia menafsirkan ayat-ayat kawniyyah yang ada di dalam

al-Qur’a>n dengan metode bi al-ma’thur, yakni dengan menjelaskan ayat kawniyyah dengan mengambil ayat lainnya.

Pada mulanya, ia menyebutkan ayat-ayat kawniyyah menyeluruh dari

al-Qur’a>n secara berurutan sesuai dengan susunan surat dalam al-Qur’a>n. Beliau

meresume dari 750 ayat kawniyyah yang tersebar dalam al-Qur’a>n menjadi 55

na>s} yang berurutan sesuai dengan urutan surat dalam al-Qur’a>n. Di tiap na>s} ada yang terdiri dari satu ayat atau bahkan juga terdapat beberapa ayat.

Setelah menyebutkan secara global, ia mulai mengupas satu per satu na>s} dengan memberi judul pada masing-masing na>s} sesuai dengan ayat yang dikupas. Disusul kemudian penjelasan kosa kata dari ayat tersebut kemudian penafsirannya. Lalu ditutup dengan catatan darinya terkait hikmah atau komentar tentang ayat tersebut.

(26)

18

kawniyyah dalam al-Qur’a>n meskipun dalam penyebutannya tetap dipaparkan

ayat per ayat. Tema utama yang menjadi sasaran atau obyek pembahasan adalah tentang air dan seputarnya.

G.Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah dengan mengambil beberapa ayat sebagai contoh yang terkait dengan ayat-ayat tentang air. Kemudian dipaparkan penjelasannya menurut penafsiran T{ant}a>wi> Jawhari> dengan mengkolaborasikan pandangan mufassir lain sekaligus bila ada penemuan baru mengaitkan dengan perkembangan teknologi kontemporer.

Ayat-ayat yang dikutip dari penelitian ini adalah mengambil dari surat-surat Makkiyah dan Madaniyyah yang mengandung fenomena ilmiah yang bertemakan tentang air karena di dalamnya terdapat pondasi dan landasan-landasan al-Qur’a>n

yang asasi. Pokok-pokok pembahasan dititik beratkan pada pencarian ayat sesuai dengan urutan asba>b al-nuzu>l. Dengan bantuan program Zikr dan kitab al-Mu’jam

al-Mufah}ras karya Fu’ad Abdul Baq, penulis mengumpulkan ayat-ayat terkait sebagai kunci pembuka pemaparan dan penjelasan penafsiran al-Qur’a>n.

Analisis data diambil dari referensi dengan mengkritisi setiap argumen yang dapat menjadi telaah kritis dan tajam pada setiap permasalahan yang dimunculkan. Harapan penulis mengarahkan pembaca pada obyektifitas pandangan dalam al-Qur’a>n terutama dalam pembahasan air. Dalam penelitian diperlukan sebuah kejelian mengolah data sehingga menghasilkan hipotesa yang sempurna tanpa meninggalkan permasalahan dan persoalan baru.

(27)

19

Penelitian ini tergolong kategori penelitian kepustakaan (library research), sehingga fokus penelitian dan kajiannya adalah survey buku sumber literatur yang mendukung dan relevan dengan permasalahan.

2. Sumber Data

Sumber data penelitian ini diambil dari sumber-sumber primer dan skunder. Sumber primer tentang penafsiran ayat-ayat air diambil dari Kitab al-Jawa>hir fi> Tafsi>r al-Qur’a>n al-Kari>m atau yang biasa disebut Tafsi>r T{ant}a>wi> Jawhari>. Metode klasifikasi dan pemilihan ayat-ayat diambilkan dari referensi lain seperti karya Muhammad Fuad Abdul Ba>qy dalam kitabnya, al-Mu’jam al -Mufah}ras Li alfa>z} al-Qur’a>n al-Kari>m dan juga karya Ahmad Amir al-Dulaimy, al-Miya>h fi> al-Qur’a>n, sementara penjelasan dan keterangan didukung dengan buku-buku Indonesia seperti, Dimensi Sains al-Qur’a>n karya Fuad Pasya, Metode Tafsir Ayat-Ayat Sains dan Sosial karya Andi Rosadisastra, Kaidah Tafsir karya Quraish Syihab, dan lain sebagainya.

3. Metode Analisis Data

Dari data-data yang terkumpul berkaitan dengan penelitian ini maka diadakan analisis data dengan metode deskriptif analitis, yaitu mendeskripsikan suatu pendapat kemudian dianalisis sehingga memperoleh suatu kesimpulan.17 Kerangka teoritik penelitian ini adalah penafsiran tematik dan dalam bahasa Arab disebut metode Mawd}u>’i. Jadi berbagai perangkat dan sistematika pemaparan data menggunakan metode tematik. Data yang ditemukan dalam kitab primer penulis deskripsikan dengan menganalisa lebih jauh konten yang ada. Setelah terkumpul, data diolah menjadi sebuah hipotesa yang integral dalam pembahasan.

(28)

20

Penelitian ini ditinjau dari segi kecenderungan aliran termasuk dikategorikan tafsir ‘as}ri>/ilmi> karena pembahasan yang diteliti berkaitan dengan kajian kontemporer dan ilmiyah. Sedangkan dari segi metodologi, sumber penafsiran ini tergolong tafsir bi al-iqtira>n, karena penulis mengambil referensi dari berbagai literatur untuk diperbandingkan sesuai dengan kebutuhan penulis dalam kajian. Sedangkan cara penjelasannya adalah dengan metode muqa>rin dengan keluasan penjelasan secara ijma>li>. Dan yang terpenting ditinjau dari sasaran dan tertibnya penafsiran, maka penelitian penulis tergolong tafsir mawd}u>’i>

H.Sistematika Pembahasan

Penyusunan hasil penelitian ini, penulis membagi menjadi lima bab dan pada masing-masing bab terdiri beberapa sub bab. Berikut ini adalah pembagian bab dari penelitian ini:

Bab pertama.

Merupakan pendahuluan, yang meliputi latar belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, signifikansi penelitian, penelitian terdahulu, metode penelitian dan sistematika pembahasan.

Bab kedua.

Metode Tafsir Mawd}u>’i>, yang meliputi definisi tafsir Mawd}u>’i, sejarah perkembangan tafsir mawd}u>’i>, klasifikasi tafsir Mawd}u>’i>, metode tafsir Mawd}u>’i>, keistimewaan tafsir Mawd}u>’i> dan perbedaan tafsir Mawd}u>’i> dengan tafsir lainnya.

Bab ketiga.

Ayat-ayat tentang air dalam al-Qur’a>n, yang meliputi definisi air, ungkapan air dalam al-Qur’a>n, ungkapan ءاملا dalam bentuk ma’rifat pada al-Qur’a>n, ungkapan

(29)

21

Bab keempat.

Air menurut tafsir T{ant}a>wi> Jawhari>, yang meliputi air sebagai sumber kehidupan, macam-macam air serta manfaat dan bahaya air.

Bab kelima.

(30)

23

BAB II

TAFSI<R

MAWD{U<’I

<,

T{ANT{AWI< JAWHARI< DAN

AL-JAWA<HIR FI<

TAFSI<R AL-

QUR’A<N AL

-KARI<M

A.

Tafsi>r

Mawd}u>’i

>

Sebagaimana penelitian pada umumnya, sebuah riset memerlukan adanya perangkat dan metodologi yang digunakan untuk mengurai penelitiannya secara terstruktur dan integral. Teori-teori yang digunakan harus berkesinambungan sehingga menjadi sebuah hipotesa yang sistematis. Untuk itu dibutuhkan sebuah frame work alur dari teori yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini. Termasuk di dalam memahami maksud dan kandungan al-Qura>n diperlukan sebuah metodologi yang sesuai dengan kaidah penafsiran.

Secara umum, penafsiran dibagi menjadi dua segi, yaitu dari segi metodologi dan segi kecenderungan aliran.1 Dari segi metodologi, terbagi menjadi empat macam:

1. Menurut sumber penafsirannya dibagi menjadi tiga macam: a. Bi al-ma’thur (berdasarkan dalil naqli)

b. Bi al-ra’yi (berdasarkan dalil aqli)

c. Bi al-iqtira>n (berdasarkan perbandingan antara dalil naqli dan dalil aqli) 2. Menurut cara penjelasannya dibagi menjadi dua macam:

a. Baya>ni b. Muqa>rin

3. Menurut keluasan penjelasannya dibagi menjadi dua macam: a. Ijma>li>

b. It}nabi> atau tafsi>li>

1Ridlwan Nasir,”

Studi al-Qur’an”, makalah disampaikan dalam mata kuliah studi al-Qur’an program

(31)

24

4. Menurut sasaran dan tertibnya ayat, penafsiran dibagi menjadi tiga yaitu: a. Tahli>li>

b. Mawd}u>’i>

c. Nuzu>li>

Dari segi kecenderungan aliran, penafsiran dibagi menjadi tujuh macam, yaitu: 1. Tafsir lughawiyah/adabi>

2. Tafsir fiqhi> 3. Tafsir su>fi> 4. Tafsir i’tiqa>di> 5. Tafsir falsafi> 6. Tafsir ‘ashri/ilmi> 7. Tafsir ijtima>’i>

Dari pembagian tafsir diatas, penelitian penulis dilihat dari segi kecenderungan aliran termasuk dikategorikan tafsir ‘ashri>/ilmi> karena pembahasan yang diteliti berkaitan dengan kajian kontemporer dan ilmiyah. Sedangkan dari segi metodologi, sumber penafsiran ini tergolong tafsir bi al-iqtira>n, karena penulis mengambil referensi dari berbagai literatur untuk diperbandingkan sesuai dengan kebutuhan penulis dalam kajian. Sedangkan cara penjelasannya adalah dengan metode muqa>rin dengan keluasan penjelasan secara ijma>li> serta ditinjau dari sasaran dan tertibnya penafsiran, maka penelitian penulis tergolong tafsir mawd}u>’i>.

Senada dengan pembagian diatas, dengan pembagian yang lebih sederhana menurut para pakar ilmu al-Qur’a>n metode penafsiran terbagi menjadi empat macam

sebagai berikut2:

1. Metode Tah}li>li> (Analisis)

(32)

25

2. Metode Ijma>li> (Global)

3. Metode Muqa>rin (Perbandingan) 4. Metode Mawd}u>’i> (Tematik)

Dari empat metode tersebut, penelitian ini cenderung pada jenis metode yang keempat, yaitu metode tematik. Pembahasan dari penelitian ini berisi tentang ayat-ayat yang berkaitan dengan air dan yang semakna dengannya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa metode penelitian ini menggunakan metode tematik.

1. Definisi Tafsi>r Mawd}u>’i>

Tafsir> mawd}u>’i> yang menjadi salah satu metodologi penafsiran al-Qur’a>n

terdiri dua term. Sebelum menjelaskan makna tafsir mawd}u>’i>, terlebih dahulu penulis bahas masing-masing kalimat tafsir dan mawd}u>’i>.

a. Pengertian Tafsir

Tafsir memiliki banyak definisi baik dari sisi bahasa maupun istilah dari perspektif mufassir. Sudah banyak pakar yang mengungkap tentang definisi tafsir. Penulis hanya sebutkan satu definisi yang paling lengkap yaitu definisi menurut al-Suyu>t}iy. Menurut al-Suyu>t}iy tafsir adalah ilmu tentang turunnya ayat, keadaan-keadaannya, kisah-kisah, sebab turunnya, urutan makki> madani>-nya, muh}ka>m mutasha>bih-nya, na>sih} mansu>h}- nya, khas ‘am-nya, mutla>q muqayyad-nya, mujma>l mufassar-nya, halal haramnya, janji dan ancamannya, perintah dan larangannya, teladan-teladannya dan perumpamaan-perumpamaannya.3

b. Pengertian Mawd}u>’i>

(33)

26

Secara bahasa, kata mawd}u>’i> berasal dari kata mawd}u>’ bentuk isim

maf’u>l dari kata عض yang berarti meletakkan, membuat, dan mengarang. Kita sering mendengar istilah hadi>th mawd}u>’ yaitu hadi>th buatan atau karangan atau hadi>th palsu yang bukan bersumber dari Nabi Muhammad Saw. Mawd}u>’

dalam pembahasan ini berarti masalah atau pokok pembicaraan.4

Dari pemaparan definisi di atas, baik definisi tafsir ataupun definisi

mawd}u>’i> sendiri dapat diambil kesimpulan bahwa tafsi>r mawd}u>’i> adalah dua kata yang telah menyatu menjadi satu makna tersendiri dan menjadi salah satu metode dari beberapa metode penafsiran. Pengertian yang paling sempurna menurut hemat penulis sebagaimana disebutkan oleh Quraish Shihab dalam salah satu bukunya, yakni suatu metode yang mengarahkan pandangan kepada satu tema tertentu, lalu mencari pandangan al-Qur’a>n tentang tema tersebut dengan jalan

menghimpun semua ayat yang membicarakannya, menganalisis dan memahami ayat demi ayat, lalu menghimpunnya dalam bentuk ayat yang bersifat umum dikaitkan dengan yang khusus, yang mutlak digandengkan dengan yang muqayyad dan lain-lain, sambil memperkaya uraian dengan hadis-hadis yang berkaitan untuk kemudian disimpulkan dalam satu pandangan menyeluruh dan tuntas menyangkut tema yang dibahas itu.5

Pengertian yang dianut oleh Quraish Shihab sebagaimana yang peneliti paparkan di atas telah melalui pemilihan dan analisa yang tajam dari berbagai

pengertian sekian pakar tafsir dan ‘ulu>m al-Qur’a>n. Bahasa dan redaksinya juga mudah dipaham dan mengena atau tepat sasaran dari semua batasan definisi yang diharapkan.

4Manna’ Khalil al-Qattan, Maba>hith fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n, (Beirut: Manshura>t al-‘As}r al-H}adi>th, tt),

323. Lihat juga dalam Warson al-Munawwir, al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia (Surabaya: Pustaka Progressif, 2002), 1564-1565. .

5

(34)

27

2. Sejarah Perkembangan Tafsir Mawd}u>’i>

Sejarah mencatat, awal mula metode ini sebenarnya telah tampak sejak zaman Rasulullah Saw. Beliau menafsirkan satu ayat dengan ayat lain yang temanya sama, seperti kata z{ulm dalam ayat 82 surat al-An’a>m:

دته م مه مْا مهل ك ٰل أ ملظب مهناميإ ا سبلي مل ا مآ يذَلا

‚Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.‛6

dengan diuraikan pada kata z}ulm yang terdapat pada surat Luqma>n ayat 13:

ملظل كرشلا َ إ

ميظع

.

ۚ

‚sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kedhaliman yang besar."7

Lalu metode ini semakin menyebar dan berkembang melalui kitab tafsir karya al-T}abari> (839-923 M), yang dinilai sebagai tafsir pertama yang membedah al-Qur’an dengan metode ayat dengan ayat. Lalu lahir kitab tafsir lain yang tidak lagi secara khusus menggunakan metode penafsiran ayat dengan ayat, tetapi lebih fokus pada penafsiran ayat-ayat yang bertema hukum, seperti Tafsi>r Ah}ka>m

al-Qur’a>n karya Abu> Bakar Ahmad Bin ‘Ali> al-Ra>zi> al-Jas}s}as} (305-370 M).8

Walaupun dari penafsirannya sudah membahas per tema, penafsiran mereka belum dimaksudkan secara khusus sebagai tafsir mawd}u>’i>. Secara lengkap dalam menerapkan kaidah metode tafsir tematik ini terdapat pada kitab Tafsi>r al-Qur’a>n

al-Kari>m karya Abu> Isha>k Ibra>hi>m bin Mu>sa> al-S{at}ibi> (720-790 M) sama halnya dengan yang telah dilakukan dalam kitab al-Was}a>ya al-‘Ashr oleh Mah}mu>d Shalt}u>t} (1893-1963 M). Setelah itu, muncul perkembangan baru dari model penafsiran tematik yang tidak hanya bertumpu pada satu surat saja, melainkan

6 Departemen Agama, al-Qur’a>n dan Terjemahnya, 185. 7 Ibid, 581.

(35)

28

membahas tema pada seluruh lembaran al-Qur’an yang dikenal dengan metode mawd}u>’i>. Sebagai contoh kitab al-Insa>n fi> al-Qur’a>n karya ‘Abbas Mahmu>d al

-‘Aqqa>d atau al-Riba> fi> al-Qur’a>n karya al-Mawdu>di> dan sebagainya.9

Pada perkembangan selanjutnya, banyak ulama tafsir di Universitas Al-Azhar menilai syekh Ahmad Sayyid al-Kumy dalam kitab karyanya al-Bida>yah wa al-Niha>yah fi> Tafsi>r al-Mawd}u>’i> ketika menjadi ketua Jurusan Tafsir pada Fakultas Ushuludin al-Azhar pada tahun 1981 sebagai pencetus metode mawd}u>’i>

yang berbeda dengan apa yang diperkenalkan oleh ulama-ulama sebelumnya. Lalu berikutnya muncul kitab-kitab tafsir yang menggunakan metode yang dicetuskan itu antara lain: Al-Futuh}a>t al-Rahba>niyyah fi> al-Tafsi>r al-Mawd}u>’i> li A<ya>t

al-Qur’a>niyyah, karya Syeikh al-Huseini Abu Farhah dan lahir juga buku-buku yang menjelaskan metode itu, antara lain, al-Bida>yah fi> al-Tafsi>r al-Mawd}u>’i> karya Abdul Hayyi al-Farmawi.10

3. Macam-macam Tafsi>r Mawd}u>’i>

Dari uraian beberapa definisi tafsir tematik yang telah disebutkan, dapat disimpulkan mengenai titik tekan dan ruang lingkup bahasan tafsir tematik. Metode ini dapat diklasifikasikan menjadi dua model kajian. Pertama, kajian tafsir tematik yang mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur`an yang memiliki kesatuan tema. Kedua, kajian tafsir tematik yang berkonsentrasi membahas satu surat untuk menemukan tema sentral yang terkandung di dalamnya. Dua bentuk kajian tematis ini sama-sama bertujuan untuk menggali pesan dan kandungan al-Qur`an, berikut uraiannya;

a. Tafsir Mawd}u>’i> Ayat.

9 Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’a>n: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat,

(Bandung: Mizan 1994), 114.

(36)

29

Pada bentuk tafsir mawd}u>’i> ayat ini, seorang mufassir menghimpun ayat-ayat al-Qur`an yang berada dalam naungan satu tema, lalu diurutkan berdasarkan kronologi turunannya, untuk kemudian ditafsirkan terkait dengan tema yang tengah dibahas. Model ini memiliki ciri menonjolkan suatu tema atau topik sehingga kemudian tidak salah jika disebut juga metode topikal.

Jadi, seorang mufassir mencari tema-tema atau topik-topik yang ada di tengah masyarakat atau berasal dari al-Qur’a>n itu sendiri. Kemudian tema-tema yang sudah dipilih itu dikaji secara tuntas dan menyeluruh dari berbagai aspeknya sesuai dengan kapasitas atau petunjuk yang termuat di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan tersebut. Bentuk kajian tafsir mawd}u>’i> inilah yang dimaksudkan dengan istilah tafsir mawd}u>’`i>. Contoh karya ulama salaf yang mendekati bentuk metode ini, antara lain Ah}ka>m al-Qur’`a>n karya al- Jas}s}as{

b. Tafsir Mawd}u>’i> Surat.

Pada model kajian ini, mufassir berkonsentrasi pada suatu surat dalam al-Qur`an dengan menjelaskan tujuan-tujuannya yang bersifat umum dan khusus atau tema sentral yang terkandung dalam surat tersebut, kemudian menjelaskan kolerasi antar ayat-ayatnya dan tema-tema di dalamnya dengan tema sentral surat, sehingga surat tersebut tampak dalam kesatuan tema yang utuh. Muhammad al-Ghazali menambahkan dalam pembahasan model tafsir mawd}u>’i> surat ini, agar menghubungkan antar ayat dalam surat tersebut dengan menjadikan bagian awal sebagai pendahuluan dan bagian akhir sebagai penegasan atas pendahuluannya.

(37)

30

menjelaskan muna>sabah antara bagian surat, misalnya Fakhru al-Di>n al-Ra>zi dalam Tafsi>r Mafa>tih Ghayb, Biqa>i dalam Naz}m Durar dan Abd al-Farahi dalam kitabnya Niz}a>m al-Qur`’a>n.

Pada masa modern, model kajian ini telah diaplikasikan, antara lain oleh Mahmud Syaltut dalam karya tafsirnya Tafsi>r al-Qur’a>n Kari>m., Wahbah al-Zuhaily dalam karyanya al-Tafsi>r al-Muni>r fi> al-‘Aqi>dah wa al-Shari>’ah wa al-Manha>j.

4. Metode Tafsir Mawd}u>’iy

Menurut Abdul Hay al-Farmawi, sebagaimana dikutip oleh M. Quraish Shihab11, bahwa langkah-langkah penafsiran dalam metode tematik adalah sebagai berikut:

a. Menetapkan masalah yang akan dibahas (topic/tema)

b. Melacak dan menghimpun masalah yang dibahas tersebut dengan menghimpun ayat-ayat al-Qur’a>n yang membicarakannya.

c. Mempelajari ayat demi ayat yang berbicara tentang tema yang dipilih sambil memperhatikan saba>b al-nuzu>l-nya

d. Menyusun runtutan ayat al-Qur’a>n yang berkaitan dengan ayat-ayat sesuai dengan masa turunnya, khususnya jika berkaitan dengan hukum atau kronologi kejadiannya jika berkaitan dengan kisah, sehingga tergambar jelas peristiwanya dari awal hingga akhir.

e. Memahami korelasi (muna>sabah) ayat-ayat tersebut dalam masing-masing suratnya.

(38)

31

f. Menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna, sistematis dan utuh. g. Melengkapi penjelasan ayat dengan dengan h}adi>th, riwayat sahabat dan

lain-lain yang relevan, atau mengkompromikan yang ‘am dengan khas} antara yang mut}la>q dan muqayyad, sehingga semuanya bertemu dalam satu muara tanpa perbedaan dan pemaksaan.

h. Setelah tergambar keseluruhan kandungan ayat-ayat yang dibahas langkah berikutnya adalah menghimpun masing-masing ayat pada kelompok uraian ayat dengan menyisihkan yang telah terwakili atau mengompromikan antara yang ‘am dan khas, mut}la>q dan muqayyad atau yang nampak bertentangan sehingga kesemuanya bertemu dalam satu muara, tanpa perbedaan atau pemaksaan sehingga lahir satu kesimpulan tentang pandangan al-Qur’an

menyangkut tema yang dibahas.

Setelah memperhatikan langkah-langkah dalam metode tafsir tematik, dalam menafsiri al-Qur’a>n setidaknya juga dituntut dua hal yakni, berpegang

pada etika atau adab dalam penafsiran serta dituntut pula menguasai persyaratan sebagai seorang mufassir sebagaimana dirumuskan para pakar ilmu al-Qur’a>n.12

Berikut etika atau adab yang harus dimiliki seorang mufassir:13 a. Memiliki niat dan tujuan yang baik.

b. Berperilaku jujur dan teliti dalam penukilannya.

c. Bersikap independen, tidak terikat pada kepentingan apapun. d. Mempersiapkan langkah penafsiran dengan sistematis.

12 Andi Rosadisastra. Metode Tafsir Ayat-ayat Sains dan Sosial. (Jakarta: Amzah, 2007), 45.

13

(39)

32

Di samping etika atau adab yang harus dimiliki dari seorang mufassir, Andi Rosadisastra menambahkan beberapa persyaratan yang harus dimiliki mufassir yaitu sebagai berikut:

a. Meyakini kebenaran teks al-Qur’a>n serta terlepas dari subyektifitas. b. Lebih mendahulukan penafsiran bi al-Ma’tsur dari pada bi al-Ra’yi. c. Memiliki kapabilitas keilmuan yang memadai,diantaranya:

1) Periode turunnya al-Qur’a>n

2) Gramatikal arab, mencakup ilmu Sharf, Nahwu dan Balaghah 3) Na>sikh mansu>kh

4) Asba>b al-Nuzu>l 5) Sira>h Nabawiyah 6) Qawa>’id al-Tafsi>r

7) Us}u>l fiqh dan Qawa>’id Us}uliyyah14

5. Keistimewaan Tafsir Mawd}u>’iy

Beberapa keistimewaan metode ini antara lain:

a. Menghindari problem atau kelemahan metode lain, seperti menyajikan penafsiran tidak secara menyeluruh atau menjadikan petunjuk al-Qur’an

terpisah-pisah karena penjelasan ayat per ayat. Disamping itu juga menghindari pemaksaan sesuatu terhadap al-Qur’an yang mengarah pada suatu paham,

aliran fikih atau tasawuf., sehingga terkesan lebih mempersempit dan menyulitkan pemahaman pembaca al-Qur’an yang seharusnya mudah.

b. Menafsirkan ayat dengan ayat atau dengan hadith nabi, satu cara terbaik dalam menafsirkan al-Qur’an.

14

(40)

33

c. Kesimpulan yang dihasilkan mudah dipahami, karena ia membawa pembaca kepada petunjuk al-Qur’an tanpa mengemukakan secara terperinci dari satu disiplin ilmu.

d. Memungkinkan seseorang untuk menolak anggapan adanya ayat-ayat yang bertentangan dalam al-Qur’a>n sehingga menjadi bukti bahwa ayat-ayat

al-Qur’a>n sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan masyarakat.15

6. Perbedaan Tafsir Mawd}u>’i> dengan Tafsir Lainnya.

Sebagaimana diketahui bahwa metode penafsiran ada empat macam, Metode Tah}li>li> (analisis), Ijma>li> (global), Muqa>rin (komparasi) dan Mawd}u>’i>

(tematik). Masing-masing metode tersebut memiliki ciri khas dan keunggulan yang berbeda. Jika dibandingkan dengan tafsir tah}li>li>, maka setidaknya ada tiga perbedaan mendasar antara metode tah}li>li> dan mawd}u>’i>:

a. Mufassir mawd}u>’i> dalam penafsirannya tidak terikat susunannya dengan susunan ayat mushaf, tetapi lebih terikat dengan urutan masa turunnya ayat atau kronologi kejadian. Sedangkan mufassir tah}li>li> memperhatikan susunan sebagaimna tercantum dalam mushaf.

b. Mufasssir mawd}u>’i> tidak membahas seluruh segi permasalahan yang dikandung oleh satu ayat, tapi hanya berkaitan dengan pokok bahasan atau judul yang ditetapkannya.

c. Mufassir mawd}u>’i> berusaha untuk menuntaskan permasalahan-permasalahan yang menjadi pokok bahasannya, sedangkan mufassir tah}li>li> hanya mengemukakan penafsiran ayat-ayat secara berdiri sendiri, sehingga persoalan yang dibahas tidak tuntas.

(41)

34

Perbandingan tafsir mawd}u>’i> dengan tafsir muqa>rin antara lain sebagai berikut:

a. Pada tafsir mawd}u>’i> lebih luas pembahasannya dari pada tafsir muqa>rin.

b. Tafsir muqa>rin biasanya hanya membahas perbedaan redaksi ayat dengan ayat, sedang tafsir mawd}u>’i> pembahasan tidak hanya dari sisi redaksional tapi lebih komprehensif.

c. Obyek pembahasan dari tafsir muqa>rin tidak memecahkan suatu problematika dan tema tertentu, melainkan hanya memberikan gambaran perbandingan dari masing-masing penafsiran. Sedangkan pada penafsiran ijma>li>, pokok bahasan hanya ditujukan pada penafsiran ayat-ayat secara global tanpa merinci lebih jauh dan mendalam.

B. T{ant}awi> Jawhari

Riwayat dan sejarah hidup mempunyai arti yang sangat penting dalam mengkaji dan mengetahui corak pemikiran tokoh . Mengetahui riwayat hidup akan memudahkan para pengkaji dalam menganalisa corak pemikiran dan kepribadian tokoh yang dikaji. Umumnya pemikiran tokoh dipengaruhi oleh lingkungan sosial politik pada masa hidupnya. Berikut akan dijelaskan sekilas biografi T{ant}awi> Jauhari untuk mengetahui rekam perjalanan hidup sehingga dapat diketahui corak pemikirannya secara komprehensif.

1. Biografi T{ant}awi>> Jawhari>.

(42)

35

‘iwadillah Hijazi di Propinsi Syarqiyah Mesir.16 Sebuah daerah yang dikenal dengan

hasil pertaniannya yang pesat. Keberadaannya di tengah lingkungan masyarakat petani, tidak membuat ciut nyali dan semangat T{ant}awi> dalam menimba ilmu pengetahuan. Kecerdasan dan semangat belajar yang sangat kuat terhadap ilmu pengetahuan menjadi modal utama pada diri T{ant}awi>> dalam mengkaji macam-macam bidang keilmuan. Dengan kecondongannya dalam kajian-kajian ilmu pengetahuan alam, astronomi, biologi dan ilmu yang bersifat saintis lainnya, ia berusaha meneliti kandungan al-Qur’an menjadi sebuah kolaborasi intelektual yang

saling menguatkan antara teks dan konteks. Hal itu pula yang memperkuat argument bahwa agama akan selaras dengan kemajuan teknologi dan sains.

Sebagaimana anak kecil pada umumnya, T{ant}awi>> mengawali masa kecilnya dengan banyak bergaul anak seusianya dengan penuh kesederhanaan. Dikenal sebagai anak yang cerdas, membuat orang tuanya ingin T{ant}awi>> belajar lebih intens di al-Azhar. Setelah menempuh sekolah formal tingkat menengah dan tingkat atas di lingkungan tempat tinggalnya, T{ant}awi>> memulai perantauan dengan tallaqi17 atau

belajar dan mendalami ilmu agama di al-Azhar Cairo bersama para ulama terkemuka pada zamannya. Al-Azhar sebagai salah satu universitas tertua di dunia yang telah

banyak mencetak ulama’-ulama’ besar dan cendekiawan terkemuka, turut

membentuk karakter pola pemikiran T{ant}awi>, terutama dalam bidang Tafsir. Salah satu dosen pengajar yang banyak menyumbangkan pemikiran adalah Syekh Muhammad Abduh. Tokoh pembaharu Mesir ini, disamping mengajar di al-Azhar juga menjadi dosen di Universitas Da>r al-‘Ulu>m. Abduh menekankan kepada

16

Tantawi Jawhari, al-Jawa>hir fi> Tafsi>r al-Qur’a>n (Beiru>t: Da>r al-Kutub al-Ilmiyah),Vol. I, 3.

17

(43)

36

muridnya agar berpikir kritis dan rasional serta tidak harus terikat kepada suatu pendapat.18 Corak pemikiran yang lebih kritis dan berani dari Muhammad Abduh turut mewarnai pemikiran T{ant}awi>, sehingga dalam menafsirkan al-Qur’an juga terkesan ‘berani’. Terlebih ketika situasi sosio-politik Mesir yang sedang bergejolak, ia aktif dan kritis terhadap isu-isu dan perkembangan zaman.

Setelah mengenyam pendidikan sarjana di al-Azhar, T{ant}awi> melanjutkan jenjang akademis di Universitas Da>r al-‘Ulu>m, Cairo. Sejak menempa pendidikan di Universitas Da>r al-‘Ulu>m, ia mengalami transformasi pemikiran yang luar biasa sehingga semakin menjadi akademisi aktif dan kritis terhadap berbagai bidang.

Sebagai pelopor gerakan progresif, T{ant}awi> sering menuangkan pemikirannya dalam bentuk tulisan di media atau koran setempat. Salah satu karyanya berjudul Nahd}at al-Ummat wa H{aya>tuha, yang berisi gagasan dan ide beliau dalam merubah pola pikir dan SDM demi kemajuan paradigma masyarakat Mesir. T{ant}awi> juga aktif menulis artikel yang selalu muncul di harian al-Liwa, ia telah menulis lebih dari 30 judul buku, sehingga dirinya dikenal sebagai tokoh yang menggabungkan dua peradaban, yaitu agama dan perkembangan modern dalam pemikiran sosial-politik.19

Disamping melalui tulisan, T{ant}awi> membangkitkan semangat perjuangan kebangsaan terhadap masyarakat di sekitar Dar al-Ulum untuk melawan colonial Inggris melalui ceramah-ceramah dan orasi ilmiyah. Selain itu, progresifitas pemikiran dan gagasan beliau membuatnya turut berpartisipasi dalam mendirikan sebuah organisasi aktif mahasiswa untuk menyuarakan semangat kebangsaan dan membangun peradaban khususnya di daerah Iskandariyah. Eksistensi organisasi ini

18 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997) v.3

19Ali M. al-Iyazi,

(44)

37

berlangsung hingga terjadi deklarasi bersyarat yang diberikan Inggris kepada Mesir pada tahun 1922 M. setelah sebelumnya Prancis melalui ekspedisi Napoleon Bonaparte (1798) yang telah menguasai Mesir dan tidak sedikit telah memberikan kontribusi bagi kemajuan Mesir.20

Dinamika perubahan mesir turut mempengaruhi T{ant}awi> dalam corak pemikirannya yang progesif. Di saat terjadi dikotomi sosial antara akademisi muslim dan kaum sekuler yang menyuarakan kebebasan berpikir secara mutlak, para sarjana muslim berupaya menjembatani dua kutup pemikiran dengan mengadopsi ilmu-ilmu yang berkembang dari kebudayaan barat tanpa menafikan doktrin lama dari teks-teks samawi . Dengan ketertinggalan yang begitu jauh dari bangsa barat bagi umat Islam dalam bidang sains dan teknologi membuat T{ant}awi> berusaha mengejar ketertinggalan tersebut melalui tafsir ilmi-nya.

Perjuangan keras T{ant}awi> mampu menjadikan beliau sebagai seorang pemikir dan cendekiawan Mesir yang memotivasi dan mendongkrak pemikiran umat Islam agar lebih maju. Dengan keahliannya dalam bidang tafsir al-Qur’a>n sekaligus

mempunyai kapasitas intelektual diberbagai bidang sains mampu membuat T{ant}awi> terkenal sebagai filosof muslim sekaligus mufassir ilmi.

T{ant}awi> mengawali karir sebagai pengajar di Universitas Da>r al-‘Ulu>m, setelah menyelesaikan gelar sarjananya (131 H)21. Berkat kecerdasan dan keilmuannya, pemerintah menganugerahkan jabatan sebagai ketua mahkamah agung namun beliau menolak secara halus tawaran tersebut. T{ant}awi> juga pernah menjabat sebagai Direktur al-Muwa>sah al-Islamiyah di Cairo dan juga sebagai direksi majalah

20

Philip K. Hitti, History of The Arabs, terj. R. Cecep Lukman Yasin & Dedi Slamet Riyadi, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2010), 924.

(45)

38

pembaharu Ikhwa>n al-Muslimi>n. Hingga pada akhirnya beliau menekuni penulisan dan karya-karyanya yang banyak beredar di Mesir. Salah satu karya paling fenomenal adalah kitab al-Jawa>hir fi> al-Tafsi>r al-Qur’a>n al-Kari>m.

Masa-masa senja T{ant}awi> lebih banyak tercurahkan untuk pengabdiannya dalam dakwah dan perjuangannya dalam keilmuan. Semangat dan kegigihan beliau tidak pernah surut ditelan usia. Hingga pada tahun 1358 H, beliau dipanggil oleh yang Maha Kuasa. Dunia islam sangat kehilangan dengan wafatnya sang ilmuan. Beliau wafat di Cairo dan dimakamkan di pemakaman Cairo Qadi>mah.

2. Pendidikan T{ant}awi>> Jawhari>

T{ant}awi> mengawali pendidikannya di madrasah lingkungan tempat tinggalnya. Belajar di kuttab22, yakni sebuah tempat pembelajaran agama semacam pesantren tahfidz yang tidak jauh dari tempat tinggalnya. Kemudian beliau melanjutkan jenjang madrasah menengah dan atas milik pemerintah, T{ant}awi> dikenal sebagai siswa yang cerdas dan kritis. Orang tua T{ant}awi> tidak ingin menyia-nyiakan keistimewaan yang dimiliki anaknya terlewatkan begitu saja. T{ant}awi> kecil mendapatkan rekomendasi dari pamannya yaitu Syekh Muhammad Syalabi, salah seorang guru besar bidang sejarah di Universitas al-Azhar. T{ant}awi> memperdalam berbagai bidang keilmuan agama di al-Azhar antara lain ilmu bahasa dan sastra Arab (fas}a>h}ah dan bala>ghah ), retorika (manti>q), sejarah (ta>ri>kh), ilmu falak dan berbagai literatur agama Islam lainnya.

22

Kuttab biasanya dilakukan di gubug berbentuk seperti surau kecil yang digunakan sebagai pusat pembelajaran anak-anak di pedesaan di daerah Mesir. Penulis sempat menelusuri dan saksikan bangunan kuttab masih eksis di sepanjang jalan Ba>b al-Sha’reyah sampai komplek pasar Su>q H{usein

(46)

39

Di universitas ini, T{ant}awi> dengan kecerdasannya menyerap berbagai disiplin ilmu agama dari lughah, si>rah, adab, fiqih sampai tafsi>r. Di samping itu, ia mulai banyak mengenal tokoh-tokoh pembaharu salah satunya adalah Muhammad Abduh. Sistem dan metode pengajaran yang digunakan oleh Muhammad Abduh terutama dalam bidang tafsir membuat tertarik T{ant}awi> untuk mengenal lebih jauh. Bimbingan dan motivasi yang senantiasa ditularkan oleh Muhammad Abduh membuka pola pemikiran T{ant}awi> Jauhari.

Kecenderungan T{ant}awi> dalam bidang ilmu eksak, teknologi dan sains membuatnya ingin mendalami lebih jauh di universitas yang lebih modern. Universitas Da>r al-‘Ulu>m adalah pilihan terbaik T{ant}awi> untuk mengembangkan potensi intelektualnya. Sehingga pada tahun 1889, ia mulai masuk di Universitas Da>r al-‘Ulu>m sampai menyelesaikan studinya disana pada tahun 1311 H / 1893 M.23 Ketika di Da>r al-‘Ulu>m, ia belajar berbagai disiplin ilmu yang tidak didapatkan di Universitas Azhar, seperti ilmu matematika (h}isa>b), arsitektur (handasah), al-jabba>r, botani (al-‘Ilm al-Naba>t), astronomi (‘Ilm al-Hay’ah) dan kimia (al-Kimiya’). Dari sini, ia menguasai berbagai disiplin ilmu modern, yang kelak banyak mempengaruhi dalam karangan kitab tafsir Jawa>hir al-Qur’a>n.

Setelah menyelesaikan studinya, T{ant}awi> menjadi tenaga pengajar di Madrasah Ibtida>iyyah dan Tha>nawiyyah seperti di al-Nas}riyyah di Ghiza dan al-Khadiwiyyah di Darb al-Jama>miz. Di sela-sela mengajarnya, ia berkesempatan belajar bahasa Inggris hingga beberapa waktu dan kemudian beliau mengajar di Da>r al-Ulu>m. Kemudian pada tahun 1912 H, T{ant}awi> diangkat menjadi dosen dalam mata kuliah Filsafat Islam di al-Jami’ah al-Misriyah. Selain itu, T{ant}awi> juga mendirikan

23

(47)

40

lembaga pendidikan bahasa Inggris dan aktif mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan baik lewat surat kabar atau majalah atau lewat pertemuan ilmiah.

T{ant}awi> juga sering diundang dalam mengisi seminar atau simposium tingkat nasional dan internasional tentang islam dan sains. T{ant}awi> selalu berusaha memberikan motivasi-motivasi yang membangun bagi masyarakat Mesir untuk mendirikan sekolah-sekolah serta memperdalam agama dan ilmu-ilmu modern sebagai bukti bahwa Islam menjunjung tinggi ilmu pengetahuan dan menganjurkan untuk mempelajarinya dengan sempurna. Ia banyak menghabiskan umurnya untuk mengarang dan menerjemahkan buku-buku asing ke Bahasa arab, sejak beliau menjadi guru sampai pensiun tahun 1930 T{ant}awi> wafat pada tahun 1940 M/1358 H.24

3. Karya T{ant}awi>> Jawhari>

Kesungguhan dan kecintaannya pada ilmu membuat T{ant}awi> tidak pernah diam dalam berkarya. Ilmu yang diampu seakan mengalir dan bermanfaat bagi siapa saja. Beliau mencurahkan wawasan dan pengetahuannya dalam bentuk ceramah dan karya tulis. Setidaknya 30 kitab telah beliau torehkan untuk kepentingan umat islam dalam kajian-kajian yang bersifat saintis. Salah satu karya beliau yang paling fenomenal adalah kitab tafsir al-Jawa>hir fi> Tafsi>r al-Qur’a>n al-Kari>m yang berjumlah 26 jilid.

Diantara karya beliau yang telah dihasilkan adalah: a. Al-Jawa>hir fi> Tafsi>r al-Qur’a>n al-Kari>m.

b. Al-Arwa>h c. As}l al-‘Alam

24

(48)

41

d. Ayna al-Insa>n

e. Al-Ta>j al-Mura>sa bi Jawa>hir al-Qur’a>n wa al-‘Ulu>m f. Jama>l al-‘Alam

g. Jawa>hir al-‘Ulu>m (1904 M) h. Jawa>hir al-Taqwa

i. Al-Naz{r fi> al-Kawn Bahjat al-Hukama>’ wa ‘Iba>dat al-Azkiya’

j. Al-Zahra>h fi> Niz}a>m al-‘Alam

k. Al-Sirr al-Aji>b fi> H{ikmat Ta’addudi Azwa>j al-Nabiy l. Al-Sawa>nih al-Jauhary

m.Al-Niz}a>m wa al-Isla>m (1905 M)

n. Miza>n al-Jawa>hir fi> ‘Aja>ibi al-Kawn al-Bahir (1900 M) o. Niz}a>m al-‘Alam wa al-Umam

p. Al-Niz}a>m wa al-Islam

q. Al-Qur’an wa al-‘Ulu>m al-‘As}riyah r. Kita>b fi> al-Musi>qy

s. Al-H{ikmah wa al-H{ukama>’

t. Nahd}at al-Ummah wa Haya>tuhu25

Selain kitab diatas masih banyak karya beliau yang tidak dibukukan melalui seminar, ceramah dan kuliah umum yang sering dilakukan dalam kampus maupun diluar kampus.

C. Kitab Al-Jawa>hir fi> Tafsi>r al-Qur’a>n al-Kari>m

1. Latar Belakang Kitab Al-Jawa>hir fi> Tafsi>r al-Qur’a>n al-Kari>m

Kegigihan T{ant}awi> Jawhari dalam perjuangannya mendobrak masyarakat untuk berpikir progresif dibuktikan dengan karya fenomenalnya dalam Kitab

25

(49)

42

jawahir yang mencapai 26 jilid. Dalam pengantar kitabnya, beliau menjelaskan tentan

Referensi

Dokumen terkait

Setiap pergantian semester, mahasiswa wajib melakukan pendaftaran ulang dan mengajukan rencana studi selama kurun waktu yang telah ditentukan dalam

Adapun kekuatan internal yang dimiliki badan KBPMPP yaitu adanya mitrakerja dari berbagai pihak seperti TNI yang ditunjukan melalui kerja sama yang terus terjalin

Tidak tersedianya data pengembalian barang, data pengiriman dan lambatnya pembuatan laporan merupakan masalah yang terjadi Pada SINAR BAROKAH ABADI adalah perusahaan yang

Namun hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian FR Retno Anggraini (2006) dan eddy (2005) yang menyebutkan bahwa profitabilitas tidak berpengaruh pada tingkat pengungkapan

Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi Jawa Timur didorong utamanya oleh komponen Konsumsi yang pada triwulan III-2008 ini mampu tumbuh lebih tinggi.. Di sisi lain,

Status EYU subjek penelitian ini secara umum dapat dikatakan baik karena median kadar yodium urin sampel sebesar 200 µg/L pada kelompok diet dan 252 µg/L pada

Untuk peserta Seleksi Tertulis dan Keterampilan Komputer harap mengambil undangan di kantor KPU Kota Jakarta Pusat pada Hari Sabtu tanggal 2 Juli 2016 pukul 01.00 WIB

Aplikasi ini nantinya akan memberikan informasi letak – letak ATM dalam bentuk peta dan dapat menentukan lokasi ATM terdekat dari posisi nasabah menggunakan formula