• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANAN USTADZ ABDUL QADIR HASSAN DALAM PENGEMBANGAN PESANTREN PERSIS BANGIL 1958-1984 M.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERANAN USTADZ ABDUL QADIR HASSAN DALAM PENGEMBANGAN PESANTREN PERSIS BANGIL 1958-1984 M."

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

PERANAN USTADZ ABDUL QADIR HASSAN DALAM PENGEMBANGAN PESANTREN PERSIS BANGIL 1958-1984 M

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana dalam Program Strata Satu (S-1) pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)

Oleh: Abdur Rohman NIM: A0.22.12.026

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

viii

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Peranan Ustadz Abdul Qadir Hasan Dalam Pengembangan Pesantren Persis Bangil 1958-1984”. Masalah yang diteliti dalam skripsi ini adalah tentang 1) bagaimana biografi Ustadz Abdul Qadir Hassan? 2) bagaimana sejarah dan perkembangan Pesantren Persatuan Islam Bangil? 3) bagaimana respon masyarakat terhadap sosok Ustadz Abdul Qadir Hassan dalam mengembangkan Pesantren Persatuan Islam Bangil?.

Penulisan skripsi ini disusun dengan menggunakan metode penelitian sejarah, adapun metode penulisan sejarah yang digunakan penulis dengan menggunakan beberapa langkah, yaitu heuristik (pengumpulan data), verifikasi (kritik terhadap data), interpretasi (penafsiran) dan historiografi (penulisan sejarah). Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan historis (mendeskripsikan peristiwa yang terjadi pada masa lampau). Sedangkan teori yang digunakan yaitu teori peranan menurut Levinson dan teori kepemimpinan menurut M. Karjadi.

(7)

ix

ABSTRACT

Thesis entitled “The Role of Ustadz Abdul Qadir Hassan In The Development of

Pesantren Persis Bangil 1958-1984’’. Problem studied in this thesis is about 1) how biography Ustadz Abdul Qadir Hassan, 2) how history and development Pesantren Islam Bangil, 3) how the public response to the figure of Ustadz Abdul Qadir Hassan in developing Pesantren Persis Bangil.

Writing this thesis prepared using the methods of historical research , as for history writing method used by the author using several steps, is heuristics (data collection ), verification (critism of the data), interpretation (interpretation) and historiography (history writing). While the approach used is the historical approach (describes the events that occurred in the past ). While the theory used is the theory of the role according to Levinson and leadership theory by M. Karjadi.

(8)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

PEDOMAN TRANSLITERASI ... v

MOTTO……… ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 3

D. Kegunaan Penelitian ... 3

E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik ... 4

F. Penelitian Terdahulu ... 8

G. Metode Penelitian ... 9

H. Sistematika Bahasan ... 13

BAB II : SEJARAH PERSIS DAN BIOGRAFI USTADZ ABDUL QADIR HASSAN A. Sejarah Pesantren Persis…………. ... 15

1. Latar Belakang Berdirinya Persis………. 16

2. Persis Pada Masa Ahmad Hassan………. 30

3. Persis Pasca Ahmad Hassan………. 33

(9)

xiii

5. Persis Pasca Abdul Qadir Hassan………. 39

B. Biografi Ustadz Abdul Qadir Hassan ... 41

1. Perjalanan Karir Ustadz Abdul Qadir Hassan………. 44

2. Karya-karya Ustadz Abdul Qadir Hassan……… 45

3. Ustadz Abdul Qadir Hassan Meninggal Dunia……… 46

BAB III : PERKEMBANGAN PESANTREN PERSATUAN ISLAM BANGIL TAHUN 1958-1984 M A. Perkembangan Fisik Bangunan Pesantren ... 49

1. Pembangunan Asrama Pondok………... 52

2. Perpustakaan Pesantren Persis Putera………. 54

3. Perpustakaan Pesantren Persis Puteri………. 55

B. Perkembangan Jumlah Santri ... 56

C. Perkembangan Jenjang Pendidikan dan Masa Pendidikan ... 58

D. Perkembangan Materi Pembelajaran ... 60

E. Perkembangan Sistem Pendidikan dan Metode Pengajaran ... 64

BAB IV : RESPON MASYARAKAT TERHADAP SOSOK USTADZ ABDUL QADIR HASSAN DALAM MENGEMBANGKAN PESANTREN PERSATUAN ISLAM BANGIL A. Tokoh Persatuan Islam (Persis) ... 70

B. Tokoh Muhammadiyah ... 73

C. Tokoh Nahdlatul Ulama……….. 75

BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ... 77

B. Saran ... 80

(10)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pondok Pesantren Persatuan Islam Bangil pada mulanya adalah

sebuah pesantren yang didirikan di Bandung pada 1 Dzulhijjah 1354

Hijriyah (H) yang bertepatan pada bulan Maret tahun 1936 M yang

bertempat di Masjid Persatuan Islam Jl. Pangeran Sumedang Bandung.

Tercatat dalam buku Waqfiyah Yayasan Pesantren Persis Bangil dikatakan

bahwa Pesantren Persatuan Islam mula-mula didirikan atas desakan

sejumlah pemimpin dan umat Islam. Kemudian yang menjadi perintis

berdirinya Pesantren Persatuan Islam ini adalah A. Hassan dan M. Natsir

yang dikenal juga sebagai tokoh besar organisasi Persatuan Islam (Persis).1

Di samping pendidikan Islam, Persis juga mendirikan sebuah

pondok pesantren yang biasa disebut dengan Pesantren Persis di Bandung

pada bulan Maret 1936 untuk membentuk kader-kader yang mempunyai

keinginan untuk menyebarkan agama. Ketika A. Hassan pindah ke Bangil,

pesantren tersebut juga pindah ke Bangil dengan membawa 25 dari 40

siswa dari Bandung.2

Sejarah mencatat bahwa pada tahun 1940 ada pemindahan

Pesantren Putra Persatuan Islam di Bandung ke daerah Bangil, Kabupaten

1

Yayasan Pesantren Persis Bangil, Pesantren Bagian Putera dan Puteri (Bangil: Tanpa Penerbit, Tanpa Tahun), 1.

2

(11)

2

Pasuruan. Kemudian pada Pebruari tahun 1941 di Pesantren Persatuan

Islam dibuka pula Pesantren khusus putri/Pesantren Putri.

Mengenai Ustadz Abdul Qadir Hassan sendiri, beliau adalah

sebagai guru sekaligus pimpinan Pesantren Persatuan Islam Bangil. Pada

saat Abdul Qadir Hassan menjabat sebagai pimpinan Pesantren Persatuan

Islam Bangil, pesantren ini dikenal di seluruh Indonesia sebagai rujukan

dalam mempelajari studi ilmu hadits dan fiqh. Abdul Qadir Hassan adalah

putra dari Ustadz A. Hassan yang dikenal sebagai tokoh organisasi Persis.

Abdul Qadir Hassan lahir di Singapura pada tahun 1914 M.

Pada saat kepemimpinan Ustadz Abdul Qadir Hassan banyak para

pemuda yang ada di pelosok nusantara yang datang ke Pesantren Persatuan

Islam Bangil untuk belajar di pesantren tersebut. Ada juga pemuda yang

berasal dari Malaysia dan Singapura. Bahkan banyak tokoh dari organisasi

yang ada saat ini pernah belajar ke Pesantren Persatuan Islam Bangil di

bawah kepemimpinan Ustadz Abdul Qadir pada saat itu.

Di antara para tokoh tersebut antara lain: Ustadz Yazid bin Abdul

Qadir Jawwas (Tokoh Salafi di Indonesia), Ustadz Abdul Wahid Alwi,

MA (Tokoh Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia), Ustadz Muhammad

Thalib (Amir Majelis Mujahiddin Indonesia), Ustadz Ja’far Umar Thalib (

mantan Panglima Laskar Jihad), Ustadz Yusuf Utsman Baisa (mantan

mudir Pesantren Al-Irsyad Tengaran, Salatiga), Ustadz Ahmad Husnan,

(12)

3

Kemudian di antara karya-karya beliau antara lain: Qamus al-Qur’an,

Ushul Fiqh, Ilmu Musthalah Hadits, Min Al Wahyi, dan Kata Berjawab

sebagai kumpulan dari berbagai masalah hukum agama Islam, yang

diambil dari Majalah al-Muslimun.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana biografi Ustadz Abdul Qadir Hassan?

2. Bagaimana sejarah dan perkembangan Pesantren Persatuan Islam

Bangil?

3. Bagaimana respon masyarakat terhadap sosok Ustadz Abdul Qadir

Hassan dalam mengembangkan Pesantren Persatuan Islam Bangil?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui bagaimana biografi Ustadz Abdul Qadir Hassan

2. Mengetahui sejarah dan perkembangan Pesantren Persatuan Islam

Bangil

3. Mengetahui respon masyarakat terhadap sosok Ustadz Abdul Qadir

Hassan dalam mengembangkan Pesantren Persatuan Islam Bangil

D. Kegunaan Penelitian

1. Untuk memenuhi persyaratan meraih gelar Strata Satu (S1) di bidang

sejarah pada Fakultas Adab Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam

UIN Sunan Ampel Surabaya.

2. Sebagai bahan kajian selanjutnya bagi para mahasiswa yang

(13)

4

E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik

Untuk mempermudah membantu ilmu sejarah dalam memecahkan

masalah, maka diperlukan ilmu-ilmu sosial yang lainnya. Sebagaimana

yang digambarkan oleh Sartono Kartodirjo, bahwa penggambaran kita

mengenai suatu peristiwa sangat bergantung pada pendekatan yang kita

gunakan, maksudnya yaitu dari segi mana kita memandangnya, dimensi

mana yang diperhatikan, dan unsur-unsur mana yang diungkapkan.3

Dengan pendekatan tersebut maka akan memudahkan penulis untuk

merealisasikan antara ilmu sosial sebagai ilmu bantu dalam penelitian

sejarah.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

historis. Di mana pendekatan tersebut digunakan untuk mendeskripsikan

peristiwa yang terjadi pada masa lampau. Dengan pendekatan historis

maka penulis bisa menjelaskan latar belakang sejarah kehidupan Ustadz

Abdul Qadir Hassan dan peranannya dalam mengembangkan Pesantren

Persatuan Islam Bangil

Sedangkan teori itu sendiri dipandang sebagai bagian pokok ilmu

sejarah yaitu apabila penulisan suatu peristiwa sampai kepada upaya

melakukan analisis dari proses sejarah yang akan diteliti. Teori sering juga

dinamakan kerangka referensi atau skema pemikiran, pengertian lebih

luasnya adalah teori merupakan suatu perangkat kaidah yang memandu

3

(14)

5

sejarawan dalam melakukan penelitiannya, menyusun data dan juga dalam

mengevaluasi penemuannya.4

Teori merupakan pedoman guna mempermudah jalannya penelitian

dan sebagai pegangan pokok bagi peneliti. Di samping sebagai pedoman,

teori adalah salah satu sumber bagi peneliti dalam memecahkan masalah

penelitian.5 Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori

peranan. Peranan merupakan proses dinamis dari status. Apabila

seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan

kedudukannya, berarti dia menjalankan suatu peranan. Perbedaan antara

kedudukan dengan peranan adalah untuk kepentingan ilmu pengetahuan,

keduanya tidak dapat dipisahkan karena antarkeduanya memiliki

ketergantungan satu sama lain.6

Menurut Levinson, dalam bukunya Soerjono Soekanto peranan

mencakup tiga hal antara lain:7

1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau

tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini

merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing

seseorang dalam kehidupan masyarakat.

2. Peranan merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan

oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.

4

Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 7.

5

Djarwanto, Pokok-pokok Metode Riset dan Bimbingan Teknis Penelitian Skripsi (Jakarta: Liberty, 1990), 11.

6

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: CV. Rajawali Press, 2009), 239-244. 7

(15)

6

3. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting

bagi struktur sosial masyarakat.

Dalam hal ini Ustadz Abdul Qadir Hassan memiliki peranan yang

sangat penting dalam mengembangkan Pesantren Persatuan Islam Bangil

karena beliau sebagai guru sekaligus pengasuh Pesantren Persatuan Islam

Bangil. Bahkan pada saat Abdul Qadir Hassan menjabat sebagai pimpinan

Pesantren Persatuan Islam Bangil, pesantren ini dikenal diseluruh

Indonesia sebagai rujukan dalam mempelajari studi ilmu hadits dan fiqh.

Selain teori peranan, teori yang selanjutnya berkaitan dengan pembahasan

ini adalah teori kepemimpinan menurut M. Karjadi. Secara umum teori

kepemimpinan terdiri dari tiga jenis, yaitu:8

1. Kelompok teori genetis/keturunan yaitu seorang pemimpin akan

menjadi pemimpin karena ia telah dilahirkan dengan bakat-bakat

kepemimpinan.

2. Kelompok teori pengaruh lingkungan yaitu setiap orang bisa menjadi

seorang pemimpin apabila diberikan pendidikan dan pengalaman yang

cukup.

3. Kelompok teori campuran antara teori keturunan dan teori pengaruh

lingkungan yaitu dasar kepemimpinan itu bukan hanya sifat-sifat

keturunan sejak orang dilahirkan dan bukan hanya karena pengaruh

lingkungan hidup saja, akan tetapi berdasarkan sifat-sifat campuran dari

kedua-duanya. Seseorang hanya akan menjadi pemimpin, apabila ia

8

(16)

7

pada waktu dilahirkan telah memiliki bakat-bakat kepemimpinan dan

memperoleh pendidikan dan pengalaman yang cukup dikemudian hari.

Berdasarkan dua tipe kepemimpinan di atas, dapat disimpulkan

bahwa Ustadz Abdul Qadir Hassan termasuk ke dalam kategori pemimpin

dalam teori campuran antara keturunan dan lingkungan, bahwasanya

pemimpin itu dilahirkan dari keturunan, kemudian menjadi seorang

pemimpin karena bakat alami yang hebat dan ditakdirkan menjadi

pemimpin dalam situasi dan kondisi apapun. Sebagaimana yang beliau

lakukan dalam mengembangkan Pesantren Persatuan Islam Bangil.

Kemudian menurut Max Weber dia mengklasifisikan tipe

kepemimpinan ke dalam tiga jenis kepemimpinan, adalah sebagai berikut:9

1. Pemimpin kharismatik ialah seseorang yang seolah-olah diberi tugas

khusus dan karena itu dikaruniai bakat-bakat khusus oleh Tuhan untuk

memimpin sekelompok manusia mengarungi tangan-tangan sejarah

hidupnya.

2. Pemimpin tradisional ialah pemimpin yang mendapat kekuasaan

berdasarkan warisan dari leluhurnya.

3. Pemimpin legal ialah pemimpin yang mendapat pelimpahan wewenang

berdasarkan prosedur pemilihan atau pengangkatan atau pelantikan dan

pengukuhan yang diatur dengan hukum positif yang berlaku dalam

masyarakat.

9

(17)

8

Berdasarkan tipe kepemimpinan di atas, maka Ustadz Abdul Qadir

Hassan dapat dikategorikan ke dalam tipe kepemimpinan berdasarkan

pemimpin tradisional, karena beliau menjabat sebagai kepala Pesantren

Persis menggantikan kepemimpinan ayahnya, setelah ayahnya meninggal

dunia.

F. Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai Persatuan Islam (Persis) pernah dilakukan

sebelumnya antara lain:

1. Labuhana Diah M Rifai, Peranan Pesantren Persis Bangil dalam Usaha

Pembaharuan Pemahaman Ajaran Islam. Fakultas Adab IAIN Sunan

Ampel Surabaya, 1986. Adapun fokus penelitiannya adalah peranan

Pesantren Persis dalam pembaharuan pemahaman ajaran Islam.

2. AL Hafidz Ibnu Qayyim, Pemikiran Abdul Qadir Hassan (1914-1984)

Tentang Hadits. Pasca Sarjana UIN Alauddin Makassar, 2011. Adapun

fokus penelitiannya adalah tentang pemikiran Abdul Qadir Hassan

terkait ilmu hadits.

3. Rustina Ambar Suprihatin, Pesantren Persatuan Islam (Persis) Bangil

dan Para Alumninya Dalam Dakwah Islam. Fakultas Adab IAIN Sunan

Ampel Surabaya, 2007. Fokus penelitiannya adalah kegiatan para

alumni Pesantren Persis.

4. Siti Muhrami, Peranan Pesantren PERSIS Bangil Dalam Pembinaan

(18)

9

IAIN Sunan Ampel Surabaya, 1989. Fokus penelitiannya adalah usaha

Pesantren Persis Bangil dalam pengembangan hukum Islam.

Sedangkan penelitian ini berbeda dengan karya-karya tersebut,

hanya saja penelitian ini akan menekankan pada biografi Ustadz Abdul

Qadir Hassan dan peranannya dalam mengembangkan Pesantren Persatuan

Islam Bangil.

G. Metode Penelitian

Dalam melakukan penulisan skripsi ini, metode yang digunakan

adalah metode sejarah/historis, yaitu suatu penulisan yang berdasar pada

data-data kejadian masa lampau yang sudah menjadi fakta. Menurut

Dudung Abdurrahman langkah-langkah yang digunakan adalah sebagai

berikut10:

1. Heuristik (Pengumpulan data)

Dalam penelitian yang berjudul ‘’Peran Ustadz Abdul Hassan

dalam Pengembangan Pesantren Persatuan Islam Bangil 1958-1984 M,

peneliti menggunakan metode heuristik, yaitu pengumpulan data dari

sumbernya, maksudnya ialah usaha pengumpulan sumber-sumber yang

bisa dipakai bahan rujukan dan yang sesuai dengan pembahasan dalam

skripsi ini.

a. Sumber Primer

Sumber primer adalah sumber yang dihasilkan atau ditulis

pihak-pihak yang secara langsung terlibat dan atau menjadi saksi

10

(19)

10

mata dalam peristiwa sejarah. Sumber primer yang digunakan

penulis antara lain:

1) karya-karya beliau, misalnya: Ushul Fiqh, Ilmu Musthalah

Hadits, kemudian Kata Berjawab sebagai kumpulan dari

berbagai masalah hukum agama Islam, yang diambil dari

Majalah al-Muslimun.

2) wawancara terhadap para informan yang terkait atau sezaman

dengan Ustadz Abdul Qadir Hassan, antara lain:

a) ustadz Umar Fanani selaku alumni dan pengajar di Pesantren

Persis Bangil.

b) prof. Syafiq Mughni selaku alumni dan dosen di UIN Sunan

Ampel Surabaya.

b. Sumber Sekunder

Sumber sekunder adalah sumber yang digunakan sebagai

pendukung dalam penelitian. Sumber-sumber tersebut didapatkan

dari beberapa buku maupun literatur yang berkaitan dengan tema

yang penulis bahas, misalnya: buku “Hasan Bandung: Pemikir

Islam Radikal, karya Prof. Syafiq A. Mughni, MA.

2. Verifikasi (Kritik Sumber)

Setelah melakukan pengumpulan data tahap berikutnya adalah

verifikasi atau kritik untuk memperoleh keabsahan sumber. Kritik

(20)

11

diperoleh agar memperoleh kejelasan apakah sumber tersebut kredibel

atau tidak dan apakah sumber tersebut autentik atau tidak. Dalam hal ini

yang harus diuji adalah keabsahan dan keaslian sumber yang dilakukan

melalui kritik ekstern dan kredibilitas sumber ditelusuri dengan kritik

intern.

a. Kritik ekstern adalah proses untuk melihat apakah sumber yang

didapat otentik atau tidak. Sumber yang diperoleh penulis

merupakan relevan, karena penulis mendapatkan sumber tersebut

langsung dari tokoh yang sedang diteliti melalui wawancara.

b. Kritik intern adalah upaya yang dilakukan untuk melihat apakah isi

sumber tersebut cukup layak untuk dipercaya kebenarannya.11

Dari sumber yang didapat yaitu buku karya beliau, peneliti

melakukan pengujian atas asli dengan menyeleksi segi-segi fisik dari

sumber yang ditemukan. Karena sumber itu berupa dokumen tertulis,

maka diteliti kertasnya, tintanya, gaya tulisannya, bahasanya,

kalimatnya, ungkapannya, kata-katanya, hurufnya dan segi penampilan

luarnya yang lain. Kemudian mengenai perkembangan pondok sendiri

memang bisa dilihat sampai sekarang dengan adanya para tokoh yang

pernah belajar di Pesantren Persis Bangil.

3) Interpretasi (Penafsiran)

Suatu upaya sejarawan untuk melihat kembali apakah

sumber-sumber yang didapatkan dan yang telah diuji autentitasnya terdapat

11

(21)

12

saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Demikian sejarawan

memberikan penafsiran terhadap sumber yang telah didapatkan.

Analisis sejarah itu sendiri bertujuan melakukan sintesis atau

sejumlah fakta yang diperoleh dari sumber-sumber sejarah. Interpretasi

dapat dilakukan dengan cara membandingkan data yang diperoleh guna

menyingkap peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam waktu yang sama.

Setelah data terkumpul lalu data disimpulkan untuk kemudian dibuat

penafsiran keterkaitan antar sumber yang diperoleh. Dalam hal ini

menggunakan pendekatan historis yaitu kesesuaian permasalahan dari

sudut Peranan Ustadz Abdul Qadir Hassan Dalam Pengembangan

Pesantren Persis Bangil 1958-1984 M dengan cara berpikir yang

induktif yaitu pengambilan kesimpulan berdasarkan fakta yang

selanjutnya dianalisis dan ditafsirkan.

Dengan adanya karya beliau yang masih ada hingga saat ini dan

dengan dijadikannya pesantren ini sebagai rujukan dalam mempelajari

studi ilmu hadits dan fiqh yang dikenal di seluruh Indonesia pada saat

kepemimpinan Ustadz Abdul Qadir Hassan ini membuktikan bahwa

Ustadz Abdul Qadir Hassan memang mempunyai peran yang besar.

4) Historiografi

Menyusun atau merekonstruksi fakta-fakta yang telah tersusun dan

didapatkan dari penafsiran sejarawan terhadap sumber-sumber sejarah

dalam bentuk tertulis. Dalam langkah ini penulis dituntut untuk

(22)

13

lain dan dituntut untuk menguasai teknik penulisan karya ilmiah. Oleh

karena itu harus dibarengi oleh latihan-latihan yang intensif. Dalam

penyusunan sejarah yang bersifat ilmiah, penulis menyusun laporan

penelitian ini dengan memperhatikan kaidah-kaidah penulisan karya

ilmiah, yang mengacu pada pedoman penulisan Skripsi Jurusan Sejarah

dan Kebudayaan Islam, Fakultas Adab, UIN Sunan Ampel Surabaya.

Berdasarkan penulisan sejarah itu pula akan dapat dinilai apakah

penelitiannya berlangsung sesuai dengan prosedur yang peneliti

gunakan.12

H. Sistematika Bahasan

Secara umum sistematika pembahasan disusun untuk mempermudah

pemahaman terhadap penulisan ini, di mana akan dipaparkan tentang

hubungan antara bab demi bab. Untuk lebih jelasnya di bawah ini akan

dijelaskan beberapa bab yang akan dibahas:

Bab pertama menjelaskan pendahuluan yang berisi tentang: latar

belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan

penelitian, pendekatan dan kerangka teoritik, penelitian terdahulu, metode

penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab kedua menjelaskan tentang sejarah Pesantren Persis, latar

belakang berdirinya Persis, Persis pada masa Ahmad Hassan, Persis pasca

Ahmad Hassan, Persis pada masa Abdul Qadir Hassan, Persis pasca Abdul

Qadir Hassan, biografi Ustadz Abdul Qadir Hassan, perjalanan karir

12

(23)

14

Ustadz Abdul Qadir Hassan, karya-karya Ustadz Abdul Qadir Hassan,

Ustadz Abdul Qadir Hassan meninggal dunia.

Bab ketiga menjelaskan tentang perkembangan Pesantren Persatuan

Islam Bangil meliputi perkembangan fisik bangunan, perkembangan

jumlah santri, perkembangan jenjang pendidikan dan masa pendidikan,

perkembangan materi pembelajaran, perkembangan sistem pendidikan dan

metode pengajaran.

Bab keempat menjelaskan tentang respon masyarakat terhadap sosok

Ustadz Abdul Qadir Hassan dalam mengembangkan Pesantren Persatuan

Islam Bangil meliputi respon tokoh Persatuan Islam, Muhammadiyah,

Nahdlatul Ulama.

Bab kelima berisi tentang Penutup yang terdiri dari Kesimpulan dan

(24)

BAB II

SEJARAH PERSIS DAN BIOGRAFI USTADZ ABDUL QADIR HASSAN

A. Sejarah Pesantren Persis

Sejarah pendirian Pesantren Persatuan Islam Bangil tidak bisa

dilepaskan dari berdirinya organisasi Islam yang terkenal pada masa itu

yaitu Organisasi Persatuan Islam (Persis). Persis adalah organisasi yang

muncul pada awal abad ke-20 M yang telah memberikan corak baru dalam

gerakan pembaharuan pemikiran Islam. Persis lahir sebagai jawaban atas

kondisi umat Islam yang tenggelam dan banyak mengikuti kehidupan yang

tercampur dengan khurafat, bid’ah, takhayul, syirik dan lain sebagainya

yang telah mengakibatkan kejumudan dalam berpikir pada umat Islam di

Indonesia. Situasi tersebut kemudian mengilhami munculnya gerakan

reformisme Islam yang selanjutnya mempengaruhi masyarakat Islam

Indonesia untuk melakukan pembaharuan pemikiran Islam.1

Gerakan pembaharuan Islam di Indonesia pada awal abad ke-20 M

bisa dilihat dengan munculnya berbagai kelompok organisasi kelompok

modernis Islam, seperti: Al Jam’iyyah Al Khoiriyah yang dikenal dengan

Jamiat Khoer di Jakarta, berdiri pada 17 Juli 1905 M, Jam’iyyatul Islah

wal Irsyadil Arabi (Al Irsyad) yang berdiri di Jakarta pada 11 Agustus

1915 M, Muhammadiyah yang berdiri di Yogyakarta pada 12 Nopember

1

(25)

16

1912 M, dan juga Persis yang berdiri pada 12 September 1923 M di

Bandung.

1. Latar Belakang Berdirinya Persis

Persatuan Islam (Persis) didirikan tepatnya pada tanggal 12

September tahun 1923 M di Bandung Jawa Barat oleh sekelompok

orang Muslim yang pada saat itu berminat pada studi dan aktifitas

keagamaan yang dipimpin oleh Zamzam dan Muhammad

Yunus.2Bersama jamaahnya, mereka menelaah, mengkaji ajaran Islam.

Kelompok tadarussan yang berjumlah sekitar 20 orang tersebut

akhirnya semakin tahu akan hakikat Islam yang sebenarnya. Mereka

kemudian mencoba melakukan gerakan tajdid dan pemurniaan ajaran

Islam dari paham-paham yang sesat dan menyesatkan. Mengenai

sejarahnya mengapa memakai nama Persatuan Islam itu karena

dimaksudkan untuk mengarahkan ruhul ijtihad dan jihad, berusaha

sekuat tenaga untuk tercapainya cita-cita yang sesuai dengan yang

diinginkan, dan cita-cita organisasi yaitu persatuan rasa Islam,

persatuan pemikiran Islam, persatuan suara Islam dan persatuan usaha

Islam.

Pendirian Persatuan Islam (Persis) mempunyai ciri yang berbeda

dengan organisasi lain yang berdiri pada awal abad ke-20 M, ciri

khusus yang dimiliki oleh Organisasi Persatuan Islam (Persis) adalah

kegiatannya yang dititikberatkan pada pembentukan faham keagamaan.

2

(26)

17

Hal ini berbeda dengan organisasi lain yang ada misalnya, seperti Budi

Utomo, yang berdiri pada tahun 1908 M, Budi Utomo ini bergerak pada

bidang pendidikan untuk orang-orang pribumi (khususnya orang-orang

Jawa dan Madura). Kemudian Sarekat Islam (SI) yang berdiri pada

tahun 1912 M yang bergerak pada bidang politik, dan juga

Muhammadiyah yang juga berdiri pada tahun 1912 M yang bergerak

pada bidang sosial dan keagamaan.3

Kemudian perhatian utama Persis adalah bagaimana cara

menyebarkan pemikiran dan cita-citanya. Persis melakukan hal ini

dengan cara mengadakan pertemuan umum, khotbah-khotbah, tabligh,

kelompok-kelompok studi, menyebarkan pamflet-pamflet,

majalah-majalah, kitab-kitab dan juga mendirikan sekolah. Dalam kegiatan ini

bisa dikatakan Persis beruntung dikarenakan ada dua tokoh penting

yang dikenal sebagai guru Persis dan juru bicara dari Organisasi Persis.

Pertama ada Ahmad Hassan sebagai guru Persis dan yang kedua ada

Muhammad Natsir yaitu seorang pemuda yang sedang berkembang dan

bertindak sebagai juru bicara dari organisasi Persis dalam kalangan

kaum terpelajar.4

Seperti halnya dengan organisasi-organisasi lain, Persis juga

menaruh perhatian yang besar pada kegiatan-kegiatan pendidikan,

tabligh serta publikasi. Dalam kegiatan pendidikan, Persis mendirikan

madrasah. Madrasah ini didirikan pada mulanya untuk kegiatan belajar

3

Wildan, Yang Dai Yang Politikus: Hayat dan Perjuangan Lima Tokoh Persis, 8. 4

(27)

18

anak-anak dari anggota Persis, kemudian lambat laun madrasah ini

mengalami perluasan hingga akhirnya dapat menerima anak-anak lain

pula.5

Umat Islam di Indonesia pada tahun 1930 M bisa dikatakan

mengalami masalah pendidikan yang cukup serius, ini bisa dilihat,

karena pada tahun itu banyak dari anak-anak muslim yang belajar

pendidikan di sekolah-sekolah yang didirikan oleh Belanda. Pendidikan

yang dihasilkan sudah barang tentu menjurus pada proses mempercepat

sekulerisasi pada kalangan menengah ke atas bangsa yang mayoritas

adalah muslim. Akibatnya pun bisa ditebak bahwa kebijakan yang

diambil sudah barang tentu tidak akan memihak pada kepentingan umat

Islam, karena bisa dibayangkan bahwa kelompok inilah yang akan

mendapat kedudukan penting dalam pengaturan negara dan

pemerintahan.

Disatu sisi yang lain keadaan terjangkit dan mengikuti taqlid,

takhayul, bid’ah, fanatisme, dan khurafat telah menjangkit anak-anak

muslim yang belajar di madrasah-madrasah dan pondok pesantren.

Keadaan seperti ini sudah barang tentu mengkhawatirkan. Keadaan

yang seperti ini disadari benar oleh para ulama, sehingga mereka pun

sepakat mengadakan pertemuan-pertemuan kecil. Setelah melakukan

pertemuan-pertemuan kecil ini, mereka pun berkumpul di Masjid

Persatuan Islam Bandung tepatnya pada tanggal 1 Dzulhijjah 1354 yang

5

(28)

19

bertepatan pada bulan Maret 1936 M. Hasil dari pertemuan ini

menghasilkan suatu keputusan yang kongkrit dan juga mempunyai arti

yang sangat penting bagi perkembangan umat Islam di Indonesia, yaitu

berdirinya Pesantren Persatuan Islam yang ada di Bandung Jawa Barat.

Sejarah mencatat Pesantren Persatuan Islam yang pertama

didirikan adalah Pesantren Persis Putera. Pesantren tersebut didirikan

mula-mula di Bandung atas desakan beberapa pemimpin dan umat

Islam, yang bertempat di Masjid Persatuan Islam di Jl. Pangeran

Sumedang Jawa Barat.

Tujuan dari didirikannya Pesantren Persis adalah untuk mencetak

para pendakwah yang bisa mengajarkan, mengamalkan, membela dan

mempertahankan agama Islam, agama Islam seperti yang kita ketahui

menyuruh kita para kaum muslimin untuk berdakwah atau

menyampaikan walaupun hanya satu ayat. Dengan adanya para

pendakwah ini bisa kita ketahui bahwa mereka adalah orang-orang yang

benar-benar memiliki jiwa dan semangat Islam yang tinggi. Inilah

tujuan dari didirikan Pesantren Persis yang mula-mula ada di Bandung,

Jawa Barat.

Dalam pesantren ini jumlah para pelajar sebanyak 40 orang dan

mereka berasal dari kepulauan Indonesia, mereka ini kebanyakan

berasal dari daerah luar Jawa6. Kemudian guru-guru dan pengurus

merupakan orang-orang yang memang telah ditakdirkan oleh Allah di

6

(29)

20

antaranya adalah Ahmad Hassan ayah dari Ustadz Abdul Qadir Hassan

sekaligus kepala dan guru Pesantren Persis, kemudian M. Natsir

sebagai penasehat dan guru. Pelajaran yang diajarkan di Pesantren

Persis sudah barang tentu adalah pelajaran-pelajaran ilmu-ilmu agama

seperti yang diajarkan pada pesantren pada umumnya. Sedangkan

pelajaran umum meliputi pelajaran ilmu pendidikan yang diajarkan oleh

M. Natsir, kemudian pelajaran tehnik, sebagai gurunya adalah saudara

R. Abdul Kadir yaitu lulusan dari Sekolah Tehnik Bandung.7

Selain pesantren untuk para pemuda-pemuda, di Pesantren Persis

ini juga ada pesantren untuk anak-anak yang diadakan pada waktu sore

yang dikasih nama Pesantren Kecil. Jumlah murid yang ada pada

Pesantren Kecil ini berjumlah 100 murid yang terdiri dari laki-laki dan

perempuan. Kemudian mengenai pelajaran yang diajarkan yaitu

pelajaran yang disesuaikan dengan kepatutan dan kebutuhan dari

murid-murid tersebut.8

Selama kurang lebih 3 tahun Pesantren Persis ini berjalan, dapat

diketahui pesantren ini akhirnya harus berpindah dari wilayah Bandung

Jawa Barat ke wilayah Jawa Timur lebih tepatnya pada daerah Bangil

Pasuruan yang diikuti dengan para pengurus dan para guru-gurunya di

antaranya Ahmad Hassan dan Moh. Ali Al Hamidy. Barulah sejarah

pesantren ini berubah yang akhirnya pesantren ini mengalami

perkembangan dan bertahan hingga saat ini.

7

Mughni, Hasan Bandung: Pemikir Islam Radikal, 69. 8

(30)

21

Pemindahan Pesantren Persis yang ada di Bandung ke Bangil ini

terjadi pada permulaan bulan Maret tahun 1940 M, pemindahan ini

lebih tepatnya dikenal dengan pemindahan Pesantren Putera atau

pesantren khusus putra dari daerah Bandung ke daerah Bangil Pasuruan.

Mengenai pelajar-pelajar yang ikut pindah dari daerah Bandung ke

daerah Bangil ini berjumlah 25 orang, pelajar-pelajar ini adalah mereka

yang belum cukup mendapat pelajaran waktu di Bandung. Mereka

dibawa ke Bangil supaya mereka bisa menamatkan beberapa pelajaran

lagi.

Setelah setahun berselang maka pesantren pun mengalami

perkembangan, di mana Pesantren Persis ini mulai membangun

pesantren khusus puteri atau yang disebut Pesantren Persis Puteri.

Pesantren Puteri ini dibuka pada bulan Maret tahun 1941, pada saat itu

jumlah pelajarnya sebanyak 12 pelajar yang semuanya dari luar daerah

Bangil.9

Kedua pesantren ini pun berjalan dengan baik. Akan tetapi keadaan

ini tidak berlangsung lama, tepat pada bulan Desember 1941 M banyak

pelajar yang mulai gelisah dikarenakan pecahnya perang Jepang, hal ini

mengakibatkan banyak dari pelajar yang belajar di pesantren

memutuskan untuk pulang ke daerahnya masing-masing. Kemudian

pada tahun 1942 Jepang pun mulai masuk tanah Jawa dan di pesantren

pun hanya tinggal beberapa pelajar laki-laki. Mereka ini adalah para

9

(31)

22

pelajar yang tidak sempat pulang ke daerahnya, akan tetapi meskipun

demikian pesantren pada masa pendudukan Jepang ini akhirnya

dihentikan.

Pada masa pendudukan Jepang ini, Pesantren Persis juga

mengadakan Pesantren Kecil seperti yang ada di Bandung. Adanya

pesantren ini dimaksudkan untuk menjaga agar anak-anak tidak terseret

kepengaruh-pengaruh lain. Dalam Pesantren Kecil ini mereka berada

dibawah asuhan para pelajar yang tidak sempat pulang tadi. Pesantren

Kecil ini sifatnya tidak lebih dari sekolah agama (diniyyah) dan hanya

bertahan sekitar tiga tahun, pesantren ini akhirnya pun ditutup

penyebabnya yaitu tidak lain dan tidak bukan dikarenakan

kesulitan-kesulitan yang lazim yang terdapat pada masa pendudukan Jepang

tersebut.10

Pada saat zaman pendudukan Jepang sudah mulai berakhir dan

Indonesia pun mulai menyatakan diri sebagai negara merdeka. Maka

tibalah pesantren pada zaman revolusi Indonesia. Pada tahun itu, tahun

1945-1950, pihak pesantren belum ada niatan dan kesempatan untuk

menghidupkan kembali pesantren dikarenakan kesibukan dan

terputusnya hubungan dengan beberapa daerah di Indonesia.

Kemudian dengan adanya situasi yang mendukung dan adanya

permintaan dari para orang tua pelajar untuk membuka kembali

pesantren, barulah pada akhir tahun 1950 M yaitu bulan Oktober,

10

(32)

23

pesantren mulai dibuka kembali. Pesantren pun dibuka kembali dengan

sifat yang agak luas dari yang sebelumnya. Dengan demikian Maka

dibentuklah panitia kecil untuk menyelenggarakannya.

Kemudian pada tanggal 11 Juni 1951 M terbentuklah panitia besar

yang para anggotanya antara lain:

Penasehat : 1. Moh. Natsir

2. Muhammad bin Salim Nabhan

3. Ahmad Hassan

Ketua Umum : Abdullah Nabhan

Wakil Ketua : Ahmad Bauzir

Penulis : Hadikaslar

Bendahara : Moh. bin Salim Nabhan

Pembantu-pembantu : Abdurrahman Al Habsji, Muljosudarmo,

Abdul Mu’in, H. M. Qamar, A. Badjuri, Nurrudin Karim, Abdul Qadir

Hassan, H. Ismail, dan A. Karim Attamimi. Dari pembantu-pembantu

ini diadakan dua bagian yaitu bagian keuangan dan pengajaran.11

Kemudian keputusan yang diambil oleh para panitia adalah sebagai

berikut:12

1. Pesantren Putera dibuka kembali pada tanggal 3 Oktober 1951 (1

Muharram 1371)

2. Tujuan pesantren tetap sebagaimana semula dengan ketegasan akan

mengeluarkan calon-calon ulama.

11

Labuhana Diah M Rifa’I,’’Peranan Pesantren Persis Bangil Dalam Usaha Pembaharuan Pemahaman Ajaran Islam’’, (Skripsi, IAIN Sunan Ampel Fakultas Adab, Surabaya, 1986), 36. 12

(33)

24

3. Pelajaran-pelajarannya ialah agama Islam dan pengetahuan umum

yang perlu-perlu.

4. Lama pelajaran ditetapkan selama 5 tahun untuk satu angkatan.

5. Pelajar-pelajar diambil dari bagian seluruh Indonesia sebanyak 50

murid untuk satu kelas.

6. Syarat-syarat pelajar yang akan diterima, antara lain: muslim,

sedikitnya berusia 18 tahun, tidak berpenyakit menular, pandai

membaca dan menulis bahasa Arab dan bahasa Latin, wajib tinggal

dalam asrama (pondokan), sanggup belajar dengan sungguh-sungguh

selama 5 tahun tersebut, harus membuat riwayat pendidikan sebagai

berikut: nama, umur, tempat tinggal, wali/yang menanggung

pendidikan, (sekolah, madrasah dan sebagainya).13

7. Pendaftaran mulai diterima mulai tanggal 10 Agustus 1951 sampai

pertengahan September 1951.

8. Tiap-tiap yang telah mendaftarkan dirinya menurut syarat-syarat

tersebut tadi, dengan segera akan diberitahu tentang diterima atau

tidaknya untuk menjadi pelajar.

9. Sesudah pelajar-pelajar yang diterima datang di Bangil, akan

diadakan pemeriksaan dokter, lalu diadakan perjanjian-perjanjian

atas kesanggupan-kesanggupan dan syarat-syarat diatas, jika

dipandang perlu.

13

(34)

25

10.Guru-gurunya antara lain: Ahmad Hassan, guru/ Kepala Pesantren,

Abdul Qadir Hassan, Abdullah Djalal, guru bahasa Arab, A. Ismail,

guru bahasa Inggris, Haikaslar, guru umum.

Demikianlah susunan panitia penyelenggara, pada akhirnya

Pesantren Putera pun berjalan dengan lancar yang dimulai pada tahun

1951 sampai September 1955, kemudian pada Oktober tahun 1955 para

pelajar yang sudah menamatkan pelajarannya tersebut sebanyak 21

pelajar sudah bisa dikirim ke Al Azhar Mesir untuk melanjutkan

studinya.14

Pada tahun 1956 untuk melanjutkan berjalannya pesantren maka

diadakanlah angkatan yang ketiga. Angkatan ketiga ini berjumlah

sebanyak 65 pelajar, para pelajar ini berasal dari berbagai pelosok

kepulauan Indonesia. Angkatan ketiga ini tidak berbeda jauh dengan

angkatan yang kedua hanya saja lebih teratur dari angkatan sebelumnya.

Mereka juga sama tinggal di asrama Pesantren Persis seperti angkatan

yang kedua.

Kemudian pada tahun 1960 para pelajar tersebut masih berada di

Mesir. Mereka di sana melanjutkan studinya di berbagai Perguruan

Tinggi, di antaranya ada yang kuliah di Ushuluddin, Darul Ulum,

Syariah, Lughah dan ada juga yang di Ma’had Dirasah Islamiyah.

14

(35)

26

Sedangkan mengenai Pesantren Persis Puteri, baru dijalankan lagi

pada bulan Oktober 195715. Pesantren ini dibuka kembali karena

banyaknya saudara yang menaruh minat pada dijalankannya pesantren

khusus putri tersebut, maka dengan kebijakannya, Ahmad Hassan

mengusulkan untuk dibukanya kembali pesantren tersebut. Jumlah

santri pada saat itu yaitu berjumlah 12 murid. Mereka semua berasal

dari Bangil. Kemudian setelah berjalan beberapa bulan, barulah ada

pelajar putri dari luar daerah Bangil, dan pada saat itu, tempat

belajarnya masih di rumah sewaan belum di asrama pondok.16

Pada bulan Desember 1957 barulah dibentuk sebuah panitia,

panitia tersebut diberi nama dengan nama Panitia Penyelenggara

Pesantren Puteri Yayasan Persatuan Islam Bangil.

Susunan Pengurus Pesantren Puteri antara lain:

Ketua : Moh. Bedjo, Malang.

Penulis : Abdul Qadir Hassan, Bangil.

Bendhara : Al Ustadz A. Hassan, Bangil.

Penasehat-penasehat dan pembantu-pembantunya antara lain:17

1. Haji Moh. Natsir, Jakarta.

15

Howard M. Federspiel, Labirin Ideologi Muslim: Pencarian dan Pergulatan Persis di Era Kemunculan Negara Indonesia (1923-1957), terj, Ruslani dan Kurniawan Abdullah (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2004), 317.

16

Mughni, Hasan Bandung: Pemikir Islam Radikal, 73. 17

(36)

27

2. Raden Prawirokoesomo Wedana, Bangil.

3. Dr. Mohd. Soewandi, Surabaya

4. Dr. Haji Aminudin, Malang.

5. Dr. Haji Koesnadi, Bondowoso.

6. Dr. Paryana, Semarang.

7. Dr. Abdul Rahem, Situbondo.

8. Dr. Raden Mas Sukasno, Bangil.

9. Ir. Ibrahim, Gresik.

10. Abdul Gapar Wirjosudibjo, Malang.

11. Abdul Rahim Bahannan, Malang.

12. Haji Abdul Karim, Surabaya.

13. Radjab Ghani, Surabaya.

14. Abdullah Nabhan, Bangil.

15. Nyonya A.R.C. Salim, Malang.

16. Nyonya Bahrudin, Malang.

Kemudian mengenai tujuan didirikannya Pesantren Persis Puteri

adalah karena pada saat itu banyak terlihat kekurangan pendidikan

agama di kalangan perempuan, maka kemudian didirikanlah Pesantren

Puteri yang tujuannya adalah mendidik putri-putri kaum muslimin

untuk menjadi guru-guru dan penyiar agama yang sanggup dan mampu

berhadapan dengan masyarakat dalam artian mampu berdakwah kepada

(37)

28

Mengenai ketentuan dan syarat diterimanya pelajar putri untuk

belajar di Pesantren Persis Puteri adalah sebagai berikut:18

1. Lama belajarnya selama 5 tahun dengan ketentuan sebagai berikut:

satu tahun untuk persiapan, 4 tahun untuk lanjutan.

2. Pelajarannya yaitu 70 % agama dan 30 % umum.

3. Syarat pelajar antara lain: berumur tidak kurang dari 13 tahun,

berpendidikan Sekolah Rakyat atau yang sederajat dengannya, dapat

menulis dan membaca huruf Arab sekedarnya, sanggup mentaati

peraturan-peraturan atau tata tertib Pesantren Puteri, antara lain: soal

pakaian dan pergaulan, harus tinggal dalam asrama.

4. Pembayaran: pertama masuk sebesar Rp. 150,- sebagai uang

perlengkapan, kemudian tiap bulan sebesar Rp. 250,- sebagai uang

asrama (termasuk uang sekolah, makan, minum dan ujian),

buku-buku pelajaran, pelajar harus membeli sendiri (tidak termasuk dalam

pembayaran Rp. 250,- itu). Buku-buku keperluannya akan

disediakan pesantren.

Mengenai guru-guru yang yang mengajar di Pesantren Puteri,

mereka adalah guru-guru dari Pesantren Putera dan kemudian akan

diadakan guru perempuan setelah para pelajar putri masuk di asrama.19

Berikut ini adalah data guru-guru yang pernah mengajar di

Pesantren Persis Bangil, antara lain:20

18

Ibid., 16-18. 19

(38)

29

1. Ahmad Hassan.

2. Sjamsuddin (guru sekolah normal).

3. Haji Muhammad Natsir (A. M. S).

4. R. Abdul Kadir (dari sekolah tehnik).

5. Muhammad Ali Al Hamidy.

6. Awad Al Kasadi.

7. Abdul Qadir Hassan.

8. Abdul Madjid At Tamimi (Al Irsyad).

9. Muslim (dari kweek school).

10. Hadi Kaslar (dari sekolah guru).

11. Moh. Siradj (dari Taman Siswa).

12. Abdul Djalal Al Makky (Surabaya).

13. Abdurrab At Tamimi (dari Malaya).

14. Arifin (dari S. M. A).

15. Muchtar Djalal (dari S.G. H. A).

16. H. Abu Bakar Husain (dari Bima).

17. Umar Basjaib (dari Al Irsyad).

18. Paryono (guru S. G. B).

19. Asmad Soengkono (Djaksa).

20. Hidajat Nur (Guru P. G.A. A).

21. Kiai H. Azhari Rawi.

22. Manshur Hassan.

20

(39)

30

2. Persis Pada Masa Ahmad Hassan

Ahmad Hassan lahir di Singapura pada tahun 1887 M. Kemudian

pada tahun 1921 M beliau mulai pindah ke Surabaya untuk mengurusi

toko milik paman dan gurunya yaitu Abdul Lathif. Selama di Surabaya

beliau bergaul akrab dengan Faqih Hasyim (seorang tokoh kaum muda

Surabaya), kemudian beliau sering juga mengikuti

pertemuan-pertemuan Al Irsyad di bawah bimbingan Ahmad Soorkati.21

Kemudian setelah berada di Surabaya beliau pindah ke Bandung

untuk sekolah pertenunan yang ada di sana, selama berada di Bandung

beliau tinggal pada keluarga Muhammad Yunus (salah seorang pendiri

Persis). Selama berada di Bandung beliau banyak mengikuti

pengajian-pengajian yang diadakan oleh Persis. Pada tahun 1926 M beliau mulai

memasuki Persis, dengan masuknya beliau pada Persis telah membawa

organisasi ini menjadi organisasi pembaharu yang terkenal tegas dalam

masalah-masalah Fiqhiyyah. Kiprah A. Hassan di Persis sejalan dengan

program jihad Jam’iyyah Persis yaitu menegakkan Al Quran dan

Sunnah. Hal ini beliau lakukan dengan berbagai aktivitas, misalnya

dengan mengadakan tabligh-tabligh, mendirikan pesantren,

menerbitkan berbagai buku, majalah dan selebaran lainnya.

Kegiatan tabligh dan dakwah menjadi ujung tombak Persis untuk

menyebarkan pemahaman agama yang sesuai Al Quran dan Sunnah.

21

(40)

31

Dalam metode tabligh ini A. Hassan lebih suka melakukannya dengan

metode debat. Karena itu, perdebatan sengit tentang berbagai masalah

keagamaan sering kali digelar. Perdebatan yang ada biasanya

membahas persoalan yang ada pada masa itu, seperti talqin, tahlil,

talafudzh niyat, bid’ah, khurafat, taklid dan lain-lain. Persis

benar-benar mendapat tenaga yang luar biasa dengan keberaniannya dalam

setiap perdebatan.22

Pada masa berikutnya pendirian Persis dengan A. Hassan menjadi

identik, pandangan-pandangannya memberikan bentuk dan kepribadian

yang nyata. Bisa dikatakan A. Hassan dengan Persisnya atau Persis

dengan A. Hassannya banyak terlibat dalam berbagai pertukaran

pikiran, dialog terbuka, perdebatan ataupun polemik di berbagai media

massa.

Perdebatan adalah salah satu sarana Persis untuk mengembangkan

faham-fahamnya, Persis adalah satu-satunya organisasi di Indonesia

pada abad ke-20 M yang dikenal sebagai organisasi yang suka berdebat

dengan A. Hassan sebagai pembicaranya. Perdebatan yang pernah

dilaksanakan oleh Persis antara lain:23

1. Ahmadiyah Qadliyani, fahamnya antara lain: kenabian Mirza

Ghulam Ahmad, kematian Isa, wahyu dan sebagainya. Dari pihak

Ahmadiyah diwakili Rahmad Ali dan Abu Bakkar Ayyub. Debat ini

22

Ibid., 29. 23

(41)

32

telah dilakukan tiga kali, dua kali di Jakarta, dan sekali di Bandung

pada tahun 1930 M.

2. Kristen (Sevent Day Adventist), tentang kebenaran agama Kristen

dan Bybel. Debat ini dilaksanakan tiga kali secara terbuka dan

beberapa kali secara tertutup.

3. Kaum Tua, tentang masalah-masalah taqlid dan bid’ah, antara lain

dengan Ittihadul Islamiyyah, Sukabumi (K.A. Sanusi), Majlis

Ahlus-Sunnah, Bandung, Nahdlatul Ulama, di Cirebon pada tahun 1932 (H.

Abdullah Khair) dan di Bandung pada tahun 1935 (A. Wahab

Hasbullah) dan juga di Gebang pada tahun 1936 (Masduqi).

4. Permi (Persatuan Muslimin Indonesia), tentang faham kebangsaan,

debat ini dilaksanakan dengan tertutup dan Permi diwakili oleh

Mukhtar Luthfi.24

5. Atheis, yaitu seorang yang bernama M. Ahsan dari Malang.

Perdebatan ini diadakan di Gedung Al Irsyad Surabaya pada tahun

1955. M. Ahsan dipihak yang tidak mengakui adanya Tuhan,

sedangkan A. Hassan dipihak yang mewajibkan adanya Tuhan.

Kemudian pada saat berdirinya Partai Masyumi, para tokoh-tokoh

Persis juga menjadi anggota istimewa Partai Masyumi sebagaimana

juga dengan Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama. Karena menurut

para tokoh-tokoh Persis untuk menegakkan ideologi Islam dalam

masyarakat senantiasa menuntut kegiatan-kegiatan politik, untuk itulah

24

(42)

33

anggota-anggota Persis umumnya menyalurkan kegiatan politiknya

melalui organisasi-organisasi politik Islam tertentu, misalnya:

Masyumi.25

Persis menegaskan bahwa semua orang Islam wajib aktif dalam

kegiatan politik sebagai salah satu kewajiban agama. Dengan

dasar-dasar tersebut hampir seluruh anggota Persis memasuki Masyumi

bahkan beberapa orang di antaranya menjadi pemimpin, bahkan salah

satu tokoh Persis yaitu M. Natsir, pada saat perang kemerdekaan usai,

beliau menjadi tokoh Masyumi. Kemudian pada tahun 1949 M setelah

beberapa kali duduk dalam kabinet pemerintah, beliau menjadi Ketua

Umum Masyumi. Salah satu tokoh Persis yang lain juga berperan aktif

dalam Masyumi, beliau adalah Isa Anshari, beliau menjadi anggota

Dewan Pimpinan Masyumi, pimpinan wilayah partai di Jawa Barat.

Sedangkan A. Hassan sendiri, beliau tidak memainkan peranan

politiknya yang menonjol. Meskipun demikian, beliau menulis

beberapa artikel dan fatwa tentang masalah politik yang sifatnya

menunjang posisi Isa Anshari, dan kemudian ia sendiri (A. Hassan)

duduk sebagai anggota Majelis Syura Masyumi.

3. Persis Pasca Ahmad Hassan

Periode kepemimpinan Persis pasca Proklamasi Kemerdekaan

Republik Indonesia merupakan periode kepemimpinan yang kedua

25

(43)

34

setelah kepemimpinan K.H. Zamzam, K.H. Muhammad Yunus, A.

Hassan dan M. Natsir yang mendengungkan “kembali kepada Al Quran

dan Sunnah”. Periode kepemimpinan Persis yang kedua ini dipegang

antara lain oleh: K.H. Muhammad Isa Anshary, Fakhruddin Alkahiri,

K.H. Qomaruddin Saleh, dan K.H.E. Abdurrahman.26

Pada periode kedua ini Persis membuat suatu garis perjuangan

dalam “Manifes Perjuangan Persatuan Islam” (1958) yang disusun oleh

K.H. Muhammad Isa Anshary, sebagai Ketua Umum Pusat Pimpinan

Persis. Manifes Perjuangan Persis ini digunakan untuk menghadapi

pada persoalan politik pemerintah yang belum stabil, yang ditandai

dengan dicanangkannya demokrasi liberal, demokrasi terpimpin ala Ir.

Soekarno dengan tujuan pokok membentuk negara dan masyarakat

yang didukung oleh ideologi Nasionalis, Agama, Komunis (Nasakom),

ini semua merupakan polemik yang berkepanjangan tentang konsepsi

dasar negara.

Isa Anshary terpilih menjadi ketua umum sejak tahun 1953 M

sampai tahun 1960 M. Sebelum menjadi ketua umum beliau telah

terpilih menjadi anggota hoofbestuur (Pusat Pimpinan Persis) pada

tahun 1940 M. Pada tahun 1948 M beliau melakukan reorganisasi

26

(44)

35

Persis yang mengalami kefakuman sejak masa pendudukan Jepang dan

Perang Kemerdekaan. Beliau adalah penentang gigih komunisme.27

Setelah tahun 1955 M, kehidupan poltik di Indonesia berkembang

menjadi sangat ruwet. Dalam Pemilihan Umum 1955, tidak satu pun di

antara aliran-aliran pokok dalam masyarakat Indonesia yang tampil

sebagai pemenang. Maka yang muncul adalah satu pertimbangan

kekuatan yang mengharuskan adanya kompromi dalam bidang politik,

baik dalam parlemen maupun dalam konstituante.

Adanya pertimbangan kekuatan partai-partai politik ini telah

memberi peluang timbulnya campur tangan Soekarno. Soekarno

menghimpun kekuasaan negara di tangannya sendiri, dengan nama

“Demokrasi Terpimpin”. Selama kurang lebih sepuluh tahun peranan

politik kelompok-kelompok Islam semakin melemah, terutama

dibubarkannya Masyumi pada tahun 1960 M. Di pihak lain Partai

Komunis Indonesia (PKI) berkembang menjadi partai yang

pengaruhnya cukup kuat. Pada saat itu PKI menjadi semacam negara

dalam negara.28

Bila tidak diwaspadai, dalam pergolakan politik nasional di bawah

kepemimpinan Soekarno, Komunis seperti mendapat angin segar untuk

menggulingkan lawan-lawan poltiknya, terutama Islam. Sebab tidak

27

Ibid., 92. 28

(45)

36

dapat dipungkiri bahwa munculnya Komunis di Indonesia dimaksudkan

untuk melemahkan kekuatan umat Islam di Indonesia.

Kemudian pada tanggal 4 Maret 1957 M Manifesto Perjuangan

Persis di bawah kepemimpinan Isa Anshary menyatakan bahwa teori

dan praktek Komunis bukan saja bertentangan dengan semua agama,

melainkan juga mengandung permusuhan dan pertentangan dengan

akidah yang diajarkan oleh semua agama. Manifesto tersebut

merupakan penolakan Persis terhadap konsepsi Soekarno yang ingin

memasukkan Komunis dalam mengendalikan pemerintahan di

Indonesia.

Manifesto Persis yang dikeluarkan oleh Isa Anshary yang terbit

antara tahun 1953 M, 1954 M, 1957 M, 1958 M, dan 1960 M, bertujuan

menentang komunisme. Deklarasi tahun 1954 M misalnya, menyatakan

bahwa setiap muslim yang telah mendengarkan alasan-alasan batilnya

komunisme dan nasionalisme sekuler tetapi tetap mengikuti konsep

poltiknya, dianggap murtad, tidak perlu disalatkan dan tidak perlu

dimakamkan secara Islam bila ia meninggal dunia.29

Kemudian pada tahun 1960 M, dalam kongres tahunan Persis,

Persis kembali mengajukan nota usulan kepada Presiden Soekarno

untuk mempertimbangkan kembali konsepsinya serta memberi

keleluasaan kepada kelompok organisasi nonkomunis untuk menutup

29

(46)

37

organisasinya dari paham Komunis dan memberantas paham anti Tuhan

dan dan anti agama itu.

4. Persis Pada Masa Abdul Qadir Hassan

Persis pada masa ini Ketua Umumnya adalah K.H.E.

Abdurrahman. Beliau terpilih pasca Muktamar ke-VII Persis, pada

tahun 1962 M. Periode kepemimpinan Abdurrahman ini merupakan

periode kepemimpinan Persis ketiga setelah berakhirnya kepemimpinan

K.H. Muhammad Isa Anshary.

Persis pada masa ini dihadapkan dengan persoalan bagaimana

mempertahankan eksistensi Persis di tengah gejolak sosial politik yang

tidak menentu. Jihad perjuangan Persis dihadapkan pada masalah

politik yang beragam. Pembubaran Partai Masyumi oleh Soekarno

karena dianggap kontra revolusi, dan lepasnya Persis sebagai anggota

Masyumi, serta ancaman akan dibubarkannya Persis oleh pemerintah

Orde Lama karena tidak memasukkan Nasakom dalam Qanun Asasi

Persis, sampai pada meletusnya G.30 S/PKI merupakan

masalah-masalah politis yang dihadapi Persis pada masa awal kepemimpinan

Abdurrahman.30

Selain berhadapan dengan masalah-masalah politik, Persis juga

berhadapan dengan aliran-aliran sesat yang menyesatkan umat Islam,

antara lain: aliran pembaharu Isa Bugis, aliran Islam Jama’ah, Darul

30

(47)

38

Hadits, Inkarus Sunnah dan aliran lain yang menyesatkan. Untuk

menghadapi aliran-aliran sesat tersebut, para mubaligh Persis dan

mubaligat Persistri serta para da’i muda Pemuda Persis dan Jam’iyyatul

Banaat (Pemudi Persis), mereka terjun ke daerah-daerah secara rutin

dengan melaksanakan tabligh-tabligh keliling.

Persis juga pada masa ini dihadapkan dengan masalah interen

organisasi, terutama setelah terjadinya G.30 S/PKI, karena ada

anggota-anggota yang diragukan itikad baiknya dalam organisasi Persis. Untuk

itu diadakanlah pengawasan ketat. Selain menghendaki dan

mengutamakan kualitas pelaksanaan pengamalan ajaran agama yang

berdasarkan Al Quran dan Sunnah, Persis juga mengutamakan kualitas

pelaksanaan disiplin organisasi yang berdasarkan Qanun Asasi dan

Qanun Dakhili (Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga),

peraturan-peraturan, tausiyyah, dan seperangkat tata kerja yang berlaku

dalam organisasi.31

Jadi bisa diketahui bahwa pada masa ini yaitu pada saat

kepemimpinan Abdurrahman Persis lebih cenderung memperkuat

peran, fungsi, dan kedudukan Persis sebagai organisasi yang berjuang

mengembalikan umat kepada Al Quran dan Sunnah sejak generasi awal

melalui pendidikan, dakwah, tabligh dan publikasi atau penerbitan

yang terbatas. Nilai Persis memang bukan terletak pada organisasinya,

akan tetapi pada upaya penyebaran pahamnya.

31

(48)

39

5. Persis Pasca Abdul Qadir Hassan

Pada tahun 1984 M Abdul Qadir Hassan meninggal dunia. Pada

masa ini Persis Ketua Umumnya adalah K.H. Abdul Latief Muchtar,

M.A. beliau mulai menjadi Ketua Umum Persis sejak 1 Mei 1983 M

menggantikan K.H.E. Abdurrahman yang meninggal dunia pada 21

April 1983 M.

Persis pada masa ini dihadapkan pada kogoncangan jama’ah

dikarenakan adanya Undang-Undang No. 8 Tahun 1985 yang

mengharuskan semua organisasi kemasyarakatan di Indonesia

mencantumkan al asasul wahid (asas tunggal pancasila) sebagai asas

dalam anggaran dasar organisasinya.

Persoalan yang berkaitan dengan asasul wahid ini dihadapi dengan

visi dan pemikiran Abdul Latief yang akomodatif. Abdul Latief

mencoba menjembatani persoalan ini dengan baik. Beliau tidak

meresponnya secara besar-besaran melalui muktamar, akan tetapi

dengan pendekatan persuasif melalui pertemuan-pertemuan dari tingkat

Pusat Pimpinan hingga ke tingkat Pimpinan Cabang, pertemuan dengan

anggota Dewan Hisbah. Hasilnya Persis bersedia memasukkan asasul

wahid dalam Qanun Asasinya sebagai sebuah siasah perjuangan.

(49)

40

mempunyai siasah dan arah perjuangan yang jelas tanpa dilanda

perpecahan.32

Setelah persoalan tersebut diatasi, melalui sentuhan Abdul Latief,

Persis tidak lagi mengisolir diri berbagai permasalahan umat. Banyak

dari simpatisan yang akhirnya menjadi anggota Persis. Ini bisa dilihat

bahwa kuantitas anggota Persis meningkat tajam. Pada tahun 1990 M

tercatat 97 Pimpinan Cabang dengan 7.306 anggota, kemudian pada

tahun 1995 M, meningkat menjadi 196 Pimpinan Cabang, 26 Pimpinan

Daerah, dan 3 Pimpinan Wilayah, anggotanya berjumlah 10.604

anggota yang tersebar di 14 Provinsi.33

Kemudian dalam bidang dakwah Persis tampil tidak lagi dengan

gebrakan-gebrakan shock therapy, akan tetapi melalui pendekatan

persuasif edukatif. Persis tidak lagi garang dan menantang. Persis kini

tampil untuk mencari jelas, bukan mencari puas. Gerakan dakwah pun

tidak terbatas hanya pada anggotanya dan simpatisannya, akan tetapi

mulai merambah ke lingkungan masyarakat kampus.

Persis juga berhasil mendirikan Sekolah Tinggi Agama Islam

(STAI) Persis yang berdiri pada tahun 1988, yang memiliki dua

jurusan, yaitu jurusan dakwah dan tafsir hadits.Kemudian Sebagai

dekannya adalah Abdul Latief.

32

Ibid., 146. 33

(50)

41

Jadi Persis pada masa ini, masa kepemimpinan K.H. Abdul Latief

M.A. tampak low profile, tidak segalak dulu terutama pada masa A.

Hassan yang banyak melakukan perdebatan. Karena pada masa ini

Persis berjuang menyesuaikan diri dengan kebutuhan umat pada

masanya yang lebih realitis dan kritis.

B. BIOGRAFI USTADZ ABDUL QADIR HASSAN

Ustadz Abdul Qadir bin Hassan bin Ahmad adalah salah seorang

tokoh di Indonesia yang dikenal sebagai ulama yang mendalami ilmu

hadits dan fiqih. Beliau dilahirkan di Singapura pada tahun 1914 M.

Beliau ini adalah putra pertama dari salah satu pemimpin besar organisasi

Persatuan Islam (PERSIS) yaitu A. Hassan sekaligus juga pendiri dari

Pesantren Persatuan Islam.34

Ustadz Abdul Qadir Hassan dalam menerima pendidikan

agamanya, yaitu langsung dari ayahnya sendiri yaitu A. Hassan. Beliau

mengajari anaknya pendidikan agama karena agama adalah ilmu yang

penting bagi kehidupan di dunia ini. Dengan pendidikan agama diharapkan

beliau (Ustadz Abdul Qadir Hassan) akan tumbuh menjadi sosok pribadi

yang tangguh.35

Sementara untuk pendidikan umumnya, Ustadz Abdul Qadir

Hassan pernah menempuh pendidikan di Hollands Inlandsche School

34

Umar Fanani, Wawancara, Pasuruan, 26 April 2016. 35

(51)

42

(HIS) di Bandung, Jawa Barat. HIS adalah sekolah setingkat Sekolah

Menengah Atas (SMA) pada masa sekarang. Setelah lulus dari HIS beliau

berniat melanjutkan ke sekolah kedokteran, namun niatan ini tidak

disetujui ayahnya.36

Abdul Qadir Hassan adalah sosok pemuda yang tekun, berkat

ketekunannya pemuda yang lahir pada tahun 1914 M ini, pada usia yang

ke-22 tahun sudah mampu menorehkan sebuah karya yang gemilang.

Karya itu beliau susun selama kurun waktu 1934-1943. Karya yang

gemilang itu adalah buku Qamus Al-Quran. Dalam Qamus Al-Quran ini

berisi tentang penjelasan dari kata-kata dalam Al Quran. Buku Qamus Al

Quran ini pertama kali dicetak pada tahun 1964 oleh penerbit Al

Muslimun Bangil, Pasuruan, Jawa Timur dan Tinta Mas Jakarta. Karena

banyak peminatnya buku tersebut telah mengalami beberapa cetak ulang

atau dalam istilah sekarang ini adalah Best Seller.

Beliau ini adalah sosok yang dikenal sebagai seorang yang

mengikuti jejak ayahnya. Seorang ayah yang mempunyai pengaruh besar

dalam kehidupannya. Berkat pengaruh ayahnya itulah beliau tumbuh

menjadi pemuda yang aktif dalam menulis. Di antara karya-karya tulis

beliau itu adalah buku Ilmu Musthalah Hadits, Ushul Fiqh, Kata Berjawab

dan juga Qamus Al Quran yang berisi tentang penjelasan kata dalam Al

Quran tadi.37

36

Umar Fanani, Wawancara, Pasuruan, 26 April 2016. 37

(52)

43

Pasca wafatnya sang ayah yaitu Ahmad Hassan. Beliau kemudian

mengemban amanah menjadi pribadi yang mempunyai tanggung jawab

besar terhadap Pesantren Persis yaitu menjadi pimpinan dari Pesantren

Persis. Di bawah kepemimpinannya Pesantren Persis bisa dikatakan telah

mengalami perkembangan yang signifikan.

Pada saat kepemimpinan beliau banyak dari pemuda-pemuda yang

ada di pelosok nusantara yang akhirnya berhijrah, dengan tujuan hijrahnya

yaitu datang ke Bangil Pasuruan untuk belajar ilmu agama yang ada di

Pesantren Persatuan Islam Bangil. Itulah pengaruh dari beliau yang

dikenal mempunyai ilmu dan pengaruh yang besar sehingga mereka rela

datang dari jauh-jauh untuk menimbah ilmu kepada beliau.38

Kemudian banyak juga dari para tokoh-tokoh organisasi yang ada

saat ini pernah menimbah ilmu pada beliau, misalnya Ustadz Yazid bin

Abdul Qadir Jawwas (Tokoh Salafi di Indonesia), Ustadz Abdul Wahid

Alwi, MA (Tokoh Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia), Ustadz

Muhammad Thalib (Amir Majelis Mujahidin Indonesia), Ustadz Ja’far

Umar Thalib (mantan Panglima Laskar Jihad), Ustadz Yusuf Utsman

Baisa (mantan mudir Pesantren Al-Irsyad Tengaran, Salatiga), almarhum

Ustadz Ahmad Husnan, Lc (Tokoh Muhammadiyah), KH. Mu’ammal

Hamidy (Tokoh PPP), almarhum KH. Abdullah Said (Pendiri Organisasi

38

(53)

44

Hidayatullah, Ustadz Muhammad Haqqi (pengajar studi fiqh dan hadits di

Jakarta).39

1. Perjalanan Karir Ustadz Abdul Qadir Hassan

Mengenai perjalanan karir beliau dalam penelitian ini maksudnya

adalah menjelaskan apa saja kegiatan beliau selain dari memimpin

Pesantren Persis dan apa saja yang pernah beliau pimpin selain menjadi

pimpinan Pesantren Persis. Dalam karirnya beliau ini pernah menjabat

sebagai pimpinan dari sebuah dewan yang mana tugas dalam dewan ini

adalah meneliti dan menetapkan hukum-hukum Islam yang berdasarkan

Al Quran dan Hadits.40Nama dari dewan ini dikenal dengan sebutan

Dewan Hisbah Persis.

Kemudian Ustadz Abdul Qadir juga pernah menjadi anggota Al

Majm’ Al Fiqh Al Islami. Al Majm’ Al Fiqh Al Islami adalah sebuah

lembaga fiqh yang berisikan para ulama dari berbagai belahan dunia

yang dinilai cakap dan ahli atau mumpuni dalam bidang fiqh, sehingga

para ulama yang ada di sini bisa melakukan penelitian tentang

hukum-hukum Islam dan mengeluarkan fatwa yang terkait dengan umat Islam

berdasarkan Al Quran dan Sunnah. Al Majm’ Al Fiqh Al Islami

didirikan oleh Rabithah Al Alam Al Islami (Liga Muslim Sedunia). Al

Majm’ Al Fiqh Al Islami berpusat di Makkah.

39

Umar Fanani, Wawancara, Pasuruan, 16 Juni 2016. 40

(54)

45

2. Karya-karya Ustadz Abdul Qadir Hassan

Dalam sejarahnya beliau memang dikenal sebagai ulama yang

ahli dalam menulis. Begitulah seorang ulama, ulama yang ahli dalam

menulis memang begitu besar jasanya pada umat. Berkat jasanya lah

para pengkaji ilmu, bisa mengkaji ilmu-ilmu agama yang mau dikaji. Di

antara karya Ustadz Abdul Qadir Hassan, antara lain:

1. Qamus Al Quran adalah sebuah buku berisi penjelasan dari kata-kata

dalam Al Quran. Buku ini beliau susun selama kurun waktu sejak

tahun 1934-1943. Buku ini dicetak dan diterbitkan pertama kali oleh

penerbit Al Muslimun Bangil dan Tinta Mas Jakarta pada tahun

1964. Buku ini pun selama beberapa tahun terus mengalami

pencetakan ulang dan sampai saat ini masih terus diminati oleh para

pembaca.

2. Ushul Fiqh adalah sebuah buku karya Ustadz Abdul Qadir Hassan

yang berisi tentang uraian pokok-pokok agama Islam, misalnya Al

Quran, Hadits. Kemudian juga menjelaskan juga tentang Qias, Ijma

dan juga tentang masalah hukum.

3. Ilmu Musthalah Hadits adalah sebuah buku yang berisi tentang

uraian dan pembahasan yang berhubungan dengan ilmu hadis.

Dalam buku ini berisi tidak kurang dari 114 macam pembahasan

yang berhubungan dengan ilmu hadis. Dalam buku ini gaya

penulisannya bisa dikatakan mudah dipahami sehingga buku ini pun

(55)

46

yang ada di Indonesia. Buku ini terbilang sebagai buku karya anak

bangsa yang langka pada masanya. Kemudian sampai saat ini buku

Al Musthalah Hadits karya Abdul Qadi

Referensi

Dokumen terkait

Varietas Ciherang menghasilkan pertumbuhan tanaman dan hasil tanaman yang lebih tinggi dibandingkan varietas Mentik Wangi, namun tidak terdapat interaksi yang nyata

maka dengan demikian diduga variabel reliability yang mempunyai pengaruh paling dominan terhadap Kepuasan Konsumen pada Bali Komputer di Tenggarong ditolak dan

Seluruh hasil pengukuran oil and grease telah memenuhi NAB yang terdapat pada Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 52 Tahun 2014, yaitu 10 mg/L. (5) TSS dapat dipengaruhi

Lesson Study mengenai RPP yang penulis jabarkan yaitu: 1). Kompetensi dasar yang dimasukkan kedalam RPP hanya point penting dari kompetensi dasar yang akan dilaksanakan

g) Pelaksanaan penyelesaian permohonan surat keterangan Nilai Jual Objek Pajak h) Pelaksanaan penerbitan Daftar Nominatif untuk Usulan SP3 PSL Ekstensifikasi 6. Seksi

Berdasarkan hasil penelitian hubungan perilaku penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) dengan Kejadian ISPA di Pabrik ESGI Sambi menunjukkan hasil nilai p value

relapse pada kelompok kontrol karena nilai signifikasnsi lebih besar dari 0.05. Hasil Evaluasi Program Pelatihan Efikasi Diri dan Pemahaman Materi. 1) Hasil Analisis Program

tegangan maju konstan, maka suhu yang semakin tinggi menyebabkan arus diode semakin tinggi berubah dari I D1 ke I D2!. Jika diberi arus konstan, kenaikan suhu menyebabkan tegangan