PERANAN USTADZ ABDUL QADIR HASSAN DALAM PENGEMBANGAN PESANTREN PERSIS BANGIL 1958-1984 M
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana dalam Program Strata Satu (S-1) pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)
Oleh: Abdur Rohman NIM: A0.22.12.026
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
viii
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “Peranan Ustadz Abdul Qadir Hasan Dalam Pengembangan Pesantren Persis Bangil 1958-1984”. Masalah yang diteliti dalam skripsi ini adalah tentang 1) bagaimana biografi Ustadz Abdul Qadir Hassan? 2) bagaimana sejarah dan perkembangan Pesantren Persatuan Islam Bangil? 3) bagaimana respon masyarakat terhadap sosok Ustadz Abdul Qadir Hassan dalam mengembangkan Pesantren Persatuan Islam Bangil?.
Penulisan skripsi ini disusun dengan menggunakan metode penelitian sejarah, adapun metode penulisan sejarah yang digunakan penulis dengan menggunakan beberapa langkah, yaitu heuristik (pengumpulan data), verifikasi (kritik terhadap data), interpretasi (penafsiran) dan historiografi (penulisan sejarah). Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan historis (mendeskripsikan peristiwa yang terjadi pada masa lampau). Sedangkan teori yang digunakan yaitu teori peranan menurut Levinson dan teori kepemimpinan menurut M. Karjadi.
ix
ABSTRACT
Thesis entitled “The Role of Ustadz Abdul Qadir Hassan In The Development of
Pesantren Persis Bangil 1958-1984’’. Problem studied in this thesis is about 1) how biography Ustadz Abdul Qadir Hassan, 2) how history and development Pesantren Islam Bangil, 3) how the public response to the figure of Ustadz Abdul Qadir Hassan in developing Pesantren Persis Bangil.
Writing this thesis prepared using the methods of historical research , as for history writing method used by the author using several steps, is heuristics (data collection ), verification (critism of the data), interpretation (interpretation) and historiography (history writing). While the approach used is the historical approach (describes the events that occurred in the past ). While the theory used is the theory of the role according to Levinson and leadership theory by M. Karjadi.
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
PEDOMAN TRANSLITERASI ... v
MOTTO……… ... vi
PERSEMBAHAN ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xii
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 3
C. Tujuan Penelitian ... 3
D. Kegunaan Penelitian ... 3
E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik ... 4
F. Penelitian Terdahulu ... 8
G. Metode Penelitian ... 9
H. Sistematika Bahasan ... 13
BAB II : SEJARAH PERSIS DAN BIOGRAFI USTADZ ABDUL QADIR HASSAN A. Sejarah Pesantren Persis…………. ... 15
1. Latar Belakang Berdirinya Persis………. 16
2. Persis Pada Masa Ahmad Hassan………. 30
3. Persis Pasca Ahmad Hassan………. 33
xiii
5. Persis Pasca Abdul Qadir Hassan………. 39
B. Biografi Ustadz Abdul Qadir Hassan ... 41
1. Perjalanan Karir Ustadz Abdul Qadir Hassan………. 44
2. Karya-karya Ustadz Abdul Qadir Hassan……… 45
3. Ustadz Abdul Qadir Hassan Meninggal Dunia……… 46
BAB III : PERKEMBANGAN PESANTREN PERSATUAN ISLAM BANGIL TAHUN 1958-1984 M A. Perkembangan Fisik Bangunan Pesantren ... 49
1. Pembangunan Asrama Pondok………... 52
2. Perpustakaan Pesantren Persis Putera………. 54
3. Perpustakaan Pesantren Persis Puteri………. 55
B. Perkembangan Jumlah Santri ... 56
C. Perkembangan Jenjang Pendidikan dan Masa Pendidikan ... 58
D. Perkembangan Materi Pembelajaran ... 60
E. Perkembangan Sistem Pendidikan dan Metode Pengajaran ... 64
BAB IV : RESPON MASYARAKAT TERHADAP SOSOK USTADZ ABDUL QADIR HASSAN DALAM MENGEMBANGKAN PESANTREN PERSATUAN ISLAM BANGIL A. Tokoh Persatuan Islam (Persis) ... 70
B. Tokoh Muhammadiyah ... 73
C. Tokoh Nahdlatul Ulama……….. 75
BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ... 77
B. Saran ... 80
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pondok Pesantren Persatuan Islam Bangil pada mulanya adalah
sebuah pesantren yang didirikan di Bandung pada 1 Dzulhijjah 1354
Hijriyah (H) yang bertepatan pada bulan Maret tahun 1936 M yang
bertempat di Masjid Persatuan Islam Jl. Pangeran Sumedang Bandung.
Tercatat dalam buku Waqfiyah Yayasan Pesantren Persis Bangil dikatakan
bahwa Pesantren Persatuan Islam mula-mula didirikan atas desakan
sejumlah pemimpin dan umat Islam. Kemudian yang menjadi perintis
berdirinya Pesantren Persatuan Islam ini adalah A. Hassan dan M. Natsir
yang dikenal juga sebagai tokoh besar organisasi Persatuan Islam (Persis).1
Di samping pendidikan Islam, Persis juga mendirikan sebuah
pondok pesantren yang biasa disebut dengan Pesantren Persis di Bandung
pada bulan Maret 1936 untuk membentuk kader-kader yang mempunyai
keinginan untuk menyebarkan agama. Ketika A. Hassan pindah ke Bangil,
pesantren tersebut juga pindah ke Bangil dengan membawa 25 dari 40
siswa dari Bandung.2
Sejarah mencatat bahwa pada tahun 1940 ada pemindahan
Pesantren Putra Persatuan Islam di Bandung ke daerah Bangil, Kabupaten
1
Yayasan Pesantren Persis Bangil, Pesantren Bagian Putera dan Puteri (Bangil: Tanpa Penerbit, Tanpa Tahun), 1.
2
2
Pasuruan. Kemudian pada Pebruari tahun 1941 di Pesantren Persatuan
Islam dibuka pula Pesantren khusus putri/Pesantren Putri.
Mengenai Ustadz Abdul Qadir Hassan sendiri, beliau adalah
sebagai guru sekaligus pimpinan Pesantren Persatuan Islam Bangil. Pada
saat Abdul Qadir Hassan menjabat sebagai pimpinan Pesantren Persatuan
Islam Bangil, pesantren ini dikenal di seluruh Indonesia sebagai rujukan
dalam mempelajari studi ilmu hadits dan fiqh. Abdul Qadir Hassan adalah
putra dari Ustadz A. Hassan yang dikenal sebagai tokoh organisasi Persis.
Abdul Qadir Hassan lahir di Singapura pada tahun 1914 M.
Pada saat kepemimpinan Ustadz Abdul Qadir Hassan banyak para
pemuda yang ada di pelosok nusantara yang datang ke Pesantren Persatuan
Islam Bangil untuk belajar di pesantren tersebut. Ada juga pemuda yang
berasal dari Malaysia dan Singapura. Bahkan banyak tokoh dari organisasi
yang ada saat ini pernah belajar ke Pesantren Persatuan Islam Bangil di
bawah kepemimpinan Ustadz Abdul Qadir pada saat itu.
Di antara para tokoh tersebut antara lain: Ustadz Yazid bin Abdul
Qadir Jawwas (Tokoh Salafi di Indonesia), Ustadz Abdul Wahid Alwi,
MA (Tokoh Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia), Ustadz Muhammad
Thalib (Amir Majelis Mujahiddin Indonesia), Ustadz Ja’far Umar Thalib (
mantan Panglima Laskar Jihad), Ustadz Yusuf Utsman Baisa (mantan
mudir Pesantren Al-Irsyad Tengaran, Salatiga), Ustadz Ahmad Husnan,
3
Kemudian di antara karya-karya beliau antara lain: Qamus al-Qur’an,
Ushul Fiqh, Ilmu Musthalah Hadits, Min Al Wahyi, dan Kata Berjawab
sebagai kumpulan dari berbagai masalah hukum agama Islam, yang
diambil dari Majalah al-Muslimun.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana biografi Ustadz Abdul Qadir Hassan?
2. Bagaimana sejarah dan perkembangan Pesantren Persatuan Islam
Bangil?
3. Bagaimana respon masyarakat terhadap sosok Ustadz Abdul Qadir
Hassan dalam mengembangkan Pesantren Persatuan Islam Bangil?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui bagaimana biografi Ustadz Abdul Qadir Hassan
2. Mengetahui sejarah dan perkembangan Pesantren Persatuan Islam
Bangil
3. Mengetahui respon masyarakat terhadap sosok Ustadz Abdul Qadir
Hassan dalam mengembangkan Pesantren Persatuan Islam Bangil
D. Kegunaan Penelitian
1. Untuk memenuhi persyaratan meraih gelar Strata Satu (S1) di bidang
sejarah pada Fakultas Adab Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam
UIN Sunan Ampel Surabaya.
2. Sebagai bahan kajian selanjutnya bagi para mahasiswa yang
4
E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik
Untuk mempermudah membantu ilmu sejarah dalam memecahkan
masalah, maka diperlukan ilmu-ilmu sosial yang lainnya. Sebagaimana
yang digambarkan oleh Sartono Kartodirjo, bahwa penggambaran kita
mengenai suatu peristiwa sangat bergantung pada pendekatan yang kita
gunakan, maksudnya yaitu dari segi mana kita memandangnya, dimensi
mana yang diperhatikan, dan unsur-unsur mana yang diungkapkan.3
Dengan pendekatan tersebut maka akan memudahkan penulis untuk
merealisasikan antara ilmu sosial sebagai ilmu bantu dalam penelitian
sejarah.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
historis. Di mana pendekatan tersebut digunakan untuk mendeskripsikan
peristiwa yang terjadi pada masa lampau. Dengan pendekatan historis
maka penulis bisa menjelaskan latar belakang sejarah kehidupan Ustadz
Abdul Qadir Hassan dan peranannya dalam mengembangkan Pesantren
Persatuan Islam Bangil
Sedangkan teori itu sendiri dipandang sebagai bagian pokok ilmu
sejarah yaitu apabila penulisan suatu peristiwa sampai kepada upaya
melakukan analisis dari proses sejarah yang akan diteliti. Teori sering juga
dinamakan kerangka referensi atau skema pemikiran, pengertian lebih
luasnya adalah teori merupakan suatu perangkat kaidah yang memandu
3
5
sejarawan dalam melakukan penelitiannya, menyusun data dan juga dalam
mengevaluasi penemuannya.4
Teori merupakan pedoman guna mempermudah jalannya penelitian
dan sebagai pegangan pokok bagi peneliti. Di samping sebagai pedoman,
teori adalah salah satu sumber bagi peneliti dalam memecahkan masalah
penelitian.5 Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori
peranan. Peranan merupakan proses dinamis dari status. Apabila
seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan
kedudukannya, berarti dia menjalankan suatu peranan. Perbedaan antara
kedudukan dengan peranan adalah untuk kepentingan ilmu pengetahuan,
keduanya tidak dapat dipisahkan karena antarkeduanya memiliki
ketergantungan satu sama lain.6
Menurut Levinson, dalam bukunya Soerjono Soekanto peranan
mencakup tiga hal antara lain:7
1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau
tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini
merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing
seseorang dalam kehidupan masyarakat.
2. Peranan merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan
oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
4
Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 7.
5
Djarwanto, Pokok-pokok Metode Riset dan Bimbingan Teknis Penelitian Skripsi (Jakarta: Liberty, 1990), 11.
6
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: CV. Rajawali Press, 2009), 239-244. 7
6
3. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting
bagi struktur sosial masyarakat.
Dalam hal ini Ustadz Abdul Qadir Hassan memiliki peranan yang
sangat penting dalam mengembangkan Pesantren Persatuan Islam Bangil
karena beliau sebagai guru sekaligus pengasuh Pesantren Persatuan Islam
Bangil. Bahkan pada saat Abdul Qadir Hassan menjabat sebagai pimpinan
Pesantren Persatuan Islam Bangil, pesantren ini dikenal diseluruh
Indonesia sebagai rujukan dalam mempelajari studi ilmu hadits dan fiqh.
Selain teori peranan, teori yang selanjutnya berkaitan dengan pembahasan
ini adalah teori kepemimpinan menurut M. Karjadi. Secara umum teori
kepemimpinan terdiri dari tiga jenis, yaitu:8
1. Kelompok teori genetis/keturunan yaitu seorang pemimpin akan
menjadi pemimpin karena ia telah dilahirkan dengan bakat-bakat
kepemimpinan.
2. Kelompok teori pengaruh lingkungan yaitu setiap orang bisa menjadi
seorang pemimpin apabila diberikan pendidikan dan pengalaman yang
cukup.
3. Kelompok teori campuran antara teori keturunan dan teori pengaruh
lingkungan yaitu dasar kepemimpinan itu bukan hanya sifat-sifat
keturunan sejak orang dilahirkan dan bukan hanya karena pengaruh
lingkungan hidup saja, akan tetapi berdasarkan sifat-sifat campuran dari
kedua-duanya. Seseorang hanya akan menjadi pemimpin, apabila ia
8
7
pada waktu dilahirkan telah memiliki bakat-bakat kepemimpinan dan
memperoleh pendidikan dan pengalaman yang cukup dikemudian hari.
Berdasarkan dua tipe kepemimpinan di atas, dapat disimpulkan
bahwa Ustadz Abdul Qadir Hassan termasuk ke dalam kategori pemimpin
dalam teori campuran antara keturunan dan lingkungan, bahwasanya
pemimpin itu dilahirkan dari keturunan, kemudian menjadi seorang
pemimpin karena bakat alami yang hebat dan ditakdirkan menjadi
pemimpin dalam situasi dan kondisi apapun. Sebagaimana yang beliau
lakukan dalam mengembangkan Pesantren Persatuan Islam Bangil.
Kemudian menurut Max Weber dia mengklasifisikan tipe
kepemimpinan ke dalam tiga jenis kepemimpinan, adalah sebagai berikut:9
1. Pemimpin kharismatik ialah seseorang yang seolah-olah diberi tugas
khusus dan karena itu dikaruniai bakat-bakat khusus oleh Tuhan untuk
memimpin sekelompok manusia mengarungi tangan-tangan sejarah
hidupnya.
2. Pemimpin tradisional ialah pemimpin yang mendapat kekuasaan
berdasarkan warisan dari leluhurnya.
3. Pemimpin legal ialah pemimpin yang mendapat pelimpahan wewenang
berdasarkan prosedur pemilihan atau pengangkatan atau pelantikan dan
pengukuhan yang diatur dengan hukum positif yang berlaku dalam
masyarakat.
9
8
Berdasarkan tipe kepemimpinan di atas, maka Ustadz Abdul Qadir
Hassan dapat dikategorikan ke dalam tipe kepemimpinan berdasarkan
pemimpin tradisional, karena beliau menjabat sebagai kepala Pesantren
Persis menggantikan kepemimpinan ayahnya, setelah ayahnya meninggal
dunia.
F. Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai Persatuan Islam (Persis) pernah dilakukan
sebelumnya antara lain:
1. Labuhana Diah M Rifai, Peranan Pesantren Persis Bangil dalam Usaha
Pembaharuan Pemahaman Ajaran Islam. Fakultas Adab IAIN Sunan
Ampel Surabaya, 1986. Adapun fokus penelitiannya adalah peranan
Pesantren Persis dalam pembaharuan pemahaman ajaran Islam.
2. AL Hafidz Ibnu Qayyim, Pemikiran Abdul Qadir Hassan (1914-1984)
Tentang Hadits. Pasca Sarjana UIN Alauddin Makassar, 2011. Adapun
fokus penelitiannya adalah tentang pemikiran Abdul Qadir Hassan
terkait ilmu hadits.
3. Rustina Ambar Suprihatin, Pesantren Persatuan Islam (Persis) Bangil
dan Para Alumninya Dalam Dakwah Islam. Fakultas Adab IAIN Sunan
Ampel Surabaya, 2007. Fokus penelitiannya adalah kegiatan para
alumni Pesantren Persis.
4. Siti Muhrami, Peranan Pesantren PERSIS Bangil Dalam Pembinaan
9
IAIN Sunan Ampel Surabaya, 1989. Fokus penelitiannya adalah usaha
Pesantren Persis Bangil dalam pengembangan hukum Islam.
Sedangkan penelitian ini berbeda dengan karya-karya tersebut,
hanya saja penelitian ini akan menekankan pada biografi Ustadz Abdul
Qadir Hassan dan peranannya dalam mengembangkan Pesantren Persatuan
Islam Bangil.
G. Metode Penelitian
Dalam melakukan penulisan skripsi ini, metode yang digunakan
adalah metode sejarah/historis, yaitu suatu penulisan yang berdasar pada
data-data kejadian masa lampau yang sudah menjadi fakta. Menurut
Dudung Abdurrahman langkah-langkah yang digunakan adalah sebagai
berikut10:
1. Heuristik (Pengumpulan data)
Dalam penelitian yang berjudul ‘’Peran Ustadz Abdul Hassan
dalam Pengembangan Pesantren Persatuan Islam Bangil 1958-1984 M,
peneliti menggunakan metode heuristik, yaitu pengumpulan data dari
sumbernya, maksudnya ialah usaha pengumpulan sumber-sumber yang
bisa dipakai bahan rujukan dan yang sesuai dengan pembahasan dalam
skripsi ini.
a. Sumber Primer
Sumber primer adalah sumber yang dihasilkan atau ditulis
pihak-pihak yang secara langsung terlibat dan atau menjadi saksi
10
10
mata dalam peristiwa sejarah. Sumber primer yang digunakan
penulis antara lain:
1) karya-karya beliau, misalnya: Ushul Fiqh, Ilmu Musthalah
Hadits, kemudian Kata Berjawab sebagai kumpulan dari
berbagai masalah hukum agama Islam, yang diambil dari
Majalah al-Muslimun.
2) wawancara terhadap para informan yang terkait atau sezaman
dengan Ustadz Abdul Qadir Hassan, antara lain:
a) ustadz Umar Fanani selaku alumni dan pengajar di Pesantren
Persis Bangil.
b) prof. Syafiq Mughni selaku alumni dan dosen di UIN Sunan
Ampel Surabaya.
b. Sumber Sekunder
Sumber sekunder adalah sumber yang digunakan sebagai
pendukung dalam penelitian. Sumber-sumber tersebut didapatkan
dari beberapa buku maupun literatur yang berkaitan dengan tema
yang penulis bahas, misalnya: buku “Hasan Bandung: Pemikir
Islam Radikal, karya Prof. Syafiq A. Mughni, MA.
2. Verifikasi (Kritik Sumber)
Setelah melakukan pengumpulan data tahap berikutnya adalah
verifikasi atau kritik untuk memperoleh keabsahan sumber. Kritik
11
diperoleh agar memperoleh kejelasan apakah sumber tersebut kredibel
atau tidak dan apakah sumber tersebut autentik atau tidak. Dalam hal ini
yang harus diuji adalah keabsahan dan keaslian sumber yang dilakukan
melalui kritik ekstern dan kredibilitas sumber ditelusuri dengan kritik
intern.
a. Kritik ekstern adalah proses untuk melihat apakah sumber yang
didapat otentik atau tidak. Sumber yang diperoleh penulis
merupakan relevan, karena penulis mendapatkan sumber tersebut
langsung dari tokoh yang sedang diteliti melalui wawancara.
b. Kritik intern adalah upaya yang dilakukan untuk melihat apakah isi
sumber tersebut cukup layak untuk dipercaya kebenarannya.11
Dari sumber yang didapat yaitu buku karya beliau, peneliti
melakukan pengujian atas asli dengan menyeleksi segi-segi fisik dari
sumber yang ditemukan. Karena sumber itu berupa dokumen tertulis,
maka diteliti kertasnya, tintanya, gaya tulisannya, bahasanya,
kalimatnya, ungkapannya, kata-katanya, hurufnya dan segi penampilan
luarnya yang lain. Kemudian mengenai perkembangan pondok sendiri
memang bisa dilihat sampai sekarang dengan adanya para tokoh yang
pernah belajar di Pesantren Persis Bangil.
3) Interpretasi (Penafsiran)
Suatu upaya sejarawan untuk melihat kembali apakah
sumber-sumber yang didapatkan dan yang telah diuji autentitasnya terdapat
11
12
saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Demikian sejarawan
memberikan penafsiran terhadap sumber yang telah didapatkan.
Analisis sejarah itu sendiri bertujuan melakukan sintesis atau
sejumlah fakta yang diperoleh dari sumber-sumber sejarah. Interpretasi
dapat dilakukan dengan cara membandingkan data yang diperoleh guna
menyingkap peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam waktu yang sama.
Setelah data terkumpul lalu data disimpulkan untuk kemudian dibuat
penafsiran keterkaitan antar sumber yang diperoleh. Dalam hal ini
menggunakan pendekatan historis yaitu kesesuaian permasalahan dari
sudut Peranan Ustadz Abdul Qadir Hassan Dalam Pengembangan
Pesantren Persis Bangil 1958-1984 M dengan cara berpikir yang
induktif yaitu pengambilan kesimpulan berdasarkan fakta yang
selanjutnya dianalisis dan ditafsirkan.
Dengan adanya karya beliau yang masih ada hingga saat ini dan
dengan dijadikannya pesantren ini sebagai rujukan dalam mempelajari
studi ilmu hadits dan fiqh yang dikenal di seluruh Indonesia pada saat
kepemimpinan Ustadz Abdul Qadir Hassan ini membuktikan bahwa
Ustadz Abdul Qadir Hassan memang mempunyai peran yang besar.
4) Historiografi
Menyusun atau merekonstruksi fakta-fakta yang telah tersusun dan
didapatkan dari penafsiran sejarawan terhadap sumber-sumber sejarah
dalam bentuk tertulis. Dalam langkah ini penulis dituntut untuk
13
lain dan dituntut untuk menguasai teknik penulisan karya ilmiah. Oleh
karena itu harus dibarengi oleh latihan-latihan yang intensif. Dalam
penyusunan sejarah yang bersifat ilmiah, penulis menyusun laporan
penelitian ini dengan memperhatikan kaidah-kaidah penulisan karya
ilmiah, yang mengacu pada pedoman penulisan Skripsi Jurusan Sejarah
dan Kebudayaan Islam, Fakultas Adab, UIN Sunan Ampel Surabaya.
Berdasarkan penulisan sejarah itu pula akan dapat dinilai apakah
penelitiannya berlangsung sesuai dengan prosedur yang peneliti
gunakan.12
H. Sistematika Bahasan
Secara umum sistematika pembahasan disusun untuk mempermudah
pemahaman terhadap penulisan ini, di mana akan dipaparkan tentang
hubungan antara bab demi bab. Untuk lebih jelasnya di bawah ini akan
dijelaskan beberapa bab yang akan dibahas:
Bab pertama menjelaskan pendahuluan yang berisi tentang: latar
belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan
penelitian, pendekatan dan kerangka teoritik, penelitian terdahulu, metode
penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab kedua menjelaskan tentang sejarah Pesantren Persis, latar
belakang berdirinya Persis, Persis pada masa Ahmad Hassan, Persis pasca
Ahmad Hassan, Persis pada masa Abdul Qadir Hassan, Persis pasca Abdul
Qadir Hassan, biografi Ustadz Abdul Qadir Hassan, perjalanan karir
12
14
Ustadz Abdul Qadir Hassan, karya-karya Ustadz Abdul Qadir Hassan,
Ustadz Abdul Qadir Hassan meninggal dunia.
Bab ketiga menjelaskan tentang perkembangan Pesantren Persatuan
Islam Bangil meliputi perkembangan fisik bangunan, perkembangan
jumlah santri, perkembangan jenjang pendidikan dan masa pendidikan,
perkembangan materi pembelajaran, perkembangan sistem pendidikan dan
metode pengajaran.
Bab keempat menjelaskan tentang respon masyarakat terhadap sosok
Ustadz Abdul Qadir Hassan dalam mengembangkan Pesantren Persatuan
Islam Bangil meliputi respon tokoh Persatuan Islam, Muhammadiyah,
Nahdlatul Ulama.
Bab kelima berisi tentang Penutup yang terdiri dari Kesimpulan dan
BAB II
SEJARAH PERSIS DAN BIOGRAFI USTADZ ABDUL QADIR HASSAN
A. Sejarah Pesantren Persis
Sejarah pendirian Pesantren Persatuan Islam Bangil tidak bisa
dilepaskan dari berdirinya organisasi Islam yang terkenal pada masa itu
yaitu Organisasi Persatuan Islam (Persis). Persis adalah organisasi yang
muncul pada awal abad ke-20 M yang telah memberikan corak baru dalam
gerakan pembaharuan pemikiran Islam. Persis lahir sebagai jawaban atas
kondisi umat Islam yang tenggelam dan banyak mengikuti kehidupan yang
tercampur dengan khurafat, bid’ah, takhayul, syirik dan lain sebagainya
yang telah mengakibatkan kejumudan dalam berpikir pada umat Islam di
Indonesia. Situasi tersebut kemudian mengilhami munculnya gerakan
reformisme Islam yang selanjutnya mempengaruhi masyarakat Islam
Indonesia untuk melakukan pembaharuan pemikiran Islam.1
Gerakan pembaharuan Islam di Indonesia pada awal abad ke-20 M
bisa dilihat dengan munculnya berbagai kelompok organisasi kelompok
modernis Islam, seperti: Al Jam’iyyah Al Khoiriyah yang dikenal dengan
Jamiat Khoer di Jakarta, berdiri pada 17 Juli 1905 M, Jam’iyyatul Islah
wal Irsyadil Arabi (Al Irsyad) yang berdiri di Jakarta pada 11 Agustus
1915 M, Muhammadiyah yang berdiri di Yogyakarta pada 12 Nopember
1
16
1912 M, dan juga Persis yang berdiri pada 12 September 1923 M di
Bandung.
1. Latar Belakang Berdirinya Persis
Persatuan Islam (Persis) didirikan tepatnya pada tanggal 12
September tahun 1923 M di Bandung Jawa Barat oleh sekelompok
orang Muslim yang pada saat itu berminat pada studi dan aktifitas
keagamaan yang dipimpin oleh Zamzam dan Muhammad
Yunus.2Bersama jamaahnya, mereka menelaah, mengkaji ajaran Islam.
Kelompok tadarussan yang berjumlah sekitar 20 orang tersebut
akhirnya semakin tahu akan hakikat Islam yang sebenarnya. Mereka
kemudian mencoba melakukan gerakan tajdid dan pemurniaan ajaran
Islam dari paham-paham yang sesat dan menyesatkan. Mengenai
sejarahnya mengapa memakai nama Persatuan Islam itu karena
dimaksudkan untuk mengarahkan ruhul ijtihad dan jihad, berusaha
sekuat tenaga untuk tercapainya cita-cita yang sesuai dengan yang
diinginkan, dan cita-cita organisasi yaitu persatuan rasa Islam,
persatuan pemikiran Islam, persatuan suara Islam dan persatuan usaha
Islam.
Pendirian Persatuan Islam (Persis) mempunyai ciri yang berbeda
dengan organisasi lain yang berdiri pada awal abad ke-20 M, ciri
khusus yang dimiliki oleh Organisasi Persatuan Islam (Persis) adalah
kegiatannya yang dititikberatkan pada pembentukan faham keagamaan.
2
17
Hal ini berbeda dengan organisasi lain yang ada misalnya, seperti Budi
Utomo, yang berdiri pada tahun 1908 M, Budi Utomo ini bergerak pada
bidang pendidikan untuk orang-orang pribumi (khususnya orang-orang
Jawa dan Madura). Kemudian Sarekat Islam (SI) yang berdiri pada
tahun 1912 M yang bergerak pada bidang politik, dan juga
Muhammadiyah yang juga berdiri pada tahun 1912 M yang bergerak
pada bidang sosial dan keagamaan.3
Kemudian perhatian utama Persis adalah bagaimana cara
menyebarkan pemikiran dan cita-citanya. Persis melakukan hal ini
dengan cara mengadakan pertemuan umum, khotbah-khotbah, tabligh,
kelompok-kelompok studi, menyebarkan pamflet-pamflet,
majalah-majalah, kitab-kitab dan juga mendirikan sekolah. Dalam kegiatan ini
bisa dikatakan Persis beruntung dikarenakan ada dua tokoh penting
yang dikenal sebagai guru Persis dan juru bicara dari Organisasi Persis.
Pertama ada Ahmad Hassan sebagai guru Persis dan yang kedua ada
Muhammad Natsir yaitu seorang pemuda yang sedang berkembang dan
bertindak sebagai juru bicara dari organisasi Persis dalam kalangan
kaum terpelajar.4
Seperti halnya dengan organisasi-organisasi lain, Persis juga
menaruh perhatian yang besar pada kegiatan-kegiatan pendidikan,
tabligh serta publikasi. Dalam kegiatan pendidikan, Persis mendirikan
madrasah. Madrasah ini didirikan pada mulanya untuk kegiatan belajar
3
Wildan, Yang Dai Yang Politikus: Hayat dan Perjuangan Lima Tokoh Persis, 8. 4
18
anak-anak dari anggota Persis, kemudian lambat laun madrasah ini
mengalami perluasan hingga akhirnya dapat menerima anak-anak lain
pula.5
Umat Islam di Indonesia pada tahun 1930 M bisa dikatakan
mengalami masalah pendidikan yang cukup serius, ini bisa dilihat,
karena pada tahun itu banyak dari anak-anak muslim yang belajar
pendidikan di sekolah-sekolah yang didirikan oleh Belanda. Pendidikan
yang dihasilkan sudah barang tentu menjurus pada proses mempercepat
sekulerisasi pada kalangan menengah ke atas bangsa yang mayoritas
adalah muslim. Akibatnya pun bisa ditebak bahwa kebijakan yang
diambil sudah barang tentu tidak akan memihak pada kepentingan umat
Islam, karena bisa dibayangkan bahwa kelompok inilah yang akan
mendapat kedudukan penting dalam pengaturan negara dan
pemerintahan.
Disatu sisi yang lain keadaan terjangkit dan mengikuti taqlid,
takhayul, bid’ah, fanatisme, dan khurafat telah menjangkit anak-anak
muslim yang belajar di madrasah-madrasah dan pondok pesantren.
Keadaan seperti ini sudah barang tentu mengkhawatirkan. Keadaan
yang seperti ini disadari benar oleh para ulama, sehingga mereka pun
sepakat mengadakan pertemuan-pertemuan kecil. Setelah melakukan
pertemuan-pertemuan kecil ini, mereka pun berkumpul di Masjid
Persatuan Islam Bandung tepatnya pada tanggal 1 Dzulhijjah 1354 yang
5
19
bertepatan pada bulan Maret 1936 M. Hasil dari pertemuan ini
menghasilkan suatu keputusan yang kongkrit dan juga mempunyai arti
yang sangat penting bagi perkembangan umat Islam di Indonesia, yaitu
berdirinya Pesantren Persatuan Islam yang ada di Bandung Jawa Barat.
Sejarah mencatat Pesantren Persatuan Islam yang pertama
didirikan adalah Pesantren Persis Putera. Pesantren tersebut didirikan
mula-mula di Bandung atas desakan beberapa pemimpin dan umat
Islam, yang bertempat di Masjid Persatuan Islam di Jl. Pangeran
Sumedang Jawa Barat.
Tujuan dari didirikannya Pesantren Persis adalah untuk mencetak
para pendakwah yang bisa mengajarkan, mengamalkan, membela dan
mempertahankan agama Islam, agama Islam seperti yang kita ketahui
menyuruh kita para kaum muslimin untuk berdakwah atau
menyampaikan walaupun hanya satu ayat. Dengan adanya para
pendakwah ini bisa kita ketahui bahwa mereka adalah orang-orang yang
benar-benar memiliki jiwa dan semangat Islam yang tinggi. Inilah
tujuan dari didirikan Pesantren Persis yang mula-mula ada di Bandung,
Jawa Barat.
Dalam pesantren ini jumlah para pelajar sebanyak 40 orang dan
mereka berasal dari kepulauan Indonesia, mereka ini kebanyakan
berasal dari daerah luar Jawa6. Kemudian guru-guru dan pengurus
merupakan orang-orang yang memang telah ditakdirkan oleh Allah di
6
20
antaranya adalah Ahmad Hassan ayah dari Ustadz Abdul Qadir Hassan
sekaligus kepala dan guru Pesantren Persis, kemudian M. Natsir
sebagai penasehat dan guru. Pelajaran yang diajarkan di Pesantren
Persis sudah barang tentu adalah pelajaran-pelajaran ilmu-ilmu agama
seperti yang diajarkan pada pesantren pada umumnya. Sedangkan
pelajaran umum meliputi pelajaran ilmu pendidikan yang diajarkan oleh
M. Natsir, kemudian pelajaran tehnik, sebagai gurunya adalah saudara
R. Abdul Kadir yaitu lulusan dari Sekolah Tehnik Bandung.7
Selain pesantren untuk para pemuda-pemuda, di Pesantren Persis
ini juga ada pesantren untuk anak-anak yang diadakan pada waktu sore
yang dikasih nama Pesantren Kecil. Jumlah murid yang ada pada
Pesantren Kecil ini berjumlah 100 murid yang terdiri dari laki-laki dan
perempuan. Kemudian mengenai pelajaran yang diajarkan yaitu
pelajaran yang disesuaikan dengan kepatutan dan kebutuhan dari
murid-murid tersebut.8
Selama kurang lebih 3 tahun Pesantren Persis ini berjalan, dapat
diketahui pesantren ini akhirnya harus berpindah dari wilayah Bandung
Jawa Barat ke wilayah Jawa Timur lebih tepatnya pada daerah Bangil
Pasuruan yang diikuti dengan para pengurus dan para guru-gurunya di
antaranya Ahmad Hassan dan Moh. Ali Al Hamidy. Barulah sejarah
pesantren ini berubah yang akhirnya pesantren ini mengalami
perkembangan dan bertahan hingga saat ini.
7
Mughni, Hasan Bandung: Pemikir Islam Radikal, 69. 8
21
Pemindahan Pesantren Persis yang ada di Bandung ke Bangil ini
terjadi pada permulaan bulan Maret tahun 1940 M, pemindahan ini
lebih tepatnya dikenal dengan pemindahan Pesantren Putera atau
pesantren khusus putra dari daerah Bandung ke daerah Bangil Pasuruan.
Mengenai pelajar-pelajar yang ikut pindah dari daerah Bandung ke
daerah Bangil ini berjumlah 25 orang, pelajar-pelajar ini adalah mereka
yang belum cukup mendapat pelajaran waktu di Bandung. Mereka
dibawa ke Bangil supaya mereka bisa menamatkan beberapa pelajaran
lagi.
Setelah setahun berselang maka pesantren pun mengalami
perkembangan, di mana Pesantren Persis ini mulai membangun
pesantren khusus puteri atau yang disebut Pesantren Persis Puteri.
Pesantren Puteri ini dibuka pada bulan Maret tahun 1941, pada saat itu
jumlah pelajarnya sebanyak 12 pelajar yang semuanya dari luar daerah
Bangil.9
Kedua pesantren ini pun berjalan dengan baik. Akan tetapi keadaan
ini tidak berlangsung lama, tepat pada bulan Desember 1941 M banyak
pelajar yang mulai gelisah dikarenakan pecahnya perang Jepang, hal ini
mengakibatkan banyak dari pelajar yang belajar di pesantren
memutuskan untuk pulang ke daerahnya masing-masing. Kemudian
pada tahun 1942 Jepang pun mulai masuk tanah Jawa dan di pesantren
pun hanya tinggal beberapa pelajar laki-laki. Mereka ini adalah para
9
22
pelajar yang tidak sempat pulang ke daerahnya, akan tetapi meskipun
demikian pesantren pada masa pendudukan Jepang ini akhirnya
dihentikan.
Pada masa pendudukan Jepang ini, Pesantren Persis juga
mengadakan Pesantren Kecil seperti yang ada di Bandung. Adanya
pesantren ini dimaksudkan untuk menjaga agar anak-anak tidak terseret
kepengaruh-pengaruh lain. Dalam Pesantren Kecil ini mereka berada
dibawah asuhan para pelajar yang tidak sempat pulang tadi. Pesantren
Kecil ini sifatnya tidak lebih dari sekolah agama (diniyyah) dan hanya
bertahan sekitar tiga tahun, pesantren ini akhirnya pun ditutup
penyebabnya yaitu tidak lain dan tidak bukan dikarenakan
kesulitan-kesulitan yang lazim yang terdapat pada masa pendudukan Jepang
tersebut.10
Pada saat zaman pendudukan Jepang sudah mulai berakhir dan
Indonesia pun mulai menyatakan diri sebagai negara merdeka. Maka
tibalah pesantren pada zaman revolusi Indonesia. Pada tahun itu, tahun
1945-1950, pihak pesantren belum ada niatan dan kesempatan untuk
menghidupkan kembali pesantren dikarenakan kesibukan dan
terputusnya hubungan dengan beberapa daerah di Indonesia.
Kemudian dengan adanya situasi yang mendukung dan adanya
permintaan dari para orang tua pelajar untuk membuka kembali
pesantren, barulah pada akhir tahun 1950 M yaitu bulan Oktober,
10
23
pesantren mulai dibuka kembali. Pesantren pun dibuka kembali dengan
sifat yang agak luas dari yang sebelumnya. Dengan demikian Maka
dibentuklah panitia kecil untuk menyelenggarakannya.
Kemudian pada tanggal 11 Juni 1951 M terbentuklah panitia besar
yang para anggotanya antara lain:
Penasehat : 1. Moh. Natsir
2. Muhammad bin Salim Nabhan
3. Ahmad Hassan
Ketua Umum : Abdullah Nabhan
Wakil Ketua : Ahmad Bauzir
Penulis : Hadikaslar
Bendahara : Moh. bin Salim Nabhan
Pembantu-pembantu : Abdurrahman Al Habsji, Muljosudarmo,
Abdul Mu’in, H. M. Qamar, A. Badjuri, Nurrudin Karim, Abdul Qadir
Hassan, H. Ismail, dan A. Karim Attamimi. Dari pembantu-pembantu
ini diadakan dua bagian yaitu bagian keuangan dan pengajaran.11
Kemudian keputusan yang diambil oleh para panitia adalah sebagai
berikut:12
1. Pesantren Putera dibuka kembali pada tanggal 3 Oktober 1951 (1
Muharram 1371)
2. Tujuan pesantren tetap sebagaimana semula dengan ketegasan akan
mengeluarkan calon-calon ulama.
11
Labuhana Diah M Rifa’I,’’Peranan Pesantren Persis Bangil Dalam Usaha Pembaharuan Pemahaman Ajaran Islam’’, (Skripsi, IAIN Sunan Ampel Fakultas Adab, Surabaya, 1986), 36. 12
24
3. Pelajaran-pelajarannya ialah agama Islam dan pengetahuan umum
yang perlu-perlu.
4. Lama pelajaran ditetapkan selama 5 tahun untuk satu angkatan.
5. Pelajar-pelajar diambil dari bagian seluruh Indonesia sebanyak 50
murid untuk satu kelas.
6. Syarat-syarat pelajar yang akan diterima, antara lain: muslim,
sedikitnya berusia 18 tahun, tidak berpenyakit menular, pandai
membaca dan menulis bahasa Arab dan bahasa Latin, wajib tinggal
dalam asrama (pondokan), sanggup belajar dengan sungguh-sungguh
selama 5 tahun tersebut, harus membuat riwayat pendidikan sebagai
berikut: nama, umur, tempat tinggal, wali/yang menanggung
pendidikan, (sekolah, madrasah dan sebagainya).13
7. Pendaftaran mulai diterima mulai tanggal 10 Agustus 1951 sampai
pertengahan September 1951.
8. Tiap-tiap yang telah mendaftarkan dirinya menurut syarat-syarat
tersebut tadi, dengan segera akan diberitahu tentang diterima atau
tidaknya untuk menjadi pelajar.
9. Sesudah pelajar-pelajar yang diterima datang di Bangil, akan
diadakan pemeriksaan dokter, lalu diadakan perjanjian-perjanjian
atas kesanggupan-kesanggupan dan syarat-syarat diatas, jika
dipandang perlu.
13
25
10.Guru-gurunya antara lain: Ahmad Hassan, guru/ Kepala Pesantren,
Abdul Qadir Hassan, Abdullah Djalal, guru bahasa Arab, A. Ismail,
guru bahasa Inggris, Haikaslar, guru umum.
Demikianlah susunan panitia penyelenggara, pada akhirnya
Pesantren Putera pun berjalan dengan lancar yang dimulai pada tahun
1951 sampai September 1955, kemudian pada Oktober tahun 1955 para
pelajar yang sudah menamatkan pelajarannya tersebut sebanyak 21
pelajar sudah bisa dikirim ke Al Azhar Mesir untuk melanjutkan
studinya.14
Pada tahun 1956 untuk melanjutkan berjalannya pesantren maka
diadakanlah angkatan yang ketiga. Angkatan ketiga ini berjumlah
sebanyak 65 pelajar, para pelajar ini berasal dari berbagai pelosok
kepulauan Indonesia. Angkatan ketiga ini tidak berbeda jauh dengan
angkatan yang kedua hanya saja lebih teratur dari angkatan sebelumnya.
Mereka juga sama tinggal di asrama Pesantren Persis seperti angkatan
yang kedua.
Kemudian pada tahun 1960 para pelajar tersebut masih berada di
Mesir. Mereka di sana melanjutkan studinya di berbagai Perguruan
Tinggi, di antaranya ada yang kuliah di Ushuluddin, Darul Ulum,
Syariah, Lughah dan ada juga yang di Ma’had Dirasah Islamiyah.
14
26
Sedangkan mengenai Pesantren Persis Puteri, baru dijalankan lagi
pada bulan Oktober 195715. Pesantren ini dibuka kembali karena
banyaknya saudara yang menaruh minat pada dijalankannya pesantren
khusus putri tersebut, maka dengan kebijakannya, Ahmad Hassan
mengusulkan untuk dibukanya kembali pesantren tersebut. Jumlah
santri pada saat itu yaitu berjumlah 12 murid. Mereka semua berasal
dari Bangil. Kemudian setelah berjalan beberapa bulan, barulah ada
pelajar putri dari luar daerah Bangil, dan pada saat itu, tempat
belajarnya masih di rumah sewaan belum di asrama pondok.16
Pada bulan Desember 1957 barulah dibentuk sebuah panitia,
panitia tersebut diberi nama dengan nama Panitia Penyelenggara
Pesantren Puteri Yayasan Persatuan Islam Bangil.
Susunan Pengurus Pesantren Puteri antara lain:
Ketua : Moh. Bedjo, Malang.
Penulis : Abdul Qadir Hassan, Bangil.
Bendhara : Al Ustadz A. Hassan, Bangil.
Penasehat-penasehat dan pembantu-pembantunya antara lain:17
1. Haji Moh. Natsir, Jakarta.
15
Howard M. Federspiel, Labirin Ideologi Muslim: Pencarian dan Pergulatan Persis di Era Kemunculan Negara Indonesia (1923-1957), terj, Ruslani dan Kurniawan Abdullah (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2004), 317.
16
Mughni, Hasan Bandung: Pemikir Islam Radikal, 73. 17
27
2. Raden Prawirokoesomo Wedana, Bangil.
3. Dr. Mohd. Soewandi, Surabaya
4. Dr. Haji Aminudin, Malang.
5. Dr. Haji Koesnadi, Bondowoso.
6. Dr. Paryana, Semarang.
7. Dr. Abdul Rahem, Situbondo.
8. Dr. Raden Mas Sukasno, Bangil.
9. Ir. Ibrahim, Gresik.
10. Abdul Gapar Wirjosudibjo, Malang.
11. Abdul Rahim Bahannan, Malang.
12. Haji Abdul Karim, Surabaya.
13. Radjab Ghani, Surabaya.
14. Abdullah Nabhan, Bangil.
15. Nyonya A.R.C. Salim, Malang.
16. Nyonya Bahrudin, Malang.
Kemudian mengenai tujuan didirikannya Pesantren Persis Puteri
adalah karena pada saat itu banyak terlihat kekurangan pendidikan
agama di kalangan perempuan, maka kemudian didirikanlah Pesantren
Puteri yang tujuannya adalah mendidik putri-putri kaum muslimin
untuk menjadi guru-guru dan penyiar agama yang sanggup dan mampu
berhadapan dengan masyarakat dalam artian mampu berdakwah kepada
28
Mengenai ketentuan dan syarat diterimanya pelajar putri untuk
belajar di Pesantren Persis Puteri adalah sebagai berikut:18
1. Lama belajarnya selama 5 tahun dengan ketentuan sebagai berikut:
satu tahun untuk persiapan, 4 tahun untuk lanjutan.
2. Pelajarannya yaitu 70 % agama dan 30 % umum.
3. Syarat pelajar antara lain: berumur tidak kurang dari 13 tahun,
berpendidikan Sekolah Rakyat atau yang sederajat dengannya, dapat
menulis dan membaca huruf Arab sekedarnya, sanggup mentaati
peraturan-peraturan atau tata tertib Pesantren Puteri, antara lain: soal
pakaian dan pergaulan, harus tinggal dalam asrama.
4. Pembayaran: pertama masuk sebesar Rp. 150,- sebagai uang
perlengkapan, kemudian tiap bulan sebesar Rp. 250,- sebagai uang
asrama (termasuk uang sekolah, makan, minum dan ujian),
buku-buku pelajaran, pelajar harus membeli sendiri (tidak termasuk dalam
pembayaran Rp. 250,- itu). Buku-buku keperluannya akan
disediakan pesantren.
Mengenai guru-guru yang yang mengajar di Pesantren Puteri,
mereka adalah guru-guru dari Pesantren Putera dan kemudian akan
diadakan guru perempuan setelah para pelajar putri masuk di asrama.19
Berikut ini adalah data guru-guru yang pernah mengajar di
Pesantren Persis Bangil, antara lain:20
18
Ibid., 16-18. 19
29
1. Ahmad Hassan.
2. Sjamsuddin (guru sekolah normal).
3. Haji Muhammad Natsir (A. M. S).
4. R. Abdul Kadir (dari sekolah tehnik).
5. Muhammad Ali Al Hamidy.
6. Awad Al Kasadi.
7. Abdul Qadir Hassan.
8. Abdul Madjid At Tamimi (Al Irsyad).
9. Muslim (dari kweek school).
10. Hadi Kaslar (dari sekolah guru).
11. Moh. Siradj (dari Taman Siswa).
12. Abdul Djalal Al Makky (Surabaya).
13. Abdurrab At Tamimi (dari Malaya).
14. Arifin (dari S. M. A).
15. Muchtar Djalal (dari S.G. H. A).
16. H. Abu Bakar Husain (dari Bima).
17. Umar Basjaib (dari Al Irsyad).
18. Paryono (guru S. G. B).
19. Asmad Soengkono (Djaksa).
20. Hidajat Nur (Guru P. G.A. A).
21. Kiai H. Azhari Rawi.
22. Manshur Hassan.
20
30
2. Persis Pada Masa Ahmad Hassan
Ahmad Hassan lahir di Singapura pada tahun 1887 M. Kemudian
pada tahun 1921 M beliau mulai pindah ke Surabaya untuk mengurusi
toko milik paman dan gurunya yaitu Abdul Lathif. Selama di Surabaya
beliau bergaul akrab dengan Faqih Hasyim (seorang tokoh kaum muda
Surabaya), kemudian beliau sering juga mengikuti
pertemuan-pertemuan Al Irsyad di bawah bimbingan Ahmad Soorkati.21
Kemudian setelah berada di Surabaya beliau pindah ke Bandung
untuk sekolah pertenunan yang ada di sana, selama berada di Bandung
beliau tinggal pada keluarga Muhammad Yunus (salah seorang pendiri
Persis). Selama berada di Bandung beliau banyak mengikuti
pengajian-pengajian yang diadakan oleh Persis. Pada tahun 1926 M beliau mulai
memasuki Persis, dengan masuknya beliau pada Persis telah membawa
organisasi ini menjadi organisasi pembaharu yang terkenal tegas dalam
masalah-masalah Fiqhiyyah. Kiprah A. Hassan di Persis sejalan dengan
program jihad Jam’iyyah Persis yaitu menegakkan Al Quran dan
Sunnah. Hal ini beliau lakukan dengan berbagai aktivitas, misalnya
dengan mengadakan tabligh-tabligh, mendirikan pesantren,
menerbitkan berbagai buku, majalah dan selebaran lainnya.
Kegiatan tabligh dan dakwah menjadi ujung tombak Persis untuk
menyebarkan pemahaman agama yang sesuai Al Quran dan Sunnah.
21
31
Dalam metode tabligh ini A. Hassan lebih suka melakukannya dengan
metode debat. Karena itu, perdebatan sengit tentang berbagai masalah
keagamaan sering kali digelar. Perdebatan yang ada biasanya
membahas persoalan yang ada pada masa itu, seperti talqin, tahlil,
talafudzh niyat, bid’ah, khurafat, taklid dan lain-lain. Persis
benar-benar mendapat tenaga yang luar biasa dengan keberaniannya dalam
setiap perdebatan.22
Pada masa berikutnya pendirian Persis dengan A. Hassan menjadi
identik, pandangan-pandangannya memberikan bentuk dan kepribadian
yang nyata. Bisa dikatakan A. Hassan dengan Persisnya atau Persis
dengan A. Hassannya banyak terlibat dalam berbagai pertukaran
pikiran, dialog terbuka, perdebatan ataupun polemik di berbagai media
massa.
Perdebatan adalah salah satu sarana Persis untuk mengembangkan
faham-fahamnya, Persis adalah satu-satunya organisasi di Indonesia
pada abad ke-20 M yang dikenal sebagai organisasi yang suka berdebat
dengan A. Hassan sebagai pembicaranya. Perdebatan yang pernah
dilaksanakan oleh Persis antara lain:23
1. Ahmadiyah Qadliyani, fahamnya antara lain: kenabian Mirza
Ghulam Ahmad, kematian Isa, wahyu dan sebagainya. Dari pihak
Ahmadiyah diwakili Rahmad Ali dan Abu Bakkar Ayyub. Debat ini
22
Ibid., 29. 23
32
telah dilakukan tiga kali, dua kali di Jakarta, dan sekali di Bandung
pada tahun 1930 M.
2. Kristen (Sevent Day Adventist), tentang kebenaran agama Kristen
dan Bybel. Debat ini dilaksanakan tiga kali secara terbuka dan
beberapa kali secara tertutup.
3. Kaum Tua, tentang masalah-masalah taqlid dan bid’ah, antara lain
dengan Ittihadul Islamiyyah, Sukabumi (K.A. Sanusi), Majlis
Ahlus-Sunnah, Bandung, Nahdlatul Ulama, di Cirebon pada tahun 1932 (H.
Abdullah Khair) dan di Bandung pada tahun 1935 (A. Wahab
Hasbullah) dan juga di Gebang pada tahun 1936 (Masduqi).
4. Permi (Persatuan Muslimin Indonesia), tentang faham kebangsaan,
debat ini dilaksanakan dengan tertutup dan Permi diwakili oleh
Mukhtar Luthfi.24
5. Atheis, yaitu seorang yang bernama M. Ahsan dari Malang.
Perdebatan ini diadakan di Gedung Al Irsyad Surabaya pada tahun
1955. M. Ahsan dipihak yang tidak mengakui adanya Tuhan,
sedangkan A. Hassan dipihak yang mewajibkan adanya Tuhan.
Kemudian pada saat berdirinya Partai Masyumi, para tokoh-tokoh
Persis juga menjadi anggota istimewa Partai Masyumi sebagaimana
juga dengan Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama. Karena menurut
para tokoh-tokoh Persis untuk menegakkan ideologi Islam dalam
masyarakat senantiasa menuntut kegiatan-kegiatan politik, untuk itulah
24
33
anggota-anggota Persis umumnya menyalurkan kegiatan politiknya
melalui organisasi-organisasi politik Islam tertentu, misalnya:
Masyumi.25
Persis menegaskan bahwa semua orang Islam wajib aktif dalam
kegiatan politik sebagai salah satu kewajiban agama. Dengan
dasar-dasar tersebut hampir seluruh anggota Persis memasuki Masyumi
bahkan beberapa orang di antaranya menjadi pemimpin, bahkan salah
satu tokoh Persis yaitu M. Natsir, pada saat perang kemerdekaan usai,
beliau menjadi tokoh Masyumi. Kemudian pada tahun 1949 M setelah
beberapa kali duduk dalam kabinet pemerintah, beliau menjadi Ketua
Umum Masyumi. Salah satu tokoh Persis yang lain juga berperan aktif
dalam Masyumi, beliau adalah Isa Anshari, beliau menjadi anggota
Dewan Pimpinan Masyumi, pimpinan wilayah partai di Jawa Barat.
Sedangkan A. Hassan sendiri, beliau tidak memainkan peranan
politiknya yang menonjol. Meskipun demikian, beliau menulis
beberapa artikel dan fatwa tentang masalah politik yang sifatnya
menunjang posisi Isa Anshari, dan kemudian ia sendiri (A. Hassan)
duduk sebagai anggota Majelis Syura Masyumi.
3. Persis Pasca Ahmad Hassan
Periode kepemimpinan Persis pasca Proklamasi Kemerdekaan
Republik Indonesia merupakan periode kepemimpinan yang kedua
25
34
setelah kepemimpinan K.H. Zamzam, K.H. Muhammad Yunus, A.
Hassan dan M. Natsir yang mendengungkan “kembali kepada Al Quran
dan Sunnah”. Periode kepemimpinan Persis yang kedua ini dipegang
antara lain oleh: K.H. Muhammad Isa Anshary, Fakhruddin Alkahiri,
K.H. Qomaruddin Saleh, dan K.H.E. Abdurrahman.26
Pada periode kedua ini Persis membuat suatu garis perjuangan
dalam “Manifes Perjuangan Persatuan Islam” (1958) yang disusun oleh
K.H. Muhammad Isa Anshary, sebagai Ketua Umum Pusat Pimpinan
Persis. Manifes Perjuangan Persis ini digunakan untuk menghadapi
pada persoalan politik pemerintah yang belum stabil, yang ditandai
dengan dicanangkannya demokrasi liberal, demokrasi terpimpin ala Ir.
Soekarno dengan tujuan pokok membentuk negara dan masyarakat
yang didukung oleh ideologi Nasionalis, Agama, Komunis (Nasakom),
ini semua merupakan polemik yang berkepanjangan tentang konsepsi
dasar negara.
Isa Anshary terpilih menjadi ketua umum sejak tahun 1953 M
sampai tahun 1960 M. Sebelum menjadi ketua umum beliau telah
terpilih menjadi anggota hoofbestuur (Pusat Pimpinan Persis) pada
tahun 1940 M. Pada tahun 1948 M beliau melakukan reorganisasi
26
35
Persis yang mengalami kefakuman sejak masa pendudukan Jepang dan
Perang Kemerdekaan. Beliau adalah penentang gigih komunisme.27
Setelah tahun 1955 M, kehidupan poltik di Indonesia berkembang
menjadi sangat ruwet. Dalam Pemilihan Umum 1955, tidak satu pun di
antara aliran-aliran pokok dalam masyarakat Indonesia yang tampil
sebagai pemenang. Maka yang muncul adalah satu pertimbangan
kekuatan yang mengharuskan adanya kompromi dalam bidang politik,
baik dalam parlemen maupun dalam konstituante.
Adanya pertimbangan kekuatan partai-partai politik ini telah
memberi peluang timbulnya campur tangan Soekarno. Soekarno
menghimpun kekuasaan negara di tangannya sendiri, dengan nama
“Demokrasi Terpimpin”. Selama kurang lebih sepuluh tahun peranan
politik kelompok-kelompok Islam semakin melemah, terutama
dibubarkannya Masyumi pada tahun 1960 M. Di pihak lain Partai
Komunis Indonesia (PKI) berkembang menjadi partai yang
pengaruhnya cukup kuat. Pada saat itu PKI menjadi semacam negara
dalam negara.28
Bila tidak diwaspadai, dalam pergolakan politik nasional di bawah
kepemimpinan Soekarno, Komunis seperti mendapat angin segar untuk
menggulingkan lawan-lawan poltiknya, terutama Islam. Sebab tidak
27
Ibid., 92. 28
36
dapat dipungkiri bahwa munculnya Komunis di Indonesia dimaksudkan
untuk melemahkan kekuatan umat Islam di Indonesia.
Kemudian pada tanggal 4 Maret 1957 M Manifesto Perjuangan
Persis di bawah kepemimpinan Isa Anshary menyatakan bahwa teori
dan praktek Komunis bukan saja bertentangan dengan semua agama,
melainkan juga mengandung permusuhan dan pertentangan dengan
akidah yang diajarkan oleh semua agama. Manifesto tersebut
merupakan penolakan Persis terhadap konsepsi Soekarno yang ingin
memasukkan Komunis dalam mengendalikan pemerintahan di
Indonesia.
Manifesto Persis yang dikeluarkan oleh Isa Anshary yang terbit
antara tahun 1953 M, 1954 M, 1957 M, 1958 M, dan 1960 M, bertujuan
menentang komunisme. Deklarasi tahun 1954 M misalnya, menyatakan
bahwa setiap muslim yang telah mendengarkan alasan-alasan batilnya
komunisme dan nasionalisme sekuler tetapi tetap mengikuti konsep
poltiknya, dianggap murtad, tidak perlu disalatkan dan tidak perlu
dimakamkan secara Islam bila ia meninggal dunia.29
Kemudian pada tahun 1960 M, dalam kongres tahunan Persis,
Persis kembali mengajukan nota usulan kepada Presiden Soekarno
untuk mempertimbangkan kembali konsepsinya serta memberi
keleluasaan kepada kelompok organisasi nonkomunis untuk menutup
29
37
organisasinya dari paham Komunis dan memberantas paham anti Tuhan
dan dan anti agama itu.
4. Persis Pada Masa Abdul Qadir Hassan
Persis pada masa ini Ketua Umumnya adalah K.H.E.
Abdurrahman. Beliau terpilih pasca Muktamar ke-VII Persis, pada
tahun 1962 M. Periode kepemimpinan Abdurrahman ini merupakan
periode kepemimpinan Persis ketiga setelah berakhirnya kepemimpinan
K.H. Muhammad Isa Anshary.
Persis pada masa ini dihadapkan dengan persoalan bagaimana
mempertahankan eksistensi Persis di tengah gejolak sosial politik yang
tidak menentu. Jihad perjuangan Persis dihadapkan pada masalah
politik yang beragam. Pembubaran Partai Masyumi oleh Soekarno
karena dianggap kontra revolusi, dan lepasnya Persis sebagai anggota
Masyumi, serta ancaman akan dibubarkannya Persis oleh pemerintah
Orde Lama karena tidak memasukkan Nasakom dalam Qanun Asasi
Persis, sampai pada meletusnya G.30 S/PKI merupakan
masalah-masalah politis yang dihadapi Persis pada masa awal kepemimpinan
Abdurrahman.30
Selain berhadapan dengan masalah-masalah politik, Persis juga
berhadapan dengan aliran-aliran sesat yang menyesatkan umat Islam,
antara lain: aliran pembaharu Isa Bugis, aliran Islam Jama’ah, Darul
30
38
Hadits, Inkarus Sunnah dan aliran lain yang menyesatkan. Untuk
menghadapi aliran-aliran sesat tersebut, para mubaligh Persis dan
mubaligat Persistri serta para da’i muda Pemuda Persis dan Jam’iyyatul
Banaat (Pemudi Persis), mereka terjun ke daerah-daerah secara rutin
dengan melaksanakan tabligh-tabligh keliling.
Persis juga pada masa ini dihadapkan dengan masalah interen
organisasi, terutama setelah terjadinya G.30 S/PKI, karena ada
anggota-anggota yang diragukan itikad baiknya dalam organisasi Persis. Untuk
itu diadakanlah pengawasan ketat. Selain menghendaki dan
mengutamakan kualitas pelaksanaan pengamalan ajaran agama yang
berdasarkan Al Quran dan Sunnah, Persis juga mengutamakan kualitas
pelaksanaan disiplin organisasi yang berdasarkan Qanun Asasi dan
Qanun Dakhili (Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga),
peraturan-peraturan, tausiyyah, dan seperangkat tata kerja yang berlaku
dalam organisasi.31
Jadi bisa diketahui bahwa pada masa ini yaitu pada saat
kepemimpinan Abdurrahman Persis lebih cenderung memperkuat
peran, fungsi, dan kedudukan Persis sebagai organisasi yang berjuang
mengembalikan umat kepada Al Quran dan Sunnah sejak generasi awal
melalui pendidikan, dakwah, tabligh dan publikasi atau penerbitan
yang terbatas. Nilai Persis memang bukan terletak pada organisasinya,
akan tetapi pada upaya penyebaran pahamnya.
31
39
5. Persis Pasca Abdul Qadir Hassan
Pada tahun 1984 M Abdul Qadir Hassan meninggal dunia. Pada
masa ini Persis Ketua Umumnya adalah K.H. Abdul Latief Muchtar,
M.A. beliau mulai menjadi Ketua Umum Persis sejak 1 Mei 1983 M
menggantikan K.H.E. Abdurrahman yang meninggal dunia pada 21
April 1983 M.
Persis pada masa ini dihadapkan pada kogoncangan jama’ah
dikarenakan adanya Undang-Undang No. 8 Tahun 1985 yang
mengharuskan semua organisasi kemasyarakatan di Indonesia
mencantumkan al asasul wahid (asas tunggal pancasila) sebagai asas
dalam anggaran dasar organisasinya.
Persoalan yang berkaitan dengan asasul wahid ini dihadapi dengan
visi dan pemikiran Abdul Latief yang akomodatif. Abdul Latief
mencoba menjembatani persoalan ini dengan baik. Beliau tidak
meresponnya secara besar-besaran melalui muktamar, akan tetapi
dengan pendekatan persuasif melalui pertemuan-pertemuan dari tingkat
Pusat Pimpinan hingga ke tingkat Pimpinan Cabang, pertemuan dengan
anggota Dewan Hisbah. Hasilnya Persis bersedia memasukkan asasul
wahid dalam Qanun Asasinya sebagai sebuah siasah perjuangan.
40
mempunyai siasah dan arah perjuangan yang jelas tanpa dilanda
perpecahan.32
Setelah persoalan tersebut diatasi, melalui sentuhan Abdul Latief,
Persis tidak lagi mengisolir diri berbagai permasalahan umat. Banyak
dari simpatisan yang akhirnya menjadi anggota Persis. Ini bisa dilihat
bahwa kuantitas anggota Persis meningkat tajam. Pada tahun 1990 M
tercatat 97 Pimpinan Cabang dengan 7.306 anggota, kemudian pada
tahun 1995 M, meningkat menjadi 196 Pimpinan Cabang, 26 Pimpinan
Daerah, dan 3 Pimpinan Wilayah, anggotanya berjumlah 10.604
anggota yang tersebar di 14 Provinsi.33
Kemudian dalam bidang dakwah Persis tampil tidak lagi dengan
gebrakan-gebrakan shock therapy, akan tetapi melalui pendekatan
persuasif edukatif. Persis tidak lagi garang dan menantang. Persis kini
tampil untuk mencari jelas, bukan mencari puas. Gerakan dakwah pun
tidak terbatas hanya pada anggotanya dan simpatisannya, akan tetapi
mulai merambah ke lingkungan masyarakat kampus.
Persis juga berhasil mendirikan Sekolah Tinggi Agama Islam
(STAI) Persis yang berdiri pada tahun 1988, yang memiliki dua
jurusan, yaitu jurusan dakwah dan tafsir hadits.Kemudian Sebagai
dekannya adalah Abdul Latief.
32
Ibid., 146. 33
41
Jadi Persis pada masa ini, masa kepemimpinan K.H. Abdul Latief
M.A. tampak low profile, tidak segalak dulu terutama pada masa A.
Hassan yang banyak melakukan perdebatan. Karena pada masa ini
Persis berjuang menyesuaikan diri dengan kebutuhan umat pada
masanya yang lebih realitis dan kritis.
B. BIOGRAFI USTADZ ABDUL QADIR HASSAN
Ustadz Abdul Qadir bin Hassan bin Ahmad adalah salah seorang
tokoh di Indonesia yang dikenal sebagai ulama yang mendalami ilmu
hadits dan fiqih. Beliau dilahirkan di Singapura pada tahun 1914 M.
Beliau ini adalah putra pertama dari salah satu pemimpin besar organisasi
Persatuan Islam (PERSIS) yaitu A. Hassan sekaligus juga pendiri dari
Pesantren Persatuan Islam.34
Ustadz Abdul Qadir Hassan dalam menerima pendidikan
agamanya, yaitu langsung dari ayahnya sendiri yaitu A. Hassan. Beliau
mengajari anaknya pendidikan agama karena agama adalah ilmu yang
penting bagi kehidupan di dunia ini. Dengan pendidikan agama diharapkan
beliau (Ustadz Abdul Qadir Hassan) akan tumbuh menjadi sosok pribadi
yang tangguh.35
Sementara untuk pendidikan umumnya, Ustadz Abdul Qadir
Hassan pernah menempuh pendidikan di Hollands Inlandsche School
34
Umar Fanani, Wawancara, Pasuruan, 26 April 2016. 35
42
(HIS) di Bandung, Jawa Barat. HIS adalah sekolah setingkat Sekolah
Menengah Atas (SMA) pada masa sekarang. Setelah lulus dari HIS beliau
berniat melanjutkan ke sekolah kedokteran, namun niatan ini tidak
disetujui ayahnya.36
Abdul Qadir Hassan adalah sosok pemuda yang tekun, berkat
ketekunannya pemuda yang lahir pada tahun 1914 M ini, pada usia yang
ke-22 tahun sudah mampu menorehkan sebuah karya yang gemilang.
Karya itu beliau susun selama kurun waktu 1934-1943. Karya yang
gemilang itu adalah buku Qamus Al-Quran. Dalam Qamus Al-Quran ini
berisi tentang penjelasan dari kata-kata dalam Al Quran. Buku Qamus Al
Quran ini pertama kali dicetak pada tahun 1964 oleh penerbit Al
Muslimun Bangil, Pasuruan, Jawa Timur dan Tinta Mas Jakarta. Karena
banyak peminatnya buku tersebut telah mengalami beberapa cetak ulang
atau dalam istilah sekarang ini adalah Best Seller.
Beliau ini adalah sosok yang dikenal sebagai seorang yang
mengikuti jejak ayahnya. Seorang ayah yang mempunyai pengaruh besar
dalam kehidupannya. Berkat pengaruh ayahnya itulah beliau tumbuh
menjadi pemuda yang aktif dalam menulis. Di antara karya-karya tulis
beliau itu adalah buku Ilmu Musthalah Hadits, Ushul Fiqh, Kata Berjawab
dan juga Qamus Al Quran yang berisi tentang penjelasan kata dalam Al
Quran tadi.37
36
Umar Fanani, Wawancara, Pasuruan, 26 April 2016. 37
43
Pasca wafatnya sang ayah yaitu Ahmad Hassan. Beliau kemudian
mengemban amanah menjadi pribadi yang mempunyai tanggung jawab
besar terhadap Pesantren Persis yaitu menjadi pimpinan dari Pesantren
Persis. Di bawah kepemimpinannya Pesantren Persis bisa dikatakan telah
mengalami perkembangan yang signifikan.
Pada saat kepemimpinan beliau banyak dari pemuda-pemuda yang
ada di pelosok nusantara yang akhirnya berhijrah, dengan tujuan hijrahnya
yaitu datang ke Bangil Pasuruan untuk belajar ilmu agama yang ada di
Pesantren Persatuan Islam Bangil. Itulah pengaruh dari beliau yang
dikenal mempunyai ilmu dan pengaruh yang besar sehingga mereka rela
datang dari jauh-jauh untuk menimbah ilmu kepada beliau.38
Kemudian banyak juga dari para tokoh-tokoh organisasi yang ada
saat ini pernah menimbah ilmu pada beliau, misalnya Ustadz Yazid bin
Abdul Qadir Jawwas (Tokoh Salafi di Indonesia), Ustadz Abdul Wahid
Alwi, MA (Tokoh Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia), Ustadz
Muhammad Thalib (Amir Majelis Mujahidin Indonesia), Ustadz Ja’far
Umar Thalib (mantan Panglima Laskar Jihad), Ustadz Yusuf Utsman
Baisa (mantan mudir Pesantren Al-Irsyad Tengaran, Salatiga), almarhum
Ustadz Ahmad Husnan, Lc (Tokoh Muhammadiyah), KH. Mu’ammal
Hamidy (Tokoh PPP), almarhum KH. Abdullah Said (Pendiri Organisasi
38
44
Hidayatullah, Ustadz Muhammad Haqqi (pengajar studi fiqh dan hadits di
Jakarta).39
1. Perjalanan Karir Ustadz Abdul Qadir Hassan
Mengenai perjalanan karir beliau dalam penelitian ini maksudnya
adalah menjelaskan apa saja kegiatan beliau selain dari memimpin
Pesantren Persis dan apa saja yang pernah beliau pimpin selain menjadi
pimpinan Pesantren Persis. Dalam karirnya beliau ini pernah menjabat
sebagai pimpinan dari sebuah dewan yang mana tugas dalam dewan ini
adalah meneliti dan menetapkan hukum-hukum Islam yang berdasarkan
Al Quran dan Hadits.40Nama dari dewan ini dikenal dengan sebutan
Dewan Hisbah Persis.
Kemudian Ustadz Abdul Qadir juga pernah menjadi anggota Al
Majm’ Al Fiqh Al Islami. Al Majm’ Al Fiqh Al Islami adalah sebuah
lembaga fiqh yang berisikan para ulama dari berbagai belahan dunia
yang dinilai cakap dan ahli atau mumpuni dalam bidang fiqh, sehingga
para ulama yang ada di sini bisa melakukan penelitian tentang
hukum-hukum Islam dan mengeluarkan fatwa yang terkait dengan umat Islam
berdasarkan Al Quran dan Sunnah. Al Majm’ Al Fiqh Al Islami
didirikan oleh Rabithah Al Alam Al Islami (Liga Muslim Sedunia). Al
Majm’ Al Fiqh Al Islami berpusat di Makkah.
39
Umar Fanani, Wawancara, Pasuruan, 16 Juni 2016. 40
45
2. Karya-karya Ustadz Abdul Qadir Hassan
Dalam sejarahnya beliau memang dikenal sebagai ulama yang
ahli dalam menulis. Begitulah seorang ulama, ulama yang ahli dalam
menulis memang begitu besar jasanya pada umat. Berkat jasanya lah
para pengkaji ilmu, bisa mengkaji ilmu-ilmu agama yang mau dikaji. Di
antara karya Ustadz Abdul Qadir Hassan, antara lain:
1. Qamus Al Quran adalah sebuah buku berisi penjelasan dari kata-kata
dalam Al Quran. Buku ini beliau susun selama kurun waktu sejak
tahun 1934-1943. Buku ini dicetak dan diterbitkan pertama kali oleh
penerbit Al Muslimun Bangil dan Tinta Mas Jakarta pada tahun
1964. Buku ini pun selama beberapa tahun terus mengalami
pencetakan ulang dan sampai saat ini masih terus diminati oleh para
pembaca.
2. Ushul Fiqh adalah sebuah buku karya Ustadz Abdul Qadir Hassan
yang berisi tentang uraian pokok-pokok agama Islam, misalnya Al
Quran, Hadits. Kemudian juga menjelaskan juga tentang Qias, Ijma
dan juga tentang masalah hukum.
3. Ilmu Musthalah Hadits adalah sebuah buku yang berisi tentang
uraian dan pembahasan yang berhubungan dengan ilmu hadis.
Dalam buku ini berisi tidak kurang dari 114 macam pembahasan
yang berhubungan dengan ilmu hadis. Dalam buku ini gaya
penulisannya bisa dikatakan mudah dipahami sehingga buku ini pun
46
yang ada di Indonesia. Buku ini terbilang sebagai buku karya anak
bangsa yang langka pada masanya. Kemudian sampai saat ini buku
Al Musthalah Hadits karya Abdul Qadi