TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP DAMPAK
PENYALURAN DANA ZAKAT PADA PROGRAM OPERASI
KATARAK DI YAYASAN DANA SOSIAL AL FALAH (YDSF)
SURABAYA
SKRIPSI
Oleh:
Citra Nisaul Fadilah NIM. C02211017
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syariah dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah)
Surabaya
vii
ABSTRAK
Skripsi ini adalah hasil Penelitian Lapangan (field research) tentang “Tinjauan Hukum Islam terhadap Dampak Penyaluran Dana Zakat pada Program Operasi Katarak di Yayasan Dana Sosial Al Falah (YDSF) Surabaya”. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan tentang bagaimana dampak positif dan negatif penyaluran dana zakat untuk program bantuan operasi katarak di YDSF Surabaya? Kedua yaitu tentang bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap praktek penyaluran dana zakat untuk program bantuan operasi katarak oleh YDSF Surabaya?
Data penelitian dihimpun melalui interview secara langsung kepada manager dan karyawan yang menangani program operasi katarak di YDSF Surabaya dan juga kepada para mustah{ik yang menerima bantuan operasi katarak serta dokumentasi dengan mempelajari berkas-berkas dari instansi yang bersangkutan. Selanjutnya penelitian ini dianalisis menggunakan metode deskriptif analisis, yaitu dengan cara penulis memaparkan data-data yang ada untuk dikaji menurut hukum Islam.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa praktek penyaluran dana zakat oleh YDSF Surabaya memiliki beberapa dampak, yaitu dampak positifnya banyak masyarakat kurang mampu yang akan mendapatkan tingkat kesehatan yang lebih baik, juga membuat keharmonisan dalam lingkungan sosial masyarakat. Sedangkan dampak negatifnya terletak pada kecenderungan masyarakat kurang mampu yang pada akhirnya hanya akan menggantungkan belas kasihan dari orang lain. Kedua, penerima bantuan operasi katarak di YDSF Surabaya tergolong dalam golongan fakir miskin. Zakat untuk para fakir miskin kini tidak hanya berupa kebutuhan pokok saja, kini mereka bisa mendapatkan operasi katarak gratis. Sebagaimana yang telah Allah perintahkan dalam surat al-Baqarah ayat 195 untuk selalu berusaha dan tidak membiarkan diri kita jatuh dalam kebinasaan.
x
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN ... iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR TRANSLITERASI ... xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah ... 6
C. Rumusan Masalah ... 7
D. Kajian Pustaka ... 7
E. Tujuan Penelitian ... 11
F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 11
G. Definisi Operasional ... 12
H. Metode Penelitian ... 13
xi
BAB II PENYALURAN DANA ZAKAT DALAM HUKUM ISLAM
A. Pengertian Zakat ... 19
B. Landasan Hukum Berzakat ... 22
C. Hikmah dan Tujuan Mengeluarkan Zakat ... 26
D. Rukun dan Syarat Zakat ... 28
E. Pendistribusian Zakat dan Orang yang Berhak Menerima Zakat ... 35
1. Pendistribusian Zakat ... 35
2. Orang yang Berhak Menerima Zakat ... 38
BAB III PENYALURAN DANA ZAKAT PADA PROGRAM OPERASI KATARAK DI YAYASAN DANA SOSIAL AL FALAH (YDSF) SURABAYA A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 42
1. Sejarah berdirinya YDSF Surabaya ... 42
2. Visi dan Misi YDSF Surabaya ... 46
3. Struktur Kepengurusan Organisasi YDSF Surabaya ... 47
4. Program-Program YDSF Surabaya ... 48
B. Penyaluran Dana Zakat pada Program Operasi Katarak di YDSF Surabaya ... 53
1. Program Operasi Katarak di YDSF Surabaya ... 53
2. Sasaran Program Bantuan Operasi Katarak ... 56
3. Prosedur mendapatkan Bantuan Operasi Katarak ... 56
4. Wawancara dengan Pasien Operasi Katarak dan Manfaat Penyaluran Dana Zakat pada Program Operasi Katarak .. 58
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENYALURAN DANA ZAKAT PADA PROGRAM OPERASI KATARAK DI YAYASAN DANA SOSIAL (YDSF) SURABAYA A. Dampak Positif dan Negatif Penyaluran Dana Zakat Pada Program Operasi Katarak ... 64
xii
2. Kekurangan Program Operasi Katarak ... 66
3. Dampak Positif dan Negatif ... 67
B. Analisis Hukum Islam terhadap Praktek Penyaluran Dana Zakat ... 68 1. Penyaluran Dana Zakat dan Penerima Bantuan Pada Program
Operasi Katarak ... 69 2. Jenis Zakat yang Disalurkan untuk Operasi Katarak ... 71 3. Analisis Hukum Islam ... 72 BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 84 B. Saran ... 85 DAFTAR PUSTAKA ... 86
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masyarakat pada era modern ini lebih banyak sibuk
membelanjakan uang atau upah mereka untuk membeli kebutuhan
sehari-hari, bahkan banyak kita ketahui bahwa pengeluaran lebih besar daripada
pemasukan. Hal ini sangat bertolak belakang dengan ajaran Islam yang
selalu mengajarkan untuk hidup sederhana, cukup, dan tidak berlebihan.
Pada akhirnya orang kaya akan semakin kaya dan orang miskin akan
semakin miskin karena tidak adanya sikap toleransi dan mau berbagi
antara sesama umat manusia. Islam menganjurkan untuk saling menolong
satu sama lain dimana satu diantaranya melalui berzakat, sebagaimana
dijelaskan dalam firman Allah pada surat al-Taubah ayat 60:
Artinya: Sesungguhnya zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dilunakkan hatinya, untuk (memerdekakan) budak hamba sahaya, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. al-Baqarah : 60)1
1 Departemen Agama RI. Al-Quran Terjemah Indonesia, (Bandung: Syaamil Al-Qur’an, 2002),
2
Ayat di atas menujukkan bahwa zakat mempunyai hubungan yang
erat sekali dengan kesejahteraan kehidupan seluruh umat Islam di muka
bumi. Karena dalam rukun Islam zakat berada pada urutan ketiga setelah
shalat. Jadi dianjurkan bagi umat muslim untuk berlomba-lomba dalam
berbuat kebaikan kepada sesama. Zakat menurut bahasa dapat diartikan
‘suci’ dan menurut istilah dapat berarti ‘memperbaiki dan menambah’
yakni menambah kebaikan dan berkah. Pembayaran zakat ini dianjurkan
bagi orang-orang yang mampu dan memiliki harta lebih. Zakat merupakan
salah satu kewajiban yang telah diakui umat Islam secara qat’i<. 2
Jika seseorang mengeluarkan zakat di luar daerah domisilinya,
maka ada pendapat yang mengatakan ‘sah’ dan ‘telah mencukupi’, namun
akan lebih baik jika ia menghindari shubhat berupa perbedaan pendapat
dengan mengeluarkan dan mendistribusikan zakat di daerah tempat
tinggalnya sendiri. Baru setelah itu ia boleh mendistribusikan kepada
orang-orang di luar daerahnya.3 Pengumpulan seluruh zakat pada mulanya
dilakukan oleh pengusa atau pihak-pihak yang menggantikannya. Dalam
zakat dikenal ada pengelola yang kemudian disebut dengan pengelola
zakat.4
Kita dianjurkan untuk memilih orang yang menerima zakat adalah
orang yang takwa, memiliki ilmu, orang yang tidak menampakkan
2 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 3, Terj. Mahyuddin Syaf, (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1978), 21.
3 Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Ibadah, (Jakarta:
AMZAH, 2009), 394.
4 Muhammad Abu Zahrah, Zakat Dalam Perspektif Sosial, (Jakarta: PT. Pustaka Firdaus,
3
kefakirannya, dan masih sanak kerabatnya. Karena tujuan memberikan
zakat itu ialah untuk membantu mereka memiliki kelonggaran
melaksanakan ibadah kepada Allah SWT, menuntut ilmu, dan
mewujudkan jalinan kasih sayang.5
Dengan adanya perintah Allah untuk berzakat di atas penyaluran
zakat pada masa kini juga sudah memiliki berbagai macam variasi. Tidak
hanya dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup secara konsumtif
saja, namun zakat juga bisa disalurkan dalam bentuk bantuan lainnya.
Contoh dalam bidang pendidikan, modal kerja, dan kesehatan. Di zaman
yang serba canggih ini masih banyak masyarakat kurang mampu yang
sangat membutuhkan bantuan dalam bidang kesehatan.
Salah satu Lembaga Amil Zakat Nasional yang penulis ketahui
dan telah banyak melakukan kegiatan sosial terutama pada bidang
kesehatan adalah Yayasan Dana Sosial Al Falah (YDSF). YDSF sendiri
adalah sebuah lembaga dana sosial Islam yang banyak melakukan
aktivitas pada pemberdayaan masyarakat yang dibagi menjadi beberapa
bidang, yaitu diantaranya bidang pendidikan, bidang kemanusiaan, bidang
dakwah Islam, bidang santunan kepada yatim piatu dan bidang
pemakmuran Masjid. Sedangkan program untuk bantuan operasi katarak
termasuk pada bidang kemanusiaan. Melalui program-program unggulan
5 Wahbah Zuhaily, Zakat Berbagai Mahzab, Terj. Agus Efendi, et al, , (Bandung, PT Remaja
4
tersebut YDSF berusaha memberikan bantuan kepada masyarakat yang
bersifat produktif untuk jangka panjang.6
Program yang dimiliki oleh YDSF diantaranya adalah kesehatan
untuk membantu masyarakat kurang mampu untuk mendapatkan layanan
kesehatan secara gratis dan dilayani dengan pelayanan yang maksimal.
Salah satu program pada bidang kemanusiaan yang dimiliki YDSF
yaitu program bantuan operasi katarak bagi masyarakat yang kurang
mampu. Program operasi katarak dilakukan oleh YDSF apabila terdapat
mustah}iq yang menderita penyakit katarak mengajukan permohonan
untuk mendapatkan bantuan dari YDSF yang selanjutnya pihak YDSF
akan memberikan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh para mustah}iq.
Selanjutnya pihak YDSF melakukan survey langsung dengan mendatangi
tempat tinggal para mustah}iq.
Setelah para mustah}ik dinyatakan lolos tahap survey, pihak YDSF
akan memberikan surat rekomendasi kepada para mustah}iq untuk
diberikan pada Rumah Sakit yang telah memiliki hubungan kerjasama
dengan YDSF untuk melakukan operasi katarak tersebut. Rumah Sakit
yang telah berkerjasama dan membuat MOU dengan YDSF diantaranya
adalah Rumah Sakit Al-Irsyad di Surabaya dan untuk di luar daerah
Surabaya adalah Bulan Sabit Merah Indonesia. Proses operasi akan
dibiayai penuh oleh pihak YDSF sedangkan pihak Rumah Sakit sendiri
5
hanya bertindak sebagai penyedia tempat dan segala sarana dan prasarana
untuk penunjang kegiatan bantuan operasi katarak tersebut.7
YDSF telah menghimpun banyak dana tidak hanya dari zakat saja
namun juga dari sadaqah dan infaq. Lebih dari 25 provisi di Indonesia
telah mempercayai YDSF sebagai lembaga penghimpun dan pengelola
dana sosial yang profesional dan amanah. Dana yang telah dihimpun
tersebut disalurkan kepada masyarakat yang membutuhkan. Dana tersebut
disalurkan pada program-program yang digagas oleh YDSF seperti
pendidikan, kemanusiaan, santunan anak yatim piatu, dakwah Islam dan
memakmurkan Masjid.
Sampai saat ini YDSF dengan segala inovasi-inovasi dalam
penyaluran dana zakat telah banyak membantu rakyat miskin. Dan tidak
hanya itu YDSF telah berusaha memberikan tingkat kesehatan dan
kesejahteraan yang lebih baik terutama bagi masyarakat yang kurang
mampu. Hal ini dapat memberikan harapan kepada masyarakat yang
kurang mampu untuk tetap bisa hidup sehat tanpa harus memikirkan
biaya yang berat.
Berangkat dari realitas di atas, dalam penelitian ini penulis lebih
terfokus pada bagaimana dampak positif dan negatif penyaluran dana
zakat pada program bantuan operasi katarak yang dilaksanakan di
Yayasan Dana Sosial Al Falah (YSDF) Surabaya. Disamping itu penulis
6
juga melakukan analisa hukum Islam terhadap penyaluran dana pada
program operasi katarak.
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Dari pemaparan latar belakang masalah di atas dapat
diidentifikasikan sebagai berikut:
1. Proses berjalannya program bantuan operasi katarak di YDSF
Surabaya.
2. Standart penerima program bantuan operasi katarak di YDSF
Surabaya.
3. Latar belakang diadakannya program bantuan operasi katarak YDSF
Surabaya.
4. Pertimbangan hukum terhadap penyaluran dana zakat melalui
program bantuan operasi katarak di YDSF Surabaya.
5. Tinjauan Hukum Islam terhadap pelaksanaan program bantuan
operasi katarak di YDSF Surabaya.
6. Respon masyarakat terhadap adanya program bantuan operasi katarak
yang diselenggarakan oleh YDSF Surabaya.
7. Dampak positif dan negatif penyaluran dana zakat pada program
bantuan operasi katarak di YDSF Surabaya.
8. Besarnya biaya yang dikeluarkan untuk bantuan operasi katarak di
YDSF Surabaya.
Dari identifikasi masalah di atas, peneliti membatasi penelitian ini
7
1. Dampak positif dan negatif penyaluran dana zakat pada program
bantuan operasi katarak di YDSF Surabaya.
2. Tinjauan hukum Islam terhadap pelaksanaan program bantuan operasi
katarak oleh YDSF Surabaya.
C. Rumusan Masalah
Dari pemaparan identifikasi dan batasan masalah diatas, dapat
diambil beberapa permasalahan pokok yang dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana dampak positif dan negatif penyaluran dana zakat pada
program bantuan operasi katarak di YDSF Surabaya?
2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap praktek penyaluran dana
zakat untuk program bantuan operasi katarak oleh YDSF Surabaya?
D. Kajian Pustaka
Dalam penelusuran dari awal sampai pada saat ini, penulis belum
menemukan penelitian ataupun tulisan yang secara spesifik mengkaji
tentang tinjauan hukum Islam terhadap program operasi katarak di
Yayasan Dana Sosial Al Falah Surabaya. Adapun penelitian terdahulu
dalam bentuk skripsi sebagai berikut:
Pertama, karya ilmiah berupa skripsi yang disusun oleh Nur
Maria Ulfah mahasiswi IAIN Sunan Ampel Surabaya Jurusan Muamalah
pada tahun 2013, dengan judul “Tinjauan Hukum Islam terhadap
8
Kabupaten Sidoarjo”. Dalam skripsi ini penulis menganalisia tentang
zakat susu sapi perah tersebut belum menggunakan tata cara menurut
Hukum Islam dan belum disalurkan melalui Amil zakat. Metode yang
digunakan adalah metode deskriptif analitis verifikatif, dengan pola pikir
deduktif. Dari hasil penelitian, penulis menyimpulkan pelaksanaan zakat
susu sapi perah di Desa Kletek Kecamatan Taman Kabupaten Sidoarjo,
dianggap sudah mengeluarkan zakat, meskipun tata cara yang dipakai
belum sesuai dengan Hukum Islam yang berlaku. Terkait penyalurannya,
para peternak di Desa Kletek menyalurkan zakatnya secara pribadi tanpa
melalui amil, karena mereka menganggap dengan mengeluarkan zakat
sendiri, maka mereka tahu siapa saja yang menerima zakatnya. 8
Kedua, karya ilmiah berupa skripsi yang disusun oleh Farihin
mahsiswa IAIN Sunan Ampel Surabaya pada tahun 2006, dengan judul
“Efektifitas dan Efisiensi Penyaluran Daging Qurban dengan Sistem
Kornet di Rumah Zakat Indonesia Cabang Surabaya (Prespektif Hukum
Islam)”.9 Pada penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif
analisis yaitu dengan pola pikir deduktif, ialah untuk mengeksplorasi data
yang berkaitan dengan konsep pembagian daging qurban di dalam
literature buku dan memberikan fakta mengenai prosedur atau sistem
penyaluran daging qurban di Rumah Zakat Indonesia Cabang Surabaya.
8 Nur Maria Ulfah, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Zakat Susu Sapi Perah Di
Desa Kletek Kecmatan Taman Kabupaten Sidoarjo”, SKRIPSI (IAIN Sunan Ampel: Surabaya,
2013), 79.
9 Farihin, “Efektifitas dan Efisiensi Penyaluran Daging Qurban dengan Sistem Kornet di Rumah
Zakat Indonesia cabang Surabaya (Prespektif Hukum Islam)”, SKRIPSI (IAIN Sunan Ampel:
9
Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa penyaluran daging qurban
dengan sistem kornet tersebut dalam perspektif hukum Islam tidak
bertentangan, karena menurut banyak pendapat ahl al ‘ilmi bahwa
menyimpan daging qurban adalah boleh kecuali menurut pendapat Ali
dan Ibn Umar yang melarang.
Ketiga, adalah karya ilmiah yang berupa skripsi disusun oleh
Asmaul Lukman, mahasiswa Jurusan Muamalah IAIN Sunan Ampel
Surabaya Tahun 2012, dengan judul “Studi Hukum Islam terhadap
Pengelolaan Zakat Fitrah oleh Remaja Masjid (REMAS) Pepelegi Waru
Sidoarjo”.10 Pada penelitian ini penulis menggunakan teknik pola pikir
deduktif yaitu diawali dengan mengemukakan teori-teori, dalil-dalil dari
ayat al-Qur’an dan Hadits yang terkait dengan hukum zakat fitrah. Hasil
dari penlitian ini remaja masjid selaku amil zakat harus bisa membedakan
antara zakat mal dan zakat fitrah agar tidak mudah mengambil zakat
fitrah yang berupa uang, karena itu tidak diperbolehkan oleh Imam Malik.
Keempat, skripsi yang berjudul “Pendistribusian Zakat untuk
Home Industri oleh PT. BPRS Daya Artha Mentari Bangil Pasuruan
(Analisis Hukum Islam)”. Ditulis oleh Nurul Farorch, mahasiswa IAIN
jurusan Muamalah Tahun 2009.11 Penelitian ini menggunakan metode
deskriptif analisis dengan pola pikir deduktif. Hasil penelitian
10 Asmaul Lukman, “Studi Hukum Islam Terhadap Pengelolaan Zakat Fitrah Oleh Remaja Masjid
(REMAS) Pepelegi Waru Sidoarjo”, SKRIPSI (IAIN Sunan Ampel: Surabaya, 2012), 67.
11 Nurul Farorch, “Pendistribusian Zakat Untuk Home Industri Oleh PT. BPRS Daya Artha
10
menyimpulkan bahwa PT. BPRS Daya Artha Mentari disamping
mendistribusikan zakatnya pada sektor konsumtif yang berupa paket
sembako juga mendistribusikan zakatnya pada sektor produktif yang
diberikan pada Home Industri. Teknik yang diterapkan yaitu mustah}ik
diberikan mesin juki seharga Rp. 1.300.000 untuk dibuat usaha
sehari-hari. Pendistribusian zakat ini sudah sesuai dengan hukum Islam karena
mustah}ik yang menerima mesin termasuk dalam golongan fakir dan
miskin.
Kelima , skripsi yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam terhadap
Implementasi Penyaluran Zakat untuk Beasiswa Pendidikan oleh Laznas
Baitul Maal Hidayatullah (BMH) Surabaya”. Ditulis oleh Habibur
Rahman mahasiswa IAIN jurusan Muamalah tahun 2009.12 Penelitian ini
dianalisis dengan menggunakan teknik deskriptif kualitatif untuk
kemudian ditarik kesimpulan dengan metode deduktif dan induktif. Hasil
dari penelitian ini menyimpulkan bahwa permasalahan tersebut muncul
dilatar belakangi oleh kepercayaan masyarakat yang besar terhadap
kinerja Laznas BMH Surabaya yang sejak awal berdirinya sebagai amil
zakat yang pro aktif bergerak di bidang pendidikan, dakwah, sosial
ekonomi dan pemberdayaan masyarakat. Penyaluran tersebut telah sesuai
bila ditinjau dari perspektif hukum Islam dirujuk dari pemberian kepada
golongan fi> sabi>lilla>h dalam hal ini juga telah sesuai dengan UU RI No. 38
12 Habibur Rahman, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Implementasi Penyaluran Zakat Untuk
Beasiswa Pendidikan oleh Laznas Baitul Maal Hidayatullah (BMH) Surabaya”, SKRIPSI (IAIN
11
Th. 1999 Tentang Pengelolaan Zakatserta Fatwa MUI Nomor Keputusan
:120/MUVII/1996 Tentang Pemberian Zakat untuk Beasiswa Pendidikan.
Sedangkan dalam penelitian berjudul “Tinjauan Hukum Islam
terhadap Penyaluran Dana Zakat pada Program Operasi Katarak di
Yayasan Dana Sosial Al Falah (YDSF) Surabaya” ini akan menganalisa
tentang bagaimana dampak positif dan negatif praktek penyaluran dana
zakat melalui program operasi katarak tersebut. Perbedaan penelitian ini
dengan penelitian yang sudah ada terletak pada objek penelitiannya, yaitu
penyaluran dana zakat untuk program operasi katarak.
E. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bagaimana dampak positif dan negatif penyaluran
dana zakat pada program bantuan operasi katarak di YDSF Surabaya.
2. Untuk mengetahui bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap praktek
penyaluran dana zakat untuk program bantuan operasi katarak oleh
YDSF Surabaya.
F. Kegunaan Hasil Penelitian
Adapun dalam kegunaan penlitian pada pembahasan skripsi ini
adalah sebagai berikut:
Secara akademis skripsi ini sebagai pengisi kajian yang masih
kosong dalam tema penyaluran dana zakat. Selain itu diharapkan mampu
menjadi referensi tambahan dalam penelitian dibidang penyaluran dana
12
Secara teoritis skripsi ini sebagai pelengkap atau masukan untuk
pemikiran-pemikiran terdahulu dan membuat perubahan untuk
perkembangan keilmuan terutama dalam bidang hukum ekonomi Islam.
Secara praktis skrispsi ini diharapkan mampu memberikan acuan
dalam melakukan penyaluran dana zakat yang sesuai dengan hukum
Islam.
G. Definisi Operasional
Hukum Islam : adalah dalil-dalil al-Qur’an, Hadits, dan
pendapat ulama yang membahas dan mengatur
tentang segala ketentuan yang berkaitan
dengan tata cara berzakat baik dalam proses
penghimpunan, pengelolaan, maupun
penyaluran dana zakat.
Program Operasi Katarak : adalah program bantuan yang diadakan oleh
lembaga Yayasan Dana Sosial Al Falah (YDSF)
Surabaya untuk membantu masyarakat yang
kurang mampu dan penderita penyakit katarak
agar bisa mendapatkan bantuan operasi katarak
13
H. Metode Penelitian
Metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini antara
lain sebagai berikut:
1. Data yang dikumpulkan
Dalam pengumpulan data yang penulis pakai adalah penelitian
lapangan yaitu penelitian yang datanya diambil atau dikumpulkan
dari lapangan yaitu lembaga YDSF Surabaya, termasuk
dokumen-dokumen yang memuat tentang program bantuan untuk operasi
katarak.
2. Sumber data
a. Sumber data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan
langsung dilapangan oleh orang yang melakukan penelitian atau
orang yang memerlukannya.13 Jadi sumber data primer dalam
penelitian ini adalah data yang diperoleh penulis secara langsung
dari keterangan manajer dan karyawan YDSF Surabaya,
mengenai proses berlangsungnya program bantuan operasi
katarak yang diselenggarakan dan disponsori oleh YDSF
Surabaya dan dokumen-dokumen yang lain.
b. Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh dari
kepustakaan yang berkaitan dengan kajian teoritis dan referensi
lain yang terkait dengan nilai, budaya, dan norma yang
14
berkembang pada sosial yang diteliti.14 Data kepustakaan yang
ada hubungannya dengan pembahasan dalam penelitian ini,
yaitu:
1) Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed,
Hawwas, Fiqh Ibadah, 2009.
2) Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah jilid 3, 1978.
3) Yusuf Qardhawi, Fiqh Zakat, 2010.
4) Muhammad Abu Zahrah, Zakat Dalam Perspektif Sosial,
1995.
5) Wahbah Zuhaly, Zakat Kajian Berbagai Mazhab, 2000.
3. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah:
a. Interview (Wawancara)
Wawancara merupakan alat pengumpulan data untuk
memperoleh informasi lansung dari sumbernya.15 Penulis
menggunakan teknik pengumpulan data wawancara dengan cara
mengadakan Tanya jawab dengan pihak-pihak tertentu, yaitu
kepada manajer dan karyawan dari YDSF Surabaya untuk
menanyakan proses pelaksanaan program bantuan operasi katarak.
14 Rosady Ruslan, Metode Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), 138.
15 Hermawan warsito, Pengantar Metodologi Penelitian, (PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta,
15
b. Dokumentasi
Dokumen ialah setiap bahan tertulis atau film, lain dari
record yang tidak deipersiapkan karena adanya permintaan
seorang penyidik. Pembahasan disini diarahkan pada dokumen
dalam arti jika peneliti menemukan record, tentu saja perlu
dimanfaatkan. Dokumen biasanya dibagi atas dokumen pribadi
dan dokumen resmi. Dokumen sudah lama digunakan dalam
penelitian sebagai sumber data karerna dalam banyak hal dokumen
sebagai sumber data dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan,
bahkan meramalkan.16
4. Teknik pengolaan data
Setelah data berhasil dihimpun dari lapangan atau penulisan, maka
penulis menggunakan teknik pengelolaan data dengan tahapan sebagai
berikut:
a. Editing adalah pengecekan atau pengoreksian data yang telah
dikumpulkan.17
b. Coding (pengkodean) yaitu data dirinci, dikonseptualisasikan dan
diletakkan kembali bersama-sama dalam cara baru. Ini merupakan
proses sentral di mana teori-teori dibentuk dari data.18
16 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009),
216-217.
16
5. Teknik analisis data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara
sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan,
dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori,
menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam
pola. Memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat
kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri sendiri maupun orang
lain.19
Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif analisis, yaitu dengan memaparkan data-data tentang
pelaksanaan program bantuan operasi katarak gratis yang disertai dengan
analisis untuk kemudian diambil kesimpulan. Metode seperti ini
digunakan oleh penulis untuk menjelaskan dan menguraikan data-data
yang telah terkumpul setelah melakukan penelitian di lembaga yang
kemudian disusun dan dianalisis untuk diambil kesimpulan.
Dalam penelitian kualitatif, peneliti akan dapat menghasilkan data
deskriptif yang berbentuk rangkaian kalimat yang tertulis atau berbentuk
ungkapan dari para pihak yang dapat diamati dan akan dianalisis dengan
cara berfikir induktif. Berfikir dengan cara induktif adalah mengamati
kejadian di lapangan yang telah diterapkan kepada masyarakat yaitu
mengenai program bantuan operasi katarak di YDSF Surabaya. untuk di
tinjau ke dalam hukum islam tentang sistem pengelolaan zakat.
17
I. Sistematika Pembahasan
Untuk memudahkan pemahaman dalam penelitian ini, maka
penulis membuat sistematika pembahasan menjadi lima bab yang teratur
sedemikian rupa, sehingga antara bab pertama dan bab selanjutnya saling
berkaitan dan berkesinambungan sehingga membentuk satu kesatuan
yang saling menopang. Dari beberapa bab tersebut dibagi lagi dalam
sub-bab dengan perincian sebagai berikut:
Bab pertama, yaitu merupakan Pendahuluan. Pendahuluan memuat
uraian tentang aspek–aspek yang berkenaan dengan rancangan
pelaksanaan penelitian, terdiri dari sub-bab yang meliputi: latar belakang
masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, kajian
pustaka, tujuan penelitian, manfaat penlitian, kegunaan penelitian,
definisi operasional, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab kedua : Penyaluran Dana Zakat Dalam Hukum Islam, bagian
ini memuat tentang landasan teori yang menyangkut pengertian zakat,
dasar hukum dan kajian tentang zakat menurut Ulama kontemporer,
syarat, rukun, hikmah dan tujuan zakat, pendistribusian zakat dan siapa
yang berhak menerima zakat.
Bab ketiga : Penyaluran Dana Zakat Pada Program Operasi
Katarak di Yayasan Dana Sosial Al Falah (YDSF) Surabaya, bagian ini
berisikan tentang profil YDSF Surabaya diantaranya adalah sejarah
18
program-program dan proses penyaluran dana zakat pada program operasi
katarak.
Bab keempat : Analisis Hukum Islam tentang Sistem Penyaluran
Dana Zakat Dalam Program Operasi Katarak di Yayasan Dana Sosial Al
Falah (YDSF) Surabaya, yang meliputi: Dampak positif dan negatif
penyaluran dana zakat pada program bantuan operasi katarak di YDSF
Surabaya dan analisis hukum Islam terhadap penyaluran dana zakat pada
program operasi katarak di YDSF Surabaya.
Bab kelima, Penutup. Bagian ini berisikan kesimpulan sebagai
jawaban dari permasalahan dan saran yang digunakan untuk acuan pada
penelitian selanjutnya.
19
BAB II
PENYALURAN DANA ZAKAT DALAM HUKUM ISLAM
A. Pengertian Zakat
Secara bahasa, zakat berarti tumbuh (numuww) dan bertambah
(ziya>dah). Jika diucapkan, zaka> al-zar’, artinya adalah tanaman itu tumbuh
dan bertambah. Jika diucapkan zakat al-nafaqah, artinya nafkah tumbuh dan
bertambah jika diberkati. Kata ini juga sering dikemukakan untuk makna
thaharah (suci).1 Allah swt berfirman surat al-Shams ayat 9:
Artinya : Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu. (QS. al-Shams : 9)2
Adapun harta yang dikeluarkan, menurut syara’, dinamakan zakat
karena harta itu akan bertambah dan memelihara dari kebinasaan. Allah swt
berfirman dalam surat al-Baqarah :
...
…
Artinya: Dan tunaikanlah zakat... (QS. al-Baqarah : 43)3
1
Wahbah al-Zuhaily, Zakat Kajian Berbagai Mahzab, Terj. Agus Efendi, et al, (Bandung, PT
Remaja Rosdakarya, 2008),), 82.
2
Departemen Agama RI. Al-Quran Terjemah Indonesia, (Bandung: Syaamil Al-Qur’an, 2014), 596.
20
Makna-makna zakat secara etimologis di atasbis terkumpul dalam surat
al-Taubah ayat 103:
Artinya: Ambilah zakat dari sebagian harta mereka , dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka… (QS. al-Taubah : 103).4
Maksudnya, zakat akan menyucikan orang yang mengeluarkannya
dan akan menambah pahalanya.
Sedangkan jika dilihat dari segi terminologi (istilah), kata zakat
banyak yang mendefinisikannya, antara lain:
a. Dari segi istilah fikih, zakat adalah sejumlah harta tertentu yang
diwajibkan Allah diserahkan kepada orang-orang yang berhak dalam
jumlah tertentu.5
b. Sedangkan menurut al-Mawardi, zakat adalah harta tertentu yang
diberikan kepada orang tertentu, menurut syarat-syarat tertentu pula.
c. Syawkani mengatakan bahwa zakat adalah pemberian sebagian harta
yang sudah mencapai nisab kepada orang fakir dan lain-lainnya, tanpa
ada halangan syara’ yang melarang kita melakukannya.6
Adapun zakat menurut syara’ yang telah dirumuskan oleh Fuqaha>
antara lain adalah sebagai berikut:
4
Ibid., 204.
5 Yusuf Qardhawi, Hukum Zakat, Terj, Salman Harun (eds), (Bogor: Pustaka Literata Antara
Nusa, 2010), 34
6 Hassan Saleh et al, Kajian Fiqih Nabawi dan Fiqh Kontemporer, (Jakarta: Rajawali Pers,
21
a. Pemberian suatu yang wajib diberikan dari sekumpulan harta tertentu,
menurut sifat-sifat dan ukuran tertentu, kepada golongan tertentu yang
berhak menerimanya.
b. Nama harta yang dikeluarkan manusia dari hak Allah, untuk diberikan
kepada fakir-miskin.
c. Nama sebagian dari harta yang dikeluarkan oleh hartawan untuk
diberikan kepada saudaranya yang fakir-miskin dan untuk kepentingan
umum yang meliputi penertiban masyarakat dan peningkatan taraf hidup
umat.
d. Mengeluarkan sebagian dari harta, guna diberikan kepada mereka yang
telah diterangkan syara’, menurut aturan yang telah ditentukan di dalam
Kitabullah, Sunnatur Rasul dan Undang-undang Fiqih7
Sedangkan menurut Mahzab Maliki mendefinisikannya dengan
“Mengeluarkan sebagian yang khusus dari harta yang khusus pula yang telah
mencapai nis{a>b (batas kuantitas yang mewajibkan zakat) kepada orang-orang
yang berhak menerimanya (mustah}iq)-nya. Dengan catatan, kepemilikan itu
penuh dan mencapai hawl (setahun), bukan barang tambang dan barang
pertanian.
Mahzab Hanafi mendefinisikan zakat dengan “menjadikan sebagian
harta yang khusus dari harta yang khusus sebagai milik orang yang khusus,
yang ditentukan oleh syari’at karena Allah SWT”. Kata “menjadikan sebagai
7Muhammad Ja’far, Tuntunan Ibadat Zakat Puasa dan Haji, (Jakarta: PT. Kalam Mulia, 1997),
22
harta sebagai milik” (tamlik) dalam definisi di atas dimaksudkan sebagai
penghindaran dari kata ibahah (pembolehan).8
Pada zaman keemasan Islam, zakat terbukti berperan sangat besar
dalam meningkatkan kesejahteraan umat. Zakat tidak sekedar sebagai
kewajiban, tetapi lebih dari itu, apabila dikelola dengan baik dan
didistribusikan secara merata sampai ke tangan orang yang berhak
menerimanya, sehingga persoalan kemiskinan akan mendapatkan jalan
keluarnya.9
Dalam masyarakat, kedudukan manusia tidak sama rata, ada yang
mendapatkan karunia dari Allah lebih banyak, ada yang sedikit, dan bahkan
ada yang untuk sehari-hari susah mendapatkannya.10
Kesenjangan rejeki di masyarakat dapat didekatkan dengan
memberikan salah satu jalan keluarnya yaitu zakat, artinya orang yang
mempunyai kelebihan harta berkewajiban untuk mendekatkan kesenjangan
tersebut, karena pada hakikatnya dalam harta orang kaya itu terdapat hak
orang lain yang kekurangan terutama bagi fakir miskin.11
B. Landasan Hukum Berzakat
Kesenjangan penghasilan rezeki dan mata pencarian di kalangan
manusia kenyataan yang tidak bisa dipungkiri. Hal ini, dalam penyelesainnya,
8 Wahbah Zuhayly, Zakat Kajian…,83.
9 Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqh Ibadah, (Jakarta: AMZAH, 2009), 343.
10 Sajagyo dan Jiwati, Sosiologi Pedesaan, 11
23
memerlukan campur tangan Allah swt. Dia berfirman dalam al-Qur’an surat
al-Nahl ayat 71:
Artinya: Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rezeki. (QS. al-Nahl : 71)12
Maksud ayat ini ialah bahwa Allah swt melebihkan sebagian kita dari
sebagian yang lain dalam hal rezeki. Dia mewajibkan orang yang kaya untuk
memberikan hak yang wajib atau fardu kepada kepada orang fakir. Bukan hak
yang tathawwu’ atau sekedar pemberian kepadanya. Dalam ayat yang lain
disebutkan pada surat al-Za>riya>t ayat 19:
Artinya: Dan pada harta benda mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mau meminta-minta. (QS. al-Za>riya>t : 19)13
Kemudian zakat merupakan jalan yang paling utama untuk
menyelesaikan kesenjangan tersebut. Juga, ia bisa merealisasikan sifat
gotong-royong dan tanggung jawab sosial di kalangan masyarakat Islam.
Sedangkan dalam hadist dijelaskan bahwa Rasulullah mengutuskan
Mua’adz bin Jabal ke Yaman, untuk melakukan banyak hal. Satu diantaranya
adalah masalah zakat yang harus dibayarkan oleh penduduk yang beragama
Islam. beliau bersabda:
12
Departemen Agama RI, Al-Quran Terjemah..., 275.
13
24
َع ْن
ِا ْب
ِن
َع َب
ِسا
َر
َيض
ُلا
َع
ْ ُه
َم
َا ا
َن
َناا
َِب
ص
َل
ُلا ى
َع
َل ْي َه
َو
َس َل
َم
ُ ب َع
َث
ُم َع
َذا
َرا
ِض
َي
ُلا
َع
ُه ِا
َل
َيلا
َم ِن
َ ف
َق
َلا
:
ُا ْد
ُع ُه
ْم ِا
َل
َش
َه
َدا ِة
َا
ْن
َل
ِا َل
َه ِا
َل
ُلا
َو َا
ِّ
َر
ُس
ُلو
ُلا
َف ِا
ْن
ُ ْم
َط ا
ُع ا
ْو
ِل ا
َذا
ِل
َك
َف ُا
ْع
ِل َم
ُه ْم
َا
َن
ُلا
َق
ْد
ِا ْ ف َ ت
َر
َض
َع
َل ْي ِه
ْم
َْخ
ُس
َص َل
َو
ٍتا
ِف
ُك
ِل
َ ي ْو ٍم
َو َل
ْ ي َل ٍة
,
َف ِا
ْن
ُ
ْم
َا َط
ُعا
ْو
ِلا
َذ
ِلا
َك
َف ُا
ْع
ِل َم
ُه ْم
َا
َن
ُلا
ِا ْ ف
َ ت َر
َض
َع
َل ْي ِه
ْم
َص
َد َق
ًة
ِف
َا ْم َو
ِِها
ْم ُ ت
ْؤ
َخ
ُذ
ِم
ْن
َا
ْغ ِ
َي
ِء ا
ِ ْم
َو ُ ت
َر د
َع َل
ُ ف ى
َق َر
ِءا
ِ ْم
)
ملسمو يراخبلا اور
(
Artinya: Dari Ibnu Abbas ra bahwa Nabi saw mengutus Mu’adz ra ke Yaman seraya bersabda, “Seruhlah mereka kepada persaksian bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan sesungguhnya aku adalah utusan Allah. Apabila mereka mentaatinya, maka beritahukan bahwa Allah mewajibkan kepada mereka shalat lima waktu dalam setiap hari dan malam, apabila mereka mentaatinya, maka beritahukan bahwa Allah mewajibkan kepada mereka sedekah dalam harta mereka yang diambil dari orang-orang kaya diantara mereka lalu diberikan kepada orang-orang miskin mereka.” (HR. Bukhari dan Muslim)14
Kajian tentang Zakat Menurut Ulama Kontemporer
1. Yusuf Qardhawi dalam bukunya mengemukakan tentang arti zakat di jalan
Allah (fi< sa<bililla<h) sebagaimana telah diketahui bahwa sebagian ulama
berpendapat bahwa arti “jalan Allah” dari segi bahasa secara luas meliputi
semua perkara yang membawa ke jalan marda>tillah \(yang diridhai Allah),
berarti semua amal yang mendekatkan diri kepada Allahh secara umum.
Alasan dari para ulama yang memperluas arti jalan Allah akan membuka
banyak segi yang tidak apat dihitung jenis dan golongannya. Hal ini
bertentangan dengan maksud dari ayat yang membatasi pembagian uang
zakat itu untuk delapan bagian yang telah disebut dalam kitab suci
al-Qur’an, sebagaimana arti dari jalan Allah, yang termasuk pemberian kepada
14 Ibnu Hajar al-Asqalani dan Al Imam Al Hafizh, Fathul Baari Syarah Shahih Bukhari Jilid 8,
25
kaum fakir miskin, begitu juga tujuh bagian lainnya. Maka, kedelapan bagian
itu termasuk amal baik di jalan Allah.15
2. Dr. Mundzir Qohf yang merupakan salah seorang pakar ekonomi Islam
kontemporer mengungkapkan bahwa ajaran Islam dengan rinci telah
menentukan, syarat kategori harta yang harus dikeluarkan zakatnya, lengkap
dengan jumlahnya, maka, dengan ketentuan yang jelas tersebut, tidak ada hal
bagi pemerintah (pengelola zakat) untuk merubah jumlah yang telah
ditentukan dalam mengeluarkan zakat. Akan tetapi pengelola zakat dapat
mengadakan perubahan dalam struktur harta yang wajib dizakati dengan
berpegang pada nash-nash umum yang ada dan pemahaman terhadap realita
modern.16
3. Asy Syaukani berpendapat bahwa zakat adalah memberi suatu bagian dari
harta yang sudah sampai nis{a>b kepada orang fakir dan sebagainya, yang
tidak berhalangan syara’ sebagai penerima.
4. Para Pemikir Ekonomi Islam Kontemporer mendefinisikan zakat sebagai
harta yang telah ditetapkan oleh pemerintah atau pejabat berwenang, kepada
masyarakat umum atau individu yang bersifat mengikat, tanpa mendapat
imbalan tertentu yang dilakukan pemerintah sesuai dengan kemampuan
pemilik harta, yang dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan delapan
15 Yusuf al-Qardhawi, Permasalahan, Pemecahan, dan Hikmah, Terj. Abdurrachman Ali Bauzir,
Fatawa Qardhawi, (Surabaya: Risalah Giusti, 1993), 197.
16Arif Perdana, “Fiqih Zakat Kontemporer”,
26
golongan yang telah ditentukan oleh al-Qur’an serta untuk memenuhi
tuntutan politik bagi keuangan Islam.17
C. Hikmah dan Tujuan Mengeluarkan Zakat
Diantara hikmah disyaratkannya zakat ialah bahwa
pendistribusiannya mampu memperbaiki kedudukan masyarakat dari sudut
moral dan material dimana ia dapat menyatukan anggota-anggota
masyarakatnya menjadi seolah-olah tubuh yang satu. Selain dari itu, zakat
juga dapat membersihkan jiwa anggota masyarakat dari sifat pelit dan bakhil.
Zakat juga merupakan benteng keamanan dalam sistem ekonomi Islam dan
sebagai jaminan ke arah stabilisasi dan kesinambungan sejarah sosial sebuah
masyarakat.18
Zakat juga merupakan ibadat yang bersifat materi dan penyebab
utama turunnya rahmat dari Allah swt sebagaimana firman-Nya pada surat
al-A’raf ayat 156:
…
…Artinya : …dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat…(QS.
al-A’raf : 156)19
Di samping itu zakat juga merupakan syarat persaudaraan dalam
agama Islam sebagaimana firman-Nya pada surat al-Taubah ayat 11:
17 Ghazi Inayah, Teori Komprehensif Tentang Zakat dan Pajak, (Yogyakarta: Tiara Wacana,
2003), 3.
18 Syaiq Muhammad Abdul Malik Ar-Rahman, Zakat 1001 Masalah dan Solusinya, (Jakarta:
Pustaka Cerdas, 2003), 17.
19
27
Artinya : Jika mereka bertaubat, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, Maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. (QS. al-Taubah : 11)20
Zakat juga dianggap sebagai ciri-ciri masyarakat Mukmin
sebagaimana firman Allah swt pada surat al-Taubah ayat 71:
Artinya: Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. al-Taubah : 71)21
Sedangkan untuk tujuan berzakat adalah sebagai berikut:
a. Mengangkat derajat fakir miskin dan membantunya keluar dari
kesulitan hidup dan penderitaan.
b. Membantu pemecahan masalah yang dihadapi oleh orang yang
berutang, Ibnu Sabi<l, dan para mustah{iq lainnya.
c. Membina tali persaudaraan sesama umat Islam.
d. Menghilangkan sifat kikir dari pemilik harta.
20
Ibid., 189.
21
28
e. Membersihkan sifat dengki dan iri hati dari orang-orang miskin.22
D. Rukun dan Syarat Zakat
Rukun zakat ialah mengeluarkan sebagian dari nis{a>b (harta), dengan
melepaskan kepemilikan terhadapnya, menjadikannya sebagai milik orang
fakir, dan menyerahkannya kepadanya atau harta tersebut diserahkan kepada
wakilnya; yakni imam atau orang yang bertugas untuk memungut zakat.23
Sedangkan zakat mempunyai beberapa syarat wajib dan syarat sah.
Menurut kesepakatan ulama, syarat wajib zakat adalah merdeka, Muslim,
baligh, berakal, kepemilikan harta yang penuh, mencapai nis{a>b, dan mencapai
hawl. Adapun syarat sahnya, juga menurut kesepakatan mereka, adalah niat
yang menyertai pelaksanaan zakat.
a. Syarat Wajib Zakat
Syarat wajib zakat, yaitu kefarduannya yang harus dipenuhi umat
Islam dalam mengerjakan ibadah berzakat ialah sebagai berikut:24
a. Merdeka
Menurut kesepakatan ulama, zakat tidak wajib atas hamba
sahaya karena hamba sahaya tidak mempunyai hak milik. Tuannyalah
yang memiliki apa yang ada di tangan hambannya. Begitu juga,
mukatib (hamba sahaya yang dijanjikan akan dibebaskan oleh
tuannya dengan cara menebus dirinya) atau yang semisal dengannya
22Fahrur Mu’is, Zakat A-Z Panduan Mudah, Lengkap dan Praktis Tentang Zakat, (Solo : Tinta
Medina, 2011), 32.
23 Ismail Nawawi, Zakat Dalam Perspektif IFiqh, Sosial dan Ekonomi, (Surabaya: Putra Media
Nusantara, 2010), 8.
29
tidak wajib mengeluarkan zakat, karena kendatipun dia memiliki
harta, hartanya tidak dimiliki secara penuh. Pada dasarnya, menurut
jumhur ulama, zakat diwajibkan atas tuan karena dialah yang
memiliki harta hambanya.
Oleh karena itu, dialah yang wajib mengeluarkan zakatnya,
seperti halnya harta yang berada di tangan sha>rik (partner) dalam
sebuah usaha perdagangan. Mahzab Maliki berpendapat bahwa tidak
ada kewajiban zakat pada harta milik seorang hamba sahaya, baik
atas nama hamba sahaya itu sendiri maupun atas nama tuannya
karena harta milik hamba sahaya tidak sempurna (na>qis), padahal
zakat pada hakikatnya hanya diwajibkan pada harta yang dimilki
secara penuh. Selain itu, tuan hamba sahaya tidak berhak memiliki
harta hamba sahayanya.
b. Islam
Menurut ijma>’, zakat tidak wajib atas orang kafir karena zakat
merupakan ibadah mah{dah yang suci sedangkan orang kafir bukan
orang yang suci. Mahzab Syafi’I, berbeda dengan mahzab-mahzab
yang lainnya, mewajibkan orang murtad untuk mengeluarkan zakat
hartanya sebelum riddah-nya terjadi, yakni harta yang dimilkinya
ketika dia masih menjadi seorang muslim. Riddah, menurut mahzab
ini, tidak menggugurkan kewajiban kewajiban zakat. Berbeda dengan
Abu Hanifah. Dia berpendapat bahwa riddah menggugurkan
30
Adapun harta yang dimiliki sewaktu riddah berlangsung,
menurut pendapat mahzab Syafi’I yang paling sahih, hukumnya
adalah bergantung pada harta itu sendiri. Jika orang yang murtad tadi
kembali ke dalam agama Islam sedangkan hartanya (yang didapatkan
sewaktu riddah-nya) masih ada, zakat wajib atasnya,. Tetapi, jika
harta tersebut tidak ada, dia tidak berkewajiban mengeluarkan zakat.
c. Baligh dan berakal
Keduanya, dipandang sebagai syarat oleh mahzab Hanafi.
Dengan demikian, zakat tidak wajib diambil dari harta anak kecil dan
orang gila sebab keduanya tidak termasuk dalam ketentuan orang
yang wajib mengerjakan ibadah; seperti salat dan puasa, sedangkan
menurut jumhur, keduanya bukan merupakan syarat. Oleh karena itu,
zakat wajib dikeluarkan dari harta anak kecil dan orang gila. Zakat
tersebut dikeluarkan oleh walinya.
d. Harta yang dikeluarkan adalah harta yang wajib dizakati
Harta yang mempunyai kriteria ini ada lima jenis, yaitu: (a)
uang, emas, perak, baik berbentuk uang logam maupun uang kertas;
(b) barang tambang dan barang temuan; (c) barang dagangan; (d)
hasil tanaman dan buah-buahan; dan (e) menuerut jumhur, binatang
ternakyang merumput sendiri; atau menurut mahzab Maliki, binatang
yang diberi makan oleh pemiliknya (ma’lu<fah).
Harta yang dizakati disyaratkan produktif, yakni berkembang
31
tidak dihasilkan kecuali dari barang-barang yang produktif. Yang
dimaksud dengan berkembang disini bukan berarti berkembang yang
sebenarnya. Akan tetapi, maksud berkembang disini ialah bahwa
harta tersebut disiapkan untuk dikembangkan, baik melalui
perdagangan maupun diternakkan. Pendapat ini menurut jumhur.
Alasannya, karena peternakkan mengahasilkan keturunan dan lemak
dari binatang tersebut dan perdagangan menyebabkan didapatkannya
laba.
Atas dasar ini, zakat tidak wajib dikeluarkan dari mutiara,
intan, barang tambang selain emas dan perak, barang-barang yang
dikenakan (dipakai), harta milik pokok, tempat tinggal, kuda keledai,
khimar, singa, anjing yang dilatih, madu, susu, perabot-perabot kerja,
dan buku-buku ilmu pengetahuan, kecuali jika diperdagankan.
e. Harta yang dizakati telah mencapai nisab atau senilai dengannya.
Maksudnya ialah apabila seorang Muslim memiliki harta yang
sudah mencapai nisabnya maka diwajibkan segera untuk menzakati
harta mereka tersebut.
Kesimpulannya ialah bahwa nisab emas adalah 20 mitsqal
atau dinar. Nis{a>b perak adalah 200 dirham. Nis{a>b biji-bijian,
buah-buahan setelah dikeringkan, menurut selain mahzab Hanafi ialah 5
watsaq (650 kg). Nisab kambing adalah 40 ekor, nisab unta 5 ekor,
32
f. Harta yang dizakati adalah pemilik penuh
Mahzab Hanafi berpendapat bahwa yang dimaksud dengan
harta adalah yang dimiliki secara utuh dan berada di tangan sendiri
yang benar-benar dimiliki. Dengan demikian, binatang wakaf yang
digembalakan dan kuda yang diwakfkan tidak wajib dizakati sebab
harta-harta tersebut tidak menjadi hak milik. Harta yang berada di
bawah kekuasaan orang lain dan ditempatkan di daerahnya juga tidak
wajib dizakati karena dengan demikian, menurut mahzab Hanafi,
berarti orang lain yang memiliki harta tersebut. Oleh karena itu,
hilanglah kepemilikan dari seorang Muslim.
g. Kepemilikan harta telah mencapai setahun, menurut hitungan tahun
qama>riyah
Menurut mahzab Hanafi, nisab yang disyaratkan harus
sempurna antara dua tahun, baik pada pertengahan tahun tersebut
terdapat bulan yang nisab hartanya sempurna maupun tidak. Dengan
demikian, apabila seseorang memilki harta yang telah mencapai nisab
pada permulaan tahun, kemudian harta tersebut tetap utuh sampai
berakhirnya tahun tersebut, dia wajib mengeluarkan zakatnya.
Dengan catatan bahwa selama setahun tadi, harta tersebut tidak
mengalami penyusutan secara penuh, apalagi lenyap semuanya. Zakat
juga diwajibkan ketika harta tersebut berkurang pada pertengahan
33
ini, berkurangnya harta pada pertengahan tahun tidak berpengaruh
jika pada awal dan akhirnya utuh kembali.
h. Harta tersebut bukan merupakan harta hasil hutang
Mahzab Hanafi berpendapat bahwa utang yang berkaitan
dengan hak para hamba mencegah kewajiban zakat, baik utang karena
Allah, seperti zakat badan pajak bumi, maupun utang untuk manusia;
kendatipun utang tersebut disertai dengan jaminan, karena kapan pun
pemberi hutang yang mendapat jaminan berhak mengambil hartanya
dari pengutang (atau pemberi jaminan).
2. Syarat-Syarat Sah Pelaksanaan Zakat
a. Niat
Para fuqaha< sepakat bahwa niat merupakan syarat pelaksanaan
zakat. Pendapat ini berdasarkan sabda Nabi saw berikut; “Pada dasarnya,
amalan-amalan itu dikerjakan dengan niat.” Pelakasanaan zakat termasuk
salah satu amalan. Ia merupakan ibadah seperti halnya salat. Oleh karena
itu, memerlukan adanya niat untuk membedakan antara ibadah yang fardu
dan nafiah.
Menurut mahzab Hanafi, zakat tidak bole dikeluarkan kecuali
disertai dengan niat yang dilakukan bersamaan dengan pemberiannya
kepada orang fakir. Misalnya, seseorang telah membayarkan
zakatnyatanpa niat, tetapi setelah itu dia berniat ketika harta yang
dizakatinya telah berada di tangan orang yang menerimanya (fakir), atau
34
harta tadi kepada seorang fakir tanpa niat, atau niat itu dilakukan
bersamaan dengan pelepasan harta yang wajib dizakati.25
Zakat adalah ibadah, sedangkan salah satu syarat ibadah adalah
niat. Pada mulanya, niat dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan. Hanya
saja, penyerahan zakat kepada kaum fakir tidak dalam saat yang sama.
Oleh karena itu, niat dipandang cukup dilakukan ketika harta tersebut
dilepaskan dari pemiliknya. Hal seperti ini dimaksudkan untuk
mempermudah muzakki<, sebagaimana halnya mendahulukan niat dalam
puasa.
b. Tamli<k (memindahkan kepemilikan harta kepada penerimanya)
Tamli<k menjadi syarat sahnya pelaksanaan zakat, yakni harta
zakat diberikan kepada mustah{iq. Dengan demikian, seseorang tidak
boleh memberikan makan (kepada mustah{iq), kecuali dengan jalan tamli<k.
Mahzab Hanafi berpendapat bahwa zakat tidak boleh diserahkan kepada
orang gila atau anak kecil yang belum mumayyiz. Kecuali, jika harta yang
diberikan tersebut diambil oleh orang yang berwenang mengambilnya,
misalnya ayah, was{i<y (yang diberi wasiat), atau yang lainnya.26
Waktu mengeluarkan zakat, para ahli sepakat bahwa
pembayarannya dengan segera apabila telah terpenuhi syarat-syaratnya,
baik nisab, haul, atau lainnya. Zakat ditunaikan sesuai dengan jenis harta
yang wajib dikeluarkan zakatnya. Jika berupa emas, perak, dan harta
perdagangan maka dibayarkan setelah satu tahun dan dilakukan satu kali
25 Ibid., 111-114.
35
dalam satu tahun tersebut. Namun, jika berupa tanaman dan buah-buahan,
maka zakatnya adalah ketika selesai panen.27
E. Pendistribusian Zakat dan Orang yang Berhak Menerima Zakat 1. Pendistribusian Zakat
Salah satu pendistribusian yang baik adalah adanya keadilan yang
baik adalah keadilan yang sama diantara semua golongan yang telah Allah
tetapkan sebagai penerima zakat, juga keadilan bagi setiap individu di
setiap golongan penerima zakat. Yang kami maksudkan adil adalah bukan
ukuran yang sama dalam pembagian zakat di setiap golongan
penerimanya, ataupun di setiap individunya. Sebagaimana yang dikatakan
Imam Syafi’i; yang dimaksudkan adil disini adalah dengan menjaga
kepentingan masing-masing penerima zakat dan juga maslahah bagi dunia
Islam. 28
Ada beberapa ketentuan dalam mendistribusikan dana zakat kepada
mustah{iq:29
1. Bila zakat dihasilkan banyak, sebaiknya setiap golongan mendapatkan
bagiannya sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
2. Pendistribusian haruslah menyeluruh kepada delapan golongan yang
telah ditetapkan. Tidak menjadi suatu ketentuan untuk menyamakan
kadar dan bagian zakat yang sama pada setiap golongan.namun semua
itu dilihat dan ditentukan berdasarkan jumlah dan kebutuhan.
27 Rahman Ritonga dan Zainudin, Fiqh Ibadah (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002), 203.
28
Yusuf Qardhawi, Spektrum Zakat, Dalam Membangun Ekonomi Kerakyatan, Terj. Sari
Narulita , (Jakarta: Zikrul Hakim, 2005), 148.
29
36
3. Diperbolehkan untuk memberikan semua bagian zakat kepada
beberapa golongan penerima zakat saja, apabila didapati bahwa
kebutuhan yang ada pada golongan tersebut memerlukan penanganan
secara khusus. Sebagaimana pendistribusian zakat kepada delapan
golongan penerima zakat tidak selamanya harus sama kadarnya
diantara individu yang menerima.
4. Menjadikan golongan fakir miskin sebagai golongan pertama yang
menerima zakat, karena memenuhi kebutuhan mereka dan
membuatnya tidak bergantung kepada orang lain adalah maksud dan
tujuan diwajibkannya zakat. Bahkan Rasulullah SAW tidak
menyebutkan golongan penerima zakat lainnya selain golongan fakir
miskin dalam pembicaraannya dengan Mu’adz: “Mengambil zakat dari
orang kaya yang ada diantara mereka dan kemudian menyerahkannya
kepada orang fakir yang ada diantara mereka.” Ini semua didasari
dengan pandangan bahwa golongan ini adalah golongan yang paling
penting dan perlu diperhatikan secara intensif.
Distribusi atau penyaluran zakat dapat dilakukan dengan dua pola
yaitu dengan pola memberikan kepada orang yang berhak menerima
(mustah{iq) secara konsumtif dan dapat diberikan dengan cara produktif,
37
1. Penyaluran zakat secara konsumtif
Dalam penyaluran zakat secara konsumtif dibagi lagi menjadi dua tipe
yaitu:30 (a) Tradisional, adalah tipe zakat yang dibagikan kepada
mustah{iq dengan secara langsung untuk kebutuhan konsumsi
sehari-hari. Misalnya pembagian zakat fitrah berupa beras dan uang kepada
fakir miskin. Pola ini merupakan pola jangka pendek dalam mengatasi
permasalahan umat. ; (b) Kreatif, adalah tipe zakat yang diwujudkan
dalam bentuk barang konsumtif dan digunakan untuk membantu orang
miskin dalam mengatasi permasalahan sosial dan ekonomi yang
dihadapi. Proses pengkonsumsian dalam bentuk lain dari barangnya
semula. Misalnya diberikan dalam bentuk beasiswa untuk pelajar.31
2. Penyaluran zakat secara produktif
Dalam penyaluran zakat produktif disini dapat diklarifikasi kan
menjadi dua bagian yaitu32: (a) Tradisional atau Konvensional, adalah
tipe zakat yang diberikan dalam bentuk barang-barang produktif,
dimana dengan menggunakan barang-barang tersebut, para mustah{iq
dapat menciptakan suatu usaha. ; (b) Kreatif, adalah tipe zakat yang
diwujudkan dalam bentuk pemberian modal bergulir, baik untuk
permodalan proyek sosial seperti membangun sekolah, tempat ibadah,
30
Fachruddin, Fiqh dan Manajemen Zakat di Indonesia, (Yogyakarta: Sukses Offset, 2008), 314.
31 Amiruddin et al, Anatomin Fiqh Zakat (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005), 3.
38
maupun sebagai modal usaha untuk membantu mengembangkan usaha
para pedangang atau pengusaha kecil.33
2. Orang yang Berhak Menerima Zakat
Allah SWT telah menentukan dalam al-Qur’an golongan-golongan
yang berhak menerima zakat. Golongan yang dimksud adalah sejumlah 8
golongan yaitu sebagai berikut:
a. Fakir
Fakir ialah orang yang tidak memiliki harta dan sumber
pendapatan yang halal menurut jumhur ulama fiqih, atau mereka
adalah orang yang memiliki harta kurang dari kadar nis{a>b syar’i zakat
menurut madzhab Hanafi. Kedudukan mereka lebih buruk daripada
kedudukan orang miskin.
b. Miskin
Mereka adalah orang yang memiliki harta atau mempunyai
sumber pendapatan yang bisa memenuhi sebagian keperluan hidupnya,
tetapi masih belum mencukupi menurut madzhab Hanafi.
c. Amil zakat
Amil zakat ialah semua pihak yang bertugas melakukan
aktivitas yang berkaitan dengan pengumpulan, penyimpanan,
perlindungan, pencatatan, dan pemberianzakatkepada orang-orang
yang berhak menerima harta zakat. Mereka diangkat oleh pemerintah
dalam negara Islam atau diberi wewenang atau dipilih oleh institusi
33 Departemen Agama, Manajemen Pengelolaan Zakat, (Depok: Direktorat Pengembangan Zakat
39
yang disetujui oleh penguasa setempat atau masyarakat Islam untuk
melakukan penguatan dan pemberian zakat kepada yang berhak
menerimanya.
d. Muallaf
Orang-orang yang mempunyai keinginan memeluk agama
Islam. Dengan adab yang baik orang-orang yang telah dilembutkan
hatinya supaya memeluk agama Islam. ini juga mencakup orang yang
mempunyai pengaruh sosial agar memeluk Islam demi kepentingan
agama dan umat Islam itu sendiri. Dan juga orang-orang yang baru
masuk Islam kurang dari setahun dan mereka masih memerlukan
bantuan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan mereka yang baru,
walaupun bukan semata-mata bukan pemberian berupa nafkah.
e. Riqa<b (budak)
Yaitu para budak muslim yang telah, yang telah membuat
perjanjian dengan tuannya untuk dimerdekakan dan tidak memiliki
uang untuk membayar tebusan atas diri mereka, meskipun mereka
telah bekerja keras dan membanting tulang mati-matian.
f. Garim (orang-orang yang berhutang)
Yang termasuk dalam pengertian orang-orang yang berhutang
ini adalah:
1) Orang yang berhutang tidak untuk maksiat
2) Mempunyai hutang yang teramat banyak
40
4) Hutang sudah jatuh tempo atau wajib dilunasi ketika zakat
diberikan kepada orang yang berhutang
5) Orang yang berhutang demi kepentingan masyarakat banyak
6) Orang yang berhutang untuk membayar diat.
g. Fi< Sa<bililla<h
Orang-orang yang berjuang dijalan Allah SWT dalam
pengertian byang sangat luas sebagaimana yang telah ditetapkan oleh
ulama-ulama fiqih dengan maksud menjaga agama dan memuliakan
kalimah Allah SWT (kalimat tauhid) seperti berperang, berdakwah,
berusaha menegakkan hukum Islam dan membendung arus
pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan ajaran Islam.
h. Ibnu Sabi<l