INDUSTRI KELAPA SAWIT, LIMBAH CAIR DAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN
LIMBAH CAIR SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBANGKIT LISTRIK
(Penilaian Manajemen Teknologi Pengolahan Limbah Cair (POME) Kelapa Sawit)
Robby Cahyanto/NPM.1406598554
1. Latar Belakang
Kelapa sawit (Elaeis) adalah tumbuhan industri penting penghasil minyak masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel). Perkebunannya menghasilkan keuntungan
besar sehingga banyak hutan dan perkebunan dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit. Indonesia adalah penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia.
Tabel 1. Luas Perkebunan dan Produksi Kelapa Sawit Indonesia Tahun 2014
Provinsi Luas (ha)
Sumatera Utara 1.392.532 4.753.488 Sumatera Barat 381.754 1.082.823 Kalimantan Tengah 1.156.653 3.312.408 Bengkulu 304.339 833.410 Sumatera Selatan 1.111.050 2.852.988 Kep. Babel 211.237 538.724 Kalimantan Barat 959.226 1.898.871 Lampung 165.251 447.978 Kalimantan Timur 856.091 1.599.895 Sulawesi Tengah 147.757 259.361 Jambi 688.810 1.857.260 Sulawesi Barat 101.001 300.396 Kalimantan Selatan 499.873 1.316.224 Jumlah 10.956.231 29.344.479 Sumber: BPS, 2012-2014.
Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri strategis sektor pertanian ( agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis seperti Indonesia, Malaysia dan Thailand. Prospek perkembangan industri kelapa sawit saat ini sangat pesat, karena terjadi peningkatan jumlah produksi kelapa sawit seiring meningkatnya kebutuhan masyarakat. Kebun dan industri kelapa sawit menyerap lebih dari 4,5 juta
petani dan tenaga kerja dan menyumbang sekitar 4,5 persen dari total nilai ekspor nasional (Suharto, 2007). Hal ini telah menjadikan Indonesia sebagai Negara pengekspor
Crude Palm Oil (CPO) terbesar di dunia.
Tabel 2. Luas Perkebunan dan Produksi Kelapa Sawit Dunia Tahun 2013-2014
Negara
Luas dan Jumlah Produksi
Uraian perkebunan Luas (ha) Produksi
2
tahun
Indonesia 10.956.231 29.344.479 Data FAO menunjukkan produksi meningkat lebih dari 400% antara tahun 1994 dan 2004, lebih dari 8.660.000 metrik ton. Ditahun 2014 meningkat 300% dari tahun 2004. Malaysia 5.000.000 18.790.000 Meskipun Indonesia memproduksi minyak sawit, namun
Malaysia adalah eksportir terbesar di dunia mengekspor 18 juta ton produk minyak sawit pada tahun 2011 ke Cina, Pakistan, Uni Eropa, India dan Amerika Serikat sebagai importir utama CPO Malaysia.
Nigeria 2.300.000 null Pada tahun 1934, Nigeria pernah menjadi produsen terbesar di dunia. Terdapat produsen kecil dan skala besar berpartisipasi dalam industri
Thailand 5.700.000 1.300.000 Pemerintah Thailand mengusulkan untuk memperluas penggunaan lahan sawit 10.000.000 hektar di 2027
Kolombia 1.000.000 nul Sebesar 35% dari produk yang diekspor sebagai biofuel. Beberapa Afro-Kolombia mengklaim bahwa beberapa perkebunan baru telah diambil alih dari mereka setelah mereka diusir karena kemiskinan dan perang saudara, sementara pasukan bersenjata mengintimidasi orang-orang yang tersisa untuk pergi dari tanahnya
Sumber: http://www.narrada-sigma.com/tag/negara-penghasil-kelapa-sawit/
Panen rata-rata tahunan minyak sawit mentah Indonesia meningkat sebesar tiga persen pada 10 tahun terakhir, sedangkan wilayah yang ditanami kelapa sawit meningkat
selama sembilan tahun terakhir. Produksi minyak sawit mentah Indonesia tahun 2014 mencapai 29 juta metrik ton lebih.
Dampak lain perkembangan pesat produksi minyak sawit mentah adalah limbah cair kelapa sawit, yang sering disebut sebagai Palm Oil Mill Effluent atau POME. POME adalah limbah cair yang berminyak dan tidak beracun, hasil pengolahan minyak sawit. Meski tak beracun, limbah cair tersebut dapat menyebabkan bencana lingkungan bila
dibuang ke kolam terbuka, dan akan melepaskan sejumlah besar gas metana dan gas berbahaya lainnya yang menyebabkan emisi gas rumah kaca. Proses pengolahan minyak sawit menghasilkan sejumlah besar limbah cair (55-67 persen), yang dapat mencemari air karena mengandung 20.000 - 30.000 mg/l Biological Oxygen Demand (BOD).
2. Potensi Limbah Cair Hasil Pengolahan Kelapa Sawit
Industri berbasis kelapa sawit merupakan investasi yang relatif menguntungkan. Kelapa sawit memiliki potensi menghasilkan minyak sekitar 7 ton/hektar. Namun perlu
3
limbah gas yang dapat mencemari lingkungan. Jumlah limbah cair yang dihasilkan oleh Pabrik Minyak Kelapa Sawit (PMKS) berkisar 5 ton limbah cair dengan BOD 20.000 -
60.000 mg/l dalam 1 ton CPO, atau 600-700 liter/ton dari tandan buah segar (TBS) yang diolah. Limbah ini merupakan sumber pencemaran yang potensial bagi manusia dan lingkungan, sehingga pabrik dituntut untuk mengolah limbah melalui pendekatan teknologi pengolahan limbah (end of the pipe).
Limbah cair industri kelapa sawit yang paling utama adalah POME atau Palm Oil Mill Effluent. Upaya pemanfaatan limbah cair PMKS yang ... dengan proses digester anaerob
untuk memproduksi biogas.
Sedangkan limbah padatnya terdiri dari tandan kosong, pelepah, batang dan serat
mesocarp. Serat mesocarp dan tandan kosong merupakan limbah yang diperoleh ketika proses produksi berlanjut, sementara pelepah dihasilkan ketika dilakukan pemangkasan pelepah. Limbah batang sawit dihasilkan ketika proses replantasi, penggantian tanaman tua dengan tanaman yang lebih muda.
POME memiliki kandungan organik yang sangat tinggi, sehingga jika dibuang langsung ke lingkungan akan menimbulkan masalah pencemaran yang cukup berat serta emisi gas rumah kaca (GRK). Namun jika emisi ini ditangkap dengan menggunakan teknologi
fermentasi anaerobic, biogas yang ada bisa menggantikan fungsi Liqued Petroleum Gas
(LPG). Satu ton EFB/TBS bisa menghasilkan emisi sebanyak 23.25 kg CH4 yang jika dikonversikan sepenuhnya ke dalam LPG, maka akan ada sekitar 58 rumah yang bisa menggunakan biogas setiap bulan dengan rata-rata konsumsi 17,25 kg (Nugro, 2003).
Sebagian besar limbah cair kelapa sawit (POME) ini diolah dalam bentuk kolam pond. Namun setelah teknologi biogas sudah mulai diaplikasikan untuk POME, opsi pond ini mulai ditinggalkan karena dirasa tidak memiliki kinerja sebaik teknologi fermentasi
anaerobic untuk menghasilkan biogas. selain karena masalah lahan, masalah
kemampuan penurunan kandungan organic dan utilisasi methane juga menjadi
4
Limbah padat dan cair dari industri kelapa sawit memiliki potensi yang sangat baik untuk dikembangkan. Beberapa aplikasi teknologi sederhana sudah ada yang berhasil cukup
baik, namun sebenarnya jika dilakukan upgrade teknologi, limbah-limbah tersebut bisa menghasilkan produk yang bernilai lebih tinggi lagi. Sebagai contoh, di beberapa industri, limbah POME yang ditreatment lebih dulu digunakan sebagai pupuk untuk perkebunan. POME ini jika dikonversi menjadi biogas maka nilai tambahnya akan lebih tinggi (seperti uraian sebelumnya). Contoh lainnya adalah tandan kosong yang selama
ini hanya digunakan sebagai mulsa (material penutup tanaman budidaya yang dimaksudkan untuk menjaga kelembaban tanah serta menekan pertumbuhan gulma dan penyakit sehingga membuat tanaman tersebut tumbuh dengan baik) dan juga pupuk akan meningkat nilainya jika diproses menjadi komposit, fiber untuk bahan bangunan, dan lain sebagainya.
Berdasarkan data produksi yang dihasilkan dari pengolahan kelapa sawit rata-rata 26 juta metrik ton/tahun, maka Indonesia memiliki potensi bahan baku dari POME sebesar 604,5 juta metrik ton/tahun. Potensi POME ini equivalen dengan volume LPG sebesar tersebut, yang dapat memenuhi 35 milyar lebih rumah. Potensi POME terbesar berapa
di Pulau Sumatera yaitu 65% dari potensi POME di Indonesia (20,2 juta metrik ton/tahun).
3. Proses Limbah Caik PMKS menjadi POME
Limbah cair dalam sistem kolam terdiri dari beberapa tahapan, yaitu:
a. Kolam Pendinginan. Agar
proses Limbah cair pabrik kelapa
sawit memiliki temperatur 75-90oC.
b. Kolam Pengasaman Pada kolam
pengasaman akan terjadi
penurunan pH dan pembentukan
karbondioksida. Proses
pengasaman ini dibiarkan selama
30 hari.
c. Kolam Pembiakan Bakteri Pada fase ini terjadi pembiakan bakteri, bakteri tersebut
5
pembiakan bakteri hingga limbah tersebut dapat diaplikasikan memerlukan waktu
30-40 hari.
3.1.Fat Pit
Limbah dari PKS dialirkan masuk kedalam fat pit. Pada fat pit ini
terjadi pemanasan dengan
menggunakan steam dari BPV. Pemanasan ini diperlukan untuk memudahkan pemisahan minyak
dengan sludge sebab pada fat
pit ini masih dimungkinkan untuk
melakukan pengutipan minyak
dengan menggunakan skimmer. Limbah dari fat pit ini kemudian dialirkan ke kolam cooling pond yang berguna untuk mendinginkan limbah yang telah dipanaskan.
3.2. Cooling Pond
Selain untuk mendinginkan limbah, cooling pond juga berfungsi untuk mengendapkan sludge. Setelah dari cooling pond I limbah kemudian masuk ke cooling pond II untuk dilakukan proses pendinginan yang sama dengan cooling pond I. Limbah dari cooling pond II kemudian dialirkan ke kolam anaerobic 1, 2, 3.
3.3.Kolam Anaerobic
Pada kolam anaerobic ini terjadi perlakuan biologis terhadap limbah
dengan menggunakan bakteri
metagonik yang telah ada di
kolam. Unsur organik yang terdapat dalam limbah cair digunakan bakteri
sebagai makanan dalam proses
mengubahnya menjadi bahan yang
6
lingkungan. Pada kolam anaerobic terjadi penurunan BOD dan kenaikan pH minimal 6. Ketebalan scum pada kolam anaerobic tidak boleh > 25 cm, jika ketebalannya telah melebihi 25 cm maka itu merupakan tanda bahwa bakteri sudah kurang berfungsi.
3.4. Maturity Pond
Setelah dari kolam anaerobic, limbah masuk ke kolam maturity pond yang berfungsi untuk pematangan limbah (serta kenaikan pH dan penurunan BOD). Di maturity pond ini terdapat
pompa yang berfungsi
mensirkulasikan limbah kembali ke
kolam anaerobic (ditunjukkan oleh
garis putus-putus pada flow
process). Kegunaan sirkulasi adalah untuk membantu menurunkan suhu
dan menaikkan pH di
kolam anaerobic 1, 2, 3.
3.5. Kolam Aplikasi
Setelah dari maturity pond limbah kemudian masuk ke kolam aplikasi yang merupakan tempat pembuangan akhir limbah. Limbah yang terdapat pada kolam aplikasi ini digunakan untuk pupuk tanaman kelapa sawit
(land application).
Ada beberapa pilihan dalam pengelolaan limbah cair PMKS setelah diolah di kolam
7
Alternatif ini mempunyai beberapa kelemahan diantaranya:
1) Pengelolaan limbah cair sehingga menjadi layak dibuang ke badan sungai (BOD
dibawah 100 ppm ), secara teknis bisa dilakukan tetapi memerlukan biaya dan teknologi yang tinggi di samping waktu retensi efluen yang panjang di kolam-kolam pengelolaan.
2) Tidak ada nilai tambah baik bagi lingkungan maupun bagi perusahaan.
3) Merupakan potensi sumber konflik oleh masyarakat karena perusahaan dianggap
membuang limbahnya ke badan sungai adalah berbahaya walaupun limbah tersebut mempunyai BOD di bawah 100 ppm.
Model alternatif lainnya dalam pengelolaan efluen adalah dengan mengaplikasikan ke areal pertanaman kelapa sawit (land application), sebagai sumber pupuk dan air irigasi.
Banyak lembaga penelitian yang melaporkan bahwa efluen banyak mengandung unsur hara yang cukup tinggi. Potensi ini menjadi semakin penting artinya dewasa ini karena harga pupuk impor yang meningkat tajam serta kerap terjadinya musim kemarau yang berkepanjangan.
Pemanfaatan limbah cair PMKS melalui land application telah menjadi hal yang rutin dilakukan di perkebunan besar dengan hasil yang baik, yaitu dapat meningkatkan produksi kelapa sawit tanpa menimbulkan dampak negatif yang berarti terhadap lingkungan.
4. Penerapan Teknologi Pengolahan POME dan Lingkungan Hidup PTP Nusantara VIII
PTP. Nusantara VIII mempunyai pabrik minyak kelapa sawit (PMKS). Letaknya di Kabupaten Lebak dan Pandeglang, Propinsi Banten. Kapasitas PKS. Kertajaya adalah
sebesar 30 ton TBS per jam. Karena pengoperasian pabrik hanya berjalan 2 (dua) shift per hari, maka lama waktu operasi hanyalah 16 jam per hari. Jumlah limbah cair yang dihasilkan dalam satu hari adalah sekitar 300 m3.
Proses Pengolahan Limbah Cair
1.) Limbah cair yang berasal dari Unit Sludge Separator dan Unit Pencucian (klarifikasi)
8
terkandung dalam air limbah akan mudah lepas. Minyak yang dapat diambil kembali (oil recovery) dari unit ini sebesar 0,8 – 1,2 %. Waktu tinggal (Detention Time) Td = 16 Jam. Dimensi unit ini adalah luas 6 x 40 m2 dan kedalaman 0,8 m (bila dihitung dari data waktu tinggal dan debit Q sebesar 18 ton/jam). BOD dari Fatpit ini adalah 30.000 – 40.000 ppm dengan pH sekitar 4 – 5.
2.) Proses kedua adalah anaerobik
yang diakomodasikan dalam bak berjumlah 4 buah dan dioperasikan secara berurutan. Limbah cair yang masuk ke dalam bak anerobik ini adalah
limbah cair dari fatpit dan limbah cair Unit Kondensat Sterilisasi, Pencucian Hydro
Cyclone dan dari Unit Demineralisasi. Waktu tinggal (total) Td = 40 hari (bila
dihitung dari pembagian volume dengan debit diperoleh Td = 38,4 hari), dengan dimensi untuk setiap baknya adalah luas 20 x 40 m2 dan kedalaman sekitar 3 – 4 meter. Kualitas BOD dari air limbah yang keluar dari proses anaerobik ini sekitar 3000 ppm dengan pH antara 5 – 6. Bak anaerobik ini merupakan bak terbuka dan dikatakan berproses anaerobik karena kedalaman baknya yang sampai 4 meter.
3.) Proses terakhir adalah aerobik yang diakomodasikan dalam 4 buah bak (pond). Luas total unit aerobik ini adalah 75 x 40 m2 dengan kedalaman 1,5 meter. Waktu Tinggal Td = 60 hari (bila dihitung dari pembagian volume dengan debit diperoleh Td 62,5 hari). Proses aerobik dianggap dapat terlaksana hanya dengan kontak udara
di permukaan kolam, tanpa aerator mekanik atau blower. BOD limbah yang keluar dari unit ini sekitar 200 - 230 ppm dengan pH sekitar 7.
4.) Dalam pengoperasiannya direncanakan sebagian dari air limbah yang keluar dari unit anaerobik dipergunakan untuk menyiram tanaman.
Secara umum pengolahan limbah cair dari PMKS dapat dikatakan sangat tidak
9
yang begitu banyak mengisi seluruh sub unit terakhir dari bagian fatpit tersebut. Kolam-kolam anaerobik mau pun aerobik tidak dipelihara dengan baik, sehingga endapan
lumpur yang semakin lama semakin banyak menjadikan seluruh pengolahan pada kolamkolam tersebut berjalan secara anerobik.
Proses pengolahan secara aerobic tidak dilakukan dengan penghembusan udara dari dasar kolam atau pun dengan pengadukan di permukaan kolam. Jadi jelas bahwa pengolahan secara aerobik sudah tidak berjalan optimal, jadi hanya pada sebagian kecil
permukaan kolam aerobic saja yang masih berjalan dengan proses aerobik.
5. Penerapan Teknologi Pengolahan POME dan Lingkungan Hidup PTP Nusantara IV
P.T. Perkebunan Nusantara IV Bah Jambi terletak di Propinsi Sumatera Utara dan tersebar di beberapa Daerah Tingkat II, yaitu Kabupaten Simalungun, Deliserdang,
Asahan, Labuan Batu, Langkat, Tobasa,Tapanuli Selatan dan Kota Medan. PTPN.IV Bah Jambi mempunyai areal yang sangatluas dan mengelola komoditi kelapa sawit, kakao dan teh. Luas Perkebunan Kelapa Sawit sebesar 120.780 Ha dan Pabrik Kelapa Sawit yang beroperasi untukmengolah seluruh panen dari perkebunankelapa sawit berjumlah
16 buah. Sesuaidengan undang-undang dan peraturan yang berlaku, PTP Nusantara IV
Bah Jambi telahmelaksanakan pengendalian limbah cair dari pabrik kelapa sawit, yaitu dengan memiliki IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) untuk setiap pabrik kelapa sawit2).
IPAL yang dimiliki oleh ke 16 pabrikkelapa sawit umumnya adalah dengan sistem yang konvensional, yaitu yang terdiri dari beberapa unit kolam anaerobik, fakultatif dan aerobik. Masing-masing IPAL dari setiap pabrik kelapa sawit mempunyai kolamkolam
yang memiliki kedalaman, luas danvolume yang berbeda-beda. Dengandemikian waktu
tinggal atau WPH (Waktu Penahanan Hidrolysis)-nya juga berbedabeda.
Luas kolam yang terkecil adalah6.800 m2, sedangkan yang terbesar adalah42.500 m2.
Sementara itu Volume kolambervariasi dari 19.200 m3 sampai 125.500m3 dan Waktu
Tinggal yang terkecil 36 hari dan yang terbesar ialah 192 hari. Untuk mengevaluasi
10
beroperasi dan dapat menurunkankadar BOD hingga 250 ppm (Standar kualitas limbah
cair berdasarkan Keputusan Menteri No. Kep-51/Men LH-10/1995). Berdasarkan
ketentuan yang berlaku sekarang, BOD yang boleh dilepas ke lingkungan adalah 100 ppm. Dengandemikian semua IPAL harus diperbaiki ataudimodifikasi , sehingga mampu
menurunkanBOD hingga 100 ppm.Perlu diketahui pula, bahwa konstruksikolam-kolam
tersebut tidak memenuhi syarat yang berlaku, karena tidak menggunakan dasar yang kedap air, tetapihanya tanah biasa. Jadi kolam-kolamtersebut hanya merupakan kolam
galian biasa. Berdasarkan informasi yang masih sangat terbatas ini, maka dapat disimpulkan bahwa sistem IPAL di area PTP. Nusantara IV Bah Jambi perlu di evaluasi kembali,diperlukan modifikasi untuk menyesuaikandengan peraturan yang baru.
6. Sistem Pengolahan Limbah Cair
Gambaran bahwa masih banyak PMKS yang belum melaksanakan pengolahan yang
benar terhadap limbah cair yang dihasilkannya. Banyak PKS yang hanya menggunakan
kolam-kolam galian dan menyebutkan bahwa kolam-kolam tersebut adalah kolam
anaerobik dan yang lainnya adalah kolam aerobik. Namun kenyataannya di lapangan,
kolam-kolam tersebut tidak dioperasikan dan dipelihara dengan benar. Akibatnya keberadaan kolamkolamtersebut menjadi hanya formalitas belaka. Karena itu, saat ini sudah harus dibutuhkan suatu sistem yang baku tentang pengolahan limbah cair dari suatu PMKS.
Berdasarkan data tentang komposisi limbah cair PMKS, diketahui bahwa beban BOD merupakan 80% lebih dari jumlahlimbah yang dihasilkan. Dengan demikian,limbah cair PMKS didominasi oleh limbahorganik dan sistem pengolahannya pun akan didominasi oleh proses biologis. Hal itu tidak berarti bahwa proses fisika dankimia tidak dipergunakan, tetapi diterapkanhanya pada proses awal dan akhir saja.
Proses pengolahan diawali denganpengendapan awal yang diakomodasikan dalam unit
Oil Separation Tank. Dalam tangki pengendap awal ini juga terjadi pemisahan minyak
yang masih banyak terdapat dalam limbah cair yang dibuang, sehingga dengan
11
maka proses selanjutnya adalah proses netralisasi. Setelah penetralan proses
selanjutnya adalah proses utama yaitu proses anaerobik. Dalam tangki reactor
anaerobik ini dihasilkan gas bio yang akan ditampung dalam tangki Gas Holder dan selanjutnya gas bio (gas methan) tersebutuntuk dimanfaatkan guna keperluan proses pemanasan dalam pabrik CPO. Lumpur aktif yang terdapat dalam proses anaerobic disirkulasi melalui tangki sirkulasi. Proses sirkulasi ini dapat digunakan pula sebagai optimalisasi proses anaerobik dan juga untuk pengendalian jumlah lumpur dalamtangki
reaktor anaerobik.
Proses selanjutnya adalah proses aerobik dengan penghembusan udara atau dengan system pengadukan di sekitar permukaan air limbah yang akan diolah. Setelah proses aerobic selanjutnya adalah pengendapan lumpur. Seperti juga pada proses anaerobik
yang menggunakan sirkulasi lumpur aktif, demikian pula dengan proses aerobik. Sebagian lumpur aktif yang mengendappada bagian bawah tangki pengendapdisirkulasi kembali ke dalam tangki reactor aerobik. Sebagai proses akhir adalah pengeringan lumpur dalam unit pengeringanlumpur (drying bed).
7. Kesimpulan dan Saran
1.) Dari PMKS-PMKS yang ada di PTP Nusantara IV dan VIII menunjukkan bahwa , maka
system pengolahan limbah cair PKS dengan mengalirkan limbah cair tersebut ke
beberapa kolam-kolam yang luas. Sebagai perbandingan , yaitu luas lahan perkebunan kelapa sawit pada paling sedikit 30.000 Ha dan luas total yang dibutuhkan untuk pengolahan limbah cair sekitar5 Ha.
2.) Pengolahan limbah cair PMKS system anaerobik telah menunjukkan hasil yang baik, yaitu dengan kebutuhan luas lahan yang sangat sedikit (lebih kecil dari 1 Ha) sebagai secara kualitas sudah memenuhi baku mutu lingkungan.
3.) Aplikasi pemanfaatan limbah cair PMKS untuk menyuburkan lahan kelapa sawit harus terus dimonitor, sehingga tidak melampaui kemampuan daya dukung lahan perkebunan itu sendiri. Apabila jumlah limbah cair yang dialirkan ke lahan perkebunan melampaui batas kemampuannya, maka yang terjadi adalah
12
4.) Dari hasil matrik manajemen penilaian didapatkan informasi bahwa pengolahan limbah cair (POME) sangat memberikan prospek yang bagus untuk dumber bahan
baku pembangkit listrik dan cukup ramah lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
P. Nugro Rahardjo. 2003. Ide tifikasi Masalah Teknis Instalasi Pengolahan Air Limbah Pabrik Minyak Kelapa Sawit PT.Kertajaya , Majalah A alisa “iste ,Kedeputian Analisa Sistem, BPPT.
Anonymous. 1994. Pe golaha Li bahPabrik Kelapa “awit , Pusat Pe elitia Kelapa Sawit, Medan, 1994.
Anonymous. 1992. Pe ge dalia da Pengoperasian Limbah Pabrik Kelapa “awit .
Pusat PenelitianPerkebunan (RISPA).
P. Nugro Rahardjo. 1997. Tek ologi Pengolahan Limbah Cair Industri Minyak Mentah
13
Matrik Penilaian Manajemen
Kegiatan Pengolahan Limbah Cair (POME) dari Proses Industri Pemngolahan Minyak Kelapa Sawit dengan menggunakan Bak Penampungan dan Pengolahan Konvensional
No Dimensi Utama dan Elemen Kunci Penilaian Teknologi
1.1 Tenaga kerja/SDM asing yang digunakan
8
1.2 Berbagi kepemilikan sumber daya dengan pihak asing
4 Prospek Restrukturisasi Strategis Suram Sulit Menjanji kan Cerah 4.1 Teknologi jangka panjang (extender) ke strategi yang mengeksploitasi 8
4.2 Teknologi penguras (exploiter) ke strategi pengikut (follower) 8
4.3 Teknologi pengikut ke strategi pemimpin 6.1 Intensitas persaingan dengan para pesaing
7.3 Kemungkinan dampak terhadap kerusakan lingkungan 7