• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pemanfaatan Limbah Cair Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit sebagai Pupuk terhadap Biodiversitas Tanah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengaruh Pemanfaatan Limbah Cair Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit sebagai Pupuk terhadap Biodiversitas Tanah"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

The Effect of Utilization of Palm Oil Mill Effluent as Fertilizer to Soil Biodiversity

Retno Widhiastuti

1

, Dwi Suryanto

1

, Mukhlis

2

, Hesti Wahyuningsih

1

1) Staf Pengajar FMIPA – Biologi USU 2) Staf Pengajar FP – Ilmu Tanah USU

Diterima 26 September 2005/Disetujui 1 Februari 2006 Abstract

The aim of the research is to evaluate effect of Palm Oil Mill Effluent (POME) as fertilizer based on soil biodiversity. The research was conducted at Palm Oil Estate of PT Tapian Nadenggan SMART Group, Langga Payung, Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara, from March to September 2004. Ecological methods of Muller and Dumbois (1974) and Krebs (1989) were used to analyze soil biodiversity. Randomized Complete Block Design with 4 treatments was utilized to statistically analyzed soil physic and chemical properties (Gomez and Gomez, 1994). The treatments were area without application of POME (B0), area with application of POME since 1990–2004 (B1), area with application of POME since 1991–2004 (B2), and area with application of POME since 1992–2004 (B3). The result showed that POME could be a good fertilizer by increasing soil physic and chemical properties, soil biodiversity and total bacteria. It could also reduce seed in the area of application.

Keyword: POME, biodiversity, environment

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah mengkaji pengaruh pemanfaatan limbah cair pabrik pengolahan kelapa sawit (LPKS) sebagai pupuk terhadap biodiversitas tanah agar dapat membuktikan bahwa pemanfaatan LPKS tidak mencemari lingkungan. Penelitian dilakukan di perkebunan kelapa sawit PT Tapian Nadenggan SMART Group, Langga Payung, Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara pada bulan Maret sampai dengan September 2004. Metoda analisis biodiversitas yang digunakan adalah metoda ekologi dari Muller dan Dumbois (1974) dan Krebs (1989), sedangkan untuk analisis sifat fisik dan kimia tanah digunakan rancangan acak kelompok non faktorial menurut Gomez and Gomez (1994) dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan. Perlakuan tersebut adalah: B0 = areal perkebunan tanpa aplikasi LPKS, B1 = areal perkebunan dengan aplikasi LPKS tahun 1990–2004 (14 tahun), B2 = areal perkebunan dengan aplikasi LPKS tahun 1991–2004 (13 tahun), dan B3 = areal perkebunan dengan aplikasi LPKS tahun 1992–2004 (12 tahun). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan LPKS dapat berfungsi sebagai pupuk organik dengan meningkatkan sifat fisik–kimia tanah, biodiversitas tanah, menurunkan kehadiran gulma penting pada perkebunan kelapa sawit, dan meningkatkan total bakteri tanah.

Kata kunci: LPKS, biodiversitas, lingkungan

Pendahuluan

Laju perkembangan industri kelapa sawit di Indonesia semakin pesat, baik peningkatan luas lahan kelapa sawit maupun peningkatan jumlah pabrik pengolahan kelapa sawit. Peningkatan luas lahan kelapa

sawit akan memerlukan jumlah pupuk untuk pertumbuhan tanaman kelapa sawit, sedangkan peningkatan pabrik pengolahan kelapa sawit akan meningkatkan kerusakan lingkungan terutama lingkungan perairan

(2)

karena limbah cair pabrik pengolahan kelapa sawit (LPKS) selalu dibuang ke sungai.

Limbah pabrik pengolahan kelapa sawit mempunyai kandungan hara yang dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan kelapa sawit, sehingga untuk menghindari pencemaran lingkungan dan untuk mengatasi kebutuhan pupuk, limbah PKS memungkinkan untuk dimanfaatkan pada lahan perkebunan kelapa sawit.

Menurut Loebis dan Tobing (1989) limbah cair pabrik pengolahan kelapa sawit mengandung unsur hara yang tinggi seperti N, P, K, Mg, dan Ca, sehingga limbah cair tersebut berpeluang untuk digunakan sebagai sumber hara bagi tanaman kelapa sawit, di samping memberikan kelembaban tanah, juga dapat meningkatkan sifat fisik–kimia tanah, serta dapat meningkatkan status hara tanah.

Berdasarkan hal tersebut penelitian ini dilakukan untuk mengkaji pengaruh pemanfaatan LPKS sebagai pupuk terhadap biodiversitas tanah agar dapat membuktikan bahwa pemanfaatan LPKS tidak mencemari lingkungan.

Bahan dan Metoda

Penelitian dilakukan di perkebunan kelapa sawit PT Tapian Nadenggan SMART Group, Langga Payung, Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara yang sejak tahun 1990 telah mengaplikasikan LPKS-nya ke areal perkebunan. Aplikasi LPKS ke areal perkebunan diambil dari kolam anaerob dengan sistem flat beds. Aplikasi LPKS secara flat beds, yaitu aplikasi limbah cair dengan teknik parit bersekat. Pembuatan konstruksi dibuat di gawangan mati, di antara baris pohon yang dihubungkan dengan saluran parit dengan kemiringan tertentu. Limbah cair dipompakan dari kolam limbah ke bak penampungan (bak distribusi) yang berada di areal paling atas, setelah itu dialirkan ke masing-masing flat beds hingga flat beds terakhir.

Sifat kimia LPKS yang diaplikasikan ke lahan perkebunan kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil pengamatan sifat kimia LPKS yang diaplikasikan ke lahan perkebunan kelapa sawit

No. Parameter Hasil

1. pH 6,6 2. BOD (ppm) 1798,5 3. COD (ppm) 2941 4. N total (ppm) 196 5. P (ppm) 19,5 6. K (ppm) 267 7. Mg (ppm) 61 8. Minyak 103

Nilai BOD limbah PKS yang diaplikasikan sebesar 1798,5 ppm. Nilai BOD tersebut di bawah nilai BOD pada standardisasi pengolahan limbah PKS untuk aplikasi lahan menurut Peraturan Menteri Pertanian tahun 1995, yaitu sebesar < 3500 ppm. Hal ini karena aplikasi limbah PKS di PT Tapian Nadenggan telah dilakukan sejak tahun 1990 sebelum ada peraturan maupun petunjuk teknis dari pemerintah. Adanya kekhawatiran akan mencemari lingkungan sehingga BOD limbah yang diaplikasikan ke lahan relatif kecil.

Penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai dengan September 2004. Rancangan penelitian untuk pengamatan sifat fisik–kimia tanah menggunakan rancangan acak kelompok menurut Gomez dan Gomez (1994), dengan 4 perlakuan aplikasi limbah sebagai pupuk, yaitu: B0 tanpa aplikasi

LPKS, B1 aplikasi LPKS tahun 1990–2004,

B2 aplikasi LPKS tahun 1991–2004, B3

aplikasi LPKS tahun 1992–2004. Ulangan sebanyak 5 kali. Untuk penelitian biodiversitas tanah (tumbuhan penutup tanah, makrofauna, dan mesofauna tanah) dilakukan dengan metoda ekologi dari Muller and Dumbois (1974) dan Krebs (1989). Mikrobiologi tanah dilakukan dengan metoda Most Probable Number (Anas, 1989) dan (Bibiana, dan Hastowo, 1994).

(3)

Analisis laboratorium dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi dan Laboratorium Ekologi FMIPA, dan Laboratorium Kimia Tanah Fakultas Pertanian USU, Medan.

Analisis data tumbuhan penutup tanah dihitung dengan cara: data yang diperoleh dihitung kerapatan, frekuensi dengan rumus dari Muller and Dumbois (1974) sebagai berikut: Kerapatan relatif (KR) = Jumlah individu suatu jenis Jumlah individu semua jenis X 100 % Frekuensi relatif (FR) =

Jumlah sampel plot pengambilan tiap jenis Jumlah plot pengambilan

semua jenis

X 100 %

Untuk mengetahui peranan jenis vegetasi dicari indeks nilai penting, dengan rumus INP = KR + FR.

Analisis makrofauna dan mesofauna tanah dihitung dengan cara: data yang diperoleh dihitung kerapatan, frekuensi dengan rumus dari Krebs (1989) sebagai berikut: Kerapatan relatif (KR) = Jumlah individu suatu jenis Jumlah individu semua jenis X 100 % Frekuensi relatif (FR) =

Jumlah sampel ditemukan suatu jenis Jumlah seluruh

sampel

X 100 %

Untuk mengetahui makrofauna dan mesofauna yang dominan, dilakukan uji index dominance dari Krebs (1989), sebagai berikut:

C = ∑ (ni/N) 2 Keterangan:

C: indeks of dominan ni: individu jenis ke i N: individu seluruh jenis

Untuk mengetahui keanekaraga-man jenis biota tanah dilakukan dengan perhitungan sebagai berikut:

s H’ = - ∑ pi ln pi

i-j Keterangan:

H’ = indeks diversitas S = jumlah spesies taksa pi = ni/N

ni = individu dalam takson ke i N = individu total semua takson

Hasil dan Pembahasan

Pengaruh Aplikasi Limbah PKS terhadap Sifat Fisik dan Kimia Tanah

LPKS yang diaplikasikan ke tanah pada lahan perkebunan kelapa sawit (Tabel 2), ternyata berfungsi sebagai bahan pupuk organik. Hal ini terlihat oleh meningkatnya pH, kadar bahan organik, N total, P tersedia, K dan Mg tukar tanah setelah diaplikasi LPKS selama 12 tahun (B3), 13

tahun (B2), dan 14 tahun (B1).

Tabel 2. Pengaruh aplikasi LPKS terhadap sifat kimia tanah

Perlakuan pH tanah C organik

(%) N total (%) Rasio C/N P tersedia (ppm) (me/100) K tukar Mg Tukar (me/100) B0 5,39 bB 1,50 cC 0,158 cC 9,498 b 7,778 dD 0,098 cC 0,326 dD B1 5,73 bB 1,80 bAB 0,164 cC 10,964 a 151,256 cC 0,900 aA 1,336 bB B2 5,64 bB 2,12 aA 0,192 aA 11,022 a 196,564 bB 0,576 bB 1,254 cC B3 6,25 aA 1.69 bB 0,176 bB 9,574 b 224,778 aA 0,962 aA 2,536 aA Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada P 0,05 (a, b, c,d)

(4)

Tabel 3. Pengaruh aplikasi LPKS terhadap permeabelitas, porositas, dan kadar air tanah

Perlakuan Permeabilitas

(cm/jam) Porositas (%) Kadar Air (%)

B0 16,302 a 49,886 a 22,818 a

B1 4,956 b 53,888 a 25,598 a

B2 5,522 b 52,680 a 25,486 a

B3 5,258 b 51,322 a 22,326 a

Permeabilitas, Porositas, dan Kadar Air Tanah

Aplikasi limbah cair PKS ke tanah selama 12, 13, dan 14 tahun hanya menunjukkan pengaruh kepada permeabilitas tanah. Sebagaimana Tabel 3 menunjukkan bahwa permeabilitas tanah menurun akibat aplikasi limbah. Penurunan permeabilitas tanah ini disebabkan karena pada bahan limbah masih terkandung minyak/lemak yang dapat mengakibatkan sifat hidrofobik pada tanah.

Aplikasi limbah cair PKS tidak berpengaruh terhadap porositas dan kadar air tanah, namun ada kecenderungan makin lama limbah PKS diaplikasikan porositas dan kadar air makin meningkat.

Pengaruh Aplikasi Limbah PKS terhadap Biodiversitas Tanah

1. Tumbuhan Penutup Tanah

Tumbuhan penutup tanah yang ditemukan pada lokasi penelitian terdiri dari 19 famili dengan jumlah spesies 46 spesies. Jumlah spesies yang ditemukan pada semua komunitas berbeda-beda. Hal ini banyak faktor yang menentukan. Dapat dari pengaruh sifat penyebaran tumbuhan tersebut, faktor lingkungan fisik–kimia tanah, dan fisik–kimia limbah cair PKS, maupun campur tangan manusia pada lokasi perkebunan. Kerapatan Relatif Tumbuhan Penutup Tanah

Kerapatan relatif tumbuhan penutup tanah pada lahan tanpa aplikasi limbah PKS (B0) adalah Borreria laevis sebesar 27,89%; pada lahan aplikasi limbah sejak tahun 1990 (B1) adalah Ageratum conyzoides sebesar 17,30%; pada lahan aplikasi limbah

sejak tahun 1992 (B2) adalah Diodia sarmentosa sebesar 20,16%; dan pada pada lahan aplikasi limbah sejak tahun 1992 (B2) adalah Ageratum conyzoides sebesar 33,07%.

Frekuensi Relatif Tumbuhan Penutup Tanah

Frekuensi relatif tumbuhan penutup tanah pada lahan perkebunan kelapa sawit tanpa aplikasi limbah (B0) adalah Axonopus compressus sebesar 9,76%; pada lahan aplikasi limbah sejak tahun 1990 (B1) adalah Peperomia pelucida sebesar 8,26%; pada lahan aplikasi limbah sejak tahun 1992 (B2) adalah Peperomia pellucida dan Diodia sarmentosa, masing-masing sebesar 9,17%; dan pada pada lahan aplikasi limbah sejak tahun 1992 (B3) adalah Ageratum conyzoides dan Diodia sarmentosa sebesar 8,26%.

Indeks Nilai Penting Tumbuhan Penutup Tanah

Indeks nilai penting tumbuhan penutup tanah menggambarkan besarnya peranan suatu jenis tumbuhan di dalam suatu komunitas. Indeks nilai penting tertinggi tumbuhan penutup tanah pada komunitas B0 adalah Axonopus compressus sebesar 36,20%; pada komunitas B1 adalah Peperomia pelucida sebesar 25,05%; pada komunitas B2 adalah Diodia sarmentosa sebesar 29,33%, dan pada komunitas B3 adalah Ageratum conyzoides sebesar 41,34%. Menurut Direktorat Jenderal Perkebunan (1985) ada tujuh jenis gulma penting pada perkebunan kelapa sawit, yaitu: Axonopus compressus, Cyclosorus aridus, Cyrtococcum patens, Imperata cylindrica, Mikania micrantha,

(5)

Ottochloa arnottiana, Panicum repens, dan Paspalum conjugatum. Dengan demikian pada lokasi penelitian didapatkan lima jenis gulma penting, yaitu: Mikania micrantha, Axonopus compressus, Paspalum conjugatum, Ottochloa arnottiana, dan Cyclosorus aridus.

Pada lahan tanpa aplikasi limbah PKS (komunitas B0) terdapat jenis tumbuhan penutup tanah yang merupakan gulma penting dan merupakan populasi tertinggi lahan tersebut, yaitu Axonopus compressus, sedangkan pada lahan dengan aplikasi limbah PKS walaupun terdapat jenis-jenis gulma penting namun jumlahnya relatif kecil. Jadi lamanya pemberian limbah cair PKS akan menurunkan jumlah individu gulma penting, karena adanya peningkatan jumlah individu dari spesies Ageratum conyzoides, Eupatorium riparium, Peperomia pellucida, Borreria laevis, dan Diodia sarmentosa.

Indeks Diversitas (Keanekaragaman) Tumbuhan Penutup Tanah

Indeks keanekaragaman tumbuhan penutup tanah dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini.

Tabel 4. Indeks keanekaragaman tumbuhan penutup tanah

Komunitas Indeks Diversitas

B0 2,2367 B1 2,5922 B2 2,4331 B3 2,1481

Pada komunitas yang diberi aplikasi limbah ada kecenderungan indeks keaneka-ragamannya meningkat, walaupun pada komunitas B3 lebih kecil daripada B0, hal ini karena keanekaragaman spesies tidak hanya merupakan fungsi dari jumlah spesies, tetapi juga fungsi dari kemerataan distribusi kelimpahan dari spesies itu dalam komunitasnya. Dengan demikian komposisi jenis, jumlah individu yang ditemukan, kerapatan relatif dan frekuensi relatif, dapat menentukan besarnya keanekaragaman jenis.

2. Makrofauna Tanah

Makrofauna tanah yang ditemukan pada lokasi penelitian terdiri dari 5 klas, 12 ordo, 28 famili dengan 34 genus. Klas makrofauna yang didapatkan di areal penelitian adalah: Arachnida (bangsa laba-laba), Chilopoda (lipan), Oligochaeta (cacing), Gastropoda (siput), dan Insecta (serangga). Makrofauna tanah yang ditemukan dalam jumlah besar adalah dari kelompok serangga, yang terdiri dari delapan ordo, yaitu: Blattaria, Coleoptera, Hemiptera, Hymenoptera, Isoptera, Orthoptera, dan Neuroptera. Dari spesies-spesies yang diperoleh di lokasi penelitian ada spesies yang merupakan hama bagi tanaman kelapa sawit, yaitu spesies: Oryctes rhinoceros. Spesies Oryctes rhinoceros bukan makrofauna tanah obligat, pada bentuk yang dewasa tidak lagi hidup di tanah tetapi menjadi hama pada tanaman sawit. Spesies tersebut ditemukan hanya pada lahan tanpa aplikasi limbah PKS. Dengan demikian ada kemungkinan limbah cair PKS yang diaplikasikan ke lahan dapat mengurangi kehadiran hama tersebut.

Kepadatan Relatif MakrofaunaTanah Kepadatan relatif makrofauna tanah tertinggi pada lahan tanpa aplikasi limbah (B0) adalah Amaurobius sp., sebesar 13,79%; pada aplikasi limbah sejak tahun 1990 (B1) adalah Amaurobius sp., dan Selenopsis germinata, masing-masing 13,79% dan 8,69%; pada B2 adalah Forticula sp., sebesar 10,60%; dan pada B3 adalah Lumbricus sp. dan Crematogaster sp. sebesar 13,04%.

Frekuensi Relatif Makrofauna Tanah Frekuensi relatif makrofauna tanah tertinggi pada lahan tanpa aplikasi limbah (B0) adalah Amaurobius sp., sebesar 14,299%; pada aplikasi limbah sejak tahun 1990 (B1) adalah Phyta sp. sebesar 8,77%; pada B2 adalah Phyta sp., Forticula sp. masing-masing 7,55%; dan pada B3 adalah Amaurobius sp. sebesar 8,89%. Jadi Amaurobius sp.

(6)

merupakan jenis makrofauna yang sering didapatkan baik pada lahan yang diberi aplikasi linbah cair PKS maupun yang tidak diberi aplikasi.

Dominansi Relatif MakrofaunaTanah Dominansi relatif tertinggi pada lahan tanpa aplikasi limbah (B0) adalah Amaurobius sp., sebesar 0,0196%; pada aplikasi limbah sejak tahun 1990 (B1) adalah Selenopsis germinata sebesar 0,0093%; ada B2 adalah Forticula sp. sebesar 0,0112%; dan pada B3 adalah Crematogaster sp. sebesar 8,89%.

Indeks Diversitas (Keanekaragaman) Makrofauna Tanah

Indeks keanekaragaman makro-fauna tanah dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Indeks keanekaragaman makrofauna

tanah

Komunitas Indeks Diversitas

B0 2,7891 B1 3,0785 B2 2,9701 B3 2,9592

Pada Tabel 5 menunjukkan bahwa ada kecenderungan makin lama limbah PKS diberikan keanekaragaman makrofauna makin meningkat.

3. Mesofauna Tanah

Mesofauna tanah yang ditemukan pada lokasi penelitian terdiri dari 14 ordo, 26 famili dengan 33 genus.

Kepadatan Relatif Mesofauna Tanah Kepadatan relatif mesofauna tanah tertinggi pada lahan tanpa aplikasi limbah (B0) adalah Porcellio sebesar 13,99%; pada

aplikasi limbah sejak tahun 1990 (B1) adalah Macrotermes sebesar 9,09%; pada B2 adalah Tegenaria sebesar 10,49%; dan pada B3 adalah Macrotermes sebesar 11,96%. Frekuensi Relatif Mesofauna Tanah

Frekuensi relatif mesofauna tanah tertinggi pada lahan tanpa aplikasi limbah (B0) adalah Tegenaria sebesar 10,64%; pada aplikasi limbah sejak tahun 1990 (B1) adalah Phyta sebesar 6,38%; pada B2 adalah Dynastis sebesar 6,67%; dan pada B3 adalah Phyta sebesar 7,41%. Dengan demikian, genus Phyta merupakan mesofauna yang sering ada pada lahan yang diberi aplikasi limbah cair PKS.

Dominansi Relatif MesofaunaTanah Dominansi relatif tertinggi pada lahan tanpa aplikasi limbah (B0) adalah Porcellio, sebesar 0,0196%; pada aplikasi limbah sejak tahun 1990 (B1) adalah Macrotermes sebesar 0,0080%; pada B2 adalah Tegenaria sebesar 0,0112%; dan pada B3 adalah Macrotermes sebesar 0,0143%. Indeks Diversitas (Keanekaragaman) MesofaunaTanah

Indeks keanekaragaman mesofauna tanah dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Indeks keanekaragaman mesofauna tanah

Komunitas Indeks Diversitas

B0 2,7805 B1 3,0159 B2 2,9990 B3 2,9316

Pada Tabel 6 ada kecenderungan makin lama limbah PKS diberikan indeks keanekaragaman mesofauna makin meningkat. Tabel 7. Jumlah sel bakteri dari contoh tanah

Lokasi Total bakteri Bakteri pembentuk spora Enterobacteriaceae E. coli

B0 56.5 105 29.5 105 25 105 2 105

B1 71 105 4.5 105 10.5 105 Tak terdeteksi

B2 97 105 3 105 7 105 Tak terdeteksi

(7)

4. Mikroba Tanah

Jumlah total sel bakteri yang ditemukan pada masing-masing lokasi perlakuan bervariasi, demikian juga jumlah sel bakteri pembentuk spora, dan kelompok Enterobacteriaceae (Tabel 7). Secara umum jumlah total sel bakteri paling tinggi berturut-turut ditemukan di lokasi, B1, B2, dan B3. Hal ini mengindikasikan bahwa praktik aplikasi limbah kelapa sawit memberikan kontribusi terhadap kesuburan flora tanah. Rao (1994) menyebutkan tanah yang subur memiliki kandungan sel bakteri ≤ 106

sel/gram tanah.

Tekanan lingkungan terhadap flora tanah terlihat lebih kecil di lokasi aplikasi dibandingkan dengan lokasi tanpa aplikasi. Besarnya jumlah sel bakteri pembentuk spora mungkin mengindikasikan hal ini. Spora merupakan salah satu cara bakteri untuk bertahan dalam kondisi yang tidak menyenangkan. Kelompok ini yang secara umum diwakili kelompok bakteri tanah seperti Bacillus dan Clostridium lebih mampu bertahan dibandingkan dengan kelompok bakteri yang tidak membentuk spora dalam menghadapi tekanan lingkungan. Hal ini juga merupakan alasan kelompok bakteri pembentuk spora tidak terdeteksi keberadaannya dalam air.

Lebih tingginya jumlah total sel bakteri pada lokasi aplikasi mengindikasikan bahwa aplikasi ini telah menyediakan cukup nutrisi berupa senyawa karbon sederhana monosakarida, asam amino, dan asam lemak yang secara umum lebih mudah dimetabolisme kelompok bakteri dibandingkan senyawa kompleksnya seperti selulosa atau amilum, protein, dan lemak (Donelly, 1978).

Di semua lokasi ditemukan kelompok bakteri Enterobacteriaceae. Menurut Suryanto dan Suwanto, 2003) kelompok bakteri tersebut sering merupakan kelompok bakteri penyebab penyakit, namun tidak sedikit yang terlibat dalam perputaran unsur hara seperti C, N, dan P. Bakteri seperti Klebsiella pneumonia diketahui mampu berperan dalam perputaran unsur N di alam, sedangkan Serratia marcescens mampu

merombak senyawa hidrokarbon aromatik. Kelompok Escherichia coli merupakan salah satu kelompok Enterobacteriaceae yang dapat menyebabkan penyakit.

Kesimpulan

1. Pemanfaatan limbah cair pabrik pengolahan kelapa sawit dapat dijadikan pupuk, karena pemberian limbah cair pabrik pengolahan kelapa sawit pada lahan perkebunan kelapa sawit dapat meningkatkan sifat fisik–kimia tanah.

2. Pemanfaatan limbah cair pabrik pengolahan kelapa sawit dapat meningkatkan biodiversitas tumbuhan penutup tanah dan menurunkan kehadiran gulma penting pada perkebunan kelapa sawit.

3. Pemanfaatan limbah cair pabrik pengolahan kelapa sawit dapat meningkatkan biodiversitas makrofauna dan mesofauna tanah.

4. Pemanfaatan limbah cair pabrik pengolahan kelapa sawit dapat meningkatkan total bakteri tanah, namun menurunkan bakteri Enterobacteriaceae yang sering merupakan kelompok bakteri penyebab penyakit.

Daftar Pustaka

Adianto, 1986. Biologi Pertanian. Penerbit Alumni. Bandung.

Bibiana, W. L. dan Hastowo, S. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Danielson, R. E. and P. L. Sutherland.

1986. Porosity. Methods of Soil Analysis, Part I. Physical and Mineralogical Methods Second Edition. Arnold Klute, Editor. American Society of Agronomy, Inc. Soil Science Society of America, Inc. Madison, Wisconsin USA.

Gomez, A. K. and A. A. Gomez. 1994. Statistical Prosedure for Agricultural. Research. Terjemahan. Syamsudin, E. dan S. B. Yustika (1995). Prosedur Statistik Untuk Penelitian Pertanian. Penerbit Universitas Indonesia Press. Jakarta 698 hal.

(8)

Holt, G. J., Kneg, R. N., Smeath, P. H. A., Stanley, J. T, and Stanley, T. W. 1994. Bergey’s manual of Determinative Bacteriology. 9 th edition Williams &

Willeins. Baltimore.

Krebs, C. J. 1989. Ecological Methodology. Harper Collins Publiser, Inc. New York.

Loebis, B. dan P. L. Tobing. 1989. Potensi pemanfaatan limbah pabrik kelapa sawit. Buletin Perkebunan. Pusat Penelitian Perkebunan Kelapa Sawit. Medan. 20 (1): 49–56.

Muller. D. and D. E. Doumbois. 1974. Aim and Methods of Vegetation Ecology. John Wiley $ Son. New York. 547 pp.

Olson, R. V. and R. Ellis, Jr. 1982. Iron. Methods of Soil Analysis, Part 2. Chemical and Microbiological properties Second Edition. A. L. page, Editor. American Society of Agronomy, Inc. Soil Science Society of America, inc. Madison, Wisconsin USA.

Rao S. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. UI Press. Jakarta.

Suryanto D. and A. Suwanto. 2003. Isolation and characterization of a novel benzoate utilizing Serratia marcescens. Biotropia 21: 1–10.

Gambar

Tabel 1.  Hasil pengamatan sifat kimia LPKS  yang diaplikasikan ke lahan  perkebunan kelapa sawit
Tabel 2. Pengaruh aplikasi LPKS terhadap sifat kimia tanah  Perlakuan  pH tanah  C organik
Tabel 3. Pengaruh aplikasi LPKS terhadap permeabelitas, porositas, dan kadar air  tanah  Perlakuan Permeabilitas  (cm/jam)  Porositas (%)  Kadar Air (%)  B 0 16,302 a  49,886 a  22,818 a  B 1 4,956  b  53,888 a  25,598 a  B 2 5,522  b  52,680 a  25,486 a
Tabel 4.  Indeks  keanekaragaman  tumbuhan  penutup tanah
+2

Referensi

Dokumen terkait

Bersama ini diinformasikan bahwa kami akan menyelenggarakan KJI ke-12 dan KBGI ke-8 Tahun 2016, berkenaan dengan hal tersebut kami memberi kesempatan kepada mahasiswa dari

Pemberian konsentrasi sodium siklamat berpengaruh terhadap frekuensi NDJ karena siklamat di dalam tubuh akan mengalami metabolisme dengan bantuan flora bakteri

Dari hasil tersebut diketahui bahwa  2 hitung &gt;  2 tabel, sehingga dapat disimpulkan bahwa dukungan keluarga mempunyai hubungan yang signifikan dengan pemberian susu

Hasil uji chi square didapatkan nilai χ 2 sebesar 8,418 pada df 1 dengan taraf signifikansi (p) 0,004 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan dalam tingkatan

6.1.1 Menjelaskan jenis-jenis segitiga berdasarkan sisinya. 6.1.2 Menjelaskan jenis-jenis segitiga berdasarkan sudutnya. 6.1.3 Menjelaskan jenis-jenis segitiga berdasarkan

Demikianlah Surat Pernyataan ini dibuat dengan sesungguhnya dengan mengingat sumpah jabatan dan apabila dikemudian hari ternyata isi Surat Pernyataan ini tidak benar yang

(fleksibel). Sekiranya pengguna tidak faham sesuatu dan hendaklah merujuk balik ke bahagian yang tertentu itu, ia boleh membuat demikian dengan berapa kali yang

Saran yang diajukan adalah supaya sekolah juga menyediakan media pembelajaran saat kegiatan ekstrakurikuler bola basket, pelatih juga harus lebih bisa mengkondisikan atlet