• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMANFAATAN LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF TERBARUKAN (BIOGAS) ISNA APRIANI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMANFAATAN LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF TERBARUKAN (BIOGAS) ISNA APRIANI"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT

SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF TERBARUKAN (BIOGAS)

ISNA APRIANI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pemanfaatan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Sebagai Energi Alternatif Terbarukan (Biogas) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2009

Isna Apriani NRP P052070021

(3)

ABSTRACT

ISNA APRIANI. Utilization of industry liquid waste of palm oil as the renewable alternative energy (Biogas). Supervised by HARIYADI and SISWANTO.

Palm oil is one of commodity with rapid growth in Indonesia. In 2005 the oil palm plantation area of about 5,453,817 ha, with oil produced approximately 11,861,615 tons, and estimated the oil palm plantation area will increase in 2009 an area of 7,125,331 ha. Rapid growth of palm oil industry produce a lot of liquid waste and polluting soil, water and air, with a potential methane emissions. Pottention of biogas production needs more research to development a new source of renewable energy to support government programs related to energy supply security and clean technologies for industry.

The aim of this research were to find the best combination mixture of liquid waste palm oil mill and active mud for an optimal methane gas production, to assess the decreased o fwastewater pollutant load of palm oil mill (COD, BOD, TSS), to assess the acceptance public response for biogas production which produce from palm oil waste water.

The results shown that the characteristics of palm oil mill effluent PT. Perkebunan Nusantara VIII with acid pH from 4.5 to 7.5, COD 32000-49500 mg / l; BOD 16954-26225 mg / l, TSS 26570-32315 mg / l, had potential as pollutant and renewable energy sources. A3 threatment produced the highest biogas volume with 20,8 L and A1threatment gives the highest composition of biogas with 17,82 % shown low methane caused of not complete metanogenesis procees.

Reduction efficiency of organic materials from each treatment shown that A1 decreased 50.65%, 86.52%, and 41.7% ; A2 decreased 48,82%, 84,87% and 42,05% ; A3 decreased 71,7%, 86,04% and 67,42% and control decreased 80,56, 88,24 and 59,18% for COD, BOD and TSS. Environmental parameter shown the decrease but still above the limit of standard due to Men KLH(1995). All thereatment produce biogas and able to use as renewable energy.

Environmental parameters examined clearly decreased, but still above the threshold specified standard KLH Men (1995). All treatments can produce biogas, and liquid waste palm oil mill can be used as a source of renewable energy. Social research with 30 PTPN VIII employees respondents and 30 communities respondents around the activity shown that almost all respondents want the biogas application in their area.

(4)

RINGKASAN

ISNA APRIANI. Pemanfaatan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Sebagai Energi Alternatif Terbarukan. Dibimbing oleh HARIYADI. sebagai ketua dan SISWANTO sebagai anggota.

Timbulnya kelangkaan bahan bakar minyak yang disebabkan oleh ketidakstabilan harga minyak dunia, maka pemerintah mengajak masyarakat untuk mengatasi masalah energi ini secara bersama-sama. Hal ini telah memunculkan kesadaran bahwa selama ini bangsa Indonesia sangat tergantung pada sumber energi tak-terbarukan. Cepat atau lambat sumber energi tersebut akan habis. Salah satu solusi mengatasi permasalahan ini adalah dengan mengoptimalkan potensi energi terbarukan yang dimiliki bangsa ini. Indonesia memiliki potensi besar untuk memanfaatkan produk samping sawit sebagai sumber energi terbarukan. Kelapa sawit Indonesia merupakan salah satu komoditi yang mengalami pertumbuhan sangat pesat. Pada tahun 2005 luas perkebunan kelapa sawit sekitar 5.453.817 Ha, dengan minyak yang dihasilkan sekitar 11.861.615 ton, dan diperkirakan luas perkebunan kelapa sawit akan meningkat pada tahun 2009 seluas 7.125.331 Ha. Pertumbuhan industri kelapa sawit yang cukup pesat menghasilkan limbah cair yang sangat melimpah dan berdampak mencemari lingkungan tanah, air dan udara, dengan emisi metana yang potensial. Dengan demikian di satu sisi potensi produksi biogas yang sangat menjanjikan perlu dilakukan penelitian dan pengembangan sebagai sebagai sumber energi terbarukan dan upaya mendukung program pemerintah berkaitan keamanan pasokan energi serta teknologi bersih bagi industri.

Tujuan Penelitian 1) mengkaji kombinasi yang terbaik campuran antara limbah cair pabrik kelapa sawit dan lumpur aktif untuk menghasilkan gas metan yang optimal, 2) mengkaji seberapa besar penurunan beban pencemar limbah cair pabrik kelapa sawit (COD, BOD, TSS), 3) memperoleh respon penerimaan masyarakat terhadap rencana biogas yang dihasilkan dari limbah cair kelapa sawit.

Penelitian skala laboratorium dilakukan di laboratorium limbah fakultas peternakan menggunakan jerigen sebagai digester dengan volume 20 liter skala curah (batch) menggunakan limbah cair pabrik kelapa sawit, waktu fermentasi 30 hari. Faktor yang diuji adalah perbedaan perlakuan A1 dengan perbandingan limbah cair dan lumpur aktif 75:25, A2 dengan perbandingan limbah cair dan lumpur aktif 50:50, A3 dengan perbandingan dengan perbandingan limbah cair dan lumpur aktif 25:75 dan kontrol dengan 100% limbah cair.

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa karakteristik limbah cair pabrik kelapa sawit PT. Perkebunan Nusantara VIII dengan pH asam berkisar antara 4,5 – 7,5, bahan organik tinggi (COD 32.000-49.500 mg/l; BOD 16.954-26.225 mg/l, TSS 26.570-32.315 mg/l), berpotensi sebagai sumber pencemar dan sumber energi terbarukan. Total volume biogas tertinggi dihasilkan pada perlakuan A3 dengan total volume mencapai 20,8 L, dan komposisi gas metan yang dihasilkan tertinggi pada perlakuan A1 sebesar 17,82 %, komposisi gas metan ini cenderung rendah, hal ini dikarenakan proses metanogenesis yang terjadi tidak sempurna. Efisiensi pengurangan bahan organik substrat masing-masing perlakuan, A1

(5)

terjadi penurunan 50,65%, 86,52%, dan 41,7%, A2 terjadi penurunan 48,82%, 84,87% dan 42,05%, A3 terjadi penurunan 71,7%, 86,04%, dan 67,42%, kontrol terjadi penurunan 80,56%, 88,24% dan 59,18% untuk COD, BOD dan TSS. Parameter lingkungan yang diteliti mengalami penurunan, walaupun masih berada di atas ambang baku yang telah ditentukan Men KLH (1995). Semua perlakuan dapat menghasilkan biogas, sehingga limbah cair pabrik kelapa sawit dapat digunakan sebagai sumber energi terbarukan. Penelitian sosial dilakukan terhadap 30 responden karyawan PTPN VIII dan 30 responden masyarakat yang dilakukan menghasilkan bahwa hampir seluruh responden menginginkan segera diaplikasikan biogas di daerah mereka.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

(7)

PEMANFAATAN LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT

SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF TERBARUKAN (BIOGAS)

ISNA APRIANI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untukmemperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009

(8)

(Biogas) Nama Mahasiswa : Isna Apriani

NRP : P052170021

(9)

Judul Tesis : Pemanfaatan Limbah Cair Pabrik Minyak Kelapa Sawit Sebagai Energi Alternatif Terbarukan (Biogas)

Nama Mahasiswa : Isna Apriani

NRP : P052170021

Program Studi : PengelolaanSumber Daya Alam dan Lingkungan

Disetujui : Komisi Pembimbing

Diketahui

Ketua Program Studi

Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS.

Tanggal Ujian : Tanggal Lulus :

Dr. Ir. Hariyadi. MS Ketua

Dr. Ir. Siswanto, DEA.,APU Anggota

Dekan Sekolah Pascasarjana

(10)

PRAKATA

Alhamdulillah, puji syukur ke-hadirat Allah SWT atas segala karunia rahmat, nikmat dan hidayah-Nya, sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Tesis tentang pemanfaatan biomasa limbah industri perkebunan dengan judul ”PEMANFAATAN LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF TERBARUKAN (BIOGAS)”.

Dalam kesempatan ini disampaikan penghargaan yang tinggi dan ucapan terima kasih kepada yang terhormat :

1. Dr. Ir. Hariyadi, MS yang bertindak sebagai ketua komisi pembimbing, Dr. Ir. Siswanto, DEA, APU, sebagai anggota komisi pembimbing, atas segala bantuan moril dari mulai saran rencana penelitian hingga penyelesaian penulisan, tidak terhingga pengetahuanyang diberikan, kebijaksanaan, serta kesabaran sejalan dengan proses penyelesaian studi.

2. Direktur Utama PT. Perkebunan Nusantara VIII yang telah memberikan ijin pengambilan sampel limbah cair pada pabrik Kertajaya PTPN VIII Banten. 3. Bapak Dr. Salundik selaku Kepala Laboratorium Limbah Fakultas

Peternakan, Institut Pertanian Bogor,yang dengan kesabaran dan sukarela meminjamkan berbagai fasilitas yang ada.

4. Pimpinan Pabrik kelapa sawit Kertajaya PTPN VIII Banten beserta jajarannya yang telah memberikan bantuan tenaga, dan sarana dalam tahap pengambilan sampel.

5. Staf pengajar dan tenaga kependidikan lainnya di lingkup Program Studi PSL, sekolah pascasarjana Institut Pertanian Bogor umumnya, atas bantuan pendidikan, layanan administrasi yang sangat berguna.

6. Ayahanda Budjang H. Itin Almarhum dan Ibunda Maryani yang tercinta, serta suami dan ananda tercinta M. Irfan Aqli Ismatuddzakwan, dengan penuh keikhlasan berkorban, pengertian, dorongan, dan semangat untuk terus maju serta doa yang diberikan, sehingga penulisan tesis dapat diselesaikan 7. Saudariku Nurlindawati, Rika Kastiani, dan Liska Asliana sekeluarga yang

tercinta yang telah banyak memberikan bantuan materi dan dorongan serta do’a yang tiada henti.

(11)

8. Bapak/Ibu, saudara sekaligus sahabat terbaik yang pernah saya miliki untuk berbagi cerita suka dan duka, yang menginspirasi, memotivasi dan menggugah dalam banyak hal baik selama penelitian hingga penulisan tesis ini.

Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pihak yang memerlukan, dan semoga semua kebaikan menjadi nilai ibadah disisi Allah SWT.

Bogor, Agustus 2009

(12)

RIWAYAT HIDUP

Isna Apriani, Putri kedua dari empat bersaudara, ayah Budjang H. Itin dan Ibu Maryani, dilahirkan di Pontianak pada tanggal 15 April 1977. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar, menengah pertama dan menengah atas di Pontianak yaitu di SD negeri 44 tahun 1989, SMP Negeri 18 tahun 1992 dan SMA Negeri 2 tahun 1995.

Penulis melanjutkan ke Sekolah Tinggi Teknik Lingkungan ”YLH” Yogyakarta pada tahun 1995, gelar Sarjana Teknik diperoleh pada tahun 2000. Sejak tahun 2004 menjadi staf pengajar di Universitas Tanjungpura hingga sekarang. Pada tahun 2007 melanjutkan studi pada jenjang Magister pada program studi PSL Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor di Bogor. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Dirjen DIKTI melalui BPPS.

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL xiii

DAFTAR GAMBAR xiv

DAFTAR LAMPIRAN xv BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Kerangka Pemikiran 4 1.3. Perumusan Masalah 6 1.4. Tujuan Penelitian 7 1.5. Manfaat Penelitian 7 1.6. Hipotesis 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8

2.1. Bioenergi 8

2.2. Limbah Pabrik Kelapa Sawit 11

2.3. Karakteristik Limbah Cair Pabrik Kalapa Sawit 11 2.4. Pengolahan Limbah Cair dengan Proses Anaerobik 13 2.5. Faktor-faktor yang mempengaruhi Proses Anaerobik 15 2.6. Proses Fermentasi dengan Perbedaan Substrat 18

2.7. Pengolahan Lumpur 20

2.8. Pengertian Biogas 21

BAB III METODE PENELITIAN 24

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 24

3.2. Bahan dan Alat Penelitian 24

3.3. Rancangan Penelitian 24

3.4. Rancangan Percobaan 27

3.5. Variabel Penelitian 28

3.6. Analisis Data 29

3.7. Metode Analisis Penelitian 29

3.8. Aspek Sosial terhadap Pemanfaatan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit sebagai Energi Alternatif (Biogas)

32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 34

4.1. Karakteristik Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit 34 4.2. Perlakuan Aerob pada Pembuatan Lumpur Aktif 35 4.3. Pencampuran Limbah Cair dengan Lumpur Aktif

selanjutnya di proses secara Anaerob

36 4.4. Persepsi Masyarakat terhadap Biogas 50

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 56

5.1. Kesimpulan 56

(14)

DAFTAR PUSTAKA 58

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Karakteristik Limbah Cair Industri Pengolahan Kelapa Sawit 13

2 Senyawa Organik dan Enzim Pengurai 14

3 Pengaruh Temperatur terhadap Daya Tahan Hidup Bakteri 16 4 Beberapa Senyawa Organik Terlarut yang dapat Menghambat

Pertumbuhan Mikroorganisme

17 5 Beberapa Zat Anorganik yang dapat Menghambat Pertumbuhan

Mikroorganisme

18 6 Ringkasan dari beberapa Penelitian sebelumnya 19 7 Variasi Perlakuan yang dilakukan dalam Penelitian 28 8 Karakteristik Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Kertajaya PTPN

VIII Banten dari kolam I effluen

34 9 Total produksi biogas pada masing-masing perlakuan 40

10 Peningkatan VFA 44

11 Penurunan COD 46

12 Penurunan BOD 49

13 Penurunan TSS 50

14 Distribusi Responden (Karyawan Pabrik Kertajaya PTPN VIII) tentang pendapatnya terhadap Pemanfaatan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit jika Diaplikasikan sebagai Energi Alternatif (Biogas)

52

15 Distribusi Responden (Anggota Masyarakat) tentang

pendapatnya terhadap Pemanfaatan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit jika Diaplikasikan sebagai Energi Alternatif (Biogas)

(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Diagram alir kerangka pemikiran 5

2 Rangkaian bioreaktor anaerob sistem batch yang digunakan untuk produksi biogas

26 3 Produksi biogas perlakuan A1 dengan 75% limbah cair dan 25%

lumpur aktif

37 4 Produksi biogas perlakuan A2 dengan 50% lumpur aktif dan

50% limbah cair

37 5 Produksi biogas perlakuan A3 dengan 25% limbah cair dan 75%

lumpur aktif

38 6 Produksi biogas perlakuan Kontrol dengan 100% limbah cair 39

7 Produksi biogas harian 40

8 Akumulasi produksi biogas 40

9 Peningkatan VFA dalam produksi biogas 43 10 Penurunan COD dalam produksi biogas 45

11 Penurunan BOD dalam produksi biogas 48

12 Penurunan TSS dalam produksi biogas 49

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Tabel Hasil Pengamatan Produksi Biogas 61

2 Tabel Hasil Pengamatan pH 63

3 Tabel Hasil Pengamatan Suhu 65

(18)

1.1. Latar Belakang

Timbulnya kelangkaan bahan bakar minyak yang disebabkan oleh ketidakstabilan harga minyak dunia, maka pemerintah mengajak masyarakat untuk mengatasi masalah energi ini secara bersama-sama. Hal ini telah memunculkan kesadaran bahwa selama ini bangsa Indonesia sangat tergantung pada sumber energi tak-terbarukan. Cepat atau lambat sumber energi tersebut akan habis. Salah satu solusi mengatasi permasalahan ini adalah dengan mengoptimalkan potensi energi terbarukan yang dimiliki bangsa ini.

Indonesia memiliki potensi energi terbarukan sebesar 311.232 MW, namun kurang lebih hanya 22% yang dimanfaatkan. Masyarakat Indonesia terlena dengan harga BBM yang murah, sehingga lupa untuk memanfaatkan dan mengembangkan sumber energi alternatif yang dapat diperbaharui. Sumber energi terbarukan yang tersedia antara lain bersumber dari tenaga air ( hydro ), panas bumi, energi cahaya, energi angin, dan biomassa. (Ditjen Listrik dan Pemanfaatan Energi, 2001; ZREU, 2000)

Potensi energi tarbarukan yang besar dan belum banyak dimanfaatkan adalah energi dari biomassa. Potensi energi biomassa sebesar 50 000 MW hanya 320 MW yang sudah dimanfaatkan atau hanya 0.64% dari seluruh potensi yang ada. Potensi biomassa di Indonesia bersumber dari produk samping sawit, penggilingan padi, kayu, polywood, pabrik gula, kakao, dan limbah industri pertanian lainnya. (Ditjen Listrik dan Pemanfaatan Energi, 2001; ZREU, 2000)

Indonesia memiliki potensi besar untuk memanfaatkan produk samping sawit sebagai sumber energi terbarukan. Kelapa sawit Indonesia merupakan salah satu komoditi yang mengalami pertumbuhan sangat pesat. Pada tahun 2005 luas perkebunan kelapa sawit sekitar 5.453.817, dengan minyak yang dihasilkan sekitar 11.861.615 ton, dan diperkirakan luas perkebunan kelapa sawit akan meningkat pada tahun 2009 seluas 7.125.331( Direktorat Jenderal Perkebunan, 2008).

(19)

Biomassa dari produk samping sawit dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi terbarukan. Salah satunya adalah POME untuk menghasilkan biogas. Potensi produksi biogas dari seluruh limbah cair tersebut kurang lebih adalah sebesar 1075 juta m3 . Nilai kalor ( heating value ) biogas rata-rata berkisar antara 4700–6000 kkal/m3 (20–24 MJ/m3 ). Dengan nilai kalor tersebut 1075 juta m3 biogas akan setara dengan 516.000 ton gas LPG, 559 juta liter solar, 666,5 juta liter minyak tanah, dan 5052,5 MWh listrik. (Mahajoeno. 2008)

Limbah Pabrik Kelapa Sawit terdiri dari limbah padat dan limbah cair. Limbah padat berupa Cangkang dan serat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan energi dalam Pabrik Kelapa Sawit. Cangkang, batang, pelepah serat dan tandan kosong kelapa sawit (TKKS) digunakan sebagai bahan bakar boiler untuk memenuhi kebutuhan steam (uap panas) dan listrik. Sementara Abu Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) hanya di tumpuk dan ditaburkan di sekeliling tanaman sawit dengan menjadikannya sebagai pupuk. Produksi Minyak Kelapa Sawit membutuhkan air dalam jumlah besar, dan satu ton minyak kelapa sawit menghasilkan 2,5 ton limbah cair, yaitu berupa limbah organik yang berasal dari input air pada proses fisika, perebusan, pembantingan, penghancuran, pengempasan dan klarifikasi. Produksi Minyak Kelapa Sawit berkapasitas 60 ton tandan buah segar (TBS)/jam menghasilkan limbah cair sebanyak 42 m3 (Yuliasari et al. 2001). Hasil samping proses produksi tersebut berasal dari air kondensat rebusan 36% (150-175 kg/ton TBS), air drab klarifikasi 60% (350-450 kg/ton TBS) dan air hidroksiklon 4% (100-150 kg/ton TBS) (Loebis dan Tobing 1992, Ahuat 2005) dalam Mahajoeno (2008). Setiap Ton tandan buah segar (TBS) kelapa sawit diperkirakan menghasilkan Limbah Cair berkisar antara 0,5-0,7 ton (Hasan et al. 2004).

Yacob et al.(2005) dalam Mahajoeno (2008) menyatakan pada tahun 2005 Laju Pertumbuhan produksi CPO di Malaysia sebesar 16,5 juta ton, menghasilkan produk samping Limbah Cair Pabrik Minyak Kelapa Sawit lebih dari 40 juta ton/tahun Emisi metana kolam anaerob antara 35-79%, dan kisaran laju alir biogas antara 0,5-2,45 L/menit/m2. Potensi emisi biogas demikian besar sebagai gas efek rumah kaca yang berdampak nyata terhadap pemanasan global, sehingga upaya mitigasi GRK menjadi prioritas utama dan mendesak dilakukan. Kondisi yang

(20)

sama telah berlaku pula di Indonesia ,terutama pada kolam pengelolaan Limbah cair minyak kelapa sawit secara konvensional yang umumnya diterapkan (Yuliasari et al. 2001).

Perkembangan pesat industri minyak kelapa sawit dalam dekade terakhir berakibat semakin besar buangan limbah berbahan baku lignoselulosa. Air buangan pabrik kelapa sawit dengan nilai BOD, COD, padatan tersuspensi dan kandungan total padatan tinggi merupakan sumber pencemar yang sangat potensial. Pembuangan limbah cair ke dalam perairan umum tanpa pengolahan terlebih dahulu mengandung BOD setara dengan BOD buangan populasi 10 juta manusia. Limbah cair pabrik minyak kelapa sawit berpotensi mencemari air baku, mengurangi kadar oksigen terlarut,menurunkan kesehatan ikan dan udang dalam badan air sekitarnya atau biota perairan (Qu dan Bathhacharya, 1997) dalam Mahajoeno (2008).

Pengembangan produk samping sawit sebagai sumber energi alternatif memiliki beberapa kelebihan. Pertama, sumber energi tersebut merupakan sumber energi yang bersifat renewable sehingga bisa menjamin kesinambungan produksi. Kedua, Indonesia merupakan produsen utama minyak sawit sehingga ketersediaan bahan baku akan terjamin dan industri ini berbasis produksi dalam negeri. Ketiga, pengembangan alternatif tersebut merupakan proses produksi yang ramah lingkungan. Keempat, upaya tersebut juga merupakan salah satu bentuk optimasi pemanfaatan sumber daya untuk meningkatkan nilai tambah.

Pertumbuhan industri kelapa sawit yang cukup pesat menghasilkan limbah cair yang sangat melimpah dan berdampak mencemari lingkungan tanah, air dan udara, dengan emisi metana yang potensial. Dengan demikian di satu sisi potensi produksi biogas yang sangat menjanjikan perlu dilakukan penelitian dan pengembangan sebagai sebagai sumber energi terbarukan dan upaya mendukung program pemerintah berkaitan keamanan pasokan energi serta teknologi bersih bagi industri.

Kelayakan tekno ekonomi yang dihitung berdasarkan banyaknya produksi gas yang dihasilkan sebanyak 4500 m3 memerlukan biaya investasi sebesar Rp. 403.000.000,-, hasil pengukuran tekno-ekonomi yang diperoleh menunjukkan bahwa NPV sebesar Rp. 460.416.000/bulan (Rp. 5.524.992.000/tahun) dengan

(21)

asumsi alat yang digunakan berumur 1 tahun, dengan bunga bank 20%/tahun, IRR di atas 35%, Net B/C sebesar 121,40, dan perhitungan pengembalian dana investasi dapat di tempuh dalam waktu sangat singkat yaitu 17-18 hari dari pertama kali biogas dihasilkan. Dari hasil perhitungan yang dilakukan oleh Mahajoeno (2008) menunjukkan bahwa teknologi anaerob tertutup dengan bahan baku limbah cair pabrik minyak kelapa sawit sangat layak untuk dikembangkan dan dioperasikan.

1.2. Kerangka Pemikiran

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan rekayasa sistem produksi bioenergi yang memunculkan ide untuk mengasilkan sumber energi baru yaitu biogas dari biomassa salah satunya adalah limbah cair pabrik minyak kelapa sawit, yang melalui proses fermentasi/perombakan anaerob menjadi biogas. Di satu sisi sebagai kebutuhan energi Indonesia terutama dikarenakan konsumsi bahan bakar minyak semakin bertambah dan harga perolehannya yang semakin mahal, meskipun pemakaian energi tidak terbarukan berpotensi tinggi menyebabkan pencemaran dan keberadaannya semakin terbatas.

Limbah cair pabrik kelapa sawit merupakan bahan baku yang potensial untuk diolah menjadi salah satu bentuk bioenergi yaitu biogas melalui pemanfaatan teknologi anaerobik. Teknologi biogas merupakan teknologi yang memanfaatkan proses fermentasi yang dilakukan dalam kondisi tanpa oksigen (anaerob), dan di bantu oleh bakteri dalam proses penguraian yang akan menghasilkan biogas. Prinsip pembentukan biogas merupakan proses biologis dengan bahan dasar berupa bahan organik yang berfungsi sebagai sumber karbon dan menjadi sumber aktivitas dan pertumbuhan bakteri. Bahan organik dalam digester akan dirombak oleh bakteri dan menghasilkan campuran gas metan (CH4) dan karbondioksida (CO2) dan beberapa gas lainnya (Sahidu, 1983).

Teknologi Bioenergi merupakan teknologi tepat guna untuk pengelolaan limbah cair yang memiliki nilai BOD dan COD tinggi, berurut-turut lebih dari 20.000 dan 40.000 mg/l. Disebut Digester anaerob karena proses terjadi perombakan limbah cair anaerob yang dilakukan pada tangki tertutup tanpa oksigen bebas. Pengelolaan dengan teknologi digester anaerob ini selain akan

(22)

menghasilkan biogas, juga memperoleh hasil samping berupa lumpur pekat yang bisa digunakan sebagai pupuk organik yang dapat dimanfaatkan untuk pemupukan sekitar pabrik dan gas yang dihasilkan dapat digunakan antara lain untuk energi listrik alternatif dan keperluan pabrik lainnya, yang secara keseluruhan dapat di lihat pada Gambar 1.

                                             

Cadangan energi yang berbahan bakar fosil yang persediaannya semakin menipis dan ketidakstabilan

harga minyak dunia

Pemerintah menghimbau untuk penghematan BBM

Mengoptimalkan Potensi Energi Terbarukan (Alternatif)

Pengembangan energi alternatif terbarukan

Industri Kelapa Sawit

CPO

Termanfaatkan Anaerobic Sludge

Digestion

Gambar 1 Diagram alir kerangka pemikiran Limbah

Cair

Limbah Padat

Large Hydro Geothermal Biomassa Mini/mikro hydro Energi Cahaya (Solar) Energi Angin Batas Penelitian Pupuk Pembangkit Biogas/ Sludge digested Limbah cair

Lumpur aktif Fiber

Cangkang Serat

+

Aspek sosial

(23)

1.3. Perumusan Masalah

Pabrik Minyak Kelapa Sawit merupakan salah satu jenis agroindustri yang menghasilkan limbah cair dengan volume yang cukup besar, limbah yang dihasilkan memiliki kandungan organik tinggi dengan kadar COD dan BOD yang juga tinggi. Limbah cair yang dihasilkan apabila langsung di buang ke lingkungan akan sangat berpotensi mencemari lingkungan baik tanah, air dan udara.

Thani et.al.(1999) dalam Jini.A.G.M.(2006) menyatakan bahwa limbah cair dari buangan pabrik kelapa sawit yang berkapasitas 30 ton TBS per jam, mengandung polutan yang sama dengan buangan domestik sebanding dengan 300.000 orang. Selain itu buangan ini tinggi kandungan chemical oksigen demand (COD), 50.000 mg/l, biological oksigen demand (BOD), 30.000 mg/l, minyak dan lemak, 6000 mg/l, suspended solid, 59,350 dan 750 mg/l total nitrogen (Ahmad A.L et al., 2005) dan berdampak mencemari lingkungan tanah, air dan udara, dengan emisi metana yang potensial. Dengan demikian di satu sisi potensi produksi biogas yang sangat menjanjikan perlu dilakukan penelitian dan pengembangan sebagai sebagai sumber energi terbarukan dan upaya mendukung program pemerintah berkaitan keamanan pasokan energi serta teknologi bersih bagi industri.

Untuk  mengetahui potensi limbah pabrik kelapa sawit menjadi biogas dengan menggunakan campuran lumpur aktif, maka perlu di identifikasi permasalahan di dalam penelitian ini, yaitu :

1. Berapa komposisi campuran antara lumpur aktif dan limbah cair minyak kelapa sawit yang dapat menghasilkan gas metan terbanyak ?

2. Berapa besar penurunan beban pencemar limbah cair pabrik minyak kelapa sawit (COD, BOD, TSS) dari proses tersebut?

3. Bagaimana respon penerimaan masyarakat terhadap penggunaan biogas yang dihasilkan dari limbah cair kelapa sawit ?

(24)

1.4. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui kombinasi yang terbaik campuran antara limbah cair pabrik kelapa sawit dan lumpur aktif untuk menghasilkan gas metan terbanyak.

2. Mengetahui seberapa besar penurunan beban pencemar limbah cair pabrik kelapa sawit (COD, BOD, TSS)

3. Memperoleh respon penerimaan masyarakat terhadap rencana biogas yang dihasilkan dari limbah cair kelapa sawit

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang: 1. Teknologi pembuatan biogas dari limbah pabrik minyak kelapa sawit

2. Penelitian ini dapat meminimalisasi pencemaran yang diakibatkan oleh limbah yang dihasilkan pabrik kelapa sawit

3. Biogas yang dihasilkan nantinya dapat digunakan untuk beberapa keperluan diantaranya untuk energi listrik dan keperluan pabrik serta masyarakat sekitar. 4. Mengurangi gas metan dan CO2 yang lepas ke udara terbuka akibat

pengolahan IPAL konvensional dengan kolam terbuka yang merupakan penyumbang gas rumah kaca.

1.6. Hipotesis

a. Lumpur aktif dan limbah cair pabrik kelapa sawit diduga dapat digunakan sebagai bahan untuk menghasilkan biogas dengan sistem pengolahan proses anaerob

b. Pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit secara proses anaerob dapat menurunkan variable beban pencemar tertentu.

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bioenergi

Bioenergi adalah bahan bakar alternatif terbarukan yang prospektif untuk dikembangkan, tidak hanya karena harga minyak dunia yang tidak stabil seperti sekarang ini, tetapi juga karena terbatasnya produksi minyak bumi Indonesia. Terlebih lagi dengan kondisi perenergian Indonesia kini, pengembangan bioenergi semakin memaksa untuk segera dilaksanakan. Ketersediaan energi fosil yang diramalkan tidak akan berlangsung lama lagi memerlukan pemecahan yang tepat yaitu dengan mencari sumber energi alternatif. Sekarang ini tersedia beberapa jenis energi pengganti minyak bumi yang ditawarkan antara lain tenaga baterai (fuel cells), panas bumi (geo-thermal), tenaga laut (ocean power), tenaga matahari (solar power), tenaga angin (wind power), batu bara, nuklir, gas, fusi dan biofuel. Diantara jenis-jenis energi alternatif tersebut, bioenergi dirasa cocok untuk mengatasi masalah energi karena beberapa kelebihannya. (Hambali et al. 2007)

Kelebihan dari bioenergi adalah selain bisa diperbaharui, energi ini juga bersifat ramah lingkungan, dapat terurai, mampu mengeliminasi efek rumah kaca, kontinuitas bahan bakunya terjamin dan bioenergi dapat diperoleh dengan cara yang cukup sederhana. Bioenergi merupakan energi yang dapat diperbaharui yang diturunkan dari biomassa yaitu material yang dihasilkan dari mahluk hidup (tanaman, hewan, dan mikroorganisme). Bioenergi yang dikenal sekarang mempunyai dua bentuk, yaitu bentuk tradisional yang sering kita temui yaitu kayu bakar dan bentuk yang modern diantaranya yaitu bioetanol, biodiesel, PPO atau SVO, Bio Briket, Bio Oil dan biogas. (Hambali et al. 2007)

Bioetanol merupakan etanol yang di buat dari biomassa yang mengandung komponen pati atau selulosa seperti singkong, nipah, ubi jalar, sagu, jagung, tetes tebu. Penggunaan bioetanol sebagai pensubstitusi sekarang ini pada umumnya masih dalambentuk campuran dengan bensin sehingga masih ada ketergantungan dengan bahan bakar fosil. (Hambali et al. 2007)

Biodiesel adalah bioenergi yang berbahanbakar nabati yang di buat dari minyak nabati yang baru maupun dari minyak nabati bekas penggorengan melalui

(26)

proses trasesterifikasi, esterifikasi maupun proses esterifikasi-transesterifikasi. Bahan baku biodiesel diantaranya adalah jagung, biji kapas, jerami, kacang kedelai, wijen, biji matahari, kacang tanah, biji opium, rapeseed. Olive, ricinus, jojoba, jatropha, kacang brazil, kelapa, sawit (Aun, 2006). Pembuatan biodiesel dari minyak nabati ini sekarang mewakili biofuel, karena lebih mudah dan sederhana dibandingkan jika membuat biofuel dari sampah organik. Kesederhanaan dan kemudahan proses ini dapat ditinjau dari rangkaian alat yang digunakan, waktu pengerjaannya, dan juga hasil rendemen bahan bakar yang dihasilkan, serta biaya operasionalnya. Selain memiliki keunggulan, biodiesel juga masih memiliki kelemahan-kelemahan yang menghambat taraf penerapannya. Antara lain terjadinya pembekuan biodiesel pada suhu rendah (terutama di sekitar 10oC atau di bawahnya), nilai energi yang dihasilkan lebih rendah, dan dapat rusak jika disimpan dalam jangka waktu lama. Apalagi penggunaan minyak nabati langsung jelas akan menimbulkan masalah permesinan seperti kekentalan yang tidak sesuai, dan reaksi lain selama pembakaran. (Hambali et al. 2007)

Pure Plant Oil (PPO) didefinisikan sebagai minyak yang di dapat secara langsung dari pemerahan atau pengempaan biji sumber minyak, minyak yang telah dimurnikan ataupun minyak kasar tanpa melibatkan modifikasi secara kimia. Bahan baku PPO diantaranya CPO (crude palm oil atau minyak sawit mentah), jarak pagar, singkong, sagu, tebu, sampai buah ’nyamplung’ (kosambi). Pada aplikasinya PPO tidak dapat digunakan secara langsung di dalam mesin diesel. Penggunaan secara langsung PPO ke dalam mesin diesel umumnya memerlukan modifikasi/tambahan peralatan khusus pada mesin. Hal ini dikarenakan tingginya viskositas yang dimiliki oleh PPO. (Hambali et al. 2007)

Bio briket didefinisikan sebagai bahan bakar yang berwujud padat dan berasal dari sisa-sisa bahan organik yang telah mengalami proses pemampatan dengan daya tekan tertentu. Bahan baku Bio briket adalah tempurung kelapa, tempurung kelapa sawit, arang sekam dan bungkil jarak pagar. Bio briket merupakan bahan bakar yang potensial dan dapat dihandalkan untuk rumah tangga yang dapat menggantikan penggunaan kayu bakar yang sangat meningkat konsumsinya dan berpotensi merusak ekologi hutan. Tetapi di sisi lain Emisi CO

(27)

dari bio briket terjadi terutama pada tahap pembakaran volatil (tahap devolatilisasi). Emisi CO dari bio briket lebih besar dari 50 ppm, melebihi ambang batas yang diijinkan yang akan menyebabkan pencemaran udara. (Hambali et al. 2007)

Bio oil adalah bahan bakar cair dari biomassa seperti kayu, kulit kayu, kertas atau biomassa lainnya,yang diproduksi melalui pyrolisis (pirolisa) atau fast pyrolisis (pirolisa cepat), berwarna gelap dan memiliki aroma seperti asap. Senyawa ini bersifat water soluble dan merupakan oxygenated molucle. Bahan baku Biooil adalah bagas tebu, limbah pertanian jagung, limbah industri pulp dan kertas, serbuk kayu gergaji dan tandan kosong kelapa sawit. Bio oil dimanfaatkan sebagai pengganti bahan bakar hidrokarbon pada industry seperti sebagai mesin pembakaran, boiler, kelebihan yang lain bahwa bio oil sebagai bahan bakar yang ramah lingkungan, dari kelebihan yang dimiliki bio oil juga memiliki kelemahan, kelemahan utama dari minyak ini sebagai pengganti bahan bakar fosil adalah sifat fisik yang masih rendah dan lebih sulit untuk dinyalakan (dibakar) dibandingkan dengan bahan bakar minyak konvensional. (Hambali et al. 2007)

Bioenergi yang terakhir adalah biogas. Biogas didefinisikan sebagai gas yang dilepaskan jika bahan-bahan organik seperti kotoran ternak, kotoran manusia, sisa-sisa panenan seperti jerami, sekam dan daun-daun hasil sortiran sayur difermentasi atau mengalami proses methanisasi. Bahan baku biogas diantaranya adalah kotoran hewan dan manusia, sampah organik padat, dan limbah organik cair. Biogas digunakan sebagai gas alternatif untuk memanaskan dan menghasilkan energi listrik. Sebagai energi alternatif, biogas bersifat ramah lingkungan dan dapat mengurangi gas efek rumah kaca. Pemanfaatan biogas sebagai energi alternatif akan mengurangi penggunaan kayu bakar sebagai bahan bakar sehingga akan mengurangi usaha penebangan pohon di hutan. Dengan demikian akan menjaga ekosistem hutan dan peran hutan sebagai penyerap CO2,gas yang menjadi penyebab efek rumah kaca. (Hambali et al. 2007)

Biogas sebagai energi alternatif memiliki kelebihan dibandingkan minyak tanah maupun kayu bakar. Biogas dapat menghasilkan api biru yang bersih, tidak menghasilkan asap sehingga dapat menjaga kebersihan rumah. (Hambali et al. 2007)

(28)

2.2. Limbah Pabrik Kelapa Sawit

Industri pengolahan kelapa sawit menghasilkan limbah padat dan limbah cair. Limbah padat terutama dalam bentuk tandan kosong kelapa sawit, cangkang, serat yang sebagian besar telah dimanfaatkan sebagai sumber energi yang di bakar langsung dan ampas dari dari tandan kosong kelapa sawit yang belum dimanfaatkan (Loebis, 1992) dalam Mahajoeno (2008). Limbah cair pabrik kelapa sawit merupakan limbah terbesar yang dihasilkan dari proses ekstraksi minyak kelapa sawit.

Hasan et al. (2004) menyatakan bahwa limbah dengan nilai rerata BOD 25 g/l dan COD 50 g/l mencemari lingkungan, Quah dan Gillies (1984) menyatakan bahwa produk akhir perombakan anaerob limbah cair pabrik kelapa sawit terutama gas metan dan CO2 dalam perbandingan 65:35 dikenal dengan Gas Rumah Kaca, dan perkiraan emisi gas metan sebesar 28 m3 setiap ton limbah cairnya.

Pabrik minyak kelapa sawit (PMKS) rerata mengolah setiap ton tandan buah segar kelapa sawit menghasilkan 200 – 250 kg minyak mentah, 230 – 250 kg tandan kosong kelapa sawit (TKKS), 130 – 150 kg serat/fiber, 60 – 65 kg cangkang dan 55 – 60 kg kernel dan air limbah 0,7 m3. Industri minyak kelapa sawit banyak menggunakan proses basah, selain lebih mudah proses ekstraksi minyak juga diperoleh produk samping limbah cair. Air limbah yang dihasilkan sterilisasian dan ruang separasi minyak secara keseluruhan berupa campuran buangan cair yang mengandung bahan organik tinggi sebagai pencemar potensial bagi lingkungan. Pengelolaan limbah cair umumnya diterapkan secara biologis, dialirkan ke kolam-kolam sebelum akhirnya memasuki badan perairan umum (Kittikun et al. 2000, Yuliasari et al. 2001).

2.3. Karakteristik Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit

Limbah utama dari industri pengolahan kelapa sawit adalah limbah padat dan limbah cair. Limbah padat terdiri dari janjangan, serat-serat dan cangkang. Limbah padat yang berupa janjangan dibakar dan abu hasil pembakaran janjangan dapat dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman. Serat-serat dan sebagian kulit juga dibakar dan panas yang dihasilkan dari pembakaran tersebut dapat

(29)

digunakan sebagai sumber energi untuk menghasilkan uap yang banyak diperlukan selama berlangsung. Sisa cangkang dapat digunakan sebagai bahan baku industri yang aktif maupun industri hard board. Limbah cair industri pengolahan kelapa sawit yang akan ditinjau lebih lanjut mempunyai potensi untuk mencemarkan lingkungan karena mengandung parameter bermakna yang cukup tinggi. Eckenfelder (1980) menyatakan bahwa golongan parameter yang dapat digunakan sebagai tolok ukur penilaian kualitas air adalah sebagai berikut : 1. BOD (Biochemical Oxygen Demand) yang merupakan kadar senyawa organik

yang dapat dibiodegradasi dalam limbah cair.

2. COD (Chemical Oxygen Demand) yang merupakan ukuran untuk senyawa organik yang dapat dibiodegradasi atau tidak.

3. TOC (Total Organic Carbon) dan TOD (Total Oxygen Demand) yang merupakan ukuran untuk kandungan senyawa organik keseluruhan.

4. Padatan tersuspensi dan teruapkan (suspended dan volatile solids). 5. Kandungan padatan keseluruhan.

6. pH alkalinitas dan keasaman. 7. Kandungan nitrogen dan postor. 8. Kandungan logam berat.

Dari hasil penelitian komposisi limbah menunjukkan bahwa 76 persen BOD berasal dari padatan tersuspensi dan hanya 22.4 persen dari padatan terlarut. Maka banyak tidaknya padatan yang terdapat terdapat dalam limbah terutama padatan tersuspensi mempengaruhi tinggi rendahnya BOD. Karakteristik dari limbah cair industri pengolahan kelapa sawit dipaparkan pada Table 1.

(30)

Tabel 1 Karakteristik Limbah Cair Industri Pengolahan Kelapa Sawit Parameter Satuan Rentang Rata - rata pH Suhu, Total Solid Volatile Solid Suspended Solid Minyak BOD COD Nitrogen Fosfat Kalsium Magnesium Kalium Besi o C mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l 4,0 – 4,6 60 – 80 30.000 – 60.000 15.000 – 40.000 15.000 – 30.000 4.000 – 11.000 20.000 – 40.000 40.000 – 70.000 500 – 900 90 – 140 1.000 – 2.000 250 – 300 260 – 400 80 - 200 4,3 70 50.000 30.000 20.000 8.000 25.000 55.000 700 120 1.500 270 325 110 (Sumber : RISPA, 1990 dalam Manurung, 2004)

2.4. Pengolahan Limbah Cair dengan Proses Anaerobik

Manurung (2004) menyatakan bahwa proses pengolahan anaerobik adalah proses pengolahan senyawa – senyawa organik yang terkandung dalam limbah menjadi gas metana dan karbon dioksida tanpa memerlukan oksigen.

Penguraian senyawa organik seperti karbohidrat, lemak dan protein yang terdapat dalam limbah cair dengan proses anaerobik akan menghasilkan biogas yang mengandung metana (50-70%), CO2 (25-45%) dan sejumlah kecil nitrogen, hidrogen dan hidrogen sulfida.

Reaksi sederhana penguraian senyawa organik secara aerob : anaerob

Bahan organik CH4 + CO2 + H2 + N2 + H2O mikroorganisme

Sebenarnya penguraian bahan organik dengan proses anaerobik mempunyai reaksi yang begitu kompleks dan mungkin terdiri dari ratusan reaksi yang masing- masing mempunyai mikroorganisme dan enzim aktif yang berbeda.

Penguraian dengan proses anaerobik secara umum dapat disederhanakan menjadi 2 tahap:

9 Tahap pembentukan asam 9 Tahap pembentukan gas metana

(31)

Langkah pertama dari tahap pembentukan asam adalah hidrolisa senyawa organik baik yang terlarut maupun yang tersuspensi dari berat molekul besar (polimer) menjadi senyawa organik sederhana (monomer) yang dilakukan oleh enzim-enzim ekstraseluler.

Beberapa senyawa organik dan enzim pengurainya dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Senyawa Organik dan Enzim Pengurai

Enzym Substrat Produk Esterase : Lipase Phospatase : Lecithinase Pektin esterase Cerohydrase Farctosidase Maltase Cellobiose Lactase Amilase Cellulase Cytase Poligalakturonase Nitrogen-Carrying Compound Proteanase Polipoptidase Deaminase : Urease Asparaginase Gliserida (fat) Lecitin Pektin metal Ester Sukrosa Maltosa Cellobioso Laktosa Strarch Sellulosa - Asam Poligalakturonast Protein Protein Urea Asparagin

Gliserol (asam lemak) Cholin + H3PO4 + fat methanol + asam poligalakturonat Frukosa + Glukosa Glukosa Glukosa Galaktosa + Glukosa Maltosa/Glukosa + maltooligo – saccarida Sellobiosa Gula sederhana Asam Galakturonat Polipeptida Asam amino CO2 + NH3 Asam aspartat + NH3

Pembentukan asam dari senyawa-senyawa organik sederhana (monomer) dilakukan oleh bakteri-bakteri penghasil asam yang terdiri dari sub divisi acids/farming bacteria dan acetogenic bacteria. Asam propionat dan butirat diuraikan oleh bakteri acetogenic menjadi asam asetat.

Pembentukan metana dilakukan oleh bakteri penghasil metana yang terdiri dari sub divisi acetocalstic methane bacteria yang menguraikan asam asetat menjadi metana dan karbon dioksida. Karbondioksida dan hidrogen yang

(32)

terbentuk dari reaksi penguraian di atas, disintesa oleh bakteri pembentuk metana menjadi metana dan air.

Proses pembentukan asam dan gas metana dari suatu senyawa organik sederhana melibatkan banyak reaksi percabangan. Mosey (1983) yang menggunakan glukosa sebagai sampel untuk menjelaskan bagaimana peranan keempat kelompok bekteri tersebut menguraikan senyawa ini menjadi gas metana dan karbon trioksida sebagai berikut :

1. Acid forming bacteria menguraikan senyawa glukosa menjadi :

a. C6H12O6 +2H2O 2CH3COOH + 2CO2 + 4H2 (as. asetat) b. C6H12O6 CH3CH2CH2COOH + 2CO2 + 2H2 (as. butirat) c. C6H12O6 + 2H2 2CH3CH2COOH + 2H2O (as. propionat)

2. Acetogenic bacteria menguraikan asam propionat dan asam butirat menjadi :

d. CH3CH2COOH CH3COOH + CO2 + 3H2 (as. asetat)

e. CH3CH2CH2COOH 2CH3COOH + 2H2 (as. asetat) 3. Acetoclastic methane menguraikan asam asetat menjadi : f. CH3COOH CH4 + CO2 (metana)

4. Methane bacteria mensintesa hidrogen dan karbondioksida menjadi : g. 2H2 + CO2 CH4 + 2H2O

(metana)

2.5. Faktor-faktor yang mempengaruhi Proses Anaerobik

Manurung (2004) menyatakan bahwa lingkungan besar pengaruhnya pada laju pertumbuhan mikroorganisme baik pada proses aerobik maupun anaerobik. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses anaerobik antara lain: temperatur, pH, konsentrasi substrat dan zat beracun.

(33)

1. Temperatur

Gas dapat dihasilkan jika suhu antara 4oC - 60°C dan suhu dijaga konstan. Bakteri akan menghasilkan enzim yang lebih banyak pada temperatur optimum. Semakin tinggi temperatur akanmempercepat reaksi perombakan terhadap bahan organik, tetapi jumlah bakteri akan semakin berkurang.

Beberapa jenis bakteri dapat bertahan pada rentang temperatur tertentu dapat dillihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Pengaruh Temperatur terhadap Daya Tahan Hidup Bakteri

Jenis Bakteri Rentang Temperatur o C Temperatur Optimum o C a. Phsycrophilic b. Mesophilic c. Thermophilic 2 – 30 20 – 45 45 - 75 12 – 18 25 – 40 55 - 65

Proses pembentukan metana bekerja pada rentang temperatur 30-40°C, tapi dapat juga terjadi pada temperatur rendah 4°C. Laju produksi gas akan naik 100-400% untuk setiap kenaikan temperatur 12°C pada rentang temperatur 4oC - 65°C.

Mikroorganisme yang berjenis thermophilic lebih sensitif terhadap perubahan temperatur dari pada jenis mesophilic. Pada temperatur 38°C, jenis mesophilic dapat bertahan pada perubahan temperatur ± 2,8°C. Untuk jenis thermophilic pada suhu 49°C, perubahan suhu yang dizinkan ± 0,8°C dan pada temperatur 52°C perubahan temperatur yang dizinkan ± O,3°C.

2. pH (keasaman)

Bakteri penghasil metana sangat sensitif terhadap perubahan pH. Rentang pH optimum untuk jenis bakteri penghasil metana antara 6,4 - 7,4. Bakteri yang tidak menghasilkan metana tidak begitu sensitif terhadap perubahan pH, dan dapat bekerja pada pH antara 5 hingga 8,5. Karena proses anaerobik terdiri dari dua tahap yaitu tahap pambentukan asam dan tahap pembentukan metana, maka pengaturan pH awal proses sangat penting. Tahap pembentukan asam akan menurunkan pH awal. Jika penurunan ini cukup besar akan dapat menghambat aktivitas mikroorganisme penghasil metana. Untuk meningkatkan pH dapat dilakukan dengan penambahan kapur.

(34)

3. Konsentrasi Substrat

Sel mikroorganisme mengandung Carbon, Nitrogen, Posfor dan Sulfur dengan perbandingan 100 : 10 : 1 : 1. Untuk pertumbuhan mikroorganisme, unsur-unsur di atas harus ada pada sumber makanannya (substart). Konsentrasi substrat dapat mempengaruhi proses kerja mikroorganisme. Kondisi yang optimum dicapai jika jumlah mikroorganisme sebanding dengan konsentrasi substrat. Kandungan air dalam substart dan homogenitas sistem juga mempengaruhi proses kerja mikroorganisme. Karena kandungan air yang tinggi akan memudahkan proses penguraian, sedangkan homogenitas sistem membuat kontak antar mikroorganisme dengan substrat menjadi lebih intim.

4. Zat Beracun

Zat organik maupun anorganik, baik yang terlarut maupun tersuspensi dapat menjadi penghambat ataupun racun bagi pertumbuhan mikroorganisme jika terdapat pada konsentrasi yang tinggi, untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada Tabel 4. Untuk logam pada umumnya sifat racun akan semakin bertambah dengan tingginya valensi dan berat atomnya. Bakteri penghasil metana lebih sensitif terhadap racun dari pada bakteri penghasil asam.

Tabel 4 Beberapa Senyawa Organik Terlarut yang dapat Menghambat Pertumbuhan Mikroorganisme Senyawa Konsentrat (mg/l) 1. Formaldehid 2. Chloroform 3. Ethyl benzene 4. Etylene 5. Kerosene 6. Detergen 50 – 200 0,5 200 – 1.000 5 500

1% dari berat kering (Sumber: Parkin and Owen, 1986)

Tabel 5 ini akan menunjukkan batas konsentrasi beberapa logam sebagai penghambat dan sebagai racun bagi pertumbuhan mikroorganisme.

(35)

Tabel 5 Beberapa Zat Anorganik yang dapat Menghambat Pertumbuhan Mikroorganisme Komponen Konsentrasi Sedang (mg/l) Kuat (mg/l) 1. Na+ 2. K+ 3. Ca+2 4. Mg+2 5. NH+ 6. S2- 7. Cu 8. Cr (VI) 9. Cr (III) 10. Ni 11. Zn 3.500 – 5.500 2.500 – 4.500 2.500 – 4.500 1.000 – 1.500 1.000 – 3.000 8.00 12.000 8.000 3.000 3.000 200 5 (larut) 50 – 70 (total) 3,0 (larut) 180 – 420 (total) 2 (larut) 30 (total) 1 (larut) (Sumber: Parkin and Owen, 1986)

2.6. Proses Fermentasi dengan Perbedaan Substrat

Proses anaerobik digester yang secara bersama-sama dari perbedaan substrat dengan substrat yang besar, yang keberadaannya memiliki porsi yang lebih tinggi atau digester yang inovatif atau biasanya dengan istilah Co-digester. Proses fermentasi dengan perbedaan substrat ini dapat diaplikasikan pada pertanian, untuk menguraikan perbedaan substrat menjadi pupuk dan sisa hasil panen untuk menghasilkan biogas. Juga memperlihatkan potensi yang besar untuk menguraikan beberapa limbah organik padat dan limbah cair. Disisi lain, digester limbah cair pada sistem pengolahan limbah cair memiliki frekuensi 15 – 30 % lebih longgar. Pencampuran dari lumpur aktif dengan limbah organik tidak hanya dapat menggunakan semua ruang yang tersedia, tetapi juga menghasilkan alternatif pendekatan untuk mengolah limbah organik. Beberapa penelitian yang dapat menunjukkan proses pencampuran substrat ini dapat di lihat pada Table 6.

(36)

Tabel 6. Ringkasan dari beberapa Penelitian sebelumnya

Jenis Umpan Temperatur

Organic Loading Rate (ORL)(gVS/lhari) Hydraulic Retention Time(hari) Hasil Biogas (l/g/VS S) Referensi 100% lumpur alga 50% lumpur alga+50% limbah kertas (berdasarkan volatile solid) 35oC 4 10 0,143 0,293 Yen et al. 2007 100% limbah lumpur (campuran lumpur utama dan lumpur aktif) 75% limbah lumpur + 25% limbah padat 56oC 0,392 1,512 35 38 0,580 0,427 Sosnowsk i et al. 2003 100% lumbah lumpur (campuran lumpur utama dan lumpur aktif) 66,6% limbah lumpur+ 33,33% jerami 36oC 55oC 36oC 55oC 1,44 1,80 2,14 2,73 20 15 20 15 0,253 0,226 0,311 0,250 Komatsu et al. 2007 50% sampah makanan+50%lumpu r aktif 35oC 2,43 13 0,229 Heo et al. 2004

Limbah padat kota +limbah rumah tangga. 26 – 36oC 2,9 25 0,36 Elango et al. 2007 75% lumpur aktif+ 25% limbah sayur dan buah 30oC 5,7 13 0,37 Dinsdale et al. 2000

Meningkatkan produksi biogas dengan penambahan limbah organik ke limbah cair/limbah lumpur aktif menghasilkan keseimbangan rasio C/N dan mikronutrien. Ketidakseimbangan rasio C/N pada limbah cair/lumpur aktif dapat menghalangi efisiensi proses anaerobic digester yang akan membentuk ammonia nitrogen (TAN) volatile fatty acid (VFA), jika diakumulasi terlalu banyak dalam digester, akan menghambat aktivitas methanogen. Pada umumnya rasio C/N dari limbah cair antara 6/1 dan 16/1 sementara limbah organik mengandung organik karbon yang lebih tinggi, dengan rasio C/N sekitar 30/1 atau lebih tinggi. Rasio optimal C/N untuk anaerobic digester seharusnya antara 20 – 30; oleh karena itu, kombinasi kedua limbah ini, akan menghasilkan keseimbangan C/N yang lebih baik, sebagai bahan makan dan akhirnya dapat mendorong peningkatan produksi biogas (Yen et al.2007, Stroot et al. 2001, Komatsu et al.2007).

(37)

Menurut Saeni (1989) dalam Priyono (2002), proses perombakan bahan organik oleh bakteri dalam proses pembentukan biogas dapat digambarkan dengan reaksi seperti di bawah ini :

a. Perombakan pada suasana aerob :

(C6H12O6)n n(C6H12O6)

selulosa glukosa

n(C6H12O6) + 6 n(O2) 6 n(CO2) + 6 (H2O) + n kalori glukosa oksigen Karbondioksida air

b. Perombakan pada suasana anaerob

(C6H12O6)n n(C6H12O6)

selulosa glukosa

n(C6H12O6) 2 n(CH3CH2OH + 2 n(CO2) + N kalori

glukosa etanol

2 n(CH3CH2OH + 2 n(CO2) 2 n(CH3COOH) + n(CH4)

asam asetat metana

2 n(CH3COOH) 2 n(CH4) + 2 n(CO2)

asam asetat metana

2.7. Pengolahan Lumpur

Lumpur adalah campuran zat padat (solid) dengan cairan (air) dengan kadar solid yang rendah (antara 0,25% sampai 6%). Pada kadar solid yang rendah ini maka sifat fisik lumpur sama dengan sifat cairannya, yaitu mudah mengalir dan berat jenis mendekati satu (Tjokrokusumo, 1998). Zat padat yang terdapat dalam lumpur sebagian mudah terurai secara biologis (biodegradable) yang disebut volatile solid, sebagian bersifat tetap (fixed solid).

Pengolahan lumpur antara lain adalah dengan anaerobic sludge digestion yang dilanjutkan dengan sludge drying bed. Dalam proses ini, bagian padatan yang mudah menguap (volatile) diuraikan dalam keadaan anaerobik menjadi gas bio (Tjokrokusumo, 1998).

Semakin tinggi suhu semakin singkat waktu digestion yang diperlukan dan sebaliknya. Ada dua macam proses pengeraman (digestion) berdasarkan suhu

bakteri pengguna selulosa

bakteri metana

(38)

operasional yaitu pertama thermophile antara 49oC dan kedua adalah messophile antara 20oC sampai 37oC (Tjokrokusumo, 1998).

Sifat lumpur hasil olahan disamping lebih stabil volumenya juga lebih sedikit dan kadar air dalam lumpur sekitar 90%. Jumlah volatile solid terurai menjadi gas bio maksimum 70% (Tjokrokusumo, 1998).

2.8. Pengertian Biogas

Menurut Hambali et al (2007), Biogas didefinisikan sebagai gas yang dilepaskan jika bahan-bahan organik seperti kotoran ternak, kotoran manusia, sisa-sisa panenan seperti jerami, sekam dan daun-daun hasil sortiran sayur difermentasi atau mengalami proses methanisasi. Biogas terdiri dari campuran metana (50-75%), CO2 (25-45%) dan sejumlah kecil H2, N2 dan H2S.

Biogas diproduksi di bawah kondisi dekomposisi anaerob melalui tiga tahap yakni hidrolisis, pembentukan asam dan pembentukan metana (Veziroglu. 1991). Waktu tinggal untuk perombakan mesofil berkisar 30-60 hari, sedang dekomposisi anaerob dapat terjadi pada tiga kisaran suhu psikhrofil (<30oC), mesofil (30oC-40oC) dan termofil (50oC-60oC) (Warner et al.1989).

Pada aplikasinya, biogas digunakan sebagai gas alternative untuk memanaskan dan menghasilkan energi listrik. Kemampuan biogas sebagai sumber energy sangat tergantung dari jumlah gas metana. Setiap satu m3 metana setara dengan 10 kWh. Nilai ini setara dengan 0,61 fuel oil, sebagai pembangkit tanaga listrik, energi yang dihasilkan oleh biogas setara dengan 60-100 watt lampu selama penerangan 6 jam (Hambali et al. 2007).

Biogas memiliki nilai panas 21,48 MJ/m3 (diasumsikan terdiri dari 60% CH4 ditambah 38% CO2 dan 2% kandungan gas yang lain), yang lebih rendah dari gas alam (36,14 MJ/m3). Bagaimanapun kandungan gas dari biogas cukup bersih hampir sama dengan karakteristik gas alam (Wikipedia 2008, Kolumbus 2008, IEA 2008). Biogas dipertimbangkan sebagai pengganti gas alam untuk panas dan power generation. Dilihat dari sudut lingkungan, aplikasi biogas sebagai sumber energy tidak hanya dapat mengurangi krisis energy yang disebabkan oleh habisnya bahan bakar fosil, tetapi juga sebagai penyumbang gas rumah kaca

(39)

dengan memproduksi karbondioksida. Dari segi sosial, pemanfaatan biogas juga dapat membawa manfaat ekonomi (GTZ 2008, Hamelinck et al,2006)

2.8.1. Prinsip Pembuatan Biogas

Menurut Ginting (2007), prinsip pembuatan biogas adalah adanya bahan organik secara anaerobik (tertutup dari udara bebas) untuk menghasilkan suatu gas yang sebagian besar berupa metan (yang memiliki sifat mudah terbakar) dan karbondiokasida.

Gas yang terbentuk disebut gas rawa atau biogas. Produksi dekomposisi anaerobik dibantu oleh sejumlah mikroorganisme, terutama bakteri metan. Suhu yang baik untuk proses fermentasi adalah 30oC-55oC. Pada suhu tersebut mikroorganisme dapat bekerja secara optimal merombak bahan-bahan organik. (Ginting, 2007)

2.8.2. Faktor yang Mempengaruhi Produksi Biogas

Menurut Ginting (2007), factor-faktor yang mempengaruhi produksi biogas diantaranya adalah :

1. Kondisi Anaerob 2. Bahan baku (substrat)

Bahan baku isian antara lain feses, urin, sisa makanan. Bahan isian harus mengandung bahan kering sekitar 7-9%. Keadaan ini dapat di capai dengan melakukan pengenceran menggunakan air yang perbandingannya 1:1-2. 3. Imbangan C/N

Imbangan carbon dan Nitrogen dalam bahan baku sangat menentukan kehidupan mikroorganisme. Imbangan C/N yang optimum adalah 25-30. Feses dan urin sapi perah mempunyai kandungan C/N 18, karena itu perlu ditambah dengan limbah pertanian yang mempunyai imbangan C/N yang tinggi (lebih dari 30).

4. Derajat keasaman (pH)

PH sangat mempengaruhi kehidupan mikroorganisme, pH optimum adalah 6,8-7,8. Pada tahap awal fermentasi akan terbentuk asam sehingga pH turun. 5. Temperatur

(40)

Produksi biogas akan menurun secara cepat akibat perubahan temperatur yang mendadak di dalam reaktor. Upaya praktis untuk menstabilkan temperatur adalah dengan menempatkan reaktor di dalam tanah

6. Starter diperlukan untuk mempercepat proses perombakan bahan organik menjadi biogas bisa digunakan lumpur aktif organik atau cairan isi rumen.

2.8.3. Keuntungan Produksi Biogas

Menurut Wellinger (1999), keuntungan Produksi Biogas dari pengolahan anaerob antara lain :

1. Dapat mengubah limbah organik menjadi pupuk yang bernilai tambah (listrik, panas dan pupuk)

2. Bisa memanfaatkan energi dalam bahan organik menjadi listrik dan panas 3. Menghasilkan lumpur yang stabil, mineralisasi nutrient, menghilangkan benih

gulma dan pathogen, serta mengurangi bau secara nyata.

4. Membantu mengurangi CO2 dan karenanya mencapai tujuan Protokol Kyoto.

(41)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian Laboratorium dilakukan di Laboratorium Pengolahan Limbah Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, pada bulan Februari - Juni 2009, untuk sampel limbah cair kelapa sawit diperoleh dari Pabrik kelapa sawit Kertajaya PTPN VIII Propinsi Banten.

3.2. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah, lumpur dari limbah cair industri minyak kelapa sawit dan limbah cair industri minyak kelapa sawit yang diambil langsung dari PTPN VIII Jawa Barat.

Bahan kimia yang digunakan adalah NaOH, Fe2SO4, Fe(NH4)2(SO4), K2Cr2O7, H2SO4, HCl indikator feroin, diphenilamin, indicator phenolphthalein, buffer carbonat, aquades, vaselin.

Alat utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah tangki digester dengan volume 20 L, selang plastik diameter 0,5 cm, kawat, kerangka besi berlubang, botol air volume 1,5 L, thermometer, pH meter, DO meter, aerator, oven atau tanur, timbangan analitik, dan alat-alat yang diperlukan untuk analisis kadar TSS, COD, BOD dan VFA yaitu buret, desikator, labu takar, pipet, Erlenmeyer, cawan porselen, dan lain sebagainya.

3.3. Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan melakukan percobaan skala laboratorium berbahan baku limbah cair pabrik minyak kelapa sawit dengan tujuan untuk membuat biogas dari campuran limbah cair minyak kelapa sawit dengan dengan lumpur aktif limbah cair pabrik minyak kelapa sawit. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap, yakni fase I dan fase II. Tahapan awal dilakukan analisa bahan baku yang digunakan dalam penelitian. Masing-masing tahapan rancangan untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

(42)

3.3.1. Analisa Bahan Baku

3.3.1.1. Metode Pengumpulan Data

Tahap ini bertujuan untuk mengetahui sifat awal bahan baku, yakni karakteristik limbah cair pabrik minyak kelapa sawit. Analisa Bahan baku yang digunakan berupa limbah cair pabrik minyak kelapa sawit yang diambil dari PTPN VIII untuk percobaan skala laboratorium.

Limbah cair pabrik kelapa sawit yang masih segar diambil dari buangan yang pertama, selanjutnya dianalisa karakteristik kimia tertentunya, selanjutnya limbah siap digunakan sebagai substrat.

3.3.1.2. Variabel Penelitian

Variabel penelitian yang diamati dari proses analisia bahan baku ini meliputi kandungan pH, temperatur, chemical oxygen demand (COD), biochemical oxygen demand (BOD), total suspended solid (TSS).

3.3.2.Membuat Campuran Limbah Cair dan Lumpur Aktif

Untuk membuat campuran limbah cair pabrik kelapa sawit dan lumpur aktif ini melalui dua fase, yaitu :

3.3.2.1. Percobaan Fase I

Tahap ini bertujuan untuk mendapatkan lumpur aktif yang sudah mengandung mikroorganisme, sehingga dapat mempersingkat proses anaerob. Hal ini juga dapat mempercepat substrat dalam memproduksi biogas. Proses yang digunakan adalah proses aerobik lumpur aktif.

Lumpur yang digunakan diperoleh dengan memodifikasi proses lumpur aktif, yaitu pertama-tama limbah cair pabrik kelapa sawit ditampung dalam blong plastik 100 liter (digester A) selanjutnya ditambahkan 1 liter lumpur dan diaduk, kemudian dilakukan aerasi dengan aerator (± 5 jam), hingga kadar DO jenuh, dan yang terakhir diendapkan selama 2 hari. ( Priyono, 2002)

Penambahan oksigen ini diperlukan untuk pertumbuhan mikroba, lumpur aktif yang dihasilkan mejadi umpan untuk dikontakkan dengan limbah cair pabrik minyak kelapa sawit ke dalam digester B.

(43)

3.3.2.2. Percobaan Fase II

3.3.2.2.1.Metode Pengumpulan Data

Tahap ini bertujuan untuk mengoptimalkan produksi biogas. Metode yang digunakan adalah fermentasi anaerob. Lumpur yang dihasilkan dari digester A dimasukkan ke digester B dan dicampur dengan limbah cair pabrik kelapa sawit, selanjutnya difermentasi secara Anaerob dengan lama waktu fermentasi 30 hari.

3.3.2.2.2 Variabel Penelitian

Analisa yang dilakukan meliputi analisa, chemical oxygen demand (COD), biochemical oxygen demand (BOD), total solid (TSS), pH, temperatur, produksi biogas serta komposisi gas metan.

Gambar 2 merupakan rangkaian biorektor yang digunakan, dengan volume digester sebanyak 20 liter, pH dan suhu diukur dari dalam digester melalui saluran pengukur pH dan suhu, biogas yang dihasilkan di dalam digester akan naik dan melewati selang untuk mengalirkan biogas ke wadah pengumpul gas, selanjutnya biogas akan menekan permukaan air sehingga permukaan air di dalam wadah penampung gas akan turun, menurunnya permukaan air ini yang mengindikasikan volume biogas yang dihasilkan dari proses. Selanjutnya biogas yang dihasilkan diambil melalui saluran pengambilan gas, untuk di ukur kadar metannya.

Gambar 2 Rangkaian bioreaktor anaerob sistem batch yang digunakan untuk produksi biogas

(44)

Pengamatan

1. Pengukuran kadar COD dan BOD

Pengukuran kadar COD dan BOD dilakukan pada saat awal karakterisasi limbah cair. Kemudian pengkuran selanjutnya dilakukan pada buangan outlet atau effluent yang keluar pada saat proses anaerobik berlangsung. Pengukuran ini dimaksudkan untuk mengetahui penurunan kadar COD dan BOD dalam substrat yang dilakukan di awal dan akhir proses anaerob.

2. Pengukuran suhu

Pengukuran suhu dilaksanakan setiap hari. Sebelum dilakukan pengamatan, terlebih dahulu dilakukan pengadukan substrat agar merata, setelah itu dilakukan pengukuran suhu.

3. Pengukuran pH

Sebelum dilakukan pengukuran pH, terlebih dahulu dilakukan pengadukan, karena setiap lapisan yang terbentuk pada saat proses anaerobik berlangsung memiliki pH yang berbeda.

4. Pengukuran volume gas

Pengukuran volume gas atau jumlah gas yang dihasilkan dilakukan dengan menggunakan gasflowmeter.

5. Analisa gas metan

Analisa komposisi gas metan yang dihasilkan dilakukan dengan menggunakan gas kromatografi.

3.4. Rancangan Percobaan

Percobaan yang akan dilakukan dalam penelitian ini digunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga kali ulangan. Variasi perlakuan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan bahan baku campuran limbah cair pabrik minyak kelapa sawit (LC) dan limbah lumpur aktif (LA) yang ditunjukkan dalam Table 7.

(45)

Tabel 7 Variasi Perlakuan yang dilakukan dalam Penelitian

Perlakuan Perbandingan bahan (%)

(LC) (LA) A1 A2 A3 Kontrol 75 50 25 100 25 50 75 -

Setiap perlakuan memiliki perbandingan campuran yang berbeda dari setiap bahan baku dan dilakukan dengan tiga kali ulangan. Kemudian campuran dimasukkan ke dalam bioreaktor atau tangki digester berukuran 20 liter. Dalam penelitian ini, digunakan tangki digester dari jerigen plastik dengan tipe batch reactor. Kossmann dan Ponitz (tanpa tahun) menyatakan bioreaktor tipe batch merupakan bioreaktor yang tidak bersifat kontinyu, sehingga hanya dipergunakan untuk skala laboratorium. Setelah itu dilakukan proses inkubasi anaerob selama 30 hari. Model yang digunakan dalam percobaan ini (Ludwig and Reynold, 1988) adalah :

Dimana :

Yij = Produksi biogas pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = Nilai tengah umum

Ti = Pengaruh perlakuan ke-i

Eij = Pengaruh galat perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

3.5. Variabel Penelitian

Selama proses fermentasi anaerob berlangsung, maka dilakukan serangkaian pengamatan yang menjadi variabel dalam bagian ini, yaitu :

1. Selama proses anaerobik berlangsung dilakukan pemantauan atau pengukuran yang dilakukan setiap harinya terhadap :

a. Suhu dalam digester b. pH

2. Waktu digestion

3. Pengukuran kadar TSS, VFA, COD dan BOD. Pengukurannya dilakukan sebanyak 2 (dua) kali sebelum dan sesudah proses.

(46)

4. Pengukuran jumlah biogas yang dilakukan setiap hari mulai dari awal pemasukan bahan baku hingga berakhir masa fermentasi, sehingga dapat diketahui pada hari keberapa produksi biogas tertinggi terjadi.

5. Analisa terhadap komposisi gas metan yang terdapat dalam biogas yang dihasilkan.

3.6. Analisis Data

Uji statistik yang digunakan adalah Analisis Ragam (ANOVA) kemudian dilakukan interpretasi terhadap hasil percobaan yang dilakukan untuk mengetahui kemampuan sistem tersebut dalam mengolah limbah cair dalam menghasilkan biogas, kemudian dilanjutkan dengan uji–t berpasangan. Apabila terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan maka dilakukan Uji Perbandingan Berganda Duncan

3.7. Metode Analisis Penelitian

Pada saat penelitian, dilakukan analisa untuk mengetahui kandungan masing-masing parameter tersebut di atas. Dengan mengacu pada metode APHA (1998), analisa tersebut meliputi :

3.7.1. Pengukuran pH

Sampel limbah cair pabrik minyak kelapa sawit ditentukan nilai pH dengan menggunakan pH meter.

3.7.2. Pengukuran Suhu

Sampel limbah cair pabrik minyak kelapa sawit di ukur suhu nya dengan menggunakan thermometer.

3.7.3. Volatile Fatty Acid (VFA) Bahan-bahan :

Larutan H2SO4 15 %, larutan NaOH 0,1 N dan Indikator PP (0,1 dalam etanol 70%).

(47)

Alat-alat yang digunakan :

Alat destilasi yang dilengkapi dengan kondensor, buret, centrifuge dan Erlenmeyer.

Prosedur kerja :

Sampel diambil sebanyak 5 ml kemudian ditambahkan 1 ml larutan H2SO4 15% lalu disentrifuse selama 10 menit. Sebanyak 2 ml supernatan dimasukkan ke dalam tabung destilasi, kemudian dilakukan destilasi, hasil destilasi ditampung di Erlenmeyer hingga mencapai volume 100 ml. Lalu ditambahkan indikator PP (phenolphthalein) beberapa tetes, kemudian titrasi dengan menggunakan larutan NaOH 0,1 N sampai terjadi perubahan warna.

Perhitungan VFA (mg/l) = ml NaOH x Nx 6/2 x 100/5

3.7.4. Chemical Oxygen Demand (COD) Bahan-bahan :

Amonium ferro sulfat 0,1 N, Amonium Ferro II Sulfat 0,25N, K2Cr2O7 0,25N, asam sulfat, dan indicator ferroin.

Alat-alat yang digunakan :

Alat destilasi, kondensor dan Erlenmeyer. Prosedur kerja :

Sampel diambil sebanyak 20 ml dimasukkan ke dalam labu didih 300 ml, ditambahkan 10 ml K2Cr2O7 0,25 N; 0,4 gr H2SO4; 40 ml asam sulfat yang mengandung silver sulfat dan batu didih. Selanjutnya dipanaskan dan dididihkan selama 10 menit dengan menggunakan deflux menggunakan kondensor. Kemudian didinginkan dan dicuci dengan menggunakan 50 ml air suling. Dinginkan, kemudian ditambahkan 2 tetes indikator ferroin dan dititrasi dengan ammonium ferro sulfat 0,25 N sehingga terjadi perubahan warna dari biru kehijauan menjadi merah kecoklatan. Kemudian dicatat volume yang digunakan. Indikasikan sebagai B.

Dengan melakukan prosedur yang sama, titrasi dilakukan juga terhadap blanko air suling sebanyak 20 ml dengan menggunakan 0,25 amonium ferro sulfat. Indikasikan sebagai A.

(48)

Dimana: A = ml titrasi blanko B= ml titrasi sampel M= molaritas (0,25)

8000 = milliequivalent berat oksigen x 1000 ml/L

3.7.5. Biologycal Oxygen Demand (BOD) Bahan-bahan :

Buffer fosfat, MgSO4, CaCl2, dan feCl3. Alat-alat yang digunakan :

Botol BOD dan incubator Prosedur kerja :

Sampel diambil sebanyak 1 atau 2 liter, apabila sampel terlalu tinggi tingkat kepadatannya, maka dilakukan pengenceran dengan menggunakan aquades. Kemudian ditingkatkan kadar air sampel dengan aerasi menggunakan oksigen baterai selama 5 menit. Setelah itu sampel dipindahkan ke botol BOD gelap dan terang sampai penuh. Sampel pada botol terang dianalisa kadar oksigen terlarut nya. Indikasikan sebagai (DO2). Sedangkan botol BOD gelap yang berisi sampel kemudian didalamnya ditambahkan masing-masing 3 tetes buffer fosfat, Mg2O4, CaCl2 dan FeCl3 kemudian diinkubasi pada suhu 20oC selama 5 hari. Setelah 5 hari dilakukan pengukuran kadar oksigen terlarutnya. Diindikasikan sebagai (DO5)

Perhitungan:

3.7.6. Total Suspended Solid (TSS) Alat-alat yang digunakan :

Desikator yang berisi silika gel; oven, untuk pengoperasian pada suhu 103ºC sampai dengan 105ºC; timbangan analitik dengan ketelitian 0,1 mg; pengaduk magnetik; pipet; gelas ukur; cawan aluminium; cawan porselen/cawan Gooch; penjepit; kaca arloji; dan pompa vacum.

(49)

Prosedur kerja :

Penyaringan diakukan dengan peralatan vakum. Saringan dibasahi dengan sedikit air suling. Aduk contoh uji dengan pengaduk magnetik untuk memperoleh contoh uji yang lebih homogen. Pipet contoh uji dengan volume tertentu, pada waktu contoh diaduk dengan pengaduk magnetik Cuci kertas saring atau saringan dengan 3 x 10 mL air suling, dibiarkan kering sempurna, dan dilanjutkan penyaringan dengan vakum selama 3 menit agar diperoleh penyaringan sempurna. Kemudian contoh uji dengan padatan terlarut yang tinggi memerlukan pencucian tambahan. Kertas saring dipindahkan secara hati-hati dari peralatan penyaring dan dipindahkan ke wadah timbang aluminium sebagai penyangga. Jika digunakan cawan Gooch cawan dipindahkan dari rangkaian alatnya. Kemudian dikeringkan dalam oven setidaknya selama 1 jam pada suhu 103ºC sampai dengan 105ºC, didinginkan dalam desikator untuk menyeimbangkan suhu dan timbang. Tahapan pengeringan diulang, pendinginan dalam desikator, dan lakukan penimbangan sampai diperoleh berat konstan atau sampai perubahan berat lebih kecil dari 4% terhadap penimbangan sebelumnya atau lebih kecil dari 0,5 mg.

Perhitungan :

Dimana A = berat sampel setelah di timbang + berat cawan (mg) B = berat cawan tanpa sampel (mg)

3.8. Aspek Sosial terhadap Pemanfaatan Limbah Cair Pabrik Kelapa sawit sebagai Energi Alternatif (Biogas)

Data Sosial berupa persepsi masyarakat terhadap pemanfaatan limbah cair pabrik minyak kelapa sawit menjadi energi alternatif (biogas).

3.8.1. Metode Pengumpulan Data

Untuk melakukan kajian sosial terhadap pemanfaatan limbah cair pabrik minyak kelapa sawit sebagai energi alternatif (biogas) adalah dengan menggali informasi responden tentang pengolahan limbah cair pabrik minyak kelapa sawit Kertajaya PTPN VIII, Banten, artinya data yang digunakan adalah data primer

Gambar

Gambar 1 Diagram alir kerangka pemikiran Limbah
Tabel 1 Karakteristik Limbah Cair Industri Pengolahan Kelapa Sawit  Parameter  Satuan  Rentang  Rata - rata  pH  Suhu,   Total Solid   Volatile Solid  Suspended Solid  Minyak  BOD   COD   Nitrogen  Fosfat  Kalsium  Magnesium  Kalium  Besi  o C   mg/l mg/l
Tabel 2 Senyawa Organik dan Enzim Pengurai
Tabel 4 Beberapa Senyawa Organik Terlarut yang dapat Menghambat  Pertumbuhan Mikroorganisme  Senyawa Konsentrat  (mg/l)  1
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Penggunaan sistem ini bertujuan untuk menanggulangi masalah limbah cair pada unit  pengolahan limbah cair, pengolahan limbah cair buangan pabrik kelapa sawit yang menggunakan

Sumber energi terbarukan yang berasal dari pemanfaatan biogas limbah cair kelapa sawit dapat menghasilkan energi listrik yang saat ini banyak bergantung pada generator diesel

menyelesaikan tesis ini yang berjudul ” Parancangan dan Evaluasi Kinerja Reaktor Hidrolisis-Acidogenesis pada Pembuatan Biogas dari Limbah Cair.. Pabrik

hidrolisis-asidogenesis pada pembuatan biogas dari limbah cair pabrik kelapa sawit,. dengan menggunakan bioreaktor tipe anarobic baffle reactor

Telah dilakukan rancang bangun kolom adsorpsi dengan menggunakan serbuk besi sebagai adsorben untuk pemurnian biogas dari pengolahan Limbah Cair Pabrik Kelapa

Hasil penelitian menunjukkan terdapat peningkatan produksi setiap bulannya pada lahan yang diberikan limbah cair pabrik kelapa sawit, total produksi pada lahan yang diberikan

Proses Metanogenesis Berbahan Baku Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit ”, berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan di Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik

Tulisan ini merupakan Skripsi dengan judul “ Pengaruh Suhu Terhadap Produksi Biogas Pada Proses Metanogenesis Berbahan Baku Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit ”, berdasarkan