PEMANFAATAN ABU TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT
UNTUK MENURUNKAN KANDUNGAN MINYAK/LEMAK
BOD DAN COD DARI LIMBAH CAIR
PABRIK KELAPA SAWIT
TESIS
Oleh
RIRIS DUMA SARI
097006011/KIM
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PEMANFATAN ABU TANDAN KOSONGKELAPA SAWIT
UNTUK MENURUNKAN KANDUNGAN MINYAK/LEMAK
BOD DAN COD DARI LIMBAH CAIR
PABRIK KELAPA SAWIT
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains Dalam Program Studi Ilmu Kimia pada
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
RIRIS DUMA SARI
097006011/KIM
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGESAHAN TESIS
Judul Tesis
: PEMANFAATAN ABU TANDAN KOSONG
KELAPA SAWIT UNTUK MENURUNKANKANDUNGAN MINYAK/LEMAK, BOD DAN COD DARI LIMBAH PABRIK KELAPA SAWIT
Nama Mahasiswa : Riris Duma Sari Nomor Pokok : 097006011 Program Studi : Ilmu Kimia
Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara
Menyetujui, Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Pina Barus, MS) (Juliati Tarigan, SSi. MSi)
Ketua Program Studi Dekan
(Prof. Basuki Wirjosentono, MS, PhD) (Dr. Sutarman, M.Sc)
PERNYATAAN ORISINALITAS
PEMANFAATAN ABU TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT
UNTUK MENURUNKAN KANDUNGAN MINYAK/LEMAK
BOD DAN COD DARI LIMBAH CAIR
PABRIK KELAPA SAWIT
TESIS
Dengan ini saya nyatakan bahwa saya mengakui semua karya tesis ini adalah hasil kerja saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasan yang tiap satunya telah dijelaskan sumbernya dengan benar.
Medan, 21 Juni 2011
(RIRIS DUMA SARI)
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN
AKADEMIS
Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Riris Duma Sari
NIM : 097006011
Program Studi : Ilmu Kimia Jenis Karya Ilmiah : Tesis
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk menberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non-Exclusive Royalty Free Right) atas Tesis saya yang berjudul:
PEMANFAATAN ABU TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT
UNTUK MENURUNKAN KANDUNGAN MINYAK/LEMAK
BOD DAN COD DARI LIMBAH CAIR
PABRIK KELAPA SAWIT
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalty Non-Eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media, memformat, mengelola dalam bentuk data-base, merawat dan mempublikasikan Tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagi pemegang dan atau sebagai pemilik hak cipta.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebernarnya.
Medan, 21 Juni 2011
Telah di uji pada Tanggal: 21 Juni 2011
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Pina Barus, MS Anggota : 1. Juliati Tarigan, SSi, MSi
2. Prof. Basuki Wirjosentono, MS, PhD 3. Dr. Tini Sembiring, MS
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Medan, Sumatera Utara pada tanggal 24 Pebruari 1967,anak
dari Drs. M. Hamonangan Lumban Gaol (Alm) dan Lukertina Butar-Butar (Alm).
Pada bulan januari tahun 1972 sampai bulan juni tahun 1979 penulis
memasuki sekolah SD Kristen VIII Medan, kemudian tahun 1979 sampai tahun 1982
penulis melanjutkan sekolah menengah pertama, SMP Negeri 7 Medan.
Pada tahun 1982 penulis meneruskan pendidikan ke jenjang sekolah
menengah atas, SMA Negeri 5 Medan dengan jurusan IPA dan tamat tahun 1985.
Pada tahun 1985 penulis melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi yang
diterima di IKIP Negeri Medan dengan jurusan Pendidikan Kimia program D-3 dan
penulis telah menyelesaikan Program D-3 tersebut pada tahun 1988.
Pada tahun 1989 penulis diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil melalui
penempatan yang diusulkan oleh IKIP Negeri Medan dengan Surat keputusan lokasi
penempatan di SMA Negeri 1 Sibuhuan Kecamatan Barumun, Kabupaten Tapanuli
Selatan dan sekarang dikenal dengan SMA Negeri 1 Barumun Kabupaten Padang
Lawas.
Pada tahun 2007 penulis melanjutkan Program Studi Pendidikan Kimia di
Uneversitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan (UMTS) dan penulis telah
menyelesaikan Program Sarjana Pendidikan Kimia pada bulan januari 2009
Pada tahun 2009 penulis diterima untuk melanjutkan Program Magister Ilmu
Kimia di Universitas Sumatera Utara (USU) melalui beasiswa BAPEDA Sumatera
Utara dan beasiswa PEMDA Kabupaten Padang Lawas. Puji syukur pada bulan juni
2011 penulis telah menyelesaikan Program Magister Ilmu Kimia.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan karunia-Nya sehingga Tesis ini dapat diselesaikan.
Dengan selesainya Tesis yang berjudul “PEMANFAATAN ABU TANDAN
KOSONG KELAPA SAWIT UNTUK MENURUNKAN KANDUNGAN
MINYAK/LEMAK, BOD DAN COD DARI LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA
SAWIT” ini, perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada :
Rektor Universitas Sumatera Utara,Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu,
DTM &, M.Sc (CTM), Sp. A(K) atas kesempatan dan fasilitas kepada penulis untuk
mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister.
Direktur Program Pascasarjana Prof. Dr. Ir. H. Abdul Rahim Matondang
MSIE atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Magister pada Program
Pascasarjana FMIPA Universitas Sumatera Utara.
Dekan Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara, Bapak Dr. Sutarman M.Sc
atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Magister pada Program Pascasarjana
FMIPA Universitas Sumatera Utara.
Ketua Program Studi Magister Kimia, Bapak Prof Basuki Wirjosentono, MS,
Ph.D, Sekretaris Program Studi Kimia, Bapak Dr. Hamonangan Nainggolan M.Sc
beserta Staf pengajar pada Program Studi Magister Kimia Program Pascasarjana
Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara.
Terimakasih yang tak terhingga dan penghargaan setinggi-tingginya penulis
ucapkan kepada Bapak Prof DR. Pina Barus, MS selaku Promotor/Pembimbing
Utama yang dengan penuh perhatian dan telah memberikan dorongan, bimbingan dan
arahan, demikian juga kepada Ibu Juliati Tarigan,S.Si, MSi selaku CO.
Promotor/Pembimbing yang dengan penuh kesabaran menuntun dan membimbing
Badan Pendapatan Daerah (BAPEDA) Provinsi Sumatera Utara yang telah
memberikan bantuan pendidikan bagi guru yang mengikuti Program Sekolah
Pascasarjana di Universitas Sumatera Utara (USU).
Bapak Basyrah Lubis, SH dan Bapak H. Tongku Sutan Oloan Harahap,SE
sebagai Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Padang Lawas yang telah memberikan
dukungan dan bantuan pendidikan bagi guru yang mengikuti program sekolah
Pascasarjana di Universitas Sumatera Utara (USU).
Bapak Direksi PT.Perkebunan IV Sosa (Persero) yang telah memberikan izin
kepada penulis untuk penelitian.
Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Barumun Kabupaten Padang Lawas, Bapak
Drs. H. M. Sayuti Lubis yang telah memberikan dorongan dan dukungan.
Adinda Daniel Pasaribu S.Pd dan ananda Endang Sutriana yang dengan penuh
kesabaran menolong penulis hingga Tesis dapat diselesaikan
Rekan-rekan Mahasiswa Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara,
Medan Angkatan 2009 yang telah banyak membantu penulis.
Kepada Ayahanda Drs. M. H. Lbn.Gaol (Alm) dan Bunda L. Br. Butar-Butar
(Alm) yang semasa hidupnya memberikan dorongan dan dukungan serta doa
sehingga penulis dapat meneruskan pendidikan ke jenjang Pascasarjana.
Akhirnya Penulis mempersembahkan Tesis ini kepada Suami tercinta
M.Pasaribu dan anak-anakku yang tersayang: Divai Pangondingan Pasaribu, Febri
Mountessoury Pasaribu, Yoas Anggi Gressdeo Pasaribu dan Gabriel Gristianto
Hasian Pasaribu. sehingga Tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.
Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih.
Medan, 21 Juni 2011
Hormat Penulis
PEMANFAATAN ABU TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT UNTUK MENURUNKAN KANDUNGAN MINYAK/LEMAK
BOD DAN COD DARI LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang studi pemanfaatan abu tandan kosong kelapa sawit untuk menurunkan kandungan minyak/lemak, BOD dan COD dari limbah cair pabrik kelapa sawit.
Sampel limbah cair pabrik kelapa sawit berasal dari instalasi pengolahan air limbah PT Nusantara IV (persero) unit pengolahan sawit sosa kabupaten padang lawas. Sampel diambil dari kolam terakhir yang akan dibuang ke lingkungan. Abu Tandan Kosong kelapa sawit diambil dari dapur pembakaran tandan kosong PT Nusantara IV (Persero) unit sosa kabupaten padang lawas.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa nilai kandungan minyak awal (sebelum penambahan Abu Tandan Kosong Kelapa Sawit) pada sampel limbah cair pabrik kelapa sawit sebesar 37,5 mg/L.Setelah penambahan Abu Tandan Kosong Kelapa Sawit 3g dengan waktu pengadukan 15 menit mengalami penurunan menjadi 23,1 g. Nilai kandungan BOD awal (sebelum penambahan Abu Tandan Kosong Kosong Sawit) pada Limbah cair Pabrik Kelapa Sawit sebesar 256,45 mg/L. Setelah penambahan abu tandan kosong kelapa sawit 3 g dengan waktu pengadukan 15 menit mengalami penurunan menjadi 94,0 mg/L.
Nilai kandungan COD awal (sebelum penambahan Abu Tandan Kosong Kelapa Sawit) pada Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit sebesar 434,70 mg/L. Setelah penambahan Abu Tandan Kosong Kelapa Sawit 3g dengan waktu pengadukan 15 menit mengalami penurunan menjadi 292,44 mg/L.
Dengan penambahan berat Abu Tandan Kosong Kelapa Sawit 1 g, 2 g, dan 3 gdengan waktu pengadukan 5 menit, 10 menit dan 15 menit diperoleh hasil persentase penurunan kandungan minyak/lemak sebesar 12,7%, persentase penurunan BOD sebesar 47,3% dan persentase penurunan COD sebesar 11,4%
UTILIZATIN OF OIL PALM EMPTY FRUIT BUNCH ASH TO REDUCE THE CONTENT OF OIL/GREASE,BOD
AND COD IN PALM OIL MILL EFFLUENT
ABSTRACT
An investigation of the utilization of oil palm empty fruit bunch ash to reduce the content of oil/grease, BOD and COD from oil mill effluent.
Samples of palm oil mill effluent from wastewater treatment plant of PT Nusantara IV (Persero) oil processing unit sopsa of Padang Lawas district. Samples taken from the last pond will be discharged into the environment. Empty Fruit of Oil Palm Ash taken from the kitchen burning empty fruit bunches PT Nusantara IVB (Persero) units Sosa of Padang Lawas district. Ash Oil Palm Empty Fruit Bunches
From the research result shows that the value of initial oil content (before the addition Ash Oil Palm Empty Fruit Bunches) in samples of palm oil mill effluent of 37.5 mg/L. After the addition of Oil Palm Empty fruit Bunch Ash 3g with 15 minutes stirring time decreased to 23,1 mg/L.
Value of BOD content of early (before the addition Ash Oil Palm Empty Fruit
Bunches) on Palm Oil Mill Waste of 256,45 mg/L.After the addition of oil palm empty fruit bunch ash 3g with 15 minutes stirring time decreased to 94,0 mg/L.
Value of COD content of early (before addition Ash Oil Palm Empty Fruit Bunches) on Palm Oil Mill Waste of 434,70 mg/L. After the addition of Oil Palm Empty Fruit Bunch Ash 3 g with 15 minutes stirring time decreased to 292.44 mg/L.
With the addition of heave Ash Oil Palm Empty Fruit Bunches 1g, 2g and 3g with stirring time 15 minutes result percentage decrease oil content/fat from a price 12,7%, percentage decrease reduction BOD a price 47,3% and the percentage reduction COD a price 11,4%.
DAFTAR ISI
DAFTAR LAMPIRAN xi
BAB I PENDAHULUAN 1
2. 1. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit 5
2. 1. 1. Perebusan (Sterilisasi) 5
2. 1. 2. Penebahan/Perontokan Buah 6
2. 1. 3. Pengepresan/Pengempaan 6
2. 1. 4. Pemurnian Minyak 7
2. 1. 5. Proses Pengolahan Inti Sawit 8
2. 2. Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit 9
2. 3. Karakteristik Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit 12 2. 3. 1. BOD (Biological Oxygen Demand) 12
2. 3. 2. COD (Chemical Oxygen Demand) 13
2. 3. 3. Minyak/Lemak 15
2. 3. 4. Pembentukan Lemak dan Minyak 15 2. 4. Pengolahan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit 16
2. 4. 1. Sistem Aplikasi Lahan (Land Aplication) 17 2. 4. 2. Sistem Kolam (Ponding Pond) 17
2. 4. 2. 1. Fat Fit (Kolam Pengumpulan Losis Minyak) 18
2. 4. 2. 2. Sludge Recovery Pond 18
2. 4. 2. 3. Pendinginan (Cooling Tower) 19 2. 4. 2. 4. Deoiling Pond 19
2. 4. 2. 5. Netralisasi 19
2. 4. 2. 7. Kolam Anaerobik (Anaerobic Pond) 21
2. 4. 2. 8. Kolam Aerasi 21
2. 4. 2. 9. Kolam Aerobik (Aerobic Pond) 22 2. 5 Teknologi Pengolahan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit 22
2. 5. 1. Pengolahan Secara Fisika 23 3. 2. 4. Prosedur Pengambilan Sampel 32 3. 2. 5. Prosedur Analisis Sampel 32
3. 2. 5. 4. Analisis Kandungan minyak/Lemak
terhadap penambahan ATKKS 34 3. 2. 5. 5. Analisis Nilai BOD5 34 3. 2. 5. 6. Analisis Nilai BOD5 Dari Sampel 35 3. 2. 5. 7. Analisis Nilai BOD5 Setelah Penambahan
Abu Tandan Kosong KelapaSawitDengan Variasi Waktu Pengadukan 36 3. 2. 5. 8. Analisis Nilai COD Dari Sampel 37 3. 2. 5. 9. Analisis Nilai COD Setelah Penambahan
Abu Tandan Kosong Kelapa Sawit
3. 3. Bagan Penelitian 39
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 48
4. 1. Hasil Penelitian 48
4. 2. Pembahasan 50
4. 2. 1. Hasil Analisis Kandungan Minyak/Lemak 50 4. 2. 2. Hasil Analisis BOD (Biological Oxygen Demand) 55 4. 2. 3. Hasil Analisis COD (Chemical Oxygen Demand) 58 4. 2. 4. Persentase (%) Penurunan Kandungan
Minyak/Lemak, BOD dan COD Dari Sampel 60
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 64
5. 1. Kesimpulan 64
5. 2. Saran 64
DAFTAR PUSTAKA 65
DARTAR TABEL
Nomor Judul Halaman 2. 2. Baku Mutu Limbah Cair Untuk Industri Minyak Sawit 10
2. 3. Karakteristik Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit 12
4. 1.
Data Hasil Pengukuran Kandungan Minyak/Lemak, BOD dan COD Dari Sampel Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Awal (Sebelum Penambahann ATKKS)
48
4. 2.
Data Hasil Pengukuran Kandungan Minyak/Lemak Dari LCPKS dengan Penambahan Berat ATKKS dan Variasi Waktu
Pengadukan
48
4. 3. Data Hasil Pengukuran Nilai BOD Dari LCPKS Dengan Variasi
Penambahan Berat ATKKS dan Waktu Pengadukan 49
4. 4. Data Hasil Pengukuran COD Dari Sampel LCPKS Setelah
Penambahan ATKKS Dengan Variasi Waktu Pengadukan 50
4. 5.
Data Pengukuran Nilai Rata-Rata Kandungan Minyak/Lemak, BOD dan COD dari Sampel Setelah Penambahan ATKKS dengan Variasi Waktu Pengadukan
51
4. 6.
Data Hasil Penurunan Persentase (%) Kandungan
Minyak/Lemak, BOD dan COD Dari Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Setelah Penambahan ATKKS dan Variasi Waktu Pengadukan
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman 4. 1. Diagram Hasil Pengukuran Nilai Kandungan Minyak/Lemak
Setelah Penambahan ATKKS Dengan Variasi Waktu
Pengadukan 53 4. 2. Diagram Hasil Pengukuran Nilai BOD Setelah Penambahan
ATKKS Dengan Variasi Waktu Pengadukan 58
4. 3. Diagram Hasil Pengkuran Nilai COD Setelah Penambahan
ATKKS dan Variasi Waktu Pengadukan 60
4. 4. Diagram Penurunan Persentase (%) Kandungan Minyak/Lemak, BOD dan COD Setelah Penambahan ATKKS Dengan Variasi
Waktu Pengadukan 64
DARTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Data Pengukuran Kandungan Minyak/Lemak 69
2. Data Pengukuran BOD5 71
3. Data Pengukuran COD 74
PEMANFAATAN ABU TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT UNTUK MENURUNKAN KANDUNGAN MINYAK/LEMAK
BOD DAN COD DARI LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang studi pemanfaatan abu tandan kosong kelapa sawit untuk menurunkan kandungan minyak/lemak, BOD dan COD dari limbah cair pabrik kelapa sawit.
Sampel limbah cair pabrik kelapa sawit berasal dari instalasi pengolahan air limbah PT Nusantara IV (persero) unit pengolahan sawit sosa kabupaten padang lawas. Sampel diambil dari kolam terakhir yang akan dibuang ke lingkungan. Abu Tandan Kosong kelapa sawit diambil dari dapur pembakaran tandan kosong PT Nusantara IV (Persero) unit sosa kabupaten padang lawas.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa nilai kandungan minyak awal (sebelum penambahan Abu Tandan Kosong Kelapa Sawit) pada sampel limbah cair pabrik kelapa sawit sebesar 37,5 mg/L.Setelah penambahan Abu Tandan Kosong Kelapa Sawit 3g dengan waktu pengadukan 15 menit mengalami penurunan menjadi 23,1 g. Nilai kandungan BOD awal (sebelum penambahan Abu Tandan Kosong Kosong Sawit) pada Limbah cair Pabrik Kelapa Sawit sebesar 256,45 mg/L. Setelah penambahan abu tandan kosong kelapa sawit 3 g dengan waktu pengadukan 15 menit mengalami penurunan menjadi 94,0 mg/L.
Nilai kandungan COD awal (sebelum penambahan Abu Tandan Kosong Kelapa Sawit) pada Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit sebesar 434,70 mg/L. Setelah penambahan Abu Tandan Kosong Kelapa Sawit 3g dengan waktu pengadukan 15 menit mengalami penurunan menjadi 292,44 mg/L.
Dengan penambahan berat Abu Tandan Kosong Kelapa Sawit 1 g, 2 g, dan 3 gdengan waktu pengadukan 5 menit, 10 menit dan 15 menit diperoleh hasil persentase penurunan kandungan minyak/lemak sebesar 12,7%, persentase penurunan BOD sebesar 47,3% dan persentase penurunan COD sebesar 11,4%
UTILIZATIN OF OIL PALM EMPTY FRUIT BUNCH ASH TO REDUCE THE CONTENT OF OIL/GREASE,BOD
AND COD IN PALM OIL MILL EFFLUENT
ABSTRACT
An investigation of the utilization of oil palm empty fruit bunch ash to reduce the content of oil/grease, BOD and COD from oil mill effluent.
Samples of palm oil mill effluent from wastewater treatment plant of PT Nusantara IV (Persero) oil processing unit sopsa of Padang Lawas district. Samples taken from the last pond will be discharged into the environment. Empty Fruit of Oil Palm Ash taken from the kitchen burning empty fruit bunches PT Nusantara IVB (Persero) units Sosa of Padang Lawas district. Ash Oil Palm Empty Fruit Bunches
From the research result shows that the value of initial oil content (before the addition Ash Oil Palm Empty Fruit Bunches) in samples of palm oil mill effluent of 37.5 mg/L. After the addition of Oil Palm Empty fruit Bunch Ash 3g with 15 minutes stirring time decreased to 23,1 mg/L.
Value of BOD content of early (before the addition Ash Oil Palm Empty Fruit
Bunches) on Palm Oil Mill Waste of 256,45 mg/L.After the addition of oil palm empty fruit bunch ash 3g with 15 minutes stirring time decreased to 94,0 mg/L.
Value of COD content of early (before addition Ash Oil Palm Empty Fruit Bunches) on Palm Oil Mill Waste of 434,70 mg/L. After the addition of Oil Palm Empty Fruit Bunch Ash 3 g with 15 minutes stirring time decreased to 292.44 mg/L.
With the addition of heave Ash Oil Palm Empty Fruit Bunches 1g, 2g and 3g with stirring time 15 minutes result percentage decrease oil content/fat from a price 12,7%, percentage decrease reduction BOD a price 47,3% and the percentage reduction COD a price 11,4%.
BAB I PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Kelapa sawit (Elaeis Guineensis Jacq) merupakan salah satu komoditas
perkebunan yang mempunyai peranan penting di Indonesia, dan laju pertumbuhan
areal perkebunan kelapa sawit ditandai dengan peningkatan kenaikan produksi Crude
Palm Oil (CPO). Seiring dengan peningkatan luas perkebunan kelapa sawit di
Indonesia limbah hasil pengolahan kelapa sawit juga meningkat. Dalam proses
pengolahan tandan buah segar (TBS) menjadi minyak kelapa sawit akan dihasilkan
sisa produksi berupa limbah padat dan cair (Sastrosaryono, 2003).
Setiap ton tandan buah segar (TBS) yang diolah di pabrik akan menghasilkan
220 kg tandan kosong sawit (TKS), 670 kg limbah cair, 120 kg serat mesocarp, 70 kg
cangkang, dan 30 kg kernel (Naibaho, 1995).
Salah satu kabupaten di Indonesia yang berpotensi dalam meningkatkan
Produksi Minyak Kelapa Sawit (PMKS) adalah kabupaten Padang Lawas. Daerah
Padang Lawas memiliki 10 unit Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dengan kapasitas olah
per unit sebesar 30 ton Tandan Buah Segar (TBS) per jam dan beroperasi selama 20
jam per hari dalam 28 hari kerja. Setiap pengolahan 1 ton TBS dihasilkan limbah cair
sebesar 0,7 m3/hari. Maka di daerah Padang Lawas akan menghasilkan limbah cair
dengan hasil 30 ton TBS/jam x 20 jam kerja/hari x 0,7 m3/hari/ton limbah sebesar 420
m3/ton limbah cair setiap unit PKS per hari (anonim, 2010).
Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) selanjutnya di buang ke
lingkungan setelah memenuhi syarat melalui ketentuan Kep-LH/51/1995 tentang
baku mutu limbah cair bagi kegiatan industri kelapa sawit, antara lain; Biochemical
Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), TSS, N-NH3, minyak/
lemak dan pH memiliki kadar dan beban pencemar maksimum yang dihimpun
melalui peraturan perundang-undangan tahun 2000. Berarti dari keputusan tersebut
masing-masing serta beban pencemar maksimum, sebaiknya diminimalisasi agar dapat
dibuang ke badan sungai (Sa,id ,1996).
Salah satu yang sangat berbahaya adalah limbah lipida atau lemak cair hasil
buangan industri. Limbah lipida juga menjadi salah satu ancaman bagi lingkungan di
air, seperti yang ditemukan pada saluran pembuangan air dan sungai. Limbah cair
yang kaya lipida (lemak) jika dibuang tanpa di proses akan mengakibatkan terjadinya
akumulasi kandungan lipida di sungai (Laksmi, 1993).
Limbah yang dibuang terus-menerus tanpa ada pengelolaan yang maksimal
dapat menimbulkan gangguan keseimbangan lingkungan. Oleh karenanya, orang
cenderung mengatakan telah terjadi pencemaran, yaitu suatu keadaan dimana zat atau
energi yang diintroduksikan kedalam lingkungan oleh suatu kegiatan manusia atau
oleh proses alam dalam konsentrasi sedemikian rupa sehingga menyebabkan
lingkungan tidak berfungsi seperti semula dalam arti kesehatan, kesejahteraan dan
keselamatan hayati (Danusaputro, 1978).
Mengingat tingginya potensi pencemaran yang ditimbulkan oleh limbah cair
yang tidak dikelola dengan baik maka diperlukan pemahaman dan informasi
mengenai pengelolaan limbah cair secara benar. Limbah cair pabrik kelapa sawit
yang memiliki kandungan minyak/lemak dengan kadar maksimum 25 mg/L akan
mengakibatkan nilai BOD (Biochemical Oxygen Demand) dan COD (Chemical
Oxygen Demand) meningkat (Siahaan, 1996).
Oleh karena itu perlu dicari sistem pengolahan limbah yang lebih efisien
dengan waktu retensi yang rendah dan efisiensi yang tinggi (Hartono, 2008).
Pegolahan atau pemanfaatan Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) oleh
Pabrik Kelapa Sawit (PKS) masih sangat terbatas. Sebagian besar Pabrik Kelapa
Sawit masih membakar Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) dalam incinerator
menjadi Abu Tandan Kosong Kelapa Sawit (ATKKS) meskipun cara ini sudah
dilarang oleh pemerintah (Naibaho 1995).
Hasil Abu Tandan Kosong Kelapa Sawit (ATKKS) telah banyak digunakan
senyawa-senyawa yang terkandung pada abu tandan kosong kelapa sawit adalah K2O 18,48%,
MgO 3,51%, CaO 2,40% dan P2O5 1,95%. Selain dari itu abu tandan kosong kelapa
sawit juga digunakan sebagai katalis dalam pembuatan Metil Ester Asam Lemak
(MEAL) dari Trigliserida (Anonim 2009).
Berdasarkan nilai persentase senyawa kimia yang ada dalam abu tandan
kosong kelapa sawit maka diharapkan dapat dimanfaatkan untuk menurunkan
kandungan minyak/lemak, BOD dan COD dalam limbah cair kelapa sawit.
Atas dasar uraian diatas peneliti tertarik untuk meneliti dengan
menggunakan abu tandan kosong kelapa sawit (ATKKS) untuk mengurangi
kandungan minyak/lemak BOD dan COD dalam limbah cair kelapa sawit.
1.2 Perumusan Masalah
Apakah abu tandan kosong kelapa sawit dapat menurunkan kandungan
minyak/lemak, BOD dan COD pada limbah cair pabrik kelapa sawit
(LCPKS).
1.3 Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini parameter yang diukur adalah minyak/lemak, BOD dan
COD dari limbah cair Pabrik Kelapa Sawit PT. Perkebunan Nusantara IV
Sosa Kabupaten Padang Lawas yang berasal dari desain IPAL yang limbah
cairnya akan di aplikasikan ke badan sungai atau ke lingkungan, parameter
kimia yang diamati dari limbah cair pabrik kelapa sawit tersebut adalah
minyak/lemak, BOD dan COD. abu tandan kosong kelapa sawit yang
digunakan divariasi kadarnya.
1.4 Tujuan Penelitian
Untuk menurunkan kandungan minyak/lemak, BOD dan COD yang terdapat
pada limbah cair pabrik kelapa sawit.
1. 5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang
pemanfaatan abu tandan kosong kelapa sawit yang dapat menurunkan
dapat mengurangi biaya produksi pengolahan limbah cair kelapa sawit. Dan
menjaga kelestarian lingkungan dengan memanfaatkan limbah dan tidak
menimbulkan permasalahan.
1.6 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di pusat Laboratorium Uji Mutu (Lembaga
Penelitian USU), sampel di ambil dari Unit Pengolahan Limbah Cair PKS PT.
Perkebunan Nusantara IV Sosa Kabupaten Padang Lawas.
1.7 Metodologi Penelitian
1. Penelitian ini merupakan eksperimen laboratorium.
2. Pengambilan sampel limbah cair PKS di lakukan pada kolam terakhir dan
selanjutnya ditentukan kandungan minyak/lemak dengan metode
Gravimetri, nilai BOD dengan metode Winkler dan COD dengan metode
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit
Pengolahan kelapa sawit merupakan salah satu faktor yang menentukan
keberhasilan usaha perkebunan kelapa sawit. Hasil utama yang dapat diperoleh
adalah minyak sawit, inti sawit, sabut, cangkang dan tandan kosong. Pabrik kelapa
sawit (PKS) dalam konteks industri kelapa sawit di Indonesia dipahami sebagai unit
ekstraksi Crude Palm Oil (CPO) dan inti sawit dari Tandan Buah Segar (TBS) kelapa
sawit. Pabrik Kelapa Sawit (PKS) tersusun atas unit-unit proses yang memanfaatkan
kombinasi perlakuan mekanis, fisik, dan kimia. Parameter penting produksi seperti
efisiensi ekstraksi, rendemen, kualitas produk sangat penting peranannya dalam
menjamin daya saing industri perkebunan kelapa sawit di banding minyak nabati
lainnya. Perlu diketahui bahwa kualitas hasil minyak CPO yang diperoleh sangat
dipengaruhi oleh kondisi buah yang diolah dalam pabrik (Wardhanu, 2009).
Pada prinsipnya proses pengolahan kelapa sawit adalah proses ekstraksi CPO
secara mekanis dari Tandan Buah Segar (TBS) yang diikuti dengan proses
pemurnian. Secara keseluruhan proses tersebut terdiri dari beberapa tahap proses
yang berjalan secara berkesinambungan dan terkait satu sama lain. Kegagalan pada
satu tahap proses akan berpengaruh langsung pada proses berikutnya. Oleh karena itu
setiap tahap proses harus dapat berjalan dengan lancar sesuai dengan norma-norma
yang ada. Adapun tahapan proses yang terjadi selama pengolahan kelapa sawit
menjadi CPO adalah sebagai berikut:
2. 1.1. Perebusan (sterilisasi)
Perebusan atau sterilisasi buah dilakukan dalam sterilizer yang berupa bejana
bertekanan. Tujuan dari perebusan antara lain:
Memudahkan pelepasan brondolan buah dari tandan.
Melunakkan buah untuk memudahkan dalam proses pengepresan dan pemecahan biji.
Prakondisi untuk biji agar tidak mudah pecah selam proses pengepresan dan pemecahan biji.
Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan tekanan uap sebesar 2,8-3 kg/cm2
dengan lama perebusan sekitar 90 menit (Wardhanu, 2009).
2.1.2. Penebahan/perontokan buah
Penebahan adalah pemisahan brondolan buah dari tandan kosong kelapa
sawit. Buah yang telah direbus di sterilizer diangkat dengan hoisting crane dan di
tuang ke dalam thresher melalui hooper yang berfungsi untuk menampung buah
rebus. Pemipilan dilakukan dengan membanting buah dalam drum putar dengan
kecepatan putaran 23rpm-25 rpm. Buah yang terpipil akan jatuh melalui kisi-kisi dan
ditampung oleh fruit elevator dan dibawa dengan distributing conveyor untuk
didistribusikan ke tiap unit-unit digester (Whardhanu, 2009).
Didalam digester buah diaduk dan dilumat untuk memudahkan daging buah
terpisah dari biji. Didalam digester buah diaduk dan dilumat untuk memudahkan
daging buah terpisah dari biji. Digester terdiri dari tabung pengaduk sebanyak 6
tingkat yang diikatkan pada pros dan digerakkan oleh motor listrik. Untuk
memudahkan proses pelumatan diperlukan panas 900-950C yang diberikan dengan
cara menginjeksikan uap 3 kg/cm2 langsung atau melalui mantel. Proses pengadukan/
pelumatan berlangsung selama 30 menit. Setelah massa buah dari proses pengadukan
selesai kemudian dimasukan ke dalam alat pengepresan (screw press ) (Whardanu,
2009).
2.1.3. Pengepresan/pengempaan
Pengepresan berfungsi untuk memisahkan minyak kasar (crude oil) dari
pada tekanan 50-60 bar dengan menggunakan air pembilas screw press suhu 900-950C
sebanyak 7 % TBS (maks) dengan hasil minyak kasar (crude oil) yang viscositasnya
tinggi. Dari pengepresan tersebut akan diperoleh minyak kasar dan ampas serta biji.
Biji yang bercampur dengan serat masuk ke alat cake breaker conveyor untuk di
pisah antara biji dan seratnya, sedangkan minyak kasar dialirkan ke stasiun klarifikasi
(pemurnian) (Whardanu, 2009).
2.1.4. Pemurnian Minyak
Minyak kasar hasil stasiun pengempaan dikirim ke stasiun untuk diproses
lebih lanjut sehingga diperoleh minyak produksi. Proses pemisahan minyak, air dan
kotoran dilakukan dengan sistem pengendapan, sentrifugasi dan penguapan. Crude oil
yang telah diencerkan dialirkan ke vibrating screen dengan tujuan untuk memisahkan
beberapa bahan asing seperti pasir, serabut dan bahan-bahan lain yang masih
mengandung minyak dan dapat dikembalikan ke digester. Saringan bergetar
(Vibrating screen) terdiri dari 2 tingkat saringan dengan luas permukaan 2 m2
(Wardhanu, 2009).
Tingkat atas memakai saringan ukuran 20 mesh, sedangkan tingkat bawah
memakai saringan 40 mesh. Minyak yang telah disaring dialirkan ke dalam crude oil
tank dan suhu dipertahankan 900-95°C, selanjutnya crude oil dipompa ke tangki
pemisah (continuos clarifier tank) dengan pompa minyak kasar. Pemisahan minyak
dengan sludge secara pengendapan dilakukan didalam tangki pisah ini. Minyak yang
mempunyai berat jenis kecil mengapung dan dialirkan kedalam tangki masakan
minyak (oil tank), sedangkan sludge yang mempunyai berat jenis lebih besar dari
pada minyak masuk kedalam ruang ketiga melalui lubang bawah. Untuk
mempermudah pemisah, suhu dipertahankan 950C dengan sistem injeksi uap minyak
yang telah dipisah pada tangki pemisah di tampung dalam tangki ini untuk dipanasi
lagi sebelum diolah lebih lanjut pada sentripus minyak. Minyak dari oil tank
kemudian dialirkan ke dalam Oil Purifer untuk memisahkan kotoran/solid yang
sampai pada batas standard. Kemudian melalui Sarvo Balance, maka minyak sawit
dipompakan ke tangki timbun (Oil Storege Tank) (Wardhanu, 2009).
2.1.5. Proses Pengolahan lnti Sawit
Ampas kempa yang terdiri dari biji dan serabut dimasukkan ke dalam
depericaper melalui Cake Brake Conveyor yang dipanaskan dengan uap air agar
sebagian kandungan air dapat diperkecil, sehingga Press Cake terurai dan
memudahkan proses pemisahan. Pada Depericaper terjadi proses pemisahan fibre dan
biji. Pemisahan terjadi akibat perbedaaan berat dan gaya isap blower. Biji tertampung
pada Nut Silo yang dialiri dengan udara panas antara 600 – 80°C selama 18- 24 jam
agar kadar air turun dari sekitar 21 % menjadi 4 %.
Sebelum biji masuk ke dalam Nut Craker terlebih dahulu diproses di dalam
Nut Grading Drum untuk dapat dipisahkan ukuran besar kecilnya biji yang
disesuaikan dengan fraksi yang telah ditentukan. Nut kemudian dialirkan ke Nut
Craker sebagai alat pemecah. Masa biji pecah dimasukkan dalam Dry Seperator
(Proses pemisahan debu dan cangkang halus) untuk memisahkan cangkang halus, biji
utuh dengan cangkang/inti. Masa cangkang bercampur inti dialirkan masuk ke dalam
hidrosiklon untuk memisahkan antara inti dengan cangkang. Inti dialirkan masuk ke
dalam Kernel Drier untuk proses pengeringan sampai kadar airnya mencapai 7 %
dengan tingkat pengeringan 50°C, 60°C dan 70°C dalam waktu 14-16 jam.
Selanjutnya guna memisahkan kotoran, maka dialirkan melalui Winnowing Kernel
(Kernel Storage), sebelum diangkut dengan truk ke pabrik pemproses berikutnya
(Wardhanu, 2009).
Dalam memenuhi komoditas minyak kelapa, kelapa sawit di produksi secara
massal, sudah menjadi hal yang umum ketika kelapa sawit diproduksi untuk di
jadikan minyak kelapa, product sampingannya yang berupa limbah sering muncul.
Pemanfaatan limbah kelapa sawit ini sudah sering dimanfaatkan untuk beberaapa hal
seperti sebagai media pertumbuhan jamur, bahan bakar boiler, dan dimanfaatkan
Dalam proses pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) terdapat bahan yang
tidak termanfaatkan seperti tandan kosong dan air buangan pabrik. Karena kapasitas
pabrik yang cukup besar antara 10 s/d 60 ton TBS per jam maka bahan buangan
tersebut dapat mempengaruhi lingkungan biotik dan abiotik (Naibaho, 1995).
2. 2. Limbah Cair Pabrik Kelapa sawit
Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) merupakan salah satu jenis
limbah yang dihasilkan dalam jumlah yang relatif banyak dari proses pengolahan
Tandan Buah Segar (TBS) menjadi minyak sawit mentah atau CPO dari suatu Pabrik
Kelapa Sawit (PKS) (Anonim, 2011).
Dalam proses pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) di pabrik kelapa sawit di
hasilkan limbah padat dan limbah cair, dimana limbah yang di hasilkan pada setiap
Pabrik Kelapa Sawit (PKS) mempunyai karakteristik dan volume yang berbeda-beda
tergantung pada kualitas tandan yang di olah, sistem pengolahan di pabrik dan
bagaimana perlakuan pengolahan limbah cair dan limbah padat yang tersedia di
pabrik (Naibaho, 1996).
Pemanfaatan buangan akhir dari pengolahan limbah cair adalah upaya untuk
menjadikan penyelesaian produksi buah yang meniadakan buangan akhir limbah cair
ke badan air yang dapat mengakibatkan pencemaran terhadap lingkungan.
Limbah pabrik minyak sawit yang mengandung sejumlah padatan dalam
bentuk terlarut/tersuspensi, dan mengambang merupakan bahan-bahan organik
dengan konsentrasi tinggi. Bahan-bahan organik yang terkandung seperti selulosa,
protein, lemak yang dibuang ke perairan (sungai) tanpa diolah akan membuat
endapan-endapan yang sukar terurai sehingga mempengaruhi kehidupan biota dalam
air (Anonim, 2009).
Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) dapat dibuang kelingkungan
(badan sungai) apabila telah memenuhi ketentuan yang sudah ditetapkan oleh
kementrian lingkungan hidup. Menurut Kep-51/MEN LH/1995 lampiran B yaitu
kelapa sawit dapat dibuang kebadan sungai jika telah memenuhi baku mutu seperti
pada tabel berikut ini:
Tabel 2. 2. Baku Mutu Limbah Cair Untuk Industri Minyak Sawit
Paramameter Kadar Maksimum (mg/L)
Alasan menetapkan parameter tersebut dibawah ini adalah:
a. pH cairan limbah
Ditetapkannya parameter pH 6-9, ini bertujuanm agar mikroorganisme dan
biota yang terdapat pada penerima tidak terganggu, dan bahkan diharapkan
dengan pH alkalis dapat menaikkan pH badan penerima seperti sungai yang
umumnya digunakan sebagai badan penerima. Oleh sebab itu keasaman
limbah segar yang pH 4 dinaikkan dengan penambahan alkali.
b. Biological Oxygen Demand (BOD)
Kebutuhan oksigen hayati yang diperlukan untuk merombak bahan organik
sering digunakan sebagai tolak ukur untuk menentukan kualitas limbah.
Semakin tinggi nilai BOD air limbah maka daya saingnya dengan
mikroorganisme atau biota yang terdapat pada badan penerima semakin
tinggi. Hal ini semakin jelas kelihatan pada badan penerima limbah seperti
sungai memiliki oksigen terlarut yang kecil akan tergantung kehidupan
biota jika dicemari dengan limbah. Nilai BOD umumnya digunakan untuk
c. Chemical Oxygen Demand (COD)
Kelarutan oksigen kimiawi ialah oksigen yang diperlukan untuk merombak
bahan organik dan anorganik, oleh sebab itu nilai COD lebih besar dari
nilai BOD. Parameter ini digunakan sebagai perbandingan atau kontrol
terhadap nilai BOD. Karena kandungan padatan limbah terdiri dari bahan
organik maka parameter yang dipakai adalah BOD. Umumnya nilai COD
dua kali atau lebih dari nilai BOD.
d. Total Suspended Solid (TSS)
Merupakan padatan melayang dalam cairan limbah. Pengaruh suspended
solid lebih nyata pada kehidupan biota dibandingkan dengan total solid.
Semakin tinggi TSS maka bahan organik membutuhkan oksigen untuk
perombakan yang lebih tinggi (BOD), oleh sebab itu diupayakan TSS lebih
kecil yaitu dengan penyaringan, pengendapan atau penambahan bahan
kimia flokulan (Naibaho, 1995). Padatan tersuspensi dalam air umumnya
terdiri dari fitoplankton, zooplankton, sisa tanaman dan limbah industri
(Sunu, 2001).
e. Kandungan N-NH3
Semakin tinggi kandungan N-NH3 dalam cairan limbah, ini akan
menyebabkan keracunan pada biota. Oleh sebab itu parameter ini
dicantumkan pada spesifikasi mutu limbah (Naibaho, 1995)
f.Minyak/lemak
Kandungan minyak yang masuk kedalam kolam akan mempengaruhi
aktifitas bakteri, yaitu minyak tersebut berperan sebagai isolasi antara
substrat dengan bakteri. Minyak yang tidak larut dalam air akan
mengambang diatas permukaan air yang tercemar. Semua jenis minyak
hari sebanyak 25% dari volume minyak akan menguap dan sisanya akan
mengalami emulsifikasi. Selanjutnya emulsi minyak akan terdegradasi
melalui oksidasi, baik secara fotooksidasi maupun oleh mikroba (Manik,
2003)
2.3. Karasteristik Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit
Limbah Pabrik Kelapa Sawit sebelum mengalami perlakuan di unit pengolahan
limbah mempunyai karateristik sebagai berikut:
Tabel 2. 3. Karakteristik limbah cair pabrik kelapa sawit
No Parameter Konsentrasi (mg/L)
1 Sumber : Satria, 1999
Batas maksimum dari parameter kandungan BOD, COD dan Minyak/Lemak
telah disebutkan pada tabel baku mutu limbah cair industri minyak kelapa
sawit, hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
2.3.1. Biological Oxygen Demand (BOD)
Biological Oxygen Demand atau kebutuhan oksigen biologis adalah jumlah
oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme di dalam air untuk memecah atau
mendegradasi atau mengoksidasi limbah organik yang terdapat di dalam air. Jika
konsumsi oksigen tinggi yang ditunjukkan dengan semakin kecilnya sisa oksigen
terlarut berarti kandungan bahan-bahan buangan yang membutuhkan oksigen tinggi
(Sunu, 2001).
BOD diartikan sebagai suatu ukuran jumlah oksigen yang digunakan oleh
populasi mikroba yang terkandung dalam perairan sebagai respon terhadap masuknya
walaupun nilai BOD menyatakan jumlah oksigen, tetapi untuk mudahnya dapat juga
diartikan sebagai gambaran jumlah bahan organik terurai (biodegredable organic)
yang ada di perairan (Mays, 1996).
BOD juga suatu analisis yang mencoba mendekati secara global proses-proses
mikrobiologis yang benar-benar terjadi didalam air. Penguraian limbah organik
melalui proses oksidasi oleh mikroorganisme di dalam air lingkungan adalah
merupakan proses alamiah yang mudah terjadi apabila air lingkungan mengandung
oksigen yang cukup (Sunu, 2001).
Pemeriksaan BOD didasarkan atas reaksi zat organik dengan oksigen di dalam
air dan proses tersebut berlangsung karena adanya bakteri aerobik, sebagai hasil
oksidasi akan terbentuk karbon dioksida (CO2), amoniak (NH3) dan air. Reaksi
oksidasi dapat dituliskan sebagai berikut:
3
Pengujian BOD menggunakan metode Winkler-Alkali iodida azida,
adalah penetapan BOD yang dilakukan dengan cara mengukur berkurangnya kadar
oksigen terlarut dalam sampel yang disimpan dalam botol tertutup rapat, diinkubasi
selama 5 hari pada temperatur kamar, dalam metode Winkler digunakan larutan
pengencer MgSO4, FeCl3, CaCl2 dan buffer fosfat. Kemudian dilanjutkan dengan
metode Alkali iodida azida yaitu dengan cara titrasi, dalam penetapan kadar oksigen
terlarut digunakan pereaksi MnSO4, H2SO4, dan alkali iodida azida. Sampel dititrasi
dengan natrium thiosulfat memakai indikator amilum (SNI 06-2503-1991).
2.3.2. (Chemical Oxygen Demand) COD
COD atau kebutuhan oksigen kimia adalah jumlah oksigen (mg O2) yang
dibutuhkan untuk mengoksidasi zat organik yang ada dalam air buangan limbah.
Angka COD merupakan ukuran bagi pencemar air oleh zat-zar organik yang secara
alamiah dapat dioksidasi melalui proses mikrobiologis dan mengakibatkan
berkurangnya oksigen terlarut didalam air. Hal ini karena bahan organik yang ada
sengaja diuraikan secara kimia dengan menggunakan oksidator kuat kalium bikromat
pada kondisi asam dan panas dengan katalisator perak sulfat, sehingga segala macam
bahan organik baik yang mudah terurai maupun yang kompleks dan sulit terurai akan
terjadi reaksi oksidasi (Boyd, 1990)
Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organik
yang secara alamiah dapat dioksidasi melalui proses mikrobiologis dan
mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam air. Sebagian besar zat
organik melalui tes COD ini dioksidasi oleh K2Cr2O7 dalam keadaan asam yang
mendidih optimum,
E
Ag2SO4
aHbOc + Cr2O72- + H+ 2 + H2O + 2Cr+3
C CO
Kuning Hijau
Perak sulfat (Ag2SO4) ditambahkan sebagai katalisator untuk mempercepat
reaksi. Sedangkan merkuri sulfat ditambahkan untuk menghilangkan gangguan
klorida yang pada umumnya ada di dalam air buangan.
Untuk memastikan bahwa hampir semua zat organik habis teroksidasi maka
zat pengoksidasi K2Cr2O7 masih harus tersisa sesudah direfluks. K2Cr2O7 yang
tersisa menentukan berapa besar oksigen yang telah terpakai. Sisa K2Cr2O7 tersebut
ditentukan melalui titrasi dengan ferro ammonium sulfat (FAS). Reaksi yang
berlangsung adalah sebagai berikut:
Indikator ferroin digunakan untuk menentukan titik akhir titrasi yaitu disaat
warna hijau biru larutan berubah menjadi coklat merah. Sisa K2Cr2O7 dalam larutan
blanko adalah K2Cr2O7 awal, karena diharapkan blanko tidak mengandung zat
organik yang dioksidasi oleh K2Cr2O7 (SNI -06-6989.24-2005).
2.3.3. Minyak/Lemak
Produk utama yang diperoleh dari tanaman kelapa sawit adalah minyak sawit
dan minyak inti sawit yang tergolong dalam lipida.
Lemak dan minyak adalah salah satu kelompok yang termasuk pada golongan
lipida, yaitu senyawa organik yang terdapat di alam serta tidak larut dalam air, tetapi
larut dalam pelarut organik non-polar, misalnya dietil eter (C2H5OC2H5), Kloroform
(CHCl3), benzena dan hidrokarbon lainnya, lemak dan minyak dapat larut dalam
pelarut yang disebutkan di atas karena lemak dan minyak mempunyai polaritas yang
sama dengan pelaut tersebut (Anonim, 2008).
Bahan-bahan dan senyawa kimia akan mudah larut dalam pelarut yang sama
polaritasnya dengan zat terlarut. Tetapi polaritas bahan dapat berubah karena adanya
proses kimiawi. Misalnya asam lemak dalam larutan KOH berada dalam keadaan
terionisasi dan menjadi lebih polar dari aslinya sehingga mudah larut serta dapat
diekstraksi dengan air. Ekstraksi asam lemak yang terionisasi ini dapat dinetralkan
kembali dengan menambahkan asam sulfat encer (10 N) sehingga kembali menjadi
tidak terionisasi dan kembali mudah diekstraksi dengan pelarut non-polar (Anonim,
2008).
Lemak dan minyak merupakan senyawa trigliserida atau triasgliserol, yang
berarti “triester dari gliserol”. Jadi lemak dan minyak juga merupakan senyawaan
ester. Hasil hidrolisis lemak dan minyak adalah asam karboksilat dan gliserol. Asam
karboksilat ini juga disebut asam lemak yang mempunyai rantai hidrokarbon yang
panjang dan tidak bercabang (Anonim, 2008).
Selain itu minyak industri kelapa sawit mengandung kadar air 95 %, 4,5%
padatan dalam bentuk terlarut/teruspensi dan 0,5 % minyak/lemak dalam bentuk
2.3.4. Pembentukan Lemak dan Minyak
Lemak dan minyak merupakan senyawaan trigliserida dari gliserol . Dalam
pembentukannya, trigliserida merupakan hasil proses kondensasi satu molekul
gliserol dan tiga molekul asam lemak (umumnya ketiga asam lemak tersebut
berbeda–beda), yang membentuk satu molekul trigliserida dan satu molekul air
(Ginting, 2002).
Minyak/lemak merupakan bahan pencemar yang banyak ditemukan
diberbagai perairan dan sumber pencemarnya adalah dari agroindustri. Minyak tidak
larut dalam air sehingga mengambang diatas permukaan air yang tercemar. Semua
jenis minyak mengandung senyawa volatile yang mudah menguap (Ginting, 2002).
Lemak termasuk senyawa organik yang relatif stabil dan sulit diuraikan oleh
bakteri. Lemak dapat dirombak oleh senyawa asam yang menghasilkan asam lemak
dan gliserin. Pada keadaan basa, gliserin akan dibebaskan dari asam lemak akan
terbentuk garam basa (Manik, 2003).
Kandungan minyak yang masuk kedalam kolam akan mempengaruhi aktifitas
bakteri, yaitu minyak tersebut berperan sebagai isolasi antara substrat dengan bakteri.
Juga minyak tersebut jika bereaksi dengan alkali dapat membentuk sabun berbusa
yang sering mengapung dipermukaan kolam dan bercampur dengan benda-benda
yang lain dan disebut dengan “scum” (Naibaho, 1995).
2. 4. Pengolahan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit
Tandan buah sawit yang diolah di pabrik akan menghasilkan minyak sawit,
cangkang, serat dan tandan kosong. Dalam pengolahan terdapat bahan yang tidak
termanfaatkan seperti tandan kosong dan air buangan pabrik. Karena kapasitas pabrik
yang cukup besar yaitu antara 10 – 60 ton TBS/jam maka bahan bnuangan tersebut
dapat mempengaruhi lingkungan (Naibaho, 1995).
Limbah cair yang dihasilkan pabrik pengolah kelapa sawit adalah air, drab, air
tergantung pada sistem pengolahan, kapsitas dan keadaan peralatan klarifikasi
(Naibaho, 1995).
Pengolahan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) bertujuan untuk
membuang atau mengurangi kandungan limbah yang membahayakan kesehatan serta
tidak mengganggu lingkungan tempat pembuangannya. Proses pengolahan limbah
cair PKS terdiri dari perlakuan awal dan pengendalian lanjutan (Said, 1996).
Pengolahan limbah adalah kegiatan terpadu yang meliputi kegiatan
pengurangan (minimization), segregasi (segregation), penanganan (handling),
pemanfaatan dan pengolahan limbah. Dengan demikian untuk mencapai hasil yang
optimal, kegiatan-kegiatan yang melingkupi pengelolaan limbah perlu dilakukan dan
bukan hanya mengandalkan kegiatan pengolahan limbah saja (Loehr, 1997).
Teknik pengolahan air limbah adalah pengolahan limbah pabrik yang belum
memenuhi persyaratan (BOD,COD dan lain-lain). sehingga air yang keluar dari
pabrik diharapkan memnuhi persyaratan sebagai air bersih.
Pengolahan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit dilakukan dengan dua metode
yaitu :
1. Sistem Aplikasi Lahan (Land Application)
2. Sistem Kolam (Ponding system)
2.4.1. Sistem Aplikasi Lahan (Land Application)
Sistem ini hanya menggunakan beberapa kolam limbah untuk pengolahan,
selanjutnya hasil yang akhir dimanfaatkan ke areal tanaman yang dapat sebagai
substitusi pemupukan di lahan-lahan tanaman yang telah dibuat sistem
pendistribusiannya (Nainggolan, 2011).
Aplikasi limbah cair PKS dapat dilakukan dengan metode flatbed (perparitan)
dimana limbah cair dialirkan/dipompakan dari IPAL fakultatif kedalam bak dan
selanjutnya mengalir sacara grafitasi melalui saluran. Pembuatan saluran dan teras
dihubungkan dengan saluran parit yang dapat mengalirkan limbah dari atas ke bawah
dengan kemiringan tertentu (Nainggolan, 2011).
2.4.2. Sistem Kolam (Ponding System)
Untuk menanggulangi masalah limbah cair pada Unit Pengolahan Limbah
(UPL) di pabrik-pabrik pengolahan sawit pada umumnya menggunakan unit-unit
kolam pengolahan. Pabrik Kelapa Sawit (PKS) yang menggunakan sistem ini pada
umumnya mempergunakan lahan yang cukup luas dan mempunyai beberapa tahapan
untuk mendapatkan hasil akhir yang sesuai dengan bahan baku mutu yang ditetapkan
oleh Pemerintah (Nainggolan, 2011).
Pengolahan dengan system kolam masih dianggab murah terutama pada
perkebunan yang jauh dari kota, akan tetapi masih membutuhkan waktu “retention
time” yang lama dengan skema sebagai berikut:
Sludge Recovery Pond
Cooling Pond Deoiling Pond Netralisasi
Seeding Pond Anaerobic Pond Anaerobic Pond
Anaerobic secon Anaerobic secon
Fakultatif Pond
Aerasi Pond
Aerobic Pond Fat-Fit
Aerobioc Pond Out Let
2.4.2.1 Fat Fit (Kolam pengumpulan Losis Minyak)
Pada kolam ini minyak yang masih ada terikut dengan limbah cair hasil proses
klarifikasi dan dapat dikutip kembali (Naibaho, 1995).
2.4.2.2. Sludge Recovery Pond (Kolam Pengendapan Lumpur)
Lumpur yang berasal dari limbah industri Pabrik Kelapa Sawityaitu serat-serat halus
dari TBS ikut serta dalam limbah cair, untuk itu perlu dilakukan pengendapan
dikolam ini (Nainggolan, 2011).
2.4.2.3. Pendinginan (Cooling Tower)
Air limbah agar keluar dari pabrik umumnya masih panas (500-700) dan masih
diperlakukan pendinginan sesuai dengan kondisi pengendalian limbah yang
diinginkan bakteri. Pengendalian limbah yang menggunakan bakteri mesophill
memerlukan pendinginan hingga 400C, sedangkan pengendalian dengan
menggunakan bakteri thermopill memerlukan suhu pengendalian 600C, maka tidak
perlu didinginkan.
Pendinginan dilakukan dengan dua cara yaitu :
i. Menara pendingin,pendinginan air limbah dengan menggunakan menara, yang
kemudian dibantu dengan bak pendingin, alat ini mampu menurunkan suhu
limbah dari 600C menjadi 400C.
ii. Kolam pendingin, yaitu pendingin limbah yang dikombinasikan dengan
dengan pengutipan minyak. Pendinginan didalam kolam dilakukan selama 48
jam. Pendinginan sering mengalami kegagalan terutama akibat aliran didalam
kolam pendingin tidak baik, yaitu seolah olah ada aliran yang terlokalisir.
Oleh sebab itu dicoba memperbesar ukuran kolam yang mampu menampung
2.4.2.4 Deoiling Pond
Berfungsi sebagai tempat pendinginan drab akhir dan juga dapat
dikombinasikan dengan pengutipan minyak. namun untuk pengutipan minyak tidak
diperlukan juga sistem klarifikasi yang sudah efektif. Drab akhir yang keluar dari
pabrik temperaturnya 700C, untuk itu hrus diturunkan menjadi 400C maksimum. Pada
temperatur inilah bakteri hidup dan berkembang dengan baik (Naibaho, 1995).
2.4.2.5 Netralisasi
Limbah yang masih asam tidak sesuai untuk pertumbuhan mikroba, oleh
sebab itu perlu dinetralkan dengan penambahan bahan kimia atau cairan alkali. Bahan
yang sering ditambahkan soda api, kapur tohor, abu tandan kosong dan cairan limbah
yang sudah netral.
Pemberian soda api mempunyai kelemahan yaitu :
i. Mudah bereaksi dengan asam lemak, sehingga jumlah NaOH yang diperlukan
bukan hanya untuk menetralkan minyak dan membentuk sabun.
ii. Harga soda api mahal dibanding dengan kapur tohor dan abu tandan kosong
yang menyebabkan perbedaan ongkos olah nyata.
Pemakaian bahan penetral didasarkan kepada keasaman limbah dan kadar
minyak yang terkandung. Pemakaian ini dapat diketahui secara uji laboratorium.
Dengan dasar pencapaian pH maka dianjurkan pemakaian kapur tohor yang sedikit
lebih murah dari soda api dan lebih mahal dari abu tandan kosong. Jumlah kapur
tohor yang diperlukan adalah 25 kg/m3 limbah.
Netralisasi dapat dibantu dengan perlakuan sirkulasi yaitu memakai sludge
yang berasal; dari kolam fakultatif yang selalu mempunyai pH netral (Naibaho,
1995).
2.4.2.6. Kolam Pembiakan (Seeding Pond)
Kolam dengan kapasitas 3900 m3 berfungsi untuk pembiakan bakteri yang
lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan bakteri. .Sebagian bakateri akan
dimasukkan kedalam kolam anaerobik pada waktu-waktu tertentu.Pada teknik ini
memanfaaatkan mikroba untuk menetralisasi keasaman cairan limbah.
Pengasaman bertujuan agar limbah cair yang mengandung bahan organik
yang lebih mudah mengalami biodegradasi dalam suasana anaerobik. Limbah cair
dalam kolam mengalami asidifikasi, yaitu terjadinya kenaikan konsentrasi asam-asam
yang mudah menguap, waktu penahanan hidrolisis limbah cair dalam kolam
pengasaman selama 5 hari kemudian sebelum diolah diunit pengolahan limbah kola
anaerobik, limbah dinetralkan lebih dahulu dengan menambahkan kapur tohor hingga
mencapai pH 7,8-7,5 (Naibaho, 1995).
2.4.2.7 Kolam Anaerobik (Anaerobic Pond)
Dengan kapasitas 9000 m3 adalah tempat proses perombakan limbah cair oleh
mikroba secara anaerobik (tanpa ketersediaan oksigen). Pengolahan utama limbah
pabrik kelapa sawit terjadi di kolam ini dimana lemak di ubah menjadi gas metana.
Kolam anaerobik ini dapat menampung air limbah hasil pengolahan pabrik kelapa
sawit selama 60 hari. Untuk lebih mengaktifkan reaksi terjadinya metana, maka
cairan dalam dari kolam anaerobik belakang harus dipompa secara terus menerus
setiap 24 jam perhari ke kolam anaerobik dimuka sehingga terbentuk aliran sirkulasi.
Apabila bakteri dalam kolam itu kurang aktif, maka dapat diambil bakteri dari kolam
pembiakan bakteri, dimana air dalam kolam ini pHnya harus dijaga minimal
(Naibaho, 1995).
2.4.2.8. Kolam Aerasi
Kolam Aerasi ini digunakan untuk memperkaya cairan limbah dengan oksigen
dan membunuh bakteri anaerobik dengan cara menyebarkan cairan limbah ke udara
dengan menggunakan aerator.
Aerator berfungsi untuk memperbesar persinggungan antara air limbah
diketinggian dan kemungkinan dijatuhkan pada kayu-kayu sehingga membentuk
percikan. Dengan terbentuknya percikan tersebut terjadi pengikatan O2 dari udara
oleh air limbah, disamping itu juga dapat menghilangkan sisa-sisa gas dan
menonaktifkan bakteri-bakteri anaerobik.
Kolam aerasi dibuat kedalamannya 3 meter dan ditempatkan alat yang dapat
meningkatkan jumlah oksigen terlarut dalam air, dengan tujuan agar dapat
berlangsung reaksi oksidasi dengan baik. Oksigen yang diberikan ada batas daya larut
dalam air yaitu 7 ppm, oleh sebab itu pemberian oksigen dianggap berhenti jika
oksigen terlarut 7 ppm, dan jika menurun kembali diulangi. Maka setiap kolam aerasi
ditempatkan unit alat aerator (Naibaho, 1995).
2.4.2.9. Kolam Aerobik (Aerobic Pond)
Dapat menampung cairan limbah untuk 15 hari olah. Kolam ini merupakan
kolam terakhir dalam proses pengolahan limbah cair dan dipakai untuk memberikan
kesempatan cairan dari kolam pengendapan untuk menyerap lebih banyak oksigen
dari udara. Kolam ini dibuat dangkal dengan kedalaman 2,5 m agar cahaya matahari
dapat menembus hingga ke dasarnya dan dibuat lebih luas agar proses pengendapan
benar-benar sempurna sebelum dibuang ke sungai. Diharapkan pada kolam ini
oksigen yang terlarut sudah semakin banyak dan dapat menurunkan limbah dari BOD
600 ppm-800 ppm menjadi BOD 75 ppm-125 ppm. Kolam ini adalah kolam yang
terakhir dan air limbah telah dapat dialirkan ke sungai (Naibaho, 1995) .
Saat ini juga tren pengelolaan limbah di industri yaitu menjalankan secara
terintegrasi kegiatan pengurangan, segregasi dan handling limbah sehingga menekan
biaya dan menghasilkan output limbah yang lebih sedikit serta minim tingkat
pencemarnya. Integrasi dalam pengelolaan limbah tersebut kemudian dibuat menjadi
berbagai konsep seperti: produksi bersih (cleaner production), atau minimasi limbah
(waste minimization) (Rahman, 2009).
Bila pengelolaan limbah hanya diarahkan pada kegiatan pengolahan limbah
membutuhkan lahan yang lebih luas, peralatan lebih banyak, teknologi dan biaya
yang tinggi. Kegiatan pendahuluan pada pengelolaan limbah (pengurangan, segregasi
dan penanganan limbah) akan sangat membantu mengurangi beban pengolahan
limbah di IPAL.
2.5. Teknologi Pengolahan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit
Teknologi pengolahan air limbah adalah kunci dalam memelihara kelestarian
lingkungan. Adapun macam teknologi pengolahan air limbah domestik maupun
industri yang dibangun harus dapat dioperasikan dan dipelihara oleh masyarakat
setempat. Jadi teknologi pengolahan yang dipilih harus sesuai dengan kemampuan
teknologi masyarakat yang bersangkutan.
Berbagai teknik pengolahan air buangan untuk menyisihkan bahan polutannya
telah dicoba dan dikembangkan selama ini. Teknik-teknik pengolahan air buangan
yang telah dikembangkan tersebut menjadi 3 metode pengolahan:
1. Pengolahan secara fisika
2. Pengolahan secara kimia
3. Pengolahan secara biologi
Untuk suatu jenis air buangan tertentu, ketiga metode pengolahan tersebut
dapat diaplikasikan secara sendiri-sendiri atau secara kombinasi (Anonim, 2011).
2.5.1 Pengolahan Secara Fisika
Proses pengolahan secara fisika dilakukan dengan cara memberikan perlakuan
fisik pada air limbah seperti menyaring, mengendapkan, atau mengatur suhu proses
dengan menggunakan alat screening, grit chamber, settling tank/settling pond.
Pada umumnya, sebelum dilakukan pengolahan lanjutan terhadap air buangan,
diharapkan agar bahan-bahan tersuspensi berukuran besar dan yang mudah
mengendap atau bahan-bahan yang terapung disisihkan terlebih dahulu.
Penyaringan(screening) merupakan cara yang efisien dan murah untuk menyisihkan
mengendap dapat disisihkan secara mudah dengan proses pengendapan. Parameter
desain yang utama untuk proses pengendapan ini adalah kecepatan mengendap
partikel dan waktu detensi hidrolis didalam bak pengendap.
Proses flotasi banyak digunakan untuk menyisihkan bahan-bahan yang
mengapung seperti minyak dan lemak agar tidak mengganggu proses pengolahan
berikutnya. Flotasi juga banyak digunakan sebagai cara penyisihan bahan-bahan
tersuspensi (clarification) atau pemekatan lumpur endapan (sludge thickening)
dengan memberikan aliran udara ke atas (air flotation).
Proses adsorbsi, biasanya dengan karbon aktif, dilakukan untuk menyisihkan
senyawa aromatik dan senyawa organik terlarut lainnya, terutama jika diinginkan
untuk menggunakan kembali air buangan tersebut.
Teknologi membran (reverse osmosis) biasanya diaplikasikan untuk uni-unit
pengolahan kecil, terutama jika pengolahan ditujukan untuk menggunakan kembali
air yang diolah. Biaya instalasi dan operasinya sangat mahal (Anonim, 2011).
2.5.2. Pengolahan Secara Kimia
Pengolahan air buangan secara kimia biasanya dilakukan untuk
menghilangkan partikel-partikel yang tidak mudah mengendap (koloid), logam-logam
berat, senyawa fosfor, dan zat organik beracun dengan membubuhkan bahan kimia
tertentu yang diperlukan. Penyisihan bahan-bahan tersebut, yaitu dari yang tak dapat
diendapkan menjadi mudah diendapkan (flokulasi-koagulasi), baik dengan atau tanpa
reaksi oksidasi-reduksi, dan juga berlangsung sebagai hasil reaksi oksidasi.
Pengendapan bahan tersuspensi yang tidak mudah larut dilakukan dengan
membubuhkan elektrolit yang mempunyai muatan koloidnya agar terjadi netralisasi
muatan koloid tersebut, sehingga akhirnya mengendap.
Pada dasarnya kita dapat memperoleh efisiensi tinggi dengan pengolahan secara
kimia, akan tetapi biaya pengolahan menjadi mahal karena memerlukan bahan kimia
2.5.3. Pengolahan Secara Biologi
Pabrik Kelapa Sawit dengan air buangan yang mengandung bahan organik
yang terdegradasi telah dilakukan pengolahan limbah tersebut melalui proses
biologis.
Proses biologis dapat mengurangi kosentrasi BOD limbah hingga 90 %.
Dekomposisi anaerobik meliputi penguraian bahan organik majemuk menjadi
asam-asam organik dan selanjutnya di uraikan menjadi gas-gas dan air. Selanjutnya air
limbah di alirkan ke dalam kolam pengasaman dengan waktu penangan hidrolisis
selama 5 hari. Air limbah di dalam kolam ini mengalami asidifikasi yaitu terjadinya
kenaikan konsentrasi asam-asam mudah menguap dari 1000 – 5000 mg/L sehingga
air limbah yang mengandung bahan organik lebih mudah mengalami biodegrasi
dalam suasana anaerobik. Sebelum diolah di Unit Penanganan Limbah (UPL)
anaerobik, limbah dinetralkan terlebih dahulu dengan menambahkan kapur tohor
sehingga mencapai pH antara 7,0 – 7,5 (Anonim, 2003)
Proses biologi dilakukan dengan cara memberikan perlakuan atau proses
biologi terhadap air limbah seperti penguraian atau penggabungan substansi biologi
dengan lumpur aktif (activated sludge), attached growth filtration, aerobic process
dan an-aerobic process.
Pengolahan limbah cair kelapa sawit dengan cara biologis adalah sebagai
berikut:
1. Kolam Perombakan Anaerobik I dan Anaerobik II
Limbah yang berasal dari pemisah minyak diikuti dengan mengalirkan
bahan aktif dari kolam pengasaman kedalam kolam anaerobik primer.
Pengubahan senyawa organik majemuk terjadi disini, menjadi senyawa
asam yang mudah menguap. Bakteri yang berperan adalah bakteri
penghasil asam. BOD dan COD mengalami penurunan dalam suasan
netral dan waktu penahan hidrolisis selama 40 hari.
2. Kolam Perombakan Anaerobik Sekunder I dan Anaerobik Sekunder II
menjadi gas CO, CH4, H2S, H2O. Waktu penahanan hidrolisis selama 24
hari dengan efisiensi 80%.
3. Kolam Fakultatif
Pada permukaan kolam terjadi oksidasi aerobik, lumpur mengendap
didasar kolam mengalami fermentasi anaerobik. Pada tahap ini terjadi
penurunan BOD dan COD. Waktu penahan hidrolisis selama 18 hari
4. Kolam Aerobik I dan Aerobik II
Pada Kolam aerobik ini bakteri memerlukan oksigen untuk pertumbuhan
maupun respirasi. Dengan waktu penahanan hidrolisis 14 hari kolam ini
dapat meningkatkan efisiensi perombakan sehingga menurunkan BOD
dan COD (Satria, 1999).
Teknik Pengolahan Limbah Cair PKS dengan Sistem Anaerobik Secara
konvensional dilakukan secara biologis dengan menggunakan sistem
kolam, yaitu limbah cair diproses di dalam satu kolam anaerobik dan
aerobik dengan memanfaatkan mikroba sebagai perombak BOD dan
menetralisir ke-asaman cairan limbah. Hal ini dilakukan karena
pengolahan limbah dengan menggunakan teknik tersebut cukup
sederhana dan dianggap murah. Namun demikian lahan yang diperlukan
untuk pengolahan limbah sangat luas, yaitu sekitar 7 ha untuk PKS yang
mempunyai kapasitas 30 ton TBS/jam (Loehr, 1977).
Kebutuhan lahan yang cukup luas pada teknik pengolahan limbah dengan
menggunakan sistem kolam dapat mengurangi ketersediaan lahan untuk
kebun kelapa sawit. Waktu retensi yang diperlukan untuk merombak
bahan organik yang terdapat dalam limbah cair ialah 120 – 140 hari (
Sugiharto, 1987).
Efisiensi perombakan limbah cair PKS dengan sistem kolam hanya
sebesar 60% – 70%. Disamping itu pengolahan limbah PKS dengan
masa retensi men-jadi lebih singkat dan baku mutu limbah tidak dapat
tercapai (Hartono, 2008)
Untuk suatu jenis air limbah tertentu, ketiga jenis proses dan alat
pengolahan tersebut dapat diaplikasikan secara sendiri-sendiri atau
dikombinasikan. Pilihan mengenai teknologi pengolahan dan alat yang
digunakan seharusnya dapat mempertimbangkan aspek teknis, ekonomi
dan pengelolaannya (Rahman, 2009)
2.6. Limbah Padat Pabrik Kelapa Sawit
Limbah padat yang yang dihasilkan oleh pabrik pengolahan kelapa sawit adalah
tandan kosong, serat dan tempurung. Limbah tandan kosong kadang-kadang
mengandung buah tidak lepas diantara celah-celah ulir dibagian dalam (Naibaho,
1995).
Tandan Kosong Kelapa Sawi (TKKS) adalah Limbah Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS)
yang jumlahnya sangat melimpah. Setiap pengolahan 1ton TBS menghasilkan 230 kg tandan
kosong kelapa sawit. Pengolahan dan pemanfaatan TKKS oleh PKS masih sangat terbatas.
Alternatif lain dengan menimbun (open dumping) untuk dijadikan mulsa di perkebunan kelapa sawit atau diolah menjadi kompos (anonim, 2008).
Pemanfaatan Tandan Kosong Sawit (TKS) yang pada umumnya dilaksanakan
saat ini sebagai mulsa dan sumber unsur hara di perkebunan tidak selalu dapat
diterapkan terutama pada areal yang topografnya berbukit-bukit dan lokasinya jauh
dari PKS karena biaya distribusinya mahal. Disamping itu unsur hara yang terdapat
pada TKS sangat rendah dan proses dekomposisinya secara alami lambat.
Dekomposisi TKS dengan limbah cair PKS merupakan suatu pilihan yang penting
dalam pengelolaan limbah agroindustri kelapa sawit (Mardiana, 2008).
Berbagai penelitian telah dilakukan menunjukkan bahwa limbah tandan kosong
kelapa sawit dapat dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan.Tandan Kosong Kelapa
Sawit (TKKS) terdiri dari beberpa bahan organik dengan komposisi CaO 3,3%, MgO
Pemanfaatan Limbah tandan kosong kelapa sawitdapa dijelaskan sebagai
berikut:
2.6.1. TKKS untuk pupuk organik.
Tandan kosong kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai sumber pupuk
organik yang memiliki kandungan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanah dan
tanaman. Tandan kosong kelapa sawit mencapai 23% dari jumlah pemanfaatan
limbah kelapa sawit tersebut sebagai alternatif pupuk organik juga akan memberikan
manfaat lain dari sisi ekonomi.
Ada beberapa alternatif Pemanfaatan TKKS yang dapat dilakukan sebagai
berikut:
a. Pupuk Kompos
Pupuk kompos merupakan bahan organik yang telah mengalami proses
fermentasi atau dekomposisi yang dilakukan oleh mikroorganisme. Pada
prinsipnya pengomposan TKSS untuk menurunkan nisbah C / N yang
terkandung dalam tandan agar mendekati nisbah C / N tanah. Nisbah C /
N yang mendekati nisbah C / N tanah akan mudah diserap oleh tanaman.
b. Pupuk Kalium
Tandan kosong kelapa sawit sebagai Limbah padat dapat dibakar dan
akan menghasilkan abu tandan. Abu tandan tersebut ternyata memiliki
kandungan 30-40% K2O, 7% P2O5, 9% CaO, dan 3% MgO. Selain itu
juga mengandung unsur hara mikro yaitu 1.200 ppm Fe, 1.00 ppm Mn,
400 ppm Zn, dan 100 ppm Cu. Sebagai gambaran umum bahwa pabrik
yang mengolah kelapa sawit dengan kapasitas 1200 ton TBS/ hari akan
menghasilkan abu tandan sebesar 10,8%/hari. Setara dengan 5,8 ton
KCL, 2,2 ton kiersit, dan 0,7 ton TSP. dengan penambahan polimer
tertentu pada abu tandan dapat dibuat pupuk butiran berkadar K2O