• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.3. Karasteristik Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit

2.4.1. Sistem Aplikasi Lahan (Land Application)

Sistem ini hanya menggunakan beberapa kolam limbah untuk pengolahan, selanjutnya hasil yang akhir dimanfaatkan ke areal tanaman yang dapat sebagai substitusi pemupukan di lahan-lahan tanaman yang telah dibuat sistem pendistribusiannya (Nainggolan, 2011).

Aplikasi limbah cair PKS dapat dilakukan dengan metode flatbed (perparitan) dimana limbah cair dialirkan/dipompakan dari IPAL fakultatif kedalam bak dan selanjutnya mengalir sacara grafitasi melalui saluran. Pembuatan saluran dan teras yaitu dengan membangun konstruksi saluran dimana diantara dua baris pohon yang

dihubungkan dengan saluran parit yang dapat mengalirkan limbah dari atas ke bawah dengan kemiringan tertentu (Nainggolan, 2011).

2.4.2. Sistem Kolam (Ponding System)

Untuk menanggulangi masalah limbah cair pada Unit Pengolahan Limbah (UPL) di pabrik-pabrik pengolahan sawit pada umumnya menggunakan unit-unit kolam pengolahan. Pabrik Kelapa Sawit (PKS) yang menggunakan sistem ini pada umumnya mempergunakan lahan yang cukup luas dan mempunyai beberapa tahapan untuk mendapatkan hasil akhir yang sesuai dengan bahan baku mutu yang ditetapkan oleh Pemerintah (Nainggolan, 2011).

Pengolahan dengan system kolam masih dianggab murah terutama pada perkebunan yang jauh dari kota, akan tetapi masih membutuhkan waktu “retention time” yang lama dengan skema sebagai berikut:

Sludge  Recovery Pond

Cooling Pond Deoiling Pond Netralisasi

Seeding Pond Anaerobic Pond Anaerobic Pond

Anaerobic secon Anaerobic secon

Fakultatif Pond

Aerasi Pond

Aerobic Pond Fat-Fit

Aerobioc Pond Out  Let

Gambar 2.1. Alur Proses Pengolahan Limbah Cair PKS Dengan Metode Sistem Kolam

2.4.2.1 Fat Fit (Kolam pengumpulan Losis Minyak)

Pada kolam ini minyak yang masih ada terikut dengan limbah cair hasil proses klarifikasi dan dapat dikutip kembali (Naibaho, 1995).

2.4.2.2. Sludge Recovery Pond (Kolam Pengendapan Lumpur)

Lumpur yang berasal dari limbah industri Pabrik Kelapa Sawityaitu serat-serat halus dari TBS ikut serta dalam limbah cair, untuk itu perlu dilakukan pengendapan dikolam ini (Nainggolan, 2011).

2.4.2.3. Pendinginan (Cooling Tower)

Air limbah agar keluar dari pabrik umumnya masih panas (500-700) dan masih diperlakukan pendinginan sesuai dengan kondisi pengendalian limbah yang diinginkan bakteri. Pengendalian limbah yang menggunakan bakteri mesophill memerlukan pendinginan hingga 400C, sedangkan pengendalian dengan menggunakan bakteri thermopill memerlukan suhu pengendalian 600C, maka tidak perlu didinginkan.

Pendinginan dilakukan dengan dua cara yaitu :

i. Menara pendingin,pendinginan air limbah dengan menggunakan menara, yang kemudian dibantu dengan bak pendingin, alat ini mampu menurunkan suhu limbah dari 600C menjadi 400C.

ii. Kolam pendingin, yaitu pendingin limbah yang dikombinasikan dengan dengan pengutipan minyak. Pendinginan didalam kolam dilakukan selama 48 jam. Pendinginan sering mengalami kegagalan terutama akibat aliran didalam kolam pendingin tidak baik, yaitu seolah olah ada aliran yang terlokalisir. Oleh sebab itu dicoba memperbesar ukuran kolam yang mampu menampung limbah 10 hari olah (Naibaho, 1995)

2.4.2.4 Deoiling Pond

Berfungsi sebagai tempat pendinginan drab akhir dan juga dapat dikombinasikan dengan pengutipan minyak. namun untuk pengutipan minyak tidak diperlukan juga sistem klarifikasi yang sudah efektif. Drab akhir yang keluar dari pabrik temperaturnya 700C, untuk itu hrus diturunkan menjadi 400C maksimum. Pada temperatur inilah bakteri hidup dan berkembang dengan baik (Naibaho, 1995).

2.4.2.5 Netralisasi

Limbah yang masih asam tidak sesuai untuk pertumbuhan mikroba, oleh sebab itu perlu dinetralkan dengan penambahan bahan kimia atau cairan alkali. Bahan yang sering ditambahkan soda api, kapur tohor, abu tandan kosong dan cairan limbah yang sudah netral.

Pemberian soda api mempunyai kelemahan yaitu :

i. Mudah bereaksi dengan asam lemak, sehingga jumlah NaOH yang diperlukan bukan hanya untuk menetralkan minyak dan membentuk sabun.

ii. Harga soda api mahal dibanding dengan kapur tohor dan abu tandan kosong yang menyebabkan perbedaan ongkos olah nyata.

Pemakaian bahan penetral didasarkan kepada keasaman limbah dan kadar minyak yang terkandung. Pemakaian ini dapat diketahui secara uji laboratorium. Dengan dasar pencapaian pH maka dianjurkan pemakaian kapur tohor yang sedikit lebih murah dari soda api dan lebih mahal dari abu tandan kosong. Jumlah kapur tohor yang diperlukan adalah 25 kg/m3 limbah.

Netralisasi dapat dibantu dengan perlakuan sirkulasi yaitu memakai sludge yang berasal; dari kolam fakultatif yang selalu mempunyai pH netral (Naibaho, 1995).

2.4.2.6. Kolam Pembiakan (Seeding Pond)

Kolam dengan kapasitas 3900 m3 berfungsi untuk pembiakan bakteri yang akan digunakan merombak limbah dengan memberi nutrisi dari air limbah dan

lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan bakteri. .Sebagian bakateri akan dimasukkan kedalam kolam anaerobik pada waktu-waktu tertentu.Pada teknik ini memanfaaatkan mikroba untuk menetralisasi keasaman cairan limbah.

Pengasaman bertujuan agar limbah cair yang mengandung bahan organik yang lebih mudah mengalami biodegradasi dalam suasana anaerobik. Limbah cair dalam kolam mengalami asidifikasi, yaitu terjadinya kenaikan konsentrasi asam-asam yang mudah menguap, waktu penahanan hidrolisis limbah cair dalam kolam pengasaman selama 5 hari kemudian sebelum diolah diunit pengolahan limbah kola anaerobik, limbah dinetralkan lebih dahulu dengan menambahkan kapur tohor hingga mencapai pH 7,8-7,5 (Naibaho, 1995).

2.4.2.7 Kolam Anaerobik (Anaerobic Pond)

Dengan kapasitas 9000 m3 adalah tempat proses perombakan limbah cair oleh mikroba secara anaerobik (tanpa ketersediaan oksigen). Pengolahan utama limbah pabrik kelapa sawit terjadi di kolam ini dimana lemak di ubah menjadi gas metana. Kolam anaerobik ini dapat menampung air limbah hasil pengolahan pabrik kelapa sawit selama 60 hari. Untuk lebih mengaktifkan reaksi terjadinya metana, maka cairan dalam dari kolam anaerobik belakang harus dipompa secara terus menerus setiap 24 jam perhari ke kolam anaerobik dimuka sehingga terbentuk aliran sirkulasi. Apabila bakteri dalam kolam itu kurang aktif, maka dapat diambil bakteri dari kolam pembiakan bakteri, dimana air dalam kolam ini pHnya harus dijaga minimal (Naibaho, 1995).

2.4.2.8. Kolam Aerasi

Kolam Aerasi ini digunakan untuk memperkaya cairan limbah dengan oksigen dan membunuh bakteri anaerobik dengan cara menyebarkan cairan limbah ke udara dengan menggunakan aerator.

Aerator berfungsi untuk memperbesar persinggungan antara air limbah dengan udara, yang dilakukan dengan mengalirkan air limbah melewati pipa

diketinggian dan kemungkinan dijatuhkan pada kayu-kayu sehingga membentuk percikan. Dengan terbentuknya percikan tersebut terjadi pengikatan O2 dari udara oleh air limbah, disamping itu juga dapat menghilangkan sisa-sisa gas dan menonaktifkan bakteri-bakteri anaerobik.

Kolam aerasi dibuat kedalamannya 3 meter dan ditempatkan alat yang dapat meningkatkan jumlah oksigen terlarut dalam air, dengan tujuan agar dapat berlangsung reaksi oksidasi dengan baik. Oksigen yang diberikan ada batas daya larut dalam air yaitu 7 ppm, oleh sebab itu pemberian oksigen dianggap berhenti jika oksigen terlarut 7 ppm, dan jika menurun kembali diulangi. Maka setiap kolam aerasi ditempatkan unit alat aerator (Naibaho, 1995).

2.4.2.9. Kolam Aerobik (Aerobic Pond)

Dapat menampung cairan limbah untuk 15 hari olah. Kolam ini merupakan kolam terakhir dalam proses pengolahan limbah cair dan dipakai untuk memberikan kesempatan cairan dari kolam pengendapan untuk menyerap lebih banyak oksigen dari udara. Kolam ini dibuat dangkal dengan kedalaman 2,5 m agar cahaya matahari dapat menembus hingga ke dasarnya dan dibuat lebih luas agar proses pengendapan benar-benar sempurna sebelum dibuang ke sungai. Diharapkan pada kolam ini oksigen yang terlarut sudah semakin banyak dan dapat menurunkan limbah dari BOD 600 ppm-800 ppm menjadi BOD 75 ppm-125 ppm. Kolam ini adalah kolam yang terakhir dan air limbah telah dapat dialirkan ke sungai (Naibaho, 1995) .

Saat ini juga tren pengelolaan limbah di industri yaitu menjalankan secara terintegrasi kegiatan pengurangan, segregasi dan handling limbah sehingga menekan biaya dan menghasilkan output limbah yang lebih sedikit serta minim tingkat pencemarnya. Integrasi dalam pengelolaan limbah tersebut kemudian dibuat menjadi berbagai konsep seperti: produksi bersih (cleaner production), atau minimasi limbah

(waste minimization) (Rahman, 2009).

Bila pengelolaan limbah hanya diarahkan pada kegiatan pengolahan limbah maka beban kegiatan di Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) akan sangat berat,

membutuhkan lahan yang lebih luas, peralatan lebih banyak, teknologi dan biaya yang tinggi. Kegiatan pendahuluan pada pengelolaan limbah (pengurangan, segregasi

dan penanganan limbah) akan sangat membantu mengurangi beban pengolahan limbah di IPAL.

Dokumen terkait