1
LAMPIRAN
A REVIEW POTENSI PENGGUNAAN LIMBAH CAIR
PABRIK KELAPA SAWIT SEBAGAI BIOGAS PADA
PEMBANGKIT LISTRIK
AHMAD FAIS HAMONANGAN LUBIS.Teknologi pengolahan hasil perkrbunan, stipap
(Sekolah tinggi ilmu pertanian agrobisnis perkebunan) jalan wiliem Iskandar,
Medan, 20226, Indonesia
Abstraks. Indonesia merupakan negara dengan industri kelapa sawit terbesar di dunia. Limbah cair pabrik kelapa sawit adalah limbah cair yang berminyak dan tidak beracun, hasil pengolahan minyak sawit. Meski tak beracun, limbah cair tersebut dapat menyebabkan bencana lingkungan karena dibuang di kolam terbuka dan melepaskan sejumlah besar gas metana dan gas berbahaya lainnya yang menyebabkan emisi gas rumah kaca. Digestasi anaerobik merupakan proses konversi senyawa organik menjadi biogas dengan kondisi tanpa oksigen melalui empat tahapan. Limbah cair pabrik kelapa sawit (POME) berasal dari proses produksi minyak mentah kelapa sawit atau biasanya disebut crude palm oil (CPO). Kandungan yang terdapat didalam limbah cair pabrik kelapa sawit ialah 95 % air dan 4 – 5 % padatan total. Tujuan dari artikel ini adalah mereview potensi penggunaan limbah cair pabrik kelapa sawit sebagai biogas pada pembangkit listrik
1. Pendahuluan
Indonesia saat ini merupakan produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia , tercatat pada tahun 2011 terdapat sekitar 608 pabrik pengolahan kelapa sawit (Ditjen dan pemanfaatan energi, 2001). Salah satu potensi perkebunan yang cukup besar didapatkan dari Pabrik Kelapa Sawit (PKS), yang mengolah Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit menjadi Crude Palm Oil (CPO), Panen rata-rata tahunan minyak sawit mentah Indonesia meningkat sebesar tiga persen pada 10 tahun terakhir, sedangkan wilayah yang ditanami kelapa sawit meningkat selama sembilan tahun terakhir. Indonesia juga mengharapkan peningkatan produksi minyak sawit mentah dari 28,5 juta metrik ton pada tahun 2014. Dampak lain perkembangan pesat produksi minyak sawit mentah adalah limbah cair kelapa sawit, yang sering disebut sebagai palm oil milleffluent atau
2
POME. POME adalah limbah cair yang berminyak dan tidak beracun, hasil pengolahan minyak sawit. Meski tak beracun, limbah cair tersebut dapat menyebabkan bencana lingkungan karena dibuang di kolam terbuka dan melepaskan sejumlah besar gas metana dan gas berbahaya lainnya yang menyebabkan emisi gas rumah kaca. Pemanfaatan limbah padat dan cair dapat dikonversikan menjadi energi listrik (Deublein, dan Steinhauster, 2008). Sebuah PMKS dengan kapasitas 30 ton TBS/jam dapat menghasilkan tenaga biogas untuk energi setara 237 KwH (Naibaho, 1996). Gas methana tersebut ternyata juga memiliki tingkat emisi yang tinggi. UNFCCC, badan PBB yang menangani perubahan iklim, mencatat gas methana memiliki tingkat emisi 24 kali jika dibandingkan dengan gas karbon (CO2). Di sisi lain, gas methana ini juga memiliki tingkat energi yang cukup tinggi. Gas methana ini memiliki nilai kalor 50,1 MJ/kg. Jika densitas methana 0,717 kg/m3 maka 1 m3 gas methana akan memiliki energi setara dengan 35,9 MJ atau sekitar 10 kWh. Jika kandungan gas methana adalah 62% dalam biogas, maka 1 m3 biogas akan memiliki tingkat energi sebesar 6,2 kWh. Melihat potensi tersebut sangat disayangkan jika gas-gas yang dihasilkan dari penguraian biomassa tersebut dibiarkan begitu saja. Untuk dapat memanfaatkan potensi biogas tersebut, terdapat beberapa teknologi yang dapat diterapkan. Tingginya kandungan Chemical Oxygen Demand (COD) sejumlah 50.000-70.000 mg/l dalam limbah cair kelapa sawit memberikan potensi untuk konversi listrik dengan menangkap gas metana yang dihasilkan melalui serangkaian tahapan proses pemurnian.
1. Proses Pembuatan Biogas Dari Limbah Cair Kelapa Sawit
Pada proses pembuatan biogas dari limbah cair kelapa sawit sebenar nya memiliki potensi energi yang tinggi, dengan penguraiaan di kolam limbah. Proses biomasa ini akan menghasilkan biogas dengan kandungan utama (62%) gas methana (CH4). Gas ini muncul sebagai akibat dari proses perombakan
senyawa-senyawa organik secara anaerobic. Tahapan proses pembuatan biogas berbasis limbah cair kelapa sawit di tampilkan pada gambar 1.
3 1.1 Limbah cair
Pada tahap ini limbah cair pabrik kelapa sawit dilakukan proses penyaringan untuk menghilangkan partikel besar seperti kotoran atau serat. Agar kondisi limbah cair dapat mencapai nilai-nilai parameter yang dibutuhkan ntuk masuk ke digester (pengadukan). Proses pengadukan dan netralisasi pH berpungsi untuk mencapai pH optimal pada 6,5-7,5. Selanjutnya dilakukan sistem pendingin (cooling tower atau heat exchanger) yang bertujuan untuk menurunkan suhu limbah cair kelpa sawit menjadi sekitar 40˚-50˚C. Didalam limbah cair ini juga terdapat beberapa senyawa mineral makro dan mikro seperti potassium (K), sodium (Na), kalsium (Ca), iron (Fe), zinc (Zn), kromium (Cr), dan lainnya. Maka, limbah cair kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai substrat untuk produksi biogas karena memiliki nutrien untuk bakteri pada proses digestasi anaerobik. (Nazaruddin Sinaga, Ahmad Syukran 2016).
1.2 Kolam tertutup
Pada proses ini dilakukan dengan menutup kolam limbah konvensional dengan bahan reinforced polypropylene yang berfungsi sebagai anaerobic digester.
LIMBAH CAIR
KOLAM TERTUTUP CONTINUOUS STIRRED
TANK REACTOR (CSTR)
SCRUBBER HIDROGEN SULFIDA
GAS ENGINE DEHUMIDIFIER BIOGAS
4
Biogas akan tertangkap dan terkumpul di dalam cover. Dalam metode ini memerlukan waktu retensi hidrolik antara 120-140 hari. Kolam limbah akan mengeluarkan gas methan (CH4) dan karbon dioksida (CO2). (Alkusma, Y.M.,
Hermawan, dan Hadiyanto. 2016).
1.2.1 Continuous Stirred Tank Reactor (CSTR)
Adapun cara lain untuk mendapatkan biogas iyalah dengan cara
CONTINUOUS STIRRED TANK REACTOR (CSTR). juga dikenal
sebagai reaktor kontak, biasanya berbentuk silinder yang terbuat dari beton atau logam dengan rasio diameter dan tinggi silinder yang kecil. Sistem ini dilengkapi dengan thickener, clarifier, atau dissolved air
floatation (DAF). Untuk memekatkan biomassa. Tangki digester berfungsi menggantikan kolam anaerobik yang dibantu dengan pemakaian bakteri mesophilic dan thermophilic (Naibaho, 1996). Kedua bakteri ini termasuk bakteri methanogen yang merubah substrat dan menghasilkan gas methan. Teknologi ini lebih efektif baik dalam pengolahan limbah limbah cair sehingga akan dihasilkan biogas dalam jumlah yang lebih besar.(Luthfi, 2018).
Tabel 1. Perbandigan Antara CSTR Dan Kolam Tertutup. Bahan
baku
Proses Tekanan Kapasitas penyimpanan Hasil Reference Limbah cair Kolam tertutup Rendah 0-2 mbarg 1 – 2 hari 3.720 kWh Alkusma, dkk 2016. Limbah cair dan padat CSTR Tinggi 8-12 mbarg 30 memit – 3 jam 5.208 kWh Luthfi, 2018.
Dari tabel 1: teknologi cstr lebih unggul dari pada kolam limbah tertutup, dengan jenis limbah yang bisa di jadikan gas cair & padat, energi yang di hasilkan lebih baik dari kolam tertutup. Selain menghasilkan biogas, pengolahan limbah cair dengan proses digester anaerobik dapat dilakukan pada lahan yang sempit dan memberi keuntungan berupa penurunan jumlah padatan organik, jumlah mikroba pembusuk yang tidak diinginkan, serta
5
kandungan racun dalam limbah. Di samping itu juga membantu peningkatan kualitas pupuk dari sludge yang dihasilkan, karena sludge yang dihasilkan berbeda dari sludge limbah cair PMKS biasa yang dilakukan melalui proses konvensional (Tobing, 1997). Namun memiliki biaya yang lebih tinggi dalam pembuatan nya.
1.3 Scrubber hidrogen sulfida
Scrubber hidrogen sulfida berpungsi untuk menurunkan konsentrasi H2S ke
tingkat yang disyaratkan oleh gas engine, biasanya di bawah 200 ppm. Pada proses scrubber memiliki tiga jenis yang digunakan dalam proses desulfurisasi untuk menurunkan kandungan H2S dalam biogas, yaitu scrubber biologis,
kimia, atau air. Scrubber biologis menggunakan bakteri sulfur-oksidasi untuk mengubah H2S menjadi SO4, sementara scrubber kimia menggunakan bahan
kimia sperti NaOH untuk mengubah H2S menjadi SO4. Scrubber air berkerja
berdasarkan penyerapan fisik dari gas-gas terlarut dalam air dan menggunakan air bertekanan tinggi. Pada umum nya scrubber biologis yang sering digunakan untuk aplikasi limbah cair menjadi energi dikarena biaya operasionalnya rendah (Deublein, D. dan Steinhauster, A.,2008).
1.4 Dehumidifier Biogas
Dehumidifier biogas berfungsi untuk mengurangi kadar air biogas yang akan
dialirkan ke dalam gas engine. Dehumidifier mengoptimalkan proses pembakaran pada mesin, mencegah pengembunan, dan melindungi mesin dari pembentukan asam. Asam akan terbentuk saat air bereaksi dengan H2S dan
oksigen. Biogas yang berkualitas tinggi dengan kelembapan relatif di bawah 80% meningkatkan efisiensi mesin dan mengurangi konsumsi bahan bakar gas. (Ibrahim, H, 2018).
1.4 Gas Engine
Gas engine adalah mesin pembakaran yang bekerja dengan bahan bakar gas seperti gas alam atau biogas . Setelah kandungan pengotor pada biogas diturunkan hingga kadar yang di tentukan, kemudian biogas dialirkan ke gas
6
engine untuk menghasilkan listrik. Bergantung pada spesifikasi gas engine yang digunakan, gas engine yang berbahan bakar biogas umumnya memerlukan biogas dengan kadar air dibawah 80% dan konsentrasi H2S kurang dari 200 ppm. Gas engine mengubah energi yang terkandung dalam biogas menjadi energi mekanik untuk menggerakkan generator yang menghasilkan listrik. Biasanya gas engine memiliki efisiensi listrik antara 36−42%. (Alkusma, Y.M., Hermawan, dan Hadiyanto. 2016).
Tabel 2. Perbandingan Hasil Listrik Yang Didapat Dari Kolam Tertup Dan CSTR
Dari tabel 2 : listrik yang dihasilkan melalui sistem cstr lebih besar daripada menggunakan sistem kolam tertutup. Biogas yang di ubah melalui gas engine menghasilkan listrik yang besar. Apabila listrik tersebut dijual ke PLN maka pabrik akan mendapatkan keuntungan yang besar. namun belum banyak pabrik pks yang memanfaatkan limbah cair tersebut.
Proses Bahan baku Kapasitas pks Biogas yang didapat Listrik yang dihasilkan menggunkan gas engine Reference Kolam tertutup Limbah cair 30 ton tbs/jam ± 600 m3/jam 1.303 kWh/1,3MW Alkusma, dkk 2016. CSTR Limbah cair dan padat 30 ton tbs/jam ±840 m3/jam 1.822 kWh/1,8MW Luthfi, 2018.
7 Kesimpulan
Limbah cair pabrik kelapa sawit dapat di ubah menjadi biogas dengan melakukan beberapa proses penampungan gas dan biogas yang telah terkumpul di ubah menjadi listrik. Penangkapan biogas dapat dilakukan dua cara yaitu dengan kolam tertutup dan continuous stirred tank reactor (CSTR). Listrik yang didapat dari limbah cair bila di jual kepada pln akan mendapatkan untung yang lebih besar. Apabila listrik yang dijual dengan harga ditetapkan Rp. 975/kWh untuk kolam tertutup akan medapatkan keuntungan sebesar Rp. 9,15 M/tahu. Sedangkan untuk sistem CSTR dengan penjualan yang sama maka keuntungan yang didapat sebesar Rp. 12,8 M/tahun.
Daftar Pustaka
1. Ditjen dan pemanfaatan energi, 2001.
2. Deublein, D. dan Steinhauster, A., (2008). “Biogas from Waste and Renewabe
Resources. An Introduction”. WILEY-VCH Verlag GmbH & Co. KGaA, Weinheim.
3. Naibaho,P.M., (1996). Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit,Medan.
4. Nazaruddin Sinaga, Ahmad Syukran (2016). Simulasi pengaruh komposisi limbah cair pabrik kelapa sawit (POME) terhadap kandungan air biogas dan daya listrik yang dihasilkan sebuah pembangkit listrik tenaga biogas.
5. Alkusma, Yulian Mara,dkk, (2016), Pengembangan Potensi Energi Alternatif Dengan Pemanfaatan Limbah Cair Kelapa Sawit Sebagai Sumber Energi Baru Terbarukan di Kabupaten Kotawaringin Timur, Program Studi Ilmu Lingkungan, Universitas Diponegoro: Semarang, Jawa Tengah.
6. Luthfi Parinduri (2018), Analisa Pemanfaatan Pome Untuk Sumber Pembangkit Listrik Tenaga Biogas Di Pabrik Kelapa Sawit.
8 Pabrik
Kelapa Sawit dengan Cara daur Ulang. Medan; Pusat Penelitian Kelapa Sawit.
8. Nugroho Panji, 2013. Panduan Membuat Kompos Cair. Jakarta: Pustaka baru Press.
9. Ibrahim, H, 2018. Unjuk Kerja Sistem Pembangkit Listrik Menggunakan Biogas Limbah Cair Pada Pabrik Kelapa Sawit.
10. Alkusma, Y.M., Hermawan, dan Hadiyanto. (2016). Pengembangan Potensi Energi Alternatif dengan Pemanfaatan Limbah Cair Kelapa Sawit sebagai Sumber Energi Baru Terbarukan di Kabupaten Kotawaringin Timur.
2 Lampiran 1
© 2016 Program Studi Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana UNDIP
JURNAL ILMU LINGKUNGAN
Volume 14 Issue 2 (2016): 96-102 ISSN 1829-8907
Pengembangan Potensi Energi Alternatif Dengan Pemanfaatan Limbah Cair Kelapa Sawit Sebagai Sumber Energi Baru
Terbarukan Di Kabupaten Kotawaringin Timur Yulian Mara Alkusma1, Hermawan1,2, Hadiyanto1,3
1 Magister Ilmu Lingkungan Universtias Diponegoro
2Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro
3 Departemen Teknik Kima Fakultas Teknik Universitas Diponegoro
ABSTRAK
Energi memiliki peranan penting dalam proses pembangunan yang pada akhirnya untuk mencapai tujuan sosial, ekonomi dan lingkungan untuk serta merupakan pendukung bagi kegiatan ekonomi nasional. Sumber energi terbarukan yang berasal dari pemanfaatan biogas limbah cair kelapa sawit dapat menghasilkan energi listrik yang saat ini banyak bergantung pada generator diesel dengan biaya yang mahal.Limbah cair kelapa sawit (Palm Oil Mill Effluent atau POME) adalah limbah cair yang berminyak dan tidak beracun, berasal dari proses pengolahan minyak kelapa sawit, namun limbah cair tersebut dapat menyebabkan bencana lingkungan apabila tidak dimanfaatkan dan dibuang di kolam terbuka karena akan melepaskan sejumlah besar gas metana dan gas berbahaya lainnya ke udara yang menyebabkan terjadinya emisi gas rumah kaca. Tingginya kandungan Chemical Oxygen Demand (COD) sebesar 50.000-70.000 mg/l dalam limbah cair kelapa sawit memberikan potensi untuk dapat di konversi menjadi listrik dengan menangkap biogas (gas metana) yang dihasilkan melalui serangkaian tahapan proses pemurnian. Di Kabupaten Kotawaringin Timur terdapat 36 Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit yang total kapasitas pabriknya adalah sebesar 2.115 TBS/jam, menghasilkan limbah cair sebesar 1.269 ton limbah cari/jam dan mampu menghasilkan
42.300 m3 biogas.
Kata kunci: Renewable Energy, Plam Oil Mill Effluent, Chemical Oxygen Demand, Biogass, Methane.
ABSTRACT
Energy has an important role in the development process and ultimately to achieve the objectives of social, economic and environment for as well as an environmental support for national economic activity. Renewable energy source derived from wastewater biogas utilization of oil palm can produce electrical energy which is currently heavily dependent on diesel generators at a cost that mahal.Limbah liquid palm oil (Palm Oil Mill Effluent, or POME) is the wastewater that is greasy and non-toxic, derived from the processing of palm oil, but the liquid waste could cause environmental disaster if not used and disposed of in open ponds because it will release large amounts of methane and other harmful gases into the air that cause greenhouse gas emissions. The high content of Chemical Oxygen Demand (COD) of 50000-70000 mg / l in the liquid waste palm oil provides the potential to be converted into electricity by capturing the biogas (methane gas) produced through a series of stages of the purification process. In East Kotawaringin there are 36 palm oil processing factory that total factory capacity is of 2,115 TBS / hour, producing 1,269 tons of liquid waste wastewater / h and is capable of producing 42,300 m3 of biogas.
3
Cara sitasi: Alkusma, Y.M., Hermawan, dan Hadiyanto. (2016). Pengembangan Potensi Energi Alternatif dengan Pemanfaatan Limbah Cair Kelapa Sawit sebagai Sumber Energi Baru Terbarukan di Kabupaten Kotawaringin Timur. Jurnal Ilmu Lingkungan,14(2),96-102, doi:10.14710/jil.14.2.96-102
1.
PENDAHULUAN
Hutan bakau atau disebut juga hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di rawa-rawa berair payau yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove ini bertumbuh pesat memenuhi tempat dimana terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan organik. Baik di daerah yang terlindung dari gempuran ombak, maupun di sekitar muara sungai dimana arus laut lemah dan mengendapkan lumpur yang dibawa dari hulu sungai.Energi mempunyai peranan penting dalam pencapaian tujuan sosial, ekonomi dan lingkungan untuk pembangunan berkelanjutan serta merupakan pendukung bagi kegiatan ekonomi nasional. Penggunaan energi di Indonesia meningkat pesat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan pertambahan penduduk. Sedangkan akses ke energi yang andal dan terjangkau merupakan prasyarat utama untuk meningkatkan standar hidup masyarakat.Alkusma, Y.M., Hermawan, dan Hadiyanto. (2016). Pengembangan Potensi Energi Alternatif dengan Pemanfaatan Limbah Cair Kelapa Sawit sebagai Sumber Energi Baru Terbarukan di Kabupaten Kotawaringin Timur. Jurnal Ilmu Lingkungan,14(2),96-102, doi:10.14710/jil.14.2.96-102
4
Keterbatasan akses ke energi komersial telah menyebabkan pemakaian energi per kapita masih rendah dibandingkan dengan negara lainnya. Konsumsi per kapita pada saat ini sekitar 3 SBM yang setara dengan kurang lebih sepertiga konsumsi per kapita rata-rata negara ASEAN. Dua pertiga dari total kebutuhan energi nasional berasal dari energi komersial dan sisanya berasal dari biomassa yang digunakan secara tradisional (non-komersial). Sekitar separuh dari keseluruhan rumah tangga belum terjangkau dengan sistem elektrifikasi Nasional.
Penggunaan BBM meningkat pesat, terutama untuk transportasi, yang sulit digantikan oleh jenis energi lainnya. Ketergantungan kepada BBM masih tinggi, lebih dari 60 persen dari
konsumsi energi final. Pembangkitan tenaga listrik di beberapa lokasi tertentu masih
mengandalkan BBM karena pada waktu yang lalu harga BBM masih relatif murah (karena di subsidi), jauh dari sumber batubara, jaringan pipa gas bumi masih terbatas, lokasi potensi tenaga air yang jauh dari konsumen dan pengembangan panas bumi serta energi terbarukan lain yang relatif masih lebih mahal.
Kebutuhan energi dalam negeri selama ini dipasok dari produksi dalam negeri dan sebagian dari impor, yang pangsanya cenderung meningkat. Komponen terbesar dari impor energi adalah minyak bumi dan BBM. Kemampuan produksi lapangan minyak bumi semakin menurun
sehingga membatasi tingkat produksinya. Dalam satu dekade terakhir, kapasitas produksi kilang BBM dalam negeri tidak bertambah, sedangkan permintaan BBM di dalam negeri meningkat dengan cepat. Pada tahun 2005 peranan minyak bumi impor untuk kebutuhan bahan baku kilang BBM sudah mencapai 40 persen sedangkan peranan BBM impor untuk pemakaian dalam negeri mencapai 32 persen.
Mengapa energi terbarukan? Energi Terbarukan harus segera dikembangkan secara nasional bila tetap tergantungan energi fosil, ini akan menimbulkan setidaknya tiga ancaman serius yakni:
1) Menipisnya cadangan minyak bumi yang diketahui (bila tanpa temuan sumur minyak baru) 2) Kenaikan/ketidakstabilan harga akibat laju permintaan yang lebih besar dari produksi minyak, dan 3) Polusi gas rumah kaca (terutama CO) akibat pembakaran bahan bakar fosil.
Kadar CO saat ini disebut sebagai yang tertinggi selama 125 tahun belakangan [2]. Bila ilmuwan masih memperdebatkan besarnya cadangan minyak yang masih bisa dieksplorasi, efek buruk CO terhadap pemanasan global telah disepakati hampir oleh semua kalangan. Hal ini menimbulkan ancaman serius bagi kehidupan makhluk hidup di muka bumi. Oleh karena itu, pengembangan dan implementasi bahan bakar terbarukan yang ramah lingkungan perlu mendapatkan perhatian serius
Perkembangan bisnis dan investasi kelapa sawit dalam beberapa tahun terakhir mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Permintaan atas minyak nabati dan penyediaan biofuel telah mendorong peningkatan permintaan minyak nabati yang bersumber dari crude palm oil (CPO) yang berasal dari kelapa sawit. Hal ini disebabkan tanaman kelapa sawit memiliki potensi
menghasilkan minyak sekitar 7 ton/hektar lebih tinggi dibandingkan dengan kedelai yang hanya 3 ton/hektar. Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dalam pengembangan perkebunan dan industri kelapa sawit karena memiliki potensi cadangan lahan yang cukup luas, ketersediaan tenaga kerja, dan kesesuaian agroklimat. Luas perkebunan kelapa sawit pada tahun 2007 sekitar 6,8 juta hektar (Heriyadi, 2009). Dari luas tersebut sekitar 60 % diusahakan oleh perkebunan besar dan sisanya diusahakan oleh perkebunan rakyat (Soetrisno, 2008).
Kabupaten Kotawaringin Timur memiliki potensi perkebunan dengan jumlah perusahaan perkebunan besar swasta hampir 60 perusahaan besar swasta dan hampir 50% dari jumlah tersebut telah memiliki pabrik pengolahan kelapa sawit. Pada kenyataannya limbah kelapa sawit yang ada masih belum dapat dimanfaatkan secara optimal, diantaranya sebagai sumber
pembangkit energi alternatif, terutama sebagai sumber energi alternatif bagi daerah-daerah perdesaan yang belum terjangkau jaringan listrik yang dikelola oleh pemerintah (PLN) selama ini. Tulisan ini merupakan gagasan dari melimpahnya limbah cair yang ada di Kabupaten Kotawarngin Timur yang belum di maksimalkan penggunaannya berkaitan dengan kemandirian energi dari sumber energi baru terbarukan.
5
2.
Perkebunan Kelapa Sawit dan Biogas
Salah satu potensi perkebunan yang cukup besar didapatkan dari Pabrik Kelapa Sawit (PKS), yang mengolah Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit menjadi Crude Palm Oil
(CPO). Dalam proses pengolahannya, PKS menghasilkan limbah biomassa dengan jumlah yang
cukup besar dalam bentuk limbah organik berupa tandan kosong kelapa sawit (Tankos), cangkang dan sabut, serta limbah cair (palm oil mill effluent/POME).
Seperti peta konversi di atas, pada umumnya cangkang dan sabut dikonversi menjadi energi panas dengan dibakar di dalam boiler untuk menghasilkan uap (steam) bertekanan. Uap tersebut selanjutnya dikonversi kembali menjadi energi listrik melalui turbin generator dan sisanya digunakan untuk proses pengolahan kelapa sawit. Limbah biomassa yang lain, yaitu tankos dan POME sebenarnya juga memiliki potensi energi yang tinggi, namun pada umumnya belum dimanfaatkan secara optimal. POME diurai di kolam limbah sedangkan tankos biasanya disebarkan ke lahan dan dibiarkan membusuk secara alami. Proses pembusukan biomassa ini akan menghasilkan biogas dengan kandungan utama (62%) gas methana (CH4). Gas ini muncul
sebagai akibat dari proses perombakan senyawa-senyawa organik secara anaerobik.Jurnal Ilmu Lingkungan, Vol. 14 (2): 96-102, 2016 ISSN : 1829-8907
Gas methana tersebut ternyata juga memiliki tingkat emisi yang tinggi. UNFCCC, badan PBB yang menangani perubahan iklim, mencatat gas methana memiliki tingkat emisi 24 kali jika
dibandingkan dengan gas karbon (CO2). Di
sisi lain, gas methana ini juga memiliki tingkat energi yang cukup tinggi. Gas
methana ini memiliki nilai kalor 50,1 MJ/kg. Jika densitas methana 0,717 kg/m3 maka 1
m3 gas methana akan memiliki energi setara
dengan 35,9 MJ atau sekitar 10 kWh. Jika kandungan gas methana adalah 62% dalam biogas, maka 1 m3 biogas akan memiliki
tingkat energi sebesar 6,2 kWh. Melihat potensi tersebut sangat disayangkan jika gas-gas yang dihasilkan dari penguraian
biomassa tersebut dibiarkan begitu saja. Untuk dapat memanfaatkan potensi biogas tersebut, terdapat beberapa teknologi yang dapat diterapkan.
3.
Palm Oil Mill Effluent (POME)
Teknologi yang telah banyakdigunakan untuk mengambil biogas dari POME adalah Covered Lagoon. Teknologi ini dilakukan dengan menutup kolam limbah konvensional dengan bahan reinforced
polypropylene sehingga berfungsi sebagai anaerobic digester. Biogas akan tertangkap
dan terkumpul di dalam cover.
Dengan teknologi ini, akan dihasilkan biogas sebanyak ±20 m3/ton TBS. Jadi jika
kapasitas PKS sebesar 30 ton TBS/jam akan menghasilkan biogas
±600 m3/jam, atau setara dengan energi
sebesar 3.720 kWh. Jika energi tersebut
digunakan untuk membangkitkan listrik dengan menggunakan gas engine (efisiensi 35%) maka akan dapat dibangkitkan listrik sebesar 1.303 kWh atau 1,3 MW.
Jika dihitung secara ekonomi, dengan asumsi pembangkit beroperasi selama 300 hari/tahun dan 24 jam/hari dan harga ditetapkan Rp. 975/kWh, sesuai permen ESDM (04/2012) untuk pulau Jawa, maka terdapat potensi pendapatan sebesar Rp. 9,15 M/tahun.
Teknologi yang berbeda adalah dengan menggunakan anaerobic digester. Teknologi ini lebih efektif baik dalam pengolahan limbah POME sehingga akan dihasilkan biogas dalam jumlah yang lebih besar. Pengolahan POME dilakukan dengan membuat instalasi anaerobic digester seperti yang terlihat pada skema gambar 4. Komponen utama teknologi ini adalah sebuah reaktor yang senantiasa terkontrol. Dengan demikian proses penguraian senyawa organik secara anaerobic dapat diatur, baik komposisi, mikrobia maupun termperaturnya untuk mendapatkan hasil yang maksimal dengan tingkat BOD yang lebih rendah dari 100 mg/l.
Biogas yang dihasilkan ±28 m3/ton TBS. Jadi jika kapasitas PKS sebesar 30 ton TBS/jam akan dihasilkan biogas ±840 m3/jam, atau setara
dengan energi sebesar 5.208 kWh. Energi listrik yang dapat dibangkitkan dengan gas engine (efisiensi 35%) adalah sebesar 1.822 kWh, atau 1,8 MW. Dengan asumsi yang sama, maka potensi pendapatan adalah sebesar Rp. 12,8 M/tahun.
6 Dengan potensi yang cukup besar
tersebut diharapkan sektor perkebunan mulai tertarik untuk berkontribusi dalam kemandirian energi. Maka menjadi penting bahwa sektor energi menjadi salah satu aksi korporasi yang cukup strategis untuk diterapkan di industri perkebunan
Indonesia.
4.
Operasional
Unit
Pemanfaatan Biogas
Metode pengolahan limbah dapat dilakukan secara fisika, kimia, dan biologi. Pengolahan limbah secara kimia dilakukan dengan proses koagulasi, flokulasi,sedimentasi, dan flotasi. Proses kimia sering kurang efektif karena pembelian bahan kimianya yang cukup tinggi dan menghasilkan sludge dengan volume yang cukup besar. Sedangkan pengolahan limbah secara biologis dapat dilakukan dengan proses aerob dan anaerob.
Secara konvensional pengolahan limbah cair PMKS dilakukan secara
biologis dengan menggunakan kolam, yaitu limbah cair diproses dalam kolam aerobik dan anaerobik dengan memanfaatkan mikrobia sebagai perombak BOD dan menetralisir keasaman cairan limbah.
Pengolahan limbah cair PMKS secara konvesional banyak dilakukan oleh pabrik karena teknik tersebut cukup sederhana dan biayanya lebih murah. Namun pengolahan dengan cara tersebut membutuhkan lahan yang luas untuk pengolahan limbah. Dengan kapasitas 30 ton TBS/jam, maka dibutuhkan sekitar 7 hektar lahan untuk pengolahan limbah. Selain itu efisiensi perombakan limbah cair PMKS hanya 60-70 % dengan waktu retensi yang cukup lama yaitu 120-140 hari. Kolam-kolam limbah konvensional akan mengeluarkan gas methan (CH4) dan karbon dioksida (CO2) yang
membahayakan karena merupakan emisi penyebab efek rumah kaca yang berbahaya bagi lingkungan. Disamping itu kolam-kolam pengolahan limbah sering
mengalami pendangkalan, sehingga baku mutu limbah tidak tercapai.
Pengolahan limbah cair PMKS dengan menggunakan digester anaerob
dilakukan dengan mensubtitusi proses yang terjadi di kolam anaerobik pada sistem
konvensional kedalam tangki digester. Tangki digester berfungsi menggantikan kolam anaerobik yang dibantu dengan pemakaian bakteri mesophilic dan thermophilic (Naibaho, 1996). Kedua bakteri ini termasuk bakteri methanogen yang merubah substrat dan menghasilkan gas methan.
Fermentasi anaerobik dalam proses perombakan bahan organik yang dilakukan oleh sekelompok mikrobia anaerobik fakultatif maupun obligat dalam satu tangki digester (reaktor tertutup) pada suhu 35-55 0C. Metabolisme anaerobik selulose melibatkan banyak reaksi kompleks dan prosesnya lebih sulit daripada reaksi-reaksi anaerobik bahan- bahan organik lain seperti karbohidrat, protein, dan lemak. Bidegradasi tersebut melalui
beberapa tahapan yaitu proses hidrolisis, proses asidogenesis, proses asetogenesis, dan proses methanogenesis. Proses hidrolisis berupa proses dekomposisi
7
Alkusma, Y.M., Hermawan, dan Hadiyanto. (2016). Pengembangan Potensi Energi Alternatif dengan Pemanfaatan Limbah Cair Kelapa Sawit sebagai Sumber Energi Baru Terbarukan di Kabupaten Kotawaringin Timur. Jurnal Ilmu Lingkungan,14(2),96-102, doi:10.14710/jil.14.2.96-102
biomassa kompleks menjadi gkukosa sederhana memakia enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme sebagai katalis. Hasilnya biomassa menjadi dapat larut dalam air dan mempunyai bentuk yang lebih sederhana. Proses asidogenesis merupakan proses perombakan monomer dan oligomer menjadi asam asetat, CO2, dan asam lemak rantai pendek, serta alkohol. Proses
asidogenesis atau fase non methanogenesis menghasilkan asam asetat, CO2, dan H2. Sementara proses methanogensesis merupakan perubahan senyawa-senyawa menjadi gas methan yang dilakukan oleh bakteri methanogenik. Salah satu bakteri methanogeneik yang populer dalam Methanobachillus omelianskii.
Proses biokonversi methanogenik merupakan proses biologis yang sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan baik lingkungan biotik maupun abiotik. Faktor biotik meliputi mikroba dan jasad aktif. Faktor jenis dan konsentrasi inokulum sangat berperan dalam proses perombakan dan produksi biogas. Hasil penelitian Mahajoeno, dkk (2008) mengungkapkan inokulum LKLM II-20% (b/v) dengan substrat 15 L, diperoleh produksi biogas paling baik dibandingkan konsentrasi lainnya dimana produksi biogasnya mencapai 121 liter.
Sedangkan faktor abiotik meliputi pengadukan (agitasi), suhu, tingkat keasaman (pH), kadar substrat, kadar air, rasio C/N, dan kadar P dalam substrat, serta kehadiran bahan toksik (Mahajoeno, dkk, 2008). Diantara faktor abiotik di atas, faktor pengendali utama produksi biogas adalah suhu, pH, dan senyawa beracun.
Kehidupan mikroba dalam cairan memerlukan keadaan lingkungan yang cocok antara lain pH, suhu, dan nutrisi. Derajat keasaman pada mikroba yaitu antara pH 5-9. Oleh karena itu limbah cair PMKS yang bersifat asam (pH 4-5) merupakan media yang tidak cocok untuk pertumbuhan bakteri, maka untuk mengaktifkan bakteri cairan limbah PMKS tersebut harus di netralisasi. Penambahan bahan penetral pH dapat meningkatkan produksi biogas. Namun keasaman nya dibatasi agar tidak
melebihi pH 9, karena pada pH 5 dan pH 9 dapat menyebabkan terganggunya enzim bakteri (enzim teridir dari protein yang dapat
mengkoagulasi pada pH tertentu). Peningkatan pH optimum akan memacu proses pembusukan sehingga meningkatkan efektifitas bakteri methanogenik dan dapat meningkatkan produksi biogas. Mahajoeno, dkk (2008) menyatakan menunjukkan bahwa pH substrat awal 7 memberikan peningkatan laju produksi biogas lebih baik dibandingkan dengan perlakuan pH yang lain
Peningkatan suhu juga dapat
meningkatkan laju produksi biogas. Mikroba menghendaki suhu cairan sesuai dengan jenis mikroba yang dikembangkan. Berdasarkan sifat adaptasi bakteri terhadap suhu dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) bagian (Naibaho, 1996) yaitu :
▪ Phsycrophill, yaitu bakteri yang dapat hidup aktif pada suhu rendah yaitu 10 0C, bakteri ini ditemukan
8
▪ Mesophill, yaitu bakteri yang hidup pada suhu 10- 50 0C dan merupakan jenis bakteri yang
paling banyak dijumpai pada daerah tropis. ▪ Thermophill, yaitu bakteri yang tahan panas
pada suhu 50-80 0C. bakteri ini banyak dijumpai pada tambang minyak yang berasal dari perut bumi.
Perombakan limbah dapat berjalan lebih cepat pada penggunaan bakteri thermophill. Suhu yang tinggi dapat memacu perombakan secara kimiawi, perombakan yang cepat akan dimanfaatkan oleh bakteri metahonogenik untuk
menghasilkan gas methan, sehingga dapat produksi biogas. Peningkatan suhu sebesar 40 0C dapat menghasilkan 68,5 liter biogas (Mahajoeno, dkk, 2008).
Limbah cair mengandung
karbohidrat, protein, lemak, dan mineral yang dibutuhkan oleh mikroba. Komposisi limbah perlu diperbaiki dengan
penambahan nutrisi seperti untur P dan N yang diberkan dalam bentuk pupuk TSP dan urea. Jumlah kandungan bahan makanan dalam limbah harus dipertahankan agar bakteri tetap
berkembang dengan baik. Jumlah lemak yang terdapat dalam limbah akan
mempengaruhi aktivitas perombak limbah karbohidrat dan protein. Selain kontinuitas makanan juga kontak antara makanan dan bakteri perlu berlangsung dengan baik yang dapat dicapai dengan melakukan agitasi (pengadukan). agitasi juga berpengaruh terhadap produksi biogas. Pemberian agitasi berpengaruh lebih baik dibandingkan tanpa agitasi dalam peningkatan laju produksi gas. Dengan agitasi substrat akan menjadi homogen, inokulum kontak langsung dengan substrat dan merata, sehingga proses perombakan akan lebih efektif. Agitasi dimaksudkan agar kontak antara limbah cair PMKS dan bakteri perombak lebih baik dan
menghindari padatan terbang atau mengendap. Agitasi pada 100 rpm dapat meningkatkan produksi biogas.
Reaksi perombakan anaerobik tidak menginginkan kehadiran oksigen, karena oksigen akan menonaktifkan bakteri. Kehadiran oksigen pada limbah cair dapat berupa kontak limbah dengan udara.
Kedalaman reaktor akan mempengaruhi reaksi perombakan. Semakin dalam reaktor akan semakin baik hasil perombakan.
Kehadiran bahan toksik juga menghambat proses produksi biogas.
Kehadiran bahan toksik ini akan menghambat aktivitas mikroorganisme untuk melakukan perombakan. Maka untuk memperoleh produksi biogas yang baik, kehadiran bahan toksik harus dicegah.
Hasil produksi biogas juga ditentukan oleh faktor waktu fermentasi. Hal ini disebabkan untuk melakukan perombakan anaerob terdiri atas 4 (empat) tahapan. Untuk itu setiap proses membutuhkan waktu yang cukup. Pengaruh waktu fermentasi
memberikan hasil yang berbeda pada produksi biogas. Semakin lama proses fermentasi, maka akan semakin tinggi produksi biogas.
9
Jurnal Ilmu Lingkungan, Vol. 14 (2): 96-102, 2016 ISSN : 1829-8907
Ahmad (2003) menyatakan parameter kinetik merupakan dasar penting dalam desain bioreaktor terutama konstanta laju pertumbuhan mikroba maksimum dan menentukan waktu tinggal biomassa minimum. Parameter kinetik biodegradasi anerob limbah cair PMKS optimum diperoleh pada konstanta setengah jenuh (Ks) 1,06 g/L, laju pertumbuhan spesifik maksimum (µm) 0,187 / hari, perolan biomassa (Y) 0,395 gVSS/gCOD, konstanta laju kematian mikroorganisme (Kd) 0,027 / hari, dan konstanta pemanfaatan substat maksimum (k) 0,474
/ hari.
menetapkan batas maksimal H2S yang terkandung hanya 0,05% saja. NH3, sekitar 0-0,05%, emisi NOx setelah pembakaran merusak kandungan bahan bakar biogas ini, dan meningkatkan sifat anti-knock pada engine. Uap air, sekitar 1-5%, dapat
menyebabkan korosi, risiko pembekuan, pada peralatan, instrument, plant dan system perpipaan.
Potensi biogas yang dihasilkan dari 600-700 kg limbah cair PMKS dapat diproduksi sekitar 20 m3 biogas (Goenadi, 2006) dan setiap m3 gas methan dapat diubah menjadi energi sebesar 4.700 – 6.000 kkal atau 20-24 MJ (Isroi, 2008). Sebuah PMKS dengan kapasitas 30 ton TBS/jam dapat menghasilkan tenaga biogas untuk energi setara 237 KwH (Naibaho, 1996). Selain menghasilkan biogas,
pengolahan limbah cair dengan proses digester anaerobik dapat dilakukan pada lahan yang sempit dan memberi keuntungan berupa penurunan jumlah padatan organik, jumlah mikroba pembusuk yang tidak diinginkan, serta kandungan racun dalam limbah. Di samping itu juga membantu peningkatan kualitas pupuk dari sludge yang dihasilkan, karena sludge yang dihasilkan berbeda dari sludge limbah cair PMKS biasa yang dilakukan melalui
proses konvensional (Tobing, 1997). Kelebihan tersebut adalah :
▪ Penurunan kadar BOD bisa mencapai 80-90 %. ▪ Baunya berkurang sehingga toidak disukai lalat. ▪ Berwarna coklat kehitam-hitaman.
▪ Kualitas sludge sebagai pupuk lebih baik, yaitu : ➢ Memperbaiki struktur fisik tanah
➢ Meningkatkan aerasi, peresapan, retensi, dan kelembaban
➢ Meningkatkan perkembangbiakan dan perkembangan akar
➢ Meningkatkan kandungan organik tanah, pH, dan kapasitas tukar kation tanah, dan ➢ Meningkatkan populasi mikroflora
dan mikrofauna tanah maupun aktivitasnya.
Secara umum diagram alir proses
pemanfaatan limbah cair kelapa sawit yang di ambil gas methane untuk menjadi biogas dan menghasilkan energi listrik digambarkan pada Gambar 1.
5.
Operasional Genset Berbahan
Bakar Biogas
Biogas mengandung beberapa komponen yaitu CO2, sekitar 25% sampai 50% per volume, akibat yang ditimbulkan kandungan CO2 yaitu menurunkan nilai kalori,
meningkatkan jumlah methane dan anti knock pada engine, menyebabkan korosi (kurangnya kandungan karbon acid)jika gas dalam keadaan basah, serta merusak alkali dalam baan bakar biogas ini. H2S, sekitar 0 sampai 0,5%, akibat yang ditimbulkan kandungan H2S yaitu : mengakibatkan korosi pada peralatan dan system perpipaan (stress corrosion) oleh karena itu banyak produsen mesin
10
Gambar 1. Contoh Salah Satu Diagram alir Unit
Pengolahan biogas
Gambar 2. Contoh Layout Unit Pengolahan Biogas PT. Laguna Mandiri.
Debu / Dust, sekitar >5µm,
mengakibatkan terhalangnya nozzle, dan kandungan biogas. N2, sekitar 0-5%, akibat yang ditimbulkan yaitu mengurangi
kandungan nilai kalori, dan meningkatkan anti-knock pada engine. Siloxanes, sekitar 0-5mg m-3 , mengakibatkan terjadinya abrasive dan kerusakan pada mesin.
Perubahan biogas menjadi energi listrik dilakukan dengan memasukkan gas dalam tabung penampungan kemudian masuk ke conversion kit yang berfungsi menurunkan tekanan gas dari tabung
11
Alkusma, Y.M., Hermawan, dan Hadiyanto. (2016). Pengembangan Potensi Energi Alternatif dengan Pemanfaatan Limbah Cair Kelapa Sawit sebagai Sumber Energi Baru Terbarukan di Kabupaten Kotawaringin Timur. Jurnal Ilmu Lingkungan,14(2),96-102, doi:10.14710/jil.14.2.96-102
sesuai dengan tekanan operasional mesin dan mengatur debit gas yang bercampur dengan udara di dalam mixer, dari mixer bahan bakar bersama dengan udara masuk kedalam mesin dan terjadilah pembakaran yang akan menghasilkan daya untuk
menggerakkan generator yang menghasilkan energi listrik. Karakteristik pembakaran yang terjadi pada mesin diesel berbeda dengan pembakaran pada mesin bensin.
➢ Karakteristik pembakaran biogas di dalam mesin diesel
Bahan bakar biogas membutuhkan rasio kompresi yang tinggi untuk proses pembakaran sebab biogas mempunyai titik nyala yang tinggi 645 C – 750C
dibandingkan titik nyala solar 220C, maka mesin diesel umumnya digunakan secara dualfuel dengan rasio kompresi sekitar 15 – 18. Proses pembakaran pada mesin dualfuel, bahan bakar biogas dan udara masuk ke ruang bakar pada saat langkah hisap dan kemudian dikompresikan di dalam silinder seperti halnya udara dalam mesin diesel biasa. Bahan bakar solar dimasukkan lewat nosel pada saat mendekati akhir langkah kompresi, dekat titik mati atas (TMA) sehingga terjadi pembakaran.
Temperatur awal kompresi tidak boleh lebih dari 80 C karena akan menyebabkan terjadinya knocking dan peristiwa knocking yang terjadi pada mesin dualfuel hampir sama dengan yang terjadi pada mesin bensin, yaitu terjadinya pembakaran yang lebih awal akibat tekanan yang tinggi dari mesin diesel. Hal ini disebabkan karena bahan bakar biogas masuk bersama-sama dengan udara ke ruang bakar, sehingga yang
dikompresikan tidak hanya udara tapi juga biogas
➢ Karakteristik pembakaran biogas di dalam mesin bensin
Mesin bensin dengan rasio kompresi yang hanya berkisar antara 6 – 9,5 tidak cukup untuk melakukan pembakaran biogas karena titik nyala biogas yang tinggi 645C - 750 C, untuk itu dilakukan penambahan rasio kompresi mesin menjadi 10 – 12. Proses pembakaran biogas sama seperti pada mesin bensin normal, yaitu biogas dan udara
masuk ke ruang bakar dan pada akhir langkah kompresi terjadi pembakaran, pembakaran ini terjadi karena bantuan loncatan bunga api dari busi.
6.
Perkebunan
di
Kabupaten
Kotawaringin Timur
Kabupaten Kotawaringin Timur
merupakan salah satu dari 13 kabupaten/kota yang ada di Propinsi Kalimantan Tengah. Secara geografis berkedudukan pada 112˚7’ 29” - 113˚ 14’ 22” Bujur
Timur dan 1˚ 11’ 504” - 3˚ 18’ 51” Lintang Selatan, dengan luas wilayah 16.496 Km
Potensi sektor tanaman perkebunan di Kabupaten Kotawaringin Timur meliputi karet, kelapa dalam, kopi, lada dan kelapa sawit. Untuk tanaman perkebunan rakyat, karet dan kelapa dalam
12 merupakan komoditas yang memiliki luas
terbesar. Kelapa dalam terkonsentrasi di wilayah pesisir Kabupaten Kotawaringin Timur dengan Kecamatan Mentaya Hilir Selatan mempunyai luas terbesar diikuti Kecamatan Pulau Hanaut. Untuk
perkebunan karet terutama berkembang di wilayah tengah sampai utara Kabupaten Kotawaringin Timur dengan luas terbesar di Kecamatan Mentaya Hulu. Untuk perkebunan kelapa sawit diusahakan oleh perkebunan besar swasta dengan pola inti atau plasma dengan kelompok tani atau Koperasi Unit Desa (KUD). Di Kabupaten Kotawaringin Timur Terdapat 60 PBS kelapa sawit dengan luas lahan
pencadangan total mencapai 681.415,16 Ha dan luas lahan penanaman total mencapai 461.237,3 Ha, yang terdiri atas inti seluas 404.360,7 Ha dan plasma seluas 56.876,6 Ha. Dari 60 PBS yang telah beroperasi tersebut, terdapat 25 PBS yang telah memiliki pabrik pengolahan kelapa sawit, dimana 10 diantaranya berada di lintas kabupaten dengan total kapasitas produksi mencapai 1.490 ton TBS/jam.
Tabel 1. Perusahaan PBS yang Memiliki Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit di Kabuopaten Kotawaringin Timur per Deember 2014
No Nama Perusahaan Kapasitas Pabrik PKS (ton TBS/jam)
1. PT. Karya Makmur Bahagia 75
2. PT. Karya Makmur Bahagia (II) 45
3. PT. Katingan Indah Utama 90
4. PT. Uni Primacom 20
5. PT. Suka Jadi Sawit Mekar (I) 90 6. PT. Sukajadi Sawit Mekar (II) 45 7. PT. Tunas Agro Subur Kencana 120 8. PT. Windu Nabatindo Lestari 90
9. PT. Swadaya Sapta Putra 45
10. PT. Sapta Karya Damai 30
11. PT. Bangkit Giat Usaha Mandiri 45
12. PT. Maju Aneka Sawit 45
13. PT. Sarana Prima Multi Niaga 45
14. PT. Agro Bukit 90
15. PT. Bumi Sawit Kencana 45
16. PT. Surya Inti Sawit Kahuripan 60
17. PT. Mentaya Sawit Mas 45
18. PT. Hutan Sawit Lestari 90
19. PT. Unggul Lestari 45
20. PT. Windu Nabatindo Abadi 60
21. PT. Adhyaksa Dharmasatya 30
22. PT. Agro Wana Lestari 90
23. PT. Karunia Kencana Permaisejati 45
24. PT. Mulia Agro Permai 60
25 PT. Intiga Prabhakara Kahuripan 45
TOTAL KOTIM 1.490
1. PT. Agro Indomas ( I ) *) 90
2. PT. Agro Indomas ( II ) *) 90
3. PT. Kridatama Lancar *) 60
4. PT. Bisma Dharma Kencana *) 30 5. PT. Mustika Sembuluh (I) *) 60 6. PT. Mustika Sembuluh (II) *) 45
7. PT. Teguh Sempurna *) 30
8. PT. Bumi Hutani Lestari *) 60
9. PT. Tapian Nadenggan (Unit
Semilar) *) 80
10. Kuayan) *) PT. Agrokarya Primalestari (Unit 80
TOTAL LINTAS KABUPATEN 625
*) : Lintas Kabupaten
Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Tengah, tahun 2014
13
Jurnal Ilmu Lingkungan, Vol. 14 (2): 96-102, 2016 ISSN : 1829-8907
Sebanyak 25 perusahaan yang telah memiliki pabrik pengolahan kelapa sawit dengan kapasitas olah Tandan Buash Segar mencapai 1.490 ton TBS/jam dan 10 pabrik pengolahan kelapa sawit berada di lintas kabupaten Kotawaringin Timur dengan total kapasitas olah pabrik sebesar 625 ton TBS /jam, dengan asumsi material balance selama proses produksi tandan buah segar kelapa sawit secara umum dimana limbah cair yang dihasilkan adalah sebesar 60% dari total proses produksi. Dengan demikian jumlah kapasitas pabrik total di Kabupaten Kotawaringin Timur sebesar 2.115 ton TBS/jam, maka limbah cair yang dihasilkan adalah sebesar 1.269 ton limbah cair/jam dihasilkan selam proses produksi
berlangusng. Dengan potensi limbah cair kelapa sawit yang bisa menghasilkan biogas sangat besar. Dimana beradasarkan asumsi bahwa setiap 600 – 700 kg limbah cair yang dihasilkan dapat di produksi sekitar 20 m3
biogas (Goenadi, 2006) maka potensi biogas yang ada di Kabupaten Kotawaringin Timur adalah sebesar 42.300 m3 biogas. Dengan
besarnya potensi biogas yang dihasilkan tersebut pemerintah kabupaten
Kotawaringin Timur berpeluang besar untuk melakukan pengembangan penggunaan energi baru terbarukan yang berasal dari Limbah Cair Kelapa Sawit. Yang pada akhirnya akan meningkatkan rasio
eletrifikasi yang saat ini hanya sebesar 60%.
7.
Penutup
Dengan meningkatnya kebutuhan energi di Kabupaten Kotawaringin Timur, dengan berkembang pesatnya potensi ekonomi dari sektor pertanian subsektor perkebunan, maka penggunaan energi baru terbarukan sangat penting untuk
dikembangkan. Mengingat kondisi pembangunan energi listrik yang belum merata, maka kebutuhan pasokan energi listrik bagi daerah terpencil dan tersebar di Kabupaten Kotawaringin Timur, hendaknya pemerintah Daerah mendorong pihak perusahaan besar swasta yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit untuk bisa memanfaatkan energi yang berasal dari limbah cair kelapa sawit yang melimah
keberadaanya.
Dengan Total kapasitas pabrik di
Kabupaten Kotawaringin Timur sebesar 2.115 ton TBS/jam, maka limbah cair yang bisa di manfaatkan adalah sebsar 1.269 ton limbah cari/jam dan mampu menghasilkan biogas sebesar 1.269.000 m3.
Diperlukan adanya perhitungan dan kajian yang lebih mendalam berapa besar potensi limbah cair kelapa sawit yang dapat di
manfaatkan untuk memenuhi kebutuhan energi di Kabupaten Kotawaringin Timur.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (2015) Dokumen Addendum AMDAL Pemanfaatan Biogas PT. Laguna Mandiri Kab. Kotabaru, Provinsi Kalimantan Selatan Anonim. (2012). Materi Teknik RTRW Kabupaten Kotawaringin Timur
14
Brojonegoro, B., & Permadi, B. (1992). "AHP" Pusat Antar Universitas, Studi Ekonomi. Jakarta : UI
Budiati, Lilin. (2014). Good Governance dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup. Ghalia Indonesia. Bandung Danim, S. (2002).Menjadi Peneliti Kualitatif. Pustaka Setia.
Bandung.
Ginting, Perdana (2007). Sistem Pengelolaan Lingkungan dan Limbah Industri. CV. Yrama Widya. Bandung. Hariyadi. 2009. Dampak Ekologi Pengembangan Kelapa Sawit
untuk
Bioe nergi.
http:/energi.infogue.com/dampak_ekologi_pengembang an_ kelapa_sawit _untuk_bioenergi. (17 Maret 2009). Isroi. 2008. Energi Terbarukan dari Limbah Pabrik Kelapa Sawit.
isroi.wordpress.com/2008/02/2005energi_dari_limbah_s a wit/-70-k. (17 Maret 2009).
Keputusan Menteri KLH Nomor KEP 51/MEN KLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Industri. Mahajoeno, Edwi, Lay, Bibiana Widiati, Sutjahjo, Suryo Hadi, dan
Siswanto. 2008. Potensi Limbah Cair Pabrik Minyak Kelapa Sawit untuk Produksi Biogas. Jurnal Bioversitas Volume 9 No. 1.
Mutu'ali, L. ((2012). Daya Dukung Lingkungan untuk Perencanaan Pengembangan Wilayah. Badan Penerbit Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Naibaho, Ponten M. 1996. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit, Medan : Pusat Penelitian Kelapa Sawit.
Naibaho, Ponten M. 1999. Aplikasi Biologi dalam Pembangunan Industri Berwawasan Lingkungan, Jurnal Visi 7.
Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian. Penerbit Ghalia Indonesia. Bogor
Sastrosayono, S., 2003. Budidaya Kelapa Sawit. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Setyamidjaja, D. 2006. Budidaya Kelapa Sawit. Kanisius. Yogyakarta. 62 Hal.
Soerjani, Muhamad, Yowono, Arief, dan Fardiaz, Dedi. 2007. Lingkungan : Pendidikan, Pengelolaan Lingkungan, dan Keberlanjutan Pembangunan, Jakarta; Yayasan Institut Pendidikan dan Pelatihan Lingkungan Jakarta
Sunarko, 2008. Petunjuk Praktis Budidaya dan Pengolahan Kelapa Sawit. Agromedia Pustaka, Jakarta
Wahyuni, Sri. (2013). Panduan Praktis Biogas. Penebar Swadaya. Jakarta
Lampiran 2
SIMULASI PENGARUH KOMPOSISI LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA
SAWIT (POME) TERHADAP KANDUNGAN AIR BIOGAS DAN DAYA
LISTRIK YANG DIHASILKAN SEBUAH PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA
BIOGAS
Nazaruddin Sinaga1, Ahmad Syukran B. Nasution2
1Staf Pengajar Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro
Jl. Prof. Sudarto SH, Tembalang, Semarang, 50131
2MahasiswaJurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro
Jl. Prof. Sudarto SH, Tembalang, Semarang, 50131
*E-mail : [email protected]
67
Indonesia merupakan negara dengan industri kelapa sawit terbesar di dunia. Limbah cair pabrik kelapa sawit adalah limbah cair yang berminyak dan tidak beracun, hasil pengolahan minyak sawit. Meski tak beracun, limbah cair tersebut dapat menyebabkan bencana lingkungan karena dibuang di kolam terbuka dan melepaskan sejumlah besar gas metana dan gas berbahaya lainnya yang menyebabkan emisi gas rumah kaca. Digestasi anaerobik merupakan proses konversi senyawa organik menjadi biogas dengan kondisi tanpa oksigen melalui empat tahapan. Limbah cair pabrik kelapa sawit (POME) berasal dari proses produksi minyak mentah kelapa sawit atau biasanya disebut crude palm oil (CPO). Kandungan yang terdapat didalam limbah cair pabrik kelapa sawit ialah 95 % air dan 4 – 5 % padatan total. Tujuan dari penelitian ini untuk mempelajari pengaruh komposisi limbah cair pabrik kelapa sawit terhadap kandungan air biogas dan daya listrik yang dihasilkan oleh mesin gas. Penelitian ini diharapkan dapat menemukan informasi mengenai pengoptimalan data yang ingin dicapai. Dalam simulasi ini, metode perhitungan biogas menggunakan metode stoikiometri danmetode pemurnian biogasnya ialahwater scrubbing dengan kondisi operasi tekanan 9 bar dan jumlah stage sebanyak 4. Feedstream input limbah cair sebesar 400 m3/day. Digester yang digunakan ialah CSTR dengan pendegradasian sebesar 71 %. Kondisi mesophilik yang dipilih dalam simulasi ini yaitu 37 oC. Variasi Komposisi TSS POME berkisar 2 - 4 % dan komposisi air sebesar 95-96 %. Daya listrik dan panas yang dibangkitkan menggunakan mesin gas. Debit massa air tanpa cooler sebesar 0.82 kg/h dan 0.8 kg/h tanpa cooler. Simulasi ini menghasilkan daya listrik dan daya panas terbesar pada 4 % TSS sebesar 0.9961 MW menggunakan cooler. Pada kondisi tanpa cooler menghasilkan daya listrik sebesar 0.9963 MW.
Kata kunci: POME, Daya listrik, Daya panas, Kandungan air
1. PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara dengan industri kelapa sawit terbesar di dunia. Panen rata-rata tahunan minyak sawit mentah
Indonesia meningkat sebesar tiga persen pada 10 tahun terakhir, sedangkan wilayah yang ditanami kelapa sawit meningkat selama sembilan tahun terakhir.
Gambar 1. Sumber produksi kelapa sawit dunia [2]
Indonesia juga mengharapkan peningkatan
68 memproduksi kelapa sawit di dunia. Dampak lain perkembangan pesat produksi minyak sawit mentah adalah limbah cair kelapa sawit, yang sering disebut sebagai palm oil milleffluent atau POME [1].
POME adalah limbah cair yang berminyak dan tidak beracun, hasil pengolahan minyak sawit. Meski tak beracun, limbah cair tersebut dapat menyebabkan bencana lingkungan karena dibuang di kolam terbuka dan melepaskan sejumlah besar gas metana dan gas
berbahaya lainnya yang menyebabkan emisi gas rumah kaca. Tingginya kandungan Chemical Oxygen Demand (COD) sejumlah 50.000-70.000 mg/l dalam limbah cair kelapa sawit memberikan potensi untuk konversi listrik dengan menangkap gas metana yang dihasilkan melalui serangkaian tahapan proses pemurnian [1].
Dalam jurnal ini, POME akan dimodelkan sebagai substrat biogas kemudian kadar air biogas, daya listrik dan panas yang
dihasilkan menggunakan mesin gas akan dianalisa terhadap variasi komposisi TSS POME. Simulasi ini menggunakan Aspen Plus V 8.6 sebagai alat bantu perhitungan. 1.1.
Limbah Cair Kelapa Sawit
Limbah cair kelapa sawit berasal dari proses produksi minyak mentah kelapa sawit atau biasanya disebut crude palm oil (CPO). Kandungan yang terdapat didalamnya ialah 95 – 96 % air dan 4 – 5 % padatan total. Karbohidrat, fat, dan protein di dalam limbah cair kelapa sawit sebesar 29.55 %, 10.21 %, dan 12.75 %. Total padatan campuran berkisar 2 – 4 % [4]. Didalam limbah cair ini juga terdapat beberapa senyawa mineral makro dan mikro seperti potassium (K), sodium (Na), kalsium (Ca), iron (Fe), zinc (Zn), kromium (Cr), dan lainnya [5]. Maka, POME dapat dimanfaatkan sebagai substrat untuk produksi biogas karena memiliki nutrien untuk bakteri pada proses digestasi anaerobik.
1.2.
Digestasi Anaerobik
Digestasi anaerobik pada POMEmerupakan proses konversi senyawa organik menjadi biogas dengan kondisi tanpa oksigen melalui empat tahapan seperti yang terdapat pada Gambar 2.Empat tahapan tersebut ialah hidrolisis, acidogenesis, acetogenesis, dan metanogenesis. Umumnya POME didigestasi dengan menggunakan kolam anaerobik. Digestasi anaerobik dapat dilakukan pada kondisi mesophilik dan termophilik.
Gambar 2. Empat proses digestasi anaerobik [3]
2.
METODOLOGI PENELITIAN
Dalam simulasi ini dibuat sebuah diagram alir penelitian untuk memberikan kemudahan dalam melakukan jalannya penelitan ini. Gambar 3. adalah diagram alir yang digunakan pada simulasi penelitian ini. POME dimodelkan sebagai air, dextrose, palmitic acid, dan protein [6]. Digester yang digunakan ialah CSTR dengan efisiensi pengurangan COD sebesar 71 %. Efisiensi pengurangan COD digunakan sebagai efisiensi pendegradasian masing – masing senyawa organik dalam pensimulasian [7]. Kondisi mesophilik dipilih dalam simulasi ini yaitu sebesar 37 oC.
69 Gambar 3. Diagram alir penelitian
Variasi Komposisi TSS POME yang digunakan 5 - 9 % dengan komposisi air 90
%. Metode perhitungan biogas digunakan metode stoikiometri. Untuk pemurnian biogas, high pressure water scrubbing dipilih dengan kondisi operasi tekanan 9 bar dan jumlah stage sebanyak 4. Flowsheet mesin gas pada pembangkit biogas sistem satu
stage dalam simulasi ini dapat dilihat pada
Gambar 4.High pressure water scrubbing merupakan salah satu teknik pemurnian biogas yang termudah dan termurah termasuk dalam menggunakan air bertekanan tingggi sebagai penyerap.
Metode properties dalam simulasi ini menggunakan PR (Peng-Robinson) karena persamaannya dapat menghasilkan prediksi yang lebih baik terhadap kesetimbangan sistem hidrokarbon [8]. Kondisi
pengoperasian mesin gas sama seperti mesin pembakaran dalam [9]. Feedstream input sebesar 400 m3/day [10]. Mesin gas divalidasikan dengan salah satu mesin Jenbacher type 3. Mesin gasdimodelkan dengan beberapa unit operasi seperti : expander, kompresor, coolers, dan RGibbs [9].
Gambar 4. Mesin gas
3.
HASIL
DAN
PEMBAHASAN
3.1. Validasi Mesin GasMesin gas pada Aspen plus divalidasikan dengan data mesin gas JMS 320 GS-B.LC [11]. Tabel 1. Menampilkan beberapa
70 parameter yang dilihat antara hasil simulasi
dengan data literatur.
Data yang diambil seperti efisiensi kelistrikan, efisiensi panas yang
dimanfaatkan, dan temperatur gas buang dari
hasil pembakaran mesingas.
Tabel 1. Perbedaan data simulasi
Data Unit JMS 320 GS-B.LC Simulasi Relative difference
3.2.
Komposisi Senyawa Organik
POME
Komposisi senyawa organik POME mengalami perubahan seperti yang terlihat pada Gambar 5. berikut.
2.5
2
terhadap debit biogas yang dihasilkan terhadap variasi TSS. Gambar 6.
Menampilkan perubahan debit biogas setelah mengalami proses pemurnian dan debit make
up water yang dibutuhkan untuk
menghasilkan debit biogas dengan komposisi gas metana sebesar 95 – 98 % massa biogas.
1.5 1 0.5 0 2 2 . 2 5 2 . 5 2 . 7 5 3 3 . 2 5 3 . 5 4 TSS (%) 3000 2500 2000 1500 1000 180.0 160.0 140.0 120.0 100.0 80.0 60.0 40.0
Gambar 5. Komposisi senyawa organik POME terhadap TSS
Komposisi karbohidrat menjadi menjadi senyawa organik POME dengan komposisi terbesar terhadap variasi TSS. Sesuai dengan Salihu, et al. [5], hal ini disebabkan oleh komposisi karbohidrat di dalam senyawa utama POME lebih besar dibandingkan fat dan protein yaitu sebesar 29.55 %.
3.3. Debit Massa Make up Water Scrubber
Kebutuhan make up water dalam proses pemurnian biogas, mengalami kenaikan maka semakin besar debit make up water
yang dibutuhkan sebagai penyerap. Debit biogas terbesar berada pada 4 % TSS,
dihasilkan sebesar 171.141 kg/h dan debit
make up water yang dibutuhkan untuk
pemurniannya sebesar 2750 kg/h. Karbohidrat Fat Protein P E R S E N T A S E (% ) D E B IT MA S S A MA K E U P W A T E R (K G/ H ) D E B IT B IOG A S (K G/ H ) (%) Electrical efficiency % 40.9 42.5 4.03 Thermal efficiency % 42.3 42.7 0.98
71 500 20.0 0 0.0 2 2 . 2 5 2 . 5 2 . 7 5 3 3 . 2 5 3 . 5 4 TSS (%)
Gambar 6. Debit make up water dan debit biogas terhadap TSS
Menurut Bauer, et al. [13] debit make up
water berpengaruh terhadap kelarutan
senyawa yang terdapat dalam biogas. Semakin besar debit biogas terhadap TSS
3.4.
Debit dan Fraksi Massa Gas
Metana Biogas
Debit dan fraksi massa gas metana di dalam biogas yang dihasilkan melalui metode stoikiometri dapat dilihat didalam Gambar 7. Sesuai dengan Bauer, et al. [13], proses pemurnian menggunakan air sebagai
72 D E B IT MA S S A B IOG A S (K G/ H )
penyerap pada metode high pressure water
scrubbing menyebabkan senyawa – senyawa
di dalam biogas terlarut berdasarkan derajat kelarutannya. Debit dan fraksi massa gas metana terbesar setelah proses pemurnian yang ditampilkan dalam Gambar 7. Adalah sebesar 168.6 kg/h dan 98.5 %.
Gambar 8.Kandungan airterhadap komposisi TSS POME
Dari grafik diatas, terjadi kenaikan pada komposisi 3% TSS.Kandungan air di dalam biogas terbesar berada pada komposisi 4 % TSS yaitu sebesar 0.82 kg/h dan setelah didinginkan turun menjadi 0.8 kg/h. Penurunan kadar air setelah didinginkan sebesar 0.18 – 0.66 %. 180.0 160.0 140.0 120.0 100.0 80.0 60.0 40.0 20.0 0.0 2 . 0 0 2 . 2 5 2 . 5 0 2 . 7 5 3 . 0 0 3 . 2 5 3 . 5 0 4 . 0 0 TSS (%) 120. 0 100. 0 80.0 60.0 40.0 20.0 0.0
3.6. Daya Listrik
Setelah gas dikeringkan oleh COOLER, gas dimanfaatkan sebagai bahan bakar di dalam mesin gas. Mesin gas sebagai validasi memiliki efisiensi kelistrikan sebesar 40.9 %. Gambar 9. menunjukkan daya yang
dibangkitkan dari hasil pembakaran biogas terhadap komposisi TSS.
1.2000
Gambar 7. Debit dan fraksi massa gas metana terhadap TSS
Debit gas metana setelah proses
pemurnian tidak terlalu berbeda dengan debit gas metana sebelum dimurnikan seperti yang terlihat di dalam grafik diatas. Debit gas metana yang terlarut saat proses pemurnian sebesar 1 – 1.29 %. 1.000 0 0.800 0 0.600 0 0.400 0 0.200 0 0.000 0 2 . 0 0 2 . 2 5 2 . 5 0 2 . 7 5 3 . 0 0 3 . 2 5 3 . 5 0 4 . 0 0 TSS (%) Debit dengan scrubber Debit tanpa scrubber FR A K S I (% ) DAYA (M W)
73 3.5.
Kandungan Air Biogas
Setelah proses pemurnian, biogas memiliki kandungan air. Gambar 8. adalah grafik debit kandungan airterhadap komposisi TSS pada saat sebelum dan sesudah dikeringkan menggunakan
cooler. 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 2 . 0 0 2 . 2 5 2 . 5 0 2 . 7 5 3 . 0 0 3 . 2 5 3 . 5 0 4 . 0 0 TSS (%)
Gambar 9. Daya listrik terhadap komposisi TSS
Grafik daya terhadap komposisi TSS diatas selalu mengalami kenaikan. Daya listrik terbesar berada pada komposisi 4 % TSS yaitu sebesar 0.9961 MW menggunakan cooler dan 0.9963 MW tanpa cooler. Hal ini disebabkan karena debit biogas yang diproduksi semakin besar terhadap komposisi TSS di dalam POME yang ditingkatkan. Menurut Deng, et al. [14], semakin besar bahan bakar yang digunakan dapat dikatakan bahwa semakin besar konversi energi kimia dari bahan bakar menjadi energi listrik.
3.7. Daya Panas
Dari proses pembakaran biogas di dalam mesin gas, terdapat panas yang keluar dari mesin tersebut. Daya panas ini dapat dimanfaatkan untuk keperluan tambahan pembangkit. Gambar 10. menampilkan grafik produksi panas yang dihasilkan terhadap komposisi TSS.
1.2000 1.0000 0.8000 0.6000 0.4000 K A N D U N GAN A IR (K G/ H ) TE R M A L (MW)
74
0.2000
0.0000
2 . 0 0 2 . 2 5 2 . 5 0 2 . 7 5 3 . 0 0 3 . 2 5 3 . 5 0 4 . 0 0 TSS (%)
Gambar 10.Daya termal terhadap komposisi TSS
Dari grafik termal atau daya panas yang dihasilkan diatas, daya termal yang dihasilkan akan semakin besar saat daya listrik yang dibangkitkan semakin besar juga. Menurut Ekwonu, et al. [8], Daya yang dikeluarkan, efisiensi, dan temperatur gas buang tergantung pada LHV dari bahan bakar. Jumlah metan yang dihasilkan akan semakin besar setiap TSS dinaikkan mengakibatkan daya panas yang dihasilkan dari pembakaran meningkat. Daya panas terbesar berada pada komposisi 4 % TSS yaitu sebesar 1.0001 MWmenggunakan cooler dan 1.0016 MW tanpa
cooler
4. KESIMPULAN
Dari hasil simulasi perhitungan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa kandungan air mengalami kenaikan terhadap variasi komposisi TSS yang semakin besar. Debit massa air terbesar berada pada4 % TSS yaitu sebesar 0.82 kg/h dan setelah didinginkan turun menjadi 0.8 kg/h. Daya terbesar yang dibangkitkan berada pada 4 % TSS yaitu sebesar 0.9961 MW menggunakan cooler dan 0.9963 MW tanpa cooler. Sementara daya panas yang dihasilkan oleh mesin gas, memiliki karakter yang sama dengan daya listrik yang dibangkitkan. Semakin besar daya listrik yang dibangkitkan maka semakin besar juga daya panas yang dihasilkan. Daya panas terbesar berada pada
4 % TSS juga yaitu sebesar 1.0001 MW menggunakan cooler dan 1.0016 MW tanpa
cooler.
REFERENSI
Wu TY, Mohammad AW, Md. Jahim J, Anuar, N. 2007. Palm oil mill effluent (POME) treatment and bioresources recovery using ultrafiltration membrane: effect of pressure on membrane fouling. Biochem Eng J:35:309-17.
Yeo A. 2010. Palm oil: environmental curse or a blessing.
Krich K, Augenstein D, Batmale JP, Benemann J, Rutledge B, Salour D., 2005.
Biomethane fromDairy Waste: A Sourcebook for the Productionand Use of Renewable Natural Gas inCalifornia, USDA Rural Development Report.
Borja R, Banks CJ. Anaerobic digestion of palm oil mill effluent using an up-
flowanaerobic sludge blanket (UASB) reactor. Biomass Bioenergy
1994;6:381–9.
Salihu, A., & Alam, M.Z. 2012. Palm oil mill effluent: a waste or a raw material?.Journal of
Applied Sciences Research, 8, 466-473.
75
Nasution, A. S. B., 2016. Optimasi Proses Produksi Biogas dari Palm Oil Mill Effluent
(POME) untuk Sistem Pembangkit Listrik dan Panas Terbarukan di Pabrik CPO Muaro Jambi. Semarang.
Ekwonu, M. C., Perry S., Oyedoh, E. A., 2013. Modelling and Simulation of Gas Engine
Using Aspen HYSYS. Journal of Engineering Science and Technology Review (3) 1-4.
ISSN: 1791-2377 ©
2011 Kavala Institute of Technology. All rights reserved.
Megwai, G. U., 2014. Process Simulations of Small Scale Biomass Power Plant. MSc Thesis in Resource Recovery-Sustainable Engineering. University of Boras
Lam, K. M., dan Lee. K. T., 2011.
Renewableandsustainablebionenergies production from palm oil mill effluent (POME) : Win-win startegiestowardbetter environmental protection. Biotechnology Advances 29 124-141.
Technical data JMS 320 GS-B.LC, Biogas. 2G Bio-Energietechnik AG
F. Bauer, C. Hulteberg, T. Persson, and
D. Tamm, 2013. "Biogas upgrading - Review of commercial technologies," Svenskt Gastekniskt Center (SGC) AB, Malmö, Sweden.
Deng, J., R.Z. Wang, and G.Y. Han, 2011. A review of thermally activated cooling
technologies for combined cooling, heating and power systems. Progress in Energy and
76 Lampiran 3
POTENSI PENANGKAPAN GAS METANA DAN PEMANFAATANNYA
SEBAGAI BAHAN BAKAR PEMBANGKIT LISTRIK DI PTPN VI JAMBI
Irhan Febijanto
Pusat Teknologi Sumberdaya Energi, BPPT,
Jl. M.H. Thamrin No. 8, Jakarta Pusat, phone: (021)316 9860 Email: [email protected]
ABSTRAK
Umumnya di dalam pemanfaatan air limbah di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Indonesia terbatas hanya untuk aplikasi daratan. Teknologi untuk menangkap dan memanfaatkan gas metana yang dihasilkan dari kolam anaerobik pengolahan air limbah telah dikembangkan, akan tetapi halangan ekonomi merupakan masalah besar untuk menerapkan teknologi ini. Karena Mekanisme Pembangunan Bersih (CDM) telah diperkenalkan di Indonesia, teknologi untuk menangkap dan memanfaatkan gas metana mempunyai peluang untuk diterapkan. Menggunakan revenue CDM, investor asing mempunyai kesempatan untuk menginvestasikan instalasi untuk menangkap dan membakar gas metana yang dihasilkan dari kolam anaerobik pengolahan air limbah di PKS. Sebagian dari mereka memanfaatkan gas metana yang ditangkap sebagai bahan bakar untuk menggantikan bahan bakar fosil. Di dalam studi ini, potensi pengurangan Gas Rumah Kaca dari gas metana di PKS PT. Perkebunan Nusantara VI diteliti. Menggunakan AMS-III.H (Approved Methodology) mengenai metodologi ”recovery metana di dalam pengolahan limbah” dan AMS-I.D mengenai ”pembangkitan energi listrik terbarukan yang terkoneksi dengan jaringan grid”, potensi gas metana yang ditangkap dan listrik yang dibangkitkan dihitung. Ada dua jenis revenue yang mungkin diperoleh dalam proyek ini, yaitu satu dari penjualan karbon kredit ke para pembeli CER (reduksi emisi yang bersertifikat), dan yang lainnya dari penjualan listrik ke PT. PLN (Perusahaan Listrik Negara). Telah diketahui terdapat dua PKS yang layak menerapkan teknologi ini.
Kata kunci: Gas rumah kaca, Reduksi emisi bersertifikat, Listrik, Pabrik kelapa sawit, Effluen, Mekanisme pembangunan bersih
ABSTRACT
In general waste water utilization in Indonesian palm oil mills (POMs) is only limited for aplikasi lahan. The technology to capture and utilize methane gas generated from an-aerobic pond of waste water treatment have been developed, unfortunately economical barrier is a big problem to implement this technology. Since Clean Development Mechanism (CDM) has been being introducing in Indonesia, the technology for methane gas capture and utilization have an opportunity to be implemented. Using CDM revenue, foreign investors has an opportunity to invest an installation to
77
capture and flare methane gas generated from an-aerobic pond of waste water treatment in POM. Some of them utilize methane gas captured as a fuel to substitute fossil fuel. In this study, the potential reduction of Green House Gas of methane gas in POM of PT. Perkebunan Nusantara VI is investigated. Using AMS-III.H (Approved Methodology) regarding “Methane recovery in waste treatment” methodology and AMS-I.D regarding “Grid connected renewable electricity generation”, the potential methane gas captured and electricity generated is calculated. There are two kinds of revenue is possible in this project, one from selling credit carbon to CER (Certified Emission Reduction) buyers, and the others from selling electricity to PT. PLN (Perusahaan Listrik Negara). It was known that two POMs are feasible to be implemented this technology.
Key words: Green house gases, Certified emission reduction, Electricity, Palm oil mill, Palm mill oil effluent, Clean development mechanism
1.
PENDAHULUAN
Dalam rangka implementasi pengurangan emisi rumah kaca ini, PTPN VI selaku pemilik proyek, bersama PTPSE-BPPT, selaku konsultan teknis CDM dan Shimizu Co., selaku pembeli CER (Credit Emission Reduction) bekerjasama untuk melakukan inventarisasi potensi pemanfaatan limbah cair dari Pabrik Kelapa Sawit milik PTPN VI. Pelaksanaan studi berlangsung dari bulan September-Desember 2009.
1.1.
Penangkapan Gas Metana di PKS sebagai Proyek CDM
Penangkapan gas metana di kolam pengolahan limbah cair ini merupakan aplikasi pemanfaatan limbah cair, yang sudah diketahui lama oleh para peneliti, tetapi aplikasi ke lahan belum banyak dilakukan di Indonesia karena tidak ekonomis.Karena pelaksanaan pemanfaatan gas metana ini terkait dengan investasi, maka pemilihan lokasi yang mempunyai potensi gas metana perlu dipilih dengan teliti dan seksama, berdasarkan data-data yang terkait dengan jumlah TBS olah dan jumlah limbah cair (POME/Palm Oil Mill Effluent) dalam kurun waktu beberapa tahun ke belakang. Pada studi ini tiga kriteria menjadi bahan pertimbangan untuk menentukan lokasi pemanfaatan limbah, yaitu :
1) Luasan kebun milik sendiri 2) Jumlah TBS olah per tahun
3) Kedekatan lokasi dengan kandidat lokasi PKS yang lain
Luasan kebun milik sendiri ini menjamin kepastian jumlah pasokan jumlah TBS (Tandan Buah Segar) ke PKS (Pabrik Kelapa Sawit). Jika areal kebun milik sendiri kecil, berarti