• Tidak ada hasil yang ditemukan

METHAN CAPTURE LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "METHAN CAPTURE LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PABRIK PENGOLAHAN

KELAPA SAWIT MENJADI BIOGAS UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK

TENAGA BIOGAS (PLTBg).

Oleh:

Purwo Subekti/ F361150141, Universitas Pasir Pengaraian Mahasiswa Program Pascasarjana Teknologi Industri Pertanian

Institut Pertanian Bogor, Desember 2015

ABSTRAK

Karena limbah cair kelapa sawit merupakan nutrien yang kaya akan senyawa organik dan karbon, dekomposisi dari senyawa-senyawa organik oleh bakteri anaerob dapat menghasilkan biogas. Jika gas-gas tersebut tidak dikelola dan dibiarkan lepas ke udara bebas maka dapat menjadi salah satu penyebab pemanasan global karena gas metan dan karbon dioksida yang dilepaskan adalah termasuk gas rumah kaca yang disebut-sebut sebagai sumber pemanasan global saat ini. Emisi gas metan 21 kali lebih berbahaya dari CO2 dan metan merupakan salah satu penyumbang gas rumah kaca terbesar. Untuk itu dengan pemanfaatan gas metan yang terdapat pada limbah cair pengolahan kelapa sawit untuk keperluan energi listrik secara langsung ikut mengurangi pemanasan global dan peningkatan nilai tambah dari hasil samping pengolahan kelapa sawit serta ikut serta dalam pengikatan pemberdayaan industri yang berwawasan lingkungan yang berkelanjutan.

Kata Kunci: kelapa sawit, limbah cair, anaerob, gas metan, lingkungan

1. PENDAHULUAN

1.1. Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit

(2)

2 demand) yang tinggi. Apabila limbah cair ini langsung dibuang ke perairan dapat mencemari lingkungan. Jika limbah tersebut langsung dibuang ke perairan, maka sebagian akan mengendap, terurai secara perlahan, mengkonsumsi oksigen terlarut, menimbulkan kekeruhan, mengeluarkan bau yang tajam dan dapat merusak ekosistem perairan. Sebelum limbah cair ini dapat dibuang ke lingkungan terlebih dahulu harus diolah agar sesuai dengan baku mutu limbah yang telah di tetapkan. Tabel 2. berikut ini adalah baku mutu untuk limbah cair industri minyak kelapa sawit berdasarkan Keputusam Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 1995.

(3)

3

Limbah cair kelapa sawit merupakan nutrien yang kaya akan senyawa organik dan karbon, dekomposisi dari senyawa-senyawa organik oleh bakteri anaerob dapat menghasilkan biogas (Deublein dan Steinhauster, 2008). Jika gas-gas tersebut tidak dikelola dan dibiarkan lepas ke udara bebas maka dapat menjadi salah satu penyebab pemanasan global karena gas metan dan karbon dioksida yang dilepaskan adalah termasuk gas rumah kaca yang disebut-sebut sebagai sumber pemanasan global saat ini. Emisi gas metan 21 kali lebih berbahaya dari CO2 dan metan merupakan salah satu penyumbang gas rumah

kaca terbesar (Sumirat dan Solehudin, 2009). Gambar 1 menunjukan alur penanganan limbah cair pabrik pengolahan kelapa sawit.

(4)

4 1.2. Pengolahan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit

Pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit yang umum dilakukan adalah dengan menggunakan unit pengumpul (fat pit) yang kemudian dialirkan ke deoiling ponds (kolam pengutipan minyak) untuk diambil kembali minyaknya serta menurunkan suhunya, kemudian dialirkan ke kolam anaerobik atau aerobik dengan memanfaatkan mikroba sebagai perombak BOD dan menetralisir keasaman limbah. Teknik pengolahan ini dilakukan karena cukup sederhana dan dianggap murah. Namun teknik ini dirasakan tidak efektif karena memerlukan lahan pengolahan limbah yang luas dan selain itu emisi metan yang dihasilkan dari kolam-kolam tersebut merupakan masalah yang saat ini harus ditangani.

Saat ini telah banyak dikembangkan penelitian dalam pengolahan LCPKS, seperti yang dikembangkan oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit dengan menggunakan reaktor anaerobik unggun tetap (RANUT). Prosesnya diawali dengan pemisahan lumpur atau padatan yang tersuspensi, kemudian limbah cair dipompakan ke dalam reaktor anaerobik untuk perombakan bahan organik menjadi biogas. Kemudian untuk memenuhi baku mutu lingkungan, limbah diolah lebih lanjut secara aerobik (activated sludge system) hingga memenuhi baku mutu lingkungan untuk dibuang kesungai (Departemen Pertanian, 2006). Selain itu ada juga pengolahan LCPKS yang dikembangkan oleh Novaviro Tech Sdn Bhd, prosesnya adalah dengan mengendapkan limbah cair pada kolam pengendapan selama 2 hari lalu dimasukkan ke dalam tangki anaerobik berpengaduk untuk diolah dengan waktu retensi 18 hari (Novaviro, 2008).

Proses anaerobik merupakan proses yang dapat terjadi secara alami yang melibatkan beberapa jenis mikroorganisme yang berperan dalam proses tersebut. Proses yang terjadi pada pengolahan secara anaerobik ini adalah hidrolisis, asidogenik dan metanogenesis. Beberapa jenis bakteri bersama-sama secara bertahap mendegradasi bahan-bahan organik dari limbah cair (Deublein dan Steinhauster, 2008).

Pada pengolahan secara anaerobik ini bakteri yang berperan adalah bakteri fermentasi, bakteri asetogenik dan bakteri metanogenik yang memiliki peranan masing-masing dalam mendegradasi senyawa organik menjadi produk akhir berupa gas metan. Tiap fase dari proses fermentasi metan melibatkan mikroorganisme yang spesifik dan memerlukan kondisi hidup yang berbeda-beda. Bakteri pembentuk gas metan merupakan bakteri yang tidak memerlukan oksigen bebas dalam metabolismenya, bahkan adanya oksigen bebas dapat menjadi racun atau mempengaruhi metabolisme bakteri tersebut (Deublein dan Steinhauster, 2008).

2. PROSES PENGOLAHAN LIMBAH SECARA ANAEROBIK

(5)

5

Gambar 2. Konversi Bahan Organik Menjadi Metan Secara Anaerobik (Jiang, 2006)

2.1. Hidrolisis

Hidrolisis merupakan langkah pertama pada proses anaerobik, di mana bahan organik yang kompleks (polimer) terdekomposisi menjadi unit yang lebih kecil (mono-dan oligomer). Selama proses hidrolisis, polimer seperti karbohidrat, lipid, asam nukleat dan protein diubah menjadi glukosa, gliserol, purin dan piridine. Mikroorganisme hidrolitik mengeskresi enzim hidrolitik, mengkonversi biopolimer menjadi senyawa sederhana dan mudah larut seperti yang ditunjukkan di bawah ini:

Lipid lipase Asam Lemak, Gliserol (1)

(6)

6

Senyawa tidak larut, seperti selulosa, protein, dan lemak dipecah menjadi senyawa monomer (partikel yang larut dalam air) oleh exo-enzime (enzim ekstraselular) secara fakultatif oleh bakteri anaerob. Seperti yang ditunjukkan pada persamaan 1 di mana lipid diurai oleh enzim lipase membentuk asam lemak dan gliserol sedangkan poliskarida diurai menjadi monosakarida seperti pada persamaan 2. Dan protein diurai oleh protease membentuk asam amino. Produk yang dihasilkan dari hidrolisis diuraikan lagi oleh mikroorganisme yang ada dan digunakan untuk proses metabolisme mereka sendiri (Seadi et al, 2008).

Hidrolisis karbohidrat dapat terjadi dalam beberapa jam sedangkan hidrolisis protein dan lipid terjadi dalam beberapa hari. Sedangkan lignoselulosa dan lignin terdegradasi secara perlahan-lahan dan tidak sempurna. Mikroorganisme anaerob fakultatif mengambil oksigen terlarut yang terdapat dalam air sehingga untuk mikroorganisme anaerobik diperlukan potensial redoks yang rendah. Solubilisasi melibatkan proses hidrolisis di mana senyawa-senyawa organik kompleks dihidrolisis menjadi monomer-monomer. Sebagai contoh, polisakarida diubah menjadi monosakarida. Protein dibagi menjadi peptida dan asam amino. Lemak dihidrolisis menjadi asam-asam lemak gliserol (Deublein dan Steinhauster, 2008).

2.2. Asidogenesis

Selama proses asidogenesis, produk yang dihasilkan dari proses hidrolisis akan dikonversi oleh bakteri acidogenic (fermentasi) menjadi substrat bagi bakteri methanogenic. Gula sederhana, asam amino dan asam lemak terdegradasi menjadi asetat, karbon dioksida dan hidrogen (70%) juga menjadi asam lemak volatil (VFA) dan alkohol (30%) (Seadi et al, 2008).

Asam amino terdegradasi melalui reaksi Stickland oleh Clostridium botulinum yaitu reaksi reduksi oksidasi yang melibatkan dua asam amino pada waktu yang sama, satu sebagai pendonor hidrogen dan yang satu lagi sebagai akseptor. (Deublein dan Steinhauster, 2008). Tabel 3. memperlihatkan degradasi senyawa pada tahap asetogenesis

(7)

7

Produk akhir dari aktivitas metabolisme bakteri ini tergantung dari substrat awalnya dan pada kondisi lingkungannya. Bakteri yang terlibat dalam asidifikasi ini merupakan bakteri yang bersifat anaerobik dan merupakan penghasil asam yang dapat tumbuh pada kondisi asam. Bakteri penghasil asam menciptakan suatu kondisi anaerobik yang penting bagi mikroorganisme penghasil metan (Deublein dan Steinhauster, 2008).

2.3. Asetogenesis

Produk dari proses asidogenesis yang tidak dapat langsung diubah menjadi metan oleh bakteri methanogenic, akan dikonversi menjadi substrat bagi methanogenic pada proses asetogenesis. VFA yang memiliki rantai karbon lebih dari dua dan alkohol yang rantai karbonnya lebih dari satu akan teroksidasi menjadi asetat dan hidrogen. Pada fase metanogenesis, hidrogen akan dikonversi menjadi metan (Seadi et al, 2008).

Bakteri asetogenic adalah penghasil H2 . Pembentukan asetat melalui oksidasi asam

lemak rantai panjang (seperti asam propionat atau butirat) akan berjalan sendiri dan hanya mungkin terjadi dengan tekanan hidrogen parsial yang sangat rendah. Bakteri asetogenic bisa mendapatkan energi yang diperlukan untuk kelangsungan hidup dan untuk pertumbuhan hanya pada konsentrasi H2 yang sangat rendah. Mikroorganisme asetogenic

dan methanogenic hidup dalam simbiosis yang saling memerlukan. Organisme methanogenic dapat bertahan hidup dengan tekanan hidrogen parsial yang lebih tinggi. Maka harus terus-menerus mengeluarkan produk- produk dari metabolisme bakteri acetogenic dari substrat untuk menjaga tekanan parsial hidrogen pada tingkat yang rendah sehingga cocok untuk bakteri acetogenic (Deublein dan Steinhauster, 2008).

2.4. Metanogenesis

Produksi metan dan karbon dioksida dilakukan oleh bakteri methanogenic. Sebanyak 70% dari metan yang terbentuk berasal dari asetat, sedangkan sisanya 30% dihasilkan dari konversi hidrogen (H) dan karbon dioksida (CO2 ), menurut

persamaan berikut:

Asam asetat bakteri methanogenic metan + karbon dioksida (4)

Hidrogen + karbon dioksida bakteri methanogenic metan + air (5)

(8)

8

metan (Seadi et al, 2008). Jalur untuk pembentukan metan dari asetat dan/ atau CO2

oleh mikroorganisme dapat dilihat pada Gambar 2. Rantai hidrokarbon panjang terlibat dalam proses ini seperti methanofuran (misalnya R – C24 H26 N4 O8 ) dan H4 TMP

(tetrahydromethanopterin) sebagai Co-faktor. Corrinoids adalah molekul yang memiliki empat cincin pirol dalam cincin yang besar dengan rumus empiris C19 H22 N4 . Ketika

pembentukan metan bekerja, fase asetogenesis juga bekerja tanpa masalah. Masalah dapat terjadi ketika bakteri asetogenic hidup bersimbiosis bukan dengan spesies methanogenic tetapi dengan organisme lain dan menggunakan H2 . Dalam teknologi pengolahan

air limbah, simbiosis dapat terjadi dengan mikroorganisme pengurai sulfat menjadi hidrogen sulfide. Sehingga kadang terjadi persaingan dalam penggunaan hidrogen.

Terdapat dua kelompok organisme metanogenik yang terlibat dalam pembentukan metan. Kelompok pertama merupakan aceticlastic methanogens yang memecah asetat menjadi metan dan karbon dioksida. Kelompok kedua antara lain Methanobacterium yang menggunakan hidrogen dan karbon dioksida untuk membentuk metan (Deublein dan Steinhauster, 2008). Gambar 3. Memperlihatkan reaksi pembentukan Metan Dari Asetat dan Dari Karbon Dioksida.

(CoA = Koenzim A, CoM = Koenzim M)

(9)

9

Metanogen dan asidogen membentuk suatu hubungan yang saling menguntungkan di mana metanogen mengubah hasil dari proses asidogen seperti hidrogen, asam format dan asetat menjadi metan dan karbon dioksida. Mikroorganisme yang membentuk metan diklasifikasikan sebagai archaea yang bekerja tanpa adanya oksigen. Mikroorganisme non metanogenik yang berperan dalam hidrolisis dan fermentasi merupakan bakteri fakultatif (Deublein dan Steinhauster, 2008). Pengolahan secara anaerobik dalam reaktor dapat diaplikasikan untuk mengolah limbah cair dalam jumlah yang besar karena menggunakan reaktor tertutup dan waktu tinggal cairan limbah saat ini bisa lebih singkat dengan menggunakan sistem termofilik, maka kebutuhan lahan yang luas untuk mengolah limbah cair dapat dikurangi. Selain itu pengolahan limbah cair secara anaerobik juga dapat memberikan sumber energi berupa gas metan yang merupakan produk akhir dari proses anaerobik ini. Gas metan yang dihasilkan dapat digunakan sebagai bahan bakar yang relatif terhadap ramah lingkungan.

Pengolahan anaerobik untuk menghasilkan biogas ini sangat bermanfaat dalam mengurangi limbah biomassa organik namun tahap awal pembangunan reaktornya membutuhkan biaya yang lebih besar jika dibandingkan dengan pengolahan secara aerobik. Beberapa kelebihan dan kekurangan proses anaerobik ditunjukkan pada tabel 4.

Tabel 4. Keuntungan Dan Kerugian Fermentasi Anaerobik

Keuntungan Kerugian

- Energi yang dibutuhkan sedikit

- Produk samping yang dihasilkan sedikit

- Menghasilkan senyawa methana yang

- Penyimpanan pupuknya sulit

(Metcalf & Eddy, 2003)

Pengolahan secara anerobik adalah metode yang paling sesuai untuk mengolah buangan industri yang mengandung karbon atau senyawa organik yang tinggi (Bocher dan Angler, 2008). Pengolahan LCPKS dengan menggunakan reaktor anaerobik dilakukan dengan mensubtitusi proses yang terjadi di kolam anaerobik pada sistem konvensional kedalam tangki digester.

(10)

10

dilakukan pada lahan yang sempit dan memberi keuntungan berupa penurunan jumlah padatan organik, jumlah mikroba pembusuk yang tidak diinginkan, serta kandungan racun dalam limbah (Speece, 1996). Disamping itu buangan dari proses fermentasi anaerobik dapat menjadi pupuk yang baik karena kandungan nitrogennya yang tinggi (Weiland. 2010).

3. PRODUKSI BIOGAS

3.1. Biogas

Biogas merupakan produk akhir dari degradasi anaerobik bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerobik dalam lingkungan dengan sedikit oksigen. Komponen terbesar yang terkandung dalam biogas adalah methana 55 – 70 % dan karbon dioksida 30 – 45 % serta sejumlah kecil, nitrogen dan hidrogen sulfida (Deublein dan Steinhauster, 2008). Tapi metan (CH4 ) yang dimanfaatkan sebagai bahan bakar. Apabila

kandungan metan dalam biogs lebih dari 50% maka biogas tersebut telah layak digunakan sebagai bahan bakar. Tabel 5 menunjukan komposisi biogas secara umum.

Tabel 5. Komposisi Biogas Secara Umum

Komposisi Biogas Jumlah

Kandungan yang terdapat dalam biogas dapat memperngaruhi sifat dan kualitas biogas sebagai bahan bakar. Kandungan yang terdapat dalam biogas merupakan hasil dari proses metabolisme milroorganisme. Biogas yang kandungan metannya lebih dari 45% bersifat mudah terbakar dan merupakan bahan bakar yang cukup baik karena memiliki nilai kalor bakar yang tinggi. Tetapi jika kandungan CO2 dalam biogas sebesar 25 – 50

% maka dapat mengurangi nilai kalor bakar dari biogas tersebut. Sedangkan kandungan H2

(11)

11 Tabel 6. Komponen Pengganggu Dalam Biogas

Komponen Jumlah Pengaruh Terhadap Biogas

CO2

- Merusak katalis yang digunakan pada reaksi, Menyebabkan emisi NO2 setelah pembakaran

- Menurunkan nilai kalor bakar, Meningkatkan sifat anti-knocking pada mesin.

- Menyebabkan kerusakan pada mesin

(Deublein dan Steinhauster, 2008)

3.2. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Biogas

Untuk mendapatkan produksi biogas yang optimum, perlu diperhatikan beberapa faktor dan kondisi yang dapat mempengaruhi perkembangan mikroorganisme di dalam fermentor. Beberapa faktor yang harus diperhatikan dan dijaga agar proses produksi biogas berjalan dengan stabil adalah sebagai berikut:

a. pH

(12)

12

hingga di bawah 6,0 atau naik di atas 8,3. Nilai pH dalam reaktor anaerobik umumnya dikendalikan oleh sistem buffer bikarbonat. Oleh karena itu, nilai pH di dalam digester tergantung pada konsentrasi komponen alkali dan asam dalam fase cair. Jika akumulasi basa atau asam terjadi, kapasitas buffer akan menetralkan perubahan pH, sampai tingkat tertentu (Seadi et al,2008).

b. Temperatur

Proses anaerobik dapat berlangsung pada temperatur yang berbeda, rentang suhunya dapat dibagi menjadi tiga: psichrofilik (di bawah 25oC), mesofilik (25oC – 45oC), dan termofilik (45oC – 70o C). Stabilitas suhu sangat menentukan pada proses anaerobik. Banyak industri biogas modern beroperasi pada suhu termofilik karena proses termofilik memberikan banyak keuntungan, dibandingkan dengan proses mesofilik dan psichrofilik diantaranya adalah sebagai berikut: (Seadi et al, 2008).

 Efektif untuk penghilangan patogen,

 Tingkat pertumbuhan bakteri methanogenic lebih tinggi pada suhu yang lebih tinggi,  Waktu retensi berkurang, membuat proses lebih cepat dan lebih efisien,

 Degradasi substrat padat menjadi lebih baik sehingga pemanfaatan substrat menjadi lebih baik.

c. Organic Loading Rate (OLR)

OLR adalah jumlah bahan organik yang masuk dan tersedia dalam fermentor. Apabila OLR terlalu rendah maka proses fermentasi akan berjalan lambat sedangkan jika terlalu tinggi maka terjadi overlaod dan substrat yang ada dapat menjadi penghambat pertumbuhan mikroorganisme. (Speece, 1996).

d. Total Solid (TS), dan Volatile Solid (VS).

Total solid (TS) adalah jumlah padatan yang terdapat dalam substrat baik padatan yang terlarut maupun yang tidak terlarut. Sedangkan volatile solid (VS) adalah padatan-padatan organik yang terdapat dalam substrat. Dari TS dan VS inilah dapat diketahui berapa banyak produksi gas yang akan dihasilkan (U.S Environmental Protection, 2001).

e. Makro dan Mikronutrien

(13)

13 f. Hydraulic Retention Time (HRT)

HRT atau waktu tinggal merupakan waktu rata-rata yang dibutuhkan oleh limbah cair untuk tinggal di dalam fermentor. Nilai HRT merupakan perbandingan antara volume reaktor dengan laju alir umpan yang masuk (Speece 1996). HRT berhubungan dengan volume digester dan volume substrat yang masuk per satuan waktu, meningkatnya organic loading rate akan mengurangi HRT, waktu retensi harus cukup lama untuk memastikan bahwa jumlah mikroorganisme yang keluar bersama dengan efluen tidak lebih tinggi dari jumlah mikroorganisme yang direproduksi.

HRT yang singkat memberikan laju aliran substrat yang baik, namun hasil gas yang diperoleh akan lebih rendah. Dengan mengetahui HRT yang ditargetkan, jumlah input substrat dan laju dekomposisi substrat maka dapat dibuat perhitungan untuk volume tangki digesternya (Seadi et al, 2008). Umumnya, unit biogas komersil untuk POME memerlukan 20-90 hari, gambar 4 menunjukan grafik proses anaerobik yang umum, dengan tahap metanogenesis terjadi pada hari 6-7 menghasilkan laju produksi gas yang tinggi. . (Seadi, 2008)

Gambar 4. Hasil Biogas terhadap HRT rata-rata (Al Seadi, 2008)

4. PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOGAS (PLTBg)

Pembangkit listrik tenaga biogas memberikan serangkaian opsi pemanfaatan untuk pabrik kelapa sawit. Pengelola pabrik dapat menggunakan biogas untuk:

 Bahan bakar burner maupun boiler sehingga mengganti sebagian penggunaan cangkang dan serat.

 Menghasilkan listrik untuk keperluan pabrik sehingga mengurangi biaya bahan bakar.

(14)

14

Kebutuhan energi di pabrik kelapa sawit dan potensi keuntungan menjadi dasar pertimbangan untuk memilih opsi pemanfaatan biogas. Tabel 2.1 di bawah ini menguraikan pemanfaatan biogas yang umum.

Tabel 7. Opsi Pemanfaatan Biogas

Teknologi Biaya Efesiensi Kerumitan Keandalan

Pembakaran:

Karena biogas sebagian besar terdiri dari metana, maka biogas dapat menggantikan gas alam untuk berbagai aplikasi, antara lain pemanasan melalui pembakaran, bahan bakar mesin, bahan bakar kendaraan, dan didistribusikan ke dalam jaringan pipa gas alam.

4.1. Komponen Pembangkit Listrik Tenaga Biogas

Bagian utama dari suatu fasilitas komersial konversi POME menjadi biogas ditunjukkan pada Gambar 5.

(15)

15 a. Sistem Bio-Digester

Sistem bio-digester terdiri dari proses pengolahan awal, bio-digester, dan kolam sedimentasi. Dalam proses pengolahan awal, POME dikondisikan untuk mencapai nilai-nilai parameter yang dibutuhkan untuk masuk ke digester. Pada tahap ini, dilakukan proses penyaringan untuk menghilangkan partikel besar seperti kotoran atau serat. Proses pengadukan dan netralisasi pH dilakukan untuk mencapai pH optimal pada 6,5–7,5. Sebuah sistem pendinginan (cooling pond,cooling tower atau heat exchanger) berfungsi untuk menurunkan suhu POME menjadi sekitar 40°–50°C. Suhu digester harus dijaga di bawah 40°C agar kondisi mesofilik optimal. Penurunan suhu ini juga dibantu dengan proses resirkulasi air limbah keluaran dari digester.

Air limbah setelah pengolahan awal dipompa ke bio-digester, yang dapat berupa kolam tertutup (Gambar 6). Proses penguraian POME menghasilkan biogas dan residu (slurry). Digester harus dirancang kedap udara dan air. Digester dapat dibuat dalam berbagai bentuk dan ukuran, dan dari berbagai bahan. Ukuran digester ditentukan berdasarkan laju alir POME, beban COD, dan waktu retensi hidrolik (HRT) yang diperlukan untuk penguraian yang optimal.

Gambar. 6. Kolam tertutup (Winrock International, 2015)

Air limbah hasil proses anaerobik dari digester mengalir ke kolam sedimentasi di mana POME yang telah terurai dipisahkan lebih lanjut dari lumpur dan padatan. Perkebunan dapat menggunakan limbah cair dari sedimentasi sebagai pupuk. Sistem pembuangan padatan berfungsi untuk memisahkan lumpur dan padatan yang terakumulasi baik di dalam digester maupun di dalam kolam sedimentasi.

(16)

16 b. Scrubber Hidrogen Sulfida (H2S)

Sebelum biogas dapat menghasilkan daya listrik, scrubber hidrogen sulfida digunakan untuk menurunkan konsentrasi H2S ke tingkat yang disyaratkan oleh gas engine, biasanya di

bawah 200 ppm (Gambar 7). Hal ini untuk mencegah korosi, mengoptimalkan operasi, dan memperpanjang umur gas engine. H2S dalam biogas berasal dari komponen sulfat (SO4)

dan sulfur lainnya dalam air limbah. Dalam digester anaerobik pada kondisi tidak ada oksigen, sulfat berubah menjadi H2S. Ada tiga jenis scrubber yang digunakan dalam proses desulfurisasi untuk menurunkan kandungan H2S dalam biogas, yaitu scrubber biologis,

kimia, atau air. Scrubber biologis menggunakan bakteri sulfur-oksidasi untuk mengubah H2S

menjadi SO4, sementara scrubber kimia menggunakan bahan kimia seperti NaOH untuk

mengubah H2S menjadi SO4. Scrubber air bekerja berdasarkan penyerapan fisik dari gas-gas

terlarut dalam air dan menggunakan air bertekanan tinggi. Scrubber biologis biasa digunakan untuk aplikasi POME menjadi energi karena biaya operasionalnya rendah.

Gambar 7. Scrubber H2S (Winrock International, 2015)

c. Dehumidifier Biogas

(17)

17

mesin dari pembentukan asam. Asam terbentuk saat air bereaksi dengan H2S dan oksigen. Biogas yang berkualitas tinggi dengan kelembaban relatif di bawah 80% meningkatkan efisiensi mesin dan mengurangi konsumsi bahan bakar gas.

Gambar 8. Dehumidifier Biogas (Winrock International, 2015) d. Gas Engine

Gas engine termasuk mesin pembakaran dalam yang bekerja dengan bahan bakar gas seperti gas alam atau biogas (Gambar 9). Setelah kandungan pengotor pada biogas diturunkan hingga kadar tertentu, biogas kemudian dialirkan ke gas engine untuk menghasilkan listrik. Bergantung pada spesifikasi gas engine yang digunakan, gas engine yang berbahan bakar biogas umumnya memerlukan biogas dengan kadar air dibawah 80% dan konsentrasi H2S kurang dari 200 ppm. Gas engine mengubah energi yang terkandung dalam

biogas menjadi energi mekanik untuk menggerakkan generator yang menghasilkan listrik. Biasanya gas engine memiliki efisiensi listrik antara 36–42%.

(18)

18

f. Flare Biogas

Flare digunakan di industri proses atau pabrik untuk membakar kelebihan gas. Dengan alasan keamanan, pembangkit listrik tenaga biogas harus memasang flare untuk membakar kelebihan biogas (Gambar 10), terutama pada saat biogas tidak bisa diumpankan ke gas engine atau peralatan pembakaran lainnya. Umumnya hal ini terjadi saat puncak panen tandan buah segar, yang menyebabkan kelebihan produksi biogas. Kelebihan produksi meningkatkan laju alir biogas melebihi batas maksimum biogas yang dapat masuk ke gas engine. Flare juga digunakan saat gas engine sedang tidak beroperasi dalam masa pemeliharaan. Instalasi biogas tanpa gas engine atau boiler harus menggunakan flare secara terus-menerus untuk membakar biogas. Operator tidak boleh melepaskan kelebihan biogas secara langsung ke atmosfer karena sifatnya yang mudah terbakar pada konsentrasi tinggi. Selain itu, pelepasan biogas secara langsung juga berarti pelepasan gas rumah kaca ke atmosfer seperti layaknya di penggunaan kolam limbah terbuka.

Gambar 10. Flare (Winrock International, 2015)

4.2. Sistem Instrumentasi dan Kontrol

Operator menggunakan sistem instrumentasi dan kontrol untuk memantau parameter seperti suhu, pH, aliran cairan dan gas, serta tekanan gas. Sistem kontrol juga digunakan untuk nghentikan sistem secara manual maupun otomatis saat kondisi tidak aman. Gambar 10 di bawah ini menggambarkan contoh aliran proses pembangkit listrik tenaga biogas. Dalam gambar, garis hitam putus-putus menandai batas proyek dan ruang lingkup pekerjaan yang biasanya menjadi tanggung jawab kontraktor. Gambar 11 juga menunjukkan komponen dalam pembangkit listrik tenaga biogas, termasuk sistem instrumentasi dan kontrol, antara lain: level switch (LS), flow indicating totalizer (FIT), temperature indicator (TI), temperature transmiter (TT), pressure transmitter (PT), dan pressure relieve valve (PRV).

(19)

19

Gambar 11. Diagram Alir Proses Konversi POME menjadi Energi (Winrock International, 2015)

Tabel 8 berikut ini menunjukkan komponen-komponen yang terdapat dalam diagram alir proses, detail material, jenis, dan ukuran masing-masing komponen untuk pembangkit listrik tenaga biogas kapasitas 2 MWe.

Tabel 8. Komponen-komponen pada diagram alir proses

Label Komponen Material Jenis Keterangan

T-01 Tangki pencampuran Beton dan Coating Volume 50 m3

T-02 Digester Anaerobik Tanah & Lining HDPE

Volume 24.000 m3

T-03 Kolam sedimentasi Tanah & Lining HDPE

Volume 1.500 m3

T-04 Tanki limbah akhir (opsional) Beton Volume 50 m3

M-01 Pengaduk tangki pencampuran Stainless steel Top entry 0,5 kW

B-001A/B Blower biogas ke gas engine atau flare

Cast Iron / Stainless steel

Root Kapasitas 1.200 Nm3/jam,

tekanan 200 mbar

B-002A/B Blower biogas ke burner atau flare

Cast Iron / Stainless steel

Root Kapasitas 1.200 Nm3/jam,

tekanan kurang dari 100 mbar

(20)

20

B-003 Scrubber Biogas HDPE/FRP Vertical

Biological

Kapasitas 1.200 Nm3/jam

B-004 Dehumidifier Biogas Stainless steel Kapasitas 1.200 Nm3/jam

B-006 Engine Biogas Kapasitas 2 x 1 MW

01 dan S-02

Saringan Kasar Stainless steel Ukuran 5 mm

H-001 Sistem Pendinginan Heat exchanger

atau Cooling Tower

P-002A/B Pompa umpan ke digester Cast Iron/ stainless steel

Dry centrifugal Kapasitas 210 m3/jam

P-003A/B Pompa resirkulasi Cast Iron/ stainless steel

Dry centrifugal Kapasitas 80 m3/jam

P-004A/B Pompa lumpur Cast Iron/

stainless steel

Selain itu operator pabrik harus mempertahankan variabel-variabel pada tingkat tertentu untuk memastikan operasi yang aman, produksi yang optimal, dan kualitas produk yang baik. Sebagai contoh: proses mesofilik yang efektif pada penguraian anaerobik memerlukan suhu pada kisaran 35°C sampai 38°C, dan pH pada kisaran 6,5 sampai 7,5. Mekanisme pengendalian dirancang untuk memperbaiki setiap penyimpangan terhadap suhu yang diinginkan dan rentang pH yang dibutuhkan. Mekanisme kontrol tersebut meliputi kendali on-off dan proportional integral derivative (PID). Operator menggunakan instrumen dengan alarm otomatis untuk memantau kondisi kritis dan perubahan yang memiliki potensi bahaya.

Instalasi gas engine pada sistem pembangkit listrik tenaga biogas membutuhkan biogas dengan tekanan, laju alir, kadar metana, kadar air, dan kadar hidrogen sulfida (H2S) tertentu.

Untuk menjaga variabel proses pada nilai yang diinginkan, gas engine menggunakan loop kontrol otomatis. Ketika kondisi terlalu banyak menyimpang dari rentang nilai yang ditetapkan, operator mungkin menghadapi bahaya yang berisiko bagi kesehatan. Penyimpangan yang berbahaya memicu gangguan sistem atau matinya gas engine untuk menghindari masalah. Untuk memastikan operator mengikuti prosedur yang diperlukan, terutama selama start-up dan shutdown, desain kontrol proses dari sistem pembangkit listrik tenaga biogas mencakup sistem interlock.

(21)

21

Gambar 12. Diagram Skematik Instalasi Gas Analyzer online (Winrock International, 2015)

Operator menggunakan alat pengukuran online untuk beberapa parameter proses dan memantau yang lainnya secara berkala sesuai dengan yang diperlukan. Beberapa pembangkit listrik tenaga biogas juga menggunakan kontrol pengawasan dan perolehan data berbasis PC (SCADA) untuk memperoleh, menyimpan, dan menganalisis proses dan data listrik. Sistem ini menggunakan pengendali, umumnya berupa programmable logic controller (PLC) yang dilengkapi dengan pengendali logaritma PID, untuk menyesuaikan parameter (Gambar 13).

(a) (b)

Gambar 12. PLC (a) dan Visualisasi SCADA (b) (Winrock International, 2015)

(22)

22

Gambar 14. Integrasi pembangkit listri tenaga biogas dan pusta pembangkit yang ada di PKS

(23)

23 5. UCAPAN TERIMAKASIH

Ucapan Terimakasih Disampaikan Kepada Prof.Dr.Ir. Suprihatin Selaku Dosen Mata Kuliah Manajemen Lingkungan Industri Lanjut, Program Pascasarjana Teknologi Industri Pertanian Institut Pertanian Bogor, Desember 2015

6. DAFTAR PUSTAKA

Ade Sri, Rahayu Dhiah, Karsiwulan Hari, Yuwono, Ira Trisnawati, Shinta Mulyasari, S. Rahardjo, Sutanto Hokermin, Vidia Paramita, 2015, Buku Panduan Konversi POME Menjadi Biogas Pengembangan Proyek di Indonesia,

Winrock International, USAID.

Deublein, D. dan Steinhauster, A. 2008, Biogas from Waste and Renewabe

Resources . Berlin: WILEY- VCH Verlag GmbH & Co. KGaA, Weinheim.

Departemen Pertanian, 2006. Pedoman Pengelolaan Limbah Industri Kelapa Sawit, Ditjen PPHP, Departemen Pertanian, Jakarta.

Eddy & Metcalf, 1991. Wastewater Engineering: Treatment and Reuse. Edisi IV. Mc Graw Hill Inc. New York.

Jiang, Bo. 2006. The Effect of Trace Elements on the Metabolism of Methanogenic

Consortia. Wageningen University. Switzerland

Keputusam Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 1995.

Ngan, M.A. 2000. Management Of Palm Oil Industrial Effluents, Advance In Oil Palm Research, Vol 2, Malaysian Palm Oil Board, Malaysia.

Novaviro 2008. Methane Recovery By KS Anaerobic Digester Technology F or Palm Oil

Mill Eflluent. Novaviro Technology SDN BHD. Malaysia.

Sumirat dan Solehudin. 2009. Nitrous Oksida (N2O) dan Metana (CH4) sebagai

Gas Rumah Kaca . Vol. 7, No. 2, Hal. 24- 98. 16 Oktober 2012.

Seadi, T., Rutz, D. dan Prassl, H. 2008. Biogas Handbook. University Of Southern Denmark Esbjerg, Denmark.

Speece. R.E., 1996. Anaerobic Biotechnology F or Industrial Wastewaters. Archae Press, Tennessee.

U.S. Environmental Protection Agency. 2001. Methode 1684 Total, F ixed, and Volatile

Solid In Water, Solids and Biosolids. Office of Science and Technology,

Gambar

Tabel 2. Baku Mutu Limbah Cair Industri Minyak Kelapa Sawit
Gambar 1.  Penanganan limbah cair pabrik pengolahan kelapa sawit (Winrock International, 2015)
Gambar 2. Konversi Bahan Organik Menjadi Metan Secara Anaerobik (Jiang, 2006)
Tabel 3. Degradasi Asetogenesis
+7

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat dan bimbingan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang disusun untuk memenuhi salah satu syarat

User dapat mengetahui nama anggota beserta alamat anggota yang belum mengembalikan buku beserta tanggal buku tersebut harus di kembalikan Sistem harus dapat melakukan

Berdasarkan perhitungan yang dilakukan dalam menyelesaikan permasalahan CVRP menggunakan algoritma sweep, diperoleh total jarak tempuh kendaraan yaitu 142.9 km

Apakah ada pengaruh positif dan signifikan Current Ratio, Debt to Equity Ratio dan Price to Book Value terhadap Harga Saham pada perusahaan manufaktur sub-sektor makanan dan

c. Siswa memperoleh angka tertinggi ditugaskan sebagai reader 1, Siswa yang memperoleh nomor tertinggi ke dua menjadi penantang 1, Siswa yang memperoleh

40 tentang system jaminan social nasional menjelaskan bahwa JKN menjamin biaya pemeliharaan kesehatan yang diselenggarakan nasional secara gotong royong wajib oleh seluruh

Hasil uji chi square didapatkan nilai χ 2 sebesar 8,418 pada df 1 dengan taraf signifikansi (p) 0,004 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan dalam tingkatan

Menurut dari hasil penelitian dari (Aprilia, 2007) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan didapatkan hasil yang berpengaruh secara signifikan terhadap