• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF. docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF. docx"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

(Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas XI IPS 2 SMA Negeri 2 Cikampek Kabupaten Karawang)

Yogi Nugraha

PPKn, FKIP, UNPAS, BANDUNG

Email: yoginugraha_10@yahoo.com

Abstrak

Salah satu program pengembangan potensi siswa yang efektif adalah melalui kegiatan belajar mengajar di sekolah. Dalam proses belajar PKn diperlukan adanya keaktifan, supaya siswa mampu mengembangkan pola pemikirannya sehingga dapat berfikir kritis dan rasional sehingga hasil belajarnya pun akan berkembang ke arah yang lebih baik. Permasalahan yang timbul dalam penelitian ini yaitu guru PKn masih menggunakan metode konvensional yang monoton, yang pada penerapannya aktivitas guru lebih dominan daripada siswa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana proses pembelajaran yang menggunakan model kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dapat meningkatkan hasil pembelajaran siswa pada mata pelajaran PKn. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Dalam metode kualitatif ini menggunakan penelitian tindakan kelas (classroom action research) atau disingkat PTK yang bertujuan untuk memperbaiki pelaksanaan pembelajaran. Adapun objek penelitian dalam penelitian ini yaitu siswa kelas XI IPS 2 SMA Negeri 2 Cikampek Kabupaten Karawang. Jumlah siswa 42 orang yang terdiri atas 9 siswa laki-laki dan 33 siswa perempuan. Penelitian ini bertempat di SMA Negeri 2 Cikampek jalan Jenderal Ahmad Yani Desa Dawuan Tengah Kecamatan Cikampek Kabupaten Karawang. Test yang digunakan adalah test tipe pilihan ganda dan uraian. Hasil penelitian yang terdiri atas tiga siklus ini menunjukan bahwa dengan pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) pada mata pelajaran PKn dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Melalui test pra tindakan diperoleh nilai rata-rata 48,21 yang berada pada kategori kurang. Pada test siklus I diperoleh nilai rata-rata 61,87 yang berada pada kategori cukup dan mengalami peningkatan dari test pra tindakan sebesar 13,66 pada kategori peningkatan baik. Hasil test siklus II diperoleh nilai rata-rata sebesar 76,13 dan berada pada kategori baik, dan mengalami peningkatan dari test siklus I sebesar 14,26 dan berada pada kategori peningkatan baik. Pada test siklus III diperoleh nilai rata-rata 77,85 yang berada pada kategori baik, dan mengalami peningkatan dari test siklus II sebesar 1,72 pada kategori peningkatan cukup.

Kata kunci: model pembelajaran kooperatif, Numbered Heads Together (NHT), hasil belajar, pendidikan kewarganegaraan

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

(2)

(UUSPN No. 20 Tahun 2003). Untuk mencapainya maka diperlukan suatu proses pembelajaran yang dapat dilakukan di sekolah. Kegiatan pembelajaran di sekolah merupakan kegiatan utama dalam proses pendidikan pada umumnya yang bertujuan membawa anak didik atau siswa menuju pada keadaan yang lebih baik. Keberhasilan suatu proses pembelajaran adalah dari ketercapaian siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Keberhasilan yang dimaksud dapat diamati dari dua sisi yaitu dari tingkat pemahaman dan penguasaan materi yang diberikan oleh guru (Sudjana, 2001).

Namun pada kenyataannya, guru sering kali mengabaikan proses pembinaan tatanan nilai, sikap, dan tindakan sehingga mata pelajaran PKn tidak dianggap sebagai mata pelajaran pembinaan warga negara yang menekankan pada kesadaran akan hak dan kewajiban tetapi lebih cenderung menjadikan mata pelajaran PKn sebagai mata pelajaran yang jenuh dan membosankan. Guru PKN masih menggunakan metode konvensional yang monoton, yang pada penerapannya aktivitas guru lebih dominan daripada siswa.

Hal itu memang sangat mungkin terjadi di lapangan, hal ini dikarenakan proses belajar mengajar secara substansi atau isi dari mata pelajaran tersebut kurang dekat dengan apa yang menjadi masalah yang dihadapi oleh siswa dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Di sisi lain mungkin juga karena cara penyajian yang kurang dapat membangkitkan minat belajar siswa yang pada akhirnya berpengaruh terhadap kelancaran dari proses belajar dan hasil belajar siswa yang kurang memuaskan sehingga keberhasilan dari tujuan pendidikan secara umum tidak dapat tercapai

Pembelajaran kooperatif adalah proses pembelajaran yang memupuk kebersamaan yang kuat, kerjasama yang baik dan mampu membangkitkan intelektualitas siswa dengan optimal. Pembelajaran kooperatif secara sadar menciptakan interaksi yang silih asih sehingga sumber belajar bagi siswa bukan hanya guru dan bahan ajar, tetapi juga sesama siswa.

Pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) adalah sebuah tipe pembelajaran yang dikembangkan oleh Kagen (1993). Pada umumnya NHT digunakan untuk melibatkan siswa dalam penguatan pemahaman pembelajaran atau mengecek pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran.

(3)

pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik.

Bertolak dari uraian-uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti dan mengetahui bagaimana Penggunaan Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) terhadap Hasil Belajar Siswa. Pembahasan terhadap masalah-masalah tersebut penulis susun dalam suatu skripsi yang berjudul: “Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan” (Penelitian Tindakan Kelas Pada Siswa Kelas XI IPS 2 SMA Negeri 2 Cikampek Kabupaten Karawang)

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan?

2. Bagaimana perencanaan pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) untuk meningkatkan hasil belajar siswa di kelas XI IPS 2 SMA Negeri 2 Cikampek?

3. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) untuk meningkatkan hasil belajar siswa di kelas XI IPS 2 SMA Negeri 2 Cikampek?

4. Bagaimana hasil pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) pada siswa kelas XI IPS 2 SMA Negeri 2 Cikampek?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penelitian ini: 1. Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana proses pembelajaran yang menggunakan model kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dapat meningkatkan hasil pembelajaran siswa pada mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan

2. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:

(4)

b. Pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) untuk meningkatkan hasil belajar siswa di kelas XI IPS 2 SMA Negeri 2 Cikampek.

c. Hasil pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) pada siswa kelas XI IPS 2 SMA Negeri 2 Cikampek. D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah : 1. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan informasi keilmuan pendidikan kewarganegaraan mengenai pengembangan metode-metode baru yang dapat diaplikasikan pada proses pembelajaran dan juga sebagai bahan bagi pihak lain yang akan meneliti lebih lanjut.

2. Secara Praktis

a. Bagi guru mata pelajaran PKn di Sekolah Menegah Atas, dapat memperbaiki proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa menjadi lebih baik dan untuk memperbaiki proses pembelajaran khususnya mata pelajaran PKn.

b. Bagi siswa yaitu untuk meningkatkan kemampuan belajar siswa dalam berfikir kritis serta melatih keterampilan belajar dan melatih kemampuan siswa untuk berinteraksi dan bekerja sama dengan orang lain.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Kooperatif

1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Menurut Lie (2003:12) pembelajaran kooperatif adalah sistem pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerjasama dengan sesama siswa lainnya dalam tugas-tugas yang terstruktur. Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan sebuah pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok yang terdiri dari beberapa siswa yang bersifat heterogen dalam tiap kelompok. Pembelajaran kooperatif juga melatih siswa dalam hal kesiapan dengan siapa ia akan bekerjasama untuk menyelesaikan tugas-tugas yang terstruktur.

2. Unsur-Unsur Pembelajaran Kooperatif

(5)

berkelompok dapat dikatakan sebagai pembelajaran kooperatif (cooperative learning). Hal ini seperti dikemukakan oleh Johnson dalam Lie (2003:30): “Tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur pembelajaran kooperatif harus diterapkan, yaitu: (1) saling ketergantungan positif, (2) tanggung jawab perseorangan, (3) tatap muka, (4) komunikasi antar anggota, (5) evaluasi proses kelompok”.

3. Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan penghargaan terhadap keragaman dan pengembangan keterampilan sosial.

4. Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif

Langkah-langkah pembelajaran kooperatif yang dikemukakan oleh Ibrahim dkk. (2000:10) adalah sebagai berikut: Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa, Menyajikan informasi, Memberikan penghargaan, Membimbing kelompok bekerja dan belajar, Evaluasi, Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok kooperatif. 5. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif

(6)

B. Metode Numbered Heads Together (NHT)

1. Pengertian Model Pembelajaran Numbered Heads Tohether

Numbered Heads Together merupakan tipe dari model pengajaran kooperatif pendekatan struktural, adalah suatu pendekatan yang dikembangkan oleh Spencer Kagen (1993) untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut (Ibrahim dkk, 2000:28).

Model pembelajaran Numbered Heads Together adalah suatu pendekatan yang dikembangkan untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan memastikan pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut sebagai gantinya mengajukan pertanyaan kepada seluruh siswa (Ibrahim, 2000:28). NHT menekankan kepada siswa agar saling bergantung pada kelompok-kelompok yang telah dibuat secara kooperatif. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan Numbered Heads Together adalah sebuah model pembelajaran yang dirancang untuk mempengaruhi pola perilaku siswa dan mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerjasama secara kompak untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dari guru.

2. Tujuan Model Pembelajaran Kooperatif Numbered Heads Together

Ibrahim (2000) mengemukakan ada tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran kooperatif dengan tipe Numbered Heads Together (NHT) yaitu: Hasil belajar akademik struktural bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik, Pengakuan adanya keragaman bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai latar belakang, Pengembangan keterampilan sosial bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa.

3. Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif Numbered Heads Together

(7)

anggota dalam kelompoknya mengetahui jawaban dari pertanyaan tersebut. Menjawab, Guru memanggil siswa dengan nomor tertentu, kemudian siswa yang merasa nomornya dipanggil mengangkat tangan dan mencoba menjawab pertanyaan tersebut untuk seluruh kelas.

C. Tinjauan Tentang Hasil Belajar 1. Pengertian Hasil Belajar

Keberhasilan dari suatu proses pendidikan salah satunya yaitu dilihat dari hasil belajar. Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya, pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku yang mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotor (Sudjana, 1989:2-3).

Sudjana (1989:45) menuturkan beberapa pendapat mengenai hasil belajar, pendapat tersebut antara lain Bloom, Kratwohll, dan anita Harrow mengemukakan ada tiga tipe hasil belajar, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Kognitif menunjukkan tujuan pendidikan yang terarah kepada kemampuan-kemampuan intelektual, kemampuan berfikir maupun kecerdasan yang akan dicapai. Domain kognitif oleh Bloom (Soedjadi, 2000) dibedakan atas enam kategori yang cenderung khirarkis. Keenam kategori tersebut adalah: (1) Ingatan, (2) Pemahaman, (3) Aplikasi, (4) Analisis, (5) Sintesis, dan (6) Evaluasi. Afektif menunjukan tujuan pendidikan yang terarah kepada kemampuan-kemampuan bersikap dalam menghadapi realitas atau masalah-masalah yang muncul di sekitarnya. Domain afektif ini oleh David R. Krathwohl dkk. 1964, (Soedjadi, 2000) dikembangkan menjadi lima kategori, yaitu: (1) Penerimaan, (2) Penanggapan, (3) Penilaian, (4) Pengorganisasian, (5) Pemeranan.

Psikomotor menunjukkan tujuan pendidikan yang terarah pada keterampilan-keterampilan. Domain psikomotor oleh Elisabeth Simpson, (Soedjadi, 2000) dibedakan menjadi: (1) Persepsi, (2) Respon terpimpin, (3) Mekanisme, (4) Respon yang jelas dan kompleks, (5) Adaptasi/penyesuaian, (6) Penciptaan/keaslian.

Berdasarkan uraian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan hasil belajar yaitu kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia melakasanakan proses pembelajaran yang pada hakikatnya merubah tingkah laku kognitif, afektif dan psikomotor.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

(8)

a. Faktor internal, yaitu faktor yang bersumber dari dalam diri siswa yaitu meliputi faktor usia, kematangan, pengalaman, mental, minat, motivasi dan kebiasaan. b. Faktor eksternal, yaitu faktor-faktor yang bersumber dari luar yang meliputi

lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat, lingkungan keluarga, kurikulum, bahan pengajaran, metode pengajaran dan media dalam sumber belajar.

D. Pendidikan Kewarganegaraan

1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan

PKn merupakan bagian atau usaha salah satu tujuan Pendidikan IPS (Social Sience Education) yaitu bahan pendidikannya diorganisir secara terpadu (integrated) dari berbagai disiplin ilmu-ilmu sosial, humaniora, dokumen negara, terutama Pancasila, UUD 1945, dan perundangan negara, dengan tekanan bahan pendidikan pada hubungan warga negara dan yang berkenaan dengan bela negara. Pasal 39 UU No. 20 Tahun 2003 menegaskan bahwa PKn merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antara warga negara dengan negara serta pendidikan pendahuluan bela negara agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara.

Hal senada dikemukakan pula oleh Soemantri (2001 : 299) bahwa mata pelajaran PKn adalah program pendidikan yang berintikan demokrasi politik yang diperluas dengan sumber-sumber pengetahuan lainnya, pengaruh-pengaruh positif dari pendidikan sekolah, masyarakat dan orang tua, yang kesemuanya itu diproses guna melatih para siswa untuk berfikir kritis, analitis, bersikap dan bertindak demokratis dalam mempersiapkan hidup demokratis yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Berdasarkan uraian diatas terdapat tiga ciri khas yang dimiliki mata pelajaran PKn, yakni meliputi pengetahuan, keterampilan, dan karakter kewarganegaraan. Ketiga hal tersebut merupakan bekal bagi peserta didik untuk meningkatkan kecerdasan multidimensional yang memadai untuk menjadi warga negara yang baik. 2. Fungsi dan Tujuan Pembelajaran PKn

(9)

kewarganegaraan untuk melandasi tujuan pendidikan nasional, yang diwujudkan dalam integritas pribadi dan perilaku sehari-hari. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar 2006, (Depdiknas, 2006:2) menyatakan bahwa fungsi dan tujuan dari mata pelajaran PKn adalah : Sebagai wahana untuk membentuk warga negara yang baik (to be good citizenship), cerdas, terampil dan berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia yang merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berfikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945.

Berdasarkan pada fungsi tersebut, maka pelajaran PKn harus dinamis dan mampu menarik perhatian peserta didik, yaitu dengan cara sekolah membantu peserta didik mengembangkan pemahaman baik materi maupun keterampilan intelektual dan partisipatori dalam kegiatan sekolah yang berupa intrakulikuler dan ekstrakulikuler.

3. Dimensi PKn

Sebagaimana lazimnya suatu bidang studi yang diajarkan di sekolah, materi Pendidikan Kewarganegaraan menurut Branson (1999:4) harus mencakup tiga komponen, yaitu Civic Knowledge (pengetahuan kewarganegaraan), Civic Skills (keterampilan kewarganegaraan), dan Civic Disposition (watak-watak kewarganegaraan). Dari karakteristik yang ada, terlihat bahwa PKn merupakan mata pelajaran yang memiliki karakter berbeda dengan mata pelajaran lain. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran PKn sebagai program pengajaran tidak hanya menampilkan sosok program dan pola kegiatan belajar mengajar yang kognitif semata melainkan secara utuh dan menyeluruh yakni mencakup aspek afektif, psikomotor dan mengembangkan pendidikan nilai.

4. Ruang Lingkup Pembelajaran PKn

Ruang lingkup mata pelajaran PKn menurut PP Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi meliputi aspek-aspek sebagai berikut : Persatuan dan Kesatuan Bangsa, Kebutuhan, Warga Negara, Hak Asasi manusia, Norma, Hukum dan Peraturan, Konstitusi Negara, Kekuasaan Politik, Pancasila meliputi, Globalisasi

III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian

(10)

yang diangkat oleh peneliti karena dengan cara karena dengan cara melakukan tindakan langsung sesuai dengan masalah dilapangan.

Penelitian ini berlangsung dalam tiga siklus. Subjek penelitian yaitu aspek-aspek yang dijadikan untuk bahan penelitian. Dalam penelitian ini subjek yang diteliti yaitu siswa kelas XI IPS 2 SMA Negeri 2 Cikampek Kabupaten Karawang. Adapun untuk teknik pengumpulan datanya peneliti menggunakan test, observasi, wawancara, dan dokumentasi foto.

B. Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 2 Cikampek Kabupaten Karawang. Penelitian ini menggunakan kerangka kerja penelitian tindakan kelas. Satu siklus penelitian meliputi beberapa tahap kerja berikut:

1. Siklus I

a. Perencanaan

Tahap perencanaan pada siklus I ini berupa rencana kegiatan menentukan langkah-langkah pertama yang akan dilakukan peneliti untuk memecahkan permasalahan yang ada dalam proses pembelajaran ‘Menganalisis tipe-tipe budaya politik yang berkembang dalam masyarakat Indonesia’ yang berlangsung didalam kelas. Adapun rencana kegiatan yang dilakukan adalah menyusun Silabus untuk kelas XI SMA, mempersiapkan instrumen penelitian, mempersiapkan buku referensi yang digunakan dalam pembelajaran, dan kolaborasi dengan guru mata pelajaran untuk mengkonsultasikan rencana pembelajaran.

b. Tindakan

(11)

Together (NHT). Tindakan ini dilakukan dalam beberapa tahap yaitu pendahuluan, kegiatan inti dan penutup.

c. Observasi

Observasi dilakukan selama pembelajaran Menganalisis tipe-tipe budaya politik yang berkembang dalam masyarakat Indonesia dengan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT). Observasi dilakukan dengan bantuan guru mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan. Melalui observasi ini, diungkap segala peristiwa yang berhubungan dengan pembelajaran, baik aktifitas siswa selama melakukan kegiatan pembelajaran maupun respon siswa terhadap metode pembelajaran yaitu model kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT).

d. Refleksi

Refleksi merupakan suatu kegiatan yang dilakukan dengan cara mengkaji, melihat, dan mempertimbangkan hasil atau dampak dari tindakan yang telah dilakukan. Dalam tahap refleksi, peneliti akan melakukan analisis terhadap hasil tes dan nontes siklus I. Jika hasil tes belum memenuhi nilai target yang ditentukan maka akan dilakukan tindakan siklus II yang tatacara pelaksanaannya sama seperti siklus I. Masalah-masalah yang muncul pada siklus I, dicari pemecahannya yang diharapkan mampu untuk mengatasi hal tersebut

2. Siklus II

a. Perencanaan

Tahap perencanaan yang akan dilakukan pada siklus kedua yaitu bertolak dari hasil siklus pertama. Pada siklus II kegiatan yang akan dilakukan adalah menyusun Silabus untuk kelas XI SMA, mempersiapkan instrumen penelitian, mempersiapkan buku referensi yang digunakan dalam pembelajaran, dan kolaborasi dengan guru mata pelajaran untuk mengkonsultasikan rencana pembelajaran.

b. Tindakan

(12)

pertama, tindakan pada siklus II ini dilakukan dalam beberapa tahap yaitu pendahuluan, kegiatan inti dan penutup.

c. Observasi

Observasi dilakukan dengan bantuan guru mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan. Melalui observasi ini, diungkap segala peristiwa yang berhubungan dengan pembelajaran, baik aktifitas siswa selama melakukan kegiatan pembelajaran maupun respon siswa terhadap metode pembelajaran yaitu model kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT)

d. Refleksi

Peneliti melakukan evaluasi tindakan yang telah dilakukan dengan mengumpulkan hasil observasi, kemudian peneliti memperbaiki segala kelemahan dan kekurangan pada hasil evaluasi yang selanjutnya dapat digunakan pada digunakan pada siklus berikutnya.

3. Siklus III

a. Perencanaan

Tahap perencanaan yang akan dilakukan pada siklus kedua yaitu bertolak dari hasil siklus II. Pada siklus III kegiatan yang akan dilakukan adalah menyusun Silabus untuk kelas XI SMA, mempersiapkan instrumen penelitian, mempersiapkan buku referensi yang digunakan dalam pembelajaran, dan kolaborasi dengan guru mata pelajaran untuk mengkonsultasikan rencana pembelajaran.

b. Tindakan

Tindakan adalah pelaksanaan dari rencana pembelajaran yang telah dipersiapkan. Tindakan yang dilakukan dalam siklus III disesuaikan dengan rencana pembelajaran Menganalisis tipe-tipe budaya politik yang berkembang dalam masyarakat Indonesia yang telah dipersiapkan. Sama seperti siklus II, tindakan pada siklus III ini dilakukan dalam beberapa tahap yaitu pendahuluan, kegiatan inti dan penutup.

c. Observasi

(13)

berhubungan dengan pembelajaran, baik aktifitas siswa selama melakukan kegiatan pembelajaran maupun respon siswa terhadap metode pembelajaran yaitu model kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT)

d. Refleksi

Seluruh data yang didapat selama kegiatan berlangsung dianalisis dan diolah. Hasil refleksi pada siklus I dibandingkan dengan siklus II dan kemudian dibandingkan dengan siklus III. Dari sinilah dapat dilihat apakah terjadi peningkatan hasil belajar siswa atau mengalami penurunan.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Siklus I

1. Hasil Test Pra Tindakan

Pra tindakan adalah suatu kegiatan yang dilakukan peneliti sebelum menerapkan pembelajaran pada pokok bahasan menganalisis tipe-tipe budaya politik yang berkembang dalam masyarakat Indonesia melalui model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) siklus I, siklus II dan siklus III. Berikut adalah hasil test pra tindakan siswa kelas XI IPS 2:

Tabel 1 Hasil Test Pra Tindakan

No. Kategori Rentang Nilai Frekuensi Bobot Skor Persentasi

(%) Rata-rata

1. Sangat Baik 85-100 1 85 2,39 2.025 42 = 48,21 (Kurang)

2. Baik 75-84 2 152.5 4,77

3. Cukup 60-74 9 570 21,42

4. Kurang 0-59 30 1217,5 71,42

JUMLAH 42 2.025 100

Dari keseluruhan siswa hanya 1 siswa atau 2,39% yang berada pada kategori sangat baik dengan bobot skor 85 dan 2 siswa atau sekitar 4,77% berada pada kategori baik dengan bobot skor 152,5. Sebanyak 9 siswa atau 21,42% berada pada kategori cukup dengan bobot skor 570. Sisanya sebanyak 30 siswa atau sebesar 71,42% berada pada kategori kurang dengan bobot skor 1217,5. Pada kegiatan pra tindakan hanya 3 siswa yang memenuhi nilai KKM.

(14)

Berikut adalah hasil test siklus I setelah melaksanakan pembelajaran tipe budaya politik dengan menggunakan metode kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT).

Tabel 2 Hasil Test Siklus I

No. Kategori Rentang Nilai Frekuensi Bobot Skor Persentasi

(%) Rata-rata

1. Sangat Baik 85-100 5 432,5 11,90 2.598,5 42 = 61,87 (Cukup)

2. Baik 75-84 9 693 21,43

3. Cukup 60-74 16 985 38,10

4. Kurang 0-59 12 488 28,57

JUMLAH 42 2598,5 100

Pada tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai rata-rata siswa kelas XI IPS 2 berdasarkan hasil test siklus I adalah 61,87 dan terjadi peningkatan dari nilai rata-rata test pra tindakan dan berada pada kategori cukup. Dari hasil test dapat dilihat bahwa sebanyak 5 siswa atau 11,90% berada pada kategori sangat baik dengan bobot skor 432,5 dan 9 siswa atau sekitar 21,43% berada pada kategori baik dengan bobot skor 693. Sebanyak 16 siswa atau 38,10% berada pada kategori cukup dengan bobot skor 985. Sisanya sebanyak 12 siswa atau sebesar 28,57% berada pada kategori kurang dengan bobot skor 488.

3. Hasil Data Non Test Siklus I

Berikut adalah hasil non test setelah melaksanakan pembelajaran pada siklus I: Tabel 3 Persentasi Hasil Observasi Siklus I

No. Kategori JumlahSiswa Persentasi (%)

1 Keantusiasan siswa dalam mengikuti pembelajaran 24 57,14 %

2 Keaktifan siswa dalam bertanya, berkomentar, atau menanggapi 21 50 %

3 Hubungan siswa dengan siswa lain selama pembelajaran (dalam kerja kelompok) 27 64,28 %

4 Ketertarikan siswa terhadap metode yang diterapkan yaitu metode Numbered Heads Together 29 69,04 %

(15)

Dari tabel 3 di atas dapat dilihat bahwa 57,14% dari keseluruhan siswa kelas XI IPS 2 antusias dalam mengikuti pembelajaran, 50% siswa aktif dalam bertanya, berkomentar atau menanggapi, 64,28% hubungan siswa dengan siswa lain terlihat baik, 69,04% siswa tertarik terhadap metode yang diterapkan yaitu metode Numbered Heads Together dan 90,47% siswa mengerjakan test secara individu.

4. Refleksi

Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) pada siklus I telah dilaksanakan dengan baik dan berdasarkan hasil test diperoleh rata-rata nilai tipe-tipe budaya politik yang berkembang dalam masyarakat Indonesia kelas XI IPS 2 secara klasikal adalah 61,87, nilai rata-rata tersebut mengalami peningkatan sebesar 13,66 dari hasil rata-rata klasikal pada saat pra tindakan yang hanya sebesar 48,21. Hasil nilai tersebut masuk dalam kiteria baik tetapi peneliti masih ingin memperbaiki nilai-nilai siswa yang masih berada di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) mata pelajaran PKn sebesar 75. Berdasarkan hasil analisis data test dan non test tersebut, peneliti merasa masih perlu melaksanakan pembelajaran siklus II. Dengan pembelajaran siklus II, diharapkan siswa dapat memperbaiki hasil test tipe-tipe budaya politik yang berkembang dalam masyarakat Indonesia dan memperbaiki sikap dan tingkah laku pada saat pembelajaran.

B. Siklus II

1. Hasil Data Test Siklus II

Pembelajaran siklus II dilaksanakan atas dasar bahwa masih banyak siswa kelas XI IPS 2 yang belum mencapai nilai ideal dan masih banyak siswa yang mendapat nilai kurang. Oleh karena itu, peneliti ingin mengurangi jumlah siswa yang memperoleh nilai kurang sehingga nilai siswa menjadi lebih baik dan menambah jumlah siswa yang dapat memenuhi nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditetapkan yaitu 75. Aspek penilaian yang digunakan pada siklus II masih sama dengan test pratindakan dan test siklus I, yaitu menjawab soal test individu tipe-tipe budaya politik yang berkembang dalam masyarakat Indonesia.

(16)

60 atau siswa yang berada pada kategori kurang. Berikut adalah hasil test tipe-tipe budaya politik yang berkembang dalam masyarakat Indonesia:

Tabel 4 Hasil Test Siklus II

No. Kategori Rentang Nilai Frekuensi Bobot Skor Persentasi

(%) Rata-rata

1. Sangat Baik 85-100 10 882,5 23,81 3197,5 42 = 76,13 (Baik) 2. Baik 75-84 20 1540 47,62

3. Cukup 60-74 12 775 28,57

4. Kurang 0-59 0 0 0

JUMLAH 42 3197,5 100

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa sebesar 23,81% atau sebanyak 10 siswa mendapat nilai di atas 85 dengan kategori sangat baik, sebanyak 20 siswa atau sebesar 47,62% berada pada kategori baik dengan rentang nilai antara 75-84. Sisanya sebanyak 12 siswa atau sebesar 28,57% berada pada kategori cukup dengan rentang nilai antara 60-74.

2. Hasil Data Non Test Siklus II

Tabel observasi di bawah ini dapat memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai hasil observasi yang diperoleh selama pembelajaran siklus II berlangsung.

Tabel 5 Persentasi Hasil Observasi Siklus II

No. Kategori JumlahSiswa Persentasi (%)

1 Keantusiasan siswa dalam mengikuti pembelajaran 34 80,95 %

2 Keaktifan siswa dalam bertanya, berkomentar, atau menanggapi 23 54,76 %

3 Hubungan siswa dengan siswa lain selama pembelajaran (dalam kerja kelompok) 30 71,42 %

4 Ketertarikan siswa terhadap metode yang diterapkan yaitu metode Numbered Heads Together 33 78,57 %

5 Sikap siswa ketika mengerjakan tes akhir secara individu. 37 88.09 %

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa 80,95% dari keseluruhan siswa kelas XI IPS 2 antusias dalam mengikuti pembelajaran. Pada kategori keaktifan siswa dalam bertanya, berkomentar, atau menanggapi mengalami peningkatan yaitu sebesar 54,76% dari sebelumnya pada siklus I hanya sebesar 50%.

(17)

disiplin yang diterapkan di sekolah ini dengan sendirinya membentuk sikap sportif dari masing-masing siswa.

3. Refleksi

Hasil test tipe-tipe budaya politik yang berkembang dalam masyarakat Indonesia pada siklus II menunjukkan hasil nilai rata-rata siswa kelas XI IPS 2 adalah 76,13 dan berada dalam kategori baik dengan peningkatan sebesar 14,26 dari hasil test siklus I dan peningkatan tersebut berada pada kategori baik. Peningkatan nilai tersebut sudah memuaskan karena sebanyak 28 siswa yang berada di bawah kriteria ketuntasan minimal pada siklus I, pada siklus II jumlah siswa yang belum memenuhi KKM mengalami penurunan dibandingkan siklus sebelumnya, yaitu siklus I sebanyak 28 siswa menjadi 12 siswa pada siklus II.

Dari hasil non test, tingkah laku siswa yang kurang baik sudah bisa diminimalisir pada pembelajaran siklus II. Siswa juga telah belajar untuk bekerjasama, bersosialisasi, menghargai sesama teman, dan menumbuhkan sikap percaya diri. Tetapi peneliti berkeyakinan bahwa jika penelitian dilakukan satu kali lagi yaitu siklus III maka akan dapat meningkatkan jumlah siswa yang mendapat nilai sesuai kriteria ketuntasan minimal. Oleh karena itu peneliti merasa perlu untuk melaksanakan penelitian siklus III.

C. Siklus III

1. Hasil Data Test Siklus III

Pembelajaran siklus III dilaksanakan atas dasar bahwa jika penelitian dilanjutkan pada siklus III maka jumlah siswa yang mendapat nilai sesuai kriteria ketuntasan minimal akan bertambah. Aspek penilaian yang digunakan pada siklus III masih sama dengan test pratindakan, test siklus I dan test siklus II, yaitu menjawab soal test individu tipe-tipe budaya politik yang berkembang dalam masyarakat Indonesia. Berikut adalah hasil test tipe-tipe budaya politik yang berkembang dalam masyarakat Indonesia:

Tabel 6 Hasil Test Siklus III

No. Kategori Rentang Nilai Frekuensi Bobot Skor Persentasi

(%) Rata-rata

1. Sangat Baik 85-100 12 1050 28,57 3270 42 = 77,85 (Baik) 2. Baik 75-84 23 1770 54,76

3. Cukup 60-74 7 450 16,67

4. Kurang 0-59 0 0 0

(18)

Pada tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai rata-rata siswa kelas XI IPS 2 berdasarkan hasil test siklus III pada pokok bahasan menganalisis tipe-tipe budaya politik yang berkembang dalam masyarakat Indonesia adalah 77,85 dan berada pada kategori baik. Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa sebesar 28,57% atau sebanyak 12 siswa mendapat nilai di atas 85 dengan kategori sangat baik, sebanyak 23 siswa atau sebesar 54,76% berada pada kategori baik. Sisanya sebanyak 7 siswa atau sebesar 16,67% berada pada kategori cukup dengan rentang nilai antara 60-74. 2. Hasil Data Non Test Siklus III

Tabel observasi di bawah ini dapat memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai hasil observasi yang diperoleh selama pembelajaran siklus III berlangsung.

Tabel 7 Persentasi Hasil Observasi Siklus III

No. Kategori JumlahSiswa Persentasi (%)

1 Keantusiasan siswa dalam mengikuti pembelajaran 36 85,71 %

2 Keaktifan siswa dalam bertanya, berkomentar, atau menanggapi 25 59,52 %

3 Hubungan siswa dengan siswa lain selama pembelajaran (dalam kerja kelompok) 32 76,19 %

4 Ketertarikan siswa terhadap metode yang diterapkan yaitu metode Numbered Heads Together 34 80,95 %

5 Sikap siswa ketika mengerjakan tes akhir secara individu. 39 92,85 %

Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa 85,71% dari keseluruhan siswa kelas XI IPS 2 antusias dalam mengikuti pembelajaran. Pada kategori keaktifan siswa dalam bertanya, berkomentar, atau menanggapi mengalami peningkatan yaitu sebesar 59,52% dari sebelumnya pada siklus II hanya sebesar 54,76%. Hubungan siswa dengan siswa lain selama pembelajaran (dalam kerja kelompok) pada siklus III pada tabel diatas menunjukkan bahwa sebesar 76,19% siswa menjadi lebih aktif bekerja dalam kelompok. Sebesar 80,95% siswa tertarik terhadap metode yang diterapkan yaitu metode Numbered Heads Together. Pada saat test individu siklus III, 92,85% siswa kelas XI IPS 2 SMA Negeri 2 Cikampek mengerjakan tes secara individu. Kecurangan yang terjadi pada siklus-siklus sebelumnya dapat diminimalisir, dan sebagian besar siswa mengerjakan test dengan jujur.

3. Refleksi

(19)

adalah 77,85 dan berada dalam kategori baik dengan peningkatan sebesar 1,72% dari hasil test siklus II dan peningkatan tersebut berada pada kategori cukup. Peningkatan nilai tersebut walaupun berada pada kategori cukup akan tetapi sudah memuaskan karena sebanyak 12 siswa yang berada di bawah kriteria ketuntasan minimal pada siklus II, pada siklus III jumlah siswa yang belum memenuhi KKM mengalami penurunan dibandingkan siklus sebelumnya, yaitu siklus II sebanyak 12 siswa menjadi 7 siswa pada siklus III. Ketika belajar dalam kelompok, siswa juga lebih aktif dan bekerjasama dengan siswa lain. Dari segi hasil test, menunjukkan bahwa siswa sudah dianggap dapat memahami pokok bahasan budaya politik yang diberikan. Dari hasil non test, tingkah laku siswa menjadi lebih baik pada siklus III. Siswa juga telah belajar untuk bekerjasama, bersosialisasi, menghargai sesama teman, dan menumbuhkan sikap percaya diri. Berdasarkan hasil test dan non test tersebut, peneliti merasa tidak perlu melakukan tindakan selanjutnya.

V. PENUTUP

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) telah mampu meningkakan hasil belajar siswa pada mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan hasil test siswa dari siklus I sampai siklus III dengan grafik yang terus meningkat.

Adapun saran dari penelitian ini adalah sekolah sebaiknya meningkatkan ketersediaan sarana atau media pembelajaran yang mendukung pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together, guru sebaiknya dapat terus mengembangkan dan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) terutama untuk pembelajaran materi-materi pendidikan kewarganegaraan, dan siswa hendaknya lebih memperhatikan saat guru menjelaskan langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together sehingga dapat diterapkan dengan baik dalam kegiatan pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2011). Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research-Car). Jakarta : Bumi Aksara.

(20)

Depdiknas. (2006). Standar Kompetensi dan Kompetensi dasar Mata Pelajaran Kewarganegaraan Sekolah Menenagh Pertama. Jakarta: Depdiknas.

Depdiknas. (2006). Standar Kompetensi dan Kompetensi dasar Mata Pelajaran Kewarganegaraan Sekolah Menenagh Pertama. Jakarta: Depdiknas.

Ibrahim, M, dkk. (2000). Pembelajaran Kooperatif. Surabaya : Universitas Negeri Surabaya University Press.

Ismail, (2002). Model-model Pembelajaran. Jakarta : Direktorat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Dirjen Dikdasmen Depdiknas.

Kurniawan, Ipan. (2011). Optimalisasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match Dalam Pokok Bahasan Tipe Budaya Poltik di Kelas XI IPS-1 SMA Negeri 1 Rancaekek Kabupaten Bandung. Skripsi Sarjana Pendidikan PPKn FKIP Unpas. Unpas Bandung: tidak diterbitkan.

Kusnadi, Edi. (2007). Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Sains Teknologi Masyarakat (STM) Terhadap Prestasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran PPKn. Skripsi Sarjana Pendidikan PPKn FKIP Unpas. Unpas Bandung: tidak diterbitkan.

Lie, A. (2002). Cooperative Learning. Jakarta : PT Grasindo. Nazir, M. (1983). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Pasaribu, I. L. dan Simandjuntak, B. (1983). Proses Belajar Mengajar Edisi II. Bandung: Tarsito.

Sardiman, A. M. (1992). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Pedoman Bagi Guru dan Calon Guru. Jakarta : Rajawali Press.

Slameto. (1995). Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta : Rineka Cipta.

Sudjana, N. (2000). Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung : Sinar Baru Algensindo.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.

Suhardjono. (2011). Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Kegiatan Pengembangan Profesi Guru. Jakarta : Bumi Aksara.

Supardi. (2011). Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) Beserta Sistematika Proposal dan Laporannya. Jakarta : Bumi Aksara.

(21)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang : Sistem Pendidikan Nasional.

UPT PPL FKIP Unpas. (2012). Panduan Praktik Pengalaman Lapangan. Bandung : tidak diterbitkan.

Gambar

Tabel 1 Hasil Test Pra Tindakan
Tabel 2 Hasil Test Siklus I
Tabel 4 Hasil Test Siklus II
Tabel 6 Hasil Test Siklus III
+2

Referensi

Dokumen terkait

Hasil survei yang didapat menunjukan bahwa potensi lokal yang terdapat di wilayah Kulon Progo berupa daerah pegunungan, dataran rendah, kawasan hutan mangrove dan

• Database management systems (DBMS) menyediakan metode untuk representasi data secara digital, prosedur untuk desain sistem dan menangani data besar, terutama pengaksesan

[r]

Apabila Saudara tidak hadir pada waktu yang telah ditentukan tersebut di atas, akan dinyatakan gugur / tidak memenuhi persyaratan kualifikasi.. Demikian undangan ini

Qur’a>n yang baik pada Pondok pesantren Al-Ma’ruf. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana manajemen kurikulum tah}fi>z}ul Qur’a>n di

Pengaruh sumber belajar dan minat terhadap hasil belajar fikih siswa.

[r]

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah untuk memberikan kepastian hukum bagi wajib retribusi, bahwa keberatan yang diajukan harus diberi keputusan oleh