• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prevalensi Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) Tipe Bahaya dengan Komplikasi di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2011-2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Prevalensi Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) Tipe Bahaya dengan Komplikasi di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2011-2013"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Telinga Tengah

Gambar 2.1. Gambaran antomi telinga secara umum Sumber : Ballenger’s Otholaryngology Head and Neck Surgery Ed.16

Telinga tengah adalah ruang berisi udara di dalam pars petrosa ossis temporalis yang dilapisi oleh membran mukosa. Ruang ini berisi tulang-tulang pendengaran yang berfungsi untuk menggetarkan membran timpani ke perilimfa telinga dalam. Kavum timpani berbentuk celah sempit yang miring, dengan sumbu panjang terletak lebih kurang sejajar dengan bidang membran timpani. Di depan, ruang ini berhubungan dengan nasofaring melalui tuba Eustachius dan di belakang dengan antrum mastoideum (Snell, 2006).

(2)

Lantai dibentuk di bawah oleh lempeng tipis tulang, yang mungkin tidak lengkap dan mungkin sebagian digantikan dengan jaringan fibrosa. Lempeng ini memisahkan kavum timpani dengan bulbus superior V. jugularis interna (Snell, 2006).

Bagian bawah dinding anterior dibentuk oleh lempeng tipis tulang yang memisahkan kavum timpani dari arteri karotis interna. Pada bagian atas dinding anterior terdapat muara dari 2 buah saluran. Saluran yang lebih besar dan terletak lebih bawah menuju tuba Esutachius, dan yang terletak lebih atas dan lebih kecil masuk ke dalam saluran untuk m. Tensor timpani. Septum tulang yang tipis, yang memisahkan saluran-saluran ini diperpanjang ke belakang pada dinding medial, yang akan membentuk tonjolan mirip selat (Snell, 2006).

Di bagian atas dinding posterior terdapat sebuah lubang yang tidak beraturan, yaitu auditus ad antrum. Di bawah ini terdapat penonjolan yang berbentuk kerucut, sempit, kecil, disebut pyramis. Dari puncak pyramis ini keluar m. Stapedius (Snell, 2006).

Sebagian besar dinding lateral dibentuk oleh membran timpani. Membran timpani adalah membran fibrosa tipis yang berwarna kelabu mutiara. Membrana ini terletak miring, menghadap ke bawah, depan dan lateral. Permukaannya konkaf ke lateral. Pada cekungannya terdapat lekukan kecil, yaitu umbo, yang terbentuk oleh ujung manubrium mallei. Bila membran terkena cahata otoskop, bagian cekung ini menghasilkan kerucut cahaya, yang memancarkan ke anterior dan inferior umbo (Snell, 2006).

(3)

timpani oleh membrana mukosa. Membran timpani sangat peka terhadap nyeri dan permukaan luarnya dipersarafi oleh n. Auriculotemporalis dan ramus auricularis n. Vagus (Snell, 2006).

Dinding medial dibentuk oleh dinding lateral telinga dalam. Bagian terbesar dari dinding memperlihatkan penonjolan bulat, disebut promontorium, yang disebabkan oleh lengkung pertama koklea yang ada di bawahnya. Di atas dan di belakang promontorium terdapat fenestra vestibuli, yang berbentuk lonjong dan ditutupi oleh basis stapedius. Pada sisi medial fenestra terdapat skala vestibuli perilimfa telinga dalam. Di bawah ujung posterior promontorium terdapat fenestra koklea, yang berbentuk bulat dan ditutupi oleh membrana timpani sekundaria. Pada sisi medial dari fenestra ini terdapat perilimfa ujung buntu skala timpani (Snell, 2006).

Tonjolan tulang berkembang dari dinding anterior yang meluas kebelakang pada dinding medial di atas promontorium dan di atas fenetsra vestibuli. Tonjolan ini menyokong m. Tensor timpani. Ujung posteriornya melengkung ke atas dan membentuk takik, disebut prosesus kokleariformis. Di sekeliling takik ini tendon m. Tensor timpani membelok ke lateral untuk sampai ke tempat insersionya yaitu manubrium mallei (Snell, 2006).

Sebuah rigi bulat berjalan secara horizontal ke belakang, di atas promontorium dan fenestra vestibuli dan dikenal sebagai prominentia kanalis nervus fasialis. Sesampainya di dinding posterior, prominentia ini melengkung ke bawah di belakang pyramis (Snell, 2006).

(4)

Incus mempunyai corpus yang besar dan dua krus, corpusnya berbentuk bulat dan bersendi di anterior dengan caput mallei. Sedangkan crusnya dibagi dua, yaitu crus longum dan crus breve. Stapes mempunyai caput, collum, dua lengan, dan sebuah basis. Pinggir basis dari stapes akan melekat dengan pinggir fenestra vestibuli oleh sebuah cincin fibrosa, yang disebut ligamentum annulare (Snell, 2006).

Otot-otot penggerak tulang pendengaran terdiri dari m. Tensor timpani dan m. Stapedius. M. Tensor timpani berfungsi secara refleks meredam getaran malleus dengan lebih menegangkan membran timpani dan dipersarafi oleh cabang n. Trigeminus. M. Stapedius berfungsi secara refleks meredam getaran stapes dengan menarik kolumnanya dan otot ini dipersarafi oleh n. Fasialis (Snell, 2006).

Tuba Eustachius, terbentang dari dinding anterior kavum timpani ke bawah, depan, dan medial sampai ke nasofaring. Sepertiga bagian posteriornya adalah tulang dan dua pertiga bagian anteriornya adalah kartilago. Tuba berhubungan dengan nasofaring dengan berjalan melalui pinggir atas m. Konstriktor faringes superior. Tuba berfungsi menyeimbangkan tekanan udara di dalam kavum timpani dengan nasofaring (Snell, 2006).

Antrum mastoideum terletak di belakang kavum timpani di dalam pars petrosa ossis temporalis, dan berhubungan dengan telinga tengah melalui auditus. Diameter auditus lebih kurang 1 cm (Snell, 2006).

Dinding anterior berhubungan dengan telinga tengah dan berisi auditus ad antrum. Dinding posterior memisahkan antrum dari sinus sigmoideus dan serebelum. Dinding inferior berlubang – lubang, menghubungkan antrum dengan cellulae mastoideum. Dinding lateral tebalnya 1,5 cm dan membentuk dasar trigonum suprameatus. Dinding medial berhubungan dengan kanalis semcisirkularis posterior (Snell, 2006).

(5)

Gambar 2.2. Tulang temporal kanan, gambaran lateral. Sumber : Ballenger’s Otholaryngology Head and Neck Surgery Ed.16

2.2 Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK)

2.2.1 Definisi

Otitis Media secara umum adalah proses inflamasi yang terjadi di telinga

tengah (Yantes, 2008). Menurut Djaafar (2007), OMSK adalah inflamasi di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar terus menerus atau hilang timbul, sekret dapat berupa encer atau kental, bening atau berupa nanah. Dikatakan OMSK apabila proses tersebut sudah lebih dari 2 bulan.

2.2.2 Epidemiologi

(6)

Tabel 2.1 Klasifikasi negara berdasarkan prevalensi OMSK.

Grup Populasi

Sangat Tinggi (>4%) –perhatian yang mendesak dan berurusan dengan masalah kesehatan masyarakat urgent attention

needed to deal with a massive public

health problem

Sangat rendah (<1%) Gambia, Saudi Arabia, Israel,

Australia, United Kingdom

Denmark, Finland, American Indians Sumber : Chronic suppurative otitis media,2004,Burden of Illness and Management Options,WHO

Sedangkan di Indonesia, prevalensi OMSK tahun 2002 dalam Aboet (2007) adalah 3,8%, dan penderita OMSK merupakan 25% pasien yang datang berobat ke poliklinik THT di rumah sakit Indonesia. Yang berarti berdasarkan pengelompokan negara menurut tabel WHO diatas, Indonesia termasuk salah satu negara yang

memiliki prevalensi ―tinggi‖ karena sudah mencapai 2-4%.

2.2.3 Etiologi

(7)

berupa aerobic (Pseudomonas aeruginosa, Escheria coli, S.aureus, Streptococcus pyogenes, Proteus mirabilis, Klebsiella species) atau anaerob (Bacteroides, Peptostreptococcus, Proprionibacterium). Bakteri tersebut jarang didapati di kulit dari kanal eksternal tapi dapat berproliferasi di tempat trauma, inflamasi, laserasi, atau kelembapan yang tinggi. Bakteri bakteri tesebut masuk ke telinga tengah apabila telah terjadi perforasi kronik. Diantara keseluruhan bakteri tersebut, P.aeruginosa yang paling berbahaya karena memiliki progresifitas yang sangat cepat di telinga tengah dan tulang mastoid karena toxin dan enzim yang dihasilkannya (WHO, 2004).

Menurut Zhang (2014) faktor-faktor yang dapat mempermudah penyakit OMSK berkembang adalah :

1. Riwayat OMA pada pasien. 2. Alergi/atopi.

3. Infeksi saluran pernapasan atas. 4. Obstruksi nasal kronik.

5. Mendengkur.

6. Adanya riwayat keluarga menderita otitis media. 7. Perokok pasif.

8. Status sosial rendah.

9. Status pendidikan orangtua rendah.

10.Anak yang saat dikandung memiliki riwayat ibunya merokok.

11. Keluarga dengan jumlah anggotanya besar (banyak saudara kandung). 12. Anak yang dititipkan di tempat penitipan anak (day care).

2.2.4 Patogenesis

(8)

munculnya polip di kavitas telinga tengah. Siklus dari inflamasi, ulserasi, infkesi dan jaringan granulasi akan terus berlangsung dan dapat menghancurkan batas tulang disekitarnya dan dapat menuju komplikasi yang lebih serius dari OMSK (Roland,2013).

Menurut Yantes (2008), ada 2 mekanisme utama OMSK dapat menyebabkan infeksi telinga tengah yang berulang – ulang :

1. Bakteri dapat mengkontaminasi dari telinga luar karena penghalang fisik membran timpani sudah hilang

2. Pada membran timpani yang normal menghasilkan gas cushion di telinga tengah yang mana gas cushion tersebut menolong membantu untuk mencegah refluks sekresi nasofaring ke telinga tengah melalui tuba Eustachius. Kehilangan mekanisme pertahanan ini menghasilkan peningkatan pajanan bakteri patogen di telinga tengah yang berasal dari nafofaring.

Sedangkan menurut Telian (2003), terdapat penyebab lain dari OMSK, disfungsi tuba Eustachius memainkan peranan penting dalam penyakit OMSK, tuba Eustachius menjadi tempat ventilasi telinga tengah sehingga tekanan yang ada di dalam rongga telinga tengah dan keadaan sekitarnya sama, pada disfungsi tuba Eustachius yang persisten, seperti pada penderita Down Syndrome dan cleft palate, rongga telinga tengah selalu terpajan terus menerus dengan tekanan yang negatif. Sehingga membran timpani terektrasi ke medial. Hal ini dapat menyebabkan tejadinya Otitis Media yang berlama – lama dan pada akhirnya akan sama dengan teori sebelumnya yang menyatakan bahwa OMSK merupakan episode lanjutan dari OMA.

(9)

Menurut Djaafar (2007), banyak ahli yang mengklasifikasikan Otitis Media, secara mudah Otitis Media dapat dibagi menjadi OMA dan OMSK. Pembagian dapat dilihat pada (gambar 2.3)

Gambar 2.3 Skema pembagian Otitis Media

Sumber : Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT ,2007, Kelainan Telinga Tengah

(10)

Otitis Media Supuratif Kronik

Tipe Aman Tipe Bahaya

Nama lain Tubotympanic Attico-antral

Letak perforasi Sentral Attic atau marginal

Discharge Intermiten, mukopurulen

Kolesteatoma Sangat jarang Selalu ada

Ketulian Tuli konduktif

mild-moderate

Tuli konduktif atau campuran mild-severe

Komplikasi Sangat jarang Sering

Sumber : Textbook of Ear, Nose, and Throat,1999, Chronic Otitis Media

Khusus untuk OMSK, terdapat dua kelompok yang dibedakan dari progresifitasnya,antara lain :

(11)

membran timpani pada OMSK tipe aman ini selalu perforasi sentral. (Turner,1982) Pada OMSK tipe aman tidak ditemukan kolesteatoma (Djaafar,2007).

2. Tipe bahaya (attico-antral type), pada tipe ini infeksi terjadi di attic, antrum atau di prosesus mastoideus dan juga di mukosa telinga tengah. Infeksi tersebut dapat terus menyebar sehingga dapat memunculkan komplikasi yang berbahaya (Turner,1982). Tipe ini juga selalu terdapat kolesteatoma (Bhargava,1999), kolesteatoma adalah suatu kista epitelial yang berisi deskuamasi epitel (keratin), deskuamasi ini terus terbentuk sehingga dapat bertambah besar (Djaafar, 2007)

2.2.6 Gejala Klinis

(12)

2.2.7 Diagnosis

Diagnosis dari OMSK dibuat berdasarkan gejala klinik dan pemeriksaan THT terutama pemeriksaan otoskopi. Pada penderita OMSK tipe bahaya yang dilakukan pemeriksaan otoskopi akan tampak perforasi membran timpani di marginal dan atik, selain tampak perforasi akan tampak juga kolesteatoma, sedangkan pada kasus yang sudah lanjut dapat juga telihat fistula post-aurikular (Djaafar,2007).

Gambar 2.4 Gambaran otoskopi pada penderita OMSK tipe bahaya yang mengalami perforasi di daerah attic dan juga ditemukan kolesteatoma.

Sumber: http://www.drmkotb.com

Gambar 2.5 Gambaran pada penderita OMSK tipe bahaya yang sudah lanjut, adanya fistula post-aurikular.

(13)

Pemeriksaan penala merupakan pemeriksaan sederhana untuk mengetahui

adanya gangguan pendengaran. Untuk mengetahui jenis dan derajat gangguan pendengaran dapat dilakukan pemeriksaan audiometri nada murni, audiometri tutur (speech audiometry) dan pemeriksaan BERA (Brainstem Evoked Response Audiometry) bagi pasien yang tidak koperatif dengan menggunakan audiometri nada

murni. Pemeriksaan penunjang lainnya adalah foto rontgen mastoid serta kultur dan uji resistensi kuman dari sekret telinga (Djaafar,2007).

2.3 Komplikasi Otitis Media Supuratif Kronik tipe Bahaya

2.3.1 Penyebaran Penyakit

Komplikasi OMSK terjadi karena sawar pertahanan telinga tengah yang normal dilewati, sehingga memungkinkan infeksi menjalar ke struktur disekitarnya. Pertahanan pertama adalah mukosa kavum timpani yang juga seperti mukosa saluran pernapasan. Bila sawar ini rusak maka masih ada sawar kedua, yaitu dinding tulang kavum timpani dan sel mastoid. Bila sawar ini juga rusak maka struktur lunak disekitarnya akan terkena. Rusaknya periostium akan menyebabkan terjadinya abses sub-periosteal, suatu komplikasi yang tidak bahaya. Apabila infeksi mengarah ke tulang temporal, maka akan menyebabkan paresis n.fasialis atau labirinitis. Bila ke arah kranial, akan menyebabkan abses ekstradural, tromboflebitis sinus lateralis, meningitis dan abses otak (Helmi, 2007).

Bila sawar tulang terlampaui, suatu dinding pertahanan ketiga yaitu jaringan granulasi akan terbentuk. Penyebaran komplikasi OMSK dapat melalui penyebaran hematogen, penyebaran melalui erosi tulang, dan penyebaran melalui jalan yang sudah ada (Helmi, 2007).

Pada komplikasi OMSK yang diakibatkan penyebaran melalui osteotromboflebitis (hematogen) dapat diketahui apabila ditemukan gejala sebagai berikut :

(14)

2. Pada operasi, didapatkan dinding tulang telinga utuh, dan tulang serta lapisan mukoperiosteal meradang dan mudah berdarah, sehingga disebut juga mastoidtis hemoragika (Helmi, 2007).

Penyebaran yang melalui erosi tulang dapat diketahui apabila sebagai berikut: 1. Komplikasi terjadi beberapa minggu atau lebih setelah awal penyakit. 2. Gejala prodromal infeksi lokal biasanya mendahului gejala infeksi yang

lebih luas, misalnya paresis n.fasialis yang hilang timbul mendahului paresis n.fasilalis yang total, atau gejala meningitis lokal mendahului gejala meningitis purulen.

3. Pada operasi dapat ditemukan lapisan tulang yang rusak di antara fokus supurasi dengan struktur di sekitarnya. Struktur jaringan yang terbuka biasanya dilapisi oleh jaringan granulasi (Helmi, 2007).

Sedangkan penyebaran melalui jalan yang sudah ada ditandai apabila ditemukan gejala sebagai berikut :

1. Komplikasi terjadi pada awal penyakit.

2. Pada operasi dapat ditemukan jalan penjalaran melalui sawar tulang yang bukan oleh karena erosi (Helmi, 2007).

(15)

Pada OMSK, tanda – tanda penyebaran penyakit dapat terjadi setelah sekret telah berhenti keluar hal ini menandakan adanya sekret purulen yang terbendung (Helmi, 2007).

Pemeriksaan radiologi seperti CT scan, dapat membantu memperlihatkan kemungkinan kerusakan dinding mastoid dimana erosi tulang merupakan tanda nyata komplikasi dan memerlukan tindakan operasi yang segera. Untuk melihat lesi di otak, misalnya abses otak, hidrosefalus, dan lain-lain dapat dilakukan pemeriksan CT scan otak dengan menggunakan kontras atau tidak menggunakan kontras (Helmi, 2007).

2.3.2 Klasifikasi Komplikasi OMSK

A. Komplikasi intratemporal 1. Mastoiditis

Sistem mastoid air cell dan telinga tengah saling berhubungan, sehingga semua proses inflamasi yang terjadi di telinga tengah akan mengenai mastoid juga. Mastoiditis yang disebabkan OMSK merupakan perluasan dari proses infeksi yang menetap di telinga tengah. Tidak hanya di struktur mastoidnya saja tapi bisa ke struktur lain di sekitar mastoid (Arts,2013).

(16)

yang nekroktik dan juga untuk mencegah perluasan infeksi ke intrkranial (Gross, 2010).

2. Paresis nervus fasialis

Nervus fasialis dapat terkena oleh penyebaran infeksi langsung ke kanalis pada OMA. Pada OMSK, kerusakan terjadi oleh erosi tulang oleh kolesteatoma atau oleh jaringan granulasi, disusul oleh infeksi ke dalam kanalis fasialis tersebut (Helmi, 2007).

Paresis nervus fasialis dapat terjadi karena OMA, OMSK tanpa kolesteatoma ataupun dengan kolesteatoma. Bakteri dapat menyebar ke saraf karena kanalis fasialis dirusak oleh jaringan granulasi atau kolesteatoma. Fungsi saraf fasialis hilang karena edema sekunder yang disebabkan tekanan dan inflamasi atau karena neuritis supuratif yang merusak elemen saraf. Jika edema persisten, dapat terjadi nekrosis avaskular akson dan dapat menyebabkan degenerasi akson (Harker,2003).

Pada OMA operasi dekompresi tidak diperlukan. Perlu diberikan antibiotika dosis tinggi dan terapi penunjang lainnya, serta menghilangkan tekanan di dalam kavum timpani dengan drainase. Bila dalam jangka waktu tertentu ternyata tidak ada perbaikan setelah diukur dengan elektrodiagnostik, barulah dipikirkan untuk dilakukan dekompresi. Pada OMSK, tindakan dekompresi harus segera dilakukan tanpa harus menunggu pemeriksaan elektrodiagnostik (Helmi, 2007).

3. Petrositis

(17)

terkenanya N.V, ditambah dengan terdapatnya otore yang persisten, terbentuklah suatu sindrom yang disebut dengan sindrom Gradenigo (Helmi, 2007).

Petrous apicitis sebenarnya adalah mastoiditis yang terjadi di petrous apex. Sangat jarang ditemukannya petrositis ini karena kebanyakan manusia petrous ini menjadi sklerotik dan sangat sedikit yang tetap terdapat air cell. Petrositis berkembang dari infeksi mastoid, tetapi mastoid dapat respon terhadap pengobatan atau tindakan pembedahan tanpa resolusi dari infeksi di apeks petrous, sehingga terdapat pemisahan infeksi antara mastoid dan apeks petrous (Harker, 2003).

Kecurigaan terhadap petrositis terutama bila terdapat nanah yang keluar terus menerus dan rasa nyeri yang menetap pasca mastoidektomi. Pengobatan petrositis ialah operasi serta pemberian antibiotika protokol komplikasi intrakranial. Pada waktu melakukan operasi telinga tengah dilakukan juga eksplorasi sel – sel udara tulang petrosum serta mengeluarkan jaringan patogen (Helmi, 2007).

4. Labirinitis

Invasi bakteri ke labirin selalu diikuti hilangnya kemampuan mendengar dan keseimbangan. OMSK dapat menyebabkan labirinitis dikarenakan lemahnya membran oval window sehingga dapat menembus ke labirin. Tidak diketahui apakah labirinitis menyebabkan meningitis atau meningitis yang menyebabkan labirinitis, tetapi kedua komplikasi OMSK tersebut dapat terjadi secara bersamaan (Harker,2003)

(18)

mencetuskan vertigo dan nausea. Lebih dari 2 -3 minggu akan terjadi kompensasi sistem saraf pusat, sehingga sistem keseimbangan akan menjadi normal kembali, tinnitus juga akan mereda tetapi seluruh kemampuan pendengaran akan tetap hilang (Harker, 2003).

Labirinitis yang mengenai seluruh bagian labirin, disebut labirinitis umum (general), dengan gejala vertigo berat dan tuli saraf berat, sedangkan labinitis yang terbatas (sirkumskripta) menyebabkan terjadinya vertigo saja atau tuli saraf saja (Helmi, 2007).

Labirinitis terjadi oleh karena penyebaran infeksi ke ruang perilimfa. Terdapat dua bentuk labirinitis, yaitu labirinitis serosa dan labirinitis supuratif. Labirinitis serosa dapat berbentuk labirinitis serosa difus dan labirinitis serosa sirkumskripta. Labirinitis supuratif dibagi ke dalam labirinitis supuratif akut difus dan labirinitis supuratif akut sirkumskripta (Helmi, 2007).

Pada labirinitis serosa, toksin menyebabkan disfungsi labirin tanpa invasi sel radang, sedangkan pada labirinitis supuratif, sel radang menginvasi labirin, sehingga terjadi kerusakan yang ireversibel, seeperti fibrosis dan osifikasi (Helmi, 2007).

Pada kedua bentuk labirinitis itu operasi harus segera dilakukan untuk menghilangkan infeksi dari telinga tengah. Kadang – kadang diperlukan juga drainase nanah dari labirin untuk mencegah meningitis. Pemberian antibiotika adekuat terutama ditujukan kepada pengobatan OMSK dengan atau tanapa kolesteatoma (Helmi, 2007).

B. Komplikasi Ekstrakranial 1. Abses subperiosteal

(19)

sering daripada mastoiditis yang sklerotik, karena pada yang pneumatisasi memiliki banyak kapasitas untuk menampung pus dari OMSK (Gross, 2010).

Pus dapat menembus daerah subperiosteal adalah melalui tulang trabekular

Macewen’s triangle. Sehingga telinga akan berubah posisi (displacement) menjadi

lebih ke depan dan massa yang berfluktuasi tersebut dapat dipalpasi di belakang telinga. Ketika pus dapat menembus ujung dari prosesus mastoideus dan incisura mastoid maka infeksi dapat menyebar ke leher. Abses ini nantinya akan terbentuk di daerah m. Sternokleidomastoideus dan akan menyebabkan abses Bezold. Abses ini ditandai dengan dijumpainya massa yang berfluktuasi di daerah leher. Komplikasi ini nantinya akan sangat berbahaya apabila tidak cepat ditangani, karena strukturnya yang berdekatan dengan arteri karotis, parapharyngeal space, dan mediastinum (Gross, 2010).

C. Komplikasi Intrakranial 1. Abses Otak

Abses otak dimulai dari propagasi bakteri disekitar vena yang berasal dari mastoid ke parenkim otak yang berdekatan. Pada saat bakteri telah mencapai korteks atau white matter,bakteri tersebut bermigrasi ke kapiler lokal menyebabkan pembengkakan endotel dan serebritis fokal. Jaringan menjadi edema, hemoragi, dan nekrosis. Abses dapat bervariasi dalam ukuran. Seringnya berbentuk ireguler dan multilokular. Pada awalnya kapsul sulit untuk diidentifikasi dan seiring berjalannya waktu kapsul dapat terlihat dengan mudah (Harker,2003).

(20)

Gejala abses serebelum biasanya lebih jelas daripada abses lobus temporal. Abses serebelum dapat ditandai dengan ataksia, disdiadokokinetis, tremor intensif dan tidak tepat menunjuk suatu objek (Helmi, 2007).

Afasia dapat terjadi pada abses lobus temporal. Gejala lain yang menunjukkan adanya abses otak, berupa nyeri kepala, demam, muntah, serta keadaan letargik. Selain itu sebagai tanda yang nyata suatu abses otak ialah nadi yang lambat serta serangan kejang. Pemeriksaan likuor serebrospinal memperlihatkan kadar protein yang meninggi serta kenaikan tekanan likuor. Mungkin terdapat juga edem papil. Lokasi abses dapat ditentukan dengan pemeriksaan angiografi, ventrikulografi, atau dengan tomografi komputer (Helmi, 2007).

Pengobatan abses otak ialah dengan antibiotika parenteral dosis tinggi (protokol komplikasi intrakranial), dengan atau tanpa operasi untuk melakukan drainase dari lesi. Selain itu pengobatan dengan antibiotika harus intensif. Mastoidektomi dilakukan untuk membuang sumber infeksi, pada waktu keadaan umum lebih baik (Helmi, 2007).

2. Meningitis

Meningitis sejauh ini menjadi komplikasi intrakranial tersering dari OMSK. Menurut Gower dan McGuirt dalam penelitiannya terhadap 100 orang pasien yang menderita komplikasi intrakranial, sebanyak 76 orang menderita meningitis dan 53 diantaranya berusia dibawah 2 tahun. Pada bayi dan anak-anak, penyebab utama dari meningitis karena penyebaran secara hematogen saat terinfeksi otitis media (Harker, 2003).

(21)

Meningitis dapat terjadi sebagai komplikasi dari OMA maupun OMSK, serta dapat terlokalisasi, atau general. Walau secara klinik bentuk kedua ini mirip, pada pemeriksaan likuor serebrospinal terdapat bakteri pada bentuk yang umum (general), sedangkan pada bentuk yang terlokalisasi tidak ditemukan bakteri. Biasanya kadar gula menurun dan kadar protein meninggi di likuor serebsopinal (Helmi, 2007)

Mikroorganisme yang sering menyebabkan meningitis otitis ini adalah Haemophilus influeza dan Streptococcus pneumoniae (Gross, 2010). Pengobatan meningitis otogenik ialah dengan mengobati meningitisnya terlebih dahulu dengan antibiotik yang sesuai, kemudian infeksi di telinganya ditanggulangi dengan operasi mastoidektomi (Helmi, 2007).

3. Empiema Subdural (Abses Subdural)

Empiema subdural jarang terjadi sebagai perluasan langsung dari abses ekstradural biasanya merupakan perluasan tromboflebitis melalui pembuluh darah vena. Gejalanya dapat berupa demam, nyeri kepala, dan penurunan kesadaran sampai koma pada pasien OMSK. Gejala kelainan susunan saraf pusat bisa berupa kejang, hemiplegia, dan pada pemeriksaan terdapat Kernig positif ( Helmi, 2007).

Empiema subdural merupakan infeksi purulen fulminan yang berkembang diantara duramater dan pia-arachnoid. Ini merupakan salah satu kegawatdaruratan dalam neurosurgikal. Ketika infeksi sudah mencapai subdural, pus terbentuk dan secara cepat menyebar. Lapisan pus di subdural yang tipis dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial, focal sign, dan kejang (Harker,2003).

(22)

subdural akan berkembang secara sedikit demi sedikit dalam beberapa jam dan paling lama 10 hari (Harker, 2003)

Pungsi lumbal perlu untuk membedakan empiema subdural dengan meningitis. Pada empiema subdural pada pemeriksaan likuor serebrospinal kadar protein biasanya normal dan tidak ditemukan bakteri, sedangkan pada abses ekstradural nanah keluar pada waktu operasi mastoidektomi, pada empiema subdural nanah harus dikeluarkan secara bedah saraf sebelum dilakukan operasi mastoidektomi (Helmi, 2007).

4. Tromboflebitis Sinus Lateralis

Tromboflebitis sinus lateralis ini didefinisikan sebagai munculnya trombosis vena dan supurasi di kavitas intrakrnial (Gross, 2010). Invasi infeksi ke sinus sigmoid ketika melewati tulang mastoid akan menyebabkan terjadinya trombosis sinus lateralis. Komplikasi ini sering ditemukan pada saat zaman pra-antibiotik, tetapi kini sudah jarang terjadi (Helmi, 2007).

Jaringan yang nekrosis tersebut akan menjalar ke tunika intima dan menyebabkan fibrin, sel darah dan platelet tertarik ke jaringan nekrosis tersebut sehingga terbentuk trombus. Trombus tersebut dapat terinfeksi, membesar dan menutup aliran darah menuju sinus (Harker,2003).

Demam yang tidak dapat diterangkan penyebabnya merupakan tanda pertama dari infeksi pembuluh darah. Pada mulanya suhu tubuh turun naik, tetapi pada saat sudah memberatnya penyakit, maka didapatkan suhu tubuh yang naik dan turun dengan sangat curam disertai dengan menggigil. Hal ini menandakan adanya sepsis (Helmi, 2007).

(23)

dilakukan dulu ligasi vena jugulare interna untuk mencegah trombus terlepas ke paru dan ke dalam tubuh lain (Helmi, 2007).

5. Hidrosefalus Otitis

Hidrosefalus otitis ditandai dengan peninggian tekanan likuor serebrospinal yang hebat tanpa adanya kelainan kimiawi dari likuor itu. Pada pemeriksaan terdapat edema papil. Keadaan ini dapat menyertai otitis media akut atau kronik (Helmi, 2007).

Hidrosefalus otitis ini merupakan komplikasi yang terjarang dari OMSK, patofisiologinya masih belum dapat dijelaskan dengan baik, tetapi Sachs dan Joynt menyatakan bahwa hidrosefalus ini dikarenakan adanya edema otak, sedangkan Werd dan Flexner menyatakan karena adanya kerusakan pembuluh darah vena sehingga terjadi gangguan sirkulasi dari LCS, sehingga tekanan intrakranial meningkat (Gross, 2010).

(24)

Gambar

Gambar 2.2. Tulang temporal kanan, gambaran lateral.   Sumber : Ballenger’s Otholaryngology Head and Neck Surgery Ed.16
Gambar 2.3 Skema pembagian Otitis Media                         Sumber : Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT ,2007, Kelainan Telinga Tengah
Gambar 2.4 Gambaran otoskopi pada penderita OMSK tipe bahaya yang mengalami perforasi di daerah attic dan juga ditemukan kolesteatoma

Referensi

Dokumen terkait

Tumpuan kajian ini adalah untuk mengkaji penggunaan bengkel, penggunaan peralatan dan bahan, kemahiran guru semasa proses pengajaran dan pembelajaran serta faktor

Asas domisili atau disebut juga asas kependudukan (domicile/residence principle), berdasarkan Asas domisili atau disebut juga asas kependudukan (domicile/residence

Penelitian ini dilakukan pada respoden dengan masa post partum antara hari 10 sampai hari ke 40 post partum ditemukan jumlah kuman terendah dan masih didapatnya kuman

Membuat persamaan logika sesuai tabel kebenaran hasil penuangan karateristik rangkaian yang diinginkan dengan teliti, jujur, dan tanggung jawab1. Menerapkan kaidah-kaidah

UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH KABUPATEN KLATEN POKJA PENGADAAN JASA KONSULTANSI DAN JASA LAINNYA.. Klaten, 4 Juli 2011 Nomor : 027/06.J.ULP/070

UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH KABUPATEN KLATEN POKJA PENGADAAN JASA KONSULTANSI DAN JASA LAINNYA.. Klaten, 18 Juli 2011 Nomor : 027/06.J.ULP/084

Pada siklus II ini kegiatan In House Training (IHT) melalui mengamati tayangan vidio pembelajaran peneliti mengawali menyampaikan materi pembelajaran tematik terpadu

[r]