• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aspek Hukum Perlindungan Kesetan Penumpang Sipil Dalam Penerbangan Militer Ditinjau Menurut Peraturan Perundang-Undangan (Studi Kecelakaan Pesawat Hercules A-1310)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aspek Hukum Perlindungan Kesetan Penumpang Sipil Dalam Penerbangan Militer Ditinjau Menurut Peraturan Perundang-Undangan (Studi Kecelakaan Pesawat Hercules A-1310)"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

ATURAN HUKUM PENGANGKUTAN UDARA BAGI WARGA SIPIL MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG

PENERBANGAN

D. Pengertian Hukum Pengangkutan Udara

1. Tanggung Jawab Pengangkut Dalam Hukum Pengangkutan Udara Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan

Kemajuan pengangkutan adalah sebagai akibat kebutuhan manusia untuk

bepergian ke lokasi atau tempat yang lain guna mencari barang yang dibutuhkan

atau melakukan aktivitas, dan mengirim barang ke tempat lain yang membutuhkan

suatu barang. Pengangkutan merupakan salah satu kunci perkembangan

pembangunan dan masyarakat. Pengangkutan berasal dari kata angkut yang

berarti mengangkat dan membawa, memuat atau mengirimkan. Sedangkan

pengangkutan dapat disimpulkan sebagai suatu proses kegiatan atau gerakan dari

suatu tempat ke tempat lain.22 Pengangkutan dapat diartikan sebagai pemindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan.23 Pengangkutan didefinisikan sebagai perpindahan tempat, baik mengenai benda-benda maupun

orang, karena perpindahan itu mutlak dibutuhkan dalam rangka mencapai dan

meninggikan manfaat serta efisien.24

Pengangkutan berisikan perpindahan tempat baik mengenai benda-benda

maupun mengenai orang-orang, karena perpindahan itu mutlak perlu untuk

22

Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cetakan Ketujuh Edisi II, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), hal. 45

23

Ridwan Khairandy, Machsun Tabroni, Ery Arifuddin, Djohari Santoso, Pengantar Hukum Dagang Indonesia, Jilid I, (Yogyakarta: Gama Media, 1999), hal. 195

24

(2)

mencapai dan meninggikan manfaat serta efisien. Adapun proses dari

pengangkutan itu merupakan gerakan dari tempat asal dari mana kegiatan

angkutan dimulai ke tempat tujuan dimana angkutan itu diakhiri.”25

HMN Purwosutjipto mendefiniskan pengangkutan adalah “perjanjian

timbal balik antara pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut

mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang

dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim

mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan.”26 Abdulkadir Muhammad memberikan definisi lain tentang pengangkutan, “pengangkutan meliputi tiga

dimensi pokok yaitu pengangkutan sebagai usaha (business), pengangkutan

sebagai perjanjian (agreement), dan pengangkutan sebagai proses

(process).”27Hasim Purba memberikan definisi pengangkutan sebagai “kegiatan pemindahan orang dan atau orang dari suatu tempat ke tempat lain baik melalui

angkutan darat, angkutan perairan maupun angkutan udara menggunakan alat

angkutan.”28

Salah satu pokok dalam bidang hukum udara perdata adalah masalah

perjanjian angkutan udara dikarenakan terdapat hubungan erat antara satu masalah

dengan suatu masalah lainnnya, yang sejak permulaan pertumbuhan hukum udara

mendapatkan perhatian yang besar dari para ahli hukum udara, yaitu masalah

25

R. Soekardono, Hukum Dagang Indonesia, (Jakarta: Rajawali, 1981), hal.. 5

26

HMN Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Hukum

Pengangkutan, (Jakarta: Djambatan, 1995), hal. 2

27

Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2008), hal.12

28

(3)

tanggung jawab pengangkut udara.29 Dalam arti yang sempit perjanjian angkutan udara adalah ‘suatu perjanjian antara seorang pengangkut udara dengan pihak

penumpang atau pihak pengirim barang untuk mengangkut penumpang atau

barang dengan pesawat udara, dengan imbalan bayaran atau prestasi lain.” Dalam

arti yang lebih luas “suatu perjanjian angkutan udara dapat merupakan sebagian

dari suatu perjanjian pemberian jasa dengan pesawat udara.”30

Abdulkadir Muhammad menyatakan bahwa “perjanjian pengangkutan

udara adalah persetujuan dengan mana pengangkut mengikatkan diri untuk

menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau penumpang dari suatu tempat

ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, dan pengirim atau penumpang

mengikatkan diri untuk membayar biaya pengangkutan.”31 R. Soekardono menyatakan bahwa “perjanjian pegangkutan udara adalah perjanjian timbal balik,

pada mana pihak pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan

pengangkutan barang dan/atau orang ke tempat tujuan tertentu, sedangkan pihak

lainnya (pengirim-penerima, pengirim atau penerima, penumpang), berkeharusan

untuk menunaikan pembayaran tertentu untuk pengangkutan tersebut.”32

Perjanjian pengangkutan udara adalah “perjanjian antara pengangkut dan

pihak penumpang dan/atau pengirim kargo untuk mengangkut penumpang

dan/atau kargo dengan pesawat udara, dengan imbalan bayaran atau dalam bentuk

29

E. Suherman, Aneka Masalah Hukum Kedirgantaraan, (Bandung: Mandar Maju, 2000), hal.36

30

Ibid., hal.48

31

Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, Op. Cit., hal.20

32

(4)

imbalan jasa yang lain.”33

1. Persetujuan dari instansi yang membina kegiatan pokoknya.

Sehingga dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa

hukum pengangkutan udara adalah keseluruhan peraturan yang mengatur segala

sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan pengangkutan udara.

Penerbangan militer dikategorikan sebagai angkutan udara bukan niaga.

Angkutan udara bukan niaga adalah angkutan udara yang digunakan untuk

melayani kepentingan sendiri yang dilakukan untuk mendukung kegiatan yang

usahapokoknya selain di bidang angkutan udara. Kegiatan angkutan udara bukan

niaga dilakukan setelah memperoleh izin dari menteri, dimana untuk mendapatkan

izin kegiatan angkutan udara bukan niaga yang diselenggarakan oleh pemerintah,

pemerintah daerah, badan usaha nasional, dan lembaga tertentu, paling sedikit

harus memiliki:

2. Akta pendirian badan usaha atau lembaga yang telah disahkan oleh menteri yang berwenang;

3. Nomor pokok wajib pajak.

4. Surat keterangan domisili tempat kegiatan yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang, dan

5. Rencana kegiatan angkutan udara.34

Selain itu untuk mendapatkan izin kegiatan angkutan udara bukan niaga

yang digunakan oleh orang perseorangan, paling sedikit harus memiliki:

1. Tanda bukti identitas diri yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang. 2. Nomor pokok wajib pajak.

3. Surat keterangan domisili tempat kegiatan yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang, dan

4. Rencana kegiatan angkutan udara.35

Terdapat juga kewajiban pemegang izin angkutan udara yang harus di

penuhi, yaitu sebagai berikut:

33

Pasal 1 Angka 29 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan

34

Pasal 115 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan

35

(5)

1. Melakukan kegiatan angkutan udara secara nyata paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak izin diterbitkan dengan mengoperasikan minimal jumlah pesawat udara yang dimiliki dan dikuasai sesuai dengan lingkup usaha atau kegiatannya.

2. Memiliki dan menguasai pesawat udara dengan jumlah tertentu.

3. Mematuhi ketentuan wajib angkut, penerbangan sipil, dan ketentuan lain sesuai dengan peraturan perundang–undangan.

4. Menutup asuransi tanggung jawab pengangkut dengan nilai pertanggungan sebesar santunan penumpang angkutan udara niaga yang dibuktikan dengan perjanjian penutupan asuransi.

5. Melayani calon penumpang secara adil tanpa diskriminasi atas dasar suku, agama, ras, antar golongan, serta strata ekonomi dan sosial.

6. Menyerahkan laporan kegiatan angkutan udara, termasuk keterlambatan dan pembatalan penerbangan, setiap bulan paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya kepada menteri.

7. Menyerahkan laporan kinerja keuangan yang telah diaudit oleh kantor akuntan publik terdaftar yang sekurang-kurangnya memuat neraca, laporan rugi laba, arus kas, dan rincian biaya, setiap tahun paling lambat akhir bulan april tahun berikutnya kepada menteri.

8. Melaporkan apabila terjadi perubahan penanggung jawab atau pemilik badan usaha angkutan udara niaga, domisili badan usaha angkutan udara niaga dan pemilikan pesawat udara kepada menteri.

9. Memenuhi standar pelayanan yang ditetapkan.36

Penyelenggara pengangkutan udara pada umumnya merupakan badan

hukum yang dalam kenyataannya melakukan tindakan dalam rangka usaha

pengangkutan udara adalah pegawai-pegawainya. Disamping itu terdapat juga

orang-orang yang meskipun tidak terikat oleh suatu perjanjian khusus, yaitu

perjanjian keagenan. Angkutan udara adalah setiap kegiatan dengan menggunakan

pesawat udara untuk mengangkut penumpang, kargo, dan/atau pos untuk satu

perjalanan atau lebih dari satu bandar udara ke bandar udara yang lain atau

beberapa bandar udara. Sementara pengertian dari tanggung jawab pengangkut

adalah kewajiban perusahaan angkutan udara untuk mengganti kerugian yang

diderita oleh penumpang dan/atau pengirim barang serta pihak ketiga.

36

(6)

Terdapat hal penting yang harus diterapkan sebelum menentukan siapa

yang bertanggung jawab, dimana hal yang perlu diketahui tersebut adalah

prinsip-prinsip tanggung jawab. Prinsip tanggung jawab dalam bidang hukum

pengangkutan ada tiga macam yaitu, prinsip tanggung jawab atas dasar kesalahan

(liability based on fault principle), prinsip tanggung jawab atas dasar praduga

(rebuttable presumption of liability principle), dan prinsip tanggung jawab mutlak

(absolute liability principle). Dalam membedakan ketiga prinsip tanggung jawab

tersebut, dapat dilakukan melalui pihak mana yang harus membuktikan dan hal

apa yang harus dibuktikan ketika terjadi sengketa.37

37

Toto Tohir Suriaatmadja, Masalah Dan Aspek Hukum Dalam Pengangkutan Udara Nasional, (Bandung: Mandar Maju, 2006), hal.27

Tanggung jawab pelaku usaha yang dalam hal ini adalah maskapai

penerbangan dapat dilihat saat sebelum dilaksanakannya penerbangan (pre flight),

pada saat dilaksanakannya penerbangan (in flight) dan setelah dilaksanakannya

penerbangan (post flight). Maskapai penerbangan dalam melaksanakan perjanjian

pengangkutan harus bertanggung jawab dengan memperhatikan segala aspek

keamanan penerbangan yang dimulai sebelum dilaksanakannya penerbangan (pre

flight), pada saat dilaksanakannya penerbangan (in flight) dan setelah

dilaksanakannya penerbangan (post flight).

Tanggung jawab setelah penerbangan dilaksanakan bagi setiap

penerbangan nasional maupun internasional juga dapat dilihat dari pasal-pasal

dalam undang-undang penerbangan yang mengatur tentang tanggung jawab

(7)

1. Tanggung jawab terhadap kerugian penumpang apabila meninggal dunia, cacat tetap atau luka-luka akibat kejadian pengangkutan udara di dalam pesawat dan/atau naik turun pesawat udara.38

2. Tanggung jawab terhadap kerugian penumpang, karena bagasi tercatat hilang, musnah atau rusak.39

3. Tanggung jawab terhadap pengirim kargo, karena kargo yang dikirim hilang, musnah atau rusak.40

4. Tanggung jawab terhadap kerugian karena keterlambatan mengirim penumpang dan bagasi.41

5. Pengangkut tidak bertanggungjawab terhadap kerugian bagasi kabin, kecuali apabila penumpang dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh tindakan pengangkut atau orang yang dipekerjakannya.42

2. Persyaratan Operasi Dan Aturan Bagi Penumpang Dalam Hukum Penerbangan

1) Persyaratan Operasi Sebelum Penerbangan (Pre Flight Service)

Tanggung jawab maskapai penerbangan dimulai sebelum dilaksanakannya

penerbangan, dimana maskapai penerbangan mempunyai tanggung jawab berupa

standar pelayanan sebelum penerbangan (pre flight service) yang terdiri

unsur-unsur sebagai berikut:

1. Reservasi tiket, dimana standar pelayanan reservasi tiket antara lain media

reservasi, prosedur perubahan tiket, prosedur pembatalan tiket dan jangka

waktu pengembalian uang tiket (refund), masa berlaku tiket, dan batas waktu

pembayaran tiket (time limit).43

2. Ticketing, dimana standar pelayanan ticketing sekurang-kurangnya meliputi

pembayaran tiket, dan penerbitan tiket. Kejelasan informasi tiket merupakan

38

Pasal 141 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan

39

Pasal 144 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan

40

Pasal 145 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan

41

Pasal 146 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan

42

Pasal 143 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan

43

(8)

informasi tertulis di dalam tiket penumpang (berlaku bagi tiket konvensional

maupun elektronik tiket) yang paling sedikit memuat nomor, tempat dan

tanggal penerbitan, nama pengangkut, nama penumpang, tempat tanggal dan

waktu pemberangkatan di bandar udara asal, tempat tanggal dan waktu

kedatangan di bandar udara tujuan, nomor penerbangan, tempat pendaratan

yang direncanakan antara tempat pemberangkatan dan tempat tujuan. Syarat

dan ketentuan umum perjanjian pengangkutan paling sedikit terdiri dari:

a. Ketentuan batas waktu check-in.

b. Ketentuan bagasi kabin dan tercatat.

c. Ketentuan bahwa tiket penumpang hanya dapat digunakan oleh orang yang

namanya tertera pada tiket dan tidak dapat dipergunakan oleh orang lain.

Pengangkut wajib menolak pengangkutan penumpang apabila nama

penumpang yang tertera pada tiket tidak sesuai dengan kartu identitas.

d. Ketentuan-ketentuan lain yang diberlakukan dalam perjanjian

pengangkutan tersedia di website (dengan menyebutkan alamat lengkap

website badan usaha angkutan udara niaga berjadwal yang bersangkutan).

e. Penumpang wajib melaporkan barang berharga atau yang dianggap

berharga yang dimuat dalam bagasi tercatat, kepada petugas check-in.44 3. Informasi penerbangan yang disediakan melalui media publikasi yang

meliputi informasi mengenai kelompok pelayanan yang diterapkan oleh

badan usaha angkutan udara niaga berjadwal yang bersangkutan, rute dan

jadwal penerbangan, tarif yang berlaku pada masing-masing rute, cara

44

(9)

reservasi tiket, cara pembayaran tiket, penerbitan tiket, dan syarat ketentuan

yang diberlakukan oleh badan usaha angkutan udara niaga berjadwal.45

4. Check-in, standar pelayanan check-in meliputi adanya petugas check-in,

ketersediaan pelayanan check-in, batas waktu buka check-in counter, batas

waktu tutup check-in counter, kesesuaian tanda pengenal, boarding

passpesawat, ketentuan bagasi tercatat, ketentuan bagasi kabin, batas waktu

lamanya antrian check-in, dan batas waktu lamanya proses pelayanan

check-in.46Sikap petugas check-in dalam melayani penumpang diantaranya ramah

dan cepat tanggap (responsif), dan memberikan prioritas check-in terlebih

dahulu kepada penumpang yang telah berada dalam antrlan check-in, dan

dengan kondisi 15 (lima belas) menit sebelum waktu tutup check-in

counter.47

5. Proses menuju ke ruang tunggu, yang mana standarnya meliputi ketersediaan

informasi menuju ke ruang tunggu, ketersediaan fasilitas ruang tunggu

eksekutif sesuai dengan kelompok pelayanan, ketersediaan informasi menuju

ke ruang tunggu atau papan petunjuk yang diatur oleh penyelenggara bandar

udara, dan tersedianya petugas yang membantu mengarahkan penumpang.48 6. Boarding, standar pelayanan boarding meliputi pelayanan petugas boarding,

penutupan batas waktu naik pesawat udara (boarding), dan proses menuju ke

45

Pasal 5 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 49 Tahun 2012 Tentang Standar Pelayanan Penumpang Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri

46

Pasal 13 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 49 Tahun 2012 Tentang Standar Pelayanan Penumpang Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri

47

Pasal 14 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 49 Tahun 2012 Tentang Standar Pelayanan Penumpang Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri

48

(10)

pesawat. Pelayanan petugas boarding meliputi penyampaian informasi dan

ketersediaan petugas, diantaranya tersedianya petugas yang ditempatkan oleh

badan usaha angkutan udara niaga berjadwal yang menyampaikan informasi

kepada penumpang pada saat boarding dan melakukan pemeriksaanboarding

pass masuk pesawat serta kesesuaian tanda pengenal penumpang.Tersedianya

petugas yang ditempatkan oleh badan usaha angkutan udara niaga berjadwal

yang mengarahkan penumpang dari ruang tunggu sampai dengan naik ke

pesawat.

7. Standar pelayanan penanganan keterlambatan, pembatalan penerbangan dan

denied boarding passenger meliputi informasi kepada penumpang apabila

terjadi keterlambatan dan pembatalan penerbangan, pelayanan petugas pada

saat terjadinya keterlambatan, pembatalan penerbangan dan denied boarding

passenger, serta mekanisme pemberian kompensasi dan mekanisme

pemberian ganti kerugian.49

a. Alasan keterlambatan penerbangan yang disampaikan kepada penumpang secara langsung melalui telepon atau pesan layanan singkat, atau melalui media pengumuman, selambat-lambatnya 45 (empat puluh lima) menit sebelum jadwal keberangkatan atau sejak pertama kali diketahui adanya keterlambatan.

Informasi kepada penumpang apabila terjadi

keterlambatan, pembatalan penerbangan dan denied boarding passenger yaitu

penyampaian informasi yang benar dan jelas, antara lain:

b. Pembatalan penerbangan yang disampaikan kepada penumpang secara langsung melalui telepon atau pesan layanan singkat, atau melalui media pengumuman, paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum pelaksanaan penerbangan.

49

(11)

c. Dalam hal keterlambatan atau pembatalan penerbangan yang disebabkan oleh factor cuaca, informasi dapat disampaikan kepada penumpang sejak diketahui adanya gangguan cuaca.

d. Perubahan jadwal penerbangan (reschedule) yang disampaikan kepada penumpang secara langsung melalui telepon atau pesan layanan singkat, atau melalui media pengumuman, paling lambat 24 (dua puluh empat) jam sebelum pelaksanaan penerbangan.50

8. Mekanisme pemberian kompensasi merupakan pemberian kompensasi

kepada penumpang sesuai peraturan perundangan yang berlaku pada saat

tetjadi keterlambatan sampai dengan 4 (empat) jam, dengan ketentuan sebagai

berikut:

a. Keterlambatan lebih dari 60 (enam puluh) menit sampai dengan 120 (seratus dua puluh) menit, badan usaha angkutan udara niaga berjadwal wajib memberikan minuman dan makanan ringan (snack box).

b. Keterlambatan lebih dari 120 (seratus dua puluh) menit sampai dengan 180 (seratus delapan puluh) menit, badan usaha angkutan udara niaga berjadwal wajib memberikan minuman, makanan ringan (snack box), makanan berat (heavy meat) dan memindahkan penumpang ke penerbangan berikutnya, atau ke badan usaha angkutan udara lainnya, apabila diminta oleh penumpang.

c. Keterlambatan lebih dari 180 (seratus delapan puluh) menit sampai dengan 240 (dua ratus empat puluh) menit, badan usaha angkutan udara niaga berjadwal wajib memberikan minuman, makanan ringan (snack box), makanan berat (heavy meat) dan apabila penumpang tersebut tidak dapat dipindahkan ke penerbangan berikutnya atau ke badan usaha angkutan udara niaga betjadwal lainnya, maka kepada penumpang tersebut wajib diberikan fasilitas akomodasi untuk dapat diangkut pada penerbangan hari berikutnya.51

9. Mekanisme pemberian ganti kerugian kepada penumpang memiliki ketentuan

sebagai berikut:

a. Pemberian ganti rugi sebesar Rp. 300.000 (tiga ratus ribu rupiah) dalam hal terjadi keterlambatan lebih dari 4 (empat) jam dapat berupa uang tunai, voucher yang dapat diuangkan, atau melalui transfer rekening, selambat-lambatnya 3 x 24 jam.

50

Pasal 32 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 49 Tahun 2012 Tentang Standar Pelayanan Penumpang Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri

51

(12)

b. Apabila terjadi pembatalan penerbangan, badan usaha angkutan udara niaga berjadwal wajib mengembalikan seluruh biaya tiket kepada penumpang secara tunai atau melalui transfer ke rekening kartu kredit apabila tiket dibeli melalui transaksi non tunai. Untuk tunai dibayarkan pada saat tetjadinya pembatalan, sedangkan untuk transaksi non tunai selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari.

c. Apabila terjadi perubahan jadwal penerbangan (retiming atau rescheduling) dan penumpang tidak dapat dipindahkan ke penerbangan berikutnya atau ke penerbangan badan usaha angkutan udara niaga berjadwal lainnya, maka badan usaha angkutan udara niaga berjadwal wajib memberikan fasilitas akomodasi untuk dapat diangkut pada penerbangan hari berikutnya.

d. Apabila sejak diketahui adanya keterlambatan penerbangan atau perubahan jadwal penerbangan, penumpang menolak untuk diterbangkan dan menolak segala bentuk kompensasi dan ganti kerugian, maka badan usaha angkutan udara niaga berjadwal wajib mengembalikan seluruh biaya tiket kepada penumpang secara tunai atau melalui transfer ke rekening kartu kredit apabila tiket dibeli melalui transaksi non tunai. Untuk tunai dibayarkan pada saat terjadinya pembatalan, sedangkan untuk transaksi non tunai selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kalender.52

Tanggung jawab sebelum penerbangan bagi setiap maskapai penerbangan

nasional maupun internasional dapat dilihat dengan dilengkapinya dokumen

angkutan penumpang, bagasi, dan kargo, dimana dokumen angkutan udara terdiri

atas tiket penumpang pesawat udara, boarding passmasuk pesawat udara, tanda

pengenal bagasi (baggage identification or claim tag), dan surat muatan udara

(airway bill).53

1. Nomor, tempat, dan tanggal penerbitan.

Pengangkut wajib menyerahkan tiket kepada penumpang

perseorangan atau penumpang kolektif, dimana tiket penumpang tersebut paling

sedikit memuat:

2. Nama penumpang dan nama pengangkut.

3. Tempat, tanggal, waktu pemberangkatan, dan tujuan pendaratan. 4. Nomor penerbangan.

5. Tempat pendaratan yang direncanakan antara tempat pemberangkatan dan tempat tujuan, apabila ada.

52

Pasal 35 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 49 Tahun 2012 Tentang Standar Pelayanan Penumpang Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri

53

(13)

6. Pernyataan bahwa pengangkut tunduk pada ketentuan dalam undang-undang ini.

Pihak yang berhak menggunakan tiket penumpang adalah orang yang

namanya tercantum dalam tiket yang dibuktikan dengan dokumen identitas diri

yang sah. Dalam hal tiket tidak diisi keterangan-keterangan atau tidak diberikan

oleh pengangkut, pengangkut tidak berhak menggunakan ketentuan dalam

undang-undang ini untuk membatasi tanggung jawabnya. Pengangkut juga harus

menyerahkan boarding passpesawat udara kepada penumpang, dimana boarding

passpesawat udara paling sedikit memuat:54 1. Nama penumpang.

2. Rute penerbangan. 3. Nomor penerbangan.

4. Tanggal dan jam keberangkatan. 5. Nomor tempat duduk.

6. Pintu masuk ke ruang tunggu menuju pesawat udara (boarding gate). 7. Waktu masuk pesawat udara (boarding time).

Pengangkut juga wajib menyerahkan tanda pengenal bagasi kepada

penumpang, dimana tanda pengenal bagasi paling sedikit memuat:

1. Nomor tanda pengenal bagasi.

2. Kode tempat keberangkatan dan tempat tujuan. 3. Berat bagasi.

Terdapat tanggung jawab sebelum penerbangan bagi setiap maskapai

penerbangan nasional maupun internasional, dimana badan usaha angkutan udara

niaga nasional dan perusahaan angkutan udara asing yang melakukan kegiatan

angkutan udara ke dan dari wilayah dalam negeri wajib menyerahkan data

penumpang pra kedatangan atau keberangkatan (pre arrival or pre departure

passengers information). Data penumpang tersebut diserahkan sebelum

54

(14)

kedatangan atau keberangkatan pesawat udara kepada petugas yang berwenang di

bandar udara kedatangan atau keberangkatan di dalam negeri. Data penumpang

tersebut paling sedikit memuat keterangan:

1. Nama lengkap penumpang sesuai dengan paspor. 2. Jenis kelamin.

3. Kewarganegaraan. 4. Nomor paspor. 5. Tanggal lahir.

6. Asal dan tujuan akhir penerbangan. 7. Nomor kursi

8. Nomor bagasi.55

Selain itu pengangkut dalam hal ini juga bertanggungjawab terhadap

pengangkutan untuk penyandang cacat, lanjut usia, anak–anak, dan/atau orang

sakit. Penyandang cacat, lanjut usia, anak-anak di bawah usia 12 (dua belas)

tahun, dan/atau orang sakit berhak memperoleh pelayanan berupa perlakuan dan

fasilitas khusus dari badan usaha angkutan udara niaga. Pelayanan berupa

perlakuan dan fasilitas khusus tersebut paling sedikit meliputi:

1. Pemberian prioritas tambahan tempat duduk.

2. Penyediaan fasilitas kemudahan untuk naik ke dan turun dari pesawat udara.

3. Penyediaan fasilitas untuk penyandang cacat selama berada di pesawat udara.

4. Sarana bantu bagi orang sakit.

5. Penyediaan fasilitas untuk anak-anak selama berada di pesawat udara. 6. Tersedianya personel yang dapat berkomunikasi dengan penyandang cacat,

lanjut usia, anak-anak, dan/atau orang sakit.

7. Tersedianya buku petunjuk tentang keselamatan dan keamanan penerbangan bagi penumpang pesawat udara dan sarana lain yang dapat dimengerti oleh penyandang cacat, lanjut usia, dan orang sakit, dimana pemberian perlakuan dan fasilitas khusus ini tidak dipungut biaya tambahan.56

55

Pasal 121 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan

56

(15)

Setelah semua syarat dan prosedur keamanan dan keselamatan

penerbangan diperiksa dan dilaksanakan, maka selanjutnya maskapai penerbangan

wajib mengangkut penumpang dan barang ke tempat tujuan. Badan usaha

angkutan udara niaga wajib mengangkut orang dan/atau kargo, dan pos setelah

disepakatinya perjanjian pengangkutan. Badan usaha angkutan udara niaga wajib

memberikan pelayanan yang layak terhadap setiap pengguna jasa angkutan udara

sesuai dengan perjanjian pengangkutan yang disepakati, dimana perjanjian

pengangkutan tersebut dapat dibuktikan dengan tiket penumpang dan dokumen

muatan.57

2) Persyaratan Operasi Saat Penerbangan (In Flight Service)

Tanggung jawab maskapai penerbangan pada saat dilaksanakannya

penerbangan, dimana maskapai penerbangan mempunyai tanggung jawab berupa

standar pelayanan saat penerbangan dilaksanakan (in flight service) yang terdiri

dari fasilitas dalam pesawat, dan awak kabin. Fasilitas dalam pesawat meliputi:

1. Bagasi tercatat merupakan ketersediaan bagasi tercatat bagi seluruh kelompok pelayanan dengan ketentuan yaitu untuk kelompok full service paling banyak 20 kg (dua puluh kilogram) tanpa dikenakan biaya, kelompok medium service paling banyak 15 kg (lima belas kilogram) tanpa dikenakan biaya, dan kelompok no frills akan dikenakan biaya.

2. Lavatory (toilet), dimana kondisi toilet yang bersih dan berfungsi dengan baik, dan tersedianya perlengkapan toilet (air, tissue, sabun cair).

3. Media hiburan, majalah atau surat kabar merupakan ketersediaan dan berfungsinya media hiburan dan majalah atau surat kabar sesuai dengan kelompok pelayanannya sebagai berikut:

a. Kelompok full service harus tersedia fasilitas media hiburan, majalah, atau surat kabar yang disesuaikan dengan fasilitas yang tersedia di pesawat;

57

(16)

b. Kelompok medium service harus tersedia fasilitas majalah atau surat kabar.

c. Kelompok no frills, tidak wajib disediakan fasilitas media hiburan, majalah atau surat kabar.

4. Standar makanan dan minuman adalah ketersediaan makanan dan minuman yang ada di pesawat sesuai dengan kelompok pelayanan sebagai berikut: a. Kelompok full service harus tersedia makanan dan minuman tanpa biaya

tambahan, dengan ketentuan untuk penerbangan sampai dengan 90 (sembilan puluh) menit, tersedia minuman dan makanan ringan (snack box), dan untuk penerbangan lebih dari 90 (sembilan puluh) menit, tersedia minuman dan makanan berat (heavy meat).

b. Kelompok medium service harus tersedia makanan ringan (snack box) dan minuman mineral tanpa biaya tambahan.

c. Kelompok no frills, tersedianya makanan dan minuman dengan biaya tambahan.

5. Interior dan fasilitas meliputi ketersediaan lampu baca, bel pramugari, ventilasi udara dingin, first aid kits dan oxygen mask, serta buku doa.

6. Informasi petunjuk keselamatan dan keamanan penerbangan, meliputi tersedianya informasi dan buku petunjuk keselamatan dan keamanan penerbangan, dan bagi pesawat udara yang memiliki televisi, wajib memperagakan secara audio visual tentang petunjuk keselamatan dan keamanan penerbangan.58

Selanjutnya selama dalam penerbangan, awak kabin wajib memiliki

kemampuan komunikasi dan jelas dalam menyampaikan informasi selama

penerbangan, tanggap, terampil, ramah, rapi dan sopan. Tanggung jawab saat

penerbangan dilaksanakan bagi setiap maskapai penerbangan nasional maupun

internasional dapat dilihat dengan di asuransikannya penumpang dan barang

bawaannya.Pengangkut wajib mengasuransikan tanggung jawabnya terhadap

penumpang dan kargo yang diangkut. Besarnya pertanggungan asuransi

sekurang-kurangnya harus sama dengan jumlah ganti kerugian yang ditentukan dalam Pasal

165, Pasal 168, Pasal 170 UUP.59

58

Pasal 37 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 49 Tahun 2012 Tentang Standar Pelayanan Penumpang Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri

59

(17)

Selain itu selama dalam penerbangan pengangkut juga untuk

menempatkan penumpang yang mampu melakukan tindakan darurat pada pintu

dan jendela darurat pesawat udara.60 Yang dimaksud dengan “selama terbang” adalah sejak saat semua pintu luar pesawat udara ditutup setelah naiknya

penumpang (embarkasi) sampai saat pintu dibuka untuk penurunan penumpang

(debarkasi) di bandar udara tujuan. Kewenangan kapten penerbang dalam

ketentuan ini juga pada saat pendaratan darurat sampai dengan kewenangan

tersebut diambil alih pejabat yang berwenang atau pejabat yang ditunjuk dalam

penanganan darurat. Kewenangan yang diatur dalam undang-undang ini untuk

memberikan landasan hukum bagi tindakan yang diambil oleh kapten penerbang

dalam rangka keamanan dan keselamatan penerbangan.61

1. Angin atas (upper winds) dan suhu udara atas (upper air temperature). Pengangkut dalam lain

hal juga harus bertanggungjawab memperhatikan informasi cuaca saat

dilaksanakannya penerbangan. Yang dimaksud dengan informasi cuaca, antara

lain, meliputi:

2. Fenomena cuaca yang signifikan pada jalur jelajah (forecast of significant en-route weather phenomena).

3. Laporan meteorologi bandar udara (aerodrome meteorological report). 4. Prakiraan cuaca bandar udara (aerodrome forecast).

5. Prakiraan cuaca untuk lepas landas (forecast for take off). 6. Prakiraan cuaca untuk pendaratan (landing forecast).

7. Informasi cuaca yang signifikan (significant information meteorology). 8. Informasi cuaca pada lapisan rendah (airmet).

9. Ringkasan iklim bandar udara (aerodrome climatological summary).

3) Persyaratan Operasi Setelah Penerbangan (Post Flight Service)

60

Pasal 56 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan

61

(18)

Terdapat juga tanggung jawab maskapai penerbangan setelah

dilaksanakannya penerbangan, dimana maskapai penerbangan mempunyai

tanggung jawab berupa standar pelayanan setelah penerbangan dilaksanakan (post

flight service) yang terdiri dari proses turun pesawat, transit atau transfer,

pengambilan bagasi tercatat, dan penanganan keluhan pelanggan.

1. Proses turun pesawat meliputi ketersediaan informasi, ketersediaan

fasilitas, dan ketersediaan petugas. Ketersediaan informasi meliputi adanya

informasi atau petunjuk yang mengarahkan penumpang menuju ke

terminal kedatangan bandar udara tujuan. Ketersediaan fasilitas yaitu

adanya fasilitas yang memberikan kemudahan bagi penumpang turun

pesawat menuju ke terminal kedatangan berupa tersedianya kendaraan

bermotor roda empat atau lebih apabila parking pesawat berada di remote

parking area dan atau jarak antara terminal kedatangan dan parking

pesawat lebih dari 200 (dua ratus) meter dengan kondisi tempat atau ruang

terbuka dan tidak tersedia akses jalan koridor atau penggunaan garbarata

apabila tersedia slot untuk menggunakan garbarata sesuai tipe pesawat

yang digunakan. Ketersediaan petugas yaitu adanya petugas yang ditunjuk

oleh badan usaha angkutan udara niaga berjadwal yang mengarahkan

penumpang menuju ke terminal kedatangan.62

2. Fasilitas transit atau transfer yang meliputi informasi dan fasilitas pada

saat menuju ke transit atau transfer counter, dan pelayanan petugas di

transit atau transfer counter. Informasi dan fasilitas pada saat menuju ke

62

(19)

transit atau transfer counter antara lain tersedianya informasi proses

transit atau transfer melalui flight information display system atau papan

petunjuk yang disediakan oleh badan usaha angkutan udara niaga

berjadwal bagi penumpang menuju ke transit atau transfer counter.

Pelayanan petugas di transit atau transfer counter meliputi tersedianya

petugas yang ditempatkan oleh badan usaha angkutan udara niaga

beIjadwal di transit atau transfer counter untuk melayani dan

mengarahkan penumpang menuju ke transit atau transfer counter, dan

kejelasan penyampaian informasi transit atau transfer penerbangan oleh

petugas yang ditempatkan oleh badan usaha angkutan udara niaga

berjadwal kepada penumpang.63

3. Pengambilan bagasi tercatat meliputi informasi dan pelayanan petugas,

dan mekanisme pemberian ganti kerugian. Informasi dan pelayanan

petugas meliputi adanya informasi yang benar dan jelas mengenai lokasi

pengambilan bagasi tercatat di terminal kedatangan bandar udara tujuan,

serta tersedianya petugas yang ditempatkan oleh badan usaha angkutan

udara niaga berjadwal yang melakukan pengecekan kesesuaian label

bagasi tercatat dengan barang bagasi tercatat. Mekanisme pemberian ganti

kerugian diantaranya ketersediaan petugas yang menangani pemberian

ganti kerugian sebagai tanggung jawab pengangkut terhadap kehilangan,

kerusakan atau keterlambatan bagasi, sesuai ketentuan yang berlaku,

63

(20)

dengan mekanisme waktu penanganan selambat-lambatnya 14 (empat

belas) hari kalender sejak penumpang mengajukan keluhan.64

4. Penanganan keluhan penumpang meliputi adanya informasi prosedur atau

mekanisme yang jelas untuk penyampaian keluhan penumpang beserta

batas waktu tindak lanjut yang selambat-lambatnya dalam waktu 14

(empat belas) hari kalender, dan informasi ganti kerugian sesuai ketentuan

yang berlaku, tersedianya fasilitas layanan keluhan penumpang yang

disediakan oleh badan usaha angkutan udara niaga berjadwal, antara lain

berupa telepon, kotak saran, e-mail, dan sarana lainnya, dan tersedianya

counter dan petugas yang ditempatkan oleh badan usaha angkutan udara

niaga berjadwal yang menangani keluhan penumpang, di setiap bandar

udara yang dilayani.65

E. Hak Dan Kewajiban Penyedia Jasa Dalam Melaksanakan Kegiatan Pengangkutan Udara Bagi Warga Sipil

Hak adalah kekuasaan seseorang untuk melakukan sesuatu untuk

melakukan sesuatu yang telah ditentukan oleh undang-undang. Dalam ketentuan

undang-undang hak dari penyedia jasa dalam melaksanakan kegiatan

pengangkutan udara bagi warga sipil adalah sebagai berikut:

1. Penyedia jasa berhak menerima pembayaran atas pemesanan tiket pesawat udara berdasarkan kelas tarif yang di pilih oleh penumpang pesawat udara. 2. Penyedia jasa berhak menerima data atau informasi identitas calon

penumpang pesawat udara dengan benar.

64

Pasal 55 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 49 Tahun 2012 Tentang Standar Pelayanan Penumpang Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri

65

(21)

3. Penyedia jasa berhak melakukan pemeriksaan calon penumpang sebelum naik ke pesawat udara, yang mana hal ini adalah prosedur keamanan dan keselamatan penerbangan.

4. Penyedia jasa berhak melakukan penyelenggaraan pengangkutan udara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penerbangan.66

Kewajiban merupakan hal yang harus dikerjakan atau dilaksanankan. Jika

tidak dilaksanankan dapat mendatangkan sanksi bagi yang melanggarnya.

Sedangkan hak adalah kekuasaan untuk melakukan sesuatu. Namun, kekuasaan

tersebut dibatasi oleh undang-undang. Pembatasan ini harus dilakukan agar

pelaksanaan hak seseorang tidak sampai melanggar hak orang lain. Jadi

pelaksanaan hak dan kewajiban haruslah seimbang. Terdapat juga kewajiban

pemegang izin angkutan udara yang harus di penuhi, yaitu sebagai berikut:

1. Melakukan kegiatan angkutan udara secara nyata paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak izin diterbitkan dengan mengoperasikan minimal jumlah pesawat udara yang dimiliki dan dikuasai sesuai dengan lingkup usaha atau kegiatannya.

2. Memiliki dan menguasai pesawat udara dengan jumlah tertentu.

3. Mematuhi ketentuan wajib angkut, penerbangan sipil, dan ketentuan lain sesuai dengan peraturan perundang–undangan.

4. Menutup asuransi tanggung jawab pengangkut dengan nilai pertanggungan sebesar santunan penumpang angkutan udara niaga yang dibuktikan dengan perjanjian penutupan asuransi.

5. Melayani calon penumpang secara adil tanpa diskriminasi atas dasar suku, agama, ras, antar golongan, serta strata ekonomi dan sosial.

6. Menyerahkan laporan kegiatan angkutan udara, termasuk keterlambatan dan pembatalan penerbangan, setiap bulan paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya kepada menteri.

7. Menyerahkan laporan kinerja keuangan yang telah diaudit oleh kantor akuntan publik terdaftar yang sekurang-kurangnya memuat neraca, laporan rugi laba, arus kas, dan rincian biaya, setiap tahun paling lambat akhir bulan april tahun berikutnya kepada menteri.

8. Melaporkan apabila terjadi perubahan penanggung jawab atau pemilik badan usaha angkutan udara niaga, domisili badan usaha angkutan udara niaga dan pemilikan pesawat udara kepada menteri.

66

(22)

9. Memenuhi standar pelayanan yang ditetapkan.67

Penyelenggara penerbangan berkewajiban melakukan ganti rugi dalam hal

terjadinya perbuatan melawan hukum berupa pelanggaran izin, yang bisa saja

berakibat terjadinya kecelakaan penerbangan. Selain itu akibat hukum yang

diterima oleh peneyelenggara penerbangan terkait pelanggaran izin adalah

pengenaan sanksi administratif berupa pembekuan sampai pencabutan izin,

bahkan bisa juga dikenakan sanksi perdata berupa mengganti kerugian yang

diderita penumpang maupun sanksi pidana berupa penjara dan denda.

F. Aturan-Aturan Hukum Pengangkutan Udara Bagi Warga Sipil Dengan Menggunakan Penerbangan Sipil

1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan

Pemerintah mempunyai peran yang penting dalam mewujudkan

perlindungan penumpang dan barang dengan mewajibkan seluruh penerbangan

untuk memberikan informasi kepada para penumpang mengenai penerbangan

yang akan dilaksanakan. Peran pemerintah dalam menyikapi pelanggaran hak

perlindungan konsumen adalah dengan melalukukan pembinaan sesuai dengan

Pasal 10 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan,

diantaranya penerbangan dikuasai oleh negara dan pembinaannya dilakukan oleh

pemerintah. Pembinaan penerbangan sebagaimana dimaksud meliputi aspek

pengaturan, pengendalian, dan pengawasan. Pengaturan sebagaimana dimaksud

meliputi penetapan kebijakan umum dan teknis yang terdiri atas penentuan norma,

67

(23)

standar, pedoman, kriteria, perencanaan, dan prosedur termasuk persyaratan

keselamatan dan keamanan penerbangan serta perizinan.

2. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1995 Tentang Angkutan Udara

Peraturan pemerintah ini merupakan peraturan pelaksanaan dari

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 Tentang Penerbangan yang dimaksudkan untuk

meningkatkan pembinaan dan penyelenggaraan angkutan udara sesuai dengan

perkembangan kehidupan rakyat dan bangsa, serta tuntutan perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi. Sebagai salah satu komponen sistem transportasi

nasional, pada hakekatnya angkutan udara mempunyai peranan yang penting

dalam menyediakan jasa pelayanan angkutan di dalam negeri maupun di luar

negeri, dan dalam rangka menghubungkan daerah-daerah yang sulit dijangkau

dengan moda angkutan lain secara cepat dan efisien untuk jarak tertentu atau yang

dikenal dengan angkutan udara perintis.

Dalam kedudukan dan peranan yang demikian sudah selayaknya

pemerintah memberikan bimbingan dan pembinaan sehingga angkutan udara

dapat diselenggarakan secara selamat, aman, cepat, lancar, tertib, teratur, nyaman

dan efisien dengan biaya yang wajar serta terjangkau oleh daya beli masyarakat,

dan mampu berperan dalam rangka menunjang dan mendukung sektor-sektor

pembangunan lainnya. Kegiatan angkutan udara sipil meliputi angkutan udara

niaga dan angkutan udara bukan niaga, dalam peraturan pemerintah ini ditegaskan

kembali bahwa kegiatan angkutan udara sipil hanya dilakukan oleh pesawat udara

(24)

Pengoperasian pesawat udara sipil asing dari dan ke atau melalui wilayah

dalam negeri hanya dapat dilakukan berdasarkan perjanjian bilateral, multilateral

atau izin khusus pemerintah. Salah satu bentuk pembinaan yang dilakukan

pemerintah dalam kegiatan angkutan udara adalah pengaturan perizinan yang

dititik beratkan kepada jaminan keselamatan dan kualitas pelayanan angkutan

penumpang, kargo, dan pos untuk angkutan udara niaga dan aspek keselamatan

dalam pengoperasian untuk kegiatan angkutan udara bukan niaga serta upaya

untuk menumbuhkan iklim usaha yang sehat.

Bagi usaha angkutan udara niaga diwajibkan memiliki izin usaha angkutan

udara, sedangkan bagi angkutan bukan niaga, hanya diwajibkan memiliki izin

kegiatan angkutan udara, karena izin usaha yang bersangkutan melekat pada izin

usaha kegiatan pokoknya. Selanjutnya dalam upaya menunjang kegiatan angkutan

udara niaga diatur pula ketentuan mengenai kegiatan penunjang angkutan udara

niaga yang merupakan satu kesatuan mata rantai dengan kegiatan angkutan udara

yang antara satu sama lainnya saling terkait dan mendukung dalam rangka

mewujudkan kelancaran dan kelangsungan pelayanan jasa angkutan

udara.Demikian pula dalam rangka menjamin kelangsungan usaha di bidang

angkutan udara serta kemampuan masyarakat pengguna jasa angkutan udara,

dalam peraturan pemerintah ini diatur pulamengenai tarif penumpang yang

meliputi tarif pelayanan ekonomi dan non ekonomi serta tarif kargo.

3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2001 Tentang Keamanan Dan Keselamatan Penerbangan

Peraturan pemerintah ini mengatur tentang keamanan dan keselamatan

(25)

penerbangan sehingga penyelenggaraannya dikuasai oleh negara dan

pembinaannya dilakukan oleh pemerintah dalam satu kesatuan sistem pelayanan

keamanan dan keselamatan penerbangan sipil. Pembinaan yang dilakukan oleh

pemerintah meliputi aspek pengaturan, pengendalian dan pengawasan terhadap

kegiatan pembangunan, pendayagunaan, dan pengembangan sistem pelayanan

keamanan dan keselamatan

penerbangan, dalam upaya untuk mewujudkan penyelenggaraan penerbangan

yang selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan teratur serta terpadu dengan moda

transportasi lain.

Atas dasar hal tersebut di atas, maka dalam peraturan pemerintah ini diatur

ketentuan mengenai sistem keamanan dan keselamatan penerbangan, pelayanan

operasi pesawat udara, pengoperasian bandar udara, pengaturan mengenai ruang

udara, personil keamanan dan keselamatan penerbangan, pelayanan kesehatan

penerbangan, tata cara penanganan dan pemeriksaan penumpang, bagasi kargo

dan pos, pencarian dan pertolongan kecelakaan pesawat udara, penelitian

sebab-sebab kecelakaan pesawat udara, program pengamanan penerbangan sipil serta

tarif jasa pelayanan navigasi penerbangan.

Selain hal tersebut di atas, diatur pula keandalan operasional pesawat

udara yang pada dasarnya hanya dapat dipenuhi apabila persyaratan-persyaratan

yang menyangkut standar kelaikan udara, rancang bangun pesawat udara,

pembuatan pesawat udara, perawatan pesawat udara, pengoperasian pesawat

udara, standar kebisingan pesawat udara, penampungan sisa bahan bakar, dan

(26)

dipenuhi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal lain yang perlu

diatur, yang merupakan kelengkapan administrasi sekaligus persyaratan

operasional pesawat udara adalah pendaftaran pesawat udara dan tanda

kebangsaan pesawat udara.

4. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 77 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara

Peraturan menteri ini berkaitan dengan tanggung jawab pengangkut

terhadap penumpang yang meninggal, cacat atau luka-luka akibat kejadian

pengangkutan udara di dalam pesawat dan/atau naik turun pesawat udara adalah

dengan sejumlah ganti rugi yang merujuk kepada Peraturan Menteri Perhubungan

Nomor PM 77 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan

Udara. Pasal 2 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 77 Tahun 2011

Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara, menyatakan bahwa:

“Pengangkut yang mengoperasikan pesawat udara wajib bertanggung jawab atas kerugian terhadap penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap atau luka-luka, hilang atau rusaknya bagasi kabin, hilang musnah atau rusaknya bagasi tercatat, hilang musnah atau rusaknya kargo, keterlambatan angkutan udara, dan kerugian yang diderita oleh pihak ketiga.”68

68

Pasal 2 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 77 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara.

Pengangkut dapat dibebaskan dari tuntutan ganti kerugian terhadap

hilangnya barang berharga atau barang yang berharga milik penumpang yang

disimpan di dalam bagasi tercatat, kecuali pada saat pelaporan keberangkatan

(check-in),penumpang telah menyatakan dan menunjukkan bahwa di dalam bagasi

tercatat terdapat barang berharga atau barang yang berharga, dan pengangkut

(27)

Berkaitan dengan besaran ganti rugi, ada satu pasal yang memberikan

perlindungan terhadap penumpang yaitu Pasal 172 UUP. Pasal ini menegaskan

bahwa besaran ganti rugi dievaluasi paling sedikit satu kali dalam satu tahun oleh

menteri berdasarkan pada tingkat hidup yang layak masyarakat, kelangsungan

hidup badan usaha angkutan udara niaga, tingkat inflasi kumulatif, pendapatan per

kapita, dan perkiraan usia harapan hidup.69

5. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 49 Tahun 2012 Tentang Standar Pelayanan Penumpang Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri

Peraturan menteri ini mengatur tentang tanggung jawab maskapai

penerbangan dalam memberikan standar pelayanan terhadap penumpang kelas

ekonomi yang dimulai sebelum dilaksanakannya penerbangan, dimana maskapai

penerbangan mempunyai tanggung jawab berupa standar pelayanan sebelum

penerbangan (pre flight service), kemudian standar pelayanan saat penerbangan

dilaksanakan (in flight service) yang terdiri dari fasilitas dalam pesawat, dan awak

kabin70dan standar pelayanan setelah penerbangan dilaksanakan (post flight service) yang terdiri dari proses turun pesawat, transit atau transfer, pengambilan

bagasi tercatat, dan penanganan keluhan pelanggan.71

6. Peraturan Menteri Perhubungan PM 89 Tahun 2015 Tentang Penanganan Keterlambatan Penerbangan (Delay Management) Pada Badan Usaha Angkutan Udara Niaga Berjadwal Di Indonesia

Peraturan menteri ini mengatur tentang kompensasi tentang keterlambatan

(delay), yang mana perusahaan penerbangan niaga wajib memberikan kompensasi

69

Pasal 172 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan

70

Pasal 36 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 49 Tahun 2012 Tentang Standar Pelayanan Penumpang Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri

71

(28)

keterlambatan akibat penundaan kepada calon penumpang. Keterlambatan

penerbangan dalam peraturan ini dikelompokkan dalam 6 (enam) kategori

keterlambatan, yaitu:

1. Kategori 1, keterlambatan 30 menit s/d 60 menit. 2. Kategori 2, keterlambatan 61 menit s/d 120 menit. 3. Kategori 3, keterlambatan 121 menit s/d 180 menit. 4. Kategori 4, keterlambatan 181 menit s/d 240 menit. 5. Kategori 5, keterlambatan lebih dari 240 menit. 6. Kategori 6, pembatalan penerbangan.72

Keterlambatan penerbangan dihitung berdasarkan perbedaan waktu antara

waktu keberangkatan atau kedatangan yang dijadwalkan dengan realisasi waktu

keberangkatan atau kedatangan yaitu pada saat pesawat block off meninggalkan

tempat parkir pesawat (apron) atau pada saat pesawat block on dan parkir di

apron bandara tujuan.73

1. Keterlambatan kategori 1, kompensasi berupa minuman ringan.

Badan usaha angkutan udara wajib memberikan

kompensasi sesuai dengan kategori keterlambatan berupa:

2. Keterlambatan kategori 2, kompensasi berupa minuman dan makanan ringan (snack box).

3. Keterlambatan kategori 3, kompensasi berupa minuman dan makanan berat (heavy meat).

4. Keterlambatan kategori 4, kompensasi berupa minuman, makanan ringan (snack box), makanan berat (heavy meat).

5. Keterlambatan kategori 5, kompensasi berupa ganti rugi sebesar Rp. 300.000 (tiga ratus ribu rupiah).

6. Keterlambatan kategori 6, badan usaha angkutan udara wajib mengalihkan ke penerbangan berikutnya atau mengembalikan seluruh biaya tiket (refund ticket). Pemberian kompensasi harus dilakukan secara aktif oleh petugas setingkat general manager, station manager, staf lainnya atau

72

Pasal 3 Peraturan Menteri Perhubungan PM 89 Tahun 2015 Tentang Penanganan Keterlambatan Penerbangan (Delay Management) Pada Badan Usaha Angkutan Udara Niaga Berjadwal Di Indonesia

73

(29)

pihak yang ditunjuk yang bertindak untuk dan atas nama badan usaha angkutan udara niaga berjadwal.74

74

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari laporan ini adalah memaparkan rancangan bangun sistem penunjang keputusan dapat membantu surveyor mempercepat dalam pengambilan keputusan /

Segala puji bagi Allah SWT atas selesainya karya akhir kami yang berjudul “Nilai Diagnostik Adenosine Deaminase (ADA) Cairan Pleura pada Penderita Efusi Pleura

Berdasarkan hasil anlisi pada BAB sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan bahwa hasil variabel stres kerja, perkembangan moral kognitif, evaluasi moral deontologi

(1) Selain ijin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), tenaga medis dan tenaga kefarmasian lulusan dari lembaga pendidikan di luar negeri hanya dapat melakukan upaya

Penagihan pajak dengan penyitaan yang dilakukan oleh Juru Sita Pajak dengan menggunakan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP) dilaksanakan apabila wajib pajak atau

Koreksi statik dilakukan dengan pengamatan data Time domain Elektromagnetic (TDEM) pada titik yang sama untuk mengoreksi data MT yang mengalami efek statik.. Dengan koreksi

Penelitian agama yang demikian banyak memberikan makna terhadap kompleksitas dan nuansa agama Jawa yang penuh dengan campur aduk dengan kebudayaan lokal, simbolisme

Perlakuan tersebut menghasilkan biskuit jagung nikstamal dengan penilaian panelis yang meliputi skor flavor sebesar 3,67 dengan kriteria khas jagung, skor warna